Anda di halaman 1dari 49

Laporan Praktikum Operasi Teknik Kimia II

DISTILASI

Kelompok 6 Kamis Siang

Atik Suhrowati 1406643066


Ervandy Haryoprawironoto 1306370461
Mega Puspitasari 1306370713
Rioneli Ghaudenson 1306413712

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
MEI 2016
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................. 3


1.1 Tujuan Percobaan .............................................................................................. 3
1.2 Teori Dasar ........................................................................................................ 3
BAB 2 DATA PERCOBAAN ........................................ Error! Bookmark not defined.
2.1 Data Awal ........................................................ Error! Bookmark not defined.
2.2 Fungsi Waktu ................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB 3 PENGOLAHAN DATA ..................................... Error! Bookmark not defined.
3.1 Persamaan pada Percobaan ............................. Error! Bookmark not defined.
3.1.1 Densitas Campuran ............................... Error! Bookmark not defined.
3.1.2 Fraksi Aseton ........................................ Error! Bookmark not defined.
3.1.3 Tray Teoretis ......................................... Error! Bookmark not defined.
3.1.4 Efisiensi Tray ........................................ Error! Bookmark not defined.
3.1.5 Laju Alir Molar Uap.............................. Error! Bookmark not defined.
3.2 Hasil Perhitungan ............................................. Error! Bookmark not defined.
3.2.1 Fraksi Mol Tiap Refluks ....................... Error! Bookmark not defined.
3.2.2 Menghitung Jumlah Tray Menggunakan Diagram Mc Cabe Thiele
........................................................................ Error! Bookmark not defined.
3.2.3 Efisiensi Tray ........................................ Error! Bookmark not defined.
3.2.3 Menghitung Laju Alir Molar ................. Error! Bookmark not defined.
3.2.4 Hubungan Jumlah Produk dengan Waktu untuk Tiap Refluks ...... Error!
Bookmark not defined.
BAB 4 ANALISIS ........................................................................................................... 18
4.1 Analisis Fraksi Mol Tiap Refluks .................... Error! Bookmark not defined.
4.2 Diagram Mc Cabe Thiele Tiap Refluks ........ Error! Bookmark not defined.
4.3 Efisiensi Tray ................................................... Error! Bookmark not defined.
4.4 Laju Alir Molar Tiap Refluks .......................... Error! Bookmark not defined.
4.5 Hubungan Jumlah Produk dengan Waktu untuk Tiap Refluks ................. Error!
Bookmark not defined.
4.6 Analisis Kesalahan ........................................... Error! Bookmark not defined.
4.7 Analisis Alat dan Bahan................................................................................... 45
BAB 5 KESIMPULAN ................................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 49
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


Tujuan dari percobaan ini adalah:
1. Mempelajari efek dari rasio refluks terhadap kemurnian dari produk.
2. Mendapatkan jumlah stage yang diperlukan untuk memisahkan aseton dari
campuran aseton-air pada kondisi operasi tertentu (rasio refluks dan waktu
operasi).
3. Menentukan efisiensi tray dari alat distilasi yang digunakan.
4. Mengetahui hubungan dari jumlah produk dan laju air uap dengan rasio
refluks dan waktu operasi.

1.2 Teori Dasar


Distilasi adalah suatu proses pemisahan komponen-komponen dari suatu
campuran fasa cair yang mempunyai perbedaan titik didih dan tekanan uap yang
besar. Pada distilasi menciptakan fasa baru yang dibuat dari penguapan ataupun
kondensasi. Sehingga, dari proses inilah senyawa yang mempunyai titik didih
terendah dengan mempunyai volatilitas yang tinggi akan banyak menjadi produk
atas (distillate) dan senyawa yang mempunyai titik didih tinggi dengan volatilitas
rendah akan menjadi produk bawah (bottom product).
Kolom distilasi adalah sarana melaksanakan operasi pemisahan
komponenkomponen dari campuran fasa cair, khususnya yang mempunyai
perbedaan titik didih dan tekanan uap yang cukup besar. Fasa uap mengandung
lebih banyak komponen yang memiliki tekanan uap rendah, sedangkan fasa cair
lebih benyak mengandung komponen yang memiliki tekanan uap tinggi. Kolom
distilasi memiliki bagaian-bagian proses yang memiliki fungsi-fungsi:
1. Menguapkan campuran fasa cair (terjadi di reboiler)
2. Mempertemukan fasa cair dan fasa uap yang berbeda komposisinya (terjadi di
kolom distilasi)
3. Mengkondensasikan fasa uap (terjadi di kondensor)
Distilasi bisa dilakukan dengan dua metode. Metode pertama berdasarkan
vapor produksi dengan memanaskan cairan campuran untuk dipisahkan uap tanpa
adanya cairan dikemabalikan di kenal dengan no reflux. Metode kedua berdarkan
adanya sebagian kondensat yang kembali dikenal dengan reflux. Metode-metode
ini dapa dilakukan pada proses kontinius atau proses batch.
Konsep pemisahan dengan cara distilasi merupakan sintesa pengetahuan dan
peristiwa-peristiwa:
1. Kesetimbangan fasa
2. Perpindahan massa
3. Perpindahan panas
4. Perubahan fasa akibat pemanasan (penguapan)
5. Perpindahan momentum
Distilasi adalah sistem perpindahan yang memanfaatkan perpindahan massa.
Masalah perpindahan massa dapat diselesaikan dengan dua cara yang berbeda.
Pertama dengan menggunakan konsep tahapan kesetimbangan (equilibrium stage)
dan kedua atas dasar proses laju difusi (difusional forces).Distilasi dilaksanakan
dengan rangakaian alat berupa kolom/menara yang terdiri dari piring (plate
tower/tray) sehingga dengan pemanasan komponen dapat menguap, terkondensasi,
dan dipisahkan secara bertahap berdasarkan tekanan uap/titik didihnya. Proses ini
memerlukan perhitungan tahap kesetimbangan.
Distilasi pada satu tahapannya memisahkan dua komponen, yang terdapat
dalam 2 fasa, sehingga derat kebebasannya 2. Ada 4 variabel yaitu tekanan, suhu,
dan konsentrasi komponen A pada fasa cair dan fasa uap (konsentrasi komponen B
sama dengan 1 dikurangi konsentrasi komponen A). Jika telah ditetapkan
temperatur, hanya ada satu variabel saja yang dapat diubah secara bebas, sedangkan
temperatur dan konsentrasi fasa uap didapatkan sebagai hasil perhitungan sesuai
sifat-sifat fisik pada tahap kesetimbangan.
Gambar 1.1. Peralatan pada proses destilasi
Pada gambar diatas dapat dijelaskan bagaimana proses destilasi. Kolom
distilasi (A) adalah kolom fraksionasi kontinu yang dilengkapi berbagai
perlengkapan yang diperlukan dan mempunyai bagian rektifikasi (enriching) dan
bagian stripping. Umpan dimasukkan di sekitar pertengahan kolom dengan laju
tertentu. Tray tempat masuk umpan dinamakan feed plate. Semua tray yang terletak
di atas tray umpan adalah bagian rektifikasi (enriching section) dan semua tray di
bawahnya, termasuk feedplate sendiri, adalah bagian stripping. Umpan mengalir ke
bawah pada stripping section ini, sampai di dasar kolom di mana permukaan
ditetapkan pada ketinggian tertentu.
Cairan itu lalu mengalir dengan gaya gravitasi ke dalam reboiler. Reboiler (B)
adalah suatu penguap (vaporizer) dengan pemansan uap (steam) yang dapat
menghasilkan komponen uap (vapor) dan mengembalikannya ke dasar kolom.
Komponen uap tersebut lalu mengalir ke atas sepanjang kolom. Pada ujung reboiler
terdapat suatu tanggul. Produk bawah dikeluarkan dari kolam zat cair itu pada
bagian ujung tanggul dan mengalir melalui pendingin. Pendinginan ini juga
memberikan pemanasan awal pada umpan melalui pertukaran kalor dengan hasil
bawah yang panas.
Uap yang mengalir naik melalui bagian rektifikasi dikondensasi seluruhnya
oleh kondensor dan kondensatnya dikumpulkan dalam akumulator (D), di mana
permukaan zat cair dijaga pada ketinggian tertentu. Cairan tersebut kemudian
dipompa oleh pompa refluks (F) dari akumulator ke tray teratas.Arus ini menjadi
cairan yang mengalir ke bawah di bagian rektifikasi, yang diperlukan untuk
berinteraksi dengan uap.yang mengalir ke atas. Tanpa refluks tidak akan ada
rektifikasi yang dapat berlangsung dan kondensasi produk atas tidak akan lebih
besar dari konsentrasi uap yang mngalir naik dari feed plate. Kondensat yang tidak
terbawa pompa refluks didinginkan dalam penukar kalor, yang disebut product
cooler dan dikeluarkan sebagai produk atas.Karena tidak terjadi azeotrop, produk
atas dan produk bawah dapat terus dimurnikan sampai tercapai kemurnian yang
diinginkan dengan mengatur jumlah tray dan refluks ratio.
Distilasi kontinu dengan refluks efektif memisahkan komponen-komponen
yang volatilitasnya sebanding. Dengan melakukan redistilasi berulang-ulang dapat
diperoleh komponen yang hampir murni karena jumlah komponen pengotor lain
sedikit. Metoda ini dimodifikasi menjadi lebih modern untuk diterapkan pada skala
industri dengan dihasilkannya distilasi metoda rektifikasi.

