Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH

OPERASI TEKNIK KIMIA II

EVAPORATION

OLEH :
KELOMPOK VI
1. ARFINA NASUTION (1607166731)
2. DIAN NOVITA R. (1607167374)
3. M. RAFI A. (1607166858)
4. SITI RAHMALIA (1607167385)
5. TRIANA OKTARIA N. (1607166785)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan
karunia-Nya kami masih diberikan kesempatan untuk menyelesaikan Makalah
dengan judul “Evaporation”.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Komalasari ST., MT., selaku
dosen pengampu mata kuliah Operasi Teknik Kimia II dan rekan-rekan yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari Makalah ini jauh dari kesempurnaan dan mengharapkan


kritik dan saran yang konstruktif untuk kesempurnaan Makalah ini.

Pekanbaru, 18 Maret 2017

Kelompok VI

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. ii


DAFTAR ISI ............................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ vi
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................ 1
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Dasar Teori ..................................................................................... 2
2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Evaporasi .................. 3
2.3 Jenis-Jenis Evaporator .................................................................... 5
2.4 Metode Pengoperasi Evaporator .................................................... 8
2.4.1 Single Effect Evaporator .................................................... 8
2.4.2 Forward Feed Multiple Effect Evaporator ........................ 9
2.4.3 Backward Feed Multiple Effect Evaporator ...................... 10
2.4.4 Parallel Feed Multiple Effect Evaporator ......................... 10
2.5 Koefisien Perpindahan Panas Pada Evaporator ............................. 11
2.6 Metode Perhitungan Untuk Single-Effect Evaporator ................... 12
2.6.1 Neraca Massa dan Panas pada Evaporator ......................... 8
2.6.2 Pengaruh Pengolahan Variabel pada Operasi Evaporator . 14
2.6.2.1 Pengaruh Suhu Pada Feed .............................................. 14
2.6.2.2 Pengaruh Tekanan .......................................................... 14
2.6.2.3 Pengaruh Tekanan Uap .................................................. 15
2.6.3 Kenaikan Titik Didih Larutan ............................................ 15
2.6.4 Penggunaan Diagram Entalpi–Konsentrasi........................ 16
2.7 Metode perhitungan multiple-effect evaporation ........................... 19
2.7.1 Pengenalan ......................................................................... 19
2.7.2 Penurunan Suhu Dan Kapasitas Panas Multiple-Effect
Evaporator ......................................................................... 19
2.7.2.1 Penurunan Suhu Pada Multiple-Effect Evaporator ....... 19
2.7.2.2 Kapasitas Panas (q) Multiple-Effect Evaporator .......... 20
2.7.3 Perhitungan Untuk Multiple-Effect Evaporator ................ 20
2.8 Kondensor Untuk Evaporator ........................................................ 28
2.8.1 Pengenalan ......................................................................... 28
2.8.2 Surface Condensor .............................................................. 29
2.8.3 Direct-contact Condenser ................................................... 30
2.9 Penguapan Dengan Bahan Biologis ............................................... 32
2.9.1 Pengenalan ......................................................................... 32

iii
2.9.2 Fruit Juices.......................................................................... 33
2.9.3 Sugar Solutions .................................................................. 33
2.9.4 Paper-Pulp Waste Liquors ................................................. 33
2.10 Penguapan Menggunakan Rekompresi Uap ............................... 33
BAB III. PENUTUP ............................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Koefisien perpindahan panas untuk setiap evaporator .............. 11

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Jenis-jenis evaporator : (a) horizontal-tube type, (b) vertical-


Tube type, (c) long-tube vertical type, (d) forced-circulated
Type .................................................................................... 7
Gambar 2.2 Single-effect Evaporator ......................................................8
Gambar 2.3 Forward Feed Multiple Effect Evaporator ..........................9
Gambar 2.4 Backward Feed Multiple Effect Evaporator ........................10
Gambar 2.5 Parallel Feed Multiple Effect Evaporator ...........................10
Gambar 2.6 Heat and mass balances for single-effect evaporator .........12
Gambar 2.7 Garis Duhring untuk Larutan Sodium Hidroksida .....................15
Gambar 2.8 Diagram Entalpi-Konsentrasi untuk Sistem NaOH-air.
[Reference state liquid water at 0oC (273 K) atau 32oF] .....17
Gambar 2.9 Diagram Alir Proses Triple-Effect Evaporator....................23
Gambar 2.10 Skematik Kondensor Barometrik ............................................31
Gambar 2.11 Proses Aliran Sederhana untuk Mechanical Vapor
Recompression Evaporator ....................................................... 34

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Proses evaporasi telah dikenal sejak dahulu, yaitu untuk membuat
garam dengan cara menguapkan air dengan bantuan energi matahari dan
angin. Evaporasi adalah salah satu kaedah utama dalam industri kimia
untuk memekatkan larutan yang encer. Pengertian umum dari evaporasi
ini adalah menghilangkan air dari larutan dengan mendidihkan larutan di
dalam tabung yang sesuai yang disebut evaporator. Evaporasi bertujuan
untuk memekatkan larutan yang terdiri dari zat terlarut yang tidak mudah
menguap dan pelarut yang mudah menguap.
Evaporasi dapat didefinisikan dalam dua kondisi, yaitu evaporasi yang
berarti proses penguapan yang terjadi secara alami dan evaporasi yang
dimaknai proses penguapan yang timbul akibat diberikan uap panas (steam)
dalam suatu peralatan. Evaporasi dapat diartikan sebagai proses penguapan
daripada liquid (cairan) dengan penambahan panas. Panas dapat disuplai
dengan berbagai cara, diantaranya secara alami dan penambahan steam.
Evaporasi diadasarkan pada proses pendidihan secara intensif yaitu
pemberian panas ke dalam cairan, pembentukan gelembung-gelembung
(bubbles) akibat uap, pemisahan uap dari cairan, dan mengkondensasikan
uapnya.
1.2 Tujuan
1. Mempelajari Evaporator beserta bagian-bagiannya.
2. Mengetahui jenis-jenis dan prinsip kerja dari Evaporator.
3. Mengetahui penerapan Evaporator baik dalam industri maupun sehari-hari.
4. Mahasiswa mampu menyelesaikan permasalahan mengenai materi
Evaporator.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dasar Teori


Evaporasi adalah proses untuk memekatkan larutan yang
mengandung zat yang sulit menguap (non-volatile solute) dan pelarut yang
mudah menguap (volatile solvent) dengan cara menguapkan sebagian
pelarutnya. Pelarut yang ditemui dalam sebagian besar sistem larutan adalah
air. Umumnya, dalam evaporasi larutan pekat merupakan produk yang
diinginkan, sedangkan uapnya diembunkan dan dibuang. Sebagai contoh
adalah pemekatan larutan susu sebelum dibuat menjadi susu bubuk.
Beberapa sistem evaporasi bertujuan untuk mengambil air pelarutnya,
misalnya dalam unit desalinasi air laut untuk mengambil air tawarnya.
Prinsip kerja pemekatan larutan dengan evaporasi didasarkan pada
perbedaan titik didih yang sangat besar antara zat-zat yang yang terlarut
dengan pelarutnya. Pada industri susu, titik didih normal air (sebagai pelarut
susu) 100°C, sedang padatan susu praktis tidak bisa menguap. Jadi, dengan
menguapnya air dan tidak menguapnya padatan, akan diperoleh larutan
yang makin pekat. Perlu diperhatikan bahwa titik didih cairan murni
dipengaruhi oleh tekanan. Makin tinggi tekanan, maka titik didih juga
semakin tinggi
Evaporasi atau penguapan juga dapat didefinisikan sebagai
perpindahan kalor ke dalam zat cair mendidih. Perbedaan evaporasi dengan
proses lain adalah:
1. Evaporasi dengan pengeringan.
Evaporasi berbeda dengan pengeringan, dalam evaporasi sisa
penguapan adalah zat cair, bahakan zat cair yang sangat viskos bukan zat
padat. Perbedaan lainnya adalah, pada evaporasi cairan yang diuapkan
dalam kuantitas relatif banyak, sedangkan pada pengeringan sedikit.

