DISUSUN OLEH:
Kevin Chikrista I4061172039
Ayunda Larassati Basadi I4061172034
Wahyu Fathurrachman I4061172041
Merry Fuji Astuti I4061171024
Sumarti Fina I4061171022
Kresna Adhi Nugraha I4061152067
PEMBIMBING:
WINDI SUHESTI, S.KM, M.E
DR. EKA ARDIANI, MARS.
KEPANITRAAN KLINIK
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2019
i
DAFTAR ISI
ii
iii
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1980, sekitar 108 juta orang. Hal ini menandakan terjadi peningkatan prevalensi
DM dari 4,7% pada tahun 1980 menjadi 8,5 % pada tahun 2014. WHO juga
memperkirakan pada tahun 2040, penderita diabetes mellitus akan meningkat
jumlahnya menjadi 642 juta orang. Pada tahun 2016 data WHO menunjukkan
bahwa diabetes melitus dan komplikasinya merupakan penyebab kematian tertinggi
nomor 7 di dunia yaitu sebesar 1,6 juta.6
Berdasarkan data WHO pada tahun 2017, Indonesia merupakan Negara
dengan peringkat 6 terbanyak penderita diabetes mellitus yaitu sekitar 10,3 juta
orang setelah China, India, Amerika Serikat, Brazil, dan Meksiko. Di Indonesia
sendiri, diabetes mellitus dan komplikasinya merupakan penyebab kematian
tertinggi ketiga pada tahun 2014 yaitu sebesar 6,7 % dari total penyebab kematian.
Selain itu, data WHO menunjukkan bahwa 2/3 dari penderita DM di Indonesia,
tidak mengetahui bahwa dirinya merupakan penderita Diabetes Melitus.7
Data dari profil kesehatan Pontianak tahun 2017, terdapat 15 ribu penduduk
Pontianak yang terdata menderita Diabetes mellitus dan hanya sekitar 6,47 % dari
total penderita yang mendapat pelayanan sesuai standard dari total target yaitu 100
%.1 Menurut hasil data indikator kinerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak
Utara tahun 2017 capaian persentase penderita Diabetes yang mendapat Pelayanan
Kesehatan Sesuai Standar masih dibawah target yaitu sebesar 26,99% dari target
kota 100%.2 Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar kasus Diabetes Melitus di
masyarakat belum dapat di jangkau oleh pelayanan kesehatan secara optimal.8,9
Diabetes melitus apabila tidak tertangani secara benar, maka dapat
mengakibatkan berbagai macam komplikasi. Diabetes Melitus (DM) dan
komplikasinya dapat mengakibatkan penurunan produktivitas dan mutu sumber
daya manusia.4 Pada tahun 2015, dilaporkan bahwa penyakit DM dan
komplikasinya telah menghabiskan 33% dari total anggaran sistem pelayanan
kesehatan nasional. Untuk 2017, dilaporkan dari data Kementerian Kesehatan
bahwa biaya Jaminan Kesehatan Nasional untuk DM dan komplikasinya
menghabiskan biaya sekitar 1,887 triliun rupiah, naik dari 700 milyar rupiah pada
tahun 2014.4,10
3
2.1 Evaluasi
2.1.1 Pengertian Evaluasi
Evaluasi adalah suatu proses identifikasi untuk mengukur/ menilai apakah
suatu kegiatan atau program yang dilaksanakan sesuai dengan perencanaan atau
tujuan yang ingin dicapai. Ada juga yang mengatakan bahwa arti evaluasi adalah
suatu kegiatan mengumpulkan informasi mengenai kinerja sesuatu (metode,
manusia, peralatan), dimana informasi tersebut akan dipakai untuk menentukan
alternatif terbaik dalam membuat keputusan. 11
Adapun beberapa informasi yang didapatkan dari proses evaluasi adalah
sebagai berikut11:
a. Tingkat kemajuan suatu kegiatan.
b. Tingkat pencapaian suatu kegiatan sesuai dengan tujuannya.
c. Hal-hal yang harus dilakukan di masa mendatang.
5
6
Gambar 2.1. G4G1L5 – merupakan salah satu program pemerintah dalam mengupayakan gerakan
hidup sehat. Jumlah konsumsi gula yakni 4 sendok makan/hari, garam yakni 1 sendok teh/hari, dan
lemak yakni 5 sendok makan/hari.
