ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Plate Evaporator...................................................................................5
Gambar 2.2 Falling-Film Plate Evaporator..............................................................6
Gambar 2.3 Rising-Film Plate Evaporator...............................................................6
Gambar 2.4 Evaporator efek tunggal.......................................................................7
Gambar 2.5 Evaporator efek banyak dengan umpan maju......................................8
Gambar 2.6 Evaporator efek banyak dengan umpan mundur..................................9
Gambar 2.7 Evaporator efek banyak dengan umpan campuran..............................9
Gambar 3.1 Evaporator Efek Tunggal...................................................................12
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
pemanas, panas yang hilang pada unit evaporator dan steam economy.
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan data laporan dari tanggal 18-22 Juli
2022.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Evaporasi
Evaporasi dilakukan dengan menguapkan sebagian pelarut untuk
menghasilkan larutan pekat atau cairan kental. Evaporasi berbeda dari drying
karena residunya berupa cairan namun terkadang larutan pada evaporasi tergolong
kental dan bukan merupakan fase padat. Disamping itu evaporasi juga berbeda
dari distilasi di mana uap pada evaporasi biasanya merupakan fraksi tunggal,
ketika uap pada evaporasi tersusun atas fraksi campuran, tidak ada upaya yang
dilakukan untuk memisahkan fraksi pada uap tersebut (McCabe, 1993).
Beberapa sifat fisika maupun sifat kimia yang berpengaruh pada metode
proses evaporasi, yaitu:
1. Konsentrasi cairan
Karena proses evaporasi, larutan menjadi lebih pekat dan lebih
viscous, sehingga menyebabkan koefisien transfer panasnya turun.
Penambahan bantuan sirkulasi dan atau pengadukan diperlukan untuk
menjaga nilai koefisien transfer panas agar tidak terlalu rendah.
2. Kelarutan
Karena larutan dipanaskan dan konsentrasi zat terlarut naik, maka
batas kelarutan zat dalam larutan akan terlampaui dan kristal dapat terbentuk.
Hal tersebut mungkin merupakan batas konsentrasi maksimum dalam larutan
yang dapat dicapai oleh proses evaporasi. Pada kebanyakan kasus, kelarutan
gula akan naik dengan naiknya suhu.
3. Kepekaan terhadap suhu
Banyak produk, terutama bahan makanan dan zat biologis lainnya
mempunyai kepekaan terhadap suhu dan terdegradasi pada suhu yang lebih
tinggi atau setelah pemanasan yang cukup lama.
4. Busa atau buih
Pada beberapa kasus, zat tersusun dari larutan kaustik. Larutan zat
makanan seperti susu skim dan beberapa larutan asam-asam lemak
membentuk busa atau buih selama pemanasan.
3
5. Tekanan dan suhu
Titik didih larutan mempunyai hubungan dengan tekanan sistem.
Semakin tinggi tekanan operasi evaporator, maka akan semakin tinggi pula
suhu didihnya. Demikian juga halnya dengan konsentrasi zat terlarut yang
naik akibat evaporasi, maka akan mengakibatkan meningkatnya suhu
didihnya. Fenomena ini disebut dengan kenaikan titik didih (boiling point
rise).
6. Pembentukan kerak dan konstruksi material
Beberapa larutan dapat membentuk padatan yang disebut scale pada
permukaan pemanas. Ini dapat terjadi karena terdekomposisinya produk atau
adanya penurunan kelarutan. Akibatnya akan terjadi penurunan koefisien
transfer panas dan evaporator harus segera dibersihkan. Konstruksi material
evaporator juga penting diperhatikan untuk meminimalisasi terjadinya korosi.
(Geankoplis, 1983)
Menurut Asadi (2007), umumnya setiap evaporator terdiri dari vessel dan
tube pemanas. Vessel ini biasanya terbuat dari lembaran besi dan tube pemanas
juga terbuat dari besi atau pun stainless steel. Evaporator dapat diklasifikasikan
berdasarkan benruk dari permukaan transfer panasnya:
Evaporator plat
4
Gambar 2.1 Plate Evaporator
Evaporator plat adalah tipe terbaru dan merupakan evaporator yang paling
hemat energi. Dalam evaporator ini, elemen pemanas terdiri dari plat, bukan
tabung. Plat tingginya 1,0 hingga 2,2 m (3 hingga 7 kaki), dan jarak antara plat
adalah 6,0 hingga 7,4 mm. Evaporator plat dirancang untuk tugas penguapan
menggunakan keunggulan Robert dan evaporator film tipis dan untuk mengoreksi
kelemahan penukar panas plat. Evaporator plat terbagi menjadi dua tipe:
Pada tipe evaporator plate ini, cairan yang ingin diuapkan dialirkan dalam
lapisan tipis di permukaan plat. Uap panas atau fluida pemanas kemudian
mengalir di atas permukaan plat dengan gaya gravitasi, menciptakan lapisan film
cairan yang menipis dan mempercepat proses penguapan. Susunan plat untuk
falling-film plate evaporator ditunjukkan pada Gambar 2.2 Dimana cairan
diumpankan ke bagian atas tabung dan mengalir ke bawah dinding sebagai film
tipis. Pemisahan uap-cair biasanya terjadi di bagian bawah. Jenis ini banyak
digunakan untuk memekatkan bahan yang peka terhadap panas seperti jus jeruk
dan jus buah lainnya, karena waktu penahannya sangat kecil (5 hingga 10 detik
atau lebih) dan koefisien perpindahan panasnya tinggi. (Geankoplis, 1983).