2
2. Evaporasi dengan distilasi.
Uap pada evaporasi biasa dalam komponen tunggal, kalaupun ada
dalam campuran tidak ada usaha untuk memisahkannya menjadi fraksi-
fraksi. Selain itu, evaporasi biasanya digunakan untuk menghilangkan
pelarut-pelarut volatil seperti air dari pengotor nonvolatil. Contoh pengotor
meliputi lumpur dan limbah radioaktif. Sedangkan distilasi digunakan untuk
pemisahan bahan-bahan nonvolatil.
3. Evaporasi dengan kristalisasi.
Evaporasi secara luas digunakan untuk mengurangi volume cairan
atau slurry untuk mendapatkan kembali pelarut pada recycle. Cara ini
biasanya menjadikan konsentrasi padatan dalam liquid semakin besar
sehingga terbentuk kristal. Sementara kristalisasi untuk pembuatan zat padat
atau kristal.
2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Evaporasi
Penyelesaian terhadap masalah evaporasi sangat ditentukan oleh
karakteristik cairan yang akan dikonsentrasikan. Beberapa sifat penting dari
zat cair yang dievaporasikan, yaitu :
a. Konsentrasi
Untuk liquid yang masuk evaporator dalam keadaan encer, semakin
pekat larutan semakin tinggi pula titik didih larutan dan untuk ini harus
diperhatikan adanya kenaikan titik didih (KTD).
b. Kelarutan Solute dalam Larutan
Semakin pekat suatu larutan, maka konsentrasi solute semakin tinggi,
sehingga batas hasil kali kelarutan dapat terlampaui yang akibatnya
terbentuk kristal solute. Jika dengan adanya hal ini, dalam evaporasi harus
diperhatikan batas konsentrasi solute yang maksimal yang dapat dihasilkan
oleh proses evaporasi. Pada umumnya, kelarutan suatu granul/solid makin
besar dengan makin tingginya suhu, sehingga pada waktu “drainage” dalam
keadaan dingin dapat terbentuk kristal yang dalam hal ini dapat merusak
evaporator sehingga suhu drainage diperhatikan.

3
c. Sensitifitas Materi terhadap Suhu dan Lama Pemanasan
Beberapa material yang dipanaskan dalam evaporasi tidak tahan
terhadap suhu tinggi atau terhadap pemanasan yang terlalu lama. Misalnya
bahan-bahan biologis seperti susu, jus, bahan-bahan farmasi dan sebagainya.
Jadi untuk zat-zat semacam ini diperlukan suatu cara tertentu untuk
mengurangi waktu pemanasan dan suhu operasi.
d. Pembentukan Busa (Foaming)
Beberapa bahan tertentu, seperti zat organik dapat membentuk foam
(busa) serta percikan-percikan liquida yang tinggi pada waktu diuapkan.
Busa yang stabil akan ikut keluar evaporator bersamaan dengan uap, dan
menyebabkan banyaknya bahan yang terbawa selama proses.
e. Suhu dan Tekanan.
Walaupun cairan bisa evaporasi di bawah suhu titik didihnya, namun
prosesnya akan cepat terjadi ketika suhu di sekeliling lebih tinggi. Hal ini
terjadi karena evaporasi menyerap kalor laten dari sekelilingnya. Dengan
demikian, semakin hangat suhu sekeliling semakin banyak jumlah kalor
yang terserap untuk mempercepat evaporasi. Semakin besar tekanan yang
dialami semakin lambat proses evaporasi terjadi.

f. Pembentukan Kerak dan Bahan Konstruksi.


Beberapa larutan tertentu dapat menyebabkan kerak pada permukaan
pemanasan dan menyebabkan berkurangnya koefisien perpindahan panas
sehingga menggangu proses evaporasi. Evaporator dibuat menggunakan
bahan-bahan konstruksi khusus seperti : tembaga, nikel, aluminium, garfit
dan baja anti karat. Pemilihan ini didasarkan kepada sifat larutan yang bisa
menimbulkan korosi atau yang dapat merusak produk dari evaporasi
tersebut.

4
2.3 Jenis-Jenis Evaporator
Beberapa jenis evaporator dan cara kerjanya yaitu :
1. Open Kettle or Pan.
Bentuk paling sederhana dari evaporator terdiri dari bejana atau ketel
terbuka dimana cairan dididihkan. Sebagai pemanas biasanya steam yang
mengembun dalam selubung/jaket. Terkadang ketel dipanasi api secara
langsung serta pengaduk ditambahkan pengaduk untuk membantu proses
penguapan lebih cepat. Evaporator ini sederhana, murah dan
pengoperasiannya sangat mudah.
2. Horizontal Tube Evaporator
Jenis ini merupakan evaporator yang paling klasik dan banyak
diaplikasikan pada berbagai bidang industri. Umumnya, jenis ini digunakan
untuk keperluan-keperluan skala kecil dengan penggunaan teknologi
sederhana. Prinsip kerjanya : feed/umpan masuk diluar pipa sementara
steam berada didalam pipa. Terjadi perpindahan panas karena adanya
pemanasan sehingga liquid yang diluarnya mendidih dan uap mengalir ke
atas. Liquid menjadi pekat dan dikeluarkan melalui lubang pada bagian
dasar evaporator, sementara kondensat dikeluarkan melalui lubang yang
ditentukan.
3. Vertical-type Natural Circulation Evaporation
Pada alat ini, cairan mengalir dalam pipa sedangkan steam pemanas
mengalir dalam shell. Cairan dalam tabung mendidih, uap yang timbul
bergerak keatas dengan membawa cairan. Sirkulasi aliran dalam pipa terjadi
karena beda rapat massa yang terjadi karena perbedaan fasa antara fluida
dalam pipa (yaitu: campuran uap-cair) dengan yang diluar pipa (cair). Diatas
pipa terdapat ruang uap yang berfungsi untuk memisahkan cairan dengan
uap. Uap akan menuju lubang pengeluaran diatas, sedangkan cairan jatuh
kebawah melewati saluran besar yang ada ditengah bejana, dan kembali
bersirkulasi masuk pipa-pipa konveksi alami (natural convection) berjalan
baik sehingga transfer panas Iebih efisien. Kerak dan endapan terbentuk
didalam pipa, sehingga lebih mudah untuk dibersihkan. Adanya sirkulasi

5
menyebabkan cairan berkali-kali kontak dengan permukaan pemanas. Hal
ini kurang baik untuk bahan-bahan yang tidak tahan terhadap panas. Tipe ini
digunakan untuk pembuatan gula, garam dan industri soda kaustik.
4. Long Tube Vertical Evaporator
Long tube vertical evaporator memiliki ukuran tube transfer panas
yang lebih panjang bila dibandingkan dengan ukuran tube pada jenis
evaporator lainnya. Tujuannya yakni untuk memperbesar serta mempercepat
sirkulasi cairan agar proses perpindahan panas lebih besar. Setelah aliran
memasuki ruang uap untuk dipisahkan dari uap yang telah terbentuk,
selanjutnya akan mengalir ke bawah melalui pipa luar evaporator. Untuk
memperbesar kecepatan sirkulasi cairan dengan harapan koefisien
perpindahan panas makin tinggi, pipa-pipa transfer panas dibuat lebih
panjang. Aliran cairan, setelah masuk ruang uap untuk dipisahkan dengan
uap yang terbentuk, kembali kebawah melalui pipa diluar evaporator. Tipe
ini banyak digunakan untuk pembuatan susu kental.
5. Falling Film Evaporator
Pada evaporator ini cairan mengalir kebawah membentuk film
disekeliling dinding dalam pipa. Aliran disebabkan karena adanya gaya
gravitasi, dan gesekan uap. Uap yang terbentuk bergerak kebawah, luas
permukaan pemanasan jauh Iebih besar dibandingkan dengan volume cairan
dalam evaporator. Hal ini memungkinkan transfer panas yang cukup dan
kerusakan bahan belum banyak terjadi karena waktu tinggal yang kecil
(volume cairan dalam evaporator kecil). Kapasitas alat ini tidak bisa
divariasi terlalu besar. Tipe ini digunakan untuk material yang sensitif
terhadap panas seperti industri pembuatan jus dan farmasi.
6. Forced Circulation Evaporator
Pompa, heat exchanger dan pemisah uap-cairan masing-masing
merupakan unit yang terpisah. Prinsip kerja alat ini seperti vertical-tube
evaporator akan tetapi lebih murah dan fleksibel karena bisa dirangkai
sendiri. Akan tetapi alat ini membutuhkan ruang yang lebih luas.

6
7. Agitated Film Evaporator
Evaporator berbentuk tabung (shell) vertikal atau horizontal, dengan
pemanas diluar tabung. Pada sumbu tabung terdapat batang yang dapat
diputar, yang dilengkapi dengan agitator. Umpan masuk pada bagian puncak
dan di distribusikan menjadi film tipis yang sangat turbulen dengan bantuan
daun-daun vertikal/pengaduk. Cairan bergerak kebawah dan terlempar
ketepi tabung (bagian panas) karena putaran pengaduk. Cairan ditepi tabung
akan terpental kembali ketengah tabung. Pada bagian atas tabung disediakan
ruang untuk pemisahan uap cairan dan transfer panas berjalan dengan sangat
efisien. Agitated film evaporator dirancang untuk larutan yang sangat kental
(viskositas tinggi) atau untuk memproduksi padatan. Meskipun demikian,
alat ini mahal, konstruksinya sulit dan biaya operasinya tinggi (karena perlu
tenaga pengadukan).

