PENDAHULUAN
1
melalui proses xanthasi ini, yaitu proses pembuatan alkali selulosa dan proses
pembuatan selulosa xanthat atau viscose.
Tahap pembentukan alkali selulosa dan selulosa xanthat merupakan tahap
paling penting dalam proses pembuatan viscose. Tahap ini secara aktual akan
mengubah selulosa menjadi larutan yang siap pakai. Alkali selulosa ditempatkan
di dalam tangki silinder berputar dan CS2 yang berupa cair dimasukkan perlahan
– lahan melalui pipa ke dalam tangki. Reaksi berlangsung selama 30-40 menit,
dengan temperatur 31,5-32,50C pada tekanan di bawah tekanan atmosfer atau
pada tekanan vakum. Jumlah CS2 yang dimasukkan 30 – 40% dari jumlah
selulosa yang terkandung di dalam alkali selulosa. Hasil dari reaksi ini adalah
alkali selulosa yang semula berwarna putih berangsur - angsur menjadi berwarna
kuning, dan terakhir menjadi oranye seperti warna madu. Proses selanjutnya di
Xanthator adalah pelarutan xanthogenat dengan menggunakan dissolving, proses
pelarutan akan berlangsung dalam beberapa jam.
Dalam xanthator juga terdapat agitator sebagai pemutar / pengaduk.
Agitator ini mempunyai tiga pilihan kecepatan putar yang berbeda. Di bagian
bawah silinder akan didapatkan suatu katup outlet selulosa xanthat sedangkan di
bagia atasnya terdapat suatu katup besar untuk pemuatan alkali selulosa. CS2
didistribusikan melalui spray nozzle yang terletak di bagian atas silider.
Proses xanthatsi ini berlangsung secara batch. Untuk satu batch operasi
diperlukan alkali selulosa sebanyak 9.900 kg dan CS2 sebanyak 885 liter.
Kapasitas mesin xanthator kurang lebih 22 m3 , dengan kontrol proses
berlangsung secara otomatis dari ruang kontrol. Lamanya waktu siklus penuh dari
mulai pemuatan alkali selulosa sampai pengaliran larutan ke dissolver
berlangsung secara 70 menit. Maka dari itu, diperlukan menghitung neraca massa
dan neraca panas pada alat xanthator ini agar dapat mengevaluasi alat tersebut.
1.2 Tujuan
Tujuan dari tugas khusus Kerja Praktek ini antara lain :
1. Menghitung konversi reaksi di Xanthator di departemen Viscose pada Line 5.
2
2. Menganalisis hubungan temperature versus konversi reaksi di Xanthator di
departemen Viscose pada Line 5.
1.3 Manfaat
Manfaat dari tugas khusus Kerja Praktek ini antara lain:
1. Untuk mengetahui kinerja alat Xanthator di departemen Viscose pada Line 5.
2. Untuk mengevaluasi alat Xanthator di departemen Viscose pada Line 5 agar
dapat segera dilakukan tindakan jika performanya sudah menurun.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Persamaan-persamaan yang terkait dalam reaktor batch di
antaranya, dijelaskan melalui persamaan berikut : Misalkan dari
laju pengurangan reaktan A pada suatu reaksi.
Neraca massanya :
1 dNA
−rA =
V dt
Jika NA0 merupakan jumlah mol A mula-mula dan NA0X adalah
jumlah reaktan A yang telah bereaksi pada waktu t. Maka
konversi dapat ditulis dengan persamaan berikut :
|NA | = |NA0 | − |N𝐴0 𝑋|
Maka :
dX
NA0 = −rA V
dt
dX
dt = NA0
−rA V
𝑋(𝑡) d𝑋
t = NA0 ∫0 −rA. V
CA = CA0 (1-X)
𝑋(𝑡)
dXA
t = CA0 ∫
−rA.
0
(Fogler, 1999).
Reaktor Kontinyu
Reaktor kontinyu terdiri dari 2 reaktor, yaitu reaktor alir
berpengaduk (continuous stirred tank reactor) dan reaktor pipa
(tubular reactor).
Reaktor Alir Tangki Berpengaduk (Continous Stirred Tank
Reactor)
Merupakan tipe reaktor yang paling umum digunakan dalam
industri. Reaktor ini biasanya bekerja pada kondisi steady state.
Produk yang dihasilkan biasanya tidak ada variasi pada
5
konsentrasi, temperatur, atau kecepatan reaksi. Kondisi
temperatur dan konsentrasi sama pada setiap titik pada reaktor
sehingga hasil keluaran memiliki kondisi yang sama. Gambar 2.1
merupakan gambar dari CSTR.
Neraca Massa :
FA0 + rA V – FA = 0 (2.7)
FA0 – FA = -rA V
FA = FA0 (1-XA)
F𝐴0 X A
V=
(−rA )𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟
V XA
= (2.8)
FA0 (−rA )𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟
(Levenspiel, 1999).
