Jalan Komodor Yos Sudarso, Kode Pos 78113 Telp. (0561) 6783449, Fax. (0561) 6783038
E-mail : rsudssma@yahoo.co.id. Website : http//www.rsudkotapontianak.go.id
KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE
KOTA PONTIANAK
NOMOR:
TENTANG
MEMUTUSKAN:
Ditetapkan di Pontianak
Pada tanggal
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah
Sultan Syarif Mohamad Alkadrie
Kota Pontianak
Tembusan:
1. Kepala Bidang Pelayanan Medik dan Keperawatan.
2. Kepala Bidang Kepegawaian
3. Kepala Bidang Keuangan.
4. Kepala Seksi/Kepala Instalasi Terkait.
5. Pihak Terkait.
Rumah Sakit Umum Daerah Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota
Pontianak.
Lampiran Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Sultan
Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak
Nomor :
Tanggal :
Tentang : PANDUAN PELAYANAN PASIEN KOMA DI RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE KOTA
PONTIANAK
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
Panduan Pelayanan Pasien Koma ini disusun dengan tujuan
adanya standarisasi dalam asesmen dan manajemen pasien koma di
Rumah Sakit Umum Daerah Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota
Pontianak sehingga kualitas pelayanan kesehatan khususnya pelayanan
pasien koma di Rumah Sakit Umum Daerah Sultan Syarif Mohamad
Alkadrie Kota Pontianak semakin baik.
C. DEFINISI
Koma merupakan suatu keadaan di mana pasien dalam keadaan
tidur dalam dan tidak dapat dibangunkan secara adekuat dengan
stimulus kuat yang sesuai. Pasien mungkin masih dapat meringis atau
melakukan gerakan stereotipik, namun tidak dapat melakukan lokalisasi
nyeri dan gerakan defensif yang sesuai. Seiring dengan semakin
dalamnya koma, pada akhirnya pasien tidak merespons terhadap
rangsangan sekuat apapun. Namun perlu diperhatikan bahwa sulit
menilai kedalam koma dari respons motorik, karena area otak yang
mengatur gerakan motorik berbeda dengan area yang mengatur
kesadaran.
A.1. ANAMNESIS
Dalam kasus gangguan kesadaran, maka auto anamnesis masih bisa
dilakukan untuk kasus dimana gangguan kesadaran masih bersifat
ringan, pasien masih dapat menjawab pertanyaan . Hasil auto anamnesis
ini dapat dimanfaatkan untuk menetapkan adanya gangguan kesadaran
yang bersifat psikiatrik , termasuk sindrom otak organik atau gangguan
kesadaran yang bersifat neurologik (dinyatakan secara kualitatif maupun
kuantitatif dalam GCS).
Hal –hal yang perlu ditanyakan saat anamnesis :
a. Penyakit yang pernah diderita sebelumnya, missal : diabetes
mellitus, hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, epilepsi, adiksi
obat tertentu
b. Keluhan pasien sebelum gangguan kesadaran : neri kepala
mendadak atau sudah lama, perasaan pusing berputar, mual dan
muntah, pengelihatan ganda, kejang, kelumpuhan anggota gerak
c. Obat-obatan yang diminum secara rutin oleh pasien, misalnya obat
penenang, obat tidur, antikoagulansia, antidiabetes, antihipertensi
d. Apakah gangguan kesadaran terjadi secara bertahap atau
mendadak, apakah diikuti gejala lain/ikutan
e. Apakah ada inkontinensia urin dan / alvi
f. Apakah dijumpai “surat “ tertentu
g. Apakah ada riwayat trauma, pemakaian obat-obatan, atau terpapar
oleh toksin
h. Adakah orang yang dapat ditanyakan tentang keadaan pasien
sebelumnya
Pemeriksaan Neurologis
1. Status generalis : hilangnya reflek kedipan kelopak mata dan
rahang yang lemas serta hilangnya reflex tendo dalam ( deep tendon
reflexes) menandakan dalamya koma. Deviasi gaze menandakan
suatu lesi hemisfer yang luas ipsilateral dengan arah gaze.