Gambar 2.1 Jenis-jenis evaporator : (a) horizontal-tube type, (b) vertical-


Tube type, (c) long-tube vertical type, (d) forced-circulated type

7
2.4 Metode Pengoperasi Evaporator
2.4.1 Single Effect Evaporator
Terdiri dari 1 efek operasi, dimana evaporator jenis ini biasa
digunakan untuk operasi dengan kapasitas kecil dan atau jika harga steam
relatif murah dibandingkan dengan harga evaporator karena steam hanya
digunakan satu kali saja. Biaya alat lebih murah namun biaya operasi lebih
tinggi.

TF = suhu feed masuk


TS = suhu steam masuk
T1 = suhu pada evaporator
P1 = tekanan pada evaporator

Gambar 2.2 Single-effect Evaporator


Beberapa point pada single-effect evaporator adalah :
a. Umpan masuk pada TF.
b. Jenuh uap pada TS memasuki bagian pertukaran panas-uap.
c. Solusi dalam evaporator diasumsikan benar-benar dicampur. Oleh karena
itu, produk terkonsentrasi dan solusi dalam evaporator memiliki komposisi
yang sama.
d. Suhu T1 adalah titik didih larutan. Suhu uap juga T1, karena berada dalam
kesetimbangan dengan larutan mendidih.
e. Tekanan P1, yang merupakan tekanan uap larutan pada T1.
f. Jika solusi untuk diuapkan diasumsikan encer dan seperti air, maka 1 kg dari
kondensasi uap akan menguap sekitar 1 kg uap (jika masuk umpan TF dekat
titik didih).
g. Konsep koefisien perpindahan panas keseluruhan digunakan dalam
perhitungan laju perpindahan panas dalam evaporator.
h. Persamaan umum dapat ditulis.
𝑞 = 𝑈𝐴 ∆𝑇 = 𝑈𝐴(𝑇𝑆 − 𝑇1) ...............................................(1)

8
Dimana :
q = Laju perpindahan panas di W (btu/ h),
U = Koefisien perpindahan panas keseluruhan di W/m2.K (btu/h.ft°.F),
A = Area perpindahan panas di m2 (ft2),
TS = Suhu uap kondensasi di K (°F),
T1 = Titik didih cairan di K (°F).
2.4.2 Forward Feed Multiple Effect Evaporator
Terdiri dari beberapa, biasanya 3 sampai 4 effect tergantung
kebutuhan. Bahan masuk dari effect 1 kemudian masuk effect 2 hingga
keluar dari effect 3 dimana bahan akan semakin pekat dari effect 1 hingga
effect 3. Dengan menggunakan multiple effect evaporator, penggunaan
energi akan lebih efisien karena steam yang keluar dari effect 1 digunakan
untuk pemanasan di effect 2 dan selanjutnya digunakan untuk pemanasan di
effect 3, satu kali steam yang masuk bisa digunakan untuk 3 effect sekaligus,
beda halnya dengan penggunaan pada single effect, steam hanya digunakan
untuk 1 effect saja. Selain itu jumlah vapour yang diuapkan (biasanya air)
juga lebih banyak dibandingkan dengan single effect dengan jumlah steam
yang sama. T1 > T2 > T3 dan P1> P2 > P3.

Gambar 2.3 Forward Feed Multiple Effect Evaporator

(1) = Effect 1 (2) = Effect 2


TF = suhu feed masuk T2 = suhu evaporator effect 2
TS = suhu steam
T1 = suhu evaporator effect 1 (3) = Effect 3
T3 = suhu evaporator effect 3

9
2.4.3 Backward Feed Multiple Effect Evaporator
Metode ini berbeda dengan Forward feed multiple effect evaporator,
dimana letak feed masuknya teradapat pada effect 3 (efek terakhir). Feed
masuk dari efek terakhir dan dipanaskan pada efek terakhir kemudian
dipanaskan ke efek 2 (dengan temperatur yang lebih tinggi hingga pada efek
1). Metode ini digunakan ketika feed dingin dan konsentrasi produk
diharapkan mempunyai viskositas tinggi. Pada evaporator jenis ini, bahan
masuk ditransfer dari effect 3 ke effect 2 hingga ke effect 1 dengan
menggunakan pompa karena P1>P2>P3 sehingga tidak bisa berjalan natural
seperti pada Forward feed multiple effect evaporator.

Gambar 2.4 Backward Feed Multiple Effect Evaporator


2.4.4 Parallel Feed Multiple Effect Evaporator
Pada metode ini feed masuk dan keluar sekaligus pada setiap evaporator
pada satu aliran masing-masing. Metode ini digunakan ketika feed hampir jenuh
(saturated) dan produk merupakan padatan kristal seperti evaporasi brain menjadi
garam dimana deposit kristal membuat sulit feed masuk secara langsung.

Gambar 2.5 Parallel Feed Multiple Effect Evaporator

10
2.5 Koefisien Perpindahan Panas pada Evaporator
Koefisien perpindahan panas (U, overall heat-transfer coefficient)
pada evaporator terdiri dari koefisien kondensasi uap dengan nilai sekitar
500 W/m2.K (1000 btu/h.ft2.ºF). Pada dinding logam memiliki nilai
koduktivitas yang tinggi sehingga nilai resistance diabaikan. Pada
evaporator dengan meningkatnya kecepatan cairan akan mengurangi laju
pembentukan kerak, dan salah satu keuntungan bagi forced-circulation
evaporator. Golongan garam seperti kalsium sulfat dan natrium sulfat
cenderung membentuk kerak karena memiliki kelarutan yang rendah
sehingga sukar larut walaupun dengan suhu tinggi. Koefisien perpindahan
panas bisa diprediksi menggunakan persamaan (4.5-8) dengan
menggunakan nilai 0,028. Koefisien perpindahan panas untuk setiap tipe
evaporator dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Koefisien perpindahan panas untuk setiap evaporator
Overall, U
Tipe Evaporator
W/m2.K Btu/h.ft2.ºF
Short-tube Vertical, Natural
1100-2800 200-500
Circulation
Horizontal-tube, Natural
1100-2800 200-500
Circulation
Long-tube Vertical, Natural
1100-4000 200-700
Circulation
Long-tube Vertical, Forced
2300-11000 400-2000
Circulation
Agitated Film 680-2300 120-400

Metode yang diberikan di atas berguna untuk menentukan desain


evaporator atau mengevaluasi efek perubahan kondisi operasi terhadap
koefisien. Dengan tersedianya nilai koefisien perpindahan panas (U) sangat
membantu dalam memperhitungkan biaya komersil.

11
2.6 Metode perhitungan untuk Single-Effect Evaporator
2.6.1 Neraca Massa dan Panas pada Evaporator
Persamaan umum untuk kapasitas panas (q) pada single-effect
evaporator sesuai persamaan berikut ini :
q = U.A.∆T ................................................................. (2)
Dimana ∆T (ºF) merupakan perbedaan suhu antara uap kondensasi dengan
titik didih cairan. Nilai q dalam W (btu/h) ditentukan dengan membuat
neraca material dan panas pada evaporator ditunjukan pada Gambar 2.6

Gambar 2.6 Heat and mass balances for single-effect evaporator


Feed masuk evaporator atau F kg/h (lbm/h) mengandung padatan
sebagai fraksi massa (xf), suhu (Tf) dan entalpi hf J/kg (btu/ lbm). Keluar
sebagai cairan yang terkonsentrasi L kg/h (lbm/h) yang mengandung padatan
( xL), suhu T1 dan entalpi hL. Uap V kg/h (lbm/h) dilepaskan oleh pelarut
murni yang mengandung padatan sebagai yv = 0, suhu T1 dan entalpi HV.
Uap jenuh masuk sebagai S kg/h (lbm/h) dengan suhu TS serta entalpi HS.
Uap kondensasi meninggalkan S kg/h dan diasumsikan pada TS, suhu
saturasi serta entalpi hS. Sehingga uap memberikan panas laten (λ) menurut
persamaan dibawah ini:
λ = HS - hS .............................................................. (3)
Vapor dan liquid berada dalam satu kesetimbangan serta memiliki suhu
yang sama. Begitu juga dengan tekanan P1 adalah tekanan uap saturation
cairan dengan komposisi xL pada boiling point T1 ( asumsikan tidak ada
kenaikan titik didih).