9
Gambar 2.2. ISI PIRINGKU – Isi piringku menggambarkan porsi makan yang dikonsumsi dalam
1 piring, terdiri dari 50% buah dan sayur, dan 50% karbohidrat dan protein. Selain itu juga
menekankan 4 hal penting lainnya, yaitu cuci tangan sebelum makan, aktivitas fisik yang cukup,
minum air putih cukup dan memantau berat badan.
Selain program diet sehat, pemerintah juga membentuk program gaya hidup
sehat berupa GERMAS (Gerakan Masyarakat Sehat) yang diinisiasi oleh presiden
dan CERDIK yang diinisiasi oleh Kemenkes. GERMAS sendiri diatur dalam
Instruksi Presiden no.1 tahun 2017. GERMAS berfokus pada 3 kegiatan, yaitu
dengan melakukan aktivitas fisik 30 menit per hari, mengonsumsi buah dan sayur,
serta memeriksakan kesehatan secara rutin.16
Program GERMAS berusaha mendorong masyarakat Indonesia untuk dapat
memulainya dari diri sendiri dan keluarga. Gerakan ini ke depannya membutuhkan
inovasi-inovasi dalam kegiatan promotif dan preventif salah satunya dengan
memotivasi masyarakat untuk membudayakan gaya hidup sehat dan aktif sebagai
upaya mencegah peningkatan obesitas melalui media pendidikan kesehatan. Selain
itu, Kemekes menginisiasi “Perilaku Cerdik” meliputi: cek kesehatan secara rutin
10
minimal 1 tahun sekali, enyahkan asap rokok, rajin aktivitas fsik, diet seimbang,
istirahat cukup dan kelola stres.16–18
2.5 Puskesmas
2.5.1 Definisi
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat
dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan
upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.20
2.5.2 Fungsi
Dalam menyelenggarakan tugas, Puskesmas menyelenggarakan fungsi
penyelenggaraan UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) dan UKP (Upaya
Kesehatan Perseorangan) tingkat pertama di wilayah kerjanya. Dalam
menyelenggarakan fungsi penyelenggaraan UKM, Puskesmas berwenang untuk 20:
a. melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan
masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan;
b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;
c. melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan
masyarakat dalam bidang kesehatan;
d. menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang
bekerjasama dengan sektor lain terkait;
e. melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya
kesehatan berbasis masyarakat;
f. melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas;
12
2.5.3 Tujuan
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat yang:20
a. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat.
13
2.6.2 Klasifikasi
Diabetes dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori umum sebagai
berikut22:
a. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 disebabkan oleh destruksi sel beta, umumnya
menjurus ke defisiensi insulin absolut. Diabetes tipe 1 biasanya terjadi
pada remaja atau anak, dan terjadi karena kerusakan sel β (beta). Canadian
Diabetes Association (CDA) 2013 juga menambahkan bahwa rusaknya sel
β pankreas diduga karena proses autoimun, namun hal ini juga tidak
diketahui secara pasti. Diabetes tipe 1 rentan terhadap ketoasidosis,
memiliki insidensi lebih sedikit dibandingkan diabetes tipe 2, akan
meningkat setiap tahun baik di negara maju maupun di negara berkembang.
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 dapat disebabkan oleh etiologi yang
bervariasi mulai dari yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi
insulin.
Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa. Seringkali
diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu setelah
komplikasi muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar 90% dari
penderita DM di seluruh dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari
memburuknya faktor risiko seperti kelebihan berat badan dan kurangnya
aktivitas fisik.
c. Diabetes Melitus Tipe lain
Dapat disebabkan oleh beberapa etiologi, contohnya adalah
sindroma diabetes monogenik (seperti diabetes neonatus dan maturity-
16
2.6.3 Patofisiologi
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah
dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2 Belakangan
diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada yang
diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti: jaringan
lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha
pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak
(resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya
gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2. Delapan organ penting dalam
gangguan toleransi glukosa ini (ominous octet) penting dipahami karena dasar
patofisiologi ini memberikan konsep tentang:23
a. Pengobatan harus ditujukan guna memperbaiki gangguan patogenesis,
bukan hanya untuk menurunkan HbA1c saja
b. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari atas kinerja obat pada
gangguan multipel dari patofisiologi DM tipe 2.
c. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau
memperlambat progresivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada
penyandang gangguan toleransi glukosa.
DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver dan
sel beta pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM tipe-
17
2 tetapi terdapat organ lain yang berperan yang disebutnya sebagai the ominous
octet (Gambar 1).
