Anda di halaman 1dari 26

Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO 25.1.

2019

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
LEMBAR KENDALI...........................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR............................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Deskripsi Proses Pembuatan Metil Ester Sulfonat (MES).................1
1.1.1 Tahap Penyiapan Bahan........................................................................1
1.1.2 Proses Pembuatan Metil Ester...............................................................1
1.1.3 Proses Pembuatan Gas SO3....................................................................3
1.1.4 Sulfonasi dan Digestion.........................................................................4
1.1.5 Bleaching dan Netralisasi......................................................................4
1.1.6 Pengeringan MES..................................................................................5
1.1.7 Recovery Metanol..................................................................................6
1.2 Kebutuhan Alat Penukar Panas pada Proses......................................6
BAB II DASAR PERANCANGAN
2.1 Perpindahan Panas.................................................................................7
2.2 Heat Exchanger.......................................................................................7
2.3 Mekanisme Perpindahan Panas............................................................7
2.4 Konfigurasi Aliran Fluida......................................................................8
2.4.1 Aliran searah (co-current flow).............................................................8
2.4.2 Aliran berlawanan arah (counter-current flow).....................................8
2.5 Jenis-jenih Heat Exchanger.................................................................10
2.5.1 Shell and tube Heat Exchanger...........................................................10
2.5.2 Double Pipe Heat Exchanger..............................................................11
2.6 Komponen Pemyusun Shell and tube Heat Exchanger......................12
2.7 Pengaruh Kerja Heat Exchanger........................................................14
2.8 Langkah Langkah perancangan Shell and tube Heat Exchanger....15

2.9 Asumsi yang digunakan dalam perancangan Heat Exchanger........19

Laporan 4C v
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO 25.1.2019

2.9.1 Pemanas (Heater)................................................................................19


2.9.2 Pendingin (Cooler)..............................................................................20
2.9.3 Heat Exchanger...................................................................................20
BAB III SPESIFIKASI ALAT
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Laporan 4C vi
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO 25.1.2019

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Diagram Alir Proses Transesterifikasi................................................2
Gambar 1.2 Diagram Alir Proses Pembuatan SO3.................................................3
Gambar 1.3 Diagram Alir Proses Sulfonasi dan Digestion....................................4
Gambar 1.4 Diagram Alir Proses Bleaching dan Netralisasi.................................5
Gambar 1.5 Diagram Alir Proses Pemurnian Produk.............................................6
Gambar 2.1 Destilasi Kontinyu..............................................................................7
Gambar 2.2 Berbagai Macam Packing.................................................................12
Gambar 2.3 Aliran Packed Tower...........................................................................12
Gambar 2.4 Tipe Cross Flow Plate..........................................................................13
Gambar 2.5(a) Menara Sieve Tray, (b) Menara Bubble-caps Tray.....................14
Gambar 2.6 Decanter 3-Phase..............................................................................15

Laporan 4C vii
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO 25.1.2019

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Deskripsi Proses Pembuatan Metil Ester Sulfonat (MES)

1.1.1 Tahap Penyiapan Bahan


Bahan baku utama dalam pembuatan metil ester sulfonat (MES) ini adalah
metil ester dan gas SO3. Dikarenakan pada prarancangan ini, MES diproduksi dari
crude palm oil (CPO) melalui proses sulfonasi metil ester dengan gas SO 3, maka
dari itu metil ester dan gas SO3 terlebih dahulu harus dibuat.

1.1.2 Proses Pembuatan Metil Ester


Sebelum dilakukan proses transesterifikasi untuk pembuatan metil ester,
CPO terlebih dulu diberikan perlakuan (pre-treatment) untuk mengurangi
kandungan asam lemak bebas dan impurities lain, yang dapat menurunkan
pembentukan metil ester dan membatasi purifikasi lanjutan. Proses pre-treatment
ini dilakukan dalam sebuah kolom deodorisasi, yang mengontakkan CPO dengan
uap pada suhu 280oC dan tekanan 0,06 atm. Perlakuan ini akan mengurangi
jumlah kandungan air dalam CPO menjadi 2 ppm dan asam lemak bebas menjadi
297 ppm. Sebelum dideodorisasi, CPO terlebih dahulu ditambahkan dengan
H3PO4 dan bleaching earth, lalu dilewatkan pada tagki degumming dan Niagara
filter. CPO keluaran kolom deodorisasi kemudian diumpankan ke dua buah CSTR
yang dipasang secara seri untuk proses transesterifikasi.
Pada reaktor pertama, CPO diumpankan bersamaan dengan metanol dan
NaOH sebagai reaktan proses transesterifikasi. Pada reaktor pertama ini, konversi
yang dapat dicapai mencapai 94,5%. Produk intermediet dari reaktor pertama ini
kemudian diumpankan ke dalam sebuah tangki dekanter, untuk memisahkan
gliserol (fasa berat) yang telah terbentuk dari fasa ringan yang terdiri dari metil
ester yang telah terbentuk dan CPO yang belum bereaksi. Fasa ringan ini
kemudian diumpankan ke reaktor kedua untuk melanjutkan proses
transesterifikasi. Konversi yang dapat diperoleh dari reaktor kedua ini mencapai
99,7%. Produk dari reaktor kedua ini kemudian dilanjutkan ke proses purifikasi,
yang dilakukan di dalam sebuah evaporator bernama methanol flash chamber.