12
Neraca massa pada kondisi steady-state, laju alir masuk = laju alir
keluaran. Neraca total adalah :
F = L + V ............................................................... (4)
F.xf = L.xL .............................................................. (5)
Sementara untuk neraca energi/panas,
Total Heat in = Total Heat out
Heat in feed + heat in steam = heat in concentrated liquid + heat in vapor
+ heat in condensed steam .......................................................................... (6)
(asumsikan tidak ada panas yang hilang baik secara radiasi maupun
konveksi).
F.hF + S.HS = L.hL +V.HV + S.hS ................................ (7)
Subtutusi persamaan (3) ke (7)
F.hF + S.λ= L.hL +V.HV ............................................. (8)
q = S(HS – hS) = S.λ .................................................... (9)

Contoh 1. Daerah Perpindahan Panas pada Single-Effect Evaporator


Sebuah single-effect evaporator memiliki konsentrasi 9072 kg/h dari
1.0wt% masuk pada suhu 311K (37.8°C) menjadi konsentrasi akhir 1.5wt%.
Ruang uap evaporator dengan tekanan 101.325 kPa (1.0 atm abs) dan uap
jenuh 143.3 kPa. Koefisien U = 1704 W/m2.K. Hitung jumlah uap dan
produk cair serta daerah perpindahan panas yang diperlukan. Asumsikan
titik didih cairan sama dengan TD air.
Pembahasan: Diagram alir pada Gambar 2.6 Untuk material balances
substitusikan kedalam persamaan berikut;
F =L+V
9072 = L + V
Selanjutnya disubstitusikan ke dalam persamaan;
F xF = L xL
9072(0.01) = L(0.015)
L = 6048 kg/h liquid
V = 3024 kg/h vapor

13
Asumsikan nilai cpF adalah 4.14 kJ/kg.K. Titik didih air pada101.32 kPa, T1
= 373.2K (100oC). Panas laten air (Hv) pada 373.2K (dari tabel uap dalam
Lampiran A.2) adalah 2257 kJ/kg. Panas laten uap (λ) uap pada 143.3 kPa
(TS = 383.2K) adalah 2230 kJ/kg. Entalpi pada umpan dapat dihitung
dengan T1 = 373.2K dan hL = 0, kemudian disubtitusikan dalam persamaan;
hF = cpF (TF – T1)
9072(4,14)(311,0-373,2) + S(2230) = 6048(0) + 3024(2257)
S = 4108 kg steam/h
q panas yang ditransfer melalui daerah pemanasan permukaan A dengan
persamaan :
q=S(λ)
q = (4108)(2230)(l000/3600) = 2544000 W
kemudian disubtitusikan kedalam persamaan, dimana ΔT = TS - T1
q = 2544000 = U.A. ΔT
= 1704(A)(383,2 – 373,2)
A = 149,3 m2
2.6.2 Pengaruh Pengolahan Variabel pada Operasi Evaporator
2.6.2.1 Pengaruh Suhu pada Feed
Suhu inlet feed memiliki efek yang besar pada pengoperasi
evaporator. Jika feed dimasukkan ke evaporator pada suhu 311K lebih
dingin dibandingkan dengan suhu didih 373.2 K maka ¼ uap digunakan
untuk memanaskan umpan dingin ke boiling point. Sehingga, hanya sekitar
3⁄ dari uap yang tersisa digunakan feed untuk penguapan.
4

2.6.2.2 Pengaruh Tekanan


Pada Contoh 1 tekanan 101.32 kPa abs digunakan dalam ruang uap
evaporator. Titik didih diatur pada suhu 373.2K dan ΔT yang digunakan
antara 383.2 – 373.2 atau 10K. ΔT sangat berpengaruh karena akan
menurunkan luas permukaan panas. Untuk mengurangi tekanan 101.32 kPa
(berada di bawah kondisi vakum), digunakan kondensor dan pompa vakum.
Misalnya, jika tekanan dikurangi menjadi 41.4 kPa, maka titik didih air akan
349.9 K, sehingga ΔT 383.2 – 349.9 = 33.3K.

14
2.6.2.3 Pengaruh Tekanan Uap
Menggunakan uap jenuh bertekanan lebih tinggi akan meningkatkan
ΔT dan bisa menurunkan ukuran dan biaya evaporator. Namun,
menggunakan uap bertekanan tinggi lebih mahal. Oleh karena itu, nilai
ekonomis benar-benar diperlukan untuk menentukan tekanan uap yang
optimal.
2.6.3 Kenaikan Titik Didih Larutan
Konsentrasi yang cukup tinggi akan berpengaruh pada kapasitas panas (q)
dan titik didihnya karena zat terlarut dalam larutan biasanya tidak dapat diprediksi.
Namun, hukum empiris sebagai aturan Duhring dapat diterapkan yaitu, dalam
aturan ini garis lurus diperoleh jika titik didih larutan dalam oC atau oF memiliki
konsentrasi terhadap tekanan yang berbeda. Pada diagram Duhring terdapat boiling
point natrium hidroksida vs air.

.
Gambar 2.7 Garis Duhring untuk Larutan Sodium Hidroksida

15
Contoh 2. Penggunaan Diagram Duhring untuk Kenaikan Titik Didih
Sebagai contoh penggunaan grafik, tekanan dalam evaporator
diberikan 25.6 kPa (3.72 psia) dan larutan 30% NaOH sedang dididihkan.
Tentukan suhu mendidih NaOH dan kenaikan titik didih (BPR).
Pembahasan: Dari tabel di Appendix A.2, titik didih air pada 25.6 kPa
adalah 65.6°C. Dari Gambar 2.7 untuk 65.6°C (150°F) dan 30% NaOH,
titik didih larutan NaOH adalah 79.5°C (175°F).
Kenaikan titik didih adalah 79.5-65.6 = 13.9° C (25° F).
2.6.4 Penggunaan Diagram Entalpi–Konsentrasi
Kenaikan titik didih merupakan suatu indeks termodinamika yang
dapat digunakan untuk mengetahui perubahan sifat-sifat termodinamika
misalnya harga panas jenis dan panas laten penguapan suatu larutan.
Semakin tinggi kenaikan titik didih maka semakin jauh penyimpangannya,
yaitu semakin jauh sifat-sifatnya dari sifat air. Untuk mengatasi hal ini dapat
digunakan diagram entalpi larutan yang memperlihatkan entalpi suatu
larutan tertentu pada berbagai konsentrasi dan berbagai suhu.
Harga numerik entalpi yang terdapat pada diagram entalpi–
konsentrasi untuk sistem dua komponen tergantung pada keadaan dasar
yang dipilih untuk kedua komponen, meskipun beda entalpi antara dua
keadaan. Jika NaOH pelet dilarutkan dalam jumlah air tertentu, maka terjadi
kenaikan suhu yaitu yang disebut panas solusi.

Contoh 3. Penyelesaian Evaporation NaOH


Evaporator yang digunakan berkonsentrasi 4536 kg/h (10000 lbm/h) dari
larutan 20% NaOH dalam air masuk pada 60°C (140° F) untuk produk dari
50% padatan. Tekanan uap jenuh yang digunakan adalah 172.4 kPa (25
psia) dan tekanan dalam ruang uap dari evaporator adalah 11.7 kPa (1.7
psia). Koefisien perpindahan panas keseluruhan adalah 1560 W/m2.K (275
btu/h.ft2.°F). Hitung uap yang akan digunakan, steam economy dalam kg
menguap/steam kg digunakan, dan luas permukaan pemanas dalam m2.

16
Pembahasan : F = 4536 kg/h
xF = 0.20 wt fraction,
TF = 60°C, P1 = 11.7 kPa,
Steam pressure = 172.4 kPa
xL = 0.50 wt fraction.
Untuk overall material balance substitusikan kedalam persamaan :
F = 4536 = L + V

Gambar 2.8 Diagram Entalpi-Konsentrasi untuk Sistem NaOH-air.


