Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Varicella, yang biasa dikenal di Amerika Serikat sebagai cacar air, disebabkan
oleh virus varicella-zoster. Penyakit ini umumnya dianggap sebagai penyakit virus
ringan, membatasi diri dengan komplikasi sesekali. Before vaccination for
varicella became widespread in the United States, this disease caused as many as
100 deaths annually. Sebelum vaksinasi varicella menjadi luas di Amerika Serikat,
penyakit ini menyebabkan sebanyak 100 kematian setiap tahunnya. Since the
varicella vaccine was introduced in the United States in 1995, disease incidence
has substantially decreased. Karena vaksin varicella diperkenalkan di Amerika
Serikat pada tahun 1995, insiden penyakit telah secara substansial menurun.

Bahkan saat ini, varicella tidak benar-benar jinak. Satu studi menunjukkan
bahwa hampir 1:50 kasus varicella yang terkait dengan komplikasi. Di antara
sebagian besar komplikasi serius varicella pneumonia dan ensefalitis, keduanya
terkait dengan angka kematian yang tinggi. Selain itu, kekhawatiran telah
dikemukakan mengenai hubungan varicella dengan invasif parah penyakit
streptococcus grup A.

Amerika Serikat mengadopsi vaksinasi universal terhadap varicella pada tahun


1995, yang mengurangi tingkat mortalitas dan morbiditas dari penyakit ini. Untuk
alasan yang jelas, anak yang tidak divaksinasi tetap rentan. Anak dengan varicella
mengekspos kontak dewasa di rumah tangga, sekolah, dan pusat penitipan anak
dengan risiko berat, penyakit bahkan fatal. Varicella adalah umum dan sangat
menular dan mempengaruhi hampir semua anak-anak rentan sebelum remaja.

Kedua kasus dalam rumah tangga sering lebih parah. Sekolah atau hubungi
pusat penitipan anak berkaitan dengan tingkat transmisi yang lebih rendah namun
masih signifikan. Anak-anak yang rentan jarang mendapatkan penyakit dengan

1
kontak dengan orang dewasa dengan zoster. Ttransmisi maksimum terjadi selama
akhir musim dingin dan musim semi.

Varicella dikaitkan dengan respon imun humoral dan sel-dimediasi. Respon ini
menginduksi kekebalan yang tahan lama. Ulangi infeksi subklinis dapat terjadi
pada orang-orang ini, namun serangan kedua dari cacar air sangat jarang terjadi di
orang imunokompeten. Reexposure dab infeksi subklinisdapat berfungsi untuk
meningkatkan kekebalan yang diperoleh setelah episode cacar air, ini dapat
berubah di era post vaksin.

1.2 Tujuan

1) Tujuan Umum

Penulis mampu membuat Asuhan pada Bayi dan Balita dengan


Varicella.

2) Tujuan Khusus

Penulis diharapkan dapat :

a. Memahami tentang penyakit varicella ( definisi, etiologi, manifestasi


klinis, patofisiologis, pemeriksaan penunjang, komplikasi, dan
pengobatan pada kasus varicella).
b. Memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan varicella.

1.3 Manfaat
Setelah membaca makalah tentang varicella ini diharapkan dapat
memberikan manfaat :

a. Mahasiswa mampu memahami tentang definisi, etiologi, manifestasi


klinis, patofisiologis, pemeriksaan penunjang, komplikasi, dan
pengobatan pada kasus varicella.
b. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien
dengan varicella.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Varicella


Varisela berasal dari bahasa latin, Varicella. Di Indonesia penyakit ini
dikenal dengan istilah cacar air, sedangkan di luar negeri terkenal dengan nama
Chicken – pox. Varisela adalah Penyakit Infeksi Menular yang disebabkan oleh
virus Varicella Zoster, ditandai oleh erupsi yang khas pada kulit.
( http:/www.klinikku.com/pustaka/medis/integ/varicella/klinis.html )
Varisela atau cacar air merupakan penyakit yang sangat menular yang
disebabkan oleh virus Varicella Zoster dengan gejala-gejala demam dan timbul
bintik-bintik merah yang kemudian mengandung cairan.
Varicella adalah suatu penyakit infeksi virus akut dan menular, yang
disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV) dan menyerang kulit serta mukosa,
ditandai oleh adanya vesikel-vesikel. (Rampengan, 2008)
Varicella (Cacar Air) adalah penyakit infeksi yang umum yang biasanya
terjadi pada anak-anak dan merupakan akibat dari infeksi primer Virus Varicella
Zoster. Varicella pada anak mempunyai tanda yang khas berupa masa prodromal
yang pendek bahkan tidak ada dan dengan adanya bercak gatal disertai dengan
papul, vesikel, pustula, dan pada akhirnya, crusta, walaupun banyak juga lesi kulit
yang tidak berkembang sampai vesikel.

