Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Sejarah Perusahaan


Penemuan nikel di Indonesia khususnya di Sulawesi, dimulai pada awal abad
20. Namun besarnya cadangan nikel tersebut baru diketahui pada tahun 1966, ketika
pemerintah Indonesia memutuskan pelaksanaan survey geologis secara besar-besaran
dan menyeluruh terhadap kekayaan sumber daya mineral ini.
Inco Limited dari Kanada, salah satu perusahaan tambang penghasil nikel
terkemuka di dunia, memperoleh ijin Kontrak Karya. Kontrak Karya tersebut
ditandatangani pada bulan Juli 1968 oleh INCO Limited melalui anak perusahaannya
di Indonesia yang baru dibentuk yaitu PT International Nickel Indonesia (PT INCO )
sesuai dengan ketentuan UU no. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, dan
ditetapkan berlaku selama 30 tahun (terhitung sejak produksi komersial 1978). Pada
tahun 1971, PT. INCO melakukan eksplorasi yang memastikan kandungan nikel
yang tersedia akan mampu mendukung pendirian suatu pabrik pengolahan nikel di
daerah Sorowako.
Pada tahun 1968 – 1973 PT INCO melakukan penelitian sumber endapan bijih
nikel dalam daerah konsesi, (luas daerah konsesi awal = 6,6 juta ha) dengan foto
udara, pengambilan contoh dari test pit maupun trenching dan dari hasil penelitian
laboratorium di Kanada diputuskan bahwa pengembangan pabrik di Soroako sangat
layak. Sebagian besar daerah konsesi dikembalikan kepada pemerintah RI secara
bertahap, dan saat ini hanya mempertahankan hak konsesi seluas 218.000 ha (setelah
penyusutan ke-9).
Proyek tahap I (1973 - 1975) PT INCO membangun prasarana fisik dan
pabrik pengolahan di Sorowako. Kapasitas terpasang 35 juta pound Ni/tahun dengan
kadar 78% nickel matte. Proyek tahap II (1975 – 1978) PT. INCO membangun PLTA
Larona (Bechtel CO Int. USA) Pengembangan pabrik pengolahan (Dravo Co.USA),
kapasitas produksi ditingkatkan menjadi 80 juta pound Ni/tahun.
Pada bulan Maret 1977 Presiden Soeharto meresmikan pembukaan pabrik
pengolahan nikel di Soroako. Produksi komersil dimulai pada bulan April 1978.
Kapal ekspor pertama membawa 1.786 ton nickel matte meluncur dari Malili ke
Jepang.
Proyek tahap III (1990) PT INCO meningkatkan kapasitas produksi menjadi
100 juta pon Ni/tahun. Tahun 1995 PT INCO melakukan perundingan untuk
perpanjangan kontrak kerja dengan suatu program pengembangan dan penambahan
investasi. Pada Januari 1996 Kontrak karya generasi kedua ditandatangani antara PT
INCO dengan pemerintah RI. Kondisi dan persyaratan dalam kontrak karya I tetap
diberlakukan sampai tahun 2008 (30 tahun setelah tahun produksi komersil 1978).
Kontrak karya II memberi suatu ikatan dan akan berakhir pada tahun 2025. Proyek
tahap IV (1998 – 1999) kapasitas produksi ditingkatkan menjadi 150 juta pound
Ni/tahun dengan membangun tambahan satu jalur produksi (Dryer, Kiln, Furnace &
Converter) termasuk pembangkit tenaga listrik PLTA Larona II.
Sejak permulaan proyek sampai 1998, Inco Limited telah menginvestasikan
dana sekitar US$ 2 miliar untuk pengembangan proyek serta pembangunan berbagai
fasilitas penunjang lainnya. Saat ini PT. INCO secara teratur mengekspor
produksinya yang disebut nickel matte ( nikel setengah jadi yang berkadar 78% ) ke
Jepang dimana nikel tersebut dimurnikan dan digunakan untuk pembuatan baja
nirkarat dan produk-produk yang mengandung nikel lainnya.

2.2. Wilayah PT INCO Indonesia

PT. INCO Soroako mempunyai wilayah kontrak karya seluas 218.528,99 ha,
terletak pada koordinat 121o18’57’’ – 121o26’50’’ BT dan 2o32’59’’ LS. Secara umum
wilayah kontrak karya PT INCO dibagi dalam tiga kategori, yaitu:
1. Lokasi Sorowako Project Area (SPA), dengan luas daerah sekitar 10.010,22
ha.
2. Lokasi Sorowako Outer Area (SOA), dengan luas daerah sekitar 108.377,25
ha, meliputi daerah Lingke, Lengkobale, Lasobonti, Lambatu, Tanamalia,
Lingkona, Lampenisu, Lampesue, Petea, Topemanu, Tanah Merah, Nuha,
Matano, Larona, dan Malili
3. Lokasi Sulawesi Coastal Deposite (SCD), dengan luas daerah sekitar
100.141,54 ha, meliputi daerah Bahodopi, Kolonedale (Sulawesi Tengah) dan
daerah Latao, Sua-Sua, Pao-Pao, Pomalaa, Malapulu, Torobulu, Lasolo serta
Matarape (Sultra).
Daerah Sorowako Project Area (SPA) yang terdiri dari daerah Blok Timur
(East Block) dan Blok Barat (West Block), lokasinya dipisahkan oleh pabrik (Plant
Site) dan secara umum berbatasan dengan:
a. Bagian Utara dengan Desa Nuha dan Danau Matano
b. Bagian Timur dengan Danau Mahalona
c. Bagian Selatan dengan Desa Wawondula Kecamatan Towuti
d. Bagian Barat dengan Desa Wasuponda Kecamatan Nuha