Reaktor Pipa (Tubular Reactor)
Merupakan jenis reaktor yang juga banyak digunakan pada
industri. Reaktor ini terdiri dari pipa silindris dan biasanya
dioperasikan pada kondisi steady state sama seperti CSTR. Pada
tubular reactor, reaktan dimasukkan secara kontinyu ke dalam
reaktor (Fogler, 2004). Berikut gambar untuk reactor pipa
6
Gambar 2.2 Tubular Reactor
Tubular reactor yang tidak memiliki variasi jari-jari pada
konsentrasi
maka reaktor yang digunakan adalah Plug Flow Reactor (Fogler,
2004).
Persamaan neraca massanya:
KEC. ALIRAN KEC. PERUBAHAN A KEC. ALIRAN A AKUMULASI DLM
[ ]+ [ ]−[ ]= [ ]
A MASUK SISTEM KRN REAKSI DLM SISTEM KELUAR SISTEM SISTEM
Persamaan yang berlaku pada PFR adalah sebagai berikut :
Neraca massa :
Fj (y) – Fj (y + Ay) + rj . A.V = 0 (2.9)
Konversi dan ukuran reaktor :
−dFA
= −rA
dV
dX
FA0 = −rA
dV
𝑥 dXA
V = FA0 ∫0 (2.10)
−rA
(Fogler, 1999).
Pada PFR, satu atau lebih reaktan dipompa menuju pipa. Hal
yang perlu diperhatikan pada PFR yaitu PFR biasanya memiliki
efisiensi yang lebih tinggi daripada CSTR dengan volume yang
sama. Hal itu menunjukkan bahwa PFR memberikan waktu
tinggal yang sama namun persentase reaksi yang dihasilkan lebih
sempurna PFR daripada CSTR. Dengan limit ∆V0, maka
didapat persamaan :
7
𝑑𝐹𝑗
= 𝑟𝑗
𝑑𝑉
PFR biasanya digunakan pada :
a. Reaksi dengan skala besar dan cepat
b. Produksi kontinyu
c. Reaksi Temperatur tinggi
Steam reforming memiliki tujuan untuk mengkonversi gas
alam (methane) untuk dijadikan sytethic gas. Pada steam
reforming ini digunakan reactor Plug Flow Reaktor yang lebih
menguntungkan bila digunakan dengan fase gas. Plug Flow
Reaktor merupakan reactor yang digunakan hanya untuk fluida
dengan cara mengalirkan fluida tersebut dalam pipa secara
berkelanjutan (continuous).
2.1.2. Kondisi Operasi Reaktor
2.1.2.1 Reaksi Irreversible dan Reversible
1. Reaksi Irreversible
Reaksi yang berlansung searah, atau reaksi yang tidak dapat
balik, artinya: zat-zat hasil reaksi tidak dapat kembali membentuk
zat pereaksi. Contohnya kertas yang terbakar, tidak mungkin
menjadi kertas lagi. Ciri-ciri reaksi satu arah sebagai berikut :
1. Reaksi ditulis dengan satu anak panah ( → )
2. Reaksi berlansung satu arah dari kiri ke kanan.
3. Zat hasil reaksi tidak dapat dikembalikan seperti zat mula-
mula.
4. Reaksi baru berhenti apabila salah satu atau semua reaktan
habis.
Contoh:
1. NaOH(aq) + HCl(aq) → NaCl(aq) + H2O(l)
8
Pada reaksi tersebut NaOH habis bereaksi denagn HCl
membentuk NaCl dan air. NaCl dan air tidak dapat
bereaksi kembali menjadi NaOH dan HCl.
2. Mg(s) + 2 HCl(aq) → MgCl2(aq) + H2(g)
Mg habis bereaksi denagn HCl membentuk MgCl2 dan
gas H2. MgCl2 dan H2 tidak dapat bereaksi kembali
membentuk Mg dan HCl.
2. Reaksi Reversible
Reaksi yang berlansung dua arah, dan zat-zat hasil reaksi dapat
kembali membentuk zat pereaksi. Kesetimbangan dinamis dapat
terjadi bila reaksi yang terjadi merupakan reaksi bolak-balik.
Contohnya: es mencair, memasak air dalam wadah tertutup, air
hujan, dan lain-lain.
Ciri-ciri reaksi bolak-balik sebagai berikut :
1. Reaksi ditulis dengan dua anak panah ( ↔ )
2. Reaksi berlansung dari dua arah, yaitu dari kiri ke kanan dan
dari kanan ke kiri.
3. Zat hasil reaksi dapat dikembalikan seperti zat mula-mula.
4. Reaksi tidak pernah berhenti karena komponen zat tidak
pernah habis.
Contoh:
Reaksi : PbSO4(s) + 2NaI(aq) → PbI2(s) + Na2SO4(aq)
Endapan PbI yang ternebtuk dapat direaksikan denagn cara
menambahkan larutan Na2SO4 berlebih.