Gambar 1. The ominous octet, delapan organ yang berperan dalam patogenesis
hiperglikemia pada DM tipe 2.23
glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini
adalah metformin, dan tiazolidindion.
d. Sel lemak:
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas
(FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan FFA akan merangsang
proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot.
FFA juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh
FFA ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini adalah
tiazolidindion.
e. Usus:
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding
kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini
diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan GIP
(glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric
inhibitory polypeptide). Pada penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi
GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin segera
dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam
beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah
kelompok DPP-4 inhibitor.
Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan
karbohidrat melalui kinerja ensim alfa-glukosidase yang memecah
polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian diserap oleh usus dan
berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang bekerja
untuk menghambat kinerja ensim alfa-glukosidase adalah akarbosa.
f. Sel Alpha Pancreas:
Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia
dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam sintesis glukagon yang
dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan
ini menyebabkan HGP dalam keadaan basal meningkat secara signifikan
dibanding individu yang normal. Obat yang menghambat sekresi glukagon
19
2.6.5 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan kadar glukosa darah kapiler dengan
glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. 23
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya
DM perlu perlu dipikirkan apabila ada keluhan seperti:23
a. Keluhan klasik: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
b. Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada vagina.
21
sudah ada, tingkat insulin yang beredar, dan kadar katekolamin yang
diinduksi oleh olahraga. Jika tingkat insulin terlalu rendah, peningkatan
katekolamin dapat meningkatkan glukosa plasma, meningkatkan
pembentukan tubuh keton, dan mungkin menyebabkan ketoasidosis.
Sebaliknya, jika kadar insulin yang beredar berlebihan, hiperinsulinemia
relatif ini dapat mengurangi produksi glukosa hati (penurunan
glikogenolisis, menurunkan glukoneogenesis) dan meningkatkan
masuknya glukosa ke dalam otot, yang menyebabkan hipoglikemia. Pada
individu dengan DM tipe 2, olahraga yang berhubungan dengan
hipoglikemia lebih jarang tetapi dapat terjadi pada individu yang
menggunakan insulin atau insulin secretagogues. Retinopati proliferatif
yang tidak diobati merupakan kontraindikasi relatif terhadap olahraga
berat, karena ini dapat menyebabkan perdarahan vitreus atau ablasi
retina.25
d. Pemeliharaan Psikososial
Karena individu dengan DM menghadapi tantangan yang
mempengaruhi banyak aspek kehidupan sehari-hari, penilaian dan
dukungan psikososial adalah bagian penting dari perawatan diabetes yang
komprehensif. Pasien harus melihat diri mereka sebagai anggota penting
dari tim perawatan diabetes dan bukan sebagai seseorang yang dirawat
oleh tim manajemen diabetes. Bahkan dengan upaya yang cukup besar,
normoglikemia dapat menjadi tujuan yang sulit dipahami, dan solusi untuk
memperburuk kontrol glikemik mungkin tidak mudah diidentifikasi.
Depresi, kecemasan, atau "Diabetes Distress," yang didefinisikan oleh
ADA sebagai "... reaksi psikologis negatif terkait dengan beban
emosional ... dalam harus mengelola penyakit kronis seperti diabetes,
harus diakui dan mungkin memerlukan perawatan dari spesialis kesehatan
mental.25
Stres emosional dapat memicu perubahan perilaku sehingga
individu tidak lagi mematuhi diet, olahraga, atau rejimen terapi. Individu
dengan DM harus menerima bahwa ia dapat mengembangkan komplikasi
27
Terapi Awal
Monoterapi metformin harus dimulai pada diagnosis diabetes tipe 2
kecuali ada kontraindikasi. Metformin efektif dan aman, murah, dan dapat
mengurangi risiko kejadian kardiovaskular dan kematian. Dibandingkan
dengan sulfonylureas, metformin sebagai terapi lini pertama memiliki efek
menguntungkan pada A1C, berat badan, dan mortalitas kardiovaskular.
