Anda di halaman 1dari 22

TEKNIK REAKSI KIMIA 2

Tugas 2

Oleh,

Abubakar Adeni (1106068516)


Eka Hertanto S (1106070855)
Mochamad Ilham (1106070943)
Ratna Dewi V (1106070893)

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2014
1. Microreactor
Microreactor atau reaktor mikro-struktur atau reaktor microchannel adalah
perangkat di mana reaksi kimia terjadi dalam kurungan atau tubes dengan dimensi
lateral khas di bawah 1 mm, bentuk paling umum dari kurungan tersebut
microchannels. Microreactors dipelajari dalam bidang proses skala mikro. bersama
dengan perangkat lain (seperti penukar panas mikro) di mana proses fisik terjadi.
Microreactor biasanya reaktor beraliran kontinu. Microreactors menawarkan banyak
keuntungan dibandingkan reaktor skala konvensional, termasuk perbaikan besar
dalam efisiensi energi, kecepatan reaksi dan hasil, keamanan, kehandalan, skalabilitas,
on-site/on-demand produksi, dan tingkat yang jauh lebih halus dari proses kontrol.
Mikroreaktor merupakan miniaturisasi reactor sebagai tempat berlangsungnya
reaksi kimi. Mikroreaktor ini terdiri dari canal-canal dengan diameter lebih kecil dari
1 mm. Karen dimensinya sangat kecil, mikroreaktor ini memberikan harga rasio luas
permukaan terhadap volume sanat besar. Lihatlah table beriku ini :

Type of Specific
Specific
conventional interface Type of microreactor
interface
reactor area

Packed column 10-350 Micro bubble column

Countercurrent 5,100
10-1700 (1100μm x 170 μm)
flow
Co-current flow

Micro bubble column


Bubble columns 50-600 9,800
(300 μm x 100 μm)

Micro bubble column


Spray columns 10-100 14,800
(50 μm x 50 μm)
Mechanically Falling film
stirred bubble 100-2000 microreactor 27,000
columns (300 μm x 100 μm)
Impinging jets 90-2050
Tabel 1. Specific interfacial area (S/V)

TEKNIK REAKSI KIMIA-UNIVERSITAS INDONESIA Page 2


Rasio yang besar ini akan mendorong proses perpindahan panas dalam sebuah
sistem dengan lebih baik, sehingga sangat memungkinkan melakukan proses
pemanasan pendinginan secara cepat dalam sebuah sistem reaktif. Menggunakan
microreactors agak berbeda dengan menggunakan yang lainnya. Reaktor-reaktor ini
bisa menjadi alat yang sangat berharga di tangan ahli kimia atau process engine yang
berpengalaman. Microreactors biasanya memiliki koefisien pertukaran panas
minimal 1 megawatt per meter kubik per kelvin , hingga 500 MW per meter kubik per
Kelvin.
Dengan demikian , microreactors dapat menghilangkan panas yang jauh lebih
efisien daripada vessels atau bejana dan bahkan reaksi kritis seperti nitrations dapat
dilakukan dengan aman pada suhu tinggi. Penghilangan titik-titik panas yang biasanya
terbentuk pada dimensi konvensional dapat mencegah terjadinya reaksi samping dan
pembentukan produk yang tidak diinginkan serta peningkatan pembatasan untuk
terjadinya ledakan sehingga memungkinkan dilakukannya reaksi-reaksi yang sangat
berbahaya dengan selektivitas reaksi yang tinggi.Konsekuensi lain yang timbul yaitu
terbentuknya luas permukaan spesifik yang besar sehingga konversi reaksi yang tinggi
dapat tercapai.

Gambar 1. Kontrol suhu yang sangat baik di microreactor meningkatkan kualitas produk dan
menekan reaksi samping

TEKNIK REAKSI KIMIA-UNIVERSITAS INDONESIA Page 3


Dalam sbuah sistem multiphase, perpindahan massa yang terjadi pada
permukaan interface sangat menentukan keberlangsungan reaksi kimia. Untuk itu
dalam setiap sistem multiphase diharapkan terbentuknya permukaan perpindahan
yang sangat besar yang memungkinkan terjadinya kontak antar molekul multiphase
secara efektif

