PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN INFEKSI
LEMBAR PENGESAHAN
ii
PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT GOTONG ROYONG
Nomor: /Per/Dir/RSGR/XII/2018
TENTANG
PEDOMAN KERJA KOMITE PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT GOTONG ROYONG TENTANG
PEDOMAN KERJA KOMITE PPI
KESATU : Pedoman Kerja Komite PPI Rumah Sakit Gotong Royong sebagaimana
terlampir dalam peraturan ini.
KEDUA : Pedoman Kerja Komite PPI digunakan dalam tata laksana kegiatan
Komite PPI di Rumah Sakit Gotong Royong.
KETIGA : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan dalam ketetapan ini akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Surabaya
Pada tanggal : 01 Desember 2018
Direktur,
dr. Suwarni
iii
Lampiran
Peraturan Direktur Rumah Sakit Gotong Royong
Nomor : /Per/Dir/RSGR/XII/2018
Tanggal : 01 Desember 2018
KATA PENGANTAR
Penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan atau Healthcare Associated Infection (HAIs)
merupakan salah satu masalah kesehatan di berbagai negara di dunia, termasuk
Indonesia. Dalam forum Asian Pasific Economic Comitte (APEC) atau Global health Security
Agenda (GHSA) penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan telah menjadi agenda yang di
bahas. Hal ini menunjukkan bahwa HAIs yang ditimbulkan berdampak secara langsung
sebagai beban ekonomi negara.
Secara prinsip, kejadian HAIs sebenarnya dapat dicegah bila fasilitas pelayanan kesehatan
secara konsisten melaksanakan program PPI. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
merupakan upaya untuk memastikan perlindungan kepada setiap orang terhadap
kemungkinan tertular infeksi dari sumber masyarakat umum dan disaat menerima
pelayanan kesehatan pada berbagai fasilitas kesehatan.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, khususnya di bidang pelayanan kesehatan,
perawatan pasien tidak hanya dilayani di rumah sakit saja tetapi juga di fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya, bahkan di rumah (home care).
Dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan sangat
penting bila terlebih dahulu petugas dan pengambil kebijakan memahami konsep dasar
penyakit infeksi. Oleh karena itu perlu disusun pedoman pencegahan dan pengendalian
infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan agar terwujud pelayanan kesehatan yang bermutu
dan dapat menjadi acuan bagi semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pencegahan
dan pengendalian infeksi di dalam fasilitas pelayanan kesehatan serta dapat melindungi
masyarakat dan mewujudkan patient safety yang pada akhirnya juga akan berdampak
pada efisiensi pada manajemen fasilitas pelayanan kesehatan dan peningkatan kualitas
pelayanan.
iv
DAFTAR ISI
v
B. TUJUAN......................................................................................................................................................................................................... 50
C. KEGIATAN RAPAT.................................................................................................................................................................................... 50
D. DOKUMENTASI ......................................................................................................................................................................................... 50
BAB XIV PELAPORAN ............................................................................................................................................................................ 51
A. MONITORING ............................................................................................................................................................................................. 51
B. EVALUASI .................................................................................................................................................................................................... 51
C. LAPORAN ..................................................................................................................................................................................................... 51
BAB IX PENUTUP .................................................................................................................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................................................................. 53
vi
BAB I PENDAHULUAN
A. UMUM
1. Pencegahan dan penanggulangan infeksi di Rumah Sakit Gotong Royongmeliputi
upaya pencegahan dan menekan kejadian infeksi nosokomial ke tingkat serendah-
rendahnya dalam batas mampu dilaksanakan. Pencegahan dan penanggulangan
infeksi merupakan salah satu upaya peningkatan mutu pelayanan di Rumah Sakit
Gotong Royongkepada masyarakat dengan memakai angka kejadian infeksi
nosokomial sebagai indikator. Infeksi nosokomial dapat terjadi setiap saat di
Rumah Sakit dimana pasien mendapat pelayanan maupun tindakan baik medik
maupun perawatan. Sumber penularan infeksi nosokomial dapat berasal dari
kondisi ruangan/bangunan, peralatan, air, pasien maupun petugas rumah sakit.
2. Sehubungan dengan hal tersebut, maka seluruh unit kerja Rumah Sakit Gotong
Royongyang terkait wajib melaksanakan upaya pencegahan infeksi nosokomial.
Unit kerja tersebut adalah Instalasi/Unit Rawat Inap, Instalasi/Unit Rawat Jalan,
Kamar Bedah, Farmasi, Laboratorium, K3-RS., Penanganan Sterilisasi, Unit
Pencucian dan Unit Kebersihan.
3. Upaya pencegahan dan hasil pemeriksaan sarana/peralatan yang terkait dengan
infeksi nosokomial dipantau dan dievaluasi oleh Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi yang dibentuk dengan Keputusan Direktur Rumah Sakit,
disingkat Komite PPI. Agar seluruh komponen yang terlibat tersebut dapat bekerja
maksimal maka Komite PPI menyusun pedoman kerja sebagai acuan dalam
melaksanakan tugas.
4. Dengan adanya pedoman kerja Komite dan SPO PPI, diharapkan upaya
pencegahan infeksi nosokomial dapat dilaksanakan lebih efektif dan efisien,
sehingga angka kejadian infeksi nosokomial dapat ditekan menjadi serendah-
rendahnya, dan pada akhirnya dapat membantu meningkatkan mutu pelayanan
Rumah Sakit Gotong Royong.
5. Kejadian infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat atau timbul pada waktu
pasien dirawat di rumah sakit. Bagi pasien di rumah sakit ia merupakan persoalan
serius yang dapat menjadi penyebab langsung atau tidak langsung kematian
pasien. Beberapa kejadian infeksi nosokomial mungkin tidak menyebabkan
kematian pasien akan tetapi ia menjadi penyebab penting pasien dirawat lebih
lama di rumah sakit. Ini berarti pasien membayar lebih mahal dan dalam kondisi
tidak produktif, disamping pihak rumah sakit juga akan mengeluarkan biaya lebih
besar.