Metformin dapat digunakan dengan aman pada pasien dengan perkiraan
laju filtrasi glomerulus (eGFR) serendah 30 mL/menit/1,73 m 2, dan FDA
baru-baru ini merevisi label untuk metformin untuk mencerminkan
keamanannya pada pasien dengan eGFR ≥30 mL/min/1,73 m 2. Pasien
harus disarankan untuk menghentikan pengobatan dalam kasus mual,
muntah, atau dehidrasi. Metformin dikaitkan dengan kekurangan vitamin
B12, dengan laporan baru-baru ini dari Studi Hasil Program Pencegahan
Diabetes menunjukkan bahwa pengujian berkala kadar vitamin B12 harus
dipertimbangkan pada pasien yang diobati dengan metformin, terutama
pada mereka yang anemia atau neuropati perifer.22
Pada pasien dengan kontraindikasi atau intoleransi metformin,
pertimbangkan obat awal dari kelas lain yang digambarkan pada Gambar
2 di bawah “Terapi Ganda” dan dilanjutkan. Ketika A1C adalah ≥ 9% (75
mmol/mol), pertimbangkan untuk memulai terapi kombinasi ganda
(Gambar 2) untuk lebih cepat mencapai level target A1C.22
28
Gambar 2. Terapi Antihiperglikemi pada Diabetes tipe 2: rekomendasi umum. Jika pasien
tidak dapat mentoleransi atau terdapat kontraindikasi penggunaan metformin,
pertimbangkan agen dari kelas lain. GLP-1 receptor agonist dan DPP-4 inhibitors
seharusnya tidak boleh diberikan secara kombinasi.
≥300 mg/dL (16,7 mmol/L) atau A1C adalah ≥10% (86 mmol/mol) atau
jika pasien memiliki gejala hiperglikemia (yaitu, poliuria atau polidipsia).
Saat toksisitas glukosa pasien membaik, rejimen dapat, secara potensial,
disederhanakan.
Gambar 3. Terapi Kombinasi Injeksi untuk Diabetes tipe 2. FBG (fasting blood glucose);
hypo, hypoglycemia.22
ini terjadi karena penderita sudah mengalami DM sejak lama tetapi tidak
mengalami gejala yang jelas sehingga komplikasi juga tidak terpantau. Kelainan
yang ditemukan pada pembuluh darah kecil/ halus (mikroangiopati), pembuluh
darah besar (aterosklerosis), atau pada susunan saraf (neuropati) merupakan sebab
dari komplikasi kronis khas DM.26,27
dan tidak menyadari bahwa mereka menderita diabetes mellitus, (2) studi
epidemiologi mengatakan bahwa DM tipe 2 bisa diderita seseorang satu dekade
sebelum didiagnosis DM, (3) beberapa individu dengan DM tipe 2 memiliki
komplikasi-komplikasi DM pada saat dia diagnosis dan (4) konsumsi obat
hipoglikemik oral atau insulin pada DM tipe 2 dapat mengaburkan pemeriksaan
DM.24
American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan screening
dilakukan pada semua individu yang berusia lebih dari 45 tahun setiap 3 tahun
sekali dan skrining pada umur lebih awal dapat dilakukan pada individu yang
memiliki berat badan berlebihan (IMT > 25 kg/m2) dan memiliki satu tambahan
faktor resiko untuk diabetes. Untuk menegakkan DM tipe 1 diperlukan pemeriksaan
automimun. Walaupun sejumlah marker imunologi untuk DM tipe 1 telah tersedia,
penggunaannya secara rutin di luar percobaan klinis masih dipertimbangkan.24
BAB III
METODOLOGI
34
35
L Leverage yaitu seberapa besar pengaruh kriteria yang satu dengan yang
lain dalam pemecahan masalah yang dibahas.
39
40
4.2 Kependudukan
Berdasarkan data dari Profil Kelurahan Siantan Hilir Tahun 2017 penduduk
wilayah binaan UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Utara berjumlah 29.104
jiwa yang terdiri dari jenis kelamin laki-laki 14.490 jiwa dan jenis kelamin
perempuan 14.614 jiwa. Menurut data monografi kecamatan yang termasuk dalam
wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontiank Utara, yang tersebar di empat
kelurahan yaitu: Kelurahan Siantan Hilir terdiri dari 40 RW dan 151 RT. Persebaran
penduduk menurut jenis kelamin di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan
Pontiank Utara dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini:
Gambar 4.1 Persebaran Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Kecamatan Pontianak Utara Tahun 2017
Sumber: Data Monografi Kecamatan Pontianak Utara Tahun 2017
Berdasarkan Gambar 4.1 diatas dapat diketahui bahwa pada tahun 2017
penduduk pada wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Utara
terbanyak adalah jenis kelamin perempuan yaitu berjumlah 14.614 jiwa (50,21%),
sedangkan untuk jenis kelamin laki-laki yaitu berjumlah 14.490 jiwa (49,78%).