5
Gambar 2.2 Falling-Film Plate Evaporator
Sumber : rdgevaporators.com
6
2.3. Metode Operasi Evaporator
a. Evaporator efek tunggal
Karena larutan dalam evaporator diasumsikan tercampur sempurna,
produk yang terkonsentrasi dan larutan dalam evaporator mempunyai
komposisi dan suhu (T1) yang sama dimana T1 merupakan titik didih larutan.
Suhu uap juga sebesar T1 karena uap berada dalam keseimbangan dengan
larutan yang mendidih. Tekanan P1 merupakan tekanan uap larutan pada T 1.
Evaporator efek tunggal digunakan ketika kapasitas operasi yang dibutuhkan
relatif kecil dan atau biaya steam lebih murah dibanding dengan harga
evaporator.
7
memberikan panas pada alat penguapan lain dan dengan memadatkan kembali
uap tersebut. Apabila dibandingkan antara alat penguapan n-efek, kebutuhan
uap diperkirakan 1/n kali, dan permukaan pindah panas berukuran n-kali dari
pada yang dibutuhkan untuk alat penguapan berefek tunggal, untuk pekerjaan
yang sama. (Utomo, 1985)
Pada operasi umpan maju (forward feed), umpan segar dialirkan pada
efek pertama dan mengalir ke efek selanjutnya searah dengan aliran uap.
Metode ini digunakan untuk umpan yang panas atau untuk produk akhir yang
dapat rusak pada suhu tinggi. Suhu didih akan turun dari efek pertama ke efek-
efek selanjutnya. Artinya jika di efek pertama tekanan P 1 = 1 atm, maka di efek
terakhir akan beroperasi pada tekanan vacuum.
8
Gambar 2.6 Evaporator efek banyak dengan umpan mundur
9
Gambar 2.8 Evaporator efek banyak dengan umpan pararel
10
BAB III
METODOLOGI
Untuk mencapai tujuan tugas khusus ini, yaitu menganalisis kinerja alat
Ekstraktor ada beberapa hal yang dilakukan antara lain, yaitu mengambil data
yang diperlukan dalam perhitungan, baik data aktual maupun desain, waktu dan
tempat pengambil data.
11
Aliran keluar terdiri dari steam yang dihasilkan (uap), kondensat dan
ekstrak kental
12
Kalor yang masuk berasal dari kalor steam (∆Hs) dan kalor yang dimiliki nira
encer (∆Hf) sedangkan kalor yang keluar berasal dari kalor yang dimiliki nira
kental (∆HL). Kalor yang dimiliki kondensat (∆Hk), kalor yang berasal dari uap
hasil penguapan (∆Hv) dan jika ada kalor yang hilang atau noncondensable gas.
∆Hs + ∆HF = ∆HL + ∆Hk + ∆Hv + Qlost ….….. (2)
Q
Ud= ….….. (4)
A .∆T
(Kern, 1965)
Dimana:
13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
3. Steam economy
14
Kkal/
Nomor Batch Input Output Kkal/Jam
Jam
Ekstrak
3230,77 Ekstrak Keluar 1171,69
Masuk
Batch 1 Steam 770850,05 Vapor 665469,70
Kondensat 54948,25
Qloss 52491,17
Total 774080,82 Total 774080,82
Ekstrak
3730,46 Ekstrak Keluar 974,62
Masuk
Bacth 2 Steam 770850,05 Vapor 683665,02
Kondensat 54948,25
Qloss 34992,63
Total 774580,51 Total 774580,51
Ekstrak
3671,38 Ekstrak Keluar 957,23
Masuk
Bacth 3 Steam 770850,05 Vapor 671223,04
Kondensat 54948,25
Qloss 47392,91
Total 774521,43 Total 774521,43
Nilai yang
Nomor Batch Satuan
didapat
Design 847,46 kkal/m2 C jam
Bacth 1 827,00 kkal/m2 C jam
Bacth 2 849,84 kkal/m2 C jam
15
Batch 3 866,48 kkal/m2 C jam
4.2 Pembahasan
Evaporasi merupakan kunci dari unit operasi pada pabrik gula dengan
salah satu faktor prinsip kerja yang berpacu pada efisiensi energi. Evaporasi
adalah proses peningkatan konsentrasi larutan dengan mendidihkan beberapa
larutan menjadi uap.