Laporan 4C 1
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO 25.1.2019

Dalam evaporator ini, produk atas yang dihasilkan berupa aliran kaya metanol
yang selanjutnya akan dialirkan ke unit methanol recuperation untuk memisahkan
metanol dari air, agar dapat digunakan kembali sebagai umpan reaktor proses
transesterifikasi. Sedangkan produk bawah yang kaya metil ester dan gliserol akan
dialirkan ke sebuah tangki dekanter untuk memisahkan metil ester sebagai fasa
ringan dari fasa berat gliserol.

Gambar 1.1 Diagram Alir Proses Transesterifikasi (Martinez, D., dkk., 2010)

Fasa ringan yang didominasi oleh metil ester dengan kandungan pengotor
berupa sisa pelarut metanol dan katalis NaOH yang tinggi dilanjutkan ke dalam
flash separator untuk menurunkan kandungan metanol menjadi 0,3%. Metanol
yang dikeluarkan sebagai produk atas evaporator diumpankan ke dalam unit
methanol recuperation untuk dimurnikan, sehingga dapat digunakan kembali
sebagai reaktan proses transesterifikasi. Metil ester yang keluar sebagai produk
bawah evaporator kemudian dilanjutkan ke proses netralisasi dengan
menggunakan HCl untuk menghilangkan sisa-sisa katalis NaOH. Metil ester yang
telah dinetralkan kemudian di cuci menggunakan air untuk menghilangkan
pengotor sisa-sisa reaksi transesterifikasi dalam sebuah tangki pencuci.

Laporan 4C 2
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO 25.1.2019

Metil ester yang telah dicuci kemudian diumpankan ke dalam sebuah flash
evaporator untuk memisahkan metil ester dari air, sehingga didapat metil ester
99,7%. Metil ester yang didapat inilah yang akan digunakan sebagai umpan dalam
pembuatan MES. Diagram alir proses pembuatan Metil Ester dari CPO ini dapat
dilihat pada Gambar 1.1.

1.1.3 Proses Pembuatan Gas SO3


Untuk mencegah masalah akibat korosi dan pembentukan asam,
kelembaban udara yang akan digunakan sebagai reaktan dalam proses sulfonasi
harus dikurangi. Pada proses ini, udara dikeringkan dengan mendinginkan udara
sampai suhu 8oC untuk mengkondensasi kandungan air dalam udara. Setelah
didinginkan, udara kemudian dilewatkan dalam menara absorber yang berisi
alumina aktif untuk mencapai kelembaban udara yang diinginkan. Menurut de
Groot (1991) yang dikutip oleh Martinez, D., dkk. (2010), kelembaban udara
untuk dapat digunakan dalam roses sulfonasi ini adalah <0,01 g air/m3.

Gambar 1.2 Diagram Alir Proses Pembuatan SO3 (Martinez, D., dkk., 2010)

SO3 yang digunakan sebagai agen sulfonasi metil ester, diperoleh dari
proses pembakaran sulfur menjadi SO2 oleh udara, dalam sulfur burner. SO2 yang
terbentuk dalam sulfur burner kemudian dioksidasi lebih lanjut untuk
menghasilkan SO3 dalam sebuah reaktor packed bed yang dibagi menjadi 4
bagian, yang memungkinkan terjadinya proses pertukaran panas. Reaktor packed
bed ini diisi dengan katalis Vanadium Pentoksida (V2O5) dan dilengkapi dengan
dua buah Heat Exchanger (HE). SO3 yang terbentuk kemudian akan diumpankan
ke dalam reaktor falling film untuk memproduksi MES dari metil ester, melalui
proses sulfonasi. Diagram alir proses pembuatan gas SO3 ini dapat dilihat pada
Gambar 2.2.

Laporan 4C 3
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO 25.1.2019

1.1.4 Sulfonasi dan Digestion


Aliran umpan yang terdiri dari metil ester dan gas SO 3 dimasukkan ke
dalam reaktor falling film, dimana lebih dari 70% metil ester akan tersulfonasi
membentuk produk intermediet. Reaktor falling film yang digunakan merupakan
sebuah reaktor dengan sistem 7 tahapan dan memiliki dua buah HE dengan air
pendingin. Produk intermediet yang dihasilkan reaktor falling film akan diteruskan
ke proses digestion, di dalam sebuah reaktor multitubular, melalui bagian bawah
reaktor. Sedangkan, gas-gas sisa reaksi akan dikeluarkan pada bagian atas reaktor.

Gambar 1.3 Diagram Alir Proses Sulfonasi dan Digestion (Martinez, D., dkk.,
2010)

Melalui proses digestion ini, hampir 99,8% produk intermediet dari reaktor
falling film dikonversi menjadi MES. Sisa-sisa metil ester yang belum bereaksi
pada reaktor falling film juga tersulfonasi secara sempurna melalui proses
digestion ini. Pada suhu tinggi, reaksi antar satu mol metil ester dengan dua mol
gas SO3 akan menghasilkan produk samping berupa disalt, yang akan
mempengaruhi warna produk. Diagram alir proses sulfonasi dan digestion ini
dapat dilihat pada Gambar 1.3.

