Anda di halaman 1dari 33

UNIVERSITAS iNDONESIA

STUDI KASUS :

PEMILIHAN DESAIN REAKTOR ISOTERMAL

(P4-5 FOGLER EDISI 4)

Oleh:

Kelompok 6
Ardiansah (1506673523)

Ferlita Feliana (1506725110)

Nur Hasanah (1506673504)

Samson Patar Sipangkar (1506723774)

Zaki Haryo Brillianto (1506673486)

Departemen Teknik Kimia

Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Depok, 2018

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

ABSTRAK ........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

1.3. Tujuan ......................................................................................................... 2

BAB II TEORI DASAR .................................................................................... 3

2.1. Continous Stirred Tank Reactor ................................................................... 3

2.2. Plug Flow Reactor ........................................................................................ 6

2.3. Persamaan Arrhenius ................................................................................... 9

BAB III PEMBAHASAN ............................................................................... 10

3.1. Pemilihan Reaktor ...................................................................................... 10

3.2. Waktu Reaksi Reaktor Batch pada Suhu 77oC dan 0oC ............................. 14

3.3. Pemilihan Rangkaian Seri dan Paralel Reaktor CSTR dan PFR................ 16

3.4. Pemilihan Reaktor Batch dan CSTR .......................................................... 22

3.5. Kesimpulan dari Soal P4-5 ........................................................................ 24

3.6. Soal Pengembangan ................................................................................... 25

BAB IV KESIMPULAN ................................................................................. 28

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 29

ii
ABSTRAK

Reaktor merupakan salah satu alat yang penting dalam sebuah industri yang
melibatkan reaksi kimia didalam prosesnya. Pemilihan jenis reaktor merupakan
langkah awal dalam merancang sebuah proses. Pemilihan jenis reaktor didasarkan
pada biaya produksi, mendapatkan keuntungan besar, operasi yang sederhana,
menjamin keselamatan kerja, dan meminimalisasi limbah. Jenis reaktor yang dikaji
adalah CSTR, PFR, dan Batch. Dari jenis reaktor tersebut akan dikaji berdasarkan
parameter yang telah ditetapkan. Tahap lanjut dari perancangan suatu proses adalah
menentukan penyusunan reaktor jika digunakan lebih dari 1 jenis reaktor.
Penyusunan reaktor akan berpengaruh pada konversi dari suatu proses. Penyusunan
reaktor dari CSTR kemudian dilanjutkan dengan PFR akan memiliki nilai konversi
yang berbeda dengan penyusunan dengan urutan sebaliknya. Selain susunan
reaktor, suhu operasi reaktor juga perlu dipilih pada suhu optimum yang
menghasilkan nilai konstanta laju reaksi (k) yang tinggi. Nilai k akan berpengaruh
pada laju reaksi yang terjadi dalam sebuah reaktor.

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Reaktor merupakan salah satu instrument yang paling penting dalam
sebuah rangkaian proses dalam industri. Reaktor yang dikaji merupakan
reaktor kimia dimana dirancang sebagai alat yang menjadi tempat
berlangsungnya reaksi kimia. Dalam hal ini, perancangan reaktor menjadi hal
yang penting dikarenakan akan memnentukan net present value untuk suatu
reaksi kimia. Rancangan sebuah reaktor dinyatakan berhasil apabila
menghasilkan efisiensi paling tinggi untuk produk keluaran yang diinginkan.
Pemilihan reaktor merupakan tahap awal dalam merancang suatu proses.
Pemilihan reaktor memiliki tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang besar,
mengeluarkan biaya produksi yang murah, menghasilkan operasi yang
sederhana, menjamin keselamatan kerja dalam industri, serta meminimalisasi
polutan atau limbah. Berdasarkan pada proses, reaktor dapat dibedakan
menjadi 2 jenis yakni reaktor batch dan kontinyu. Pada reaktor batch, tidak
terdapat aliran masuk maupun keluar selama berlangsungnya reaksi.
Sedangkan pada reaktor kontinyu, terdapat aliran masuk maupun keluar pada
saat berlangsungnya reaksi. Reaktor kontinyu terdiri dari 2 jenis yakni reaktor
alir tangka berpengaduk (CSTR) dan reaktor tubular. Dalam
pengoperasiannya, reaktor dapat dibedakan menjadi beberapa jenis diantaranya
reaktor isotermal dan reaktor non-isotermal. Reaktor isotermal beroperasi jika
umpan yang masuk ke dalam reaktor, campuran dalam reaktor, dan aliran yang
keluar dari reaktor selalu eragam dan memiliki temperatur yang sama.
Terdapat beberapa pertimbangan dalam pemilihan rancangan reaktor,
seperti jenis reaktor berdasarkan proses dan jenis pengoperasiannya. Selain
faktor tersebut, jenis rangkaian reaktor. Kondisi lingkungan seperti cuaca di
daerah industry juga menjadi pertimbangan yang penting. Oleh sebab itu,
pembahasan kami berfokus pada menentukan parameter pertimbanan dalam

1
pemilihan desain reaktor batch, CSTR, dan PFR, serta rangkaian untuk reaktor
CSTR dan PFR.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa jenis reaktor beserta kondisi yang direkomendasikan ?
2. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konversi 90% pada
reaktor batch dengan volume 200 dm3 dengan CA0 = CB0 = 1 M setelah
pencampuran pada temperatur 77 oC ?
3. Berapa lama waktu yang dibutuhkan jika pada kondisi b, temperature
menjadi 0 oC ?
4. Berapa konversi yang diperoleh jika CSTR dan PFR dioperasikan pada
300 K dan dihubungkan secara seri ? Dan secara parallel dengan 5
mol/menit ?
5. Berapa volume reaktor batch yang dibutuhkan pada proses dengan kondisi
yang sama seperti pada poin a untuk mencapai konversi 90% ?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui parameter dalam pemilihan desain reaktor CSTR dan PFR.
2. Mengetahui parameter dalam pemilihan desain raktor batch dan CSTR
3. Mengetahui parameter dalam pemilihan susunan reaktor CSTR dan PFR
secara seri dan paralel

