Anda di halaman 1dari 30

1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jenis - Jenis Reaktor


Reaktor kimia adalah wadah yang dirancang untuk proses reaksi kimia
berlangsung didalamnya (Sanju Nanda, dkk : 2008). Reaksi kimia merupakan
konversi dari suatu bahan baku menjadi produk, dan juga disebut inti dari sebuah
jumlah
proses kimia. Reaktor kimia dibuat dan didesain tergantung pada aspek teknik kimia,
dimana reaktan atau bahan baku yang disintesis dalam skala komersial.

Reaktor dirancang berdasarkan fitur seperti kondisi operasi atau jenis fase
dalam proses reaksi kimia dan dimensi reaktor. Sesuai dengan cara pengoperasiannya
reaktor kimia dapat dibagi menjadi reaktor batch dan reaktor kontinyu jika dilihat
dari fasa yang berada didalam reaktor, reaktor dibedakan menjadi reaktor homogen
atau heterogen (Sanju Nanda, dkk : 2008)

Gambar 2. 1. Skema CSTR


(Sumber: Rosadi, 2000)

4
5

Gambar 2. 2. Skema PFR


(sumber: Fogler, 2007)

Salah satu pendekatan untuk mengklasifikasikan reaktor adalah dengan melihat jenis
reaksinya. Pada umumnya reaksi dibagi atas dua macam yaitu reaksi homogen dan
reaksi heterogen.

Reaksi homogen adalah reaksi yang terjadi dimana reaktan, produk dan katalis
apapun yang digunakan senyawa kimianya berupa satu fase, misalnya hanya fasa gas
atau cair. Wadah yang menjadi tempat bereaksinya antar senyawa kimia satu fase
yakni reaktor homogen. Reaktor homogen yang sering dijumpai adalah tubular
reaktor yang didekati dengan konsep PFR dan reaktor alir tangki berpengaduk yang
didekati dengan konsep (CSTR). Gambar 1 menunjukan skema CSTR dan gambar 2
menunjukan skema PFR.

Reaksi heterogen merupakan reaksi senyawa kimia yang melibatkan lebih dari
satu fase yang di operasikan secara kontinyu, proses reaksi biasanya melibatkan
katalis. Reaktor yang banyak di gunakan pada reaksi heterogen seperti trickel bed
reactor, fluidizibed reactor, fix bed reactor. Dengan komposisi fasenya seperti liquid-
gas, padat-liquid, padat-gas.

2.2 Continuous Stirred Tank Reactor


Continuous Stirred Tank Reactor (CSTR) merupakan reaktor tangki berpengaduk
yang beroperasi secara kontinyu. Reaktor CSTR dapat dalam bentuk tunggal yang
terdiri atas satu tangki dan dapat dalam bentuk rangkaian dengan beberapa tangki
yang disusun seri dan paralel. Reaktor CSTR juga sering disebut sebagai mixed flow
reactor (Froment, 2009). Dengan sifat idealnya memiliki karakter penting yang
dengan pengadukan yang dapat memberikan kondisi campuran yang sempurna (well

Revitalisasi Simulator Continuous Stirred Tank Reactor


(CSTR) dan Plug Flow Reactor (PFR)
6
berkaitan

dengan pengadukan yang dapat memberikan kondisi campuran yang sempurna (well

Revitalisasi Simulator Continuous Stirred Tank Reactor


(CSTR) dan Plug Flow Reactor (PFR)
6

mixed), sehingga CSTR pada umumnya akan digunakan untuk memproses campuran
yang membutuhkan pengadukan sempurna (Froment, 2009).

Pengadukan campuran yang well mixed akan memberikan tingkat kehomogenan


yang tinggi di campuran sehingga komposisi ataupun temperatur disetiap titik atau
lokasi campuran adalah seragam dan kondisi produk yang keluar secara kontinyu
akan sama dengan kondisi campuran didalam reaktor (Levenspiel, 1976). Gambar 3
menyajikan variabel yang terlihat dalam perngoperasian CSTR.

Gambar 2. 3. Variabel yang ada dalam CSTR


(Sumber: Levenspiel, 1976)

2.2.1 Persamaan Karakteristik CSTR


Persamaan dari CSTR yang memiliki komposisi seragam secara keseluruhan,
sehingga perhitungan reaktor dapat dibuat secara keseluruhan pula. Menurut
Levenspiel (1976), Sebagai contoh bentuk persamaan dengan memilih reaktan A
untuk pertimbangan, maka persamaan neraca massanya menjadi :

Input = output + massa hilang dalam reaksi + akumulasi (=0)

Jika 𝐹𝐴0 = 𝑣0𝐶𝑎0 adalah kecepatan umpan molar dari komponen A ke reaktor,
maka mempertimbangkan reaktor secara keseluruhan :