PbI2(s) + Na2SO4(aq) → PbSO4(s) + 2NaI(aq)
Dalam menuliskan reaksi bolak-balik, kedua reaksi dapat
digabungkan sebagai berikut: PbSO4(s)-
+ 2NaI(aq) ↔ PbI2(s) + 2NaI(aq)
2.1.2.2 Reaksi Adiabatis dan Non-Adiabatis
9
Kondisi adiabatis adalah kondisi proses yang berlangsung tanpa
adanya pertukaran panas atau kalor antara sistem dan lingkungannya
(Q=0). Biasanya reaktor dengan kondisi adiabatis tidak menggunakan
alat penukar panas seperti jaket pemanas atau pendingin. Pada kondisi
adiabatis, temperatur akan naik dalam reaksi eksotermis dan turun
dalam reaksi endotermis. Sedangkan kondisi non-adiabatis merupakan
kondisi proses yang berlangsung dengan adanya pertukaran panas
antara sistem dan lingkungannya (Q ≠ 0) sehingga reaktor dengan
kondisi ini biasanya mempunyai jaket yang menyelimuti reaktor
sebagai alat penukar panas.
Neraca panas reaktor batch sistem adiabatis :
(−∆HRx ) X
T = T0 + ∑ θi Cpi
10
dT UA(Ta − T) + rA ∆HRx (T)
=
dV ∑ Fi Cpi
Jika Temperatur pendingin atau pemanas bervariasi di
sepanjang reaktor, maka selain neraca panas dalam reaktor juga harus
memperhitungkan neraca panas pendingin/pemanas
dTa UA(Ta − T)
=
dV ṁ Cpc
(Levenspiel.O, 1999, Chemical Reaction Engineering 3rd ed.)
11
2.1.2.3 Reaksi Eksotermis dan Endotermis
1. Reaksi Eksotermis
Reaksi eksoterm adalah reaksi yang mengeluarkan panas atau
menghasilkan panas ketika reaksi terjadi. Umumnya reaksi ini
menghasilkan Temperatur panas Pada reaksi eksoterm terjadi
perpindahan kalor dari sistem ke lingkungan atau pada reaksi tersebut
dikeluarkan panas. Pada reaksi eksoterm harga ΔH = negatif ( – ).
Contoh :
CaO(s) + CO2(g)→CaCO3(s)+178.5 kJ ΔH = -178.5 kJ
2. Reaksi endotermis
Reaksi endoterm adalah reaksi yang memerlukan panas atau
menyerap panas dari lingkungan ketika reaksi terjadi. Umumnya
reaksi ini menghasilkan Temperatur dingin. Pada reaksi terjadi
perpindahan kalor dari lingkungan ke sistem atau pada reaksi tersebut
dibutuhkan panas. Pada reaksi endoterm harga ΔH = positif ( + ).
Contoh :
CaCO3(s) → CaO(s) + CO2(g)- 178.5 kJ ΔH = +178.5 kJ
12
P = nRT / V
Karena usaha, persamaan berikut W = PDV dapat diturunkan.
W = nRT ln (Vf / Vi)
Oleh karena itu, pada Temperatur konstan usaha ekspansi atau
kompresi yang terjadi saat mengganti volume sistem. Karena tidak ada
perubahan panas internal dalam proses isotermal (dU = 0), semua
kalor yang disuplai digunakan untuk melakukan usaha. Inilah yang
terjadi dalam mesin kalor.(Diyar, 2011)
2. Non Isotermal
Pada reaksi ini ada perubahan Temperatur masuk, di dalam,
dan keluar reaktor (Diyar,2011)
2.1.2.5 Reaksi Unimolekuler dan Bimolekuler
Reaksi berdasarkan kemolekulan reaksi, atau jumlah dari
reaktan dibagi menjadi 3, yaitu unimolekuler (monomolekuler),
bimolekuler, dan trimolekuler. Dimana menurut (Diyar, 2011):
1. Reaksi Unimolekular
Merupakan reaksi yang melibatkan satu jenis molekul reaktan saja
pada reaksi utama pada sistem. Contoh: reaksi dehidrogenisasi,
dekomposisi, cracking, polimerisasi kondensasi.
A → B+ C
Contoh : 2HI H2 + I2
CH3 + C2H5 →C3H8
13
2.1.2.6. Reaksi Seri dan Parallel
Reaksi yang terjadi di dalam suatu reaktor jarang sekali hanya
terdiri satu buah reaksi (reaksi tunggal/ single reaction) tetapi
kebanyakan yang terjadi adalah reaksi ganda (multiple reaction) yang
akan dihasilkan produk yang diinginkan dan produk yang tidak
diinginkan. Reaksi ganda terdiri dari reaksi paralel dan reaksi seri.
1. Reaksi paralel
Reaksi paralel atau reaksi samping (competitive reaction) yaitu dari
reaktan yang sama menghasilkan produk yang berbeda melalui jalur
reaksi yang berbeda pula. (Levenspiel, 1999)
A R
A S
Contoh:
C2H5OH → C2H4 + H2O
C2H5OH → C2H4O + H2
2. Reaksi seri
Reaksi seri yaitu dari reaktan terbentuk produk antara yang aktif
kemudian lebih lanjut berubah menjadi produk lain yang stabil.