2
BAB II

TEORI DASAR

2.1.Continous Stirred Tank Reactor (CSTR)

Continous stirred tank reactor (CSTR) atau juga dapat disebut reaktor tangka
berpengaduk kontinyu merupakan bentuk paling dasar dari sebuah reaktor kontinyu
yang digunakan dalam proses kimia. CSTR berupa sistem terbuka (material bebas
untuk masuk atau keluar sistem) dengan kondisi tunak (tidak berubah terhadap
waktu). Reaktan terus masuk ke dalam reaktor, sedangkan produk terus keluar.
CSTR pada umumnya digunakan pada proses reaksi homogen fasa liquid, dimana
dibutuhkan pengadukan secara terus menerus. Jenis reaktor ini telah diterapkan
kedalam beberapa jenis industry diantaranya pada industri farmasi sebagai loop
reactor, pada industri biologis sebagai fermentor, dan sebagainya. Penggunaan
CSTR memiliki beberapa kelebihan maupun kekurangan sebagaimana ditunjukkan
oleh tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kelebihan dan kekurangan CSTR

Kelebihan Kekurangan

 Kontrol terhadap temperatur  Konversi reaktan terhadap produk


mudah dilakukan per volume reaktor lebih kecil
 Biaya operasi lebih murah dibandingkan dengan reaktor alir
 Konstruksi lebih sederhana yang lain.
 Reaktor memiliki kapasitas panas
besar
 Bagian dalam reaktor mudah
diakses dan dibersihkan

2.1.1. Neraca Mol pada CSTR


Berikut ini persamaan neraca mol pada reaktor jenis CSTR

𝐼𝑛 − 𝑂𝑢𝑡 + 𝐺𝑒𝑛 = 𝐴𝑐𝑐𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛


𝑉
𝑑𝑁𝐴
𝐹𝐴0 − 𝐹𝐴 + ∫ 𝑟𝐴 𝑑𝑉 =
0 𝑑𝑡

Berikut ini asumsi yang digunakan dalam CSTR :


𝑑𝑁
 Steady state ( 𝑑𝑡𝐴 = 0 )
 Pencampuran berlangsung sempurna, sehingga rA sama di semua
tempat di dalam reaktor

3
𝑉 𝑉
∫ 𝑟𝐴 𝑑𝑉 = 𝑟𝐴 ∫ 𝑑𝑉 = 𝑟𝐴 𝑉
0 0

Menyusun ulang persamaan membentuk :

𝐹𝐴0 − 𝐹𝐴
𝑉=
−𝑟𝐴

Jika persamaan diatas dinyatakan dalam konversi, menjadi:

𝐹𝐴0 − 𝐹𝐴
𝑋=
𝐹𝐴

𝐹𝐴0 𝑋
𝑉=
−𝑟𝐴

2.1.2. Reactor Sizing


Volume CSTR yang dibutuhkan untuk mencapai suatu nilai konversi
dapat digambarkan melalui luas are yang diarsir pada plot Levenspiel dibawah
ini :

Gambar 2.1 Plot Levenspiel untuk Volume CSTR

(University of Michigan. n.d.)

𝐹𝐴0 𝑋
𝑉𝐶𝑆𝑇𝑅 =
−𝑟𝐴

2.1.3. CSTR dalam Rangkaian Seri

Gambar 2.2 Dua CSTR Disusun secara Seri


(University of Michigan. n.d.)

4
Neraca mol pada reaktor 1 :

𝐼𝑛 − 𝑂𝑢𝑡 + 𝐺𝑒𝑛 = 0

𝐹𝐴0 − 𝐹𝐴1 + 𝑟𝐴1 𝑉1 = 0

𝐹𝐴0 − 𝐹𝐴1
𝑋1 =
𝐹𝐴0

𝐹𝐴1 = 𝐹𝐴0 − 𝐹𝐴0 𝑋1

𝐹𝐴0 𝑋1
𝑉1 =
−𝑟𝐴1

Neraca mol pada reaktor 2 :

𝐼𝑛 − 𝑂𝑢𝑡 + 𝐺𝑒𝑛 = 0

𝐹𝐴1 − 𝐹𝐴2 + 𝑟𝐴2 = 0

𝐹𝐴0 − 𝐹𝐴2
𝑋2 =
𝐹𝐴0

𝐹𝐴2 = 𝐹𝐴0 − 𝐹𝐴0 𝑋2

𝐹𝐴0 (𝑋2 − 𝑋1 )
𝑉2 =
−𝑟𝐴2

2.1.4. CSTR dalam Rangkaian Paralel

Gambar 2.3 CSTR yang Disusun secara Paralel

(University of Michigan. n.d.)

5
Untuk CSTR yang disusun parallel seperti gambar diatas, volume total
adalah sebagai berikut

𝑋𝑖
𝑉𝑖 = 𝐹𝐴0𝑖 ( )
−𝑟𝐴𝑖

Konversi yang dicapai oleh CSTR yang disusun parallel akan sama
dengan konversi yang akan didapat bila reaktan dimasukkan kedalam rekator
CSTR yang memiliki volume sama dengan total volume reaktor CSTR yang
disusun parallal tersebut.

2.2.Plug Flow Reactor (PFR)


Plug flow reactor atau tubular reactor terdiri dari pipa berlubang atau tabung
yang dialiri reaktan. PFR pada umumnya beroperasi pada kondisi tunak. Reaktan
secara kontinyu bereaksi saat mengalir di sepanjang reaktor. Ukuran diameter dari
reaktor bervariasi dari beberapa centimeter hingga beberapa meter. Pemilihan
diameter bergantung pada biaya konstruksi, biaya pemompaan, kebutuhan waktu
yang diinginkan, dan kebutuhan transfer panas.