Gambar 2.1 Area Penambangan PT. INCO


2.2 Kondisi Umum PT INCO

PT. INCO Tbk, merupakan sebuah perusahaan tambang nikel terbesar di


Indonesia dengan kapasitas produksi sekitar 150 juta pounds pertahun. PT. INCO
terletak didaerah Sorowako, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu timur, Provinsi
Sulawesi Selatan.

Gambar 2.2
Peta Daerah Konsesi PT Inco Sorowako

Sorowako merupakan daerah yang dikelilingi oleh tiga buah danau yaitu Danau
Matano, Danau Towuti dan Danau Mahalona. PT. INCO mempunyai daerah konsesi
awal seluas 6.000.000 Ha yang terletak pada posisi 120 o45' - 123o30' BT dan 6o30' -
5o30' LS. Daerah konsesi awal ini sebagian dikembalikan kepada pemerintah
Indonesia, dan hingga saat ini daerah yang tersisa dan dipertahankan adalah seluas
218.000 Ha.
Topografi daerah penambangan berupa perbukitan dengan ketinggian antara
400 m - 800 m diatas permukaan laut. Vegetasi yang ada adalah tumbuhan tropis
berupa semak belukar, tanaman perdu dan hutan yang ditumbuhi pepohonan
berdiameter antara 10 - 40 cm. Keadaan iklim daerah Sorowako dipengaruhi oleh dua
musim, yaitu musim kemarau dan penghujan dengan rata-rata curah hujan perbulan
176.381 mm.

2.1 Kesampaian Daerah


Sorowako terletak sekitar 60 km sebelah Timur laut Kota Malili. Jarak dari
Ibukota Kabupaten (Palopo) ± 245 km, sedangkan dari Makassar ± 720 km.
Sorowako dapat dicapai melalui jalur darat baik menggunakan kendaraan roda dua
maupun roda empat dengan rute Makassar-Palopo-Sorowako, selain itu juga dapat
ditempuh dengan jalur udara dengan rute Makassar-Sorowako.

2.2 Iklim/Curah Hujan


Seperti layaknya daerah-daerah lain di Indonesia, Sorowako dan sekitarnya
beriklim tropis yang dipengaruhi oleh dua musim, yaitu musim kemarau dan
penghujan. Tipe iklim Soroako berdasarkan pengklasifikasian iklim menurut Schmith
Ferguson adalah tipe iklim A dengan curah hujan rata-rata per tahun mencapai
265,16 mm/tahun. Curah hujan berlangsung sepanjang tahun. Suhu udara berkisar
antara 25-26 0C dengan kelembaban rata-rata 80%.
Grafik Curah Hujan Rata-Rata (1994 - 2004)

350.0
300.0
250.0
Curah Hujan (mm)

200.0
150.0
100.0
50.0
0.0
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Tahun

Gambar 2.3 Grafik Curah Hujan Rata-rata Tahun 1994 – 2004


Gambar 2.4
Peta Wilayah Sulawesi
2.4 Kondisi Geologi
Ada beberapa penelitian yang menjelaskan mengenai proses tektonik dan
geologi daerah Sorowako, antara lain adalah Sukamto (1975) yang membagi pulau
Sulawesi dan sekitarnya terdiri dari 3 Mandala Geologi yaitu :
1. Mandala Geologi Sulawesi Barat, dicirikan oleh adanya jalur gunung api
Paleogen ,
2. Intrusi Neogen dan sedimen Mesozoikum. Mandala Geologi Sulawesi Timur,
dicirikan oleh batuan Ofiolit yang berupa batuan ultramafik peridotite, harzburgit,
dunit, piroksenit dan serpentinit yang diperkirakan berumur kapur.
3. Mandala Geologi Banggai Sula, dicirikan oleh batuan dasar berupa batuan
metamorf Permo-Karbon, batuan batuan plutonik yang bersifat granitis berumur
Trias dan batuan sedimen Mesozoikum.
Menurut Hamilton ( 1979 ) dan Simanjuntak ( 1991 ), Mandala Geologi banggai
Sula merupakan mikro kontinen yang merupakan pecahan dari lempeng New
Guinea yang bergerak kearah barat sepanjang sesar sorong.( Gambar 2.2 )

Daerah Soroako dan sekitarnya menurut ( Sukamto,1975,1982 & Simanjuntak,


1986 ) adalah termasuk dalam Mandala Indonesia bagian Timur yang dicirikan
dengan batuan ofiolit dan Malihan yang di beberapa tempat tertindih oleh sedimen
Mesozoikum.
Gambar 2.5. Geologi umum dan Tektonik Sulawesi ( Hamilton 1972 )