Gambar 1.2. Diagram material balance pada plate n


Kolom distilasi terdiri dari banyak tray yang diasumsikan ideal. Jika
diperhatikan tray ke-n dari puncak kolom, maka tray yang langsung berada di
atasnya adalah tray ke-n- 1 dan tray yang langsung berada di bawahnya adalah tray
ke-n+1. Ada 2 aliran fluid yang masuk ke dalam dan 2 arus keluar dari tray n. Aliran
zat cair L n-1 (mol/jam) dari tray n-1 dan aliran uap Vn+1 dari tray n+1 (mol/jam)
mengalami kontak di tray n. Aliran uap Vn naik ke tray n-1 dan aliran cairan Ln
turun ke tray n+1. Jika konsentrasi aliran uap dalam fasa V ditandai dengan y, dan
konsentrasi aliran cairan ditandai dengan x, maka konsentrasi aliran yang masuk
dan yang keluar tray n adalah: uap keluar dari tray(yn), cairan keluar dari tray (xn),
uap masuk ke tray (yn+1), dan cairan masuk ke tray (xn-1).
Sesuai definisi tray ideal, uap dan cairan yang keluar piring n berada dalam
kesetimbangan, sehingga xn dan yn merupakan konsentrasi kesetimbangan.Oleh
karena konsentrasi dalam fas uap dan cair berada dalam kesetimbangan, aliran
masuk dan ke luar. Bila uap yang keluar dari tray n+1 dan cairan dari tray n-1
dikontakkan, konsentrasinya akan bergerak ke arah kesetimbangan. Sebagian
komponen yang lebih volatil akan menguap dari fasa cair sehingga konsentrasi zat
cair pada xn-1 turun menjadi xn, sedangkan komponen yang kurang volatil akan
terkondensasi dari uap sehingga konsentrasi uap naik dari yn+1 menjadi yn. Aliran
zat cair berada pada bubble point sedangkan aliran uap berada pada dew point,
sehingga kalor yang dibutuhkan untuk penguapan didapatkan dari kalor yang
dibebaskan selama kondensasi. Setiap tray berfungsi sebagai media pertukaran
dimana komponen volatil pindah ke fasa uap, sedangkan komponen yang kurang
volatil pindah ke fasa cair. Karena konsentrasi komponen volatil di dalam cairan
dan uap meningkat dengan bertambahnya tinggi kolom, suhu akan berkurang dari
n+1, n, ke n-1.
Gambar 1.3. Destilasi satu tahap
Distilasi satu tahap tidak efektif menghasilkan bottom product yang mendekati
murni karena zat cair dalam umpan tidak mengalami rektifikasi. Keterbatasan ini
diatasi dengan memasukkan umpan ke tray yang berada di bagian tengah
kolom.Cairan itu mengalir ke bawah kolom menuju reboiler dan mengalami
rektifikasi dengan uap yang mengalir naik dari reboiler.Karena komponen volatil
yang berada di reboiler telah diambil dari cairan maka produk bawahnya adalah
komponen kurang volatil yang hampir murni dari komponen volatil.
Faktor-faktor penting dalam merancang dan mengoperasikan kolom distilasi
adalah jumlah tray yang diperlukan untuk mendapatkan pemisahan yang
dikehendaki, diameter kolom, kalor yang dikonsumsi dalam pendidih, dan rincian
konstruksi tray.Sesuai dengan asas-asas umum, analisis unjuk kerja kolom distilasi
tray didasarkan pada neraca massa, neraca energi, dan kesetimbangan fasa.
Kolom diumpani dengan F (mol/jam) umpan yang berkonsentrasi xf, dan
menghasilkan D (mol/jam) distilat yang berkonsentrasi xd dan produk bawah yang
berkonsentrasi xb. Ada 2 neraca massa yang penting:
Neraca massa total:
= + (1.1)
Neraca komponen:
. = . + . (1.2)
Jumlah D adalah selisih antara laju aliran arus yang masuk dan yang keluar atas
kolom.Neraca massa pada konsensor dan akumulator adalah:
= (1.3)
Selisih antara laju aliran uap dan laju aliran cairan di manapun pada bagian atas
kolom adalah D, neraca massa total pada permukaan tersebut adalah:
= + 1 (1.4)
Jumlah D adalah laju aliran netto bahan ke atas pada bagian atas kolom.
Berapapun pertukaran konsentrasi komponen pada V dan L selisihnya selalu D.
Neraca massa untuk komponen a sesuai dengan persamaan:
. = . . = + 1. + 1 . (1.5)
Jumlah D.xd adalah laju aliran netto komponen A ke atas pada bagian ata
kolom. Jumlah ini konstan pada seluruh bagian atas kolom.
Pada bagian bawah kolom, laju alir netto juga konstan, tetapi arahnya ke
bawah.Laju aliran netto total adalah B, untuk komponen A adalah B.xb, sesuai
persamaan:
. = . . = . + 1. + 1 (1.6)
Karena kolom distilasi terdiri dari bagian atas dan bagian bawah, maka ada 2
garis operasi, satu untuk bagian rektifikasi dan satu untuk bagian pelucutan.
Persamaan garis operasi untuk bagian pelucutan adalah:
. (1.7)
+1 = . +
+1 +1
Substitusi Va.ya La.xa menghasilkan
(1.8)
+1 = . +
+1 +1
Gradien garis operasi adalah ratio antara aliran cairan dan uap. Jika Vn+1
dieliminasi:
(1.9)
+1 = . +
+ +
Untuk bagian bawah kolom, neraca massanya adalah:
+1 . +1 = . . (1.10)
Dalam bentuk lain, persamaan tersebut menjadi :
(1.11)
+1 = . +
+1 +1
Persamaan ini adalah persamaan garis operasi bagian pelucutan.Di sini pun
gradient garis adalah ratio antara aliran zat cair dan aliran uap. Eliminasi Vm+1
akan menghasilkan:
(1.12)
+1 = . +

Bila garis operasi bagian atas dan bagian bawah tersebut digambarkan bersama
kurva kesetimbangan pada diagram x-y, dapat digunkan konstruksi bertahap
McCabe-Thille untuk menghitung berapa banyaknya tray ideal yang diperlukan
untuk mendapatkan suatu perbedaan konsentrasi tertentu, baik pada bagian
rektifikasi maupun pada bagian pelucutan. Jika dilihat persamaan garis operasi,
terlihat bahwa garis operasi akan merupakan garis lengkung, kecuali jika Ln dan
Lm konstan. Garis operasipun hanya dapat digambarkan jika perubahan konsentrasi
pada aliran dalam diketahui.Untuk menentukan garis operasi yang berbentuk kurva
diperlukan neraca entalpi.
Pada distilasi, laju aliran molar uap dan zat cair pada masing-masing bagian
kolom itu hampir mendekati konstan, dan garis operasinya mendekati garis lurus.
Hal ini akibat kalor penguapan molal yang hampir sama, sehingga setiap mol
komponen yang titik didihnya tinggi yang terkondensasi pada waktu uapnya
mengalir ke atas akan membebaskan energi sebanyak yang diperlukan untuk
menguapkan 1 mol komponen yang titik didihnya rendah. Perubahan entalpi aliran
cairan dan uap dan kehilangan kalor dari kolom biasanya mengakibatkan perlunya
pembentukan uap yang agak lebih banyak pada bagian bawah kolom, sehingga ratio
molar aliran uap pada bagian bawah akan lebih mendekati 1. Karena itu, dalam
merancang kolom distilasi biasanya digunakan konsep constant molal overflow,
sehingga dalam persamaan garis operasi tanda tray n, n-1, n+1, m, m-1, dan m+1
pada L dan V dapat dianggap sama. Dalam model ini, persamaan-persamaan neraca
massa adalah linear dan garis operasinya berupa garis lurus. Garis operasi dapat
digambar bila diketahui dua titik. Akibatnya.metoda McCabe-Thiele dapat
digunkan tanpa memerlukan neraca entalpi.
Analisis kolom fraksionasi dimudahkan lagi dengan menggunakan besaran
refluks ratio. Ada 2 macam refluks ratio yang biasa digunakan, yaitu refluks ratio
terhadap hasil atas Rd dan refluks ratio terhadap uap (aliran uap komponen) Rv.
Persamaan kedua refluks ratio tersebut adalah:
(1.13)
= =

(1.14)
= =
+
Karena itu persamaa garis operasi untuk bagian rektifikasi yang mengikuti
constant molal overflow dapat disederhanakan:
(1.15)
+1 = . +
+ 1 + 1
Titik potong y dari garis ini adalah xd/ (Rd+1). Konsentrasi xd ditentukan
kondisi rancangan, dan Rd merupakan variabel operasi yang dapat dikendalikan
dengan mengatur pembagian antara refluks dan hasil atas, atau dengan mengubah
banyaknya uap yang terbentuk dalam reboiler untuk suatu laju distilat
tertentu.Karena kemiringan garis rektifikasi adalah Rd/(Rd+1), kemiringan dapat
bertambah bila refluks ratio ditingkatkan sampai V=L saat Rd tak berhingga,
bergradien1, sehingga garis operasi menjadi berimpitan dengan diagonal, yang
disebut refluks total. Pada refluks total jumlah tray minimum, tetapi produk atas
dan bawah adalah 0 pada setiap umpan dengan laju alir tertentu. Jika
(1.16)
=