Input A, moles/waktu = 𝐹𝐴0(1 − 𝑋𝐴0) = 𝐹𝐴0 (2.2-1)

Output A, moles/waktu = 𝐹𝐴 = 𝐹𝐴0(1 − 𝑋𝐴) (2.2-2)

Revitalisasi Simulator Continuous Stirred Tank Reactor


(CSTR) dan Plug Flow Reactor (PFR)
7

Kehilangan massa A oleh reaksi moles/waktu :

𝑀𝑜𝑙 𝐴 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖
(−𝑟 𝐴)𝑉 = ( ) (𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑟𝑒𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟) (2.2-3)
(𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢)(𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑓𝑙𝑢𝑖𝑑𝑎)

Memasukkan tiga persamaan diatas persamaan 1,2 dan 3, menjadi :

𝐹𝐴0 𝑋𝐴 = (−𝑟𝐴 )𝑉 (2.2-4)

Persamaan diatas dapat disusun kembali menjadi :

∆𝑋𝐴.𝐹𝐴0
𝑉= −𝑟𝐴
(2.2-5)

Dimana : V = volume reaktor, 𝑋𝐴= konversi komponen A setelah keluar reaktor,


𝐹𝐴0 =
laju alir molar komponen A, 𝐹𝐴 = laju alir molar komponen A keluar reaktor.

Dimana 𝑋𝐴 dan 𝑟𝐴 diukur pada kondisi aliran keluar, yang sama dengan kondisi di
dalam reaktor. Selanjutnya :

∆𝑋𝐴 𝑋𝐴𝑓−𝑋𝐴𝑖 (−𝑟𝐴)𝑓


𝑉= = (2.2-6)
𝐹𝐴0 (−𝑟𝐴)𝑓

Untuk kasus dengan asumsi densitas campuran tidak berubah 𝑋𝐴 = 1 − 𝐶𝐴 /𝐶𝐴0 , dalam
kasus ini persamaan untuk mixed reactor juga bisa ditulis dalam persamaan
konsentrasi atau sebagai
berikut :

𝑉
𝑋𝐴 𝐶𝐴0−𝐶𝐴 (2.2-7)
𝐹𝐴0 = −𝑟𝐴 = 𝐶𝐴0(−𝑟𝐴)

Dari persamaan diatas dapat mendefinisikan penentuan space time atau waktu tinggal.

2.2.2 Space Time CSTR


Space time (τ) adalah waktu tinggal yang dibutuhkan untuk melakukan suatu proses

(Levenspiel, 1976). Persamaan 2.2-8 dan 2.2-9, menyajikan rumus dari space time.

Revitalisasi Simulator Continuous Stirred Tank Reactor


(CSTR) dan Plug Flow Reactor (PFR)
8
reaksi kimia didalam volume reaktor yang digunakan pada kondisi tertentu.

(Levenspiel, 1976). Persamaan 2.2-8 dan 2.2-9, menyajikan rumus dari space time.

Revitalisasi Simulator Continuous Stirred Tank Reactor


(CSTR) dan Plug Flow Reactor (PFR)
8

𝐶𝐴0.𝑉 𝐶𝐴0.𝑋𝐴
𝜏= =
(2.2-8)
𝐹𝐴0 −𝑟𝐴

CAO
τ A
.X CAO  CA (2.2-9)
 (rA)
(rA)

Diman C = konsentrasi A dalam umpan masuk reaktor, FA = laju alir molar


A
a O O

komponen A dlm umpan masuk, dan V = volume reaktor.

Untuk fasa gas, maka volume berubah dan harus ditambahkan nilai 𝜀 (ephsilon). Nilai
𝜀 merupakan nilai fraksi perubahan volume sistem antara 𝑋𝐴= 0 dan 𝑋𝐴= 1. Selain itu
𝜀 juga dapat didefinisikan sebagai selisih koefisien reaksi produk-reaktan dibagi
dengan koefisien reaktannya.

𝜀 𝑉𝑋𝐴=1−𝑉𝑋𝐴=0 (2.2-10)
= 𝑉𝑋𝐴=0

Sebagai contoh misalnya reaksi fasa gas secara isothermal

A  4R

Jika mula-mula terdapat A murni, maka :

4−1
𝜀𝐴 = =3
1

Jika mula-mula terdapat 50% A dan 50% inert, maka :

5−2 1
𝜀𝐴 = =1
2 2
Sebagai contoh, untuk sistem densitas-konstan 𝐶𝐴/𝐶𝐴0 = 1 − 𝑋𝐴, jadi pernyataan
kinerja untuk reaksi orde pertama menjadi :
𝑋𝐴
𝑘𝜏 = = 𝐶 𝐴0−𝐶𝐴
1−𝑋𝐴 untuk εA = 0 (2.2-11)
−𝐶𝐴

Persamaannya untuk adanya ekspansi linear menjadi :

