Anda di halaman 1dari 11

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


1771
SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE

Jalan Komodor Yos Sudarso, Kode Pos 78113 Telp. (0561) 6783449, Fax. (0561) 6783038
E-mail : rsudssma@yahoo.co.id. Website : http//www.rsudkotapontianak.go.id

KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE
KOTA PONTIANAK
NOMOR:

TENTANG

PANDUAN PELAYANAN PASIEN KOMA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE
KOTA PONTIANAK

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE KOTA PONTIANAK,

Menimbang : a. Bahwa dalam rangka memberikan pelayanan kepada


pasien koma di Rumah Sakit Umum Daerah Sultan
Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak perlu
adanya Panduan Pelayanan Pasien Koma di Rumah
Sakit Umum Daerah Sultan Syarif Mohamad Alkadrie
Kota Pontianak.
b. Bahwa sehubungan dengan huruf a diatas perlu
ditetapkan dalam Keputusan Direktur Rumah Sakit
Umum Daerah Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota
Pontianak;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang


Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5072);
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2012 Tentang Pendidikan Tinggi;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
512/MENKES/PER/IV/2007 Tentang Izin Praktik
dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE KOTA PONTIANAK
TENTANG PANDUAN PELAYANAN PASIEN KOMA DI RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH SULTAN SYARIF MOHAMAD
ALKADRIE KOTA PONTIANAK.
KESATU : Memberlakukan Panduan Pelayanan Pasien Koma Rumah Sakit
Umum Daerah Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak
seperti tersebut dalam lampiran keputusan ini.
KEDUA : Panduan Pelayanan Pelayanan Pasien Koma untuk dapat
dilaksanakan dan digunakan sebagai acuan pelayanan kepada
pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Sultan Syarif Mohamad
Alkadrie Kota Pontianak.
KETIGA : Keputusan ini berlaku mulai tanggal ……………., dengan
ketentuan bahwa apabila di kemudian hari ternyata terdapat
kekeliruan dalam penetapannya, akan dilakukan perbaikan
kembali sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Pontianak
Pada tanggal
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah
Sultan Syarif Mohamad Alkadrie
Kota Pontianak

drg. Yuliastuti Saripawan, M.Kes


NIP. 19710714 20012 2 002

Tembusan:
1. Kepala Bidang Pelayanan Medik dan Keperawatan.
2. Kepala Bidang Kepegawaian
3. Kepala Bidang Keuangan.
4. Kepala Seksi/Kepala Instalasi Terkait.
5. Pihak Terkait.
Rumah Sakit Umum Daerah Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota
Pontianak.
Lampiran Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Sultan
Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak
Nomor :
Tanggal :
Tentang : PANDUAN PELAYANAN PASIEN KOMA DI RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE KOTA
PONTIANAK

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pasien dalam keadaan penurunan kesadaran sedang atau berat


dapat dikategorikan sebagai stupor atau koma. Keadaan ini merupakan
keadaan emergensi atau gawat darurat bila terjadi akut. Banyak variasi
penyebab baik itu keadaan metabolik atau suatu proses intrakranial yang
dapat mengakibatkan pasien dalam keadaan stupor atau koma ini.
Adapun manajemen pada pasien seperti ini haruslah berfokus untuk
menstabilkan keadaan pasien, menegakkan diagnosis, dan
menatalaksana pasien berdasarkan penyebab dari penyakit tersebut.

B. TUJUAN
Panduan Pelayanan Pasien Koma ini disusun dengan tujuan
adanya standarisasi dalam asesmen dan manajemen pasien koma di
Rumah Sakit Umum Daerah Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota
Pontianak sehingga kualitas pelayanan kesehatan khususnya pelayanan
pasien koma di Rumah Sakit Umum Daerah Sultan Syarif Mohamad
Alkadrie Kota Pontianak semakin baik.