1.1.5 Bleaching dan Netralisasi


Produk keluaran digester dialirkan ke sebuah siklon untuk mengekstrak sisa-
sisa gas, sementara aliran produk yang berupa liquid diteruskan ke tahap
pencucian (bleaching) dan netralisasi. Di unit bleaching metanol dan hidrogen
peroksida (H2O2) ditambahkan sebagai agen pencuci, untuk menurunkan
kandungan impurities dalam produk.

Laporan 4C 4
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO 25.1.2019

Dengan penambahan metanol, produk-produk intermediet yang belum


tersulfonasi sempurna akan diubah menjadi MESA dan SO 3 melalui proses re-
transesterifikasi. Reaksi fasa gas antara SO3 dan metanol akan menghasilkan
produk samping berupa asam metil sulfonat, yang dapat mencegah terbentuknya
asam sulfat melalui reaksi antara SO3 dengan air, yang dapat menghidrolisis MES

menjadi -sulfonated acids.

CH 3 OH +SO 3 →CH 3 OSO3 H

H 2 O+ SO3 → H 2 SO4

Setelah melalui proses bleaching, produk sulfonasi diteruskan ke proses


netralisasi untuk menetralkan kandungan asam dalam MES. Proses netralisasi
dilakukan di dalam sebuah tangki CSTR dengan menambahkan NaOH. Dengan
penambahan NaOH, MES akan berubah warna menjadi putih. Diagram alir proses
bleaching dan netralisasi ini dapat dilihat pada Gambar 1.4.

Gambar 1.4 Diagram Alir Proses Bleaching dan Netralisasi (Martinez, D., dkk.,
2010)

1.1.6 Pengeringan MES


Kandungan air dan metanol yang tinggi dalam produk dapat menyebabkan
hidrolisis garam, sehingga menurunkan kandungan aktif bahan. Produk MES dari
unit netralisasi diumpankan ke dalam unit flash untuk mengurangi kadar metanol
dalam MES dari 25,5% manjadi 0,3% berat.

Laporan 4C 5
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO 25.1.2019

Dan menurunkan kandungan air dari 2,9% menjadi 0,4% berat. Diagram alir
proses pengeringan MES ini dapat dilihat pada Gambar 1.5.

Gambar 1.5 Diagram Alir Proses Pemurnian Produk (Martinez, D., dkk., 2010)

1.1.7 Recovery Metanol


Metanol yang telah berhasil dipisahkan dari MES akan dikeluarkan sebagai
produk atas unit flash, sedangkan MES akan dikeluarkan sebagai produk bawah.
Metanol yang keluar dari unit flash kemudian diumpankan ke dalam menara
distilasi untuk dilakukan prosees recovery. Metanol akan dipisahkan dari air
sebagai produk atas agar dapat dimanfaatkan kembali. Setelah proses recovery,
produk atas unit distilasi berupa 86,8% metanol dan produki bawahnya berupa
97,3% air.

1.2 Kebutuhan Alat Penukar Panas pada Proses


Pabrik MES yang dirancang memerlukan alat penukar panas yang
digunakan untuk menyuplai panas ke dalam aliran proses, mendinginkan aliran
proses, ataupun untuk merubah fasa suatu aliran dari satu fasa ke fasa lainnya
yang juga dapat digunakan dengan alat penukar panas. Pabrik MES yang akan
dirancang, terdapat 29 buah alat penukar panas, yang terdiri dari 10 alat
pemanas (heater), 6 alat pendingin (cooler), 13 alat exchanger

Laporan 4C 6
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO 25.1.2019

BAB II
DASAR PERANCANGAN

2.1 Perpindahan Panas


Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang terjadi pada benda atau
material yang bersuhu tinggi ke benda atau material yang bersuhu rendah, hingga
tercapainya kesetimbangan panas. Pertukaran panas terjadi karena adanya kontak,
baik antara fluida terdapat dinding yang memisahkannya maupun keduanya
bercampur langsung (direct contact)(Syaichurrozi dkk, 2014).

2.2 Heat Exchanger


Alat penukar panas atau Heat Exchanger (HE) adalah alat yang digunakan
untuk memindahkan panas dari sistem ke sistem lain tanpa perpindahan massa dan
bisa berfungsi sebagai pemanas maupun sebagai pendingin. Biasanya, medium
pemanas dipakai adalah air yang dipanaskan sebagai fluida panas dan air biasa
sebagai air pendingin (cooling water).Salah satu tipe dari alat penukar kalor yang
banyak dipakai adalah Shell and Tube Heat Exchanger. Alat ini terdiri dari sebuah
shell silindris di bagian luar dan sejumlah tube (tube bundle) di bagian dalam,
dimana temperatur fluida di dalam tube bundle berbeda dengan di luar tube (di
dalam shell) sehingga terjadi perpindahan panas antara aliran fluida didalam tube
dan di luar tube (Palwaguna, 2016).

2.3 Mekanisme Perpindahan Panas


Terdapat tiga macam proses perpindahan energi panas. Proses tersebut
adalah perpindahan energi secara konduksi, konveksi dan radiasi.Perpindahan
panas Secara konduksi merupakan perpindahan panas antara molekul-molekul
yang saling berdekatan antar yang satu dengan yang lainnya dan tidak diikuti oleh
perpindahan molekul-molekul tersebut secara fisik. Molekul-molekul benda yang
panas bergetar lebih cepat dibandingkan molekul-molekul benda yang berada
dalam keadaan dingin. Getaran-getaran yang cepat ini, tenaganya dilimpahkan
kepada molekul di sekelilingnya sehingga menyebabkan getaran yang lebih cepat
maka akan memberikan panas (Mulyana dan kharisma, 2013).