Kepadatan penduduk di Kelurahan Siantan Hilir mencapai 36,98km 2/jiwa.
Dengan jumlah wilayah 787 km2. Jumlah rumah tangga di Kelurahan Siantan Hilir
sebanyak 9.307 KK. Penduduk usia bayi (0-12 bln) berjumlah 620orang, balita usia
(0-4 tahun) berjumlah 2.903 orang, bumil berjumlah 610 orang, bulin sebanyak 600
orang, bufas sebanyak 597 orang, WUS sebanyak 8.425 orang, dan PUS sebanyak
41
No Uraian Jumlah
Gambar 4.2 Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Kecamatan Pontianak Utara Tahun 2017
Sumber: Profil Kelurahan Siantan Hilir, Tahun 2017
4.3 Sosial Ekonomi
4.3.1 Sarana Perekonomian
Sarana perekonomian di kelurahan yang termasuk dalam wilayah kerja UPTD
Puskesmas Kecamatan Pontianak Utara mempunyai 23 koperasi (Simpan Pinjam,
KUD, Koperasi Produksi, Koperasi Konsumsi, dan Koperasi lainnya), 4 pasar tanpa
bangunan semi permanen, 1.297 toko/warung/kaki lima/kios, 5 Bank, 1 stasiun bis,
2 stasiun oplet/taksi dan 55 telepon umum. Kemudian terdapat 53 industri besar dan
sedang, 43 industri kecil, 462 industri rumah tangga, 3 hotel/losmen/penginapan,
75 rumah makan, cafetaria,dan warung, 74 angkutan, serta 399 perdagangan8.
bekerja sebagai PNS 509 orang, TNI/POLRI 319 orang, pegawai swasta 5.060
orang, wiraswasta dan pedagang 1.371 orang, petani 685 orang, pertukangan 125
orang, buruh tani 846 orang, pensiunan 138 orang, buruh harian lepas 1.448 orang,
pelajar/mahasiswa 4.941 orang, ibu rumah tangga 7.697 orang, dan belum/tidak
bekerja sebanyak 4.290 orang (Sumber: Profil Kelurahan Siantan Hilir Tahun 2017).
BAB V
HASIL PENILAIAN DAN PEMBAHASAN
45
46
catastrophic JKN, yaitu 33 % dari total pengeluaran. Nilai 4 untuk indikator Growth
(G) dikarenakan Selain itu, dua per tiga orang dengan diabetes di Indonesia tidak
mengetahui dirinya memiliki diabetes, dan berpotensi untuk mengakses layanan
kesehatan dalam kondisi terlambat (sudah dengan komplikasi).
Berdasarkan metode USG diatas, diperoleh prioritas masalah utama yaitu
pada indikator persentase Penyandang Diabetes Mellitus (DM) yang mendapatkan
Pelayanan Kesehatan sesuai Standar.
Material
1. Media Promosi Tidak tersedianya Wawancara dengan Masih tidak tersedianya
Kesehatan media promosi penanggung jawab media tertentu yang
kesehatan tentang program dan hasil memanfaatkan media
DM berupa leaflet, observasi. audio visual yang
banner, dan video memuat informasi
promosi. mengenai penyakit
diabetes mellitus dan
pelayanan yang sesuai
standar untuk
mempromosikan
program tersebut untuk
meningkatkan kesadaran
masyarakat.
Dana
- - - - -
50
Lingkungan
1. Kebudayaan Pasien masih Wawancara dengan Pasien dipengaruhi untuk
setempat terpengaruh oleh kepala puskesmas mencoba pengobatan
kebudayaan setempat dan penanggung tradisional (herbal).
mengenai tatalaksana jawab program.
DM.
Persentase penyandang
DM yang mendapatkan
pelayanan kesehatan
sesuai standar (26,99%)
Kurangnya kader
PTM
Promosi kesehatan METHOD
mengenai DM
kurang
MAN menjangkau
masyarakat luas
Terbatatasnya
pasokan obat DM
Masih terpengaruh
oleh kebudayaan
Kurangnya media setempat
khusus sebagai alat
promosi kesehatan
mengenai DM
Kurangnya
MATERIAL dukungan dari ENVIRONMENT
keluarga
Kurangnya
publikasi tertulis
mengenai program
PTM
MONEY
Gambar 5.1 Diagram Fishbone pada Identifikasi Akar Permasalahan pada Persentase
Penyandang DM yang mendapatkan Pelayanan Kesehatan Sesuai Standar
52
Alternatif Penyelesaian
No. Total Ranking
Masalah C A R L
Petugas Promosi Kesehatan
membuat jadwal teratur
1. setiap harinya tentang topik 8 8 8 6 3072 II
PromKes yang dipromosikan
selama 1 harinya
Pembentukan kader khusus DM
2. untuk deteksi dini DM di setiap 7 8 8 8 3584 I
RW
Penyuluhan PTM di setiap
3. 7 6 5 6 1260 III
RW setiap bulan
53
6.1 Kesimpulan
a. Indikator program persentase penyandang Diabetes Mellitus (DM) yang
mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar terealisasi sebesar
26,99%.