C. DEFINISI
Koma merupakan suatu keadaan di mana pasien dalam keadaan
tidur dalam dan tidak dapat dibangunkan secara adekuat dengan
stimulus kuat yang sesuai. Pasien mungkin masih dapat meringis atau
melakukan gerakan stereotipik, namun tidak dapat melakukan lokalisasi
nyeri dan gerakan defensif yang sesuai. Seiring dengan semakin
dalamnya koma, pada akhirnya pasien tidak merespons terhadap
rangsangan sekuat apapun. Namun perlu diperhatikan bahwa sulit
menilai kedalam koma dari respons motorik, karena area otak yang
mengatur gerakan motorik berbeda dengan area yang mengatur
kesadaran.

Definisi koma menurut Oxford American Handbook of Neurology :


1. Kegagalan membuka mata dalam respon untuk perintah verbal (E2)
2. Respon motoric tidak lebih baik daripada fleksi lemah (M4)
3. Aura yang tidak komprehensif dalam merespon nyeri (V2)
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang Lingkup Pelayanan Pasien Koma meliputi pelayanan


bagi pasien-pasien di Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Rawat
Inap, dan Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum Daerah
Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak.
BAB III
TATA LAKSANA

A. ASSESMEN PASIEN KOMA


Dalam menangani pasien dalam keadaan stupor dan koma untuk
pertama kali ada beberapa pertanyaan dalam benak kita sebagai
pertimbangan yaitu :
1. Bagaimana tanda vital dari pasien tersebut ?
2. Apakah jalan napas baik ?
Pasien stupor dan koma beresiko tinggi untuk terjadinya aspirasi,
yang disebabkan karena hilangnya refleks batuk dan muntah, hipoksia,
yang terjadi karena hilangnya kemampuan bernafas. Pemasangan
endotracheal tube (ETT) dengan intubasi merupakan cara yang paling
efektif untuk menjaga jalan nafas baik dan oksigenasi yang adekuat.

A.1. ANAMNESIS
Dalam kasus gangguan kesadaran, maka auto anamnesis masih bisa
dilakukan untuk kasus dimana gangguan kesadaran masih bersifat
ringan, pasien masih dapat menjawab pertanyaan . Hasil auto anamnesis
ini dapat dimanfaatkan untuk menetapkan adanya gangguan kesadaran
yang bersifat psikiatrik , termasuk sindrom otak organik atau gangguan
kesadaran yang bersifat neurologik (dinyatakan secara kualitatif maupun
kuantitatif dalam GCS).
Hal –hal yang perlu ditanyakan saat anamnesis :
a. Penyakit yang pernah diderita sebelumnya, missal : diabetes
mellitus, hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, epilepsi, adiksi
obat tertentu
b. Keluhan pasien sebelum gangguan kesadaran : neri kepala
mendadak atau sudah lama, perasaan pusing berputar, mual dan
muntah, pengelihatan ganda, kejang, kelumpuhan anggota gerak
c. Obat-obatan yang diminum secara rutin oleh pasien, misalnya obat
penenang, obat tidur, antikoagulansia, antidiabetes, antihipertensi
d. Apakah gangguan kesadaran terjadi secara bertahap atau
mendadak, apakah diikuti gejala lain/ikutan
e. Apakah ada inkontinensia urin dan / alvi
f. Apakah dijumpai “surat “ tertentu
g. Apakah ada riwayat trauma, pemakaian obat-obatan, atau terpapar
oleh toksin
h. Adakah orang yang dapat ditanyakan tentang keadaan pasien
sebelumnya

A.2. PEMERIKSAAN FISIK (STATUS INTERNUS)