Laporan 4C 7
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO 25.1.2019

Perpindahan panas secara konveksi merupakan perpindahan panas dari


suatu zat ke zat yang lain disertai dengan gerakan partikel atau zat tersebut secara
fisik serta perpindahan panas secara radiasi merupakan perpindahan panas tanpa
melalui media (tanpa melalui molekul). Suatu energi dapat dihantarkan dari suatu
tempat ke tempat lainnya (dari benda panas ke benda yang dingin) dengan
pancaran gelombang elektromagnetik dimana tenaga elektromagnetik ini akan
berubah menjadi panas jika terserap oleh benda yang lain (Mulyana dan kharisma,
2013).

2.4. Konfigurasi Aliran Fluida


Berdasarkan arah aliran fluida, heat exchanger dapat digolongkan menjadi
dua yaitu heat exchanger dengan aliran searah (co-current flow) dan aliran
berlawanan arah (counter-current flow), dan dapat dijelaskan sebagai berikut :
2.4.1 Aliran searah (co-current flow)
Pada heat exchanger dengan aliran searah (co-current flow), kedua fluida
dingin dan panas masuk pada sisi HE yang sama, dan mengalir dengan arah yang
sama dan keluar pada arah yang sama juga. Suhu fluida dingin yang keluar tidak
dapat melebihi suhu fluida yang keluar, sehingga diperlukan media mending atau
media pemanas yang banyak. Berikut profil suhu pada aliran co-current flow
dapat dilihat pada gambar 2.1 (Syaichurrozi dkk, 2014).

Gambar 2.1 Profil suhu pada aliran co-current (Syaichurrozi dkk, 2014).

2.4.2 Aliran berlawanan arah (counter-current flow)


Pada heat exchanger jenis ini, kedua fluida panas dan dingin masuk ke
dalam heat exchanger dengan arah berlawanan, mengalir dengan arah berlawanan,
dan keluar pada sisi yang berlawanan. Suhu fluida dingin yang keluar lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu fluida panas yang keluar, sehingga dianggap lebih baik
dari alat penukar panas aliran searah (co-current flow).

Laporan 4C 8
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO 25.1.2019

Gambar 2.2 Profil suhu pada aliran counter current (Syaichurrozi dkk, 2014).

Berdasarkan pola aliran yang disebutkan di atas, kurva perubahan


temperatur pada heat exchanger juga akan memiliki perbedaan. Perbedaan
tersebut akan mempengaruhi nilai log mean temperature difference (TLMTD)
(Palwaguna, 2016).Faktor yang sangat membedakan suatu pola aliran, antara co-
currrent dan counter-current adalah dari segi LMTD-nya. Dengan menggunakan
parameter kerja yang sama tiap jenis pola aliran akan menghasilkan nilai LMTD
yang berbeda. Log mean temperature difference adalah beda temperatur rata-rata
yang tepat untuk digunakan dalam alat penukar panas karena fluida panas dan
fluida dingin yang masuk dan keluar pada alat tersebut tidaklah sama. LMTD
digunakan untuk mendefinisikan temperatur driving force dari suatu heat
exchanger.
Berdasarkan persamaan laju perpindahan panas Q = U D x A x LMTD ,
maka LMTD akan mempengaruhi luas permukaan kontak yang dibutuhkan (A)
dari suatu heat exchanger. Pola aliran countercurrent akan menghasilkan nilai
LMTD yang lebih besar dibanding co-current. Dengan demikian, dalam
memindahkan sejumlah panas yang sama pada satu fluida ke fluida yang lainnya,
heat exchanger dengan pola aliran berlawanan arah (counter-current) akan
menghasilkan luas permukaan kontak yang lebih kecil. Dengan alasan itulah,
industri-industri lebih senang menggunakan heat exchanger jenis counter-
current(djunaidi, 2009).