(Levenspiel, 1999)
A R S
Contoh:
Cl2 + H2O → H+ + Cl- + HOCl
HOCl + H2O → OCl- + H+
14
gamma-nya. Nilai gamma adalah suatu besaran yang menunjukan jumlah molekul
𝑪𝑺𝟐 yang diikat oleh 100 molekul glukosa. Pelarutan sempurna xanthogenat pada
kondisi normal akan mempunyai nilai gamma 32%. Ini berarti jumlah molekul
𝑪𝑺𝟐 yang diikat oleh 100 molekul glukosa berjumlah 32 buah. Parameter utama
proses xanthatsi adalah waktu xanthatsi.
Proses akan terjadi perubahan warna alkali selulosa semula putih menjadi
oranye/jingga. Perubahan warna ini disebabkan karena terbentuknya 𝐍𝐚𝟐 𝐂𝐒𝟑
sebagai hasil samping proses xanthatsi. Proses selanjutnya di xanthator adalah
pelarutan xanthogenat dengan menggunakan dissolving, proses pelarutan akan
berlangsung dalam beberapa jam.
Dalam xanthator juga terdapat agitator sebagai pemutar/pengaduk. Agitator
ini mempunyai tiga pilihan kecepatan putar yang berbeda (3,19; 41 dan 27 rpm).
Dibagian bawah silinder akan didapatkan suatu katup outlet selulosa xanthat
sedangkan dibagian atasnya terdapat suatu katup besar untuk pemuatan alkali
selulosa. 𝐂𝐒𝟐 didistribusikan melalui spray nozzel yang terletak dibagian atas
silinder.Untuk pengaman terhadap kelebihan tekanan/ledakkan maka xanthator
juga dilengkapi dengan rupture disk.
Proses xanthatsi ini berlangsung secara batch. Untuk satu batch operasi
diperlukan alkali selulosa sebanyak 9900 kg dan 𝑪𝑺𝟐 sebanyak 885 liter.
Kapasitas mesin xanthator kurang lebih 33m3 , dengan kontrol proses
berlangsung secara otomatis dari ruang kontrol. Lamanya waktu siklus penuh dari
mulai pemuatan alkali selulosa sampai pengaliran larutan ke dissolver
berlangsung selama 70 menit.
Hal - Hal Yang Harus Diperhatikan di Xanthator:
1. Karbon disulfida adalah fluida yang berbahaya terhadap keselamatan
manusia. 𝑪𝑺𝟐 adalah fluida yang mudah terbakar, reaksi 𝑪𝑺𝟐 denagn udara
akan menghasilkan ledakan.
2. Perhatikan kebocoran 𝑪𝑺𝟐 yang ditandai dengan terciumnya bau
memualkan disekitar tempat kebocoran.
15
3. Pastikan bahwa tidak ada objek logam masuk ke dalam alat xanthator.
Objek logam didalam xanthator akan bergesekan dengan dinding
menimbulkan percikan api yang apabila terkena 𝑪𝑺𝟐 akan menimbulkan
ledakan.
4. Perbaikan dalam alat xanthator hanya boleh dilaksanakan, bila telah
memperoleh sertifikasi (tanda pernyataan aman) dari safety departement
(departemen keselamatan kerja) perusahaan.
Tahap pada kerja xanthator ada 18 step yaitu :
1. “Waiting”. Penimbangan alkali selulosa dalam Weight Hooper sbesar 9900
kg
2. “AC Valve Open”. Katup Xanthator dibuka, ventilator ditutup
3. “AC Feeding”. Pemuatan alkali selulosa ke dalam Xanthator. Screw
berjalan dengan kecepatan pelan (3 rpm). Selama pengisian, screw berputar
untuk menjamin homogenitas distribusi alkali selulosa di dalamnya
4. “Preparation”. Penyiapan proses di Xanthator : katup dibuka, pompa vakum
ON
5. “Vacuum”. Pompa vakum mulai menvakumkan sampai –0,83 Bar
6. “Vacuum Test”. Pengecekan vacuum
Vacuum diawasi selama ± 1 menit (waktu disesuaikan) dan alarm akan
berbunyi jika terjadi pressure drop diluar toleransi.
7. “CS2 Dozing” atau Pemuatan CS2
Penambahan CS2 harus diawasi dan jika hal ini berlangsung lebih lama dari
waktu yang ditetapkan maka alarm akan berbunyi dan valve CS2 akan
tertutup secara otomatis
8. “xanthation 1” step ini sekitar 5 menit
Hanya terjadi proses pengadukan
9. Xantahtion 2, step ini berlangsung sekitar 20 menit
Proses ini berlangsung sampai kondisi temperatur dan tekanan tercapai.
Laju reaksi dipengaruhi oleh temperatur alkali sellulosa dan temperatur
dinding dalam silinder. Semakin tinggi temperatur maka laju reaksi akan
16
semakin tinggi. Proses xanthasi ini berlangsung secara batch. Untuk 1 batch
operasi diperlukan alkali selulosa sebanyak 9900 kg dan CS2 sebanyak ±885
liter. Pada saat ini juga terjadi Vacuum regain dilakukan ketika semua CS2
sudah habis menguap dan diberi jeda 2 menit sebelum dari Xanthator ke
dalam Dissolver. Hasil larutan ini kemudian dialirkan ke tangki Dissolver.