Jumlah tray minimum dapat dihitung dengan persamaan:
log[ (1 ) (1 )] (1.17)
=
log
Persamaan tersebut adalah persamaan Fenske.Jika perubahan nilai ab bagian
dasar dan puncak kolom tidak signifikan nilai ab yang digunakan adalah rata-rata
geometriknya.
Jika refluks kurang dari refluks total, jumlah tray yang dibutuhkan untuk
mendapatkan pemisahan tertentu akan lebih besar daripada yang dibutuhkan untuk
refluks total. Pada refluks ratio yang kecil, jumlah tray akan besar, dan pada refluks
ratiominimum jumlah tray menjadi tak berhingga. Semua kolom distilasi yang
menghasilkan produk atas dan produk bawah dalam jumlah tertentu harus
beroperasi pada refluks ratioyang besarnya antara Rd minimum (saat jumlah tray
tak berhingga) dan saat Rd tak berhingga (saat jumlah tray minimum).
Refluks ratio minimum dapat diperoleh dengan menggerakkan garis operasi
sambil menurunkan refluks ratio.Pada refluks total dari operasi berimpitan
dengandiagonal. Jika refluks diturunkan perpotongan garis operasi atas dan bawah
akan bergerakdi sepanjang garis umpan ke arah kurva kesetimbangan, luas diagram
yang dapat digunakan untuk konstruksi tahap makin kecil, dan jumlah tahap
meningkat. Jika salah satu garis operasi tersebut menyentuh kurva kesetimbangan
jumlah tahap yang diperlukan sebelum melintas titik singgung ini menjadi tak
berhingga.Pada kondisi ini refluks ratiodisebut minimum. Jika x dan y adalah
koordinat perpotongan antara garis operasi dengan kurva kesetimbangan, refluks
ratio minimum (Rdm) dapat dihitung dengan persamaan:
(1.18)
=

Bila refluks ratio ditingkatkan mulai minimum, jumlah tray akan bertambah,
mula-mula dengan cepat , kemudian berangsur makin perlahan, hingga jumlah tray
minimum pada refluks total. Luas penampang kolom biasanya sebanding dengan
laju aliran uap. Bila refluks ratio meningkat sampai pada tingkat keluaran distilat
dan bottom tertentu, V dan L akan meningkat sampai dicapai suatu titik dimana
peningkatan diameter kolom jauh lebih cepat daripada berkurangnya jumlah piring.
Biaya instalasi sebanding dengan luas permukaan piring dan jumlah piring kali luas
penampang kolom.
Prinsip Operasi
Pada operasi distilasi, terjadinya pemisahan didasarkan pada gejala bahwa bila
campuran cair ada dalam keadaan setimbang dengan uapnya, komposisi uap dan
cairanberbeda. Uap akan mengandung lebih banyak komponen yang lebih mudah
menguap,sedangkan cairan akan mengandung lebih sedikit komponen yang mudah
menguap. Bilauap dipisahkan dari cairan dan uap tersebut dikondensasikan, akan
didapatkan cairanyang berbeda dari cairan yang pertama, dengan lebih banyak
komponen yang mudahmenguap dibandingkan dengan cairan yang tidak teruapkan.
Bila kemudian cairan darikondensasi uap tersebut diuapkan lagi sebagian, akan
didapatkan uap dengan kadarkomponen yang lebih mudah menguap lebih tinggi.
Untuk menunjukkan lebih jelas uraian di atas, berikut digambarkan secara
skematis:
1. Keadaan awal
Campuran A dan B (fasa cair).A adalah komponen yang
lebih mudah menguap.
xA,0 = fraksi berat A di fasa cair
xB,0 = fraksi berat B di fasa cair
xA +xB =1
2. Campuran diuapkan sebagian, uap dan cairannya dibiarkan dalam keadaan
setimbang.
xA,1 = fraksi berat A di fasa cair (setimbang)
xB,1 = fraksi berat B di fasa cair (setimbang)
xA +xB =1
yA,1 = fraksi berat A di fasa uap (setimbang)
yB,1 = fraksi berat B di fasa uap (setimbang)
yA +yB =1
Pada keadaan ini maka: yA,1> xA,1 dan yB,1< xB,1
Bila dibandingkan dengan keadaan mula:
yA,1 > xA,1> xA,2 dan yB,1< xB,1 < xB,2.
3. Uap dipisahkan dari cairannya dan dikondensasi; maka didapat dua cairan, cairan
Idan cairan II. Cairan I mengandung lebih sedikit komponen A (lebih mudah
menguap) dibandingkan cairan II.

Gambar 1.4 Skema proses perpindahan massa pada peristiwa distilasi


Kesetimbangan Uap-Cair
Keberhasilan suatu operasi distilasi tergantung pda keadaan setimbang
yangterjadi antar fasa uap dan fasa cairan dari suatu campuran. Dalam hal ini akan
ditinjau campuran biner yang terdiri dari kompoenen A (yang lebih mudah
menguap) dan komponen B (yang kurang mudah mengaup).
Karena pada umumnya proses distilasi dilaksanakan dalam keadaan buble
temperature dan dew temperature, dengan komposisi uap ditunjukkan pada
Gambar 4, sedangkan komposisi uap dan cairan yang ada dalam kesetimbnagan
ditunjukkan pada Gambar 5.
Dalam banyak campuran biner, titik didih campuran terletak di antara titik
didihkomponen yang lebih mudah menguap (Ta) dan titik didih komponen yang
kurangmudah menguap (Tb).Untuk setiap suhu, harga yA selalu lebih besar
daripada harga xA.

Gambar 1.5 Grafik kesetimbangan uap cair pada temperature buble dan temperature
dew

Gambar 1.6 Grafik komposisi uap dan cairan pada kesetimbangan


Volatilitas Relatif
Hubungan komposisi uap dan cairan dalam keadaan setimbang dapat
dinyatakandengan volatilitas relatif yang didefinisikan sebagai berikut:
(1.19)
= =
(1 )
1
Persamaan di atas dapat disusun menjadi:
. (1.20)
=
(1 + . )
Bila diketahui harga-harga sebagai fungsi temperatur, maka pada tekanan tetap,
hubungan yA dan xA pada berbagai suhu pada keadaan setimbang dapat ditentukan.
Bila konstan, dan diketahui harganya, maka harga-harga yA pada setiap harga x1
dansebaliknya (kurva yA tyerhadap xA) dapat langsung ditentukan.
Untuk larutan ideal berlaku hukum Raoult:
= . (1.21)
= . = . (1 ) (1.22)
dimana: PA0 = tekanan parsial komponen A di fasa uap
PB0 = tekanan parsial komponen B di fasa uap
PA= tekanan uap komponen A
PB= tekanan uap komponen B
Untuk sistem biner: PA + PB = P dimana P adalah tekanan total.
Bila persamaan penghubung xA dan yA tersebut digabungkan, didapat:
0 . (1.23)
= =

0 . (1 ) (1.24)
1 = =

(1.25)

= =
(1 )
(1 )
Bila harga yA = xA maka harga =1, dan campuran biner pada komposisi
tersebut tidakdapat dipisahkan menjadi komponen-komponennya dengan cara
distilasi.
Fraksionasi Batch
Prinsip fraksionasi adalah membuat kesetimbangan fasa uap cairan dan
memisahkan uap dan cairan yang dalam keadaan setimbang tersebut.

Gambar 1.7. Skema Aliran perpindahan massa pada proses distilasi


Misalkan cairan Ln-1 dengan komposisi xA,n-1 dicampur dengan uap Vn+1
dengan komposisi yA,n+1, seperti pada Gambar 6. Pencampuran tersebut
berlangsung pada suatu tahap kesetimbangan n, yang ditunjukkan pada titik m
dalam Gambar 7. Pada tahap kesetimbangan n, akan terbentuk uap dan cairan baru
yang dalam keadaan setimbang (Vn dan Ln). Uap Vn mempunyai komposisi yA,n
sedang cairan Ln yang mengandung lebih banyak komponen A (yA,n > yA,n+1)
dan cairan baru Ln yang mengandung lebih sedikit. komponen A (xA,n < Xa,n-1).
Demikian operasi kesetimbangan diulang berkali-kali, sehingga diperoleh uap yang
sangat kaya A dan cairan yang sangat miskin A.

Grafik 1.8. Kuva operasi pada keadaan setimbang.