gambar 2. Performa Mass transfer dan Heat transfer pada beberapa perangkat

Microreactors biasanya dioperasikan secara kontinyu .Operasi terus-menerus


dan menyebabkan pencampuran profil konsentrasi yang sangat berbeda jika
dibandingkan dengan proses batch . Dalam batch , reagen A diisi dan reagen B
ditambahkan secara perlahan . Dengan demikian , B bertemu awalnya kelebihan
tinggi A. Dalam sebuah microreactor , A dan B dicampur hampir seketika dan B tidak
akan terkena kelebihan besar A. Ini mungkin merupakan keuntungan atau kerugian
tergantung pada mekanisme reaksi - itu adalah penting untuk menyadari profil
konsentrasi tersebut berbeda .Tekanan udara dari bahan dalam microreactors ( dan
komponen terkait ) umumnya lebih kecil dibandingkan dengan reaktor batch
tradisional .
Hal ini memungkinkan meningkatkan laju reaksi dengan menaikkan suhu di
luar titik didih. Beberapa contoh reaksi yang sangat eksotemis : halogenasi,
ozonolisis, sulfonasi, sulfatasi, nitrasi. Kemungkinan dan control yang lebih baik

TEKNIK REAKSI KIMIA-UNIVERSITAS INDONESIA Page 4


terhadap jenis-jenis reaksi ini telah ditunjukkan oleh mikroreaktor, namun model
operasinya, dan konstruksinya serta pemanfaatan mikroreaktor dalam skala industry
masih terus perlu dioptimalkan.

G - Cyclohexene Hydrogenation
10
4

L R -
e 10
5
a Microreac
ct - Resul
tor
io 10
6 ts
n
R 10-
at 7
e
-
( 10 Conventional
m 8 equipment
G ol
L /s 0.00 0.0 0. 1 1 10
/g
1 1 1
Mass transfer coefficient, 0 0
c -1
at KLa (s )
al
Gambar 3. Cyclohexane hydrogen berada pada micro packed bed reactor. Katalis yang
y
digunakan
st adalah standard platinum pada alumina powder. Hal ini menghasilkan
)
mass transfer koefisien sebesar 5-15 s-1 berlawanan dengan laboratory tricle bed
reactor yang mengahasilkan 0.01-0.08 s-1.

TEKNIK REAKSI KIMIA-UNIVERSITAS INDONESIA Page 5


P4-25C (Membrane reactor) The first-order, reversible reaction
𝐴 ⇄ 𝐵 + 2𝐶

is taking place in a membrane reactor. Pure A enters the reactor, and B diffuses
through the membrane. Unfortunately, some of the reactant A also diffuses through
the membrane.
a) Plot the flow rates of A, B, and C down the reactor, as well as the flow rates of
A and B through the membrane.
b) Compare the conversion profiles of a conventional PFR with those of a IMRCF.
What generalizations can you make?
c) Would the conversion of A be greater or smaller if C were diffusing out instead
of B?
d) Discuss how your curves would change if the temperature were increased
significantly or decreased significantly for an exothermic reaction and for an
endothermic reaction.

Additional information:
k= 10 min-1
KC= 0.01 mol2/dm6
kCA= 1 min-l
kCB= 40 min-1
FA0= 100 mol/min
ʋ0= 100 dm3/rnin
Vreactor= 20 dm3

TEKNIK REAKSI KIMIA-UNIVERSITAS INDONESIA Page 6


a) Plot the flow rates of A, B, and C down the reactor, as well as the flow rates of A and
B through the membrane.
 Stoichiometry
𝐹𝑗 𝑃 𝑇0
𝐶𝑗 = 𝐶𝑇0
𝐹𝑇 𝑃0 𝑇

Pressure drop menjadi 0 atau tidak ada dikarenakan pada reactor membran ini
beroprasi dalam kondisi isothermal (T = T0 dan P = P0), maka konsentrasi tiap
komponen menjadi:
𝐹𝐴
𝐶𝐴 = 𝐶𝑇0
𝐹𝑇
𝐹𝐵
𝐶𝐵 = 𝐶𝑇0
𝐹𝑇
𝐹𝐶
𝐶𝐶 = 𝐶𝑇0
𝐹𝑇
𝐹𝑇 = 𝐹𝐴 + 𝐹𝐵 + 𝐹𝐶

 Mole balances
Neraca mol komponen A (terdifusi)
𝑑𝐹𝐴
= 𝑟𝐴 − 𝑅𝐴
𝑑𝑉
𝑑𝐹𝐴
= 𝑟𝐴 − 𝑘𝐶𝐴 𝐶𝐴
𝑑𝑉
𝑑𝐹𝐴 𝐹𝐴
= 𝑟𝐴 − 𝑘𝐶𝐴 𝐶𝑇0
𝑑𝑉 𝐹𝑇