Revitalisasi Simulator Continuous Stirred Tank Reactor


(CSTR) dan Plug Flow Reactor (PFR)
9

𝑉 = 𝑉 (1 − 𝜀𝐴𝑋
𝐶𝐴 1−𝑋𝐴 (2.2-12) dan (2.2-13)
0 𝐴) dan 𝐶𝐴0
= 1−𝜀𝐴 𝑋𝐴

Revitalisasi Simulator Continuous Stirred Tank Reactor


(CSTR) dan Plug Flow Reactor (PFR)
9

Jadi persmaan kinerja reaksi orde pertama dari persamaan 11 menjadi


𝑋𝐴(1+𝜀𝐴 𝑋 𝐴)
𝑘𝜏 = untuk setiap εA (2.2-14)
1−𝑋𝐴

Untuk reaksi orde kedua, A  produk, -rA = kC2A = 0


𝐶𝐴0−𝐶𝐴
𝑘𝜏 = 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐶 −1+√1+4𝑘𝜏𝐶𝐴0 (2.2-15)
−𝐶 2 𝐴 = 2𝑘𝜏
𝐴

2.3 Tinjauan Simulator CSTR terdahulu


Menurut Setiadi dan Rahman (2008), dalam rancang bangun simulator CSTR
meliputi penentuan dimensi dan impeller yang sesuai dengan CSTR, Rancangan
Perpipaan, Sistem pengaliran Fluida serta rancangan perlengkapan pendukung.

2.3.1 Dimensi Continuous Stirred Tank Reactor (CSTR)


Menurut Mc Cabe and Smith (1993), untuk menentukan proporsional tangki
berpengaduk, impeller, pengaduk, serta baffle harus memiliki keterkaitan satu sama
lainnyaatau diperhitungkan. Pada gambar 6 menyajikan hubungan diameter reaktor
dan tinggi reaktor untuk pembuatan dimensi impeller, pengaduk dan baffle.

Gambar 2. 4. Hubungan dimensi reaktor dengan dimensi imppeler, pengaduk dan baffle
(sumber: Mc Cabe and Smith, 1993)

Apabila hubungan yang ada pada gambar 6 didefinisikan sebagai sebuah persamaan,
yang menurut Mc Cabe and Smih (1993), adalah sebagai berikut :

Revitalisasi Simulator Continuous Stirred Tank Reactor


(CSTR) dan Plug Flow Reactor (PFR)
𝐷𝑎 1 𝐽 1 𝑊 1
𝐷𝑡 = 3 𝐷𝑡 = 12 𝐷𝑎 = 5

Dimensi simulator CSTR yang telah dibuat oleh Setiadi dan Rahman disajikan
dan hasil
pada tabel 1
rancangannya pada gambar 7 s/d 9.
Tabel
2.1. Dimensi dan Karakteristik simulator CSTR

Uraian Nominal Satuan

Kapasitas Reaktor 4 Liter

Tinggi Reaktor 22,9 Cm

Diameter Reaktro 17,2 Cm

Panjang Pengaduk 17,2 Cm

Diameter Impeller 5,7 Cm

Lebar Impeller 1,1 Cm

Laju alir Optimum 1,22 Liter/menit

Kec pengadukan 1348 Rpm

Space Time 157,88 Sekon

Gambar 2. 5. Desain Gambar Simulator CSTR


Silinder simulator CSTR dibuat dari lembaran akrilik yang ada dipasaran dengan
ukuran 90x40 cm, pemotongan lembaran ini mengutamankan aspek efesiensi bahan
baku. Dapat dilihat pada gambar 2.6 dan 2.7.

Gambar 2. 6. Gambar Rancangan Pemotongan Simulator CSTR

Gambar 2. 7. Gambar Rancangan Pemotongan Jaket Simulator CSTR

2.3.2 Rancangan rangkaian perpipaan CSTR


Menurut Setiadi dan Rahman (2008) dalam Laporan Tugas Akhir Rancang Bangun
Reaktor Tangki Berpengaduk dan Uji Karakteristik Reaktor. Bahwa pembuatan
reaktor (CSTR) di tinjau dari aspek sistem perpipaan ada dua macam yaitu sistem
perpipaan input dan output.

a) Sistem perpipaan input

Pada rangkaian reaktor dibuat dua jalur masukan umpan. Dimana jalur
masukan yang pertama ialah jalur air dan jalur masukan yang kedua ialah jalur
tracer atau
12

pewarna. Pada jalur masukan umpan kedalam reaktor terdapat reducer yang berfungsi
sebagai penghubung antara pipa pvc dangan selang silikon. Tujuan dari penggunaan
selang silikon ini yaitu agar aliran umpan tidak menyembur keluar reaktor.

