BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Reaktor dirancang berdasarkan fitur seperti kondisi operasi atau jenis fase
dalam proses reaksi kimia dan dimensi reaktor. Sesuai dengan cara pengoperasiannya
reaktor kimia dapat dibagi menjadi reaktor batch dan reaktor kontinyu jika dilihat
dari fasa yang berada didalam reaktor, reaktor dibedakan menjadi reaktor homogen
atau heterogen (Sanju Nanda, dkk : 2008)
4
5
Salah satu pendekatan untuk mengklasifikasikan reaktor adalah dengan melihat jenis
reaksinya. Pada umumnya reaksi dibagi atas dua macam yaitu reaksi homogen dan
reaksi heterogen.
Reaksi homogen adalah reaksi yang terjadi dimana reaktan, produk dan katalis
apapun yang digunakan senyawa kimianya berupa satu fase, misalnya hanya fasa gas
atau cair. Wadah yang menjadi tempat bereaksinya antar senyawa kimia satu fase
yakni reaktor homogen. Reaktor homogen yang sering dijumpai adalah tubular
reaktor yang didekati dengan konsep PFR dan reaktor alir tangki berpengaduk yang
didekati dengan konsep (CSTR). Gambar 1 menunjukan skema CSTR dan gambar 2
menunjukan skema PFR.
Reaksi heterogen merupakan reaksi senyawa kimia yang melibatkan lebih dari
satu fase yang di operasikan secara kontinyu, proses reaksi biasanya melibatkan
katalis. Reaktor yang banyak di gunakan pada reaksi heterogen seperti trickel bed
reactor, fluidizibed reactor, fix bed reactor. Dengan komposisi fasenya seperti liquid-
gas, padat-liquid, padat-gas.
dengan pengadukan yang dapat memberikan kondisi campuran yang sempurna (well
mixed), sehingga CSTR pada umumnya akan digunakan untuk memproses campuran
yang membutuhkan pengadukan sempurna (Froment, 2009).
Jika 𝐹𝐴0 = 𝑣0𝐶𝑎0 adalah kecepatan umpan molar dari komponen A ke reaktor,
maka mempertimbangkan reaktor secara keseluruhan :
𝑀𝑜𝑙 𝐴 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖
(−𝑟 𝐴)𝑉 = ( ) (𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑟𝑒𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟) (2.2-3)
(𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢)(𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑓𝑙𝑢𝑖𝑑𝑎)
∆𝑋𝐴.𝐹𝐴0
𝑉= −𝑟𝐴
(2.2-5)
Dimana 𝑋𝐴 dan 𝑟𝐴 diukur pada kondisi aliran keluar, yang sama dengan kondisi di
dalam reaktor. Selanjutnya :
Untuk kasus dengan asumsi densitas campuran tidak berubah 𝑋𝐴 = 1 − 𝐶𝐴 /𝐶𝐴0 , dalam
kasus ini persamaan untuk mixed reactor juga bisa ditulis dalam persamaan
konsentrasi atau sebagai
berikut :
𝑉
𝑋𝐴 𝐶𝐴0−𝐶𝐴 (2.2-7)
𝐹𝐴0 = −𝑟𝐴 = 𝐶𝐴0(−𝑟𝐴)
Dari persamaan diatas dapat mendefinisikan penentuan space time atau waktu tinggal.
(Levenspiel, 1976). Persamaan 2.2-8 dan 2.2-9, menyajikan rumus dari space time.
(Levenspiel, 1976). Persamaan 2.2-8 dan 2.2-9, menyajikan rumus dari space time.
𝐶𝐴0.𝑉 𝐶𝐴0.𝑋𝐴
𝜏= =
(2.2-8)
𝐹𝐴0 −𝑟𝐴
CAO
τ A
.X CAO CA (2.2-9)
(rA)
(rA)
Untuk fasa gas, maka volume berubah dan harus ditambahkan nilai 𝜀 (ephsilon). Nilai
𝜀 merupakan nilai fraksi perubahan volume sistem antara 𝑋𝐴= 0 dan 𝑋𝐴= 1. Selain itu
𝜀 juga dapat didefinisikan sebagai selisih koefisien reaksi produk-reaktan dibagi
dengan koefisien reaktannya.