Neraca mol komponen B (terdifusi)


𝑑𝐹𝐵
= 𝑟𝐵 − 𝑅𝐵
𝑑𝑉
𝑑𝐹𝐵
= 𝑟𝐵 − 𝑘𝐶𝐵 𝐶𝐵
𝑑𝑉
𝑑𝐹𝐵 𝐹𝐵
= −𝑟𝐴 − 𝑘𝐶𝐵 𝐶𝑇0
𝑑𝑉 𝐹𝑇

Neraca mol komponen C

TEKNIK REAKSI KIMIA-UNIVERSITAS INDONESIA Page 7


𝑑𝐹𝐶
= 𝑟𝐶
𝑑𝑉
𝑑𝐹𝐶
= −2𝑟𝐴
𝑑𝑉

 Rate law
𝐶𝐵 𝐶𝐶2
−𝑟𝐴 = 𝑘𝐴 𝐶𝐴 −
𝐾𝐶
2
𝐹 𝐹
𝐹𝐴 𝐶𝑇0 𝐹𝐵 𝐶𝑇0 𝐹𝐶
𝑇 𝑇
𝑟𝐴 = −𝑘𝐴 𝐶𝑇0 −
𝐹𝑇 𝐾𝐶

𝐹𝐴 𝐶𝑇0 2 𝐹𝐵 𝐹𝐶 2
𝑟𝐴 = −𝑘𝐴 𝐶𝑇0 −
𝐹𝑇 𝐾𝐶 𝐹𝑇 𝐹𝑇

 Numerical solution

TEKNIK REAKSI KIMIA-UNIVERSITAS INDONESIA Page 8


Grafik flow rate komponen A, B, dan C terhadap volume reaktor

TEKNIK REAKSI KIMIA-UNIVERSITAS INDONESIA Page 9


Pada grafik dapat terlihat bahwa laju alir pada komponen FA menurun, FB naik
terlebih dahulu dan setelah itu menurun, dan FC terus menaik. Dikarenakan nilai pada
komponen FA menurun maka bisa kita simpulkan bahwa komponen A merupakan
reaktan, sehingga A akan dapat mengalami penurunan konsentrasi dan laju alir dalam
tube reaktor. Lalu nilai komponen C dan B ayng merupakan produk dalam reaksi ini
dapat diketahui saat C naik terus menerus itu artinya komponen C ini tidak
mengalami difusi dan selalu berada didalam tube reaktor, sedangkan untuk komponen
B konsentrasi dan laju alir komponen B didalam reaktor bertambah akan tetapi
komponen B mengalami difusi yang nantinya akan mengakibatkan konsentrasi dan
laju alir komponen B didalam tube akan berkurang.

Grafik komponen A dan B yang berdifusi melalui membran

Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa lajualir komponen FA, lebih kecil
daripada FB.

TEKNIK REAKSI KIMIA-UNIVERSITAS INDONESIA Page 10


b) Compare the conversion profiles of a conventional PFR with those of a IMRCF.
What generalizations can you make?
 Mole balances
Pada PFR ini tidak ada yang berdifusi, sehingga tidak ada konstanta difusi pada
komponen A dan B. Lalu neraca mol dapat disederhanakan menjadi:
Neraca mol komponen A
dFA
= rA
dV
Neraca mol komponen B
dFB
= −rA
dV
Neraca mol komponen C
𝑑𝐹𝐶
= −2𝑟𝐴
𝑑𝑉
 Rate law

𝐹𝐴 𝐶𝑇0 2 𝐹𝐵 𝐹𝐶 2
𝑟𝐴 = −𝑘𝐴 𝐶𝑇0 −
𝐹𝑇 𝐾𝐶 𝐹𝑇 𝐹𝑇

 Numerical solution
 PFR

TEKNIK REAKSI KIMIA-UNIVERSITAS INDONESIA Page 11


Explicit Equations

 Grafik konversi komponen A pada PFR

TEKNIK REAKSI KIMIA-UNIVERSITAS INDONESIA Page 12


 IMRF

TEKNIK REAKSI KIMIA-UNIVERSITAS INDONESIA Page 13


Grafik konversi komponen A pada membrane reactor

Jadi, berdasarkan kedua grafik data konversi yang telah dihasilkan maka dapat
disimpulkan bahwa:
Membran reaktor adalah suatu sistem PFR yang dimana terdapat zat yang
terlibat dalam reaksi berdifusi keluar. Jika tidak ada reaktan ataupun produk
yang berdifusi, maka sistem tersebut merupakan sistem PFR.
Reactor membrane bekerja lebih baik dari pada reaktor PFR. Reaktor
membrane lebih efisien karena reactor ini tidak mempunyai efek pressure
drop dan produk yang diinginkanakan langsung dapat keluar dari membran.
Reactor membrane ini cocok untuk reaksi reversible karena reaksinya akan
selalu bergerak ke arah produk.