16
digunakan. Performa semakin meningkat dengan adanya penghematan energi
yakni dengan menggunakan kembali uap pelarut yang diuapkan sebagai media
pemanas (Minton, 1986). Untuk mengetahui total penguapan yang ada pada
evaporator single plate dilakukan dengan menghitung jumlah air yang teruapkan.
Pada evaporator N-efek (bergantung jumlah efek), nilai steam economy yakni 0,8
dikali jumlah nya sehingga pada evaporator single effect , nilai steam economy
yakni 0,8 (Ludwig, 2006). Pada evaporator di PT. Indofarma Tbk., didapatkan
steam economy pada batch 1 sebesar 0,88. Artinya steam yang masuk sebesar
1220 kg/jam dapat menguapkan air yang jumlah nya 0,81 kali lipat yakni total air
teruapkan sebesar 1067,69 kg/jam. Sedangkan pada batch 2 dan 3 didapatkan
jumlah masing-masing steam economynya adalah 0,90 dan 0,88. Yang artinya
1220 kg/jam steam bisa menguapkan air yang berjumlah 1096,15 kg/jam pada
batch 2 dan 1076,92 kg/jam pada batch 3.
Disamping itu, untuk menilai kinerja suatu evaporator perlu dilihat dari
aspek transfer panas yang dapat dikaji melalui overall heat transfer coefficient (U)
atau koefisien transfer panas keseluruhan (Pennisi, 2004). Overall heat transfer
coefficient (U) dapat dicari dengan menghitung panas yang masuk dibagi dengan
luas keseluruhan badan yang mana luas ini dikalikan dengan perbedaan
temperatur. Sehingga untuk Overall heat transfer coefficient dapat digambarkan
sebagai panas yang ditransfer per total luas badan penguapan. Metode lain yang
dapat digunakan sebagai alternatif menghitung heat transfer coefficient overall
adalah dengan menghitung angka pengupan. Angka penguapan tersebut nantinya
akan dibandingkan dengan selisih suhu di setiap badan penguapan. Namun pada
tugas khusus ini dilakukan perhitungan heat transfer coefficient overall
dikarenakan data yang diperoleh tergolong memadai (Jenkins, 1966). Didapatkan
overall heat transfer coefficient pada batch 1, 2 dan 3 yakni sebesar 680,01
kkal/m2 ˚C jam ; 698,79 kkal/m2 ˚C jam dan 712,47 kkal/m2 ˚C jam.
17
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
18
LAMPIRAN A
NERACA MASSA
Untuk menghitung neraca massa evaporator bisa menggunakan persamaan
berikut: F=L+V
Pada Batch 1 produk yang dihasilkan sebanyak 1.120 Kg ekstrak kental dan
menghasilkan 13.880 Kg destilat sehingga bisa dihitung Feed yang d ipakai pada
proses evaporasi batch 1 yaitu :
F=L+V
F=1.120+1.3880
F=15.000 Kg
Pada Batch 2 produk yang dihasilkan sebanyak 905 Kg ekstrak kental dan
menghasilkan 14.250 Kg destilat sehingga bisa dihitung Feed yang d ipakai pada
proses evaporasi batch 2 yaitu :
F=L+V
F=905+14.250
F=15.155 Kg
Pada Batch 3 produk yang dihasilkan sebanyak 915 Kg ekstrak kental dan
menghasilkan 14.000 Kg destilat sehingga bisa dihitung Feed yang d ipakai pada
proses evaporasi batch 3 yaitu :
F=L+V
F=915+14.000
F=14.915 Kg
Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses evaporasi setiap batch nya
adalah 13 Jam. Sehingga bisa dihitung untuk proses evaporasi setiap jamnya.