2.5 Jenis-jenis Heat Exchanger


Laporan 4C 9
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO 25.1.2019

Heat exchanger memiliki banyak jenis yang sering dijumpai dalam


industri. Perlu diketahui bahwa untuk alat penukar panas terdapat suatu
terminologi yang telah distandarkan untuk menamai alat dan bagian-bagian alat
tersebut yang dikeluarkan oleh Asosiasi pembuat Heat Exchanger yang dikenal
dengan Tubular Exchanger Manufactures Association (TEMA). Didalam standar
mekanik TEMA, terdapat dua macam kelas heat Exchanger, yaitu kelas R dan
kelas C. Kelas R yaitu untuk peraalatan yang bekerja dengan kondisi berat,
misalnya untuk industri minyak dan kimia berat dan kelas C, yaitu yang dibuat
untuk general purpose, dengan didasarkan pada segi ekonomis dan ukuran kecil,
digunakan untuk proses-proses umum industri.
2.5.1 Shell and tube Heat Exchanger
Shell and tube heat exchanger(STHE) merupakan salah satu jenis HE yang
banyak digunakan pada industri kimia. STHE ini terdiri atas suatu bundle pipa
yang dihubungkan secara parallel dan ditempatkan dalam sebuah pipa mantel
(cangkang). Jenis umum dari penukar panas, biasanya digunakan dalam kondisi
tekanan relatif tinggi, yang terdiri dari sebuah shell yang didalamnya disusun pipa
yang banyak (tube) dengan rangkaian tertentu untuk mendapatkan luas permukaan
yang optimal. Fluida mengalir di shell maupun di tube sehingga terjadi
perpindahan panas antara fluida dengan dinding tube sebagai perantara (djunaidi,
2009). Pada dinding shell biasanya dipasang penghalang (baffle) untuk menambah
turbulensi (jarak antar baffle biasanya 0,2-1 Dshell) (Winasis, 2017). Shell and tube
heat exchanger ini dapat digunakan secara luas di berbagai industri karena dapat
digunakan untuk kapasitas yang lebih besar (> 200 ft2). Mempunyai susunan
mekanik yang baik dengan bentuk yang cukup baik untuk operasi bertekanan,
tersedia dalam berbagai bahan konstruksi, dimana dapat dipilih jenis material
yang dipergunakan sesuai dengan temperatur dan tekanan operasi (Winasis,
2017).

Laporan 4C 10
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO 25.1.2019

Gambar 2.3 Shell and Tube Heat Exchanger (Kreith dkk, 2011)
2.5.2 Double Pipe Heat Exchanger
Double Pipe Heat Exchanger ini adalah tipe yang paling sederhana, terdiri
dari dua buah pipa dengan ukuran diameter yang berbeda, pipa dengan diameter
lebih kecil diletakkan didalam pipa dengan diameter lebih besar dan kedua pipa
disusun secara konsentris (satu sumbu). Heat Exchanger jenis ini hanya dapat
digunakan untuk kapasitas yang kecil ( A < 200ft2), biasanya dibuat dalam bentuk
pipa U (sering disebut hairpin). Heat Exchanger jenis ini dapat digunakan untuk
gas liquid atau gas-gas (Winasis, 2017). Kelemahan Heat Exchanger jenis
Double Pipe ini adalah terbatasnya jumlah panas yang dapat ditransfer, namun
karena kemudahan dalam pembersihan dan konstruksinya maka penggunaannya
menjadi lebih umum.

Gambar 2.4 Double Pipe Heat Exchanger (Kern, 1965)

2.6 Komponen Penyusun Shell and Tube Heat Exchanger

Laporan 4C 11
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO 25.1.2019

Adapun komponen penyusun shell and tube heat exchanger dijelaskan


sebagai berikut :
1. Shell
Shell merupakan bagian tengah alat penukar panas dan tempat untuk tube
bundle. Antara shell dan tubebundle terdapat fluida yang menerima
ataumelepaskan panas. Yang dimaksud dengan lintasan shell adalah lintasan yang
dilakukan oleh fluida yang mengalir ke dalam melalui saluran masuk (inlet nozzle)
melewati bagian dalam shell dan mengelilingi tube kemudian keluar melalui
saluran keluar (outlet nozzle) (djunaidi, 2009).
2. Tube
Merupakan pipa kecil yang tersusun didalam shell yang merupakan tempat
fluida yang akan dipanaskan ataupun didinginkan. Tube tersedia dalam berbagai
bahan logam yang memiliki harga konduktifitas panas yang besar sehingga
hambatan perpindahan panasnya rendah, seperti tembaga-nikel, alumunium,
perunggu, aluminium, dan stainless steel, yang dapat diperoleh dari berbagai
ukuran yang didefinisikan sebagai birmingham wire gauge (BWG). Aliran fluida
dalam tube sering dibuat melintas lebih dari satu kali dengan tujuan untuk
memperbesar koefisien perpindahan panas lapisan film sisi fluida dalam tube
(Kern, 1965).
a. Tube sheet komponen ini adalah suatu flat lingkaran yang fungsinya
memegang ujung-ujung tube dan juga sebagai pembatas aliran fluida di sisi
shell and tube.
b. Tube Dise Channels and Nozzle Berfungsi untuk mengatur aliran fluida pada
sisi tube.
c. Tube Pitch Lubang yang tidak dapat dibor dengan jarak yang sangat dekat,
karena jarak tube yang terlalu dekat akan melemahkan struktur penyangga
tube. jarak terdekat antara dua tube yang berdekatan disebut Clearance. Tube
diletakkan dengan susunan bujur sangkar atau segitiga seperti terlihat pada
gambar berikut:

Laporan 4C 12
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO 25.1.2019

Gambar 2.5Tube Layouts pada Shell and Tube Heat Exchanger (Kern, 1965).

d. Baffles
Pada umumnya tinggi segment potongan dari baffle adalah seperempat
diameter dalam shell yang disebut 25% cut segmental baffle.Baffle tersebut
berlubang-lubang agar bisa dilalui oleh tube yang diletakkan pada rod-baffle.
Baffle digunakan untuk mengatur aliran lewat shell sehingga turbulensi yang lebih
tinggi akan diperoleh. Adanya baffle dalam shell menyebabkan arah aliran fluida
dalam shell akan memotong kumpulan tube secara tegak lurus, sehingga
memungkinkan pengaturan arah aloran dalam shell maka dapat meningkatkan
kecepatan linearnya. Sehingga akan meningktakan harga koefisien perpindahan
panas lapisan fluida di sesi shell. Selain itu baffle juga berfungsi untuk menahan
tube bundle untuk menahan getaran pada tube untuk mengontrol serta
mengarahkan aliran fluida yang mengalir diluar tube sehingga turbulensi aliran
meningkat maka koefisien perpindahan panas akanmeningkat dan laju
perpindahan panas juga meningkat (Kern, 1965). Penempatan baffle dan
bentuknya dapat dilihat pada gambar berikut.