𝜀 𝑉𝑋𝐴=1−𝑉𝑋𝐴=0 (2.2-10)
= 𝑉𝑋𝐴=0
A 4R
4−1
𝜀𝐴 = =3
1
5−2 1
𝜀𝐴 = =1
2 2
Sebagai contoh, untuk sistem densitas-konstan 𝐶𝐴/𝐶𝐴0 = 1 − 𝑋𝐴, jadi pernyataan
kinerja untuk reaksi orde pertama menjadi :
𝑋𝐴
𝑘𝜏 = = 𝐶 𝐴0−𝐶𝐴
1−𝑋𝐴 untuk εA = 0 (2.2-11)
−𝐶𝐴
𝑉 = 𝑉 (1 − 𝜀𝐴𝑋
𝐶𝐴 1−𝑋𝐴 (2.2-12) dan (2.2-13)
0 𝐴) dan 𝐶𝐴0
= 1−𝜀𝐴 𝑋𝐴
Gambar 2. 4. Hubungan dimensi reaktor dengan dimensi imppeler, pengaduk dan baffle
(sumber: Mc Cabe and Smith, 1993)
Apabila hubungan yang ada pada gambar 6 didefinisikan sebagai sebuah persamaan,
yang menurut Mc Cabe and Smih (1993), adalah sebagai berikut :
Dimensi simulator CSTR yang telah dibuat oleh Setiadi dan Rahman disajikan
dan hasil
pada tabel 1
rancangannya pada gambar 7 s/d 9.
Tabel
2.1. Dimensi dan Karakteristik simulator CSTR
Pada rangkaian reaktor dibuat dua jalur masukan umpan. Dimana jalur
masukan yang pertama ialah jalur air dan jalur masukan yang kedua ialah jalur
tracer atau
12
pewarna. Pada jalur masukan umpan kedalam reaktor terdapat reducer yang berfungsi
sebagai penghubung antara pipa pvc dangan selang silikon. Tujuan dari penggunaan
selang silikon ini yaitu agar aliran umpan tidak menyembur keluar reaktor.
Pengaduk dalam tangki memiliki fungsi sebagai pompa yang menghasilkan laju
volumetrik tertentu pada tiap kecepatan putaran dan input daya (Mc Cabe and Smith,
1993). Input daya dipengaruhi oleh geometri peralatan dan fluida yang digunakan.
Rancangan pengaduk sangat dipengaruhi oleh jenis aliran, laminar atau turbulen.
Aliran laminar biasanya membutuhkan pengaduk yang ukurannya hampir sebesar
tangki itu sendiri. Hal ini disebabkan karena aliran laminar tidak memindahkan
momentum sebaik aliran turbulen (Walas, 1988).
𝑁𝑅𝑒
𝐷𝑎2.𝑁.𝜌𝑐𝑎𝑚𝑝 (2.3-1)
= 𝜇𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛
satuan kg/m3, dan µ adalah viskositas dengan satuan kg/m.s. NRe < 10 maka alirannya
laminer, jika NRe > 10000 maka alirannya turbulen dan untuk nilai N Re yang berada
diantara 10 dan 10000 maka alirannya adalah transisi (Geankoplis, 2003).
Jenis reaktor tubular biasanya terdiri dari pipa silinder konstan penampang
dengan aliran sehingga campuran cairan benar-benar mengisi tabung dan campuran
bergerak seolah-olah itu sebuah plug (sumbat) yang mengalir sepanjang tabung
(Harriot, 2003).PFR merupakan reaktor yang mempunyai karakteristik dan memiliki
ciri khas dimana perubahan konversi reaksi akan bertambah seiring dengan
bertambahnya panjang reaktor. Dalam PFR backmixing dapat terjadi secara
incidental (Levenspiel, 1976).
d FA = -rA(dV)
16
d(Fa0(1-Xa) = -r(dV)
dV = Fa0.Xa/ -ra
Kemudian dari persamaan 2.2-4 dapat digunakan menentukan nilai space time.