June M. Thomson mendefinisikan varisela sebagai penyakit yang disebabkan


oleh virus varisela-zoster (V-Z virus) yang sangat menular bersifat akut yang
umumnya menganai anak, yang ditandai oleh demam yang mendadak, malese,
dan erupsi kulit berupa makulopapular untuk beberapa jam yang kemudian
berubah menjadi vesikel selama 3-4 hari dan dapat meninggalkan keropeng
(Thomson, 1986, p. 1483).

Sedangkan menurut Adhi Djuanda varisela yang mempunyai sinonim cacar air
atau chickenpox adalah infeksi akut primer oleh virus varisela-zoster yang
menyerang kulit dan mukosa yang secara klinis terdapat gejala konstitusi,
kelainan kulit polimorfi terutama dibagian sentral tubuh (Djuanda, 1993).

3
2.2 Epidemiologi

Tersebar kosmopolit, menyerang terutama anak-anak tetapi dapat juga


menyerang orang dewasa. Tranmisi penyakit ini secara aerogen. Masa penularan
lebih kurang 7 hati dihitung dari timbulnya gejala kulit.

2.3 Etiologi

Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV), termasuk


kelompok Herpes Virus dengan diameter kira-kira 150-200 nm. Inti virus disebut
Capsid, terdiri dari protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu rantai pendek (S)
dan rantai panjang (L) dan membentuk suatu garis dengan berat molekl 100 juta
yang disusun dari 162 capsomir dan sangat infeksius.

Varicella Zoster Virus (VZV) dapat ditemukan dalan cairan vesikel dan
dalam darah penderita Varicella sehingga mudah dibiakkan dalam media yang
terdiri dari Fibroblast paru embrio manusia.

Varicella Zoster Virus (VZV) dapat menyebabkan Varicella dan Herpes


Zoster. Kontak pertama dengan penyakit ini akan menyebabkan Varicella,
sedangkan bila terjadi serangan kembali, yang akan muncul adalah Herpes Zoster,
sehingga Varicella sering disebut sebagai infeksi primer virus ini.

2.4 Patofisiologi

Menyebar Hematogen.Virus Varicella Zoster juga menginfeksi sel satelit di


sekitar Neuron pada ganglion akar dorsal Sumsum Tulang Belakang. Dari sini
virus bisa kembali menimbulkan gejala dalam bentuk Herpes Zoster. Sekitar 250 –
500 benjolan akan timbul menyebar diseluruh bagian tubuh, tidak terkecuali pada
muka, kulit kepala, mulut bagian dalam, mata , termasuk bagian tubuh yang
paling intim. Namun dalam waktu kurang dari seminggu , lesi teresebut akan
mengering dan bersamaan dengan itu terasa gatal. Dalam waktu 1 – 3 minggu
bekas pada kulit yang mengering akan terlepas. Virus Varicella Zoster penyebab
penyakit cacar air ini berpindah dari satu orang ke orang lain melalui percikan

4
ludah yang berasal dari batuk atau bersin penderita dan diterbangkan melalui
udara atau kontak langsung dengan kulit yang terinfeksi.

Virus ini masuk ke tubuh manusia melalui paru-paru dan tersebar kebagian
tubuh melalui kelenjar getah bening. Setelah melewati periode 14 hari virus ini
akan menyebar dengan pesatnya ke jaringan kulit. Memang sebaiknya penyakit ini
dialami pada masa kanak-kanak dan pada kalau sudah dewasa. Sebab seringkali
orang tua membiarkan anak-anaknya terkena cacar air lebih dini.