Sedangkan Golightly ( 1979 ) mengemukakan bagian Timur Sulawesi


tersusun dari 2 zona melange subduksi yang terangkat pada pre – dan post-Miocene
(107 tahun lalu). Melange yang paling tua tersusun dari sekis yang berorientasi kearah
Tenggara dengan disertai beberapa tubuh batuan ultrabasa yang penyebarannya
sempit dengan stadia geomorfik tua. Sementara yang berumur post Miocene telah
mengalami pelapukan yang cukup luas sehingga cukup untuk membentuk endapan
nikel laterite yang ekonomis, seperti yang ada di daerah Pomalaa.
Melange yang berumur Miocene – post Miocene menempati central dan
lengan North-East sulawesi. Uplift terjadi sangat intensif di daerah ini, diduga
karena desakan kerak samudera Banggai Craton. Kerak benua dengan density
yang rendah menyebabkan terexpose-nya batuan-batuan laut dalam dari kerak
samudera dan mantel.Pada bagian Selatan dari zona melange ini terdapat
kompleks batuan ultramafik Soroako-Bahodopi yang pengangkatannya tidak
terlalu intensif. Kompleks ini menempati luas sekitar 11,000 km persegi dengan
stadia geomorfik menengah, diselingi oleh blok-blok sesar dari cretaceous abyssal
limestone dan diselingi oleh chert.

2.3. Geologi Lokal Daerah Sorowako


Geologi daerah Sorowako dan sekitarnya sudah dideskripsikan sebelumnya
secara umum oleh Brouwer (1934), van Bemmelen (1949), Soeria Atmadja et al
(1974) dan Ahmad (1977). Namun yang secara spesifik membahas tentang geologi
deposit nikel laterit adalah Golightly (1979), dan Golightly membagi geologi daerah
Soroako menjadi tiga bagian, seperti yang terlihat dalam Gambar. 2.3 yaitu :

- Satuan batuan sedimen yang berumur kapur; terdiri dari batugamping laut dalam
dan rijang. Terdapat di bagian barat Soroako dan dibatasi oleh sesar naik dengan
kemiringan ke arah barat.
- Satuan batuan ultrabasa yang berumur awal tersier; umumnya terdiri dari jenis
peridotit, sebagian mengalami serpentinisasi dengan derajat yang bervariasi dan
umumnya terdapat di bagian timur. Pada satuan ini juga terdapat terdapat intrusi-
intrusi pegmatit yang bersifat gabroik dan terdapat di bagian utara.
- Satuan aluvial dan sedimen danau (lacustrine) yang berumur kuarter, umumnya
terdapat di bagian utara dekat desa Soroako.
Golightly (1979) membagi geologi daerah Soroako menjadi tiga bagian,
yaitu :

 Satuan batuan sedimen yang berumur kapur, terdiri dari batu gamping laut
dalam dan rijang. Terdapat dibagian barat Soroako dan dibatasi oleh sesar naik
dengan kemiringan kearah barat.
 Satuan batuan ultrabasa yang berumur awal tersier, umumnya terdiri dari jenis
peridotit, sebagian mengalami serpentinisasi dengan derajat yang bervariasi
dan umumnya terdapat dibagian timur. Pada satuan ini juga terdapat intrusi-
intrusi pegmatit yang bersifat gabroik dan terdapat dibagian utara.
 Satuan alluvial dan sedimen danau (lacustrine) yang berumur kuarter,
umumnya terdapat dibagian utara dekat desa Soroako.
Bijih nikel yang terdapat di bagian Tengah dan Timur Sulawesi tepatnya di
daerah Soroako termasuk ke dalam jenis laterit nikel dan bijih nikel silikat (garnerit).
Bijih nikel tersebut akibat pelapukan dan pelindihan (leaching) batuan ultrabasa
seperti peridotit dan serpentinit dari rombakan batuan ultrabasa.
Penampang Lapisan bijih laterit nikel daerah Soroako dapat digambarkan
sebagai berikut :
1. Lapisan Tanah Penutup (Over Burden)
Lapisan ini terletak di bagian atas permukaan ,lunak dan berwarna coklat
kemerahan hingga gelap dengan kadar air antara 25% sampai 35%, kadar nikel 1,3%
dan di permukaan atas dijumpai lapisan iron capping. Lapisan ini mempunyai
ketebalan berkisar antara 1 - 12 meter.

2. Lapisan Limonit berkadar menengah (Medium Grade Limonit)


Lapisan ini terletak di bawah lapisan tanah penutup, berwarna kuning
kecoklatan, agak lunak, berkadar air antara 30% - 40%, kadar nikel 1,5%, Fe 44%,
MgO 3%, SiO2%, lapisan ini mempunyai ketebalan rata-rata 3 meter.
3. Lapisan Bijih (Ore)
Lapisan ini merupakan hasil pelapukan batuan peridotit, berwarna kuning
kecoklatan agak kemerahan, terletak di bagian bawah dari lapisan limonite berkadar
menengah, dengan ketebalan rata-rata 7 meter. Lapisan ini terdapat bersama batuan
yang keras atau rapuh dan sebagian saprolite. Kadar Ni 1,85%, Fe 16%, MgO 25%,
SiO2 35%. Lapisan ini merupakan lapisan yang bernilai ekonomis untuk ditambang
sebagai bijih.