6. Penyebabnya oleh kuman yang berada di lingkungan rumah sakit atau oleh kuman
yang sudah dibawa oleh pasien sendiri, yaitu kuman endogen. Dari batasan ini
dapat disimpulkan bahwa kejadian infeksi nosokomial adalah infeksi yang secara
potensial dapat dicegah atau sebaliknya ia juga merupakan infeksi yang tidak
dapat dicegah.
7. Infeksi nosokomial merupakan masalah global dan menjangkau paling sedikit
sekitar 9% (variasi 3% - 21%) dari lebih dari 1,4 juta pasien rawat inap di rumah
sakit seluruh dunia. Angka ini dilaporkan oleh WHO dari hasil surveynya di 14
negara, meliputi 28.861 pasien di 47 rumah sakit yang berada di 4 wilayah (region)
WHO pada tahun 1986.
8. Survey WHO ini juga menghasilkan :
a. 18% dari pasien yang terkena infeksi nosokomial menderita lebih dari satu
jenis infeksi nosokomial, terutama pada pasien kronis.
b. Adanya kemiripan tentang jenis infeksi nosokomial dan penyebabnya.
c. Infeksi nosokomial merupakan salah satu infeksi yang sering terjadi di negara-
negara berkembang maupun di negara-negara industri.
1
d. Sebagian besar masalah dan kendala yang dihadapi berbagai negara untuk
mencegah dan mengendalikan kejadian infeksi nosokomial tidak jauh berbeda
sehingga strategi dan pelaksanaan pencegahan dan pencegahan dan
penanggulangan infeksi dapat disusun untuk diterapkan pada kondisi masing-
masing negara dan rumah sakit.
9. Akibat lain dari kejadian infeksi nosokomial adalah :
a. Lama perawatan (LOS) lebih lama. Di Amerika Serikat sebagai akibat infeksi
nosokomial diperlukan 8 hari tambahan per tempat tidur setiap tahunnya.
b. Bertambahnya biaya operasional rumah sakit dan meningkatnya beban biaya
oleh pasien.
c. Di Amerika Serikat tambahan tersebut mencapai satu juta dolar per tahun di
rumah sakit dengan kapasitas 250 tempat tidur.
d. Selain hal-hal tersebut diatas kejadian infeksi nosokomial akan menganggu
pasien yang memerlukan perawatan (waiting list) serta berkurangnya
produktivitas dan tambahan biaya yang dikeluarkan oleh keluarga pasien.
10. Gambaran infeksi nosokomial di Indonesia hingga saat ini belum begitu jelas
mengingat penanganan secara nasional baru dimulai. Namun mengingat gambaran
dan akibat infeksi nosokomial yang terjadi di Amerika Serikat, tentunya dapat
dibayangkan bagaimana kejadian infeksi nosokomial di Indonesia. Walaupun
belum ada angka yang pasti secara nasional ternyata beberapa rumah sakit telah
melaksanakan pencegahan dan penanggulangan infeksi sejak beberapa tahun yang
lalu.
11. Pencegahan dan penanggulangan infeksi untuk infeksi luka operasi (ILO) juga
dapat menurunkan biaya atau penghematan biaya akibat perawatan luka operasi
yang lama di rumah sakit.
12. Sehubungan dengan besarnya masalah dan akibat infeksi nosokomial sebagaimana
dikemukakan di atas, dalam rangka pencegahan dan pengendaliannya maka
ditetapkan sasaran bahwa untuk meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan akan
ditingkatkan pencegahan dan penanggulangan infeksi dan kesehatan lingkungan
serta akan dilaksanakan kegiatan pengendalian dan peningkatan mutu.
13. Sebagaimana salah satu syarat agar rumah sakit dapat melaksanakan pencegahan
dan penanggulangan infeksi dengan baik dan terarah adalah adanya buku
pedoman dalam pengorganisasian penanggulangan dan cara mencegah terjadinya
infeksi nosokomial.
B. DEFINISI
Pengumpulan data kesehatan secara sistematik, dianalisa dan interpretasikan,
kemudian digunakan untuk perencanaan penerapan dan evaluasi yang sistematik.
Analisis dan interpretasi yang terus menerus dari data kesehatan penting untuk
digunakan dalam perencanaan penerapan dan evaluasi suatu tindakan yang
berhubungan dengan kesehatan masyarakat yang didiseminasikan secara berkala
kepada pihak-pihak yang perlu mengetahuinya.
Kemampuan pengumpul data untuk mendefinisikan infeksi sebagai nosokomial dan
menentukan letak infeksinya secara konsisten merupakan hal yang sangat penting.
Penggunaan definisi yang seragam merupakan hal yang sangat kritis untuk
membandingkan dari satu rumah sakit dengan rumah sakit lain atau dengan
kumpulan data base (seperti system NNIS). Suatu tindakan yang berhubungan dengan
kesehatan masyarakat hasilnya didiseminasikan secara berkala kepada pihak-pihak
yang perlu mengetahuinya.
Infeksi nosokomial didefinisikan sebagai suatu kondisi lokal atau sistemik:
1. Sebagai akibat dari reaksi tubuh terhadap adanya kuman infeksius atau toksinnya.
2. Yang tidak ada atau tidak dalam masa inkubasi pada waktu masuk rumah sakit.
Beberapa prinsip dasar yang penting dalam definisi infeksi nosokomial adalah:
2
1. Informasi yang digunakan untuk menentukan adanya infeksi dan klasifikasinya,
sebaiknya, merupakan kombinasi dari hasil pemeriksaan klinis dan hasil tes
laboratorium atau tes-tes lainnya.
a. Bukti klinis adanya infeksi didapat dari observasi langsung pada lokasi infeksi
pada pasien atau dari sumber-sumber data yang lain, seperti status pasien.
b. Bukti laboratorium berupa hasil biakan, test deteksi antigen atau antibody,
atau visualisasi mikroskopik.
c. Data pendukung diambil dari pemeriksaan diagnostik yang lain, seperti sinar-
x, ultrasound, CT scan, MRI, prosedur endoskopik, biopsi atau aspirasi jarum.
d. Infeksi pada neonatus dan anak kecil, dimana manifestasi kliniknya berbeda
dengan dewasa diberlakukan kriteria khusus.