FA x AF dx x AF
dx
τ A CA (2.4-3)
Q V0 0 (-rA )
0 A
0 0 (-r A)
Persamaan space time di reaktor tubular berbeda dengan CSTR karena waktu tinggal
reaktan untuk bereaksi berada di sepanjang segmen-segmen reaktor.
Dimana : Qvo = laju alir volumetrik, -rA = laju reaksi, FA0 = laju alir massa
umpan, XA= konversi umpan menjadi produk dan V = volume reaktor.
Bahan reaktor yang akan dibuat ialah dari bahan plexy glass. Dengan
menggunakan bahan plexy glass ini diharapkan aliran yang ada di dalam reaktor
dapat dilihat atau diamati secara visual karena bahannya yang transparan (Nugroho
dan Maulana, 2008). Panjang reaktor yang telah dibuat dengan menetapkan volume
reaktor sebesar 1 Liter, Penentuan panjang simulator berdasarkan persamaan luas
lingkaran yaitu L = volume reaktor / (¼ π D2 ).
Pada proses sampling di output simulator PFR ditambahkan selang silikon karena
memiliki sifat yang lentur sehingga mempermudah moving selang saat sampling
dilakukan. Diameter selang yang digunakan ialah 1 cm dengan tujuan mempermudah
untuk mengalirkan ke dalam tabung reaksi pada saat sampling. Dikarenakan ukuran
keluaran reaktor ialah ½ inch sedangkan diameter selang ialah 1 cm maka digunakan
reducer. Reducer yang digunakan ialah sambungan selang yang terbuat dari bahan
plastik.
b) Sistem penyambungan
Menurut Nugroho dan Maulana (2008), sambungan yang digunakan untuk
menyambung dua buah pipa plexy glass ialah sambungan flens yang dibuat dari
bahan plexy glass juga. Ketebalan dari sambungan flens yang digunakan masing-
masing ialah 0,5 cm. Jadi ketebalan totalnya ialah 1 cm. Gambar 2.10 menunjukan
lembaran
sambungan flens
yang digunakan terbuat dari akrilik yang dibuat lingkaran dengan diameter
80 mm.
c) Pembuatan Input
Menurut Nugroho dan Maulana (2008), dalam rancangan input reaktor
digunakan T-joint ½ inch. Reaktor yang dibuat memiliki dua jalur masukan umpan.
Masukan yang pertama ialah jalur utama dan jalur masukan yang ke dua ialah jalur
injeksi. Untuk jalur utama digunakan pipa PVC ½ inch dan untuk jalur injeksi
digunakan pipa stainless steel berdiameter 6 mm. Sedangkan T-joint dan reaktor
dihubungkan dengan sambungan flens. Gambar 13 menunjukan hasil dari rancangan
input reaktor dengan dua jalur masukan.
Gambar 2. 11. Sistem Input Reaktor Dua Jalur Masukan Menggunakan T-joint
(Sumber : Nugroho dan Maulana, 2008)
d) Pembuatan output
Menurut Nugroho dan Maulana (2008), dalam rancangan output reaktor
dilengkapi dengan ball valve ½ inch. sedangkan reaktor dan valve dihubungkan
dengan menggunakan sambungan flens.dalam keluaran reaktor digunakan selang
silicon agar mempermudah pada saat pengambilan sampling. Diameter selang yang
digunakan ialah 1 cm dengan tujuan mempermudah untuk mengalirkan ke dalam
tabung reaksi pada saat sampling. Selain itu ditambahkan reducer untuk
mempermudah menghubungkan dengan selang silikon yang ukurannya lebih kecil.
Gambar 14 menyajikan sistema output simulator PFR.
Gambar 2. 12. Sistem output reaktor menggunakan ball valve dan reducer
(Sumber : Nugroho dan Maulana, 2008)
Penentuan rejim aliran dilakukan dengan menentukan bilangan tak berdimensi yaitu
bilangan Reynolds (Reynolds Number, NRe). Bilangan Reynolds merupakan
perbandingan antara gaya dinamis dari aliran massa terhadap tegangan geser yang
disebabkan oleh viskositas cairan (Geankoplis, 2003).