Pada pemeriksaan ini perlu diperhatikan sistematika dan ketelitian,
sebagai berikut :
a. Nadi, meliputi frekuensi, isi dan irama denyut
b. Tekanan darah diukur pada lengan kanan dan kiri
c. Suhu tubuh
d. Respirasi : frekuensi, keteraturan, kedalaman, bau pernafasan
(aseton, ammonia, alcohol, bahan kimia tertentu, dll
e. Kulit : turgor dan warna kulit
f. Kepala , apakah ada luka dan fraktur
g. Konjunctiva apakah normal, pucat atau ada perdarahan
h. Mukosa mulut dan bibir, adakah ada perdarahan, perubahan
warna
i. Telinga, apakah keluar cairan bening, keruh, darah, termasuk bau
cairan
j. Hidung, apakah ada darah atau cairan keluar dari hidung
k. Orbita, apakah ada brill hematoma, trauma pada bulbus okuli,
kelainan pasangan bola mata, (paresis N III,IV,VI), pupil, celah
palpebra, ptosis
l. Leher, apakah ada fraktur vertebra, bila yakin tidak ada fraktur
maka diperiksa adakan kaku kuduk
m. Dada, pemeriksaan fungsi jantung dan paru secara sistemik dan
teliti
n. Perut, meliputi pemeriksaan hati, limpa, ada distensi atau tidak,
suara peristaltic usus, nyeri tekan di daerah tertentu

Pemeriksaan Neurologis
1. Status generalis : hilangnya reflek kedipan kelopak mata dan
rahang yang lemas serta hilangnya reflex tendo dalam ( deep tendon
reflexes) menandakan dalamya koma. Deviasi gaze menandakan
suatu lesi hemisfer yang luas ipsilateral dengan arah gaze.
Myoklonus ( menandakan suatu proses metabolik), twitching otot
yang ritmik (menandakan suatu kejang), tetani.
2. Tingkat kesadaran : dapat ditentukan secara kuantitatif dengan
skala koma Glasgow atau secara kualitatif dengan deskripsi
somnolen (letargi) , stupor, dan koma.
3. Pernafasan : pola pernafasan yang abnormal dapat membantu kita
menentukan lokalisasi dari koma. Diantaranya :
 Cheyne-Stokes : lesi bihemisfer atau ensefalopati metabolik
 Central neurogenic hiperventilation : CNS limfoma atau
kerusakan batang otak karena herniasi tentorial
 Apneustic breathing : kerusakan pons
 Cluster breathing : kerusakan pons dan cerebelar
 Ataxic breathing : kerusakan pusat pernafasarn di medulla
oblongata (lesi di fosa posterior)
4. Lapang pandang : dapat diperiksa dengan melakukan refleks
ancam terhadap mata sehingga berkedip. Kehilangan refleks ancam
pada salah satu lapang pandang tertentu menandakan adanya
hemianopia.
5. Funduskopi : edema papil terjadi pada peningkatan TIK yang
biasanya terjadi setelah lebih dari 12 jam dan jarang terjadi secara
akut. Tidak adanya suatu edema papil menyingkirkan adanya
peningkatan TIK. Pulsasi spontan dari vena sulit diidentifikasikan,
tetapi bila kita temukan menandakan TIK yang normal. Perdarahan
subhialoid yang berbentuk seperti globul bercak darah pada
permukaan retina biasanya berhubungan dengan terjadinya suatu
perdarahan subarakhnoid.
6. Pupil : pastikan bentuk, ukuran, dan reaksi pupil terhadap
rangsang cahaya.
 Simetris dan Midposition (2-5 mm) terfiksir atau pupil ireguler
menandakan suatu lesi fokal di midbrain.
 Pupil pinpoint yang reaktif menandakan kerusakan pada
tingkat pons. Intoksikasi dari opiat dan kholinergik
(pilokarpin) juga dapat menyebabkan pupil seperti ini.
 Pupil anisokor dan terfiksir terjadi pada kompresi terhadap
CN III pada herniasi unkus. Ptosis dan ehsodeviasi juga
terlihat pada kejadian tersebut.
 Pupil terfiksir dan dilatasi menandakan suatu herniasi
sentral, iskemia hipoksia global, keracunan barbiturat,
scopolamine, atau gluthethimide.
7. Pergerakan bola mata (gaze):
Perhatikan posisi saat istirahat :
a. Deviasi gaze menjauhi sisi yang hemiparesis menandakan suatu
lesi hemisper kontralateral dari sisi yang hemiparesis
b. Deviasi gaze ke arah sisi yang hemiparesis menunjukkan:
1. lesi di pons kontralateral dan hemiparesis
2. lesi di thalamus kontralateral dari hemiparesis
3. aktivitas kejang pada hemisfer kontralateral dari hemiparesis
c. Deviasi mata ke arah bawah menandakan suatu lesi di tectum
dari midbrain. Bila disertai dengan gangguan reaktifitas pupil
dan nistagmus refrakter dikenal sebagai sindroma parinoud
d. Slow roving eye movement yang dapat konjugasi atau diskonjugae
tidak menunjukkan lokalisasi lesi yang berarti, berhubungan
dengan disfungsi hemisfer bilateral dan aktifnya refleks
okulosefalik
e. Occular bobbing, yaitu terdapat reaksi cepat dari pergerakan
bola mata ke arah bawah yang kembali ke posisi semula dengan
lambat menunjukkan kerusakan bilateral dari pusat gaze
horisontal pada pons.
f. Saccadic eye movement tidak terlihat pada pasien koma dan
menunjukkan suatu psikogenik unresponsive.
g. Fase tonik tanpa disertai respons fase cepat dari nistagmus
menandakan koma disebabkan disfungsi bihemisfer
h. Paresis konjugae dari gaze menandakan lesi unilateral hemisfer
atau pons
j. Kelemahan mata asimetris menandakan lesi pada batang otak
k. Refleks okulovestibular negatif menandakan koma yang dalam
yang mendepresi fungsi batang otak.
l. Perintah verbal : normal
m. Rangsang nyeri : dengan menggosokkan kepalan tangan
pemeriksa pada sternum dan penekanan pada nailbed dengan
menggunakan handel dari hammer.