4. Lapisan Batuan Dasar (Bed Rock/Blue Zone)


Lapisan ini merupakan batuan peridotit sesar yang tidak atau belum
mengalami pelapukan dengan kadar Ni 1,3%. Pada umumnya batuan ini berupa
bongkah-bongkah massive, berwarna kuning pucat sampai abu-abu kehijauan. Secara
lokal batuan dasar ini disebut Blue Zone.

Ketebalan dari masing-masing lapisan tidak merata, tergantung dari morfologi


dan relief, umumnya endapan laterit terakumulasi banyak pada bagian bawah bukit
dengan relief yang landai. Sedang relief yang terjal endapan semakin menipis, di
samping adanya kecenderungan akumulasi mineral yang berkadar tinggi dijumpai
pada zona-zona retakan, zona sesar dan rekahan pada batuan.

2.5 Genesa Bijih Nikel Laterit


Pada umumnya bijih nikel laterit dibagi menjadi dua tipe berdasarkan proses
terbentuknya yaitu : bijih nikel sulfida dan bijih nikel oksida atau laterit yang
keduanya berasal dari jenis batuan yang sama. Nikl berasal dari batuan yang kaya
akan besi dan magnesium atau batuan ultrabasa.
Proses pelapukan dimulai dan berlangsung pada batuan peridotit. Batuan ini
banyak mengandung olivin, magnesium, silikat dan besi silikat yang mengandung
0,30% Ni. Batuan ini mudah mengalami pelapukan lateritik yang dapat memisahkan
nikel dari silikat dan asosiasi mineral lainnya.
Air tanah yang kaya akan CO2 yang berasal dari udara luar dan tumbuhan
akan melarutkan olivin dan terurai menjadi larutan dan koloid.
Reaksi:
(Mg,Fe)2.SiO4 + Co2 + H2O (Mg,Fe) (HCO3)2 + H4SiO4
Olivin Larutan Koloid
Penguraian olivin, magnesium, besi, nikel dan silika kedalam larutan,
cenderung untuk membentuk suspensi koloid dari partikel-partikel silika. Di dalam
larutan besi akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida.
Akhirnya endapan ini akan menghilangkan air dengan membentuk mineral geothit
FeO(OH), hematit (Fe2O3) dan kobalt dalam jumlah kecil, membentuk mineral-
mineral seperti karat dimana oksida besi diendapkan dekat dengan permukaan tanah,
sedang magnesium, nikel, dan silika tertinggal dalam larutan, selama air masih asam,
tetapi jika dinetralisasi karena adanya reaksi dengan batuan dan tanah, maka zat-zat
tersebut akan cenderung mengendap sebagai hydrosilikat atau magnesium hidrat
silikat yang berwarna hijau yang disebut mineral garnierite [H2(Mg,Ni)SiO4 + H2O]
dengan komposisi 38,35% SiO2, 32,35% NiO, 10,61% MgO, 55% Al2O3 dan Fe2O3
serta 11,53% H2O.
Adanya erosi air tanah asam dan erosi dipermukaan bumi akan mengendapkan
zat-zat tersebut di bawah tempat yang lebih dalam pada zona pengayaan dimana
kandungan nikel pada zona tersebut terendapkan semakin banyak.
Prose pengayaan dimulai dari suatu batuan yang mengandung 0,25% Ni,
sehingga akan dihasilkan 1,60% bijih nikel. Keadaan ini merupakan suatu kadar nikel
yang sudah menguntungkan dan dapat ditambang.
Bijih nikel pada endapan laterit mempunyai kadar yang paling tinggi terdapat
dekat dengan batuan dasar zone pelapukan dan diendapkan pada retakan-retakan di
bagian atas dari lapisan dasar/bedrock.Pengayaan besi dan nikel erjadi melalui
pemindahan magnesium dan silika, dimana besi dalam material ini berupa mineral
ferri oksida yang pada umumnya membentuk gumpalan.
Endapan nikel yang bersifat silikat kadang disebut sebagai bijih serpentin,
kebanyakn terjadi pada daerah beriklim tropis dimana curah hujan tinggi dengan
vegetasi hutan yang lebat.

2. 6 Endapan Nikel Laterit Soroako


Batuan ultrabasa lapuk menjadi laterit dan singkapannya terdapat sepanjang
pantai danau. Penampang pelapukan tebalnya berkisar antara 5-10 meter. Bagian
bawah merupakan bagian saprolite dari penampang di tempat tertentu dan kaya akan
nikel. Lokasi endapan bijih ini secara sistematis bertalian dengan topografi. Struktur
geologi sangat berpengaruh dalam pembentukan deposit, seringkali kadar nikel
terbaik ditemukan sepanjang zona-zona kekar yang intensif dengan topografi yang
mendukung.
Batuan ultrabasa daerah Soroako terdiri dari batuan peridotite yang dapat
dibagi menjadi empat satuan batuan, yang merupakan batuan induk pembawa nikel
dengan kadar sekitar 2 %. Batuan-batuan sejenis peridotite antara lain :

 Dunite, yang mengandung olivin lebih dari 90% dan piroksen sekitar 5%.
 Harzburgite, yang mengandung olivin 85% dan piroksen 15%.
 Lherzolite, yang mengandung olivin 65% dan piroksen 35%.
 Serpentinite, merupakan hasil perubahan dari batuan peridotite oleh proses
serpentinisasi akibat hidrothermal.
Bijih nikel yang terdapat di daerah Soroako termasuk ke dalam jenis laterit
nikel dan bijih nikel silikat (garnerit). Nijih nikel tersebut akibat pelapukan dan
pelindihan (leaching) batuan ultrabasa seperti peridotit dan serpentinit dari rombakan
batuan ultrabasa.