PFR dapat diaplikasikan dalam berbagai system, baik fasa gas maupun liquid.
PFR umum digunakan pada industri pembuatan bensin, oil cracking, sintesis
ammonia, dan sebagainya. Dalam menggunakan PFR, terdapat beberapa kelebihan
dan kekurangan. Berikut ini kelebihan dan kekurangan PFR :

Tabel 2.2 Kelebihan dan kekurangan PFR


Kelebihan Kekurangan

 Perawatan mudah karena tidak  Temperatur reaktor mudah


ada bagian yang bergerak. dikontrol
 Kualitas produk seragam  Sulit untuk dikontrol karena
 Baik untuk reaksi cepat adanya variasi komposisi dan
 Baik untuk proses dengan temperatur
kapasitas besar
 Pressure drop kecil
 Tabung mudah dibersihkan
 Pemanfaatan volume reaktor
efisien

2.2.1. Neraca Mol pada PFR


𝐼𝑛 − 𝑂𝑢𝑡 + 𝐺𝑒𝑛 = 𝐴𝑐𝑐𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
𝑉
𝑑𝑁𝐴
𝐹𝐴0 − 𝐹𝐴 + ∫ 𝑟𝐴 𝑑𝑉 =
0 𝑑𝑡

Dengan asumsi keadaan steady state, maka

6
𝑑𝑁𝐴
=0
𝑑𝑡
melakukan diferensiasi

𝑑𝐹𝐴
= 𝑟𝐴
𝑑𝑉
Untuk reaksi tunggal

𝐹𝐴0 − 𝐹𝐴
𝑋=
𝐹𝐴0

Bentuk diferensial dari neraca mol PFR sebagai berikut

𝑑𝑋
𝐹𝐴0 = −𝑟𝐴
𝑑𝑉
Kemudian diubah kedalam bentuk integral menjadi seperti berikut
𝑋
𝑑𝑋
𝑉 = 𝐹𝐴0 ∫
0 −𝑟𝐴

2.2.2. Reactor Sizing


Perhitungan volume reaktor PFR dapat digambarkan melalui luas
daerah bawah plot Levenspiel sebagai berikut

Gambar 2.4. Plot Levenspiel untuk Volume PFR


(University of Michigan. n.d.)

Perhitungan integral untuk volume reaktor dapat dilakukan dengan metode


Simpson.

7
Gambar 2.5. Perhitungan Volume PFR dengan Metode Simpson
(University of Michigan. n.d.)

𝑋
𝑑𝑋 𝐹𝐴0 ∆𝑥 1 4 1
𝑉 = 𝐹𝐴0 ∫ = [ + + ]
0 −𝑟𝐴 3 −𝑟𝐴(𝑋=0) −𝑟𝐴(𝑋1 ) −𝑟𝐴(𝑋2 )

2.2.3. PFR Disusun secara Seri


Total volume PFR yang disusun seri dapat dirumuskan sebagai berikut
𝑋𝑓
𝑑𝑋
𝑉 = ∫ 𝐹𝐴0
𝑋1 −𝑟𝐴

PFR yang disusun secara seri memiliki volume total dan konversi total sama
seperti satu buah PFR.
𝑋 𝑋1 𝑋2
𝑑𝑋 𝑑𝑋 𝑑𝑋
𝑉𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ∫ 𝐹𝐴0 = ∫ 𝐹𝐴0 + ∫ 𝐹𝐴0
0 −𝑟𝐴 0 −𝑟𝐴 𝑋1 −𝑟𝐴

2.2.4. Rangkaian PFR dan CSTR secara Seri

8
Gambar 2.6. Plot Levenspiel untuk PFR dan CSTR secara Seri
(University of Michigan. n.d.)

2.3.Persamaan Arrhenius
Laju reaksi sangat dipengaruhi oleh temperatur. Hal tersebut dikarenakan laju
reaksi berbanding lurus dengan konstanta laju reaksi (k) seperti dirumuskan
sebagai berikut :

𝑟𝐴 = 𝑘𝐶𝐴
−𝐸𝐴
𝑘 = 𝐴𝑒 𝑅𝑇

Nilai A merupakan faktor frekuensi, 𝐸𝐴 merupakan energi aktivasi reaksi, R


adalah konstanta gas, dan T adalah suhu reaksi dalam satuan Kelvin. Apabila nilai
k pada suatu suhu referensi telah diketahui, maka dapat dilakukan perbandingan
secara sederhana sebagai berikut :

𝑘2 𝐸𝑎 1 1
= 𝑒𝑥𝑝 [− ( − )]
𝑘1 𝑅 𝑇2 𝑇1

9
BAB III

PEMBAHASAN

3.1.Pemilihan Reaktor
(a) Which reactor and what conditions do you recommend? Explain the reason
for your choice (e.g.. Color, cost, space available, weather conditions). Back
up your reasoning with the appropriate calculations.
Parameter yang digunakan untuk membandingkan reaktor
o Konversi
o Biaya
o Warna
o Ketahanan terhadap cuaca
o Ruang yang dibutuhkan
Perhitungan reaktor CSTR dan PFR sesuai keadaan dalam soal
 Reaktor CSTR; V = 200 dm3, T = 350 K
Persamaan Neraca Mol CSTR
𝐹𝐴𝑜 − 𝐹𝐴 + 𝑟𝑎 𝑉 = 0
𝐹𝐴 − 𝐹𝐴𝑜
𝑉=
𝑟𝐴
dengan 𝐹𝐴 = 𝐹𝐴𝑜 − 𝐹𝐴𝑜 𝑋 = 𝐹𝐴𝑜 (1 − 𝑋)
𝑭𝑨𝒐 𝑿
𝑽=
−𝒓𝑨
Persamaan Laju Reaksi
−𝑟𝑎 = 𝑘𝐶𝐴 𝐶𝐵
dimana 𝐶𝐴 = 𝐶𝐵
−𝑟𝑎 = 𝑘𝐶𝐴 2
dengan 𝐶𝐴 = 𝐶𝐴𝑜 − 𝐶𝐴𝑜 𝑋 = 𝐶𝐴𝑜 (1 − 𝑋)
−𝒓𝒂 = 𝒌𝑪𝑨𝟎 𝟐 (𝟏 − 𝑿)𝟐
Hasil substitusi persamaan −𝑟𝑎 ke persamaan V
𝑭𝑨𝒐 𝑿
𝑽= 𝟐
𝒌𝑪𝑨𝟎 (𝟏 − 𝑿)𝟐
Mencari k pada T = 350 K
(Kondisi untuk konversi maksimal pada CSTR)