(a)

(b)
Gambar 2.6 Bentuk Baffle (a) Segmental baffle, (b) Disc and doughtnut baffle,
(Kern, 1965).

2.7 Pengukuran Kinerja Heat Exchanger.

Laporan 4C 13
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO 25.1.2019

Kinerja dari suatu heat exchanger dapat dilihat dari parameter-parameter


sebagai berikut :
a. Fouling Factor (Rd)
Fouling dapat didefinisikan sebagai pembentukan deposit pada permukaan
alat penukar panas yang dapat menghambat perpindahan panas dan meningkatkan
hambatan aliran fluida pada alat penukar panas tersebut.Faktor pengotoran ini
sangat mempengaruhi perpindahan panas pada heat exchanger. Pengotoran
ini dapat terjadi endapan dari fluida yang mengalir, juga disebabkan oleh
korosi pada komponen dari heat exchanger akibat pengaruh dari jenis fluida
yang dialirinya. Selama heat exchanger ini dioperasikan pengaruh pengotoran
pasti akan terjadi. Terjadinya pengotoran tersebut dapat menganggu atau
memperngaruhi temperatur fluida mengalir juga dapat menurunkan atau
mempengaruhi koefisien perpindahan panas menyeluruh dari fluida tersebut
(djunaidi, 2009).
b. Koefisien Perpindahan Panas
Semakin baik sistem maka semakin tinggi pula koefisien panas (U) yang
dimilikinya. Menurut Mukherjee(2004) koefisien perpindahan panas (U) terdiri
dari 2 macam yaitu :
1. Uc ( Clean Overall Coeficient) merupakan koefisien perpindahan panas
keseluruhan pada saat alat penukar panas masih baru, dalam kondisi
bersih.
2. U (service) merupakan koefisien perpindahan panas keseluruhan yang
dibutuhkan.
3. UD (Dirty) merupakan koefisien perpindahan panas keseluruhan pada saat
alat penukar panas sudah kotor (pada saat dipakai) atau dapat dikatakan
pula sebagai U aktual.
c. Penurunan Tekanan (Pressure Drop)
Pada setiap aliran dalam heat exchanger akan terjadi penurunan teknana
dikarenakan adanya gaya gesek yang terjadi antara fluida dan dinding pipa. Hal
ini dapat terjadi pada sambungan pipa, fitting, atau pada heat exchanger itu
sendiri.

Laporan 4C 14
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO 25.1.2019

Penurunan teknanan disebabkan oleh perubahan suhu yang tidak konstan.


Adapun penurunan tekanan yang diperbolehkan pada aliran steam yaitu < 2 psi
dan untuk fluida lainnya yaitu < 10 psi (kern, 1965).

2.8 Langkah-langkah perancangan Shell and Tube Heat Exchanger.


Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam perancangan shell and
tube heat exchangermengacu pada buku kern (1965) sebagai berikut:
1. Menghitung Q (beban panas)
2. Menentukan Log Mean Temperature Difference (LMTD)
Parameter selanjutnya adalah menentukan nilai log mean temperature
difference (LMTD) Nilai LMTD dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan berikut.:

( T 1−t 2 )−(T 2−t 1)


LMTD = ln ⁡(
(T 1−t 2 )
)
...........................(2.1)
(T 2−t 1 )
dengan: T1 = temperatur fluida panas masuk
T2 = temperatur fluida panas keluar
t1 = temperatur fluida dingin masuk
t2 = temperatur fluida dingin keluar
3. Menentukan temperatur efisiensi alat penukar panas (S)
t 2−t 1
S= ......................................................(2.2)
T 1−t 1
3. Menentukan nilai R dengan menggunakan persamaan :
T 1−T 2
R= ....................................................(2.3)
t 2−t 1
4. Setelah diketahui parameter S dan R, maka selanjutnya penentuan faktor
koreksi yang bisa dilihat pada figure 18-23 buku kern, 1965.

5. Setelah mengetahui faktor koreksi, maka temperatur rata rata sebenarnya


dapat dihitung menggunakan persamaan :
∆ T =F T x LMTD .......................................(2.4)