Varicella pada umumnya menyerang anak-anak ; dinegara-negara bermusin


empat, 90% kasus varisela terjadi sebelum usia 15 tahun. Pada anak-anak , pada
umumnya penyakit ini tidak begitu berat.

Namun di negara-negara tropis, seperti di Indonesia, lebih banyak remaja


dan orang dewasa yang terserang Varisela. Lima puluh persen kasus varisela
terjadi diatas usia 15 tahun. Dengan demikian semakin bertambahnya usia pada
remaja dan dewasa, gejala varisela semakin bertambah berat.

2.5. Sign / Symtoms

Diawali dengan gejala melemahnya kondisi tubuh.

 Pusing.
 Demam dan kadang – kadang diiringi batuk.
 Dalam 24 jam timbul bintik-bintik yang berkembang menjadi lesi (mirip
kulit yang terangkat karena terbakar).
Terakhir menjadi benjolan – benjolan kecil berisi cairan.
Sebelum munculnya erupsi pada kulit, penderita biasanya mengeluhkan adanya
rasa tidak enak badan, lesu, tidak nafsu makan dan sakit kepala. Satu atau dua hari
kemudian, muncul erupsi kulit yang khas.

Munculnya erupsi pada kulit diawali dengan bintik-bintik berwarna


kemerahan (makula), yang kemudian berubah menjadi papula (penonjolan kecil
pada kulit), papula kemudian berubah menjadi vesikel (gelembung kecil berisi
cairan jernih) dan akhirnya cairan dalam gelembung tersebut menjadi keruh

5
(pustula). Bila tidak terjadi infeksi, biasanya pustel akan mengering tanpa
meninggalkan abses.

2.6. Tanda dan Gejala

Masa inkubasi Varicella bervariasi antara 10-21 hari, rata-rata 10-14 hari.
Penyebaran varicella terutama secara langsung melalui udara dengan perantaraan
percikan liur. Pada umumnya tertular dalam keluarga atau sekolah.

( Rampengan,2008 )

Perjalanan penyakit ini dibagi menjadi 2 stadium, yaitu:

Stadium Prodromal: 24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat gejala


panas yang tidak terlalu tinggi, perasaan lemah (malaise), sakit kepala, anoreksia,
rasa berat pada punggung dan kadang-kadang disertai batuk keringdiikuti eritema
pada kulit dapat berbentuk scarlatinaform atau morbiliform. Panas biasanya
menghilang dalam 4 hari, bilamana panas tubuh menetap perlu dicurigai adanya
komplikasi atau gangguan imunitas.

Stadium erupsi: dimulai saat eritema berkembang dengan cepat (dalam


beberapa jam) berubah menjadi macula kecil, kemudian papula yang kemerahan
lalu menjadi vesikel. Vesikel ini biasannya kecil, berisi cairan jernih, tidak
umbilicated dengan dasar eritematous, mudah pecah serta mongering membentuk
krusta, bentuk ini sangat khas dan lebih dikenal sebagai “tetesan embun”/”air
mata”.

Lesi kulit mulai nampak di daerah badan dan kemudian menyebar secara
sentrifugal ke bagian perifer seperti muka dan ekstremitas. Dalam perjalanan
penyakit ini akan didapatkan tanda yang khas yaitu terlihat adanya bentuk papula,
vesikel, krusta dalam waktu yang bersamaan, dimana keadaan ini disebut
polimorf. Jumlah lesi pada kulit dapat 250-500, namun kadang-kadang dapat
hanya 10 bahkan lebih sampai 1500. Lesi baru tetap timbul selama 3-5 hari, lesi
sering menjadi bentuk krusta pada hari ke-6 (hari ke-2 sampai ke-12) dan sembuh
lengkap pada hari ke-16 (hari ke-7 sampai ke-34)

6
Erupsi kelamaan atau terlambatnya berubah menjadi krusta dan
penyembuhan, biasanya dijumpai pada penderita dengan gangguan imunitas
seluler. Bila terjadi infeksi sekunder, sekitar lesi akan tampak kemerahan dan
bengkak serta cairan vesikel yang jernih berubah menjadi pus disertai
limfadenopati umum. Vesikel tidak hanya terdapat pada kulit, melainkan juga
terdapat pada mukosa mulut, mata, dan faring.