10
𝑘2 𝐸𝑎 1 1
= 𝑒𝑥𝑝 − ( − )
𝑘1 𝑅 𝑇2 𝑇1
𝑘2 2000 1 1
= 𝑒𝑥𝑝 − ( − )
0.07 1.987 350 300
𝑘2 = 8.45 𝑑𝑚3 /𝑚𝑜𝑙 ∙ 𝑚𝑖𝑛
Perhitungan Konversi
𝐹𝐴𝑜 𝑋
𝑉=
𝑘𝐶𝐴0 2 (1 − 𝑋)2
10 𝑚𝑜𝑙/𝑚𝑖𝑛 𝑋
200 𝑑𝑚3 =
𝑚𝑜𝑙 2
8.45𝑑𝑚3 /𝑚𝑜𝑙 ∙ 𝑚𝑖𝑛(1 ) (1 − 𝑋)2
𝑑𝑚3
X ≈ 0.926

 Reaktor PFR; V = 800 dm3, T = 300 K


Persamaan Neraca Mol PFR
𝐹|𝑉 − 𝐹|𝑉+∆𝑉 + 𝑟𝑎 ∆𝑉 = 0
𝑑𝐹𝐴
= 𝑟𝐴
𝑑𝑉
𝒅𝑿
𝑭𝑨𝒐 = −𝒓𝑨
𝒅𝑽
Persamaan Laju Reaksi
−𝑟𝑎 = 𝑘𝐶𝐴 𝐶𝐵
dimana 𝐶𝐴 = 𝐶𝐵
−𝑟𝑎 = 𝑘𝐶𝐴 2
dengan 𝐶𝐴 = 𝐶𝐴𝑜 − 𝐶𝐴𝑜 𝑋 = 𝐶𝐴𝑜 (1 − 𝑋)
−𝒓𝒂 = 𝒌𝑪𝑨𝟎 𝟐 (𝟏 − 𝑿)𝟐
Hasil substitusi persamaan −𝑟𝑎 ke persamaan neraca mol
𝒅𝑿
𝑭𝑨𝒐 = 𝒌𝑪𝑨𝟎 𝟐 (𝟏 − 𝑿)𝟐
𝒅𝑽
𝒅𝑿 𝒌𝑪𝑨𝟎 𝟐
= 𝒅𝑽
(𝟏 − 𝑿)𝟐 𝑭𝑨𝒐
𝟏 𝒌𝑪𝑨𝟎 𝟐
= 𝑽
𝟏−𝑿 𝑭𝑨𝒐

Perhitungan Konversi

11
1 𝑘𝐶𝐴0 2
= 𝑉
1−𝑋 𝐹𝐴𝑜
𝑚𝑜𝑙 2
1 0.07𝑑𝑚3 /𝑚𝑜𝑙 ∙ 𝑚𝑖𝑛 (1 3)
= 𝑑𝑚 800 𝑑𝑚3
1−𝑋 10 𝑚𝑜𝑙/𝑚𝑖𝑛
X ≈ 0.82
Perhitungan reaktor CSTR dan PFR dengan pengembangan
Secara umum, penurunan rumusnya sama seperti 2 perhitungan di atas. Nilai
konversi didapat dengan menggunakan goal seek untuk nilai V yang diinginkan.
Berikut ini akan ditampilkan perbandingan hasil konversi untuk beberapa kondisi.
Tabel 3.1. Perbandingan nilai konversi antara CSTR dan PFR
CSTR PFR
T
V X V X
800 0.65738 800 0.82143
300 K
200 0.43963 200 0.28571
800 0.96227 800 0.99852
350 K
200 0.92598 200 0.99408

Dari perbandingan nilai konversi antara CSTR dan PFR dapat diketahui
bahwa semakin besar suhu, maka semakin besar hasil konversi sebab nilai
konstanta laju dan laju reaksi semakin besar dengan pertambahan suhu. Namun
perlu diingat, hal ini terjadi pada reaksi endotermik berbeda halnya dengan reaksi
eksotermik. Dimana pada reaksi eksotermik, semakin besar suhu -> nilai konstanta
laju semakin kecil -> laju reaksi semakin lambat -> nilai konversi yang dihasilkan
kecil
Dari tabel juga diketahui bahwa semakin besar volume maka nilai konversi
semakin kecil. Untuk volume yang sama dan suhu yang sama, diketahui bahwa
secara umum nilai konversi dari PFR lebih besar daripada CSTR.

12
Pemilihan Reaktor
Tabel 3.2. Perbandingan reaktor CSTR dan PFR
Parameter CSTR PFR
Secara umum, lebih kecil dari Secara umum, lebih besar dari
Konversi
CSTR PFR
Warna Abu-abu Merah, Hitam
Lebih mahal karena untuk
pengoperasiannya membutuhkan Lebih murah karena hanya
Biaya
banyak aksesoris seperti pemanas, membutuhkan pipa
stirrer, dll
Reaktor PFR yang berwarna
Reaktor CSTR ini lebih tahan
merah, hitam memiliki
terhadap cuaca sebab reaktor
kemampuan atau daya serap
berwarna abu-abu dimana jika
panas yang tinggi sehingga
cuaca lingkungan luar panas,
pada cuaca lingkungan yang
panas yang terserap hanya sedikit.
panas maka PFR secara
Ketahanan Sehingga reaktor ini lebih stabil
otomatis menerima panas dari
terhadap Cuaca terhadap perubahan cuaca. Tidak
lingkungan. Sehingga untuk
memerlukan kontrol temperatur.
PFR dapat bekerja tanpa harus
Namun karena tidak menerima
memberi panas tambahan
panas dari lingkungan luar maka
(berupa heater). Namun
perlu ada panas yang ditambahkan
diperlukan kontrol untuk
(berupa heater).
menjaga suhu operasi
Ruang yang dibutuhkan
Membutuhkan ruang penempatan sedikit karena PFR berbentuk
reaktor yang cukup besar pips ysng dapat dibentuk
Ruang
dibandingkan PFR, karena seperti koil sehingga dengan
Dibutuhkan
berbentuk tabung berdiameter pipa yang panjang hanya akan
besar membutuhkan ruang yang
sedikit

13
Berdasarkan hal tersebut, reaktor yang dipilih adalah reaktor PFR sebab konversi
besar, volume kecil (ruang yang dibutuhkan kecil), biaya rendah dan ketahanan
terhadap cuaca.