c) Would the conversion of A be greater or smaller if C were diffusing out instead of


B?
 Mole balances
Neraca mol komponen A (terdifusi)

𝑑𝐹𝐴
= 𝑟𝐴 − 𝑅𝐴
𝑑𝑉

TEKNIK REAKSI KIMIA-UNIVERSITAS INDONESIA Page 14


𝑑𝐹𝐴
= 𝑟𝐴 − 𝑘𝐶𝐴 𝐶𝐴
𝑑𝑉
𝑑𝐹𝐴 𝐹𝐴
= 𝑟𝐴 − 𝑘𝐶𝐴 𝐶𝑇0
𝑑𝑉 𝐹𝑇

Neraca mol komponen B


𝑑𝐹𝐵
= 𝑟𝐵 = −𝑟𝐴
𝑑𝑉

Neraca mol komponen C (terdifusi)

𝑑𝐹𝐶
= 𝑟𝐶 − 𝑅𝐶
𝑑𝑉
𝑑𝐹𝐶
= 𝑟𝐶 − 𝑘𝐶𝐶 𝐶𝐶
𝑑𝑉
𝑑𝐹𝐶 𝐹𝐶
= −2𝑟𝐴 − 𝑘𝐶𝐶 𝐶𝑇0
𝑑𝑉 𝐹𝑇

 Rate law

𝐹𝐴 𝐶𝑇0 2 𝐹𝐵 𝐹𝐶 2
𝑟𝐴 = −𝑘𝐴 𝐶𝑇0 −
𝐹𝑇 𝐾𝐶 𝐹𝑇 𝐹𝑇

TEKNIK REAKSI KIMIA-UNIVERSITAS INDONESIA Page 15


 Numerical solution

TEKNIK REAKSI KIMIA-UNIVERSITAS INDONESIA Page 16


Grafik Molar Flow Rate vs V pada saat C yang berdifusi:

Grafik konversi vs V:

TEKNIK REAKSI KIMIA-UNIVERSITAS INDONESIA Page 17


Jadi pada grafik di atas dapat disimpulkan bahwa:
Dapat dilihat komponen A menghasilkan konversi yang lebih besar
apabila jumlah komponen C lebih besar atau banyak jika dibandingkan
dengan komponen B (komponen produk C lebih banyak berdifusi
dibandingkan saat komponen B yang berdifusi) dan jika C berdifusi
konsentrasi produk akan menjadi lebih sedikit jika dibandingkan saat B
berdifusi. Maka kesetimbangan akan bergeser ke arah produk dimana A
akan semakin banyak yang terkonversi menjadi produk.

d) Discuss how your curves would chnge if the temperature were increased
significantly or decreased significantly for an exothermic reaction and for an
endothermic reaction.
Reaksi endotermis, saat reaksi endotermis ini maka saat suhu naik
kestimbangan nantinya akan bergeser ke arah produk, sehingga grafik untuk
flow rate A akan turun (A akan semakin banyak terkonversi), akan tetapi untuk
flow rate B dan juga C akan naik. Kenaikan suhu reaksi menyebabkan kenaikan
konversi. Dan begitu pun sebaliknya, penurunan suhu pada reaksi akan
menyebabkan penurunan konversi. Jika laju difusinya juga berpengaruh
terhadap konsentrasi A atau C maka akan ada kemungkinan grafik flow rate
dalam reaktor akan tetap sama karena semakin banyak C atau A yang terbentuk,
laju difusi A dan C nya juga semakin besar dan semakin banyak A dan C yang
terdifusi.

Reaksi eksotermis, saat reaksi eksotermik ini saat suhu dinaikan maka nantinya
kestimbangan akan bergeser ke arah sebaliknya yaitu ke arah reaktan, yang akan
menghasilkan flow rate A akan naik sedangkan B dan C akan turun. Kenaikan
suhu reaksi akan menyebabkan penurunan konversi. Penurunan suhu reaksi
menyebabkan kenaikan konversi dan begitu juga sebaliknya.