10. “1st Lye Addition”.
Pemberian Dissolving Lye yang pertama yaitu sebanyak 20% dari Level.
11. “Vacuum Break”
12. “2nd Lye Addition/Dilution”
Stirrer berjalan dengan kecepatanyang lebih tinggi. Dissolving Lye yang
dialirkan sebanyak 14% dari level.
13. “Discharge”
Dissolving Lye yang dialirkan sebanyak 9% dari level. Selulosa Xanthat
dropping ke dissolver tank dengan tekanan didalam xanthator sekitar -0,24
dan temperature 20-21oC.
14. “Pre Washing”
Dissolving Lye yang dialirkan sebanyak 4% dari level. Saat ini terjadi
pencucian yang pertama.
15. “Final Washing”
Mengalirkan sisa dissolving lye untuk mencuci bagian dalam xanthator.
Kecepatan pengadukan dari stirrer lebih tinggi. Saat pencucian, valve ke
homogenizer ditutup. Setelah dissolving lye habis, maka valve dibuka
kembali.
16. ”Final Disscharge/Emptying”
Dropping semua isi yang ada di xanthator ke homogenizer. Pada saat ini, N2
diinjeksikan mensubtitusi adanya udara dalam xanthator.
17. “Drying”
Penyiapan untuk batch baru, bottom valve ditutup. Sirkulasi panas di double
jacket dimulai sampai temperatur naik seperti yang diinginkan yaitu sekitar
17
18. “Evacuation”
𝐷𝑖𝑖𝑛𝑡𝑒𝑔𝑟𝑎𝑙𝑘𝑎𝑛
𝑡 𝐵 𝑋 𝑑𝑋
∫0 𝑑𝑡 = 𝐶𝐵0 ∫0 (−𝑟𝐵) (5)
𝐵
𝑡 𝐵 𝑋 𝑑𝑋
∫0 𝑑𝑡 = 𝐶𝐵0 ∫0 (−𝑟𝐵) (6)
𝐵
𝑋𝐵
𝑡 = 𝐶𝐵0 𝑘 𝐶 (7)
𝐵0 (1−𝑋𝐵 )(𝐶𝐵0 −𝐶𝐴0 𝑋𝐵 )
18
Dalam hubungan ini :
k = konstanta kecepatan reaksi
A = faktor frekuensi tumbukan
E/R = faktor energy aktivasi/tetapan gas ideal
T = temperature mutlak
Dimana:
8𝑘𝐵𝑇 1⁄
A= 𝜋𝜎 2𝐴𝐵 ( ) 2 𝑁𝑎𝑣𝑜 (9)
𝜋𝜇𝐴𝐵
Keterangan:
A = Faktor tumbukan
𝜎 = Diameter molekul (cm)
kB = Konstanta Boltzman= 1,38x10-23 J/K/molekul
Navo = Bilangan Avogadro= 6,023x1023 molekul/kmol
ΔHR = Panas Reaksi (kkal)
μ = Massa yang tergerus (gr)
R = Konstanta gas ideal= 8,314 J/molK
BM = Berat molekul (g/mol)
Dari persamaan Arhenius, diketahui bahwa dengan bertambahnya
Temperatur reaksi maka akan memperbesar harga konstanta kecepata reaksi (k),
yang berarti mempercepat kecepatan reaksinya.
19
BAB III
Perhitungan Konversi Xanthator
4 ΔH CS2 21 kkal/kmol
7 BM CS2 76 kg/kmal
Data diambil dari 3 batch berturut-turut pada Xanthator J Line 5 per tanggal 1
Agustus 2018 yaitu start time reaction pukul 08.29 ; 10.08 dan 11.37.