1. Refleks okulosefalik (doll’s eye). Respons positif terjadi bila


terdapat pergerakan bola mata berlawanan dari arah
pemutaran kepala. Bila tidak terjadi refleks ini menunjukkan
disfungsi dari bilateral hemisfer serebri dan gangguan
integritas dari struktur batang otak, yang sering terlihat pada
koma metabolik.
2. Refleks okulovestibular (kalori dingin). Respons yang normal
terdiri dari deviasi tonik ke arah rangsangan air dingin yang
dimasukkan ke lubang telinga dan terjadi nistagmus cepat ke
arah kontralateral.
1. Refleks kornea : menandakan intaknya batang otak
setinggi Nervus Cranialis 5( aferen) dan CN 7 (eferen)
2. Refleks muntah : dapat dilakukan dengan memanipulasi
endotrakheal tube.
3. Respons motorik :merupakan indikator terbaik dalam
menentukan dalam dan beratnya keadaan koma. Yang
diperhatikan yaitu :
 Pergerakan spontan : lihat adanya suatu asimetri
 Tonus otot : peningkatan tonus otot bilateral pada
ekstremitas bawah merupakan tanda penting terjadinya
suatu herniasi serebri.
 Induksi pergerakan melalui :
1. Respon sensoris : respons asimetris dari stimulasi
menandakan suatu lateralisasi defisit sensoris.
2. Refleks :
a. Refleks tendon dalam : bila asimetris
menunjukkan lateralisasi defisit motoris yang
disebabkan lesi struktural
b. Refleks plantar : respon bilateral Babinski’s
menunjukkan coma akibat struktural atau
metabolik.