19
F (feed)
No. Batch L(produk) (Kg/Jam) V(destilat) (Kg/Jam)
(Kg/Jam)
86,15 1067,69 1153,85
Batch 1
20
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN HEAT LOSS
Spesifikasi alat :
Batch 1
21
ρ 1,0712 kg/m3
μ 0,000020 kg/m.s
k 0,0266 kcal/m.s ˚C
Npr = (Cp x μ)/k 0,000303
B = 1/Tf 0,02272727 1/˚C
L 1,52 m
g 9,8 m/s2
NGr 4,4123E+10
a, NGr >109 0,13
m, NGr >109 0,33
Nu 29,2216
ho = a x (NGr x NPr)m x k/D0 0,511378 kcal/m2s˚C
Batch 2
22
NRe = (GxDi)/ μ 200402009
Cp Ektrak 0,4 kcal/kg˚C
NPr = (Cp x μ)/Ks 0,005184
Nu = 0,027 (NRe0,8)(NPr1/3) 20469,0632
hi = (Nu x Ks)/Di 110328,2507 kcal/m2s˚C
23
Qloss 119,8821051 Kcal
Batch 3
24
Persamaan Nilai Satuan
Tjuice 59 ˚C
Tb 34 ˚C
Ai Tube 19,91 m2
teb. Dinding 0,022 m
tebal Silika 0,05 m
A ln Dinding 9,36 m2
A ln Silika 10,56 m2
K stainless 0,1078 kcal/m.s˚C
K silika 0,2308 kcal/m.s˚C
Hi 108928,26 kcal/m2.s.˚C
Ho 0,517744 kcal/m2.s.˚C
Ri 4,61148E-07 s.˚C/kcal
Ro 0,182900 s.˚C/kcal
R dinding 0,021807 s.˚C/kcal
R silika 0,020515 s.˚C/kcal
Qloss 115,4420 kcal
25
LAMPIRAN C
NERACA ENERGI
Untuk menghitung neraca massa evaporator bisa menggunakan persamaan
berikut:
Kalor yang masuk = kalor yang keluar
Qekstrak +Q steam =Qekstrak +Q vapor +Q kondensat +Qloss
Batch 1
26
Qtotal 774080,82 kcal/jam
Batch 2
Batch 3
27
Tabel perhitungan aliran input
Persamaan Nilai Satuan
Ekstrak
massa ekstrak 1147,31 Kg/jam
Cp ektrak 0,4 kcal/kg˚C
Temperatur ekstrak 33 ˚C
Tref 25 ˚C
Qfeed = m x Cp x ∆T 3671,38 kcal/jam
Steam
massa steam 1220 Kg/jam
Entalpi steam at 80 ˚C 631,84 kcal/kg
Qsteam= m x CP x ∆T 770850,05 kcal/jam
Qtotal 774521,43 kcal/jam
28
LAMPIRAN D
PERHITUNGAN EVAPORATOR
Steam economy
Batch 1
1067,692 Kg /Jam
Steam Economy= =0 , 8 8
1220 Kg /Jam
Batch 2
1096,154 Kg/Jam
Steam Economy= =0 , 90
1 220 Kg/Jam
Batch 3
1076,923 Kg/Jam
Steam Economy= =0 , 8 8
1 220 Kg /Jam
Data Design
Q = 635591,34 kkal/Jam
29
A = 30 m2
ΔT = T2-T1 = (60-35)˚C = 25 ˚C
Q=U d . A . ∆T
Batch 1
Q = 669872,16 kkal/Jam
A = 30 m2
ΔT = T2-T1 = (59-32)˚C = 27 ˚C
Q=U d . A . ∆T
Batch 2
Q = 688.370,09 kkal/Jam
A = 30 m2
ΔT = T2-T1 = (60-33)˚C = 27 ˚C
Q=U d . A . ∆T
Batch 3
Q = 675.851,66 kkal/Jam
A = 30 m2
ΔT = T2-T1 = (59-33)˚C = 26 ˚C
Q=U d . A . ∆T
30
Efisiensi Panas
Batch 1
η=79 ,20 %
Batch 2
η=81 ,56 %
Batch 3
671223 , 04−54948 , 25
η= × 100 %
770850 , 05
η=79 , 95 %
Rata-rata
79 , 20+81 , 56+79 , 95
ηrata −r ata = %
3
31
Data Aktual Evaporator
Data Pengamatan yang diambil terdiri dari data laporan harian pada tanggal 18,
19, 20, 21 dan 22 Juli 2022.
Batch
Satua
Komponen
n 18 19 20 21 22
Suhu Steam ˚C 80 80 80 80 80
Suhu
˚C 59 60 58 59 57
Evaporator
Tekanan
Bar -0.9 -0.8 -0.85 -0.8 -0.75
Evaporator
Suhu Cooler
˚C 30 30 31 32 31
In
Suhu Cooler
˚C 33 32 33 34 34
Out
Suhu Dalam
˚C 43 42 44 41 44
Cooler
Tekanan
Dalam Bar -0.8 -0.8 -0.75 -0.75 -0.8
Cooler
Brix Akhir % 52 51 51 52 52
Mengetahui
Pembimbing KP
Asri Bandunsari
32