3.2.Waktu Reaksi Reaktor Batch pada Temperatur 77oC dan 0oC


(b) How long would it take to achieve 90% conversion in a 200 dm3 batch
reactor with CA0 = CB0 = 1 M after mixing at a temperature of 77oC ?
(c) What would your answer to part (b) be if the reactor were cooled to 0oC ?

Pengaruh perubahan suhu (T) terhadap waktu reaksi (t) dalam reaktor
batch

Tabel 3.3 Tabel Pengaruh perubahan suhu pada reaktor Batch


T (K) k (dm3/mol.min) t (min)
270 0.00168297 5347.69
275 0.003314698 2715.18
280 0.006372332 1412.356
285 0.011972725 751.7086
290 0.022011165 408.8834
295 0.039639542 227.046
300 0.07 128.5714
305 0.121330531 74.17754
310 0.206602991 43.56181
315 0.345911095 26.01825
320 0.569898821 15.79228
325 0.924611376 9.733819
330 1.478264598 6.08822
335 2.330567839 3.86172
340 3.625403371 2.482482
345 5.56786578 1.616418
350 8.446900866 1.06548
355 12.66505856 0.710617
360 18.77719098 0.479305

14
Hub T dan t
6000

5000

4000

3000

2000

1000

0
250 270 290 310 330 350 370

Hub T dan t

Gambar 3.1. Grafik hubungan suhu dengan waktu reaksi

Pada data tabel dan grafik, dapat terlihat bahwa semakin tinggi suhu
berlangsungnya reaksi dalam reactor, waktu yang diperlukan untuk berjalannya
reaksi semakin sedikit. Kenaikan suhu mempengaruhi waktu reaksi secara
signifikan sampai pada suhu sebesar 300 K, dimana pada suhu diatas 300 K, kurva
cenderung membentuk garis yang lebih landai. Suhu optimum untuk
berlangsungnya reaksi adalah 280-300 K, karena waktu yang diperlukan sudah
terhitung sedikit dengan suhu yang tidak perlu dinaikan lebih tinggi lagi.

Secara sederhana pengaruh suhu terhadap sebagian besar reaksi kimia dapat
didekati melalui korelasi Arrhenius, yaitu:
𝐸𝑎
𝑘 = 𝐴𝑒 −𝑅𝑇

berdasarkan persamaan tersebut, terlihat bahwa peningkatan suhu reaksi akan


meningkatkan kecepatan reaksi. Hal ini seiring dengan penurunan rumus yang
digunakan untuk menghitung waktu yang diperlukan untuk terjadinya reaksi, yaitu:

1 𝑋
𝑡= ( )
𝑘𝐶𝐴𝑜 1 − 𝑋

dimana, semakin besarnya nilai k akibat semakin naiknya suhu, maka waktu yang
diperlukan untuk bereaksi juga akan menjadi semakin kecil.

Pada dasarnya, energy aktivasi sebuah reaksi merupakan ukutan sensitivitas


kecepatan reaksi tersebut terhadap perubahan suhu yang terjadi. Dengan demikian,
makin sensitifnya kecepatan sebuah reaksi terhadap perubahan suhu ditunjukan
oleh makin besarnya harga Ea. Dimana pada kasus ini, nilai Ea adalah sebesar
20000.

15
Pada reaksi irreversible seperti pada kasus ini, untuk konversi tertentu maka
sebaiknya reaktor dioperasikan padasuhu tinggi, selama memungkinkan
(keterbatasan material reaktor) agar dapat memaksimumkan laju reaksi dan
meminimumkan ukuran reactor.

Gambar 3.2. Konversi dan suhu pada berbagai laju reaksi untuk reaksi
irreversible
(Elements of Chemical Engineering 3rd edition, Fogler)

3.3.Pemilihan Rangkaian Seri dan Paralel Reaktor CSTR dan PFR


(d) What conversion would be obtained if the CSTR and PFR were operated at
300 K and connected in series ? In parallel with 5 mol/min to each ?
(a) Rangkaian seri CSTR dan PFR dioperasikan pada suhu 300 K dan
tersusun seri

Gambar 3.3. Reaktor CSTR dan PFR tersusun Seri

Jika reaktor disusun seperti pada gambar 3.3, maka dengan


menggunakan persamaan yang telah diturunkan pada problem A., maka kita
dapat menghitung konversi yang terjadi pada rangkaian tersebut, seperti
berikut ini

16
 CSTR
𝐹𝐴0 𝑥
𝑉= 2 (1
𝑘𝐶𝐴0 − 𝑋)2

(10 𝑚𝑜𝑙 ⁄𝑚𝑖𝑛)𝑋


200 𝑑𝑚3 =
0.07𝑑𝑚3 ⁄𝑚𝑜𝑙. 𝑚𝑖𝑛 (1 𝑀)2 (1 − 𝑋)2

1.4𝑋 2 − 3.8𝑋 2 + 1.4 = 0

𝑋 = 0.44

 PFR
𝐹𝐴0 𝑑𝑋 2 (1
= 𝑘𝐶𝐴0 − 𝑋)2
𝑑𝑉

2
𝑑𝑋 𝑘𝐶𝐴0
= 𝑑𝑉
(1 − 𝑋)2 𝐹𝐴0

𝑋 800 2
𝑑𝑋 𝑘𝐶𝐴0
∫ 2
= ∫ 𝑑𝑉
0.44 (1 − 𝑋) 0 𝐹𝐴0

𝑋 𝑋 0.07𝑑𝑚3⁄𝑚𝑜𝑙. 𝑚𝑖𝑛 1𝑀2


| = 800𝑑𝑚3
1 − 𝑋 0.44 10 𝑚𝑜𝑙/𝑚𝑖𝑛

𝑿 = 𝟎. 𝟕𝟑𝟔

Diperoleh bahwa konversi total dari susunan reaktor CSTR dan PFR
secara seri adalah 0.736