20
Tabel 3.2 Data Temperatur Reaksi Setiap Menit pada Batch pertama Xanthator Line 5
t
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
(menit)
T 18.8 19.1 19.2 19.4 19.6 19.9 20.1 20.5 20.7 20.9
t
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
(menit)
T 21.2 21.4 21.6 21.9 22.1 22.4 22.7 23.1 23.5 23.9
t
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
(menit)
T 24.3 24.8 25.2 25.7 26.3 26.8 27.3 27.9 28.4 29.1
t
31 32 33 34 35 36 37 38 39
(menit)
T 29.6 30.1 30.7 31.2 31.7 32.1 32.5 30.4 28
21
1108,905 𝑘𝑔
⁄76 kg/kmol
= 890 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟
1⁄
8𝑘𝐵𝑇 2
- 𝑈𝑅 = ( 𝜋𝜇 )
𝐴𝐵
8𝑥305,5 𝐾 𝑥 1.545.927,854cm2/s2/K 1⁄
𝑈𝑅 = ( ) 2
3,14
𝑈𝑅 = 34.688,09 𝑐𝑚/𝑠
- SR = 𝜋𝜎 2𝐴𝐵
SR= 3,14 x (4x10-8 + 1x10-8)2 cm2/molekul
SR= 7,85x10-15 cm2/molekul
𝑐𝑚
A= 7,85x10-15 cm2/molekul x 34.688,09 (6,023x1023 molekul/kmol)
𝑠
22
−𝐸𝑎
k = A𝑒 𝑅𝑇
J
−(−34.525,8134 )
mol )
−10 (8.314 J/molK x 305.5 K)
k = 2,723x10 ltr/mol. s (𝑒
k = 2,185886887x10-4 ltr/mol.s
Mengkombinasikan persamaan konversi fungsi waktu dengan
persamaan konstanta laju reaksi menjadi persamaan (7)
𝑋𝐵
𝑡 = 𝐶𝐵0
𝑘 𝐶𝐵0 (1 − 𝑋𝐵 )(𝐶𝐴0 −𝐶𝐵0 𝑋𝐵 )
mol
𝑡 = 16,48x 𝑥
lt
𝑋𝐵
𝑥
mol mol mol
(2,185886887x10−4 . s) x (16,48 ) (1 − 𝑋𝐵 ) {(22,6 ) −}
ltr lt lt
1
mol
{16,48 (𝑋𝐵 )}
lt
Perhitungan Yield
Konversi = 0,816
23
𝑚𝑜𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖
0,816 =𝑚𝑜𝑙 𝑟𝑒𝑎𝑘𝑡𝑎𝑛 𝑚𝑢𝑙𝑎−𝑚𝑢𝑙𝑎
𝑚𝑜𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖
0,816 = 16,48 𝑚𝑜𝑙/𝑙𝑡𝑟
𝑚𝑜𝑙 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
Yield = 𝑚𝑜𝑙 𝑟𝑒𝑎𝑘𝑡𝑎𝑛 𝑥 100%
13,447
Yield = 𝑥 100%
16,48
Yield = 81,6%
2. Batch Kedua
Batch kedua memiliki kondisi operasi (temperature dan konsentrasi) yang
sama dengan batch pertama, hanya berbeda waktu operasi, berdasarkan data
sebagai berikut:
Tabel 3.4 Data Temperatur Reaksi Setiap Menit pada Batch Kedua Xanthator Line 5
t
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
(menit)
T 18.1 18 18.2 18.4 18.6 18.9 19.1 19.3 19.6 19.8
t
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
(menit)
T 20 20.2 20.5 20.8 21 21.3 21.7 22 22.4 22.7
t
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
(menit)
T 23.1 23.6 24.1 24.8 25.3 25.8 26.3 27 27.6 28.2
t
31 32 33 34 35 36 37 38 39
(menit)
T 28.8 29.4 30 30.6 31.2 31.7 32.2 32.5 28.9
24
𝑋𝐵
𝑡 = 𝐶𝐵0
𝑘 𝐶𝐵0 (1 − 𝑋𝐵 )(𝐶𝐴0 −𝐶𝐵0 𝑋𝐵 )
mol
𝑡 = 16,48x 𝑥
lt
𝑋𝐵
𝑥
mol mol mol
(2,185886887x10−4 . s) x (16,48 ) (1 − 𝑋𝐵 ) {(22,6 ) −}
ltr lt lt
1
mol
{16,48 (𝑋𝐵 )}
lt
Perhitungan Yield
Konversi = 0,82
𝑚𝑜𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖
0,82 =𝑚𝑜𝑙 𝑟𝑒𝑎𝑘𝑡𝑎𝑛 𝑚𝑢𝑙𝑎−𝑚𝑢𝑙𝑎
𝑚𝑜𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖
0,82 = 16,48 𝑚𝑜𝑙/𝑙𝑡𝑟
25
Reaksi : 13,513 13,513 13,513
Sisa : 9,087 2,967 13,513
𝑚𝑜𝑙 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
Yield = 𝑚𝑜𝑙 𝑟𝑒𝑎𝑘𝑡𝑎𝑛 𝑥 100%
13,513
Yield = 𝑥 100%
16,48
Yield = 82%
3. Batch Ketiga
Tabel 3.6 Data Temperatur Reaksi Setiap Menit pada Batch Ketiga Xanthator Line 5
t
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
(menit)
T 17.5 17.6 17.7 17.8 18 18.1 18.3 18.5 18.8 19
t
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
(menit)
T 19.2 19.5 19.7 19.9 20.1 20.4 20.7 20.9 21.3 21.7
t
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
(menit)
T 22.1 22.5 23 23.5 23.9 24.5 25.1 25.7 26.3 26.9
t
31 32 33 34 35 36 37 38 39
(menit)
T 27.6 28.2 28.8 29.3 29.8 30.3 30.7 31.1 28.7
26
Konsentrasi awal C6H9O5Na (CA0)
𝑘𝑚𝑜𝑙
CA0 = 𝑉
9900 𝑘𝑔
⁄184 𝑘𝑔/𝑘𝑚𝑜𝑙