Gambar 2. 8. Rancangan CSTR pada tahun 2008


(Sumber: Setiadi dan Rahman, 2008)

b) Sistem perpipaan output


Sedangkan pada jalur keluaran reaktor terhubung dengan suatu selang
kemudian dibentuk seperti leher angsa dengan bantuan statif sebagai penjepit yang
digunakan untuk aliran keluaran secara overflow. Tujuan dari overflow tersebut
adalah untuk menjaga level cairan dalam reaktor.

2.3.3 Sistem pengaliran fluida (pompa)


Pompa yang digunakan harus mempunyai laju alir yang cukup besar agar laju alirnya
dapat di variasikan sehingga diperoleh nilai space time yang berbeda. Selain itu, juga
dipilih pompa yang rumah pompanya terbuat dari plastik. Hal ini disebabkan larutan
yang akan digunakan adalah larutan-larutan kimia yang dapat bersifat korosif. Pada
reaktor ini dibutuhkan dua buah pompa untuk aliran larutan umpan (Setiadi dan
Rahman, 2008).

Revitalisasi Simulator Continuous Stirred Tank Reactor


(CSTR) dan Plug Flow Reactor (PFR)
13

2.3.4 Rancangan Perlengkapan Pendukung Reaktor


Menurut Setiadi dan Rahman (2008), tempat reaktor yang digunakan diperoleh
dengan memanfaatkan kerangka besi yang tidak terpakai. Kerangka besi ini
berbentuk seperti kursi yang bagian atas dan bawahnya dipasang papan untuk
dudukan reaktor dan pompa. Selain itu, tangki umpan yang digunakan berjumlah dua
buah dan mempunyai kapasitas volume masing-masing sebesar 60 liter. Adapun
tempat dudukan tangki umpan diperoleh dengan memanfaatkan kursi-kursi yang
sudah tidak terpakai lagi

2.3.5 Faktor Penentu Proses Homogenisasi


Menurut Mc Cabe and Smith (1993), Dalam melakukan homogenisasi dibutuhkan
kecepatan dari suatu alat pencampur. Kecepatan homogenitas komponen-komponen
cairan yang dicampurkan disebabkan oleh proses pengadukan, dan kecepatan
pengadukan tersebut terdiri dari : (1). Kecepatan radial yang berfungsi sebagai arah
ke pengaduk, (2). Kecepatan longitudinal, paralel dengan pengaduk, dan (3).
Kecepatan rotasional, tangensial ke pengaduk. Kecepatan suatu pengaduk berbanding
lurus dengan tenaga motor pengaduk.

Pengaduk dalam tangki memiliki fungsi sebagai pompa yang menghasilkan laju
volumetrik tertentu pada tiap kecepatan putaran dan input daya (Mc Cabe and Smith,
1993). Input daya dipengaruhi oleh geometri peralatan dan fluida yang digunakan.
Rancangan pengaduk sangat dipengaruhi oleh jenis aliran, laminar atau turbulen.
Aliran laminar biasanya membutuhkan pengaduk yang ukurannya hampir sebesar
tangki itu sendiri. Hal ini disebabkan karena aliran laminar tidak memindahkan
momentum sebaik aliran turbulen (Walas, 1988).

Hubungan bilangan Reynold dengan kecepatan pengaduk dapat dirumuskan


sebagai berikut :

𝑁𝑅𝑒
𝐷𝑎2.𝑁.𝜌𝑐𝑎𝑚𝑝 (2.3-1)
= 𝜇𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛

Dimana Da adalah diameter impeller (agitator) dengan satuan meter, N adalah

Revitalisasi Simulator Continuous Stirred Tank Reactor


(CSTR) dan Plug Flow Reactor (PFR)
13
kecepatan pemutaran dengan satuan rev/s, ρcampuran adalah kerapatan fluida dengan

Revitalisasi Simulator Continuous Stirred Tank Reactor


(CSTR) dan Plug Flow Reactor (PFR)
14

satuan kg/m3, dan µ adalah viskositas dengan satuan kg/m.s. NRe < 10 maka alirannya
laminer, jika NRe > 10000 maka alirannya turbulen dan untuk nilai N Re yang berada
diantara 10 dan 10000 maka alirannya adalah transisi (Geankoplis, 2003).

2.4 Plug Flow Reactor (PFR)


Plug Flow Reactor memiliki nama lain adalah reaktor tubular yang memiliki aliran
ideal di mana fluida dicampur dalam aliran berprofil datar (plug flow). Kecepatan
fluida diasumsikan hanya pada fungsi posisi aksial dalam tabung dan memiliki
kecepatan yang sama didalam reaktor tubular (Harriott, 2003). Perilaku ideal dari
PFR adalah menyerupai aliran sumbat sehingga disini tidak terjadi pencampuran ke
arah aksial dan semua molekul mempunyai waktu tinggal di dalam reaktor sama
besar (Rahayu, dkk: 2002).