Pada penderita varicella yang disertai dengan difisiensi imunitas (imun


defisiensi) sering menimbulkan gambaran klinik yang khas berupa perdarahan,
bersifat progresif dan menyebar menjadi infeksi sistemik. Demikian pula pada
penderita yang sedang mendapat imunosupresif. Hal ini disebabkan oleh
terjadinya limfopenia.

Pada ibu hamil yang menderita varicella dapat menimbulkan beberapa


masalah pada bayi yang akan dilahirkan dan bergantung pada masa kehamilan
ibu, antara lain:

 Varisela neonatal
Varisela neonatal dapat merupakan penyakit serius, hal ini bergantung pada
saat ibu kena varisela dan persalinan.
 Bila ibu hamil terinfeksi varisela 5 hari sebelum partus atau 2 hari setelah
partus, berarti bayi tersebut terinfeksi saat viremia kedua dari ibu, bayi
terinfeksi transplasental, tetapi tidak memperoleh kekebalan dari ibu
karena belum cukupnya waktu ibu untuk memproduksi antibody. Pada
keadaan ini, bayi yang dilahirkan akan mengalami varisela berat dan
menyebar. Perlu diberikan profilaksis atau pengobatan dengan varicella-
zoster immune globulin (VZIG) dan asiklovir. Bila tidak diobati dengan
adekuat, angka kematian sebesar 30%. Penyebab kematian utama akibat
pneumonia berat dan hepatitis fulminan.
 Bila ibu terinfeksi varisela lebih dari 5 hari antepartum, sehingga ibu
mempunyai waktu yang cukup untuk memproduksi antibody dan dapat
diteruskan kepada bayi. Bayi cukup bulan akan menderita varisela ringan
karena pelemahan oleh antibody transplasental dari ibu. Pengobatan
dengan VZIG tidak perlu, tetapi asiklovir dapat dipertimbangkan
pemakaiannya, bergantung pada keadaan bayi.

7
 Sindrom varisela congenital
Varisela congenital dijumpai pada bayi dengan ibu yang menderita varisela
pada umur kehamilan trimester I atau II dengan insidens 2%.
Manisfestasi klinik dapat berupa retardasi pertumbuhan intrauterine,
mikrosefali, atrofi kortikalis, hipoplasia ekstremitas, mikroftalmin, katarak,
korioretinitis dan scarring pada kulit. Beratnya gejala pada bayi tidak
berhubungan dengan beratnya penyakit pada ibu. Ibu hamil dengan zoster
tidak berhubungan dengan kelainan pada bayi.
 Zoster infantile
Penyakit ini sering muncul dalam umur bayi satu tahun pertama, hal ini
disebabkan karena infeksi varisela maternal setelah nasa gestasi ke-20.
Penyakit ini sering menyerangg pada saraf dermatom thoracis.

2.7. Patogenesis

Virus Varicella Zooster masuk dalam mukosa nafas atau orofaring,


kemudian replikasi virus menyebar melalui pembuluh darah dan limfe ( viremia
pertama ) kemudian berkembang biak di sel retikulo endhotellial setelah itu
menyebar melalui pembuluh darah (viremia ke dua) maka timbullah demam dan
malaise.

Permulaan bentuk lesi pada kulit mungkin infeksi dari kapiler endothelial
pada lapisan papil dermis menyebar ke sel epitel pada epidermis, folikel kulit dan
glandula sebacea dan terjadi pembengkakan. Lesi pertama ditandai dengan adanya
makula yang berkembang cepat menjadi papula, vesikel da akhirnya menjadi
crusta. Jarang lesi yang menetap dalam bentuk makula dan papula saja. Vesikel ini
akan berada pada lapisan sel dibawah kulit. Dan membentuk atap pada stratum
korneum dan lusidum, sedangkan dasarnya adalah lapisan yang lebih dalam.
Degenarasi sel akan diikuti dengan terbentuknya sel raksasa berinti banyak,
dimana kebanyakan dari sel tersebut mengandung inclusion body intranuclear
type A. Penularan secara airborne droplet. Virus dapat menetap dan laten pada sel
syaraf. Lalu dapat terjadi reaktivitas maka dapat terjadi herpes Zooster.