Laporan 4C 15
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO 25.1.2019

6. Menghitung Temperatur rata-rata (average) menggunakan persamaan :


T 1 +T 2
T average= .............................................(2.5)
2
t 1+t 2
t average= ............................................... (2.6)
2
7. Menentukan luas perpindahan panas (A) dengan menggunakan
persamaan :
Q
A= .....................................(2.7)
U D asumsi x ∆ T
Untuk nilai UD terlebih dahulu digunakan UD asumsi berdasarkan dari
Tabel 8 Kern, 1965. Jika A>200 ft2 digunakan heat exchanger tipe Shell
and tube dan jika A<200 ft2 digunakan heat exchanger tipe Double pipe.
8. Menentukan Jumlah tube (Number of Tubes) menggunakan persamaan
sebagai berikut :
A
NT= ...................................................(2.8)
Lxa ¿
Nilai a” didapatkan dari tabel 10 buku kern berdasarkan spesifikasi yang
telah kita pilih. Setelah mendapatkan jumlah tube maka digunakan tabel 9
tube sheet layout untuk memilih jumlah tube yang sebenarnya. Setelah itu
didapatkan nilai ID shell dan jumlah pass/passes yang digunakan pada
shell andtube.
9. Menentukan A aktual dengan menggunakan persamaan :
A aktual=N T x a x ..............................................(2.9)
10. Menentukan UD aktual dengan menggunakan persamaan :
Q
U D aktual= ...........................................(2.10)
A x∆T
11. Menghitung Flow Area (a) menggunakan persamaan :
 Shell
C’ = PT −OD
Maksimum B = ID Shell
Minimum B = 1/5 ID Shell

Laporan 4C 16
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO 25.1.2019

ID x C ' x B
a s= ............................................(2.11)
144 x PT

 Tube
N T x a' t
a t= ................................................(2.12)
144 x n
13. Menghitung Mass Velocity (G)
 Shell
W
Gs = ........................................................(2.13)
as
 Tube
W
Gt = .........................................................(2.14)
at
14. Menghitung Bilangan Reynold (NRe)
 Shell
De x Gs
N ℜ, s= .............................................(2.15)
μ
 Tube
D x Gt
N ℜ, t= ...............................................(2.16)
μ
15. Menentukan nilai heat transfer coefficient (h)
 Shell : Nilai JH untuk shell didapat dari figure 28 Kern, 1965
 Tube : Nilai JH untuk tube didapat dari figure 24 Kern, 1965
16. Menentukan nilai ho dan hi
Film koefisien hi dan ho adalah suatu ukuran aliran panas per unit
permukaan dan unit perbedaan temperatur yang mengindikasikan laju
perpindahan panas.
 Shell
1 /3
h0 k C xμ
∅s
=J H x
De
x p
k ( ) ....................................(2.17)

 Tube

Laporan 4C 17
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO 25.1.2019
1/ 3
h0 k C xμ
∅t
=J H x x p
D k ( ) ..................................(2.18)

17. Menentukan hio

hi 0 hi ID
= x ..........................................(2.19)
∅ t ∅t OD

18. Temperatur dinding


h0

t w =t c +
( )
∅s
h0 hi 0
+
∅ s ∅t
x (T c −t c )..............................(2.20)

19. Menentukan koefisien hi dan hio terkoreksi pada temperatur dinding tw


 Shell
0,14
μ
∅s=
μw( ) ......................................................(2.21)

h0
h0 = x ∅ ........................................................(2.22)
∅s s
 Tube
0,14
μ
∅t= ( ) μw
.......................................................(2.23)

hio
hio = x ∅ .......................................................(2.24)
∅t t

20. Menentukan Uc (Clean Overall Coefficient)


h i0 x h0
UC= .....................................................(2.25)
hi 0 +h0
21. Menentukan Dirt Factor (Rd)
U C −U D
Rd = ...................................................(2.26)
UC xUD
Jika Rd perhitungan > Rd allowance, maka spesifikasi dapat diterima.
22. Menentukan Pressure Drop (∆ P ¿
 Shell
Laporan 4C 18
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO 25.1.2019

Nilai f = ft2/in2berdasarkan figure 29 buku kern, 1965


N + 1 = 12 x (L/B)
f x G s2 x Ds x ( N +1)
∆ P S= 10 ............................(2.27)
5,22. 10 x De x s x ∅ s
 Tube
Nilai f = ft2/in2 berdasarkan figure 26 buku kern 1965
f x Gt2 x L x N
∆ Pt = 10 ..............................(2.28)
5,22. 10 x D x s x ∅ t

4 x n v2
∆ Pr = x ....................................(2.29)
s 2 g'
∆ PT =∆ Pt +∆ Ps ......................................(2.30)

2.9 Asumsi yang digunakan dalam perancangan Heat Exchanger


Untuk merancang alat penukar panas diperlukan asumsi-asumsi dan
pendekatan. Berikut ini adalah asumsi dan pendekatan yang digunakan pada
perancangan alat penukar panas.
2.9.1 Pemanas (Heater)
a. Standar yang digunakan untuk merancang alat penukar panas ini adalah
Standard TEMA (Tubular Exchanger Manufacturing Agency).
b. Metode perhitungan yang digunakan untuk merancang heat exchanger
adalah metode Kern.
c. Fluida pemanas yang digunakan adalah superheated steam.
d. Tebakan nilai koefisien perpindahan panas diambil pada rentang yang
terdapat di literatur (Tabel 8 App Kern, 1965).
e. Jika nilai A yang didapat besar dari 200 ft2 maka digunakan alat penukar
panas jenis shell and tube heat exchanger.
f. Fluida yang memiliki laju alir yang lebih besar dialirkan di tube dan yang
memiliki laju alir yang kecil dialirkan di shell.
g. Panjang tube yang digunakan adalah 24 ft.
h. Pada heater umunya ukuran tube yang digunakan ¾ in OD. Tube pitch
yang digunakan jenis triangular.
i. BWG: 16