2. Diagnosis infeksi oleh dokter atau ahli bedah, yang didapat dari observasi langsung
waktu pembedahan, pemeriksaan endoskopi dan prosedur diagnosa lainnya, atau
juga dari pemeriksaan klinis merupakan kriteria yang dapat diterima, terkecuali
terdapat bukti kuat yang tidak mendukung. Untuk lokasi-lokasi tertentu diagnosis
klinis dari dokter tanpa data-data pendukung harus disertai dengan pemberian
antimikroba untuk memenuhi kriteria tersebut.
3. Terdapat dua keadaan khusus dimana infeksi dianggap merupakan nosokomial,
bila:
a. Infeksi yang didapat di rumah sakit tetapi baru tampak setelah keluar rumah
sakit.
b. Infeksi pada neonatus sebagai akibat keluarnya janin melewati jalan lahir.
4. Ada juga keadaan khusus dimana infeksi dianggap bukan nosokomial bila:
a. Infeksi yang ada hubungannya dengan penyulit atau kelanjutan dari infeksi
yang sudah ada pada waktu masuk rumah sakit, terkecuali kuman atau gejala-
gejala jelas merupakan suatu infeksi baru.
b. Pada anak, infeksi yang diketahui atau dibuktikan menular lewat plasenta (mis,
toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, atau syphilis) dan timbul sebelum 48
jam setelah kelahiran.
5. Terdapat juga dua keadaan yang dianggap bukan infeksi bila :
a. Kolonisasi, yaitu adanya kuman (pada kulit, mukosa, luka terbuka, atau dalam
ekskresi atau sekresi) yang tidak menimbulkan tanda-tanda klinis adanya
infeksi.
b. Inflamasi (peradangan), yaitu keadaan sebagai akibat reaksi jaringan terhadap
cedera (injury) atau stimulasi oleh zat-zat non-infeksius seperti bahan kimia.
Definisi-definisi di bawah diambil dari NNIS Manual, terdiri atas 13 tempat utama dan
48 tempat spesifik infeksi sesuai dengan kriteria-kriterianya, disusun berurutan mulai
yang paling sering terjadi dirumah sakit (Infeksi Saluran Kemih, Infeksi Luka Operasi,
pneumonia, dan primer aliran darah) diikuti infeksi di tempat-tempat lain yang
disusun secara alfabet sesuai dengan kategori tempat umum infeksi (misal: bone and
joint infection, Central Nervous System Infection).
D. DASAR
1. Undang – Undang Pokok Kesehatan No.23 Tahun 1992.
3
2. Pedoman Pencegahan dan penanggulangan infeksi di Rumah Sakit, Depkes RI -
Dirjen Pelayanan Medik Spesifik 2001.
4
BAB II GAMBARAN UMUM RS
5
BAB III VISI MISI
6
BAB IV STRUKTUR ORGANISASI RS
PENGURUS
STRUKTUR ORGANISASI
Yayasan Kesehatan
RUMAH SAKIT GOTONG ROYONG
Gotong Royong
Direktur
Rumah Sakit Gotong Royong
Komite
Sub Komite Sub Komite Sub Komite Sub Komite Sub Komite Sub Komite PPI
Kredensial Mutu Profesi Etik & Disiplin Kredensial Mutu Profesi Etik & Disiplin
Komite Farmasi
&
Bidang Bidang
Bidang Bidang Terapi
Penunjang Umum &
Pelayanan Medis Keperawatan
Medis Keuangan
Komite
Unit Etik & Hukum
Instalasi Gawat Unit Unit Rawat Inap
Kepegawaian &
Darurat Farmasi Lantai 3
Diklat
Tim
Rekam Medis
Unit Unit Unit Rawat Inap Unit
Rawat Jalan Laboratorium Lantai 4 Keuangan & Aset
Tim
Unit PKRS
Unit Unit Unit Rawat Inap
Pemeliharaan
Kamar Operasi Radiologi Maternal
Sarana
Tim
K3RS
Unit Unit Pelayanan Unit
Rekam Medis Intensif (HCU) Pengadaan
Tim
PONEK
Unit Sub Unit
Surabaya, 01 November 2016 Gizi Keamanan
Ketua Dewan Pengurus Tim
Yayasan Kesehatan Gotong Royong TB-DOTS
Sub Unit
Laundry
Tim
dr. Hendro Susilo, Sp.S. Kredensial
Sub Unit Profesional
Kesehatan Lain
Umum
7
BAB V STRUKTUR ORGANISASI UNIT KERJA
DIREKTUR
RUMAH SAKIT
KETUA
KOMITE PPI
8
BAB VI URAIAN JABATAN
B. URAIAN TUGAS
1. Tugas dan tanggung jawab Ketua Komite PPI
a. Menyusun dan menetapkan serta mengevaluasi kebijakan PPI
b. Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPIRS, agar kebijakan dapat dipahami dan
dilaksanakan oleh petugas kesehatan Rumah Sakit.
c. Membuat SPO PPI.
d. Menyusun program PPI dan mengevaluasi pelaksanaan program tersebut.
e. Bekerjasama dengan Komite PPI dalam melakukan investigasi masalah atau
KLB infeksi nosokomial.
f. Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara pencegahan
dan pengendalian infeksi.
g. Memberikan konsultasi pada petugas kesehatanRumah Sakitdan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya dalam PPI.
h. Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan
aman bagi yang menggunakan.
i. Mengidentifikasi temuan di lapangan dan mengusulkan pelatihan untuk
meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) Rumah Sakit dalam
PPI.
j. Melakukan pertemuan berkala, termasuk evaluasi kebijakan.
k. Menerima laporan dari Komite PPI dan membuat laporan kepada Direktur
Rumah Sakit.
l. Berkoordinasi dengan unit terkait lain.