2.8. Komplikasi

8
Komplikasi varisela pada anak biasanya jarang dan lebih sering pada
orang dewasa.

1. Infeksi sekunder

Infeksi sekunder disebabkan oleh Stafilokok atau Streptokok dan


menyebabkan selulitis, furunkel. Infeksi sekunder pada kulit kebanyakan
pada kelompok umur di bawah 5 tahun. Dijumpai pada 5-10% anak.
Adanya infeksi sekunder bila manifestasi sistemik tidak menghilang dalam
3-4 hari atau bahkan memburuk

2. Otak

Komplikasi ini lebih sering karena adanya gangguan imunitas.


“Acute postinfectious cerebellar ataxia” merupakan komplikasi pada otak
yang paling ditemukan (1:4000 kasus varisela). Ataxia timbul tiba-tiba
biasanya pada 2-3 minggu setelah varisela dan menetap selama 2 bulan.
Klinis mulai dari yang ringan sampai berat, sedang sensorium tetap normal
walaupun ataxia berat. Prognosis keadaan ini baik, walaupun beberapa
anak dapat mengalami inkoordinasi atau dysarthria.

“Ensefalitis” dijumpai 1 dari 1000 kasus varisela dan memberikan


gejala ataksia serebelar dan biasanya timbul antara hari ke-3 sampai hari
ke-8 setelah timbulnya rash. Biasanya bersifat fatal.

3. Pneumonitis

Komplikasi ini lebih sering dijumpai pada penderita keganasan,


neonatus, imunodefisiensi, dan orang dewasa. Pernah dilaporkan seorang
bayi 13 hari dengan komplikasi pneumonitis dan meninggal pada umur 30
hari.

Gambaran klinis pneumonitis adalah panas yang tetap tinggi,


batuk, sesak napas, takipnu dan kadang-kadang sianosis serta hemoptoe.

9
Pada pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran nodular yang radio-opak
pada kedua paru.

4. Sindrom Reye

Komplikasi ini lebih jarang dijumpai. Dengan gejala sebagai


berikut, yaitu nausea dan vomitus, hepatomegali dan pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan peningkatan SPGT dan SGOT serta ammonia.

5. Hepatitis

Dapat terjadi tetapi jarang.

6. Komplikasi lain

Seperti arthritis, trombositopenia purpura, miokarditis, keratitis.


Penderita perlu dikonsulkan ke spesialis bila dijumpai adanya gejala-gejala
berikut:

 Varisela yang progesif atau berat


 Komplikasi yang dapat mengancam jiwa seperti pneumonia, ensefalitis

 Infeksi bakteri sekunder yang berat terutama dari golongan grup A


Streptococcus yang dapat memicu terjadinya nekrosis kulit dengan
cepat serta terjadi “Toxic Shock Syndrome”

 Penderita dengan komplikasi berat perlu dirawat di Rumah Sakit atau


bila perlu ICU

 Indikasi rawat di ICU/NICU antara lain:

- Penurunan kesadaran

- Kejang

- Sulit jalan

10
- Gangguan pernapasan

- Sianosis

- Saturasi oksigen menurun

 Semua neonatus lahir dari ibu yang menderita varisela kurang dari 5
hari sebelum melahirkan atau 2 hari setelah melahirkan.

2.9. Pengobatan

Karena umumnya bersifat ringan, kebanyakan penderita tidak memerlukan


terapi khusus selain istirahat dan pemberian asupan cairan yang cukup. Yang
justru sering menjadi masalah adalah rasa gatal yang menyertai erupsi. Bila tidak
ditahan-tahan , jari kita tentu ingin segera menggaruknya. Masalahnya,bila sampai
tergaruk hebat, dapat timbul jaringan parut pada bekas gelembung yang pecah.
Tentu tidak menarik untuk dilihat.

* Umum

1. Isolasi untuk mencegah penularan.


2. Diet bergizi tinggi (Tinggi Kalori dan Protein).
3. Bila demam tinggi, kompres dengan air hangat.
4. Upayakan agar tidak terjadi infeksi pada kulit, misalnya pemberian antiseptik
pada air mandi.
5. Upayakan agar vesikel tidak pecah.