Dalam operasi fraksionasi, pencampuran dilakukan berturut-turut dalam
tahaptahap.Sementara operasi berlangsung, cairan ditahap terendah dipanaskan
sedangkan uap ditahap teratas didinginkan.Hal ini ditunjukkan pada Gambar
7.Hasil atas yang diambil disebut distilat (D) dan yang dikembalikan ke kolom
disebut refluks (Lo).Jumlah refluks dibandingkan distilat sangat mempengaruhi
hasil pemisahan. Perbandingan tersebut disebut rasio refluks (R), diman R = Lo/D.
BAB II
DATA PERCOBAAN

2.1 Data Awal


Tabel 2.1 Data Awal Percobaan
Total Reflux
Variabel Reflux 40% Reflux 33%
Reflux 50%
Massa Piknometer Kosong (g) 29.98 29.95 29.98 29.98
Masa Piknometer Isi (g) 37.69 37.66 37.65 37.67
Volume Piknometer (ml) 10 10 10 10
Densitas awal (g/ml) 0.771 0.771 0.767 0.769
Fraksi awal 0.1435982 0.1435982 0.156642513 0.150055212

2.2 Fungsi Waktu


2.2.1 Total Refluks
Tabel 2.2 Data Total Refluks
t Vd mTop Top mBottom Bottom
T ( C ) xd xb
(menit) (ml) (g) (g/ml) (g) (g/ml)
5 78 26 17,43 0,670385 0,706702 7,60 0,760 0,180780
10 79 28 18,23 0,651071 0,892257 7,78 0,778 0,121969
15 80 31 20,14 0,649677 0,906895 7,91 0,791 0,085349

2.2.2 Refluks 50%


Tabel 2.3 Data Refluks 50%
t Vd mTop Top mBottom Bottom
T ( C ) xd xb
(menit) (ml) (g) (g/ml) (g) (g/ml)
5 77 28 19,34 0,690714 0,543511 7,70 0,770 0,146811
10 79 29 19,12 0,659310 0,809233 7,85 0,785 0,101725
15 80 33 21,44 0,649697 0,906689 7,95 0,795 0,074879

2.2.3 Refluks 40%


Tabel 2.4 Data Refluks 40%
t Vd mTop Top mBottom Bottom
T ( C ) xd xb
(menit) (ml) (g) (g/ml) (g) (g/ml)
5 78 30 21,32 0,710667 0,411560 7,76 0,776 0,128000
10 78 42 28,76 0,684762 0,588111 7,89 0,789 0,090715
15 81 86 56,84 0,660930 0,793599 8,02 0,802 0,057312
2.2.3 Refluks 33%
Tabel 2.5 Data Refluks 33%
t Vd mTop Top mBottom Bottom
T ( C ) xd xb
(menit) (ml) (g) (g/ml) (g) (g/ml)
5 78 49 35,12 0,716735 0,376387 7,76 0,776 0,128000
10 79 110 77,31 0,702818 0,460376 7,89 0,789 0,090715
15 81 172 117,51 0,683198 0,600257 8,12 0,812 0,033597
BAB III
PENGOLAHAN DATA

3.1. Persamaan-Persamaan yang Digunakan


3.1.1 Densitas () Campuran Air-Aseton
Persamaan untuk menghitung densitas campuran air-aseton adalah
sebagai berikut :
m
=
V
dimana :
= Densitas campuran (g/ml)
V = Volume campuran (ml
m = Massa campuran (g)
() = () ()
3.1.2 Fraksi Aseton
Perhitungan untuk mencari fraksi aseton dapat dilakukan dengan meng-
gunakan Gambar 1 yang menunjukkan hubungan densitas dengan fraksi
aseton, yaitu sebagai berikut :

Gambar 3. 1 Hubungan antara densitas dan fraksi mol aseton


Gambar 1. didiperoleh dari percobaan atau penelitian yang telah
dilakukan peneliti sebelumnya, sehingga dapat langsung digunakan dalam
seluruh perhitungan untuk mencari nilai fraksi mol aseton di distilat, bottom,
dan umpan atau campuran awal.
3.1.3 Tray Teoritis (Theoritical Tray)
Untuk melakukan perhitungan nilai dari tray teoritis, dilakukan dengan
menggunakan diagram McCabe-Thiele, dengan nilai y dan x yang berbeda
dengan perhitungan tray aktual. Untuk mendapatkan nilai x dan y dalam
perhitungan ini, dilakukan penurunan rumus seperti yang dibawah ini.
Neraca Massa Total (Overall):
=+
Neraca Massa komponen:
= +
Dimana:
F = laju alir umpan
D = laju alir distilat
B = laju alir bottom
xF = fraksi komponen di umpan
xD = fraksi komponen di distilat
xB = fraksi komponen di bottom
D merupakan selisih antara laju aliran arus yang masuk dan yang keluar
dari bagian atas kolom.
=
Dimana:
Va = laju alir uap (masuk kondensor)
La = laju alir cair (masuk ke kolom distilasi)
Jika kondensor diasumsikan berada pada stage ke-n+1, dan cairan dari
akumulator masuk ke dalam kolom pada stage ke-n, maka persamaan diatas
akan menjadi:
= +1
=
= +1 +1
Hal yang sama terjadi pada aliran bottom, dimana terdapat reboiler.
=
Dimana:
LB = laju alir cair (masuk reboiler)
VB = laju alir uap (masuk ke kolom distilasi)
Jika cairan yang keluar dari bawah kolom dan masuk pada reboiler
berada pada stage ke-m, dan uap yang keluar dari reboiler dan masuk lagi ke
kolom distilasi melalui stage ke- m+1, maka:
= +1
Neraca komponen:
=
= +1 +1
Sehingga persamaan garis operasi menjadi:

+1 = +
+1 +1
Substitusi persamaan pada neraca komponen D:

+1 = +
+1 +1
Substitusi nilai vn+1:

+1 = +
+ +
Rasio refluks juga berpengaruh pada percobaan ini sehingga digunakan
persamaan berikut:

=


=

Persamaan akhir yang digunakan dalam perhitungan tray teoritis adalah:

+1 = +
+ 1 + 1
Dimana:
RD = rasio refluks yang digunakan

3.1.4 Efisiensi Tray


Persamaan yang digunakan adalah

= 100%

3.1.5 Laju Alir Molar Uap

Banyaknya molekul aseton yang terdapat pada keluaran produk distilat setiap
menitnya, dapat dihitung berdasarkan persamaan hubungan antara waktu
dengan laju alir molar uap aseton, yaitu:

+1
= (0 )

+1
= (0 )

Di mana,

t = waktu tinggal campuran aseton-air dalam distilasi batch (menit)

V = laju alir molar uap aseton (gr mol/menit)

R = rasio reflux

0 = fraksi mol aseton awal

= fraksi mol aseton di bottom pada waktu tertentu


3.2. Hasil Perhitungan
3.2.1 Fraksi Mol tiap Refluks

Variabel Total Reflux Reflux 50% Reflux 40% Reflux 33%


Massa Piknometer Kosong (g) 29.98 29.95 29.98 29.98
Masa Piknometer Isi (g) 37.69 37.66 37.65 37.67
Volume Piknometer (ml) 10 10 10 10
Densitas awal (g/ml) 0.771 0.771 0.767 0.769
Fraksi awal 0.1435982 0.1435982 0.156642513 0.150055212

Total Reflux
Waktu Vd mD
T (oC) D (g/ml) xD mB (g) B (g/ml) xB
(menit) (ml) (g)
5 78 26 17.43 0.670384615 0.706702307 7.60 0.760 0.180779520
10 79 28 18.23 0.651071429 0.892256750 7.78 0.778 0.121969259
15 80 31 20.14 0.649677419 0.906895443 7.91 0.791 0.085349393

Reflux 50%

Waktu Vd mD
T (oC) D (g/ml) xD mB (g) B (g/ml) xB
(menit) (ml) (g)
5 77 28 19.34 0.690714286 0.543511393 7.70 0.770 0.146810660
10 79 29 19.12 0.659310345 0.809233486 7.85 0.785 0.101724733
15 80 33 21.44 0.649696970 0.906688938 7.95 0.795 0.074879198
Reflux 40%

Waktu Vd mD
T (oC) D (g/ml) xD mB (g) B (g/ml) xB
(menit) (ml) (g)
5 78 30 21.32 0.710666667 0.41155989 7.76 0.776 0.128000492
10 78 42 28.76 0.684761905 0.588111365 7.89 0.789 0.090714661
15 81 86 56.84 0.660930233 0.79359880 8.02 0.802 0.057311552

Reflux 33%

Waktu Vd mD
T (oC) D (g/ml) xD mB (g) B (g/ml) xB
(menit) (ml) (g)
5 78 49 35.12 0.716734694 0.376386816 7.76 0.776 0.128000492
10 79 110 77.31 0.702818182 0.460376446 7.89 0.789 0.090714661
15 81 172 117.51 0.683197674 0.600256832 8.12 0.812 0.033596707
Perbandingan hasil fraksi mol distilat dengan fraksi mol bottom untuk setiap
refluks dan rentang waktu yang telah di tentukan ditunjukkan pada grafik
dibawah ini :

1
0,9
0,8
0,7
Fraksi mol

0,6
Reflux 50%
0,5
Reflux 40%
0,4
0,3 Reflux 33%
0,2 Reflux 100%
0,1
0
3 5 7 9 11 13 15 17
Waktu (menit)

Gambar 3.1. Grafik fraksi mol aseton terhadap waktu pada distillat

0,2
0,18
0,16
0,14
Fraksi mol

0,12
Reflux 50%
0,1
Reflux 40%
0,08
0,06 Reflux 33%
0,04 Reflux 100%
0,02
0
3 5 7 9 11 13 15 17
Waktu (menit)

Gambar 3.2. Grafik fraksi mol aseton terhadap waktu pada bottom
3.2.2 Perhitungan Jumlah Teoritikal Tray dengan menggunakan Diagram
McCabe-Thiele
Tabel 3.1 Pehitungan Kurva Kesetimbangan Aseton-Air