Setelah keadaan umum pasien kita dapatkan langkah selanjutnya adalah


memberikan terapi emergensi dan melakukan pemeriksaan penunjang
yang diperlukan, antara lain :
1. Konsultasi ke anestesiologis bila diperlukan intubasi atau lakukan
intubasi bila telah mendapat pelatihan dari Advance Trauma Life
Support (ATLS) ataupun Advance Cardiac Life Support (ACLS).
2. Pasang jalur intrravena (iv line)
3. Lakukan pemeriksaan kadar gula sewaktu dengan glucose stick.
Hal ini harus dilakukan secepatnya, karena hipoglikemia
merupakan kasus yang dapat ditangani secara cepat sebagai
penyebab stupor atau koma yang dapat disertai keadaan lain
seperti sepsis, henti jantung, atau trauma)
4. Lakukan pemeriksaan darah antara lain :
 Kimia darah ( glukosa darah sewaktu, elektrolit, BUN/ureum,
kreatinin)
 Hitung darah lengkap
 Analisa gas darah
 Kalsium dan magnesium
 Protrombin time (PT)/ partial thromboplastin time (PTT)
5. Bila etiologi dari koma tidak jelas lakukan pemeriksaan skrining
toksikologi, tes fungsi tiroid, fungsi hepar, kortisol serum, dan
kadar ammonia.
6. Lakukan pemasangan folley catheter
7. Lakukan pemeriksaan urinalisa, elektrokardiogram (EKG) dan
rontgen thoraks.
8. Berikan terapi emergensi. Hal ini dapat diberikan ’dilapangan’ atau
bila etiologi dari penyebab koma tidak jelas. Diantaranya :
 Thiamin 100 mg iv (dimana pemberian tiamin dapat
mengembalikan pasien dari koma yang disebakan karena
defisiensi thiamin akut (Wernicke ensefalopati). Harus
diberikan sebelum pemberian dekstrose karena hiperglikemi
dapat menyebabkan konsumsi thiamin yang berlebihan dan
memperburuk keadaan pasien.
 50 % dekstrose 50 ml (1 ampul) iv
 Naloxone (Narcan) 0.4 – 0.8 mg iv, pada keadaan koma yang
disebabkan intoksikasi opiat. Dosis dapat diberikan sampai
10 mg.
 Flumazenil (Romazicon) 0.2 – 1.0 mg iv, diberikan pada pasien
yang koma dicurigai karena intoksikasi benzodiazepin. Dosis
dapat diberikan hingga 3 mg dan jangan diberikan bila telah
terjadi kejang pada pasien, karena flumazenil ini dapat
menimbulkan kejang.

Etiologi Koma
Secara umum stupor dan koma dapat disebabkan menjadi tiga kategori
besar :
1. Kelainan struktur intrakranial (33 %)
Kebanyakan kasus ditegakkan melalui pemeriksaan imajing otak
(computed tomography [CT] or magnetic resonance imaging [MRI]
atau melalui lumbal punksi [LP].
2. Kelainan metabolik atau keracunan (66%)
Dikonfirmasi melalui pemeriksaan darah, tapi tidak selalu positif.
3. Kelainan psikiatris (1%)
Tiga penyebab koma yang dapat cepat menyebabkan kematian dan dapat
ditangani antara lain :
1. Herniasi dan penekanan batang otak : space ocupying lession yang
menyebabkan koma merupakan keadaan emergensi bedah saraf.
2. Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) : peningkatan TIK dapat
menyebabkan gangguan perfusi otak dan global hypoxic-ischemic
injury.
3. Meningitis atau encephalitis : kematian akibat meningitis
bakterialis atau herpes encephalitis dapat dicegah dengan terapi
secepatnya.

Penyebab koma seringkali dapat ditentukan melalui anamnesis


perjalanan penyakit melalui keluarga, teman, personel ambulan, atau
orang lain yang terakhir kontak dengan pasien dengan menanyakan :
1. Kejadian terakhir
2. Riwayat medis pasien
3. Riwayat psikiatrik
4. Obat-obatan
5. Penyalah gunaan obat-obatan atau alkohol

Pemeriksaan Penunjang
Karena pentingnya penentuan diagnosis yang cepat pada etiologi
pasien dengan koma karena dapat mengancam nyawa, maka
pemeriksaan penunjang harus segera dilakukan dalam membantu
penegakkan diagnosis, yaitu antara lain :
1. CT atau MRI scan Kepala : pemberian kontras diberikan apabila
kita curigai terdapat tumor atau abses. Dan mintakan print out dari
bone window pada kejadian trauma kepala
2. Punksi Lumbal : dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, encephalitis, atau perdarahan subarachnoid bila
diagnosis tidak dapat ditegakkan melalui CT atau MRI kepala.
3. EEG : bisa saja diperlukan pada kasus serangan epileptik tanpa
status kejang, keadaan post ictal, koma metabolik bila diagnosis
tidak ditegakkan melalui pemeriksaan CT dan LP.