[Reference state liquid water at 0oC (273 K) atau 32oF]

Substitusikan kedalam persamaan :


F xF = L xL
4536 (0.20) = L (0.50)
L = 1814 kg/h
V = 2722 kg/h
Untuk menentukan titik didih T1 dari larutan pekat 50%, pertama kita
memperoleh titik didih air murni pada 11.7 kPa dari tabel uap, Lampiran

17
A.2, sebagai 48.9oC (120oF). Dari grafik Duhring, untuk titik didih air dari
48.9oC dan 50% NaOH, titik didih larutan adalah T1 = 89.5oC (193oF).
Sehingga, kenaikan titik didih = T1 - 48,9 = 89,5 - 48,9 = 40,6oC
(73oF). Dari entalpi-grafik konsentrasi untuk 20% NaOH pada suhu 60°C
(140°F), hf = 214 kJ/kg (92 btu/lbm). Untuk NaOH 50% pada 89.5oC
(193oF), hL= 505 kJ/kg (217 btu/ lbm).
Untuk uap V superheated pada 89.5°C (193°F) dan 11.7 kPa
(superheated 40.6°C (73°F) karena titik didih air adalah 48.9°C [(120°F) di
11,7 kPa], dari uap tabel HV = 2660 kJ/kg (1147 btu/lbm).
Sebuah metode alternatif untuk menghitung H adalah pertama untuk
mendapatkan entalpi uap jenuh pada 48.9°C(120°F) dan 11.7 kPa dari 2590
kJ/ kg (113.5 btu/lbm).
Kemudian, menggunakan kapasitas panas dari 1,884 kJ / kg K untuk
superheated steam dengan superheat dari (89,5-48,9)°C = (89,5-48,9)K,
HV = 2590 + 1.884(89.5 - 48.9) = 2667 kJ/kg
Untuk uap jenuh pada 172.4 kPa, suhu saturasi dari tabel uap 115.6°C
(240°F) dan panas laten adalah λ = 2214 kJ/kg (952 btu/lbm).
𝐹ℎ𝑓 + 𝑆λ = 𝐿ℎ𝐿 + 𝑉𝐻𝑉
4535(214) + S(2214) = 1814(505) + 2722(2667)
S = 3255 kg steam/h
1
𝑞 = 𝑆λ = 3255(2214) ( ) = 2002 kW
3600
𝑞 = 𝑈. 𝐴. ∆𝑇
2002(1000) = 1560(A) (115,6-89,5)
A= 49.2 m2
steam economy = 2722/3255 = 0.836

18
2.7 Metode Perhitungan Multiple-Effect Evaporation
2.7.1 Pengenalan
Alat ini bekerja tidak secara perlahan karena arah steam dan feed
saling bersinggungan, sehingga steam pada alat ini memiliki viskositas yang
lebih tinggi dan pada saat dipanaskan pada suhu yang lebih tinggi di efek
awal, bahan tidak harus keluar pada proses akhir, tapi keluar di tengah-
tengah proses.
2.7.2 Penurunan Suhu dan Kapasitas Panas Multiple-Effect Evaporator
2.7.2.1 Penurunan Suhu pada Multiple-Effect Evaporator
Umumnya dalam perhitungan evaporator sistem multiple dilakukan
asumsi-asumsi:
a. Jumlah panas yang diperlukan setiap evaporator dianggap sama.
b. Luas per inci perpindahan panas setiap evaporator dianggap sama.
Untuk Forward Feed:
q1 = U1.A1.∆T1............................... (10)
q2 = U2.A2. ∆T2
q3 = U3.A3. ∆T3
qn = Un.An. ∆Tn .............................. (11)
U1.A1. ∆T1 = U2.A2. ∆T2 = U3.A3. ∆T3 = Un.An. ∆Tn
Jika A sama maka :
𝑞
= U1 ∆T1 = U2 ∆T2 = U3 ∆T3 = Un ∆𝑇𝑛 ............... (12)
𝐴
Jika kenaikan titik didih diabaikan, maka:
∑ ∆𝑇 = ∆𝑇1 + ∆𝑇2 + ∆𝑇3 … . + ∆𝑇𝑛 = 𝑇𝑆 − 𝑇𝑛 .... (13)
Bila kenaikan titik didih diperhitungkan
∑ ∆𝑇 = 𝑇𝑆 − 𝑇𝑛 − (𝑘𝑒𝑛𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑑𝑖𝑑𝑖ℎ)......... (14)
c. Besarnya temperature Drop pada setiap evaporator dapat ditaksir
dengan:
1/ U1
ΔT1    ΔT ........ (15)
1
1/ U1  1/ U 2   .......1 / U n
U3

19
1/ U 2
1 
ΔT2   ΔT .............. (16)
1 1
1/ U1    .......
U2 U3 Un

2.7.2.2 Kapasitas Panas (q) Multiple-Effect Evaporators


Pemakaian multiple effect evaporator akan meningkatkan steam
ekonomi, tetapi tidak berarti dengan effect banyak selalu ekonomis karena
dipengaruhi oleh kapasitas evaporator.

Persamaan Kapasitas total:


q total = q1 + q2 +q3 + ……….+qn
= U1.A1. ∆T1 + U2.A2. ∆T2 + ……+ Un.An. ∆Tn
Jika kita asumsikan nilai U dan A sama untuk semua efek sehingga :
𝑞 = 𝑈𝐴 (∆𝑇1 + ∆𝑇2 + ∆𝑇3 ) = 𝑈𝐴∆𝑇 .................... (17)
Dimana ∆𝑇 = ∑ ∆𝑇 = ∆𝑇1 + ∆𝑇2 + ∆𝑇3 + ∆𝑇𝑛 = 𝑇𝑆 − 𝑇𝑛
Jumlah penurunan suhu yaitu :
𝑞 = 𝑈. 𝐴. ∆𝑇
Multiple effect tidak mempengaruhi kapasitas suatu system
evaporator, tetapi hanya pemakaian steam dan air dalam operasinya.
2.7.3 Perhitungan Untuk Multiple-Effect Evaporators
Langkah-langkah perhitungan untuk multiple-effect evaporators
1. Tentukan titik didih dan Enthalpi larutan pada effect terakhir berdasarkan
tekanan ruang uap dan konsenstrasi akhir.
2. Tentukan jumlah penguapan seluruh system dengan overall material
balance, kemudian perkirakan pembagian tiap effect (umumnya dibagi
sama dalam tiap effect) pada trial dihitung konsentrasi larutan dalam
effect, asumsi TD (titik didih) pelarut dan cari KTD (kenaikan titik didih)
di tiap effect.
3. Tentukan total penurunan temperatur dengan rumus:
T  t1  KTD1  t 2  KTD2  .....

= Ts – Tn - (KTD) ................................................... (18)

20
Distribusikan pada tiap effect dengan rumus:

1 / U1
t1  xt..........dst
1 / U1  1 / U 2  1 / U1 .......................... (19)

4. Dengan Neraca panas tiap effect dan dengan neraca massa, hitung
kembali penguapan di tiap effect. Jika harga penguapan sangat berbeda
dari masing-masing effect dengan yang diperkirakan dalam langkah 2,
maka ulangi langkah 2 tersebut dengan harga penguapan yang baru
didapat.
5. Pergunakan rumus : q = U.A. (Ts – Tn) untuk tiap effect guna
menentukan harga A masing-masing.
6. Bila ternyata harga A tiap effect tidak (hampir) sama, maka hitung
kembali temperature drops.
t1 A1
t1 
An

t 2 A2
t 2  …………. dst
An

A2  A2  An
n 
n ................................................. (20)

Contoh 4. Evaporasi Larutan Gula dengan Triple-Effect Evaporator


Suatu triple-effect-forward-feed evaporator digunakan untuk
menguapkan larutan gula mengandung 10% padatan dengan konsentrasi
larutan 50%. Kenaikan titik didih larutan menurut BPRºC = 1.78x +6.22x2
(BPRºF= 3.2x + 11.2x2 ), dimana x adalah fraksi berat gula didalam larutan
(K1). Tekanan uap jenuh sebesar 205.5 kPa (29.8 psia), vapor space pada
efek ketiga adalah 13.4 kPa (1.94 psia). Laju alir umpan sebesar 22680 kg/h
(50000 lbm/h) pada suhu 26.7oC(80o F). Kapasitas kalor (K1) cp= 4.19 –
2.35x kJ/kg.K (1.0-0.56x btu/lbmoF) (kapasitas panas larutan diabaikan).
Koefisien perpindahan panas U1 = 3123, U2 = 1987, dan U3 = 1136 W/m2.K

21
atau sebesar 550,350, dan 200 btu/h.ft2.ºF. Jika setiap unit memiliki luas
permukaan yang sama, hitunglah luas area, steam rate serta steam economy
yang digunakan.
Pembahasan : Diagram alir proses dapat dilihat pada Gambar. 8-5.1. Ikuti
langkah-langkah dibawah ini untuk menjawab pertanyaan diatas.
Step 1.
Untuk 13.4 kPa (1.94 psia), suhu saturasi 51.67oC (125oF) dari tabel uap.
Gunakan persamaan BPR untuk evaporator No. 3 dengan x = 0.5
BPR3 = 1.78x + 6.22x2 = 1.78(0.5) + 6.22(0.5)2 =2.45ºC (4.4ºF)
T3 = 51.67+ 2.45 = 54.12ºC (129.4ºF)
Step 2.
Total penguapan dihitung dengan menggunakan semua data kesetimbangan
(V1 + V2 +V3) dan L3
F = 22680 = L3 +(V1 + V2 +V3)
FxF = 22680 (0.1) = L3(0.5) +(V1 + V2 +V3)(0)
L3 = 4536 kg/h (10000 lbm/h)
Total vaporized = (V1 + V2 +V3) = 18144 kg/h (40000 lbm/h)
Asumsikan jumlah uap pada setiap unit evaporator sama,V1=V2=V3 =6048
kg/h (13333 lbm/h). Sehingga diperoleh neraca massa total unit 1,2 dan 3
(1) F = 22680= V1 +L1 = 6048 + L1, L1 = 16632 kg/h (33667 lbm/h)
(2) L1 = 16632= V2 + L2 = 6048 + L2, L2= 10584(23334lbm/h)
(3) L2 = 10584 = V3 + L3 = 6048 + L3, L3= 4536(10000lbm/h)
Solid balance pada unit 1,2 dan 3 untuk (x)
(1) 22680(0,1) = L1 x1 = 16632(x1), x1 = 0.136
(2) 16632(0,136) = L2 x2 = 10584(x2), x2= 0.214
(3) 10584(0,214) = L3 x3 = 4536(x3), x3 = 0.500 (check balance)