T (oC) pA (mmHg) pB (mmHg) X y*


56.292 760.131 125.260 1.000 1.000 6.068
57.000 778.675 129.531 0.971 0.995 6.011
59.000 833.027 142.275 0.894 0.980 5.855
61.000 890.368 156.074 0.822 0.964 5.705
63.000 950.811 170.997 0.755 0.945 5.560
65.000 1014.476 187.119 0.692 0.924 5.422
67.000 1081.482 204.514 0.633 0.901 5.288
69.000 1151.950 223.264 0.578 0.876 5.160
71.000 1226.006 243.453 0.526 0.848 5.036
73.000 1303.775 265.167 0.476 0.817 4.917
75.000 1385.384 288.498 0.430 0.784 4.802
77.000 1470.965 313.541 0.386 0.747 4.691
79.000 1560.648 340.394 0.344 0.706 4.585
81.000 1654.569 369.162 0.304 0.662 4.482
83.000 1752.861 399.950 0.266 0.614 4.383
85.000 1855.663 432.871 0.230 0.561 4.287
87.000 1963.113 468.038 0.195 0.504 4.194
89.000 2075.352 505.573 0.162 0.443 4.105
91.000 2192.522 545.599 0.130 0.376 4.019
93.000 2314.767 588.243 0.099 0.303 3.935
95.000 2442.232 633.640 0.070 0.225 3.854
97.000 2575.064 681.927 0.041 0.140 3.776
99.000 2713.410 733.245 0.014 0.048 3.701
100.000 2783.977 759.814 0.000 0.000 3.664
1,2

0,8

0,6
y

0,4

0,2

0
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
x

Gambar 3.3 Kurva Kesetimbangan Aseton-Air

Total Refluks (100%)


Plot total reflux pada menit ke-15. Dari gambar, didapatkan tray teoritis
sebesar 5.

+1 = +
+ 1 + 1
1 0,9069
+1 = +
1+1 1+1
= 0,5 + 0,453

Total Refluks
1,2

1
Kesetimbangan
0,8 Diagonal
0,6 xB
y

0,4 xD
Enriching Line
0,2
Feed Line
0
Stripping Line
0 0,5 1 1,5
x

Gambar 3.4 Kurva Kesetimbangan Aseton-Air dengan Keadaan Total Reflux


Refluks 50%
Plot total reflux pada menit ke-15. Dari gambar, didapatkan tray teoritis
sebesar 5.

+1 = +
+ 1 + 1
0,5 0,9067
+1 = +
0,5 + 1 0,5 + 1
= 0,333 + 0,6045

Refluks Ratio 50%


1,2

1
Kesetimbangan
0,8
Diagonal
0,6 xB
y

xD
0,4
Enriching Line
0,2 Feed Line
Stripping Line
0
0 0,5 1 1,5
x

Gambar 3.5 Kurva Kesetimbangan Aseton-Air dengan Keadaan Reflux 50%

Refluks 40%
Plot total reflux pada menit ke-15. Dari gambar, didapatkan tray teoritis
sebesar 4.

+1 = +
+ 1 + 1
0,4 0,7936
+1 = +
0,4 + 1 0,4 + 1
= 0,286 + 0,567
Refluks Ratio 40%
1,2

1
Kesetimbangan
0,8 Diagonal
0,6 xB
y

0,4 xD
Enriching Line
0,2
Feed Line
0
Stripping Line
0 0,5 1 1,5
x

Gambar 3.6 Kurva Kesetimbangan Aseton-Air dengan Keadaan Reflux 40%

Refluks 33%
Plot total reflux pada menit ke-15. Dari gambar, didapatkan tray teoritis
sebesar 3.

+1 = +
+ 1 + 1
0,33 0,6003
+1 = +
0,33 + 1 0,33 + 1
= 0,248 + 0,4513

Refluks Ratio 33%


1,2

1
Kesetimbangan
0,8 Diagonal
0,6 xB
y

0,4 xD
Enriching Line
0,2
Feed Line
0
0 0,5 1 1,5 Stripping Line
x

Gambar 3.7 Kurva Kesetimbangan Aseton-Air dengan Keadaan Reflux 33%


3.2.3 Efisiensi Tray
Persamaan yang digunakan adalah

= 100%

Actual tray dalam percobaan Distilasi Batch ini yaitu 9 tray. Maka efisiensi
pada setiap refluks adalah :
Total Refluks
5
= 100%
9
= 55,56 %
Refluks 50%
5
= 100%
9
= 55,56 %

Refluks 40%
4
= 100%
9
= 44,44 %

Refluks 33%
3
= 100%
9
= 33,33 %

3.2.4 Laju Alir Molar Uap pada Masing-masing Reflux

Laju alir molar uap pada masing-masing reflux dapat dihitung menggunakan
persamaan berikut.

+1
= (0 )

Dalam persamaan tersebut 0 merupakan fraksi mol awal dari aseton pada
menit ke-0 dilakukan proses distilasi dengan rasio reflux tertentu. Sedangkan
merupakan fraksi mol aseton di bottom pada waktu tertentu dan dengan rasio reflux
tertentu. dihitung berdasarkan densitas produk bottom yang diukur pada menit
ke 5, 10, dan 15. Dengan menggunakan grafik hubungan fraksi mol aseton dengan
densitas, maka didapatkan fraksi mol aseton di bottom. Berikut hasil pengolahan
data untuk laju alir molar uap pada tiap reflux.

Total Reflux
Tabel 3.2. Laju alir molar uap pada total reflux

Total Reflux
Fraksi mol aseton
0.144
awal:
Laju alir molar
t xb (fraksi
uap (gr
(menit) mol)
mol/menit)
5 0.181 0.014872528
10 0.122 0.004325788
15 0.085 0.007766508

Reflux 50%
Tabel 3.3 . Laju alir molar uap pada reflux 50%

Reflux 50%
Fraksi mol aseton
0.144
awal:
Laju alir molar
t xb (fraksi
uap (gr
(menit) mol)
mol/menit)
5 0.147 0.001284984
10 0.102 0.008374694
15 0.075 0.009162534

Reflux 40%
Tabel 3.4 . Laju alir molar uap pada reflux 40%

Reflux 40%
Fraksi mol aseton
0.157
awal:
Laju alir molar
t xb (fraksi
uap (gr
(menit) mol)
mol/menit)
5 0.128 0.006239083
10 0.091 0.010576708
15 0.057 0.011504886
Reflux 33%
Tabel 3.5 . Laju alir molar uap pada reflux 40%

Reflux 33%
Fraksi mol aseton
0.150
awal:
Laju alir molar
t xb (fraksi
uap (gr
(menit) mol)
mol/menit)
5 0.128 0.006239083
10 0.091 0.010576708
15 0.034 0.014666866

Seluruh data laju alir molar uap aseton pada tiap reflux dapat dibandingkan
secara lebih mudah satu sama lain menggunakan plot grafik yang menggambarkan
hubungan antara waktu tinggal dengan laju alir molar uap.

Hubungan Laju Alir Molar Uap terhadap Waktu


Tinggal
0,016
Laju Alir Molar (gr mol/menit)

0,014
0,012
0,01
Total Reflux
0,008
Reflux 50%
0,006
0,004 Reflux 40%
0,002 Reflux 33%
0
0 5 10 15 20
Waktu Tinggal (menit)

Gambar 3.8 Grafik hubungan laju alir molar uap terhadap waktu tinggal

3.2.5 Hubungan Jumlah Produk Distilat dengan Waktu pada Masing-masing


Reflux

Hubungan jumlah produk dengan waktu pada masing-masing reflux dibuat


dalam bentuk grafik berdasarkan data volume distilat yang terakumulasi di
piknometer pada menit ke 5, 10, dan 15. Selain itu diperlukan data proyeksi produk
distilat pada menit ke-40 yang dapat dihitung dari persamaan garis dari tiga data
sebelumnya yang memberikan hubungan variasi waktu tinggal (x) dengan produk
distilat dihasilkan (y).

Total Reflux
Persamaan garis polinomial:
= 0.02 2 + 0.1 + 25
Tabel 3.6 . Volume distilat terakumulasi pada waktu tertentu untuk total reflux

Total Reflux
t (menit) Vd (ml)
5 26
10 28
15 31
40 61

Reflux 50%
Persamaan garis polinomial:
= 0.06 2 0.7 + 30
Tabel 3.7. Volume distilat terakumulasi pada waktu tertentu untuk reflux 50%

Reflux 50%
t (menit) Vd (ml)
5 28
10 29
15 33
40 98

Reflux 40%
Persamaan garis polinomial:
= 0.64 2 7.2 + 50
Tabel 3.8 . Volume distilat terakumulasi pada waktu tertentu untuk reflux 40%

Reflux 40%
t (menit) Vd (ml)
5 30
10 42
15 86
40 786
Reflux 33%
Persamaan garis polinomial:
= 0.02 2 + 11.9 11
Tabel 3.9. Volume distilat terakumulasi pada waktu tertentu untuk reflux 33%

Reflux 33%
t (menit) Vd (ml)
5 49
10 110
15 172
40 497

Berikut ini merupakan grafik hubungan volume distilat terhadap waktu tinggal
untuk tiap reflux.