Keadaa pseudokoma harus kita curigai bila semua pemeriksaan


diagnostik telah kita lakukan dan masih tidak dapat menegakkan
diagnosis penyebab dari koma tersebut. Diantaranya yaitu :
1. Koma psikogenik
2. Locked in syndrome : kerusakan pons bilateral
3. Mutism akinetik : kerusakan pada frontal dan thalamus

Manajemen Pasien dengan Koma


1. Penanganan emergensi dekompresi pada lesi desak ruang (space
occupying lesions / SOL ) dapat menyelamatkan nyawa pasien.
2. Bila terjadi suatu peningkatan TIK, berikut adalah penanganan
pertamanya:
a. Elevasi kepala
b. Intubasi dan hiperventilasi
c. Sedasi jika terjadi agitasi yang berat (midazolam 1 – 2 mg iv )
d. Diuresis osmotik dengan manitol 20% 1 g/kg BB iv
e. Dexametason 10 mg iv tiap 6 jam pada kasus edema serebri
oleh tumor atau abses setelah terapi ini monitor ICP harus
dipasang.
3. Kasus encephalitis yang dicurigai oleh infeksi virus herpes dapat
diberikan acyclovir 10 mg/kg iv tiap 8 jam
4. Kasus meningitis lakukan terapi secara empiris. Lindungi pasien
dengan ceftriaxon 2×1 g iv dan ampicillin 4×1 g iv sambil menunggu
hasil kultur

Terapi Umum
1. Proteksi jalan nafas : adekuat oksigenasi dan ventilasi
2. Hidrasi intravena : gunakan normal saline pada pasien dengan
edema serebri atau peningkatan TIK
3. Nutrisi : lakukan pemberian asupan nutrisi via enteral dengan
nasoduodenal tube, hindari penggunaan naso gastrik tube karena
adanya ancaman aspirasi dan refluks
4. Kulit : hindari dekubitus dengan miring kanan dan kiri tiap 1
hingga 2 jam, dan gunakan matras yang dapat dikembangkan
dengan angin dan pelindung tumit
5. Mata : hindari abrasi kornea dengan penggunaan lubrikan atau
tutup mata dengan plester
6. Perawatan bowel : hindari konstipasi dengan pelunak feses
(docusate sodium 100 mg 3×1 ) dan pemberian ranitidin 50 mg iv
tiap 8 jam untuk menghindari stress ulcer akibat pemberian steroid
dan intubasi
7. Perawatan bladder : indwelling cateter urin dan intermiten kateter
tiap 6 jam
8. Mobilitas joint : latihan pasif ROM untuk menghindari kontraktur
9. Profilaksis deep vein trombosis (DVT) : pemberian 5000 iu sc tiap 12
jam, penggunaan stoking kompresi pneumatik, atau kedua-duanya

Prognosis
Prognosis pasien tergantung dari penyebab utama penyakit
dibanding dari dalamnya suatu koma. Koma yang disebabkan karena
metabolik dan intoksikasi obat lebih baik prognosisnya dibanding koma
yang disebabkan oleh kelainan struktur intrakranial.

REFERENSI

Kolegium Neurologi Indonesia, Modul dan Acuan Penurunan Kesadaran,


2008, Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indoonesia

Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah
Sultan Syarif Mohamad Alkadrie
Kota Pontianak,

drg. Yuliastuti Saripawan, M.Kes


NIP. 19710714 20012 2 002

Anda mungkin juga menyukai