9
m. Memberikan usulan kepada Direktur Rumah Sakit untuk pemakaian
antibiotika yang rasional di Rumah Sakit berdasarkan hasil pantauan kuman
dan resistensinya terhadap antibiotika dan menyebar-luaskan data resistensi
antibiotika.
n. Menyusun kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang terkait
dengan infeksi nosokomial.
o. Turut menyusun kebijakan clinical governance dan patient safety.
p. Mengembangkan, mengimplementasikan dan secara periodik mengkaji
kembali rencana manajemen PPI apakah telah sesuai kebijakan manajemen
Rumah Sakit.
q. Memberikan masukan yang menyangkut konstruksi bangunan dan pengadaan
alat dan bahan kesehatan, renovasi ruangan, cara pemrosesan alat,
penyimpanan alat dan linen sesuai dengan prinsip PPI.
r. Menentukan sikap penutupan ruangan rawat bila diperlukan karena potensial
menyebarkan infeksi.
s. Melakukan pengawasan terhadap tindakan-tindakan yang menyimpang dari
standar prosedur/monitoring surveilans proses.
t. Melakukan investigasi, menetapkan dan melaksanakan penanggulangan
infeksi bila ada KLB diRumah Sakitdan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
2. Tugas IPCO
a. Berkontribusi dalam diagnosis dan terapi infeksi yang benar
b. Turut menyusun pedoman penulisan resep antibiotika dan surveilans.
c. Mengidentifikasi dan melaporkan kuman patogen dan pola resistensi
antibiotika.
d. Bekerjasama dengan Perawat PPI memonitor kegiatan surveilans infeksi dan
mendeteksi serta menyelidiki KLB.
e. Membimbing dan mengajarkan praktek dan prosedur PPI yang berhubungan
dengan prosedur terapi.
f. Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan dalam merawat pasien.
g. Turut membantu semua petugas kesehatan untuk memahami pencegahan dan
pengendalian infeksi.
3. Tugas IPCN
a. Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang
terjadi di lingkungan kerjanya, baikRumah Sakitdan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya.
b. Memonitor pelaksanaaan PPI, penerapan SPO, kewaspadaan isolasi.
c. Melaksanakan surveilans infeksi dan melaporkan kepada Komite PPI.
d. Bersama Komite PPI melakukan pelatihan petugas kesehatan tentang PPI di
Rumah Sakit.
e. Melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama-sama Komite PPI
memperbaiki kesalahan yang terjadi.
f. Memonitor kesehatan petugas kesehatan untuk mencegah penularan infeksi
dari petugas kesehatan ke pasien atau sebaliknya.
g. Bersama Komite PPI menganjurkan prosedur isolasi dan memberi konsultasi
tentang pencegahan dan pengendalian infeksi yang diperlukan pada kasus
yang terjadi di Rumah Sakit.
h. Audit Pencegahan dan Pengendalian Infeksi termasuk terhadap limbah,
laundry, gizi, dan lain-lain dengan mengunakan daftar tilik.
i. Memonitor kesehatan lingkungan.
j. Memonitor terhadap pengendalian penggunaan antibiotika yang rasional.
k. Mendesain, melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi surveilans infeksi
yang terjadi diRumah Sakitdan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
l. Membuat laporan surveilans dan melaporkan ke Komite PPI.
m. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI.
10
n. Memberikan saran desain ruanganRumah Sakitagar sesuai dengan prinsip PPI.
o. Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjungRumah Sakittentang PPIRS.
p. Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pengunjung dan keluarga
tentang topik infeksi yang sedang berkembang di masyarakat, infeksi dengan
insiden tinggi.
q. Sebagai koordinator antara departemen/unit dalam mendeteksi, mencegah
dan mengendalikan infeksi di Rumah Sakit.
4. Tugas IPCLN
IPCLN sebagai perawat pelaksana harian/penghubung bertugas :
a. Mengisi dan mengumpulkan formulir surveilans setiap pasien di Instalasi/unit
rawat inap masing-masing, kemudian menyerahkan-nya kepada (IPCN/
Infection Prevention and Control Nurse) ketika pasien pulang.
b. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan
pencegahan dan pengendalian infeksi pada setiap personil ruangan di
Instalasi/unit rawatnya masing-masing.
c. Memberitahukan kepada IPCN (Infection Prevention and Control Nurse) apabila
ada kecurigaan adanya infeksi nosokomial pada pasien.
d. Berkoordinasi dengan IPCN (Infection Prevention and Control Nurse) saat
terjadi infeksi potensial KLB, penyuluhan bagi pengunjung di ruang rawat
masing-masing, konsultasi prosedur yang harus dijalankan bila belum faham.
e. Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam menjalankan
Standar Isolasi.
11
BAB VII STANDAR KETENAGAAN
A. KUALIFIKASI KETENAGAAN.
Jenis ketenagaan KOMITE PPI :
No Jenis tenaga Pendidikan Sertifikat Jumlah
formal
1 Dokter Dokter Umum PPI lanjut 1
2 IPCN D-3 PPI dasar dan 1/150 TT
Pelatihan IPCN
3 Perawat D-3 cssd 1
4 Sanitasi linen D-3 Management linen 1
5 Sanitasi gizi D-3 Management Gizi 1
6 Farmasi S-1, Apoteker 1
7 Laborat D-3
B. URAIAN TUGAS :
1. Direktur Rumah Sakit
a. Membentuk Komite PPI dengan surat keputusan
b. Bertanggung jawab dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap
penyelenggaraan upya PPI
c. Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan prasarana
termasuk anggaran yang dibutuhkan.
d. Menentukan kebijakan PPI
e. Mengadakan evaluasi kebijakan PPI berdasarkan saran dari panitia PPIRS
f. Dapat menutup suatu unit perawatan /instalasi yang dianggap potensial
menularkan penyakit untuk beberapa waktu sesuai saran dari PPIRS.
g. Mengesahkan SPO untuk PPIRS.
2. IPCO Ketua Komite PPI
a. Kriteria IPCO ;
1) Ahli atau dokter yang berminat dalam PPI
2) Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI.
3) Memiliki kemampuan leadership.
b. Tugas IPCO sbb;
1) Berkontribusi dalam diagnosis dan terapi infeksi.
2) Turut menyusun pedoman penulisan resep antibiotika dan surveilens.
3) Mengidentifikasi dan melaporkan kuman patogen dan pola resistensi
antibiotika.
4) Bekerjasama dengan perawat PPI memonitor kegiatan surveilens infeksi
dan deteksi dini KLB.
5) Membimbing dan mengajarkan praktek dan prosedur PPI yang
berhubungan dengan prosedur terapi.
6) Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan lain dalam merawat pasien.