Hasil pemboran eksplorasi dan development serta test bulk mining


memberikan data bahwa profil Ni-laterite didaerah Soroako secara umum dapat
dibagi dua berdasarkan ciri fisik dan kimiawinya, yaitu Blok Barat (West Block) dan
Blok Timur (East Block) yang berbeda satu sama lainnya (gambar 2.3).
Perbedaan topografi sangat menyolok, pada umumnya di blok timur memiliki
topografi yang landai sedikit berbukit sedangkan di blok barat pada umumnya
topografi terjal membentuk pegunungan.

1. Endapan Laterit Nikel Blok Barat (West Block)


West Block meliputi 36 bukit dengan luas sekitar 46,5 km persegi, secara
umum merupakan batuan peridortit yang tidak terserpentinisasi dengan bentuk
morfologi yang relatif lebih terjal dibandingkan blok timur (karena pengaruh struktur
yang kuat), banyak dijumpai bongkah – bongkah segar peridotit (Boulder) sisa proses
pelapukan sehingga recovery menjadi kecil. Umumnya boulder dilapisi oleh zona
pelapukan tipis dibagian luarnya. Daerah West banyak mengandung urat-urat kuarsa
yang sulit dikontrol pola penyebarannya.

Kadar nikel tinggi dari daerah timur berkisar antara 1,6 – 2,5 % Ni. Rasio
silika magnesium yang relatif tinggi ( > 2,3) akan membawa masalah di pabrik karena
terlalu asam untuk electric furnace refractories. Daerah ini dalam aplikasi
penambangannya di bagi menjadi tiga tipe edapan (Osborne dan Waraspati, 1986)
yaitu Tipe 1, Tipe 2 dan Tipe 3, dimana masing-masing tipe mempunyai perbedaan
recovery, kimia, dilusi dan biaya.
Gambar 2.6
Penampang Umum Ni-Laterit Soroako ( Osborne & Waraspati 1986 )

Penjelasan dari ketiga tipe tersebut adalah sebagai berikut:

 Tipe 1, kadar nikel relatif tinggi (1,9 – 2,5%), mineralisasi terdapat pada limonit
dan saprolit atau terkadang pada jebakan struktur yang mengandung garnierit dan
zona breksiasi. Rasio silika /magnesia >2,3, banyak terdapat bongkah peridotit
berkadar nikel rendah, ongkos produksi pada tipe ini umumnya mahal, perolehan
dari ROM ke DKP sekitar 20 - 26%.
 Tipe 2, relatif hampir sama dengan tipe 1 dari aspek mineralogi namun
mengandung bongkah peridotit jauh lebih sedikit. Tipe ini lebih mudah dan murah
ongkos produksinya. Kadar nikel umumnya berkisar antara 1,8 – 2,5 %. Profil ore
lebih heterogen daripada tipe 1 dan kemungkinan derajat dilusi yang lebih besar
karena banyak fragmen batuan berkadar rendah yang mudah hancur di zona
saprolit. Perolehan (recovery) sekitar 26 sampai 32 % dari ROM (Run Of Mine)
ke DKP (Dry Kiln Product).
 Tipe 3, tidak seperti tipe 1 dan 2. Kadar nikelnya rendah, berkisar antara 1,6 –
1,9% Ni. Sangat sedikit dijumpai bongkah, derajat dilusi yang tinggi karena
banyak fragmen batuan kecil berkadar nikel rendah yang mudah pecah.
Pengayaan supergene relatif rendah di tipe ini dan recovery ROM ke DKP
berkisar 30 – 36%. Ongkos penambangan relatif terendah di blok barat.
Ciri lain daerah ini adalah adanya ore extension zone pada zona dibawah drill
indicated reserve, hal ini disebabkan auger drilling tidak mampu menembus
bongkah-bongkah peridotite yang banyak dijumpai di daerah blok barat (west block).

2. Endapan Laterit Nikel Blok Timur (East Block)


Daerah East Block meliputi 44 bukit menempati area seluas 36,3 km persegi.
Topografi pada daerah ini relatif lebih landai dari pada daerah West Block. Batuan
dasar dari tipe ini umumnya adalah serpentine peridotite, lherzolite, dengan derajat
serpentin yang bervariasi. Pada daerah ini tidak banyak mengandung endapan nikel
yang high grade kecuali pada jebakan struktur dengan perkembangan lokal garnierite.
Jarang di jumpai bongkah-bongkah peridotit, dengan tingkat recovery ROM ke DKP
mencapai 60%. Kandungan nikel biasa tinggi pada material batunya, akibat pengaruh
proses serpentinisasi. Dalam aplikasi penambangannya daerah ini dibagi menjadi
endapan tipe –4” dan endapan tipe –6”, dimana kadang material batu yang berukuran
+6” – 18” juga diambil sebagai ore. Hanya sebagian kecil daerah ini ditemukan tipe
Hybrid yang merupakan zona transisi ke tipe West Block.