b. Penyebab masalah yang mungkin antara lain: kurangnya koordinasi dan
kerjasama antar lintas program dalam pendataan jumlah penderita DM,
tidak tersedianya media promosi kesehatan tentang DM berupa leaflet,
banner, dan video promosi, terbatasnya jumlah persediaan obat DM di
puskesmas, promosi kesehatan mengenai DM kurang menjangkau
masyarakat luas, dilakukannya pembatasan jumlah pemberian obat dalam
1 kali kunjungan, pasien masih terpengaruh oleh kebudayaan setempat
mengenai tatalaksana DM, kurangnya dukungan keluarga untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar.
c. Prioritas pemecahan masalah yang diajukan adalah pembentukan kader
Khusus DM untuk deteksi dini DM di setiap RW sehingga dapat lebih
mudah mengungkap kasus baru diabetes yang belum ditemukan.
6.2 Saran
6.2.1 Bagi Puskesmas Siantan Hilir
a. Memperbaiki sistem alur pelayanan kesehatan di Puskesmas Siantan
Hilir untuk mempercepat proses pelayanan.
b. Melakukan koordinasi antara pemegang program PTM dengan
pemegang program lainnya.
c. Memberikan leaflet tentang edukasi diabetes pada pasien-pasien DM
yang berkunjung ke poli.
d. Petugas Promosi Kesehatan membuat jadwal teratur setiap harinya
tentang topik PromKes yang dipromosikan selama 1 harinya.
54
55
4. Lathifah NA. Hubungan Durasi Penyakit Dan Kadar Gula Darah Dengan
Keluhan Subyektif Penderita Diabetes Melitus. Jurnal Berkala Epidemiologi.
2017; 5(2): 231-9.
5. Tjekyan RMS. Angka Kejadian dan Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di
78 RT Kotamadya Palembang Tahun 2010. Majalah Kedokteran Sriwijaya.
2014; 46 (2): 85-94.
10. Departemen Kesehatan. Cegah, Cegah, Dan Cegah: Suara Dunia Perangi
Diabetes. 2018. http://www.depkes.go.id/article/view/18121200001/prevent-
prevent-and-prevent-the-voice-of-the-world-fight-diabetes.html. Diakses pada
tanggal 9 april 2019.
11. Departemen Kesehatan RI. Profil kesehatan Indonesia 2007. Jakarta : Depkes
RI Jakarta. 2008.
56
57
14. Amalia IPR, Triyono EA. Asupan Vitamin A, C, E, Dan IMT (Indeks Massa
Tubuh) Pada Lansia Hipertensi dan Non Hipertensi Di Puskesmas Banyu Urip,
Surabaya. Amerta Nutrition. 2018; 2(4): 382-391.
16. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakt Hidup
Sehat. 2017. [Online]. Diakses dari http://peraturan.bkpm.go.id
/jdih/lampiran/InPres_15_1974.pdf.
19. Menteri Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 43 tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. 2016.
24. Kasper DL, editor. Harrison’s principles of internal medicine. 19th edition /
editors, Dennis L. Kasper, MD, William Ellery Channing, Professor of
Medicine, Professor of Microbiology, Department of Microbiology and
Immunobiology, Harvard Medical School, Division of Infectious Diseases,
Brigham and Women's Hospital, Boston, Massachusetts [and five others]. New
York: McGraw Hill Education; 2015. 1 p.
25. Jameson JL, Kasper DL, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Loscalzo J, et al.
Harrison’s principles of internal medicine. [Internet]. 2018 [cited 2019 Apr 2].
58
27. Putri NHK, Isfandiari MA. Hubungan Empat Pilar Pengendalian DM Tipe 2
Dengan Rerata Kadar Gula Darah. Surabaya: Departemen Epidemiologi FKM
Universitas Airlangga. 2013; 1(2): 234-243.