Jenis reaktor tubular biasanya terdiri dari pipa silinder konstan penampang
dengan aliran sehingga campuran cairan benar-benar mengisi tabung dan campuran
bergerak seolah-olah itu sebuah plug (sumbat) yang mengalir sepanjang tabung
(Harriot, 2003).PFR merupakan reaktor yang mempunyai karakteristik dan memiliki
ciri khas dimana perubahan konversi reaksi akan bertambah seiring dengan
bertambahnya panjang reaktor. Dalam PFR backmixing dapat terjadi secara
incidental (Levenspiel, 1976).

Daiadalam reaktor tubular proses reaksi berjalan sepanjang reaktor, sehingga


konversi yang reaktan yang terbentuk sepanjang reaktor tubular. Namun tidak
semudah ini menaikkan konversi, pada awalnya kecepatan reaksi berlangsung secara
cepat namun setelah panjang pipa tertentu jumlah reaktan akan berkurang dan
kecepatan reaksi berlangsung lebih lambat dan akan makin lambat seiring panjangnya
pipa. Akan tetapi pada volume yang sama reaktor tubular memiliki konversi lebih
besar dari pada reaktor tangki berpengaduk. Gambar.10 menyatakan hubungan
konversi dengan panjang reaktor pipa.

Revitalisasi Simulator Continuous Stirred Tank Reactor


(CSTR) dan Plug Flow Reactor (PFR)
X

Jarak sepanjang reaktor

Gambar 2. 9. Hubungan antara panjang reaktor dengan konversi dalam PFR


(sumber: Fogler, 2003)

2.4.1 Persamaan Karakteristik PFR


Reaktor tubular umumnya digunakan untuk reaksi gas, tetapi juga cocok untuk
beberapa reaksi fase cair. Reaktor tubular aliran ideal merupakan sistem aliran
terbuka tanpa pencampuran di sepanjang reaktor tetapi terjadi pencampuran sempurna
direaktor. Hal ini sering digunakan untuk sistem seperti perpipaan air, jika alirannya
turbulen. Keseimbangan massa dibuat dengan menggunakan model reaktor tangki
ideal. Hal penting yang di perhatikan dalam reaktor tubular:
a) Semua perhitungan dilakukan dengan mengasumsikan aliran plug.
b) Sebuah PFR biasanya memiliki efisiensi yang lebih tinggi daripada CSTR
dengan volume yang sama. Artinya, memberikan space-time yang sama, reaksi
akan dilanjutkan ke persentase penyempurnaan yang lebih tinggi dalam PFR
daripada di CSTR.

Menurut Levenspiel (1976), Persamaan neraca komponen di dalam reaktor PFR


sebagai berikut :

(massa masuk) – (massa keluar ) = (massa akumulasi) + (massa yang


bereaksi)

FA – (FA+d FA) = 0 + -rA(dV)

d FA = -rA(dV)
16

𝐹𝑎0 𝑑𝐹𝐴 (2.4-1)


𝑉 = ∫𝐹𝑎 −𝑟𝐴

d(Fa0(1-Xa) = -r(dV)

dV = Fa0.Xa/ -ra

𝑉 = 𝐹 ∫𝑋𝐴 𝑑𝑋𝐴 (2.4-2)


𝐴0 𝑋𝐴0 −𝑟
𝐴

Kemudian dari persamaan 2.2-4 dapat digunakan menentukan nilai space time.

2.4.2 Space Time PFR


Space time (τ) adalah waktu yang dibutuhkan untuk melakukan suatu proses reaksi
kimia sesuai dengan volume reaktor yang digunakan pada kondisi tertentu
(leavenspiel,
1976).
V
Persamaan space time : τ 
Q V0

FA x AF dx x AF
dx
τ  A  CA  (2.4-3)
Q V0 0 (-rA ) 
0 A

0 0 (-r A)

Persamaan space time di reaktor tubular berbeda dengan CSTR karena waktu tinggal
reaktan untuk bereaksi berada di sepanjang segmen-segmen reaktor.

Dimana : Qvo = laju alir volumetrik, -rA = laju reaksi, FA0 = laju alir massa
umpan, XA= konversi umpan menjadi produk dan V = volume reaktor.

2.5 Tinjauan Simulator PFR Terdahulu


Menurut Nugroho dan Maulana (2008), berdasarkan rancangan simulator PFR yang
telah dibuat memiliki dimensi reaktor dengan diameter 16 mm, panjang 4,034 meter
dan volume 0,8l Liter.

2.5.1 Perekayasaan tabung simulator PFR

Revitalisasi Simulator Continuous Stirred Tank Reactor


(CSTR) dan Plug Flow Reactor (PFR)
17
Dalam pembuatan simulator PFR ditinjau dari beberapa aspek yaitu sistem perpipaan,
penentuan panjang simulator PFR, sistem penyambungan, sistem perpipaan input dan
output (Nugroho dan Maulana, 2008).