Hubungan Volume Distilat terhadap Waktu Tinggal


900
800 y = 0,64x2 - 7,2x + 50
700 R = 1

600
Distilat (ml)

500
400 y = 0,02x2 + 11,9x - 11
R = 1
300
200 y = 0,06x2 - 0,7x + 30
R = 1 y = 0,02x2 + 0,1x + 25
100 R = 1
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Waktu Tinggal (menit)

Total Reflux Reflux 50% Reflux 40% Reflux 33%


Poly. (Total Reflux) Poly. (Reflux 50%) Poly. (Reflux 40%) Poly. (Reflux 33%)

Gambar 3.9 Grafik hubungan volume distilat terhadap waktu tinggal


BAB 4
ANALISIS

4.1 Analisis Perbandingan Fraksi Mol untuk Tiap Refluks


Pada percobaan yang praktikan lakukan untuk sistem distilasi batch ini,
terdapat beberapa hal yang divariasikan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap
hasil dari fraksi mol yang didapat pada produk akhir di atas (distilat) maupun
produk akhir di bawah nantinya. Untuk percobaan pertama, yang divariasikan
adalah rasio reflux. Reflux rasio divariasikan dengan nilai-nilai berikut, yakni: total
reflux, reflux 50%, reflux 40% dan 33%. Yang dimaksud dengan total reflux adalah
ketika fase yang dikembalikan ke feed tank yang digunakan merupakan fraksi yang
lebih berat, menghasilkan aliran hasil samping yang lebih ringan (dalam bentuk
gas), berbeda dengan full reflux, yaitu ketika fase yang diambil adalah fase yang
dikembalikan adalah fase dari distilat yang lebih ringan. Praktikan mengatur rasio
reflux pada percobaan dengan cara mengubah potensiometer sebagai berikut; 1:0
untuk total reflux, dengan perbandingan sebelah kiri untuk aliran yang dialirkan ke
feed tank dan 0 untuk yang dialirkan ke tanki produk; kemudian selanjutnya 1:1
untuk reflux 50%; 1:2 untuk reflux 40%; 1:3 untuk reflux 33%. Selanjutnya
praktikan menggunakan perbedaan waktu untuk melihat perbedaan fraksi mol yang
dihasilkan untuk tiap waktu tertentu. Selang waktu ditentukan yaitu 5 menit, 10
menit dan 15 menit untuk tiap rasio refluks yang diambil.
Pada percobaan distilasi batch ini, praktikan mengambil data-data sebagai
berikut: volume distilat, suhu kolom, serta massa produk yang dihasilkan untuk tiap
volume yang konstan, untuk mendapatkan fraksi mol dari distilat serta bottom
untuk dibandingkan di setiap rasio refluks. Terlihat dari hasil data percobaan yang
didapatkan bahwa terjadi kenaikan suhu konstak untuk tiap kenaikan waktu yang
divariasikan pada percobaan. Hal ini merupakan hal yang masuk akal disebabkan
karena pemanasan konstan dimana set point pada alat di set sampai 100 derajat
celcius, walaupun suhu tidak pernah mencapai 100, namun alat akan terus berusaha
untuk mencapai keadaan tersebut selama waktu penggunaan alat tersebut.
Pada percobaan pertama kami mengambil data untuk rasio total reflux.
Praktikan mengeset dekanter 1:0, namun untuk jeda waktu sepersekian detik
dekanter akan membuka jalan bagi distilat yang terbentuk untuk mengalir ke tangki
produk. Hal tersebut diset sedemikan rupa sehingga praktikan masih dapat
menganalisa produk yang dihasilkan untuk rasio total refluks tersebut. Dari
percobaan yang divariasikan rasio refluks ini, kami mengolah data sehingga
diperoleh grafik sebagai berikut:
1
0,9
0,8
0,7
0,6
Fraksi mol

Reflux 50%
0,5
Reflux 40%
0,4
Reflux 33%
0,3
Reflux 100%
0,2
0,1
0
3 5 7 9 11 13 15 17
Waktu (menit)

Dari grafik diatas juga dapat disimpulkan pada t = 15 menit, hal ini disebabkan
dengan semakin lamanya distilasi dilakukan maka akan semakin murni distilat yang
dihasilkan. Pada percobaan total reflux didapatkan fraksi mol tertinggi
dibandingkan dengan rasio reflux lainnya. Hal ini disebabkan karena pada rasio
total reflux mengembalikan distilat yang lebih banyak dibandingkan dengan rasio
refluks lainnya. Seharusnya memang demikian, karena nilai fraksi mol yang
dihasilkan menunjukkan kenaikan dari nilai awalnya, karena pada teorinya nilai
fraksi molnya akan terus meningkat seiring dengan dihasilkannya produk pada
tingkat pemurnian yang lebih tinggi, karena pada produk akan terdapat bagian dari
aseton yang terbawa sehingga menaikkan fraksi mol di distilat dan menurunkan
nilai kandungan aseton yang dikembalikan lagi ke kolom distilasi. Pada total reflux
akan dihasilkan nilai fraksi mol yang paling murni. Hal tersebut sesuai dengan
grafik yang didapat dimana seiring dengan berjalannya waktu, fraksi mol yang
didapat dari total reflux akan semakin meningkat, maka akan terdapat semakin
banyak aseton yang dihasilkan di produk, dikarenakan reflux yang dilakukan
dekanter sepersekian detik seperti yang telah disebutkan tadi membuat fraksi mol
yang diperoleh akan meningkatkan nilai fraksi mol yang dialirkan ke kolom produk,
dan dengan demikian menurunkan nilai fraksi reflux (L) yang dikembalikan di
kolom distilasi. Hal tersebut juga berlaku dengan rasio reflux 50%, 40%, dan 33%
fraksi mol yang didapat seiring dengan berjalannya waktu, maka fraksi mol distilat
akan meningkat. Kenyataan tersebut didukung oleh teori bahwa fraksi mol pada
distilat yang dihasilkan akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
waktu karena makin banyak aseton yang diuapkan.
Pada praktikum kali ini, praktikan juga menghitung nilai fraksi mol yang
diperoleh dari bottom product untuk tiap reflux ratio. Grafiknya ditampilkan
sebagai berikut:
0,2

0,18

0,16

0,14

0,12
Fraksi mol

Reflux 50%
0,1
Reflux 40%
0,08
Reflux 33%
0,06 Reflux 100%
0,04

0,02

0
3 5 7 9 11 13 15 17
Waktu (menit)

Dari grafik diatas, terlihat bahwa terjadi penurunan fraksi bottom yang
diperoleh untuk tiap kenaikan waktu yang dicapai. Menurut teori, apabila semakin
lama distilasi dilakukan, maka fraksi mol pada bottom product yang dihasilkan akan
semakin menurun. Pernyataan tersebut didukung dengan adanya kenaikan fraksi
mol pada distilat seiring dengan kenaikan waktu, karena aseton yang dipisahkan
dari air akan semakin banyak seiring dengan lamanya distilasi berlangsung
sehingga kadar aseton yang terdapat di bottom product akan semakin menurun.
Aliran distilat yang terbentuk paling banyak dikembalikan ke kolom distilasi
sehingga fraksi mol pada bottom product akan menjadi lebih rendah apabila
dibandingkan dengan rasio reflux yang lebih rendah, karaena produk atas yang
dihasilkan akan semakin murni, dan menyisakan produk bawah yang lebih banyak
mengandung air. Sedangkan apabila refluksnya semakin kecil, maka akan semakin
deras laju alir aseton yang terpisahkan dengan air, namun fraksi molnya tidak terlalu
tinggi, disebabkan karena reflux nya rendah sehingga fraksi mol aseton tidak
teruapkan secara sempurna.
Percobaan yang telah dilakukan oleh praktikan untuk menghitung fraksi mol
produk distilasi dengan memvariasikan nilai reflux mempunya kesimpulan bahwa
apabila rasio refluks dari sebuah proses distilasi ditingkatkan, maka fraksi mol dari
produk atas untuk zat yang lebih volatil akan lebih tinggi untuk tingkat rasio reflux
yang lebih tinggi, karena distilasi berlangsung secara lebih efektif dan
meningkatkan kemurnian produk.

4.2 Analisis Tray Teoritis


Dalam percobaan ini kita menggunakan metode McCabe-tiele untuk
menentukan jumlah tray teoritis dari kolom distilasi yang digunakan. Dari
diagram McCabe-Tiele yang diperoleh dapat ditentukan juga efisiensi tray yang
digunakan dalam setiap refluks. Diagram McCabe-Tiele dapat diperoleh dengan
cara membuat kurva kesetimbangan komponen distilasi yang lebih ringan, dalam
percobaan ini adalah aseton. Kurva kesetimbangan diperoleh dengan cara
menentukan fraksi mol uap dan cairan aseton tiap rentang suhu antara titik didih
aseton dan air. Titik didih aseton sekitar 349,2 K sedangkan air 373,2 K. Berikut
merupakan kurva kesetimbangan aseton air.
1,2

0,8

0,6
y

0,4

0,2

0
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
x
Kemudian dari setiap rasio reflux dihitung tray teoritis dengan menggunakan
enriching line, feed line, dan stripping line. Sehingga dapat diketahui tray teoritis
pada setiap reflux ratio. Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan dapat dilihat
grafik yang dihasilkan menunjukkan bahwa semakin kecil refluks ratio maka
jumlah hasil perhitungan tray teoritis semakin sedikit. Dimana untuk total refluks
dan refluks ratio 50% adalah 5 tray, refluks ratio 40% adalah 4 tray, dan 33% adalah
3 tray. Kemurnian aseton sebagai produk distilat semakin rendah dengan nilai
refluks ratio yang semakin kecil, dengan begitu dapat diketahui bahwa kemurnian
produk distilat dipengaruhi oleh nilai refluks ratio karena semakin besar refluks
ratio maka kemurnian produk distilat semakin tinggi.