= 2376,950 lt
1⁄
8𝑘𝐵𝑇 2
- 𝑈𝑅 = ( 𝜋𝜇 )
𝐴𝐵
8𝑥304,1 𝐾 𝑥 1.545.927,854cm2/s2/K 1⁄
𝑈𝑅 = ( ) 2
3,14
𝑈𝑅 = 34.608,51 𝑐𝑚/𝑠
- SR = 𝜋𝜎 2𝐴𝐵
SR= 3,14 x (4x10-8 + 1x10-8)2 cm2/molekul
SR= 7,85x10-15 cm2/molekul
𝑐𝑚
A= 7,85x10-15 cm2/molekul x 34.608,51 (6,023x1023 molekul/kmol)
𝑠
27
Perhitungan Energi Aktifasi
Ea= ΔHR+RT
J
−(−34.537,453 )
mol )
−10 (8.314 J/molK x 305.5 K)
k = 2,716x10 ltr/mol. s (𝑒
k = 2,3258x10-4 ltr/mol.s
Menentukan persamaan konversi fungsi waktu dengan persamaan (7)
𝑋𝐵
𝑡 = 𝐶𝐵0
𝑘 𝐶𝐵0 (1 − 𝑋𝐵 )(𝐶𝐴0 −𝐶𝐵0 𝑋𝐵 )
mol
𝑡 = 16,48x 𝑥
lt
𝑋𝐵
𝑥
−4 mol mol mol
(2,3258x10 . s) x (16,48 ) (1 − 𝑋𝐵 ) {(22,6 ) −}
ltr lt lt
1
mol
{16,48 (𝑋𝐵 )}
lt
t
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
(menit)
XB 0.21 0.32 0.4 0.45 0.5 0.535 0.56 0.59 0.61 0.63
t 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
28
(menit)
XB 0.64 0.66 0.67 0.68 0.69 0.709 0.718 0.72 0.726 0.74
t
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
(menit)
XB 0.75 0.756 0.762 0.768 0.774 0.779 0.784 0.789 0.793 0.798
t
31 32 33 34 35 36 37 38 39
(menit)
XB 0.8 0.806 0.809 0.813 0.817 0.82 0.823 0.826 -
Perhitungan Yield
Konversi = 0,826
𝑚𝑜𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖
0,826 =𝑚𝑜𝑙 𝑟𝑒𝑎𝑘𝑡𝑎𝑛 𝑚𝑢𝑙𝑎−𝑚𝑢𝑙𝑎
𝑚𝑜𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖
0,826 = 16,48 𝑚𝑜𝑙/𝑙𝑡𝑟
𝑚𝑜𝑙 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
Yield = 𝑚𝑜𝑙 𝑟𝑒𝑎𝑘𝑡𝑎𝑛 𝑥 100%
13,612
Yield = 𝑥 100%
16,48
Yield = 82,6%
29
dibutuhkan kondisi steady state. Kondisi steady state ini adalah kondisi
dimana aliran masuk reaktan sama dengan aliran keluar produk.
Waktu tinggal pada reaktor batch disesuakan dengan waktu reaksi
dan diatur sampai reaksi telah mencapai waktu optimal. Untuk persamaan
waktu tinggal adalah sebagai berikut:
𝑉
Θ=𝐹
Dimana
Θ= waktu tinggal
V= Volume Reaktor
F= Laju alir reaktan atau produk
Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi waktu tinggal adalah flow atau laju alir, sedangkan reaksi
pada reaktor batch tidak bergantung pada aliran masuk ataupun keluar.
Waktu tinggal pada reaktor batch adalah mengikuti persamaan sebagai
berikut:
𝑋(𝑡)
dXA
t = CA0 ∫
−rA.
0
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data dan Hasil Pengamatan
35
33
31
29
27
Suhu(˚C)
25 Batch 1
23 Batch 2
21 Batch 3
19
17
15
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Waktu (menit)
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Temperatur terhadap Waktu Reaksi Batch 1-3
Xanthator J
0.9
0.8
0.7
konversi
0.6
batch 1
0.5
batch 2
0.4 batch 3
0.3
0.2
0 10 20 30 40
waktu (menit)
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Konversi terhadap Waktu Reaksi Batch 1-3
Xanthator J
31
35
33
31
29
Temperatur(˚C) 27
25 Batch 1
23 Batch 2
21 Batch 3
19
17
15
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
Konversi
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Konversi terhadap Temperatur Reaksi Batch 1-3
Xanthator J
4.2 Pembahasan
Berdasarkan grafik 4.1 menunjukkan hasil pengamatan di Xanthator J Line
5 didapatkan hasil bahwa seiring berjalannya waktu, maka Temperatur reaksi
akan semakin naik. Temperatur reaksi (oC) pada batch 1-3 berturut-turut adalah
sebagai berikut: 32,5; 32,5 dan 31,1. Waktu reaksi (menit) dari ketiga batch
berturut-turut adalah sebagai berikut: 37, 38 dan 38. Grafik 4.2 menunjukkan
hubungan antara waktu versus konversi. Dimana didapat hasil konversi optimal
pada batch 1-3 berturut-turut adalah sebagai berikut: 0,816; 0,82 dan 0,826.