 Tipe Hybrid –1”. mempunyai kadar nikel yang rendah (1.6 - 1.8%), dan memiliki
kesamaan dengan tipe west block. Material bolder bayak dijumpai disini sehingga
waktu ditambang tbanyak mengalami kesulitan . Rasio silika/magnesia (Si/Mg)
cenderung < 2.0; banyak terdapat bongkah peridotit berkadar nikel rendah;
Ongkos produksi pada tipe ini umumnya mahal, recovery ROM ke DKP (Dry
Kiln Product) sekitar 20 sampai 26%.
 Tipe Hybrid –6”. mempunyai kadar nikel yang rendah (1.6 - 1.8%), dan memiliki
kesamaan dengan tipe west block. Material bolder lebih sedikit dibandng tipe
Hybrid –1”, sehingga waktu ditambang sedikit mengalami kesulitan . Semua
material diatas 6 “ dibuang dan tidak ekonomis. Rasio silika/magnesia (Si/Mg)
cenderung < 2.0; Relatif sedikit terdapat bongkah peridotit berkadar nikel rendah;
Recovery ROM ke DKP sekitar 26 sampai 30%.
 Tipe East Block –18”. mempunyai kadar nikel yang rendah (1.6 - 1.9%), dan
sifatnya murni / asli tipe East block. Semua material dibawah –18” ditambang dan
tidak ada kesulitan dalam penambangan. Material bolder bisa dihancurkan dan
masih ekonomis ditambang.Rasio silika/magnesia (Si/Mg) cenderung < 2.0;
Recovery ROM ke DKP sekitar 60%.
Overburden rata-rata 12m dengan kandungan nikel rendah < 1,3%. Medium
grade limonit tebal rata-rata 2 m , nikel 1,4%. Lapisan ssp dan hsp sebagai lapisan
bijih dengan nikel 1,85 % dan tebal rata-rata 7m. Dan lapisan bawah adalah bedrock
yang berwarna hijau kebiruan hingga abu-abu kehijauan. Kandungan rasio S/M relatif
lebih rendah (1.4) dan recovery DKP/ROM sekitar 60%.

Cut of grade tahun 2003 untuk daerah East block adalah 1,45 sedangkan
untuk daerah West Block adalah 1,55. Perbedaan komposisi kimia antara Blok Barat
dan Blok Timur dapat dilihat pada gambar 2.6.

Profil laterit nikel keseluruhan terdiri dari 4 zona gradasi sebagai berikut :
1. Iron Capping; merah tua, merupakan kumpulan massa goethite dan limonite. Iron
capping mempunyai kadar besi yang tinggi tapi kadar nikel yang rendah.
Terkadang terdapat mineral-mineral hematite, chromiferous.
2. Limonite Layer : Fine grained, merah-coklat atau kuning, lapisan kaya besi dari
limonit soil menyelimuti seluruh area. Lapisan ini tipis pada lereng yang terjal,
dan setempat hilang karena erosi. Sebagian dari nikel pada zona ini hadir di dalam
mineral manganese oxide, lithiophorite. Terkadang terdapat mineral talc,
tremolite, chromiferous, Quartz, gibsite, maghemite.Limonite di daerah west
block (unserpentinized) umumnya mempunyai nikel lebih tingi di bandingkan
dengan limonite di daerah East block (Serpentinized).
3. Silica Boxwork : Putih – orange chert,quartz, mengisi sepanjang fractured dan
sebagian menggantikan zona terluar dari unserpentine fragmen peridotite,
sebagian mengawetkan struktur dan tekstur dari batuan asal. Terkadang terdapat
mineral opal, magnesite. Akumulasi dari garnierite-pimelite di dalam boxwork
mungkin berasal dari nikel ore yang kaya silica. Zona boxwork jarang terdapat
pada bedrock yang serpentinized.
4. Saprolite: Campuran dari sisa-sisa batuan, butiran halus limonite,saprolitic rims,
vein dari endapan garnierit, nickeliferous quartz, mangan dan pada beberapa
kasus terdapat silica boxwork, bentukan dari suatu zona transisi dari limonite ke
bedrock. Terkadang terdapat mineral quartz yang mengisi rekahan, mineral-
mineral primer yang terlapukan, clorite. Garnierit dilapangan biasanya
diidentifikasikan sebagai colloidal talc dengan lebih atau kurang nickeliferous
serpentin. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat.
5. Bedrock : Bagian terbawah dari profil laterit. Tersusun atas bongkah lebih besar
dari 75 cm dan blok peridotit (batuan dasar) dan secara umum sudah tidak
mengandung mineral ekonomis lagi (kadar logam sudah mendekati atau sama
dengan batuan dasar). Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang membuka, terisi oleh
mineral garnierit dan silika. Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab
adanya root zone yaitu zona high grade Ni, akan tetapi posisinya tersembunyi.
Perkembangan dari zona saprolite tergantung dari physical dan mineralogical
batuan asalnya. Di Soroako, setidaknya ada tiga tipe utama saprolit berdasarkan
bedrock :