Revitalisasi Simulator Continuous Stirred Tank Reactor


(CSTR) dan Plug Flow Reactor (PFR)
17

a) Penentuan panjang simulator

Bahan reaktor yang akan dibuat ialah dari bahan plexy glass. Dengan
menggunakan bahan plexy glass ini diharapkan aliran yang ada di dalam reaktor
dapat dilihat atau diamati secara visual karena bahannya yang transparan (Nugroho
dan Maulana, 2008). Panjang reaktor yang telah dibuat dengan menetapkan volume
reaktor sebesar 1 Liter, Penentuan panjang simulator berdasarkan persamaan luas
lingkaran yaitu L = volume reaktor / (¼ π D2 ).

Pada proses sampling di output simulator PFR ditambahkan selang silikon karena
memiliki sifat yang lentur sehingga mempermudah moving selang saat sampling
dilakukan. Diameter selang yang digunakan ialah 1 cm dengan tujuan mempermudah
untuk mengalirkan ke dalam tabung reaksi pada saat sampling. Dikarenakan ukuran
keluaran reaktor ialah ½ inch sedangkan diameter selang ialah 1 cm maka digunakan
reducer. Reducer yang digunakan ialah sambungan selang yang terbuat dari bahan
plastik.

b) Sistem penyambungan
Menurut Nugroho dan Maulana (2008), sambungan yang digunakan untuk
menyambung dua buah pipa plexy glass ialah sambungan flens yang dibuat dari
bahan plexy glass juga. Ketebalan dari sambungan flens yang digunakan masing-
masing ialah 0,5 cm. Jadi ketebalan totalnya ialah 1 cm. Gambar 2.10 menunjukan
lembaran
sambungan flens
yang digunakan terbuat dari akrilik yang dibuat lingkaran dengan diameter
80 mm.

Gambar 2. 10. Sambungan Flens

Revitalisasi Simulator Continuous Stirred Tank Reactor


(CSTR) dan Plug Flow Reactor (PFR)
17
(Sumber: Nugroho dan Maulana, 2008)

Revitalisasi Simulator Continuous Stirred Tank Reactor


(CSTR) dan Plug Flow Reactor (PFR)
18

c) Pembuatan Input
Menurut Nugroho dan Maulana (2008), dalam rancangan input reaktor
digunakan T-joint ½ inch. Reaktor yang dibuat memiliki dua jalur masukan umpan.
Masukan yang pertama ialah jalur utama dan jalur masukan yang ke dua ialah jalur
injeksi. Untuk jalur utama digunakan pipa PVC ½ inch dan untuk jalur injeksi
digunakan pipa stainless steel berdiameter 6 mm. Sedangkan T-joint dan reaktor
dihubungkan dengan sambungan flens. Gambar 13 menunjukan hasil dari rancangan
input reaktor dengan dua jalur masukan.

Gambar 2. 11. Sistem Input Reaktor Dua Jalur Masukan Menggunakan T-joint
(Sumber : Nugroho dan Maulana, 2008)

d) Pembuatan output
Menurut Nugroho dan Maulana (2008), dalam rancangan output reaktor
dilengkapi dengan ball valve ½ inch. sedangkan reaktor dan valve dihubungkan
dengan menggunakan sambungan flens.dalam keluaran reaktor digunakan selang
silicon agar mempermudah pada saat pengambilan sampling. Diameter selang yang
digunakan ialah 1 cm dengan tujuan mempermudah untuk mengalirkan ke dalam
tabung reaksi pada saat sampling. Selain itu ditambahkan reducer untuk
mempermudah menghubungkan dengan selang silikon yang ukurannya lebih kecil.
Gambar 14 menyajikan sistema output simulator PFR.

Revitalisasi Simulator Continuous Stirred Tank Reactor


(CSTR) dan Plug Flow Reactor (PFR)
19

Gambar 2. 12. Sistem output reaktor menggunakan ball valve dan reducer
(Sumber : Nugroho dan Maulana, 2008)

2.5.2 Sistem pengaliran fluida (pompa)


Menurut Nugroho dan Maulana (2008), karena ada dua jalur masukan umpan
maka
dibutuhkan dua buah pompa yang terbuat dari plastik dengan tujuan agar dapat
digunakan untuk memompa bahan kimia yang bersifat korosif. Karena apabila
digunakan pompa yang terbuat dari besi dan kuningan dikhawatirkan tidak akan kuat
untuk memompa bahan kimia yang bersifat korosif sebab akan terjadinya korosi.
Pompa yang digunakan harus mempunyai laju alir yang sesuai dengan laju alir untuk
mencapai rejim aliran turbulen dengan NRe > 4000.