Laporan 4C 19
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO 25.1.2019

j. Baffle space: baffle spacing antara 25 % dari diameter shell (Kern, 1965).
k. Data design yang dipilih tergantung pada flow area yang didapat (Tabel 11
app Kern, 1965).
l. Nilai jH pada shell and tube ditentukan dari nilai bilangan reynold yang
didapat (Figure 24 Kern, 1965).
m. UD yang didapat dari hasil perhitungan harus berada pada rentang UD
asumsi dan diperbolehkan memiliki selisih ±2 dengan UD koreksi.
n. Tebakan RD diambil pada Tabel 8 app Kern, 1965. Nilai R D harus lebih
besar dari 0,003
2.9.2 Pendingin (Cooler)
a. Standar yang digunakan untuk merancang alat penukar panas ini adalah
Standard TEMA (Tubular Exchanger Manufacturing Agency).
b. Metode perhitungan yang digunakan untuk merancang alat penukar panas
adalah metode Kern.
c. Fluida pendingin yang digunakan adalah air.
d. Tebakan nilai koefisien perpindahan panas diambil pada rentang yang
terdapat di literatur (Tabel 8 app Kern, 1965).
e. Jika nilai A yang didapat besar dari 200 ft2 maka digunakan alat penukar
panas jenis shell and tube heat exchanger.
f. Fluida yang memiliki laju alir yang lebih besar dialirkan di tube dan yang
memiliki laju alir yang kecil dialirkan di shell.
g. Panjang tube yang digunakan adalah 16 dan 24 ft.
h. Pada perancangan coolerumumnya ukuran tube yang digunakan ¾ inOD.
Tube pitch yang digunakan jenis triangular pitch.
i. BWG: 16
j. Baffle space: baffle spacing antara 25 % dari diameter shell (Kern, 1965).
k. Data design yang dipilih tergantung pada flow area yang didapat (Tabel 11
app Kern, 1965).
l. Nilai jH pada shell and tube ditentukan dari nilai bilangan reynold yang
didapat (Figure 24 Kern, 1965).
m. UD yang didapat dari hasil perhitungan harus berada pada rentang UD
asumsi dan diperbolehkan memiliki selisih ±2 dengan UD koreksi.

Laporan 4C 20
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO 25.1.2019

n. Tebakan RD diambil pada Tabel 8 app Kern, 1965. Nilai R D harus lebuh
besar dari 0,003
2.9.3 Heat Exchanger
a. Standar yang digunakan untuk merancang alat penukar panas ini adalah
Standard TEMA (Tubular Exchanger Manufacturing Agency).
b. Metode perhitungan yang digunakan untuk merancang alat penukar panas
adalah metode Kern.
c. Fluida dingin dan panas yang digunakaan berdasarkan tabel 8 tube sheet
layout.
d. Tebakan nilai koefisien perpindahan panas diambil pada rentang yang
terdapat di literatur (Tabel 8 app Kern, 1965).
e. Jika nilai A yang didapat besar dari 200 ft2 maka digunakan alat penukar
panas jenis shell and tube heat exchanger.
f. Fluida yang memiliki laju alir yang lebih besar dialirkan di tube dan yang
memiliki laju alir yang kecil dialirkan di shell.
g. Panjang tube yang digunakan adalah 16 dan 24 ft.
h. Pada perancangan heat exchanger ukuran tube yang digunakan ¾ in OD

1
dan 1 in OD. Tube pitch yang digunakan jenis triangular.
4
i. BWG: 16
j. Baffle space: baffle spacing antara 25 % dari diameter shell (Kern, 1965).
k. Data design yang dipilih tergantung pada flow area yang didapat (Tabel 11
app Kern, 1965).
l. Nilai jH pada shell and tube ditentukan dari nilai bilangan reynold yang
didapat (Figure 24 Kern, 1965).
m. UD yang didapat dari hasil perhitungan harus berada pada rentang UD
asumsi dan diperbolehkan memiliki selisih ±2 dengan UD koreksi.
n. Tebakan RD diambil pada Tabel 8 app Kern, 1965. Nilai R D harus lebih
besar dari 0,003, kecuali pada HE-103 dan HE-104 nilai R Dallowance
yang digunakan 0,001 dikarenakan fluida dingin dan panas yang
digunakan aqueous solution.

Laporan 4C 21
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO 25.1.2019

Laporan 4C 22
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO 25.1.2019

DAFTAR PUSTAKA

Brownell, L.E and Edwin H. Young. 1959. Process Equipment Design. John
Wiley & Sons, Inc: USA
Geankoplis, C.J. 1993. Transport Processes and unit Operation 3ed. Allyn
and Bacon Inc :New Jersey.
Martinez, D., Orozco, G., dan Rincon, S. 2010. Simulation and Pre-Feasibility
Analysis of the Production Process of α-Methyl Ester Sulfonates (α-
MES), Bioresource Technology, 101:8762-8771.

Seider W.R., dkk. 2016, Product and Process Design Principles, Syntesis,
Analisys and Evaluation.4th ed. John Willey and Sons, Inc :USA

Sinnott, R. K. 2005. Coulson & Richardson’s Chemical Engineering Design.


Volume 6. 4th Edition. Oxford: Elsevier Butterworth-Heinemann.

Walas, Stanley M. 1990. Chemical Process Equipment. Butterworth-Heinemann :


Washington.

Laporan 4C 23
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh

Anda mungkin juga menyukai