22
Gambar 2.9 Diagram Alir Proses Triple-Effect Evaporator

Step 3.
Perhitungan BPR pada setiap efek evaporator
(1) BPR1 = 1.78 x1 + 6.22x12 = 1.78(0.136)+6.22(0.136)2 = 0.36ºC (0.7ºF)
(2) BPR2 = 1.78(0.214) + 6.22(0.214)2 = 0.65ºC (1.2ºF)
(3) BPR3 = 1.78(0.5) + 6.22(0.5)2 = 2.45ºC(4.4ºF)
∑ ∆T available = Ts1 –T3 (saturation) - (BPR1 +BPR2 +BPR3)
= 121.1 – 51.67- (0.36 + 0.65 +2.45)
= 65.97ºC (118.7ºF)
Persamaan (8.5-6) untuk menetukan ∆T1, ∆T2 dan ∆T3,
1/𝑈1 (65.97)(1/3123)
∆T1 =∑ ∆T1/𝑈 = (1/3123)+(1/1987)+(1/1136) , diperoleh :
1 +1/𝑈2+ 1/𝑈3

∆T1 = 12.40ºC ∆T2 = 19.50ºC ∆T3 = 34.07ºC

Karena umpan (cold feed) yang memasuki unit evaporator efek 1,


sehingga dibutuhkan panas yang berlebih dengan meningkatkan ∆T1 dan
menurunkan suhu pada ∆T2 dan ∆T3 sebagai asumsi :
∆T1 = 15.56ºC = 15.56 K ∆T2 = 18.34ºC = 18.34 K ∆T3 = 32.07ºC = 32.07 K

Untuk menghitung titik didih aktual pada setiap unit efek evaporator
sebagai berikut :
(1) T1 = TS1 - ∆T1
= 121.1 – 15.56 = 105.54ºC
TS1 = 121.1ºC (suhu kondensasi untuk efek ke 1)

23
(2) T2 = T1 – BPR1 - ∆T2
= 105.54 – 0.36 – 18.34 = 86.84ºC
TS2 = T1 – BPR1
= 105.54 – 0.36 = 105.18ºC (suhu kondensasi untuk efek ke 2)
(3) T3 = T2 – BPR2 - ∆T3
= 86.84 – 0.65 – 32.07 = 54.12ºC
TS3 = T2 – BPR2
= 86.84-0.65 = 86.19ºC (suhu kondensasi untuk efekr ke 3)
Suhu untuk masing-masing unit efek evaporator mengikuti :

Effect 1 Effect 2 Effect 3 Condenser

TS1 =121.1OC TS2 =105.18 TS3 =86.19 TS4 =51.67

T1=105.54 T2= 86.84 T3 = 54.12

Step 4.
Kapasitas kalor cairan pada masing-masing unit dapat dihitung
menggunakan persamaan cp = 4.19 – 2.35x
F :cp = 4.19 – 2.35(0.1) = 3.955 kJ/kg.K
L1 :cp = 4.19 – 2.35(0.136) = 3.869 kJ/kg.K
L2 :cp = 4.19 – 2.35(0.214) = 3.684 kJ/kg.K
L3 :cp = 4.19 – 2.35(0.5) = 3.015kJ/kg.K

Nilai Entalpi (H) dari berbagai laju alir uap relatif terhadap air pada
suhu 0ºC sebagai informasi diperoleh dari tabel uap, sebagai berikut :
Effect 1:
T1 = 105.54ºC, TS2 = 105,18(221.3ºF), BPR1 = 0.36, TS1 = 121.1(250ºF)
H1 = HS2(saturation enthalpy pada TS2) + 1.884 (0.36ºCsuperheat)
= 2684 + 1.884(0.36) = 2685 kJ/kg
λS1=HS1(vapor saturation enthalpy ) – hS1 (liquid enthalpypada TS1)
= (2708 – 508) = 2200kJ/kg (panas laten saat kondensasi)

24
Effect 2 :
T2 = 86.84ºC, TS3 = 86.19, BPR2 = 0.65
H2 = HS3 + 1.884(0.65) = 2654 +1.884(0.65) = 2655 kJ/kg
λS2 = H1 –hS2 =2685 – 441 = 2244 kJ/kg
Effect 3 :
T3 = 54.12ºC, TS4 = 51.67, BPR3 = 2.45
H3 = HS4 + 1.884(2.45) = 2595 +1.884(2.45) = 2600 kJ/kg
λS3 = H2 –hS3 =2655 – 361 = 2294 kJ/kg
(Note : faktor koreksi superheated kecil sehingga dapat diabaikan. Namun,
faktor koreksi digunakan untuk menentukan metode perhitungan).
Hubungan yang digunakan untuk menentukan neraca panas (heat balances)
adalah :
V1 = 22680 - L1, V2 =L1-L2, V3=L2-4536, L3=4536

Heat balances pada setiap unit efek evaporator dapat ditulis dengan
menggunakan data entalpi (H) uap relatif pada 0ºC (32ºF) dan perhatikan
bahwa :
(TF-0)ºC = (TF-0)K dan (T1–0)ºC = (T1-0)K,
(1) F.cp(Tf – 0) + S.λS1 = L1.cp(T1-0) + V1.H1
22680(3.955)(26.7-0)+S(2200) = L1(3.869)(105.54-0)+(22680-L1)(2685)
(2) L1.cp(T1– 0) + V1.λS2 = L2.cp(T2-0) + V2.H2
L1(3.869)(105.54-0)+(22680-L1) = L2(3.684)(86.84-0)+(L1-L2)(2655)
(3) L2.cp(T2 – 0) + V2.λS3 = L3.cp(T3- 0) + V3.H3
L2(3.684)(86.84-0)+(L1-L2)(2294)=4536(3.015)(54.12-0)+(L2-4536)(2600)
Dua persamaan terakhir untuk L1 and L2 dan subtitusikan ke dalam
persamaan (1) sehingga diperoleh :

L1 = 17078 kg/h L2 = 11068kg/h L3= 4536kg/h


S = 8936 V1 = 5602 V2 = 6010 V3 = 6532

25
Step 5.
Perhitungan untuk mencari q dan A pada setiap efek evaporator :
8936
q1 = S.λS1 = (3600)(2200x1000) = 5.460 x 106 W
5602
q2 = V1.λS2 = (3600)(2244x1000) = 3.492 x 106 W
6010
q3 = V2.λS3 = (3600)(2294x1000) = 3.830 x 106 W
𝑞1 5.460 𝑥 106
A1 = = 3123(15.56) = 112.4 𝑚2
𝑈1 ∆𝑇1

𝑞2 3.492 𝑥 106
A2 = = 1987(18.34) = 95.8 𝑚2
𝑈2 ∆𝑇2

𝑞3 3.830 𝑥 106
A3 = = 1136(32.07) = 105.1 𝑚2
𝑈3 ∆𝑇3

Rata-rata Am = 104.43 m2, daerah berbeda dari nilai rata-rata kurang


dari 10% sehingga cara kedua tidak diperlukan. Namun, cara kedua (dimulai
dari Step 6.) untuk menentukan metode perhitungan yang digunakan.