2.5.3 Peralatan pendukung


Menurut Nugroho dan Maulana (2008), dalam membuat peralatan pendukung
yang
diperlukan ialah meja, penyangga reaktor, dan tempat tangki. Sebagai tempat
meletakkan reaktor digunakan dua buah meja dengan panjang total kira-kira 5 meter.
Sedangkan penyangga reaktor dibuat dari kayu yang berbentuk trapesium dimana
bagian atasnya dipotong setengah lingkaran. Tempat tangki dibuat dari kursi kuliah
bekas yang dimodifikasi sehingga dapat digunakan untuk meletakkan tangki umpan.

2.5.4 Jenis Aliran


Dalam aliran kondisi mantap (steady state) dikenal dua rejim aliran atau pola
aliran yang tergantung kepada kecepatan rata-rata aliran (v), densitas (ρ), viskositas
fluida (μ) dan diameter pipa (D) (Geankoplis, 2003). Kedua rejim aliran tersebut
diatur oleh hukum-hukum yang berbeda sehingga perlu dipelajari secara keseluruhan.
Kedua rezim aliran ini adalah laminar dan turbulen. Terdapat rezim aliran yang
berada diantara keduanya yang disebut dengan rezim aliran transisi.

Revitalisasi Simulator Continuous Stirred Tank Reactor


(CSTR) dan Plug Flow Reactor (PFR)
20

Penentuan rejim aliran dilakukan dengan menentukan bilangan tak berdimensi yaitu
bilangan Reynolds (Reynolds Number, NRe). Bilangan Reynolds merupakan
perbandingan antara gaya dinamis dari aliran massa terhadap tegangan geser yang
disebabkan oleh viskositas cairan (Geankoplis, 2003).

NRe 
ρv
D (3.8)


Ket :  = massa jenis fluida,  = viskositas fluida, D = diameter dalam pipa

v = kecepatan fluida.

Untuk pipa sirkular lurus, dapat diketahui :

 NRe ≤ 2100 : rejim laminar.


 NRe ≥ 4000 : rejim turbulen.
 2100 < NRe < 4000 : rejim transisi.

2.6 Penyimpangan Reaktor Nyata terhadap Reaktor Ideal


Penyimpangan reaktor nyata terhadap reaktor ideal bisa ditentukan dari dua
tolak ukur yaitu residence time distribution (RTD) dan dispersion number (ND).

2.6.1 Residence Time Distribution (RTD)


RTD adalah perhitungan waktu tinggal rata-rata yang dimiliki molekul selama
reaktor.
tinggal dalam reaktor dan penyimpangan yang diberikan dari karakteristik
Pengamatan RTD dapat dilakukan dengan cara pemberian tracer. Salah satu metode
pemberian tracer adalah dengan metode pulse (Levenspiel, 1976).

Metode Pulse, yaitu umpan dimasukan kedalam reaktor hanya satu kali saja. Menurut
levenspiel (1976), metode ini memerlukan pemasukan suatu volume yang sangat
kecil dari tracer di lubang umpan masuk dari reaktor. Jika suatu massa dari tracer
(M), dimasukkan ke dalam suatu bejana dari volume V dan suatu waktu tinggal yang

Revitalisasi Simulator Continuous Stirred Tank Reactor


(CSTR) dan Plug Flow Reactor (PFR)
21
diharapkan dari , hasil kurva dari C (t) dapat diubah menjadi suatu kurva RTD yang
dengan hubungan sebagai berikut :

Revitalisasi Simulator Continuous Stirred Tank Reactor


(CSTR) dan Plug Flow Reactor (PFR)

 t C dt
  0
 (2.4-4)

 C dt
0

Kurva ideal yang dihasilkan pada metode pulse untuk reaktor jenis PFR ialah
sebagai berikut:

Gambar 2. 13. Kurva Ideal Konsentrasi terhadap Waktu dengan Metode Pulse
(Sumber : Levenspiel, 1976)

RTD dapat di gunakan juga untuk menentukan volume effektif suatu reaktor untuk
diisi oleh suatu campuran yang akan diproses di dalam reaktor. Disajikan pada
persamaan (2.2-17) sebagai berikut (volume reaktor = V nyata) :

τQ
Veff = (2.2-17)
V nyata

2.6.2 Dispersion Number


Menurut Levenspiel (1976) dalam Handbook of Chemical Reaction
Engineering, bahwa dispersion number merupakan bilangan tak berdimensi.
Dispersion number (ND) dilambangkan dengan (D/uL). Berikut ialah persamaan yang
digunakan untuk menghitung dispersion number pers 2.4-5. Untuk melakukan
perhitungan ND diperlukan nilai variansi yang dihitung dari kurva RTD.
22

 

 t  τ  C
2
t
2
C dt
σ 
2
 0
τ2 (2.4-6)
dt 

 C dt
0
 (2.4-5)
0

 C dt
0
D
uL 
ND = σ 2  2 
τ2  

Ket :

σ2 = Variansi, τ = t bar, ND = dispersion number, D = luas disperse partikel (m2/s), µ =


kecepetan partikel terdispersi (m/s), L = panjang disperse partikel (m)