NRe
ρv
D (3.8)
Ket : = massa jenis fluida, = viskositas fluida, D = diameter dalam pipa
v = kecepatan fluida.
Metode Pulse, yaitu umpan dimasukan kedalam reaktor hanya satu kali saja. Menurut
levenspiel (1976), metode ini memerlukan pemasukan suatu volume yang sangat
kecil dari tracer di lubang umpan masuk dari reaktor. Jika suatu massa dari tracer
(M), dimasukkan ke dalam suatu bejana dari volume V dan suatu waktu tinggal yang
t C dt
0
(2.4-4)
C dt
0
Kurva ideal yang dihasilkan pada metode pulse untuk reaktor jenis PFR ialah
sebagai berikut:
Gambar 2. 13. Kurva Ideal Konsentrasi terhadap Waktu dengan Metode Pulse
(Sumber : Levenspiel, 1976)
RTD dapat di gunakan juga untuk menentukan volume effektif suatu reaktor untuk
diisi oleh suatu campuran yang akan diproses di dalam reaktor. Disajikan pada
persamaan (2.2-17) sebagai berikut (volume reaktor = V nyata) :
τQ
Veff = (2.2-17)
V nyata
t τ C
2
t
2
C dt
σ
2
0
τ2 (2.4-6)
dt
C dt
0
(2.4-5)
0
C dt
0
D
uL
ND = σ 2 2
τ2
Ket :
D
uL < 0, disperse kecil mendekati aliran sumbat (PFR)
D
uL > 0, disperse besar mendekati aliran pengadukan (CSTR)
Gambar 2. 15. Kurva nilai ND sebagai penentuan pendekatan jenis reaktor (sumber : Levenspiel 1972)
Dalam reaksi ini ion OH- adalah yang paling tinggi konduksinya oleh karena itu
konduksi etil asetat C3H5CO2Na dan etil alkohol dapat di abaikan. Berkaitan dengan
konsentrasi NaOH dengan persamaan berikut :
𝐶−𝐶∞ (2.6-1)
𝐶0− 𝐶∞ 𝐶𝐴−𝐶𝐴∞
= 𝐶𝐴0−𝐶𝐴∞
Dimana :
C = specific conductivity at time t; C0 = specific conductivity at time t = 0
C∞= specific conductivity at time t = ∞, CA= NaOH concentration at time t
CA0= NaOH concentration at time t, CA∞= NaOH concentration at time t = ∞
Untuk reaksi saponifikasi (1) CA∞ 0 sebagai t ∞ , Jika reaksi
dilakukan dalam reaktor batch volume konstan
𝐶𝐴
𝐶𝐴0
=
𝑁𝐴
=
𝐶−𝐶∞ =1−𝑋 (2.6-2)
𝑁𝐴0 𝐶0−𝐶∞
Dimana X adalah fraksi konversi dari NaOH, persamaan diatas juga bisa menjadi
𝐶0−𝐶
𝑋= 𝐶0−𝐶∞
(2.6-3)
𝑋 (2.6-2)
1−𝑋 = 𝐶𝐴0 𝑘𝑡
(Sumber : coal-palmer dual scale analog conductivity meter manual)
25
Pada reaksi saponifikasi yang akan dilakukan karena bahan pereaksi yang
digunakan adalah NaOH atau basa kuat, pH reaksi cenderung bersifat basa. Data tabel
di bawah ini adalah beberapa indikator pH umum di laboratorium. Indikator biasanya
menunjukkan warna menengah pada pH dalam rentang yang terdaftar (Vogel, 1989).
Tabel 2 Menyajikan indikator basa dengan range pHnya.
Indicator Range pH
Neutral red 6.8 – 8.0
p-Nitrolphenol 5.4 – 6.6
Methyl red 5.2 – 6.4
m-Nitrophenol 6.8 - 8.6
Orange IV 1.4 – 2.8
Phenolphthalein 8.2 – 10.0
Phenol Red 6.6 – 8.0
Quinaldine Red 1.4 – 3.2
Resazurin 3.8 – 6.4
Thymolphepthalien 9.4 – 10.6