 Type (A). Saprolite yang terbentuk dari “Fine grained, unserperntinized


harzburgite”, Tersusun dari sisa-sisa batuan yang fresh di dalam matrix dari
limonite dan silicagarnierite sekunder. Dalam beberapa kasus terdapat sedikit
serpentine pada dinding fracture. Mineral mineral penting yang ada pada type ini
adalah pimelite (Garnierite), nikel-bearing saponite dan serpentine, dan
nickeliferous goethite (limonite). Ciri khas pada boulder yang diselimuti oleh
lapisan tipis saprolit berwarna kuning-orange, dan fracture yang diisi oleh mineral
garnierit, quartz dan manganese oxide. Jejak abu-abu gelap pada lapisan saprolit
pada boulder adalah boxworks dari sisa-sisa pyroxene. Garis hitam
mengindikasikan batas dari zona alterasi. Ore type ini ditemukan di daerah West
Block.
 Type(B). Saprolite yang terbentuk dari “Coarse grained, slightly serpentinized
peridotite”. Secara fisik mirip dengan type A tetapi mengandung lebih sedikit
pimelite(Garnierite) dan silica, dan lebih banyak serpentine.
 Type (C). Saprolite yang terbentuk dari “Coarse grained, highly sheared
serpentinized peridotite” tersusun dari sedikit sisa batuan di dalam masa dasar
coklat – hijau terdiri dari serpantine dan goethite dengan minor chromite,
magnetite, manganese oxide dan talc. Kaya akan shear zone yang terisi
serpentine , dan lensa-lensa “soft unweathered serpentine”.
Type (B) dan (C) saprolite umumnya berada di daerah East block.
7. Kegiatan Penambangan.

Kegiatan penambangan terlebih dahulu dilakukan dengan dengan Land

Clearing yaitu pembersihan tempat kerja dari semak-semak, pohon-pohon besar-

kecil, sisa pohon yang sudah di tebang kemudian membuang bagian tanah atau bagian

batuan yang menghalangi pekerjaan-pekerjaan selanjutnya. Seluruh pekerjaan itu

dapat dikerjakan sebelum pemindahan tanah itu sendiri dilakukan, atau dikerjakan

bersama-sama artinya bagian yang telah dibersihkan dapat dilakukan segera

pemindahan tanah, sementara pekerjaan pembabatan , penebasan, pembersihan terus

dilakukan di tempat lain. Umumnya kegiatan land clearing ini dilakukan dengan

menggunakan bulldozers. Cara-cara pembabatan atau penebasan dan pembersihan

lahan itu ada bermacam-macam cara tergantung dari keadaan lapangan misalnya :

1. Bila di daerah itu hanya ditumbuhi semak-semak dan pohon-pohon kecil

yang diameternya <10 cm, cukup langsung didorong. Tanah yang

berhumus dikumpulkan untuk dipakai lagi nanti pada waktu reklamasi.

2. Kalau pohon-pohonnya berdiameter agak besar 10cm – 25 cm dan akar-

akarnya kokoh, maka ada dua cara yaitu :

a. Didorong beberapa kali lalu didorong sekaligus

b. Dengan dua buah dozer yang menarik rantai baja.


Gambar 2.8. Land clearing untuk membersihkan lahan
Kegiatan selanjutnya yaitu pengupasan tanah penutup (Top Soil) dengan menggunakan shovel maupun dozers.
Ketinggian tanah penutup ini umumnya adalah 6 m untuk west blok dan 12 m untuk east blok..

Gambar 2.9. Stripping lapisan over burden


Pembukaan tanah penutup ini dilakukan sampai ditemukan ore yang
diinginkan. Tanah penutup diangkut dan dipindahkan ke disposal. Perlu diperhatikan
bahwa pucuk ini juga nantinya digunakan untuk revegetasi ketika penambangan
selesai dilakukan.
Selesai pengupasan tanah penutup selanjutnya dilakukan penggalian
terhadap ore. Penggalian ore ini dilakukan oleh shovel (5130) ataupun back hoe (375)
yang kemudian dimuat kedalam dump truck (777C/D).Dump truck kemudian akan
membawa ore tersebut ke screaning station. Umumnya batuan yang berasal dari blok
west ditaruh ke screaning station #2, #5 dan #8 sedangkan batuan yang berasal dari
blok timur dibawa ke screaning station #9. Namun karena ternyata terdapat juga jenis
batuan type west di blok east maka terkadang ada juga batuan yang mengandung ore
tersebut dibawa ke screaning station #8 atau #5.