3. IPCN
a. Kriteria IPCN :
1) Perawat dengan pendidikan min D3 dan memiliki sertifikasi pelatihan PPI
2) Memiliki komitmen di bidang PPI
12
3) Memiliki pengalaman sebagai kepala Ruangan atau setara.
4) Memiliki kemampuan leadership,inovatif dan confident
5) Bekerja purna waktu.
b. Uraian tugas :
1) Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang
terjadi diruang perawatan.
2) Memonitor pelaksanaan PPI,penerapan SPO,kepatuhan petugas dalam
menjalankan kewaspaan isolasi.
3) Melaksanakan surveilens infeksi dan melaporkan kepada panitia PPIRS.
4) Melaksanakan pelatihan PPIRS.
5) Melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama sama panitia PPI
memperbaiki kesalahan.
6) Memonitor kesehatan petugas sesuai gugus tugas.
7) Bersama panitia menganjurkan prosedur isolasi dan memberikan
konsultasi PPI
8) audit. PPI termasuk pentalaksanaan limbah,laundry,Gizi dengan
menggunakan daftar tilik.
9) Memonitor terhadap pengendalian penggunaan antibiótica yang rasional.
10) Membuat laboran surveilens.
11) Memberikan saran desain ruangan RS agar sesuai dengan prinsip PPI.
12) Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI
dan aman penggunaannya.
13) Melakukan pertemuan berkala termasuk evaluasi kebijakan.
14) Mengidentifikasi temuan dilapangan dan mengusulkan pelatihan untuk
meningkatkan kemampuan SDM PPIRS.
15) Menerima laporan dari KOMITE PPIdan membuat laporan kepada Direktur
Rumah Sakit.
16) Berkoordinasi dengan unit terkait lain.Melakukan pengawasan terhadap
tindakan tindakan yang menyimpang dari SPO.
17) Melakukan investigasi menetapkan dan melaksanakan infeksi bila ada KLB.
18) Menyusun dan mentapkan serta mengevaluasi kebijakan PPI.
19) Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPIRS agar kebijakan dapat dipahami
dan dilaksanakan oleh petugas kesehatan rumah sakit.
20) Membuat SPO PPI
21) Menyusun program PPI dan mengevaluasi pelaksanaan program tersebut.
4. IPCLN
a. Kriteria IPCLN :
1) Perawat dengan pendidikan min D3 dan memiliki sertifikasi PPI.
2) Memiliki komitmen di bidang PPI
3) Memiliki kemampuan leadership
b. Tugas IPCLN :
1) Mengisi dan mengumpulkan formulir surveilens setiap pasien diruang
perawatan kemudian menyerahkan nya pada IPCN saat pasien pulang.
2) Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB.
3) Memonitor kepatuhan petugas dalam menjalankan standart isolasi
4) Berkoordinasi dengan unit terkait lain.Melakukan pengawasan terhadap
tindakan tindakan yang menyimpang dari SPO.
5) Melakukan investigasi menetapkan dan melaksanakan infeksi bila ada KLB.
6) Bekerja sama dengan KOMITE PPI dalam melakukan investigasi masalah
KLB (HAIs).
7) Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara PPI.
8) Memberi konsultasi pada petugas kesehatan rumah sakit.
5. Tugas Anggota laboratorium
13
a. Melaksanakan penyuluhan dan pendidikan tentang materi materi yang
berkaitan dengan pengendalian infeksi nosokomial kepada petugas laborat.
b. Membantu pelaksanaan pemeriksaan swab atau kultur pasien
c. Memantau pemeriksaan laboratorium sesuai SPO
d. Melaksanakan tugas lain dari ketua panitia pengendali infeksi nosokomial.
6. Tugas Anggota linen:
a. Memisahkan linen infeksius dan non infeksius
b. Melaksanakan pemeriksaan swab linen bersih.
c. Memantau penggunaan bahan desinfektan sesuai aturan.
d. Memantau kegiatan hand higiene diruang linen.
7. Tugas Anggota Gizi :
a. Memantau kegiatan hand higiene diruang gizi.
b. Membantu pelaksanaan pemeriksaan bahan makanan dan swab petugas gisi.
c. Memantau penggunaan bahan desinfektan gizi.
8. Tugas Anggota IPSRS :
a. Memantau pelaksanaan hand higiene petugas IPSRS.
b. Memantau penggunaan bahan desinfektan.
c. Membantu mempersiapkan uji air bersih,limbah dan kuman diruang tertentu.
d. Memantau proses pembakaran incenerator.
e. Menyiapkan bahan2 hasil pemeriksaan laboratorium
C. DISTRIBUSI TENAGA
Komite PPI merupakan unit pelayanan yang melakukan kegiatan secara komprehensif
dari setiap unit pelayanan di rumah sakit : IGD, Klinik rawat jalan, Instalasi/Unit
Rawat inap, Sekretariat, Akuntansi, IPSRS, Gizi, Linen, Instalasi/Unit Farmasi,
Instalasi/Unit Laborat, Instalasi/Unit Kamar Operasi, ICU, House keeping (CS).
14
BAB III SARANA DAN PRASARANA
A. SARANA
Sesuai dengan tugas dan wewenangnya, Komite PPI dapat menyediakan sarana
sebagai berikut:
1. Informasi tentang hasil kegiatan pencegahan dan penanggulangan infeksi di
Rumah Sakit Gotong Royong.
2. Data kejadian, hasil surveilans infeksi nosokomial unit perawatan.
3. Program/kegiatan pencegahan dan penanggulangan infeksi Rumah Sakit Gotong
Royong.
4. Pedoman pencegahan dan penanggulangan infeksi di Rumah Sakit Gotong Royong.
5. SOP PPI, Buku Petunjuk teknis PPI 2002.
6. Pedoman Unit Kamar Operasi.
7. Pedoman Unit K3 RS. Sanitasi Amdal Rumah Sakit Gotong Royong.
8. Pedoman Pelayanan Sentral Sterilisasi Rumah Sakit Gotong Royong.
9. Pedoman Pelayanan dan Pemeliharaan Linen Rumah Sakit Gotong Royong.
10. Pedoman yang berhubungan dengan pencegahan infeksi nosokomial.
B. PERALATAN
Peralatan diperlukan untuk mendukung proses kegiatan agar dapat berjlan lancar,
sehingga jangkauan pelayanan Komite PPI dapat tercapai. Peralatan Komite PPI yang
ideal meliputi sarana dan prasarana yaitu:
1. Ruangan kerja yang representatif dan lengkap dengan peralatan tulis dan kantor
termasuk komputer dengan software yang mendukung.