Step 6.
Untuk membuat kesetimbangan (solid) yang baru untuk efek 1,2 dan 3
digunakan kondisi yang baru, dengan
L1 = 17078; L2 = 11068; L3 = 4536
(1) 22680(0.1) = 17.078(x1), x1=0.133
(2) 17078(0.133) = 11068(x2), x2=0.205
(3) 11068(0.205) = 4536(x3), x3=0.500(check balance)

Step 7.
Nilai BPR baru untuk setiap evaporator
(1) BPR1 = 1.78x1 + 6.22x12=1.78(0.133)+6.22(0.133)2 = 0.35ºC
(2) BPR2 = 1.78(0.205) + 6.22(0.205)2 = 0.63ºC
(3) BPR3 = 1.78(0.5) + 6.22(0.5)2 = 2.45ºC
∑ ∆T available = 121.1 – 51.67 – (0.35+0.63+2.45) = 66.00ºC

26
Diperoleh nilai baru untuk ∆T mengikuti persamaan (8.5-11)
∆𝑇1 𝐴1 15.56(112.4 )
∆T’1 = = = 16.77𝐾 = 16.77ºC
𝐴𝑚 104.4
∆𝑇2 𝐴2 18.34(95.8 )
∆T’2 = = = 16.86ºC
𝐴𝑚 104.4
∆𝑇3 𝐴3 32.07(105.1 )
∆T’3 = = = 32.34ºC
𝐴𝑚 104.4

∑∆T = 16.77 + 16.86+32.34 = 66.0ºC


Titik didih aktual pada ketiga unit dapat dihitung dengan ∆T’1 = 16.77, ∆T’2
=16.86, ∆T’3 32.34 dan ∑ ∆T =16.77 + 16.86 +32.34 = 66ºC
(1) T1 = TS1 - ∆T’1 = 121.1 – 16.77 – 104.33ºC
TS1 = 121.1ºC
(2) T2 = T1 - BPR1 - ∆T’2 = 104.33 – 0.35 – 16.87 = 87.11ºC
TS2 = T1 - BPR1 = 104.33 – 0.35 = 103.98ºC
(3) T3 = T2 – BPR2 - ∆T’3 = 87.11 – 0.63 – 32.36 = 54.12ºC
TS3 = T2 – BPR2 = 87.11 – 0.63 = 86.48ºC

Step 8.
Mengikuti Step 4, kapasitas panas (q) dari cairan dihitung dengan cp = 4.19-
2.35x
F :cp = 3.955 kJ/kg.K
L1 :cp = 4.19 – 2.35(0.133) = 3.877 kJ/kg.K
L2 :cp = 4.19 – 2.35(0.205) = 3.708 kJ/kg.K
L3 :cp = 3.015 kJ/kg.K
Nilai Entalpi (H) yang baru pada setiap unit adalah :
(1) H1 =HS2 + 1.884(ºCsuperheat) = 2682 +1.884(0.35) = 2683 kJ/kg
λS1 = HS1 – hS1 = 2708 –508 = 220 kJ/kg
(2) H2 = HS3 + 1.884(0.63) = 2654 +1.884(0.63) = 2655 kJ/kg
λS2 = H1 – hS2 = 2683–440 = 2243 kJ/kg
(3) H3= HS4 + 1.884(2.45) = 2595 +1.884(2.45) = 2600 kJ/kg
λS3 = H2 –hS3 = 2655–362 = 2293 kJ/kg

27
Heat balances/Neraca panas setiap unit dapat ditulis :
(1) 22680(3.955)(26.7-0)+S(2200) = L1(3.877)(104.33-0)+(22680-L1)(2683)
(2) L1(3.877)(104.33-0)+(22680-L1)(2243) = L2(3.708)(87.11-0)+(L1-L2)(2655)
(3) L2(3.708)(87.11-0)+(L1-L2)(2293) = 4536(3.015)(54.12-0)+(L2-4536)(2600)

L1=17005kg/h L2 = 10952 L3=4536 S=8960(steam used)


V1=5675 V2=6053 V3=6416
(Note : Nilai yang diperoleh dari percobaan kedua sedikit berbeda dengan
pertama. Ikuti Step 5 untuk menentukan q dan A pada setiap unit )
8960
q1 = S.λS1 = 3600(2200 x 1000) = 5.476 x 106 W
5675
q2= V1.λS2 = 3600(2243 x 1000) = 3.539 x 106 W
6053
q3 = V2.λS3 = 3600(2293 x 1000) = 3.855 x 106 W
𝑞1 5.476 𝑋 106
A1 = 𝑈 = 3123(16.77) = 104.6 𝑚2
1 ∆𝑇′1

𝑞2 3.539 𝑋 106
A2 = 𝑈 = 1987(16.87) = 105.6 𝑚2
2 ∆𝑇′2

𝑞3 3.855 𝑋 106
A3 = 𝑈 = 1136(32.36) = 104.9 𝑚2
3 ∆𝑇′3

Rata-rata Ambaru = 105.03 m2 yang digunakan pada setiap unit efek.


Nilai Amyang diperoleh pada percobaan pertama mendekati nilai Am pada
percobaan pertama sebesar 104.43 m2.
𝑉1+𝑉2+𝑉3 5675+6053+6416
Steam economy = = = 2.025
𝑆 8960

2.8 Kondensor untuk Evaporator


2.8.1 Pengenalan
Uap yang dikeluarkan dari evaporator harus diembunkan dan
dikeluarkan sebagai air. Hal ini terjadi bila operasi berlangsung pada
tekanan dibawah atmosfir (vakum). Pengembunan dapat dilakukan dalam
kondensor kontak dimana uap bertemu langsung dengan air pendingin atau
kondensor permukaan dimana uap dan air pendingin dipisahkan oleh
dinding logam.

28
Kondensor adalah alat penukar kalor yang bekerja dengan proses
isobar artinya pada tekanan konstan. Cara kerja kondensor sama dengan
evaporator, namun pada kondensor kalor dari bahan pendingin dibuang
sehingga merubah fase bahan pendingin dari bentuk gas menjadi cair.
Kondensor harus dapat membuang kalor dari evaporator dan kompresor
sehingga untuk meningkatkan pertukaran kalor. Kondensor adalah salah satu
jenis mesin penukar kalor (heat exchanger) yang berfungsi untuk
mengkondensasikan fluida kerja.
2.8.2 Surface Condenser
Prinsip kerja surface condenser adalah steam masuk ke dalam shell
kondensor melalui steam inlet connection pada bagian atas kondensor.
Steam kemudian bersinggungan dengan tube kondensor yang bertemperatur
rendah sehingga temperatur steam turun dan terkondensasi, menghasilkan
kondensat yang terkumpul pada hotwell.
Temperatur rendah pada tube dijaga dengan cara mensirkulasikan air
yang menyerap kalor dari steam pada proses kondensasi. Kalor yang
dimaksud disini disebut kalor laten penguapan dan terkadang disebut juga
kalor kondensasi (heat of condensation) dalam lingkup bahasan kondensor.
Kondensat yang terkumpul di hotwell kemudian dipindahkan dari kondensor
dengan menggunakan pompa kondensat ke exhaust kondensat.
Ketika meninggalkan kondensor, hampir keseluruhan steam telah
terkondensasi kecuali bagian yang jenuh dari udara yang ada di dalam
sistem. Udara yang ada di dalam sistem secara umum timbul akibat adanya
kebocoran pada perpipaan, shaft seal, katup-katup, dan sebagainya.
Udara ini masuk ke dalam kondensor bersama dengan steam. Udara
dijenuhkan oleh uap air, kemudian melewati air cooling section dimana
campuran antara uap dan udara didinginkan untuk selanjutnya dibuang dari
kondensor dengan menggunakan air ejektor yang berfungsi untuk
mempertahankan vacuum di kondensor. Untuk menghilangkan udara yang
terlarut dalm kondensat akibat adanya udara di kondensor, dilakukan
de-aeration. De-aeration dilakukan di kondensor dengan memanaskan

29
kondensat dengan steam agar udara yang terlalut pada kondensat akan
menguap. Udara kemudian ditarik ke air cooling section dengan
memanfaatkan tekanan rendah yang terjadi pada air cooling section. Air
ejector kemudian akan memindahkan udara dari sistem.
2.8.3 Direct-contact Condenser
Direct-contact condenser mengkondensasikan steam dengan
mencampurnya langsung dengan air pendingin. Direct-contact atau open
condenser digunakan pada beberapa kasus khusus, seperti :
a. Geothermal powerplant.
b. Powerplant yang menggunakan perbedaan temperatur di air laut
(OTEC).
Direct-contact Condenser dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1) Spray Condenser
Pada Spray Condenser, pencampuran steam dengan air pendingin
dilakukan dengan jalan menyemprotkan air ke steam. Sehingga steam
yang keluar dari exhaust turbin pada bagian bawah bercampur dengan
air pendingin pada bagian tengah menghasilkan kondensat yang
mendekati fase saturated.
Kemudian dipompakan kembali ke cooling water. Sebagian dari
kondensat dikembalikan ke boiler sebagai feedwater. Sisanya
didinginkan, biasanya di dalam dry- (closed) cooling water. Air yang
didinginkan pada cooling water disemprotkan ke exhaust turbin dan
proses berulang.
2) Baromatric dan Jet Condenser
Ini merupakan jenis awal dari kondensor. Jenis ini beropersi
dengan prinsip yang sama dengan spray condenser kecuali tidak
dibutuhkannya pompa pada jenis ini. Vacuum dalam kondensor
diperoleh dengan menggunakan prinsip head statis pada barometric
condenser, atau menggunakan diffuser seperti pada jet condenser.