- Jangan menggaruk vesikel.


- Kuku jangan dibiarkan panjang.

- Bila hendak mengeringkan badan, cukup tepal-tepalkan handuk pda kulit,


jangan digosok.

11
*Farmakologi:

 Obat topical
Pengobatan local dapat diberikan Kalamin lotion atau bedak salisil
1%.
 Antipiretik/analgetik
Biasanya dipakai aspirin, asetaminofen, ibuprofen.
 Antihistamin
Golongan antihistamin yang dapat digunakan, yaitu
Diphenhydramine, tersedia dalam bentuk cair (12,5mg/5mL), kapsul
(25mg/50mg) dan injeksi (10 dan 50 mg/mL). Dosis 5mg/kg/hari, dibagi
dalam 3 kali pemberian.
 Obat anti virus

Vidarabin (adenosine arabinoside)

Vidarabin adalah obat antivirus yang diperoleh dari fosforilase


dalam sel dan dalam bentuk trifosfat, menghambat polymerase DNA virus.
Dosis: 10-20 mg/kg BB/hari, diberikan sehari dalam infuse selama 12 jam,
lama pemberian 5-7 hari. Pada pemberian vidarabin, vesikel menghilang
secara cepat dalam 5 hari.

Efek samping:

 Gangguan neurologi berupa tremor, kejang


 Gangguan hematologi berupa netropenia, trombositopia

 Gangguan gastrointestinal berupa muntah serta peninggian SGPT


dan SGOT.

Asiklovir = 9 (2 Hidroksi etoksi metal) Guanine

Asiklovir merupakan salah satu antivirus yang banyak digunakan


akhir-akhir ini. Asiklovir lebih baik dibandingkan dengan vidarabin. Obat
ini bekerja dengan menghambat polymerase DNA virus Herpes dan

12
mengakhiri replikasi virus. Obat ini dapat mengurangi bertambahnya lesi
pada kulit dan lamanya panas, bila diberikan dalam 24 jam mulai
timbulnya rash.

Pada anak kecil yang tanpa komplikasi, penggunaan obat ini


kurang bermanfaat dan tidak direkomendasikan secara rutin sehingga
Asiklovir lebih banyak digunakan pada penderita dengan komplikasi atau
penderita dengan gangguan imunitas. Obat ini tidak mengurangi rasa gatal
pada kulit, komplikasi atau penularan sekunder.

Dosis: 5-10 mg/kg BB dibagi dalam 4-5 dosis/hari, dapat diberikan


secara oral atau iv/drip tiap 8 jam selama 5-7 hari. Dengan dosis jangan
melebihi 3200 mg/hari. Tersedia dalam bentuk kapsul (200 mg/400
mg/800 mg), cairan (400 mg/5 mL), injeksi (500 mg/5 mL).

Efek samping:

Gangguan ginjal berupa renal insufisiensi, malaise dan gangguan


pencernaan.

 Diet yang adekuat

 Berikan makanan penuh dan jangan dibatasi

 Kadang-kadang penderita mengalami anoreksia, sebaiknya dimotivasi


banyak minum untuk mempertahankan status hidrasi. Cairan yang
cukup sangat diperlukan bila penderita diberikan Asiklovor, karena
obat ini dapat berkristalisasi dalam tubulus renalis bila penderita dalam
keadaan dehidrasi.

2.10. Pencegahan

Pencegahan terhadap infeksi varisela zoster virus dilakukan dengan cara


imunisasi pasif atau aktif.

13
Imunisasi aktif

Dilakukan dengan memberikan vaksin varisela yang dilemahkan (live


attenuated) yang berasal dari OKA Strain dengan efek imunogenisitas tinggi dan
tingkat proteksi cukup tinggi berkisar 71-100% serta mungkin lebih lama. Dapat
diberikan pada anak sehat ataupun penderita leukemia, imunodefisiensi. Untuk
penderita pascakontak dapat diberikan vaksin ini dalam waktu 72 jam dengan
maksud sebagai preventif atau mengurangi gejala penyakit.