D
 uL < 0,  disperse kecil mendekati aliran sumbat (PFR)
 
D
 uL > 0,  disperse besar mendekati aliran pengadukan (CSTR)
 

Pendekatan lain dalam menentukan parameter dispersion number disajikan pada


gambar 12. Menurut Levenspiel (1976), dengan batasan nilai dispersion number
untuk reaktor ideal adalah sebagi berikut :
ND = ∞, mixed flow
ND = 0.2, disperse partikel yang panjang
ND = 0.025, disperse partikel yang intermediate atau sedang
ND = 0.02, disperse partikel yang singkat atau kecil
ND = 0, plug flow

Revitalisasi Simulator Continuous Stirred Tank Reactor


(CSTR) dan Plug Flow Reactor (PFR)
23

Gambar 2. 14. Batasan untuk nilai dispersion number reaktor ideal


(sumber : menurut Levenspiel dalam Fogler 4th Edition 2006)

Gambar 2. 15. Kurva nilai ND sebagai penentuan pendekatan jenis reaktor (sumber : Levenspiel 1972)

Revitalisasi Simulator Continuous Stirred Tank Reactor


(CSTR) dan Plug Flow Reactor (PFR)
2.7 Kinetika Reaksi Pembentukan Natrium Asetat (CH3COONa)
Proses saponifikasi Etil Asetat (CH3CO2C2H5) dengan larutan NaOH adalah orde
kedua, reaksi irreversibel yaitu

CH3CO2C2H5 + NaOH  CH3CO2Na +C2H5OH

Dalam reaksi ini ion OH- adalah yang paling tinggi konduksinya oleh karena itu
konduksi etil asetat C3H5CO2Na dan etil alkohol dapat di abaikan. Berkaitan dengan
konsentrasi NaOH dengan persamaan berikut :

𝐶−𝐶∞ (2.6-1)
𝐶0− 𝐶∞ 𝐶𝐴−𝐶𝐴∞
= 𝐶𝐴0−𝐶𝐴∞

Dimana :
C = specific conductivity at time t; C0 = specific conductivity at time t = 0
C∞= specific conductivity at time t = ∞, CA= NaOH concentration at time t
CA0= NaOH concentration at time t, CA∞= NaOH concentration at time t = ∞
Untuk reaksi saponifikasi (1) CA∞ 0 sebagai t ∞ , Jika reaksi
dilakukan dalam reaktor batch volume konstan

𝐶𝐴
𝐶𝐴0
=
𝑁𝐴
=
𝐶−𝐶∞ =1−𝑋 (2.6-2)
𝑁𝐴0 𝐶0−𝐶∞

Dimana X adalah fraksi konversi dari NaOH, persamaan diatas juga bisa menjadi

𝐶0−𝐶
𝑋= 𝐶0−𝐶∞
(2.6-3)

Untuk kecepatan reaksi orde kedua dengan konsentrasi equimolar, konversi


fraksi di hubungkan dengan laju reaksi konstan k :

𝑋 (2.6-2)
1−𝑋 = 𝐶𝐴0 𝑘𝑡
(Sumber : coal-palmer dual scale analog conductivity meter manual)
25

2.8 Penentu Basa Reaksi Etil Asetat dengan NaOH


Indikator pH sering digunakan dalam titrasi analitik kimia dan biologi untuk
menentukan sejauh mana tingkat dari suatu reaksi kimia. Indikator pH adalah
senyawa halokromik yang ditambahkan dalam jumlah kecil ke dalam sampel, dan
memiliki warna khusus sesuai dengan bahan indikator serta kondisi pH dari larutan
tersebut (Gerold, 1957).

Pada reaksi saponifikasi yang akan dilakukan karena bahan pereaksi yang
digunakan adalah NaOH atau basa kuat, pH reaksi cenderung bersifat basa. Data tabel
di bawah ini adalah beberapa indikator pH umum di laboratorium. Indikator biasanya
menunjukkan warna menengah pada pH dalam rentang yang terdaftar (Vogel, 1989).
Tabel 2 Menyajikan indikator basa dengan range pHnya.

Tabel 2.2. Indikator asam basa

Indicator Range pH
Neutral red 6.8 – 8.0
p-Nitrolphenol 5.4 – 6.6
Methyl red 5.2 – 6.4
m-Nitrophenol 6.8 - 8.6
Orange IV 1.4 – 2.8
Phenolphthalein 8.2 – 10.0
Phenol Red 6.6 – 8.0
Quinaldine Red 1.4 – 3.2
Resazurin 3.8 – 6.4
Thymolphepthalien 9.4 – 10.6

(sumber : Bishop, 1972 )

Revitalisasi Simulator Continuous Stirred Tank Reactor


(CSTR) dan Plug Flow Reactor (PFR)

Anda mungkin juga menyukai