30
Gambar 2.10 Skematik Kondensor Barometrik
Kondensor barometrik murah dan ekonomis dalam penggunaan air.
Hal ini dapat mempertahankan vakum sesuai dengan suhu uap jenuh
sekitar 28 K (50F) dari suhu air yang meninggalkan kondensor.
Misalnya, jika debit air pada 316.5 K (1100F), tekanan sesuai dengan
316.5 + 2.8 atau 319.3 K adalah 10.1 kPa (1.47 psia).
Jika uap mengalir ke kondensor V kg/h pada suhu Ts dan aliran air
W kg/h pada suhu masuknya T1 dan suhu meninggalkan T2, derivasi
nya adalah sebagai berikut:
𝑉𝐻𝑆 + 𝑊𝑐𝑝 (𝑇1 − 273.2) = (𝑉 + 𝑊)𝑐𝑝 (𝑇2 − 273.2) ....... (21)
Dimana HS adalah entalpi dari steam tables uap pada TS K dan tekanan
dalam aliran uap.
𝑊 𝑘𝑔 𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 𝐻𝑆 − 𝑐𝑝 (𝑇2 − 273.2)
= = ........ (22)
𝑉 𝑘𝑔 𝑢𝑎𝑝 𝑐𝑝 (𝑇2 −𝑇1 )

Kondensor kontak langsung telah lama digunakan pada berbagai


aplikasi di antaranya pada pemanasan air, proses penyulingan minyak,
pembangkit listrik tenaga panas bumi, desalinasi air, dan pemanfaatan
energi matahari. Kondensor kontak langsung memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan dengan kondensor permukaan yaitu:

31
1. Tidak ada korosi atau fouling
2. Tidak ada tahanan termal pada dinding
3. Konstruksi yang sederhana
4. Laju perpindahan panas yang tinggi
5. Pressure drop uap yang rendah
6. Memungkinkan beroperasi dengan perbedaan temperatur yang rendah
7. Biaya yang rendah
8. Efisien dalam mengekstraksi ncg
9. Ukuran lebih kecil
10. Membutuhkan lebih sedikit air pendingin hingga 60% dibandingkan
surface condenser.
2.9 Penguapan dengan Bahan Biologis
2.9.1 Pengenalan
Penguapan jenis material biologis berbeda dengan evaporator material
anorganik seperti NaCl dan NaOH dan material organik seperti etanol dan
asam asetat. Material biologis dapat berupa obat-obatan, susu, jus jeruk, dan
ekstrak sayuran yang biasanya mengandung partikel halus dan pertumbuhan
bakteri. Material biologi memiliki titik didih yang kecil sehingga
meningkatkan konsentrasi. Hal ini disebabkan karena adanya reaksi padatan
yang tersuspensi dalam bentuk besar dan terlarut dengan berat molekul
mengalami sedikit kenaikan. Jumlah degradasi material biologis adalah suhu
dan waktu yang dibutuhkan.
Untuk menjaga suhu rendah, penguapan harus dilakukan dibawah
vakum yang akan mengurangi titik didihnya. Peralatan harus menyediakan
waktu kontak dari bahan yang akan menguap. Beberapa alat evaporator
berdasarkan material yang digunakan sebagai berikut :
1. Long-tube vertical evaporator (susu kental)
2. Falling-film evaporator (jus buah)
3. Agitated-film (wiped-film) evaporator (lateks karet, gelatin, antibiotik,
jus buah)
4. Heat-pump cycle evaporator (jus buah, susu, farmasi)

32
2.9.2 Fruit Juices
Fruit juice merupakan larutan yang sensitive terhadap panas.
Viskositasnya meningkat sebanding dengan konsentrasi. Suspensi material
pada fruit juices menyebabakan adanya penyumbatan saat terjadi
overheating.
Oleh karena itu material ini bersifat sensitif terhadap panas, sehingga
dibutuhkan operating temperatur yang rendah. Sejauh ini, konsentrasi fruit
juices plant menggunakan single evaporation dan bukan multiple
evaporation. Akan tetapi untuk mencegah overheating, maka digunakan
vacuum operating pressure.
2.9.3 Sugar Solutions
Sugar (sucrose) banyak diproduksi dari sugar cane dan sugar beet.
Pada proses pembuatan gula, digunakan suhu tinggi pada periode yang
relatif lama sebagai proses karamelisasinya. Umumnya digunakan short-
tube evaporators dengan tipe natural circulation.
Feed lebih dulu dipanaskan menggunakan exhaust steam dan
kemudian memasuki six-effect-forward-feed evaporator system. Efek
pertama beroperasi pada tekanan sekitar 207 kPa (30 psia) pada 121.1 0C
sedangkan efek terakhir di bawah vakum antara 24 kPa (63.9 0C saturation).
2.9.4 Paper-Pulp Waste Liquors
Pada pembuatan paper pulp pada sulfate process, wood chip diproses
dan menghasilkan hasil samping black liquor setelah proses pencucian.
Larutan ini mengandung sodium carbonate dan organic sulfide compounds.
Larutan ini dipekatkan menggunakan evaporation six-effect system.
2.10 Penguapan Menggunakan Rekompresi Uap
Pada prinsipnya, uap hash dan evaporator dinaikkan tekannya dengan
cara kompresi, sehingga suhunya akan naik dan bisa digunakan sebagai
pemanas evaporator tersebut. Ada dua cara rekompresi uap, yaitu:
1. Mechanical Vapor Recompression Evaporator
Feed dingin mengalami pemanasan awal dengan dilakukan pertukaran
panas antara hot outlet liquid product dan kemudian mengalir pada unit.

33
Vapor keluaran evaporator tidak langsung dialirkan menuju kondenser
tetapi dialirkan menuju kompresor. Dari keluaran kompresor, vapor
diumpankan menuju heat exchanger atau steam chest. Compressed vapor
terkondensasi pada temperature yang lebih tinggi daripada boiling point dari
hot liquid di dalam efek. Sehingga vapor digenerasikan lagi dan menyerupai
siklus.
Kadangkala perlu untuk menambahkan sedikit make up steam pada
vapor line sebelum kompresor. Vapor recompression units umumnya
dioperasikan pada perbedaan temperature yang rendah antara 5-10oC.
Sejauh ini, heat transfer area yang luas dibutuhkan. Unit seperti ini
biasanya membutuhkan capital cost lebih tinggi daripada multiple-effect
karena besarnya area dan biaya kompresor relatif mahal.
Prinsip kerja mechanical vapor recompression dapat dilihat pada
gambar dibawah. Uap yang dihasilkan dan evaporator dikompresi dengan
kompresor (positive displacement compressor atau centrifugal compressor,
tergantung tekanan yang diinginkan), sehingga suhu uap akan naik melebihi
suhu didih larutan dalam evaporator. Uap kemudian digunakan bagi
pemanas dalam evaporator.

Gambar 2.11 Proses Aliran Sederhana untuk Mechanical Vapor


Recompression Evaporator

2. Thermal Vapor Recompression Evaporator


Steam jet ejector digunakan untuk memberi tekanan pada uap. Salah
satu kelemahannya adalah steam jet ejector yang efisiensinya rendah. Steam

34
jet ejector lebih murah dan lebih awet dibandingkan mechanical compressor
dan bisa lebih cocok dipakai untuk vapor yang banyak.
Rekompresi uap dilakukan dengan menggunakan sistem jet,
menggunakan steam tekanan tinggi yang dialirkan dalam sebuah jet ejector.
Karena adanya tambahan steam dan luar, biasanya akan menghasilkan uap
dalam jumlah yang berlebihan sehingga sebagian uap harus dibuang atau
diembunkan kembali.
Keuntungan:
- Jumlah uap (tekanan rendah) yang dapat di handle Iebih banyak.
- Alat Iebih murah dan mudah perawatannya.
Kerugian:
- Efisiensi mekanis dan jet rendah
- Tidak fleksibel terhadap perubahan kondisi operasi.

35
BAB III
PENUTUP

Dari teori diatas dapat disimpulkan bahwa :


1. Evaporasi adalah proses untuk memekatkan larutan yang mengandung zat
yang sulit menguap (non-volatile solute) dan pelarut yang mudah menguap
(volatile solvent) dengan cara menguapkan sebagian pelarutnya.
2. Prinsip kerja evaporator secara umum yaitu didasarkan pada perbedaan
titik didih yang sangat besar antara zat-zat yang yang terlarut dengan
pelarutnya.
3. Faktor yang mempengaruhi proses evaporasi meliputi : konsentrasi,
kelarutan, sensitifitas material, foaming, suhu, tekanan, scale dan bahan
konstruksi alat.

36
DAFTAR PUSTAKA

Geankoplis, C., J. 1997. Transport Process and Unit Operation. 3rd Edition. New
Delhi : Prentice-Hall of India
McCabe, Warren L., Julian C. dan Peter H. 1999. Operasi Teknik Kimia Jilid 1.
Jakarta : Erlangga.

37

Anda mungkin juga menyukai