Jika susunan reaktor diubah, di mana PFR berada lebih dahulu seperti
pada gambar 3.4, pada kondisi operasi yang sama akan diperoleh konversi
yang berbeda dengan susunan reaktor sebelumnya. Penghitungan konversi
dapat dilihat sebagai berikut:

17
Gambar 3.4. Reaktor CSTR dan PFR tersusun Seri

 PFR
𝐹𝐴0 𝑑𝑋 2 (1
= 𝑘𝐶𝐴0 − 𝑋)2
𝑑𝑉
2
𝑑𝑋 𝑘𝐶𝐴0
= 𝑑𝑉
(1 − 𝑋)2 𝐹𝐴0
𝑋 800 2
𝑑𝑋 𝑘𝐶𝐴0
∫ 2
=∫ 𝑑𝑉
0 (1 − 𝑋) 0 𝐹𝐴0
X kCAo 2
= V
1−X FAo

X 0.07dm3 /mol ∙ min (1mol⁄dm3 )2


= 800 dm3
1−X 10 mol/min

X = 0.85

 CSTR

𝐹𝐴0 𝑥
𝑉= 2 (0.15
𝑘𝐶𝐴0 − 𝑋)2

𝑚𝑜𝑙
(1.5 )𝑋
200 𝑑𝑚3 = 𝑚𝑖𝑛
0.07𝑑𝑚3
(1 𝑀)2 (0.15 − 𝑋)2
𝑚𝑜𝑙. 𝑚𝑖𝑛

1.4𝑋 2 − 3.8𝑋 2 + 1.4 = 0

𝑿 = 𝟎. 𝟗𝟓𝟖

18
Diperoleh bahwa konversi total dari susunan reaktor PFR dan CSTR secara
seri adalah 0.958

Dapat dilihat bahwa konversi yang lebih tinggi diperoleh pada saat
reaktor PFR diletakkan terlebih dahulu pada susunan reaktor seri. Hal
tersebut dikarenakan reaktor PFR yang beroperasi pada suhu yang sama
dengan reaktor CSTR, memiliki kemampuan menangani reaktan pada laju
alir umpan lebih tinggi lebih baik daripada reaktor CSTR sehingga
diperoleh konversi yang lebih tinggi.

(b) Rangkaian pararel CSTR dan PFR dioperasikan pada suhu 300 K dengan
laju alir umpan tiap reaktor 5 mol/min

Gambar 3.5. Reaktor PFR dan CSTR tersusun paralel

Jika susunan reaktor diubah, di mana PFR berada lebih dahulu


seperti pada gambar 3.5, maka dengan menggunakan persamaan yang telah
diturunkan pada problem A, maka kita dapat menghitung konversi yang
terjadi pada masing-masing reaktor dan kemudian menghitung konversi
rata-rata yang terjadi pada rangkaian tersebut. Perhitungan dilakukan seperti
berikut ini

 CSTR
𝐹𝐴0 𝑥
𝑉= 2 (1
𝑘𝐶𝐴0 − 𝑋)2

19
(5 𝑚𝑜𝑙 ⁄𝑚𝑖𝑛)𝑋
200 𝑑𝑚3 =
0.07𝑑𝑚3 ⁄𝑚𝑜𝑙. 𝑚𝑖𝑛 (1 𝑀)2 (1 − 𝑋)2

𝑋 = 0.56

 PFR
𝐹𝐴0 𝑑𝑋 2 (1
= 𝑘𝐶𝐴0 − 𝑋)2
𝑑𝑉

2
𝑑𝑋 𝑘𝐶𝐴0
= 𝑑𝑉
(1 − 𝑋)2 𝐹𝐴0

𝑋 800 2
𝑑𝑋 𝑘𝐶𝐴0
∫ 2
=∫ 𝑑𝑉
0 (1 − 𝑋) 0 𝐹𝐴0

𝑋 𝑋 0.07𝑑𝑚3 ⁄𝑚𝑜𝑙. 𝑚𝑖𝑛 1𝑀2


| = 800𝑑𝑚3
1−𝑋 0 5 𝑚𝑜𝑙/𝑚𝑖𝑛

𝑋 = 0.92

 Konversi Rata-rata
𝐹𝑎 𝐶𝑆𝑇𝑅 𝑥 𝑋 𝐶𝑆𝑇𝑅 + 𝐹𝑎 𝑃𝐹𝑅 𝑥 𝑋 𝑃𝐹𝑅
𝑋𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 =
𝐹𝑎 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙
0.56 + 0.92
𝑋𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 0.74
2
Dengan memvariasikan laju alir umpan ke PFR dan CSTR pada
rangkaian reaktor pararel seperti pada gambar X1, kita dapat melihat profil
konversi dan menemukan konversi yang optimum untuk susunan reaktor
pararel. Selain variasi laju alir umpan kita juga dapat melakukan variasi
suhu pada reaktor CSTR, karena reaktor CSTR dilengkapi dengan coil
pemanas dan pendingin. Dengan menggunakan persamaan yang telah
diperoleh pada soal sebelumnya maka konversi pada reaktor PFR dan CSTR
diperoleh data sebagai berikut:

20
Tabel 3.4. Data Konversi Reaktor dengan Susunan Paralel
Pada Suhu 300K Pada Suhu 350K Pada Suhu 273K
CSTR PFR
X CSTR X PFR X rata-rata X CSTR X PFR X rata-rata X CSTR X PFR X rata-rata
0 10 0.000 0.848 0.848 0.000 0.848 0.848 0.000 0.848 0.848
1 9 0.766 0.862 0.852 0.976 0.862 0.873 0.502 0.862 0.826
2 8 0.687 0.875 0.837 0.966 0.875 0.893 0.384 0.875 0.777
3 7 0.632 0.889 0.812 0.959 0.889 0.910 0.316 0.889 0.717
4 6 0.590 0.903 0.778 0.953 0.903 0.923 0.270 0.903 0.650
5 5 0.555 0.918 0.736 0.947 0.918 0.933 0.236 0.918 0.577
6 4 0.525 0.933 0.689 0.942 0.933 0.939 0.211 0.933 0.500
7 3 0.500 0.949 0.635 0.938 0.949 0.941 0.190 0.949 0.418
8 2 0.478 0.966 0.575 0.934 0.966 0.940 0.173 0.966 0.332
9 1 0.458 0.982 0.510 0.930 0.982 0.935 0.159 0.982 0.242
10 0 0.440 0.000 0.440 0.926 0.000 0.926 0.147 0.000 0.147

Jika kita memplot setiap nilai perubahan nilai konversi pada variasi
laju alir umpan, maka kita dapat menentukan pembagian laju alir yang
menghasilkan konversi maksimum pada tiap variasi suhu. Dapat kita lihat
pada grafik D1 bahwa konversi paling maksimum untuk rangkaian pararel
diperoleh ketika laju alir umpan reaktor CSTR adalah 7 mol/min dengan
suhu operasi 350K dan laju alir umpan reaktor PFR adalah 3 mol/min
dengan suhu operasi adalah 300K.

Profil Konversi VS Laju alir umpan CSTR pada rangkaian Pararel


1

0.9

0.8

0.7

0.6

0.5
X

Pada Suhu 300K


0.4
Pada suhu 350K
0.3 Pada Suhu 273K
0.2

0.1

0
0 2 4 6 8 10 12
Fa0 CSTR

Gambar 3.6. Profil Konversi VS Laju Alir Umpan CSTR pada rangkaian
Pararel

21
Dapat dilihat pada gambar 3.6 bahwa pada suhu operasi 300K dan 273K
diperoleh bahwa seiring dengan meningkatnya proporsi laju alir umpan
reaktor CSTR maka konversi rata-rata dari rangkaian reaktor semakin
menurun. Hal tersebut dapat terjadi karena reaktor CSTR tidak lebih baik
dalam menangani laju umpan yang lebih besar. Berbeda dengan hal
sebelumnya pada rangkaian reaktor dengan suhu operasi reaktor CSTR
adalah 350K, pada proporsi laju alir umpan reaktor CSTR sampai mencapai
7 mol/min konversi rata-rata yang diperoleh meningkat seiring
meningkatnya proporsi laju alir umpan reaktor CSTR, namun mengalami
penurunan jika proporsi laju alir CSTR di atas 7 mol/min. Dari data tersebut
diperoleh bahwa pada rangkaian reaktor pararel konversi reaktor CSTR dan
PFR optimum pada laju alir tertentu dan suhu operasi tertentu yang pada
akhirnya memengaruhi konversi rata-rata rangkaian reaktor.

3.4.Pemilihan Rangkaian Batch dan CSTR


(e) Keeping Table 4-3 in mind, what batch reactor volume would be necessary
to process the same amount of species A per day as the flow reactors while
achieving 90% conversion? Referring to Table 1-1, estimate the cost of the
batch reactor.

Berikut ini adalah Tabel 4-3 mengenai waktu siklus reaktor Batch untuk reaksi
polimerisasi (sesuai yang diminta pada soal).

Gambar 3.3. Siklus reaktor Batch untuk reaksi


polimerisasi
(Elements of Chemical Engineering 3rd edition,
Fogler)
Berdasarkan tabel di atas, 1 siklus reaktor batch digunakan untuk :

22
a) Pengisian reaktor
b) Pemanasan awal
c) Pengosongan reaktor
d) Pembersihan reaktor
e) Waktu reaksi di dalam reaktor berlangsung
Lalu dapat dasumsikan bahwa total waktu untuk mengalami 1 siklus adalah 3 jam.
Waktu 3 jam ini sudah termasuk waktu reaksi, di mana untuk mereaksikan secara
batch hingga mencapai 90% konversi (sesuai jawaban problem b) dibutuhan sekitar
1.065 menit, sehingga waktu ini dapat diabaikan karena sangat cepat. Maka, dalam
1 hari reaktor dapat memproses 8 reaksi batch
Jika masing-masing reaktan diumpankan ke dalam reaktor sebanyak 5
mol/menit, maka dalam satu hari reaktor memproses sebanyak :

10 𝑚𝑜𝑙 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 24 𝑗𝑎𝑚 𝑚𝑜𝑙


. . = 14400
𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 24 𝑗𝑎𝑚 ℎ𝑎𝑟𝑖 ℎ𝑎𝑟𝑖

Jumlah Mol Reaktan Diproses Per Batch :

14400 𝑚𝑜𝑙
= 1800 𝑚𝑜𝑙
8 𝑏𝑎𝑡𝑐ℎ

1 𝑚𝑜𝑙
Untuk konsentrasi reaktan , maka volume reaktor yang dibutuhkan :
𝑑𝑚3

1800 𝑚𝑜𝑙
𝑉= = 1800 𝑑𝑚3 = 475,51 𝑔𝑎𝑙𝑙𝑜𝑛 ≈ 500 𝑔𝑎𝑙𝑙𝑜𝑛
1 𝑚𝑜𝑙/𝑑𝑚3

Kemudian untuk memperkirakan berapa biaya yang diperlukan untuk


membuat reaktor Batch tersebut dapat dilihat dari tabel 1-1 berikut ini.

23
Gambar 3.4. Siklus reaktor Batch untuk reaksi
polimerisasi
(Elements of Chemical Engineering 3rd edition,
Fogler)
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa harga untuk 1 reaktor batch berkapasitas 500
gallon adalah $70,000.

3.5.Kesimpulan dari Soal P4-5


(f) Write a couple of sentences describing what you learned from the problem
and what you believe to be the point of the problems.