Gambar 2.10. Penambangan nikel di blok East dan West


P T .IN T E R N A T IO N A L N IC K E L
IN D O N E S IA

M IN IN G F L O W D IA G R A M

D E V E L O P M E N T D R IL L IN G
D E V E L O P M E N T D R IL L IN G L A N D C L E A R IN G B Y
D O Z E R & M A N U A L

O V E R B U R D E N D IS P O S A L O V E R B U R D E N A N D L IM O N IT E S T R IP P IN G L IM O N IT E S T O C K P IL E

R E V E G E T A T IO N

D R IL L IN G & B L A S T IN G O V E R B U R D E N A N D L IM O N IT E S T R IP P IN G H A U L A G E T O S C R . S T A T IO N
T Y P E 1 H IL L O N L Y

S C R E E N IN G
S T A T IO N

S T A T IC
G R IZ Z L Y
D IS P O S A L
+ 1 8 ” (+ 4 5 C M ) W /B E /B D IS P O S A L
V IB R A T IN G + 1 8 ” (+ 4 2 C M )
V IB R A T IN G
S T E P B A R
S T E P B A R
G R IZ Z L Y
G R IZ Z L Y + 1 ” (+ 1 5 c m )
- 1 8 ” + 6 ” M IN I N G F A C E
- 4 5 c m + 1 5 c M
- 6 ” ( - 1 5 c m ) + 6 ” (+ 1 5 c m )

S T O N E C R U S H E R
C R U S H E R

O R E S T O C K P IL E
C U S H E R R O C K F O R R O A D
W O R K C O N S T R U C T IO N

Gambar 2.11. Diagram alir kegiatan penambangan di PT INCO


2.8 Proses Pengolahan.
Pada tahap di screaning station terdapat perbedaan antara screaning station di
blok barat dengan screaning station di blok timur. Pada screaning station di blok barat
terdapat penyaring dengan ukuran batuan yang dapat lewat sebesar : 18 inchi, 4 inchi,
dan 2 inchi. Sedangkan pada screaning station untuk blok timur terdapat penyaring
dengan ukuran batuan yang dapat lewat sebesar : 18 inchi dan 6 inchi yang kemudian
masuk ke crusher untuk mendapatkan batuan yang berukuran 4 inchi. Pada blok barat
batuan yang diambil untuk proses selanjutnya adalah yang berukuran lebih kecil dari
2 inchi sedangkan untuk blok timur adalah yang berukuran lebih kecil dari 4 inchi

Gambar 2.12. Screaning Station


Gambar 2.13. Urutan kerja pada Screaning Station di blok East dan blok West

Bijih yang berasal dari screaning station merupakan bijih basah yang
kemudian selanjutnya ditaruh kedalam stock pile. Bijih basah ini biasanya dibiarkan
selama 4 – 6 minggu. Hal ini berguna untuk mengeluarkan kadar air dalam ore tanpa
mengeluarkan cost, karena apa bila dikeringkan pada dryer maka biayanya akan lebih
mahal. Karena pengeringan pada stock pile ini tidak mengurangi seluruh kandungan
air, maka ore tersebut dibawa ke dryer moisture untuk menghilangkan kandungan
airnya.
Selanjutnya bijih kering tersebut di bawa ke stock pile untuk bijih kering.
Bijih kering ini dibawa ke proses berikutnya yaitu kiln. Pada kiln terjadi proses
reduksi. Perbedaan yang paling menonjol di Soroako dibandingkan dengan tambang-
tambang nikel laterit di daerah lain adalah dua jenis endapan yang disebut endapan
blok timur (east block) dan blok barat (west block). Sebenarnya mine planner
membuat rencana penambangan juga dipengaruhi oleh kepentingan pada proses.
Semula yang ditambang adalah blok barat karena kadar nikelnya terlalu tinggi. Tetapi
karena ternyata pada proses kiln, west blok memiliki batuan yang terlalu basa akibat
nilai silica berbanding dengan magnesium (S/M) yang terlalu tinggi maka kondisi
didalam tanur kental akibatnya Si dan Fe yang akan direduksi susah dikeluarkan.
Sebenarnya kekentalan ini dapat ditanggulangi dengan menaikkan suhu tanur tetapi
akibatnya dinding tanur akan semakin tipis. Akibatnya digunakan east blok yang
memiliki kadar ni yang lebih rendah, tetapi juga memiliki S/M yang rendah sebagai
faktor koreksi di alam tanur. Sebaliknya bila pada proses kiln yang digunakan hanya
east blok maka kondisi di tanur terlalu encer. Akibatnya proses pemisahan sulit
terjadi. Solusi yang digunakan adalah 60 west berbanding dengan 40 east.
Tahap berikutnya yaitu furnace. Pada tahap ini terjadi peleburan. Suhu yang
biasa digunakan pada furnace adalah 15000 C. Selanjutnya hasil dari furnace dibawa
ke converter. Guna converter ini yaitu untuk menjamin fleksibilitas maksimum dalam
memilih bentuk produk akhir. Pengeringan lebih lanjut dilakukan untuk memastikan
tidak ada lagi kadar air pada ore sebelum di paketkan. Adapun urutan keseluruhan
yang terjadi pada proses pengolahan adalah sebagai berikut :
SIMPLIFIED FLOW SHEET
Dry Dust

M.C
Dryer Kiln ESP
Wet Ore Stockpile

HSFO
DKP

HSFO Reduction Kiln

Hot Calcine

Dried Ore Storage Stack


Liquid Sulphur

Scrubber
M.C 500 T 100 T
ESP BIN BIN
E.L E.L E.L
Dry Dust
Slag to Dispossal area
Slurry
THICKENER Pugmill Dust
Electric Furnace Recycle
Furnace Matte
Product Dryer to Dryer
Silica Flux
Scrap

Converter
Matte Cast
Market P.T. INCO INDONESIA
Granulation
Packing

Gambar 2.14 Urutan proses keseluruhan pada pengolahan nikel

Anda mungkin juga menyukai