Myoklonus ( menandakan suatu proses metabolik), twitching otot
yang ritmik (menandakan suatu kejang), tetani.
2. Tingkat kesadaran : dapat ditentukan secara kuantitatif dengan
skala koma Glasgow atau secara kualitatif dengan deskripsi
somnolen (letargi) , stupor, dan koma.
3. Pernafasan : pola pernafasan yang abnormal dapat membantu kita
menentukan lokalisasi dari koma. Diantaranya :
Cheyne-Stokes : lesi bihemisfer atau ensefalopati metabolik
Central neurogenic hiperventilation : CNS limfoma atau
kerusakan batang otak karena herniasi tentorial
Apneustic breathing : kerusakan pons
Cluster breathing : kerusakan pons dan cerebelar
Ataxic breathing : kerusakan pusat pernafasarn di medulla
oblongata (lesi di fosa posterior)
4. Lapang pandang : dapat diperiksa dengan melakukan refleks
ancam terhadap mata sehingga berkedip. Kehilangan refleks ancam
pada salah satu lapang pandang tertentu menandakan adanya
hemianopia.
5. Funduskopi : edema papil terjadi pada peningkatan TIK yang
biasanya terjadi setelah lebih dari 12 jam dan jarang terjadi secara
akut. Tidak adanya suatu edema papil menyingkirkan adanya
peningkatan TIK. Pulsasi spontan dari vena sulit diidentifikasikan,
tetapi bila kita temukan menandakan TIK yang normal. Perdarahan
subhialoid yang berbentuk seperti globul bercak darah pada
permukaan retina biasanya berhubungan dengan terjadinya suatu
perdarahan subarakhnoid.
6. Pupil : pastikan bentuk, ukuran, dan reaksi pupil terhadap
rangsang cahaya.
Simetris dan Midposition (2-5 mm) terfiksir atau pupil ireguler
menandakan suatu lesi fokal di midbrain.
Pupil pinpoint yang reaktif menandakan kerusakan pada
tingkat pons. Intoksikasi dari opiat dan kholinergik
(pilokarpin) juga dapat menyebabkan pupil seperti ini.
Pupil anisokor dan terfiksir terjadi pada kompresi terhadap
CN III pada herniasi unkus. Ptosis dan ehsodeviasi juga
terlihat pada kejadian tersebut.
Pupil terfiksir dan dilatasi menandakan suatu herniasi
sentral, iskemia hipoksia global, keracunan barbiturat,
scopolamine, atau gluthethimide.
7. Pergerakan bola mata (gaze):
Perhatikan posisi saat istirahat :
a. Deviasi gaze menjauhi sisi yang hemiparesis menandakan suatu
lesi hemisper kontralateral dari sisi yang hemiparesis
b. Deviasi gaze ke arah sisi yang hemiparesis menunjukkan:
1. lesi di pons kontralateral dan hemiparesis
2. lesi di thalamus kontralateral dari hemiparesis
3. aktivitas kejang pada hemisfer kontralateral dari hemiparesis
c. Deviasi mata ke arah bawah menandakan suatu lesi di tectum
dari midbrain. Bila disertai dengan gangguan reaktifitas pupil
dan nistagmus refrakter dikenal sebagai sindroma parinoud
d. Slow roving eye movement yang dapat konjugasi atau diskonjugae
tidak menunjukkan lokalisasi lesi yang berarti, berhubungan
dengan disfungsi hemisfer bilateral dan aktifnya refleks
okulosefalik
e. Occular bobbing, yaitu terdapat reaksi cepat dari pergerakan
bola mata ke arah bawah yang kembali ke posisi semula dengan
lambat menunjukkan kerusakan bilateral dari pusat gaze
horisontal pada pons.
f. Saccadic eye movement tidak terlihat pada pasien koma dan
menunjukkan suatu psikogenik unresponsive.
g. Fase tonik tanpa disertai respons fase cepat dari nistagmus
menandakan koma disebabkan disfungsi bihemisfer
h. Paresis konjugae dari gaze menandakan lesi unilateral hemisfer
atau pons
j. Kelemahan mata asimetris menandakan lesi pada batang otak
k. Refleks okulovestibular negatif menandakan koma yang dalam
yang mendepresi fungsi batang otak.
l. Perintah verbal : normal
m. Rangsang nyeri : dengan menggosokkan kepalan tangan
pemeriksa pada sternum dan penekanan pada nailbed dengan
menggunakan handel dari hammer.