TEKNIK REAKSI KIMIA-UNIVERSITAS INDONESIA Page 18


P4-9B
A reversible liquid-phase isomerization A ↔ B is carried out isothermally In a 1000-gal CSTR.
The reaction is second order in both the forward and reverse directions. The liquid enters at
the top of the reactor and exits at the bottom. Experimental data taken in a batch reactor
shows the CSTR conversion to be 40%. The reaction is reversible with KC = 3.0 at 300 K, and
𝑐𝑎𝑙
∆𝐻𝑅𝑋 = −25000 𝑚𝑜𝑙 . Assuming that the batch data taken at 300 K are accurate and that
𝑐𝑎𝑙
𝐸 = 15000 𝑚𝑜𝑙 , what CSTR temperature do you recommend to obtain maximum

conversion?
Jawab:
Reaction orde 2
2𝐴 ↔ 2𝐵
Diketahui:
V = 1000 gal = 3785.4 L
KC = 3
TO = 300 K
𝑐𝑎𝑙
∆𝐻𝑅𝑋 = −25000 𝑚𝑜𝑙
𝑐𝑎𝑙
𝐸 = 15000 𝑚𝑜𝑙

X = 40% = 0.4
Mole Balance:
𝐹𝐴𝑂 𝑋
𝑉= (1)
−𝑟 𝐴

Rate Law:
𝐶2
−𝑟𝐴 = 𝑘(𝐶𝐴2 − 𝐾𝐵 ) (2)
𝐶

𝐶𝐴 = 𝐶𝐴𝑂 1 − 𝑋 (3)
𝐶𝐵 = 𝐶𝐴𝑂 𝑋 (4)
Substitusi persamaan 3 dan 4 ke persamaan 2
2 𝐶𝐴𝑂 𝑋 2
−𝑟𝐴 = 𝑘( 𝐶𝐴𝑂 1 − 𝑋 − ) (5)
𝐾𝐶

Substitusi persamaan 5 ke persamaan 1


𝐹𝐴𝑂 𝑋
𝑉= 2 𝑋2
(6)
𝑘𝐶𝐴𝑂 ((1−𝑋)2 − )
𝐾𝐶

TEKNIK REAKSI KIMIA-UNIVERSITAS INDONESIA Page 19


𝑋 2 0.4 2
𝐹𝐴𝑂 𝑉 1−𝑋 2 − 3785 .4 1−0.4 2 −
𝐾𝐶 3
2 = = = 2902.4 𝐿 = 𝑍 (7)
𝑘𝐶𝐴𝑂 𝑋 0.4
𝑍 𝑋
𝑉= 𝑋 2 (8)
𝑧 1−𝑋 2 −
𝐾𝐶

𝑍 𝑋
𝑓 𝑋 =0= 𝑋 2 −𝑉 (9)
𝑧 1−𝑋 2 −
𝐾𝐶

𝑘 𝐸 1 1
𝑧 = 𝑘 = exp⁡
(𝑅 −𝑇 ) (10)
𝑜 𝑇𝑜

∆𝐻𝑅𝑋 1 1
𝐾𝐶 = 𝐾𝐶𝑂 exp⁡
( − ) (11)
𝑅 𝑇𝑜 𝑇

Persamaan 9, 10, dan 11 digunakan untuk program polymath untuk mencari suhu untuk
mencapai konversi maksimum.
Berikut merupakan hasil listing program polymath yang telah kami lakukan.

Dan berikut merupakan hasil dari polymath tersebut

TEKNIK REAKSI KIMIA-UNIVERSITAS INDONESIA Page 20


Konversi terbesar yang diperoleh sebesar X = 0.4229 dengan T = 305.5 K

TEKNIK REAKSI KIMIA-UNIVERSITAS INDONESIA Page 21


Daftar Pustaka

Hessel, V., Angeli, P., Gavriilidis, A., Löwe, H., Gas-Liquid and Gas-Liquid-
 Solid Microstructured
Reactors : Contacting Principles and Applications, Ind. Eng. Chem. Res., 44, 9750-9769,
2005.

Triplet, K.A., Ghiaasiaan, S.M., Abdel khalik, S.I., Sadowski, D.L., Gas-liquid two phase flow in
microchannels Part I : two- phase flow patterns, International Journal of Multiphase Flow, 25,
377-394, 1999.

P. Baselt, U. Eul, R. S. Wegeng, 6th International Conference on Microreactor Technology (IMRET


6), AIChE, New Orleans, LA 2002, p.7.

TEKNIK REAKSI KIMIA-UNIVERSITAS INDONESIA Page 22

Anda mungkin juga menyukai