2. Buku-buku pengetahuan tentang infeksi rumah sakit, dan lain-lain yang ada
kaitannya sebagai referensi.
3. Formulir-formulir pencegahan dan penanggulangan infeksi.
4. Laporan surveilans infeksi nosokomial.
5. Almari untuk menyimpan buku-buku, formulir, laporan PPI.
15
6. Meja tulis dan alat-alat tulis.
C. DANA
1. Pembiayaan operasional Komite PPI adalah dari anggaran operasional RS yang
disusun dan ditetapkan pada setiap tahun anggaran.
2. Rencana anggaran tahunan diusulkan ke Direktur Rumah Sakit.
16
BAB VIII TATA LAKSANA
A. BATASAN-BATASAN
1. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi atau didapat di rumah sakit. Suatu
infeksi didapat di rumah sakit apabila :
a. Pada saat masuk rumah sakit tidak ada tanda/gejala atau tidak merasa
inkubasi infeksi tersebut atau,
b. Inkubasi terjadi 2–3 x 24 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit atau,
c. Infeksi pada lokasi sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang berbeda
dari mikroorganisme pada saat masuk rumah sakit atau mikroorganisme
penyebab sama tetapi lokasi infeksi berbeda.
2. Pencegahan dan penanggulangan infeksi adalah kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan serta pembinaan dalam upaya
menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit.
3. Surveilans adalah kegiatan pengamatan sistematis aktif dan terus menerus
terhadap timbulnya dan penyebaran infeksi nosokomial pada suatu peristiwa yang
menyebabkan peningkatan atau penurunan resiko tersebut.
4. Kejadian Luar Biasa adalah kejadian yang menarik perhatian umum dan mungkin
menimbulkan kehebohan/ketakutan di kalangan masyarakat, atau menurut
pengamatan epidemiologis dianggap adanya peningkatan yang berarti dari
kejadian kesakitan/kematian akibat penyakit tersebut.
5. Suatu kejadian di rumah sakit dapat disebut Kejadian Luar Biasa (KLB) bila
proportional rate penderita baru dari suatu penyakit menular dalam waktu satu
bulan, dibandingkan dengan proportional rate penderita baru dari penyakit
menular yang sama selama periode waktu yang sama dari tahun yang lalu
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih, atau terdapat satu kejadian pada
keadaan dimana sebelumnya tidak pernah ada.
B. KEBIJAKAN
Cakupan kegiatan pencegahan dan penanggulangan infeksi di Rumah Sakit Gotong
Royong termasuk ketentuan/peraturan:
1. Pelayanan sterilisasi di Rumah Sakit Gotong Royong sebagai unit kerja yang
bertanggung jawab menyelenggarakan dan mengelola pelayanan alat/bahan yang
dapat dibuat steril, dimulai dari perencanaan penerimaan, pencucian, pengemasan,
pemberian tanda, proses sterilisasi, penyimpanan termasuk pencatatan dan
pelaporan tentang penyaluran semua barang ke seluruh unit kerja di Rumah Sakit
Gotong Royong.
2. Pelayanan sterilisasi dipimpin oleh seorang kepala pelayanan (Kaur Sterilisasi),
bertanggung jawab menyusun pedoman dan prosedur kerja pelayanan sterilisasi
di Rumah Sakit Gotong Royong disahkan dengan penetapan Direktur Rumah Sakit.
3. Tujuan pelayanan sterilisasi di Rumah Sakit Gotong Royong ialah melaksanakan
/mengawasi proses sterilisasi dan mencegah terjadinya infeksi silang terhadap
pasien maupun petugas rumah sakit.
4. Kegiatan pelayanan sterilisasi dilaksanakan berdasarkan pedoman dan prosedur
kerja yang berlaku.
5. Monitoring mutu pelayanan sterilisasi alat dan bahan dengan cara pemberian
indikator pada instrumen, pemantauan kualitas alat dengan kalibrasi dan
pemeriksaan mikrobiologi.
6. Pelaksanaan pelayanan pencucian sebagai unit kerja yang bertanggung jawab
menyelenggarakan dan mengelola linen, mencakup kegiatan perencanaan,
penerimaan, penyimpanan, distribusi dan pencatatan.
7. Ketentuan penyimpanan linen siap pakai, tersedia dalam jumlah cukup, tersimpan
rapi, terhindar dari kelembaban dan kontraminasi.
17
8. Membudayakan penggunaan antibiotika secara rasional sebagai upaya
meningkatkan mutu pelayanan sesuai dengan fungsi rumah sakit.
9. Kebijakan penggunaan antibiotik meliputi tata cara, pemantauan, penilaian dan
pengadaan antibiotika.
10. Perencanaan dan pengadaan antibiotika dilaksanakan oleh Departemen Farmasi
yang mengacu pada formularium Rumah Sakit Gotong Royong.
11. Pemeliharaan kebersihan dan desinfeksi tempat kerja pelayanan linen
dilaksanakan sesuai jadwal, termasuk salah satu dan prosedur kerja pelayanan
pencucian.
12. Kebijakan pemakaian desinfektan dan antiseptik meliputi desinfeksi tangan secara
higienik, bedah dan pra bedah serta penggunaan preparat antiseptik untuk
instrument, kulit dan mikosa.
13. Kebijakan desain bangunan Rumah sakit mengikuti persyaratan kesehatan
lingkungan Rumah sakit yang meliputi lingkungan bangunan, konstruksi bangunan
rumah Sakit, Ruang bangunan, kualitas udara ruang, pencahayaan, penghawaan,
kebisingan, fasilitas sanitasi rumah sakit, jumlah tempat tidur, lantai dan dinding.
14. Komite K3 Rumah Sakit Gotong Royong dan Bagian Pemeliharaan Material (Bag.
Harmat) serta Bagian Urusan Dalam (Bag. Urdal) sebagai unit kerja yang
bertanggung jawab mengelola kebersihan/kesehatan lingkungan dan pertamanan
dengan sarana pendukungnya, disahkan dengan Surat Penetapan Direktur Rumah
Sakit.