Dosis yang dianjurkan ialah 0,5 mL subkutan. Pemberian vaksin ini


ternyata cukup aman. Dapat diberikan bersamaan dengan MMR dengan daya
proteksi yang sama dan efek samping hanya berupa rash yang ringan.

Efek samping:

Efek samping biasanya tidak ada, tetapi bila ada biasanya bersifat ringan.

Imunisasi pasif

Dilakukan dengan memberikan Zoster Imun Globulin (ZIG) dan Zoster


Imun Plasma (ZIP).

Zoster Imun Globulin (ZIG) adalah suatu globulin-gama dengan titer


antibody yang tinggi dan yang didapatkan dari penderita yang telah sembuh dari
infeksi herpes zoster. Dosis Zoster Imuno Globulin (ZIG): 0,6 mL/kg BB
intramuscular diberikan sebanyak 5mL dalam 72 jam setelah kontak. Indikasi
pemberian Zoster Imunoglobulin ialah:

 Neonatus yang lahir dari ibu menderita varisela 5 hari sebelum partus atau
2 hari setelah melahirkan.
 Penderita leukemia atau limfoma terinfeksi varisela yang sebelumnya
belum divaksinasi.

14
 Penderita HIV atau gangguan imunitas lainnya.

 Penderita sedang mendapat pengobatan imunosupresan seperti


kortikosteroid.

Tapi pada anak dengan defisiensi imunologis, leukimea atau penyakit


keganasan lainnya, pemberian Zoster Imun Globulin (ZIG) tidak menyebabkan
pencegahan yang sempurna, lagi pula diperlukan Zoster Imun Globulin (ZIG)
dengan titer yang tinggi dan dalan jumlah yang lebih besar.

Zoster Imun Plasma (ZIP) adalah plasma yang berasal dari penderita yang
baru sembuh dari herpes zoster dan diberikan secara intravena sebanyak 3-14,3
mL/kg BB. Pemberian Zoster Imun Plasma (ZIP) dalam 1-7 hari setelah kontak
dengan penderita varisela pada anak dengan defisiensi imunologis, leukemia, atau
penyakit keganasan lainnya mengakibatkan menurunnya insiden varisela dan
merubah perjalanan penyakit varisela menjadi ringan dan dapat mencegah varisela
untuk kedua kalinya.

2.11. Pembantu Diagnosis

Dapat dilakukan percobaan Tzanck dengan cara membuat sediaan hapus yang
diwarnai dengan Giemsa. Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel dan akan
didapati sel datia berinti banyak (multinukleated).

2.12. Diagnosis Banding

Harus dibedakan dengan variola, penyakit ini lebih berat, memberi gambaran
monomorf, dan penyebarannya dimulai dari bagian akral tubuh yakni telapak
tangan dan telapak kaki.

2.13. Prognosis

Dengan perawatan yang teliti dan senantiasa memperhatikan kebersihan (hygiene)


diri dan lingkungan memberikan prognosis yang baik dan kemungkinan
terbentuknya jaringan parut hanya sedikit, kecuali jika klien melakukan
garukan/tindakan lain yang menyebabkan kerusakan kulit lebih dalam.

15
16
2.14. WOC

Virus Varicella
Zooster

Masuk ke dalam

mukosa nafas orofaring

replikasi

virus menyebar
melalui

Pembuluh darah limfe ( viremia pertama )

berkembang biak

sel retikulo endhotellial

menyebar melalui pembuluh darah (viremia ke dua)

demam dan malaise

17
2.15 Konsep Asuhan Keperawatan

I. Pengkajian
A. Data subjektif : pasien merasa lemas, tidak enak badan, tidak nafsu
makan dan sakit kepala.
B. Data Objektif :
a. Integumen : kulit hangat, pucat., adanya bintik-bintik
kemerahan pda kulit yang berisi cairan jernih.
b. Metabolik : peningkatan suhu tubuh.
c. Psikologis : menarik diri.
d. GI : anoreksia.
e. Penyuluhan / pembelajaran : tentang perawatan luka varicela.

II. Diagnosa Keperawatan


a. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan
kulit.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan erupsi pada kulit.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dnegan
kurangnya intake makanan.
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan luka pada kulit.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan

III. Intervensi
1) Diagnosa 1
a. Tujuan : mencapai penyembuhan luka tepat waktu dan tidak
demam.
b. Intervensi
- Tekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua
individu yang datang kontak dnegan pasien.
R/ : mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.