4.3 Analisis Efisiensi Tray


Efisiensi tray dihitung dengan cara tray teoritis dibagi tray aktual dan
mengalikannya dengan 100%. Hasil perhitungan efisiensi tray pada setiap reflux
ratio menunjukkan bahwa semakin kecil refluks ratio maka efisiensi tray nya
semakin kecil pula. Dimana efisiensi untuk total refluks dan refluks 50% adalah
55,56%, 40% adalah 44,44%, dan untuk 33% adalah 33,33%. Rendahnya tingkat
efisiensi pada tray ini disebabkan dari, adanya uap yang tidak terkondensasi
kembali lagi ke kolom distilasi. Selain itu, ketidakstabilan cairan yang ada pada
dekanter menyebabkan refluks yang seharusnya ditujukan pada kolom menjadi
tidak sesuai. Refluks yang tidak sesuai akan menghasilkan tingkat kemurnian
aseton yang dihasilkan menjadi kurang teliti.

4.4 Laju Alir Molar Uap pada Masing-masing Reflux

Pada bagian ini, praktikan mencoba membandingkan hasil perhitungan laju alir
molar uap aseton pada masing-masing reflux. Variasi reflux yang digunakan adalah
total reflux yakni reflux 100%, reflux 50%, reflux 40%, dan reflux 33%. Reflux
pada dasarnya merupakan rasio liquid yang dikembalikan ke kolom terhadap
jumlah distilat yang dihasilkan atau yang keluar dari bagian atas kolom distilasi.
Perhitungan laju alir molar uap didasarkan pada persamaan berikut.

+1
= (0 )

Pada persamaan tersebut dua variabel penting yang menentukan hasil laju alir
molar uap aseton adalah rasio reflux digunakan dan selisih antara fraksi mol awal
aseton dengan fraksi mol aseton di bottom pada waktu tertentu. Seperti yang telah
disebutkan sebelumnya bahwa reflux merupakan rasio liquid yang dikembalikan
terhadap distilat yang keluar dari bagian atas kolom, maka semakin besar rasio
reflux berarti semakin banyak liquid yang dikembalikan. Rasio reflux 100% berarti
seluruh distilat liquid yang dihasilkan dikembalikan kembali ke kolom distilasi atau
dengan kata lain tidak ada produk distilat yang dikeluarkan. Sedangkan semakin
kecil rasio reflux maka semakin sedikit produk yang dikembalikan ke kolom
distilasi dan semakin banyak produk distilat terkondensasi yang dihasilkan.

Hubungan antara rasio reflux dengan fraksi mol aseton pada bottom
berdasarkan data pengamatan adalah, dengan semakin kecilnya rasio reflux maka
akan semakin kecil pula fraksi mol aseton pada bottom. Hal ini disebabkan dengan
semakin kecilnya rasio reflux maka akan semakin sedikit liquid dari distilat yang
dikembalikan ke dalam kolom distilasi. Liquid yang dikembalikan ke kolom
distilasi mengandung sejumlah mol aseton yang sudah dipisahkan akibat proses
distilasi. Dengan semakin sedikitnya liquid dikembalikan maka mol aseton yang
masuk kembali ke dalam kolom distilasi semakin sedikit. Hal ini menyebabkan
fraksi mol aseton pada bottom semakin sedikit atau lebih rendah dari fraksi mol
aseton pada rasio reflux yang lebih tinggi. Fraksi mol aseton pada bottom yang
semakin rendah menyebabkan selisih antara fraksi mol awal aseton dengan fraski
mol aseton di bottom pada waktu tertentu semakin besar. Sehingga terdapat
hubungan antara rasio reflux dengan selisih fraksi mol aseton di mana dengan
menurunkan rasio reflux maka selisih fraksi mol aseton awal dengan bottom
semakin besar. Hal ini berakibat pada semakin besarnya laju alir molar uap aseton.
Selain itu laju alir molar uap aseton akan lebih besar dengan menurunkan rasio
reflux karena semakin banyak produk distilat keluar yang dihasilkan sehingga
semakin banyak pula molekul asetonnya. Untuk membuktikan hubungan tersebut,
berikut ini grafik hubungan laju alir molar uap aseton pada waktu tertentu untuk
tiap reflux.
0,016

0,014
Laju Alir Molar (gr mol/menit) 0,012

0,01
Total Reflux
0,008
Reflux 50%
0,006 Reflux 40%

0,004 Reflux 33%

0,002

0
0 5 10 15 20
Waktu Tinggal (menit)

Pada total reflux, seharusnya tidak ada liquid distilat yang dikeluarkan karena
seluruh liquid yang dihasilkan dikembalikan lagi ke dalam kolom distilasi. Namun
terdapat anomali pada percobaan yang kami laksanakan di mana pada total reflux,
terdapat liquid distilat yang dihasilkan. Hal ini disebabkan kesalahan pada sistem
reflux alat yang tidak mampu mengmbalikan liquid distilat yang dikeluarkan ke
dalam kolom distilasi pada total reflux.

Pada grafik tersebut dapat dilihat untuk reflux 50%, relfux 40%, dan reflux
30% bahwa semakin kecil rasio reflux, laju alir molar secara keseluruhan untuk tiap
reflux akan semakin besar. Dapat dilihat bahwa grafik reflux 50% berada di paling
bawah dilanjutkan dengan grafik reflux 40% di atasnya dan grafik reflux 33%
terletak di paling atas. Hal ini membuktikan hubungan antara rasio reflux dengan
laju alir molar uap aseton yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya bahwa
dengan menurunkan rasio reflux maka akan semakin besar laju alir molar uap
aseton.

Profil grafik untuk tiap reflux menunjukkan kesamaan di mana semakin lama
waktu tinggal maka akan semakin besar laju alir molar uap aseton. Berdasarkan
data pengamatan fraksi mol bottom untuk tiap reflux menunjukkan adanya
kesamaan di mana semakin lama waktu tinggal maka semakin sedikit pula fraksi
mol aseton yang tersisa pada bottom. Hal ini disebabkan seiring berjalannya waktu
proses distilasi maka akan semakin banyak molekul aseton yang teruapkan menuju
bagian atas kolom distilasi. Semakin sedikitnya mol aseton pada bottom dapat
berarti semakin banyaknya mol aseton yang teruapkan menuju bagian atas tangki.
Dengan demikian semakin lama waktu tinggal maka laju alir molar uap aseton akan
semakin besar. Namun untuk waktu yang lebih lama laju alir mol aseton yang
dihasilkan akan semakin sedikit karena sebagian besar mol aseton telah terpisahkan
dan keluar dari kolom.

4. 5 Hubungan Jumlah Produk Distilat dengan Waktu pada Masing-masing


Reflux

Pada distilasi batch untuk memisahkan campuran dari dua komponen, dalam
hal ini aseton dan air dibutuhkan waktu tertentu yang merupakan waktu tinggal dari
campuran di dalam kolom distilasi sampai akhirnya kedua komponen terpisah
dengan produk distilat merupakan produk lebih volatil atau bertitik didih lebih
rendah dan bottom merupakan produk yang kurang volaitl atau bertitik didih lebih
tinggi. Produk distilat yang semakin murni dapat dihasilkan dengan cara menaikkan
rasio reflux sehingga liquid distilat yang kaya akan aseton dikembalikan lagi ke
dalam kolom distilasi sehingga akan dihasilkan produk yang lebih murni atau lebih
kaya aseton. Namun hal tersebut membutuhkan waktu yang lebih lama
dibandingkan dengan rasio reflux yang lebih rendah karena volume distilat per
satuan waktu yang dihasilkan akan semakin sedikit akibat lebih banyak liquid
distilat yang dikembalikan ke kolom.

900

800
y = 0,64x2 - 7,2x + 50
R = 1
700

600
Distilat (ml)

500

400 y = 0,02x2 + 11,9x - 11


R = 1

300

200
y = 0,06x2 - 0,7x + 30
R = 1 y = 0,02x2 + 0,1x + 25
100
R = 1

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Waktu Tinggal (menit)

Total Reflux Reflux 50% Reflux 40% Reflux 33%

Poly. (Total Reflux) Poly. (Reflux 50%) Poly. (Reflux 40%) Poly. (Reflux 33%)
Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat dengan jelas bahwa rasio reflux yang
semakin rendah akan menghasilkan volume distilat terakumulasi yang lebih besar.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa semakin rendah rasio reflux maka
semakin sedikit liquid distilat yang dikembalikan ke dalam kolom. Dengan kata
lain semakin banyak liquid distilat yang dikeluarkan. Namun hal ini menyebabkan
kemurnian produk distilat semakin menurun.

Selain itu, pada grafik juga dapat dipahami bahwa dengan penurunan rasio
reflux maka kenaikan volume distilat setiap waktunya jauh lebih signifikan
dibandingkan kenaikan volume distilat pada reflux lebih tinggi yang kenaikannya
cenderung landai. Hal ini dapat dilihat pada grafik reflux 33% dan 40% di mana
terjadi kenaikan volume distilat terakumulasi setiap waktunya yang cukup
signifikan. Rasio reflux 33% menghasilkan kenaikan volume distilat terakumulasi
tiap waktunya yang lebih besar dibandingkan reflux 40%. Hal ini disebabkan laju
alir keluaran produk distilat yang semakin besar dengan diturunkannya rasio reflux.
Sedangkan pada grafik reflux 50% dan total reflux, kenaikan volume distilat setiap
waktunya sangat sedikit. Hal ini disebabkan lebih banyak liquid distilat yang
dikembalikan ke kolom.