Etiologi Koma
Secara umum stupor dan koma dapat disebabkan menjadi tiga kategori
besar :
1. Kelainan struktur intrakranial (33 %)
Kebanyakan kasus ditegakkan melalui pemeriksaan imajing otak
(computed tomography [CT] or magnetic resonance imaging [MRI]
atau melalui lumbal punksi [LP].
2. Kelainan metabolik atau keracunan (66%)
Dikonfirmasi melalui pemeriksaan darah, tapi tidak selalu positif.
3. Kelainan psikiatris (1%)
Tiga penyebab koma yang dapat cepat menyebabkan kematian dan dapat
ditangani antara lain :
1. Herniasi dan penekanan batang otak : space ocupying lession yang
menyebabkan koma merupakan keadaan emergensi bedah saraf.
2. Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) : peningkatan TIK dapat
menyebabkan gangguan perfusi otak dan global hypoxic-ischemic
injury.
3. Meningitis atau encephalitis : kematian akibat meningitis
bakterialis atau herpes encephalitis dapat dicegah dengan terapi
secepatnya.
Pemeriksaan Penunjang
Karena pentingnya penentuan diagnosis yang cepat pada etiologi
pasien dengan koma karena dapat mengancam nyawa, maka
pemeriksaan penunjang harus segera dilakukan dalam membantu
penegakkan diagnosis, yaitu antara lain :
1. CT atau MRI scan Kepala : pemberian kontras diberikan apabila
kita curigai terdapat tumor atau abses. Dan mintakan print out dari
bone window pada kejadian trauma kepala
2. Punksi Lumbal : dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, encephalitis, atau perdarahan subarachnoid bila
diagnosis tidak dapat ditegakkan melalui CT atau MRI kepala.
3. EEG : bisa saja diperlukan pada kasus serangan epileptik tanpa
status kejang, keadaan post ictal, koma metabolik bila diagnosis
tidak ditegakkan melalui pemeriksaan CT dan LP.
Terapi Umum
1. Proteksi jalan nafas : adekuat oksigenasi dan ventilasi
2. Hidrasi intravena : gunakan normal saline pada pasien dengan
edema serebri atau peningkatan TIK
3. Nutrisi : lakukan pemberian asupan nutrisi via enteral dengan
nasoduodenal tube, hindari penggunaan naso gastrik tube karena
adanya ancaman aspirasi dan refluks
4. Kulit : hindari dekubitus dengan miring kanan dan kiri tiap 1
hingga 2 jam, dan gunakan matras yang dapat dikembangkan
dengan angin dan pelindung tumit
5. Mata : hindari abrasi kornea dengan penggunaan lubrikan atau
tutup mata dengan plester
6. Perawatan bowel : hindari konstipasi dengan pelunak feses
(docusate sodium 100 mg 3×1 ) dan pemberian ranitidin 50 mg iv
tiap 8 jam untuk menghindari stress ulcer akibat pemberian steroid
dan intubasi
7. Perawatan bladder : indwelling cateter urin dan intermiten kateter
tiap 6 jam
8. Mobilitas joint : latihan pasif ROM untuk menghindari kontraktur
9. Profilaksis deep vein trombosis (DVT) : pemberian 5000 iu sc tiap 12
jam, penggunaan stoking kompresi pneumatik, atau kedua-duanya
Prognosis
Prognosis pasien tergantung dari penyebab utama penyakit
dibanding dari dalamnya suatu koma. Koma yang disebabkan karena
metabolik dan intoksikasi obat lebih baik prognosisnya dibanding koma
yang disebabkan oleh kelainan struktur intrakranial.
REFERENSI
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah
Sultan Syarif Mohamad Alkadrie
Kota Pontianak,