Pengaruh suhu umpan terhadap waktu tinggal


o Semakin rendah suhu umpan yang masuk ke dalam reaktor maka laju reaksi
semakin lambat. Dan semakin lambat laju reaksi maka konversinya menjadi
rendah.

o Sehingga semakin rendah suhu umpan yang masuk ke dalam reaktor, maka
semakin lama waktu tinggal umpan di dalam reaktor tersebut untuk
mencapai konversi yang diinginkan

Bandingkan antara reaktor CSTR dan PFR yang dirangkai seri dan parallel
o Jika ditinjau dari besar konversi yang dihasilkan, disimpulkan bahwa
konversi yang dihasilkan oleh reaktor CSTR-PFR paralel lebih besar
daripada rangkaian seri meskipun tidak terlalu signifikan (sedikit
perbedaannya)

24
Harga Reaktor
o Harga sebuah reaktor tergantung besar volumenya. Semakin besar volume
reaktor maka harganya semakin mahal dan semakin kecil volume reaktor
maka harganya semakin murah
o Dalam hal ini dicari volume total reaktor yang terkecil sehingga dapat
mengurangi capital cost suatu pabrik/perusahaan
3.6.Soal Pengembangan
Jika pada soal a juga dimasukkan jenis reaktor batch, maka jenis reaktor
manakah yang akan anda pilih apakah reaktor CSTR, reaktor PFR, atau
reaktor batch?

Tahap perhitungan
Untuk melihat lebih jauh pengaruh suhu terhadap waktu reaktor Batch untuk
mencapai konversi 90% dapat dilakukan perhitungan berikut ini.

 Mencari nilai k untuk setiap suhu


Menggunakan persamaan Arrhenius untuk mendapatkan nilai k.

−𝐸𝑎
𝑘 =𝐴𝑒 𝑅𝑇

𝑘2 −𝐸𝑎 1 1
( − )
=𝑒 𝑅 𝑇2 𝑇1
𝑘1

−𝐸𝑎 1 1
( − )
𝑘2 = 𝑘1 . 𝑒 𝑅 𝑇2 𝑇1

di mana T1 adalah suhu pada nilai k1, yaitu 300 K.


Kemudian menghitung waktu konversi dengan menggunakan persamaan
berikut.

1 𝑋
𝑡𝑅 = ( )
𝑘 𝐶𝐴0 1 − 𝑋

di mana X = 0,9.

Berikut ini tabel tabulasi dari nilai k serta waktu perhitungan pada berbagai
suhu.

25
Suhu (K) k (dm3/mol.min) t (menit)

273 0,002535 3550,191

283 0,009328 964,8193

293 0,031404 286,5905

303 0,097581 92,23064

313 0,282028 31,91178

323 0,763265 11,79145

333 1,945765 4,62543

343 4,696861 1,916173

353 10,78552 0,834452

363 23,65828 0,380416

373 49,75461 0,180888

Tahap pemilihan
 Karena dari jawaban pertanyaan a kita memilih reaktor PFR berdasarkan
berbagai pertimbangan yang ada, pada pertanyaan ini kita cukup
membandingkan reaktor batch dengan reaktor PFR
 Kita bisa menganggap bahwa kondisi operasi yang dapat berlaku untuk
reaktor batch sama dengan kondisi operasi reaktor PFR karena reaktor
batch tersebut menggunakan reaktor berbentuk tabung yang tersedia
dalam pabrik tersebut, sama seperti reaktor PFR
 Dari jawaban problem b, terlihat bahwa waktu reaksi yang diperlukan
untuk reaktor batch mencapai konversi 90% pada suhu yang sama (77
0
C) hanya 1.065 menit. Namun dari hasil problem e, selain waktu reaksi
kita juga harus memperhitungkan waktu yang dibutuhkan untuk
memasukkan feed, memanaskan reaktor, dan mengosongkan reaktor

26
batch. Untuk satu siklus saja waktu yang dibutuhkan reaktor batch kira-
kira lebih dari 3 jam.
 Selain itu perbedaan volume reaktor juga cukup besar, yakni pada
reaktor PFR hanya membutuhkan volume 2 kali lipat lebih kecil
dibanding volume reactor batch untuk menghasilkan konversi yang
sama. Tentu hal ini akan berdampak pada cost yang harus dikeluarkan
oleh perusahaan.

Berdasarkan beberapa poin pertimbangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa jenis


reaktor yang akan dipilih adalah reaktor PFR.

27
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan pada studi kasus yang telah dilakukan, didapatkan beberapa


kesimpulan sebagai berikut :

1. Dalam pemilihan reaktor CSTR atau PFR didasarkan pada parameter


konversi, warna, biaya, ketahanan terhadap cuaca, dan ruang yang
dibutuhkan. Berdasarkan parameter ersebut, reaktor PFR lebih baik
daripada reaktor CSTR.
2. Dalam pemilihan reaktor CSTR atau batch, didasarkan pada parameter
waktu siklus. Berdasarkan pada parameter tersebut, didapatkan bahwa
reaktor CSTR lebih baik dibandingkan dengan reaktor batch.
3. Pemilihan susunan reaktor CSTR dan PFR secara seri atau parallel
didasarkan pada konversi yang dihasilkan. Berdasarkan pada parameter
tersebut, hasil yang terbaik adalah reaktor PFR dan CSTR disusun secara
seri dengan reaktor I adalah PFR dan reaktor II adalah CSTR.

28
DAFTAR PUSTAKA

Fogler, H. S., 2006,Elements of Chemical Reaction Engineering. 4th ed. New


Jersey: Pearson Education, Inc.

University of Michigan. n.d. Continuous Stirred Tank Reactors (CSTRs).


[ONLINE] Diambil dari
http://www.umich.edu/~elements/5e/asyLearn/bits/cstr/index.htm [13 Maret
2018]

University of Michigan. n.d. Plug Flow Reactors (PFRs). [ONLINE] Diambil dari
http://www.umich.edu/~elements/5e/asyLearn/bits/pfrfinal/index.htm [13
Maret 2018]

29
30

Anda mungkin juga menyukai