Hal tersebut sesuai dengan teori, bahwa semakin besar Temperatur pada saat
reaksi, maka waktu reaksi akan cepat. Berdasarkan perubahan waktu dari menit
ke menit, akan didapatkan Temperatur yang semakin tinggi, hal tersebut
dikarenakan reaksi pada xathator merupakan reaksi eksotermis. Reaksi berakhir
saat mencapai Temperatur optimal. Pada xanthator salah satu hal terpenting
adalah set point waktu.
Konversi dalam xanthator mengalami kenaikan seiring dengan berjalannya
waktu. Selisih kenaikan konversi di xanthator J tidak terlalu besar, pada 20 menit
32
awal reaksi, selisih kenaikan konversi rata-rata adalah 0,1. Sedangkan pada 20
menit terakhir selisih kenaikan konversi rata-rata adalah sebesar 0,5. Konversi
optimum didapatkan berdasarkan waktu reaksi dan kondisi temperature
maksimum.
Dari ketiga batch yang diamati, didapatkan perbedaan Temperatur optimum
reaksi dan waktu reaksi. Jika dibandingkan:
Batch pertama dan batch kedua, dari keduanya memiliki Temperatur
reaksi yang sama, namun waktu reaksi pada batch kedua lebih lama
dibanding batch pertama.
Batch kedua dan batch ketiga, dari keduanya memiliki temperatur
yang berbeda namun waktu reaksi yang sama. Temperatur pada batch
kedua lebih tinggi dari batch ketiga.
Batch pertama dan batch ketiga, dari keduanya memiliki temperatur
dan waktu reaksi yang berbeda. Batch ketiga memiliki temperatur
yang lebih rendah dan waktu reaksi yang lebih rama daripada batch
pertama.
Dari ketiganya jelas terlihat, apabila terdapat beda kondisi operasi, maka
produk yang dihasilkan akan berbeda. Beda kondisi tersebut bisa saja terjadi
karena adanya gangguan baik dari internal proses maupun eksternal proses. Bila
dilihat dari reaktan masuk, maka perbedaan yang paling mendasar dari ketiga
batch tersebut adalah temperatur reaktan masuk. Apabila temperatur reaktan
masuk rendah, maka akan berpengaruh pada waktu reaksi xanthator. Ketika
waktu reaksi pada xanthator lebih cepat, maka perlu untuk menurunkan
temperatur reaktan dalam hal ini alkali selulosa untuk memperlama reaksi. Hal
tersebut dikarenakan apabila temperatur reaktan yang lebih kecil maka waktu
yang dibutuhkan untuk mencapai temperatur optimal semakin lama. Rentang
waktu reaksi yang disarankan adalah 30-40 menit. Apabila kurang dari itu maka
konversi kecil, sehingga yield yang dihasilkan tidak sesuai dengan kebutuhan.
Namun apabila lebih dari 40 menit maka akan terjadi over xanthat, sehingga
warna produk menjadi hitam.
33
Sistem pengendalian yang diterapkan pada departemen viscose line 5
menggunakan sistem feedback controller. Sistem pengendali feedback atau umpan
balik akan bekerja berdasarkan tingkat kesalahan yang terjadi pada produk yang
dimonitor/dikontrol besarnya. Artinya jika variable yang di control nilainya (di-set)
mengalami perubahan (error) maka sistem pengendal ini akan bekerja memanipulasi
input pasangannya (mengubah besarnya) sehingga nilai variabel yang dikontrol sebagai
output akan sama dengan nilai yang diset (ditetapkan besarnya), seperti pada gambar 1.1
berikut (Stephanopoulos, 1988; Coughannowr, 1991).
34
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan pengamatan dari 3 batch Xanthator J pada Line 5, didapatkan
data berikut:
Tabel 5.1 Data Hasil Perhitungan
35
5.2 Saran
1. Dikrenakan sering terjadi penurunan atau kenaikan Temperatur pada reaktan,
maka disarankan untuk melakukan instalasi controller otomatis untuk set point
waktu reaksi ataupun elemen controller final sebagai pemberi aksi terhadap
gangguan.
2. Dapat mencoba untuk menerapkan sistem feedforward controller sebagai
perkembangan dari sistem control umpan balik (feedback controller)
3. Meningkatkan konsentrasi dari reaktan untuk meningkatkan konversi yang
diimbangi dengan pertimbangan ekonomi.
36
DAFTAR PUSTAKA
nd
Coughannowr, D.R. 1991. Process System Analysis and Control, 2 Edition. McGraw- Hill,
Inc., USA.
Diyar, C. 2011. “Kinetika Reaksi Kimia.” (1): 1–9.
Fogler, H. Scott. 1999. “Elements of Chemical Reaction Engineering". 3rd edition.
London : Prentice-Hall
Levenspiel, Octave. 1999 Chemical Engineering Science Chemical Reaction
Engineering. 2nd ed. New York: John Wiley and Sons, Inc.
Perry, R.H. and Green, D.W.. 1999. Perry’s Chemical Engineers' Handbook. 7th
edition. McGraw Hill Book Company. Singapore
Stephanopoulos, G. 1984. Chemical Process Control: An Introduction to Theory and
Practice. Prentice-Hall, New Jersey, USA
37