Pada grafik juga dapat dipahami bahwa seiring bertambahnya waktu maka
kenaikan volume distilat terakumulasi akan semakin besar. Hal ini terjadi pada
seluruh variasi reflux. Kenaikan volume distilat terakumulasi yang semakin besar
diakibatkan oleh laju alir volumetrik distilat yang semakin besar seiring dengan
berjalannya waktu. Kenaikan laju alir tersebut disebabkan dengan berjalannya
waktu pemanasan campuran maka jumlah kalor yang diterima oleh campuran akan
semakin besar. Selain itu distribusi suhu pada campuran akan semakin merata. Hal
ini mengakibatkan semakin banyak uap yang terbentuk yang menuju bagian atas
tangki dan kemudian keluar sebagai distilat. Dengan demikian kenaikan volume
distilat yang terakumulasi akan semakin besar. Namun akan tercapai titik di mana
kenaikan akan berlangusng konstan yakni ketika set point suhu operasi telah
tercapai dan distribusi suhu telah benar-benar merata. Selain itu pada grafik juga
dibuat perkiraan volume distilat terkumpul pada menit ke-40. Perkiraan tersebut
menunjukkan bahwa akan terus terjadi kenaikkan volume distilat terakumulasi
sampai menit ke-40.
4.6 Analisis Kesalahan
Pada percobaan ini diperoleh beberapa hasil perhitungan yang tidak sesuai bila
dibandingkan dengan teori dasar. Kesalahan - kesalahan yang terjadi baik oleh
praktikan ataupun faktor lainnya dapat menyebabkan hasil praktikum menjadi
kurang akurat.Beberapa kesalahan yang terjadi selama percobaan antara lain :
A. Keterbatasan alat-alat penunjang selama praktikum.
Kurangnya gelas ukur yang tersedia di laboratorium menyebabkan praktikan
harus berganti-ganti menggunakannya untuk menampung produk distilat dan
produk bottom sehingga memungkinkan adanya kesalahan dalam pengukuran.
B. Auto-valve kurang berfungsi dengan baik.
Hal ini terjadi ketika digunakan total reflux masih terdapat distilat yang masuk
ke tangki produk walau jumlahnya sedikit. Seharusnya jika auto-valve dapat
berfungsi dengan baik, maka pada total reflux valve akan menutup aliran ke
tangki produk dan seluruh hasil dari kondenser akan masuk kembali ke kolom
distilasi sehingga tidak ada distilat yang masuk ke tangki produk.
C. Praktikan kurang memperhatikan stabilizer pada dekanter.
Dekanter mengalami overflowing dan underflow yang mengakibatkan rasio
reflux tidak konstan. Hal ini dapat menyebabkan penurunan konsentrasi distilat
dan reflux sehingga fraksi mol yang telah dihitung pun akan semakin rendah.

4.7 Analisis Alat dan Bahan


Alat utama yang digunakan dalam percobaan ini adalah kolom distilasi batch
dengan menggunakan reflux. Distilasi secara batch maksudnya tidak ada massa
yang keluar dari sistem selama operasi, sedangkan penggunaan reflux yaitu
pengembalian sebagian produk ke kolom distilasi bertujuan untuk meningkatkan
kemurnian produk. Pada percobaan ini kita menggunakan 4 variasi rasio reflux,
yaitu rasio 100% (total reflux), 50%, 40% dan 33%.
Alat distilasi ini dilengkapi dengan reboiler untuk menguapkan campuran
aseton-air untuk selanjutnya terjadi pertemuan fasa uap dan fasa cair di kolom
distilasi. Selain itu terdapat pula kondenser untuk mengkondensasikan fasa uap.
Terdapat juga alat yang bernama dekanter yaitu suatu alat yang berfungsi sebagai
penstabil hasil distilat yang terbentuk. Alat untuk mengukur fraksi mol adalah
piknometer. Piknometer digunakan untuk mengukur massa produk yang dihasilkan.
Selanjutnya dari massa yang telah diperoleh tersebut dicari fraksi mol-nya. Alat
untuk mengukur massa/berat dari piknometer itu sendiri adalah neraca digital. Pada
percobaan ini juga dibutuhkan sarung tangan untuk melindungi tangan praktikan
saat akan mengambil dan mengembalikan sampel yang memiliki suhu tinggi. Kami
juga mengggunakan stopwatch untuk mengukur waktu setiap 10 menit selama total
waktu 30 menit pada masing-masing rasio reflux yang ada. Dalam tabel 4.2 terdapat
daftar bagianbagian yang terdapat dalam rangkaian alat destilasi.
Tabel 4.2 Tabel Bagian-Bagian dari Rangkaian Kolom Destilasi
No Alat yang digunakan Deskripsi

Digunakan untuk menampung produk


destilasi yang telah didinginkan lewat
kondesat. Di bawahnya terdapat valve
1. untuk mengatur posisi kolom destilat
untuk bekerja sebagai batch atau
kontinyu. Dalam percobaan ini digunakan
Tangki Produk Distilat aseton sebagai bahan.

Kolom Destilasi adalah bagian utama dari


2. percobaan ini. Di bagian ini terjadi
pemisahan zat antara aseton dan air.

Kolom Distilasi

Tangki Kondensat digunakan untuk


mendinginkan destilat yang telah
terpisahkan oleh produk bawah melalui
3. peristiwa penguapan. Suhu antara tangki
kondensat dijaga sedemikian rupa agar
memiliki selisih yang jauh dengan kolom
Tangki Kondensat
destilasi karena alasan keamanan.
No. Alat yang digunakan Deskripsi

Tangki Campuran adalah tangki


4. untuk menampung campuran air
dan aseton sebelum dipisahkan.

Tangki Campuran

Adalah sistem untuk melihat suhu


pada pemanas, kolom destilasi dan
5. kondensat (dari sensor) dan untuk
mengaturnya agar meminimalisasi
kecelakaan.
Pengontrol

Adalah alat yang digunakan


sebagai indikator analog aliran
6. volum air yang digunakan sebagai
pendingin di kondensat. Pengatur /
aktuatornya berupa valve.
Piknometer

Dari segi bahan, aseton merupakan bahan yang tepat untuk digunakan sebagai
reaktan pada distilasi ini. Cairan aseton murni dan air merupakan pelarut polar yang
apabila dicampur akan menjadi larutan homogen yang tidak dapat dipisahkan
karena perbedaan masa jenis. Hal ini berarti secara kasat mata, aseton (dalam
jumlah yang lebih kecil) larut sempurna didalam air. Namun, pada praktiknya,
campuran air dan aseton yang seharusnya tidak berwarna memiliki warna kuning
keruh. Hal ini berarti telah terdapat pengotor-pengotor lain yang terdapat pada
campuran di awal dan di bottom, dan mungkin juga ikut terbawa pada produk
distilat. Maka itu, akan lebih baik apabila larutan pada tangki reaktan diganti
dengan larutan yang lebih baru dan bersih.
BAB 5
KESIMPULAN

Berdasarkan teori dasar, pengambilan data dan analisisnya, dapat ditarik


beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Semakin tinggi rasio refluks pada distilasi, maka tingkat kemurnian yang
dihasilkan juga semakin tinggi dengan volume yang besar pula.
2. Semakin lama proses destilasi maka kemurnian akan semakin berkurang.
3. Semakin kecil rasio destilasi maka volume produk bawah akan semakin sedikit.
4. Analisis Mc Cabe Thiele dapat digunakan untuk mencari jumlah tray yang
digunakan dalam proses beserta efisiensinya dengan hanya mengambil data
berupa massa jenis.
5. Laju alir molar produk aseton dipengaruhi oleh besarnya fraksi.
6. Kesalahan yang terjadi adalah karena kesalahan alat (autovalve yang kurang
berfungsi dan keterbatasan alat penunjang lain) dan kesalahan manusia karena
kurang memperhatikan dekanter.
DAFTAR PUSTAKA

Allchin, F. R. (1979). India: The Ancient Home of Distillation?. Man14 (1): 5563.

B. Wittgens, R. Litto, E Sorensen, S. Skogestad.Total reflux operation of


multivessel batch distillation. Comput. Chem. Eng.20 (1996) S1041.

Forbes, Robert James (1970). A short history of the art of distillation: from the
beginnings up to the death of Cellier Blumenthal. BRILL. pp. 57, 89.

Geankoplis, Christie John (2003). Transport Processes and Separation Process


Principles (4th ed.). Prentice Hall.

Holmyard, Eric John (1990). Alchemy. Courier Dover Publications. p. 53.

I.M. Mujtaba, S. Macchietto.Efficient optimization of batch distillation with


chemical reaction using polynomial curve fitting techniques. Ind. Eng. Chem.
Res. 36 (1997) 2287.

M. Barolo, G.B. Guarise, S. Macchietto.Running batch distillation in a column with


a middle vessel. Ind. Eng. Chem. Res. 35(1996) 4612.

Taylor, F. (1945). The evolution of the still. Annals of Science5 (3): 185

Anda mungkin juga menyukai