15. Pedoman ketentuan tertulis mengenai penanganan limbah RS, mulai dari
pembuangan sampai dengan pemusnahannya dengan memperhatikan
pengamanan diri petugas terhadap lingkungan.
16. Pemeliharaan dan perbaikan mesin pendingin secara berkala diselenggarakan
Bagian Harmat bekerja sama dengan pihak jasa ketiga.
17. Pemeliharaan meliputi perbaikan rutin, penggantian spare part yang rusak serta
pemeriksaan kualitas udara dengan pemeriksaan mikrobiologi terhadap bakteri
dan jamur. Hal ini terutama dilakukan pada ruangan-ruangan khusus seperti
kamar bedah, ICU, perinatologi dan ruang sterilisasi.
18. Pemeriksaan baku mutu sumber air dilaksanakan sesuai program 3 bulan sekali.
Terutama pada unit-unit khusus antara lain kamar bedah, unit sterilisasi,
perinatologi, intensif care unit, sumber air dan bagian gizi.
19. Laporan kegiatan penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan infeksi di
Rumah Sakit Gotong Royong kepada Direktur Rumah Sakit dilaksanakan sesuai
jadwal.
C. PENCEGAHAN STANDAR
Penerapan Pencegahan Standar saat merawat semua pasien tanpa memandang jenis
infeksi.
1. Mencuci tangan segera setelah terjadi kontak dengan cairan tubuh atau terjadi
kontak fisik dengan pasien.
2. Staf diminta mengenakan perlengkapan pelindung diri untuk mencegah paparan
oleh darah dan atau cairan tubuh. Perlengkapan perlindungan yang dimaksud
diantaranya :
a. Sarung tangan
1) Dianjurkan menggunakan sarung tangan yang tidak mengandung bahan
bubuk latex.
2) Segera mencuci tangan setelah melepas sarung tangan.
3) Sarung tangan baru dalam menangani tiap pasien berbeda, demikian juga
jika bekerja dalam ruang lingkup yang berlainan.
b. Google (kacamata)
Gunakan peralatan untuk melindungi mata jika terjadi semprotan atau
cipratan darah atau cairan tubuh:
18
1) Selama prosedur operasi bedah dianjurkan agar semua staf mengenakan
kacamata.
2) Ruang pemulihan selama merawat pasien (kalau perlu).
3) Kamar bersalin.
4) Tindakan perawatan
a) Selama mengeluarkan drain tube, menangani intravena (iv), infus set
(blood lines).
b) Mengganti balutan.
c) Merawat pasien pasca bedah mulut atau gigi.
d) Endotracheal suction.
e) Merawat pasien dengan batuk berlebih
f) Melakukan prosedur invasif yang steril
c. Apron plastik
Mengenakan apron plastik untuk melindungi baju pribadi dari kontaminasi
dengan darah atau cairan tubuh.
d. Menangani dengan cermat semua benda tajam yang terkontaminasi darah atau
cairan tubuh untuk mencegah luka tertusuk jarum akibat benda tajam lainnya.
Jarum yang telah digunakan tidak perlu ditutup kembali, dibengkokkan atau
dipisahkan dari spuit tapi harus langsung dibuang dalam keranjang benda-
benda tajam yang disediakan.
e. Bila menangani semua prosedur sterilisasi perlu diterapkan teknik aseptik.
f. Semua darah yang sulit dihilangkan atau kain linen basah yang sangat
berbahaya dimasukkan terlebih dulu dalam kantung plastik kuning kemudian
dalam kantong linen kedap air.
g. Masker digunakan untuk melindungi pemakainya saat terpapar kuman dari
suatu penyakit menular yang disebarkan lewat udara.
h. Noda Darah dan Cairan Tubuh – Prinsip Penanganan Noda :
1) Bila ada risiko kontak dengan darah atau cairan tubuh, peralatan
pelindung diri harus dikenakan seperti apron, sarung tangan, dan
pelindung mata.
2) Noda darah harus dibersihkan sebelum ruang yang kena noda dibersihkan
(hindari membersihkan noda dengan deterjen atau disinfektan karena
akan memperlebar wilayah yang kena noda).
3) Hindari memberikan aerosol pada benda yang terkena noda.
4) Teliti dulu permukaan yang perlu dibersihkan (misalnya karpet atau
permukaan yang tidak bisa ditembus).
5) Tutup noda dengan kertas toilet untuk menyerap besar noda darah atau
cairan tubuh.
6) Sebagai alternatif, tutupi noda darah dengan bubuk klorin. Gunakan serok
dan wadah untuk membuang bahan yang menyerap noda.
7) Perlakukan sebagai sampah klinis.
8) Bersihkan wilayah noda dengan air hangat dan deterjen.
9) Jika digunakan ember dan pengepel lantai, maka kedua peralatan itu harus
dibersihkan setelah semua prosedur selesai dan disimpan dalam keadaan
kering.
10) Jika noda terjadi pada karpet, maka karpet itu perlu dicuci setelah semua
prosedur di atas selesai dilakukan.
NB : Perlengkapan untuk membersihkan noda darah dan cairan tubuh harus
tersedia di setiap unit klinis dan setiap departemen. Gown dan sarung tangan
harus dipakai pada semua prosedur yang bersentuhan dengan darah dan
cairan tubuh lainnya – termasuk juga kebersihan peralatan dan lingkungan,
pemeriksaan plasenta, dsb.
19
j. Pelindung mata (kacamata) dipakai pada setiap prosedur persalinan dan
prosedur yang menjaga mata dari absorbsi darah yang mungkin saja menyebar
kemana-mana.
k. Semua bahan yang terkena noda darah dan kumal dibuang ke dalam satu tas
plastik untuk mencegah kebocoran dan menjamin identifikasi cepat terhadap
isinya.
l. Semua tumpahan darah dan cairan tubuh secara rutin didekontaminasi dengan
suatu cairan klorin 5,000 ppm.
m. Staf yang mempunyai lesi/luka terbuka atau goresan pada (kulit) tangan
mereka harus menutup luka tersebut dengan plester kedap air dan selalu
memakai sarung tangan saat menangani persalinan.
n. Staf yang bekerja di bagian kamar bersalin dianjurkan ikut dalam program
vaksinasi Hepatitis B yang disediakan oleh rumah sakit.
o. Semua tissue dan sampah yang terkontaminasi darah harus dibuang lewat
pembuangan sampah klinis.