18
- Gunakan skort, sarung tangan, masker dan teknik aseptic, selama
perawatan kulit.
R/ : mencegah masuknya organisme infeksius.
- Awasi atau batasi pengunjung bila perlu.
R/ : mencegah kontaminasi silang dari pengunjung.
- Cukur atau ikat rambut di sekitar daerah yang terdapat erupsi.
R/ : rambut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri.
- Bersihkan jaringan nekrotik / yang lepas (termasuk pecahnya lepuh)
R/ : meningkatkan penyembuhan.
- Awasi tanda vital
R/ : Indikator terjadinya infeksi.

2) Diagnosa 2
a. Tujuan : mencapai penyembuhan tepat waktu dan adanya regenerasi
jaringan.
b. Intervensi
- Pertahankan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
R/ : mengetahui keadaan integritas kulit.
- Berikan perawatan kulit
R/ : menghindari gangguan integritas kulit.

3) Diagnosa 3
a. Tujuan : terpenuhinya kebutuhan nitrisi sesuai dengan kebutuhan.
b. Intervensi
- Berikan makanan sedikit tapi sering.
R/ : membantu mencegah distensi gaster/ ketidaknyamanan dan
meningkatkan pemasukan.
- Pastikan makanan yang disukai/tidak disukai. Dorong orang terdekat
untuk membawa makanan dari rumah yang tepat.
R/ : meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan dapat
memperbaiki pemasukan.

19
4) Diagnosa 4
a. Tujuan : pasien dapat menerima keadaan tubuhnya.
b. Intervensi
- Bantu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki pasien saat ini.
R/ : memanfaatkan kemampuan dapat menutupi kekurangan.
- Eksplorasi aktivitas baru yang dapat dilakukan.
R/ : memfasilitasi dengan memanfaatkan keletihan.

5) Diagnosa 5
a. Tujuan : adanya pemahaman kondisi dan kebutuhan pengobatan.
b. Intervensi
- Diskusikan perawatan erupsi pada kulit.
R/ : meningkatkan kemampuan perawatan diri dan menngkatkan
kemandirian.

IV. Implementasi
1) Diagnosa 1
a. Menekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua
individu yang datang kontak dengan pasien.
b. Menggunakan skort,masker, sarung tangan dan teknik aseptik selama
perawatan luka.
c. Mengawasi atau membatasi pengunjung bila perlu.
d. Mencukur atau mengikat rambut disekitar daerah yang terdapat
erupsi.
e. Membersihkan jaringan mefrotik.yang lepas (termasuk pecahnya
lepuh).
f. Mengawasi tanda vital.

2) Diagnosa 2
a. Memperhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
b. Memberikan perawatan kulit.

20
3). Diagnosa 3
a. Memberikan makanan sedikit tapi sering.
b. Memastikan makanan yang disukai/tidak disukai , dorong orang
terdekat untuk membawa makanan dari rumah yang tepat.
4) Diagnosa 4
a. Membantu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki pasien saat
ini.
b. Mengeksplorasi aktivitas baru yang dapat dilakukan.
5) Diagnosa 5
a. Mendiskusikan perawatan erupsi pada kulit.

V. Evaluasi
Evaluasi disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam
intervensi.

21
Lampiran

Anak dengan varicella

Gambar virus Varicella Zoster

22
Daftar Pustaka

Doengoes, Marilynn. E,.(1999). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.EGC : Jakarta.

Tarwoto dan Wartonah. (2000). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta.

Varisela . http://www.aventispasteur.co.id/news.asp?id7

Varisela Klinikku. http://www.klinikku.com/pustaka/medis/integ/varisela-


klinis.html

Cacar Air. http://www.medicastore.com/med/detail_pyk_php?id=&iddtl

Adhi Djuanda (1993). Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin, Edisi Kedua, FK
Universitas Indonesia, Jakarta, 1993.

June M. Thomson, et. al. (1986). Clinical Nursing Practice, The C.V. Mosby
Company, Toronto.

Lorden.blospot.com

23

Anda mungkin juga menyukai