D. PENCEGAHAN TAMBAHAN
1. Pencegahan tambahan diterapkan dalam hubungannya dengan pencegahan
standar. Pencegahan tambahan digunakan untuk pasien yang diketahui atau
diduga telah terinfeksi atau termasuk dalam kelompok penyebab infeksi yang
tidak cukup ditangani dengan menggunakan prosedur pencegahan standar saja.
2. Pencegahan Tambahan dilaksanakan dalam situasi prosedur pencegahan standar
dirasa tidak cukup untuk mencegah infeksi silang. Pelaksanaan pencegahan
tambahan ini perlu dipisahkan dari pasien lain yang memperoleh fasillitas
istimewa. Pasien-pasien dengan infeksi serupa dapat dikelompokkan
tersendiri.Pencegahan tambahan ini perlu dilakukan jika pasien dicurigai atau
didiagnosa terkena infeksi yang ditularkan dengan cara-cara berikut:
a. Penularan lewat saluran pernafasan
1) Terinfeksi kuman yang ditularkan lewat udara seperti Mycobacterium
tuberculosis, cacar air (chicken pox)
2) Terinfeksi kuman yang ditularkan lewat tetesan/percikan seperti campak,
morbillli dan pertusis.
b. Penularan lewat kontak dengan pasien yang kemungkinan menjadi
karier/penyebar infeksi seperti:
1) Luka terbuka atau yang mengeluarkan caian perulen (misalnya organisme
yang multi resisten)
2) Kontaminasi melalui feces karier VRE (Vancomycine Resistan Enterococci)
3) Pasien dengan exfoliative dermatitis.
c. Pencegahan tambahan berikut ini diterapkan pada:
1) Kamar untuk satu orang, fasilitas kamar perlu disendirikan dengan tetap
mempertahankan ventilasi yang sesuai.
2) Pengelompokan pasien bisa dilakukan bila tidak tersedia kamar untuk 1
orang.
3) Penggunaan tambahan peralatan untuk melindungi dari infeksi dapat
dilakukan misalnya semua staf yang merawat pasien di ruang isolasi
pernafasan (respitory isolation) memakai masker yang pas (sebaiknya
gunakan filtrasi 1 m untuk penyakit tuberculosis)
4) Bila perlu dipasang ventilasi khusus misalnya pada ruangan dengan
tekanan udara negatif.
20
segera rusak bila dilarutkan. Oleh karena itu perlu penanganan khusus agar larutan ini
tidak terkontaminasi yang pada gilirannya akan dapat mencegah infeksi silang.
1. Larutan seperti cairan untuk cuci luka, hydrogen peroxide, larutan savlon dan
sebagainya dapat dibeli secara bebas dalam vial-vial atau wadah lain.
2. Botol dan atau penampung lain (dimana larutan itu mungkin disimpan) harus
dikosongkan dan dicuci terlebih dulu sebelum ditambahi larutan baru. Idealnya
botol dan karet-karet untuk memberikan pipa-pipa bak cucian perlu dipasteurisasi
di dishwasher.
3. Larutan antiseptik yang hendak digunakan harus disiapkan dalam keadaan baru
dan cotton swab-nya dilembabkan tepat sebelum pelaksanaan prosedur misalnya:
prosedur melahirkan, pemeriksaan ginekologis.
4. Sabun batangan tidak digunakan untuk cuci tangan atau tubuh staf/pasien.
21
SKEMA PENANGANAN :
KASUS INFEKSI
PERAWAT
PENGENDALIINFEKSI Umpan balik dan pembahasan situasi
dilakukan bersama manajemen rumah
sakit & dokter spesialis penyakit
menular yang merupakan perwakilan
Mengkaji kejadian luar dari komite pencegahan dan
Biasa dan melakukan penanggulangan infeksi
Tindakan/strategi
Pencegahan yang perlu
Pelaksanaan rencana
Dokumen & Data/ tindakan
Informasi mengenai KLB
Infeksi disebarluaskan
22
H. MONITORING TERHADAP INFEKSI NOSOKOMIAL
Agar pelaksanaan surveilens dilakukan secara konsisten dan hasilnya akurat, maka
kriteria yang sama harus diterapkan dalam tata cara pengumpulan datanya oleh
semua perawat, semua karyawan penunjang kesehatan, Manajer Keperawatan dan
semua dokter yang terdaftar bekerja di Rumah Sakit Gotong Royong.
1. Definisi
a. Infeksi :
Deposisi dan penambahan jumlah bakteri dan mikroorganisme lainnya di
dalam jaringan atau permukaan tubuh dimana kuman tersebut dapat
menimbulkan akibat yang merugikan.
b. Sepsis :
Adanya peragaan, pembentukan pus dan tanda-tanda sering kesakitan pada
daerah luka dan jaringan tubuh yang diakibatkan kolonisasi dari
mikroorganisme dimana hal ini merupakan bukti bahwa infeksi telah
menyebar.
c. Infeksi Nosokomial :
Adalah infeksi yang terjadi pada pasien rawat inap dimana pada waktu masuk
tidak ditemukan adanya infeksi (dalam masa inkubasi). Suatu infeksi
dikatakan nosokomial jika infeksi tersebut terjadi 48 jam atau lebih setelah
masuk (dirawat).
d. Infeksi yang Didapat dari Masyarakat :
Setiap infeksi yang dijumpai pada pemeriksaan waktu masuk rumah sakit atau
terjadi kurang dari 48 jam setelah masuk (dirawat).
e. Infeksi Saluran Kemih (ISK):
1) ISK simtomatik
a) Demam lebih dari 380C dalam kesempatan tiga atau lebih dalam periode
48 jam
b) Dysuria dan atau nyeri tekan pada daerah suprapubik yang
berhubungan dengan salah satu berikut ini :
(1) Didapat jumlah organisme pathogen 105 atau lebih per milliliter
dalam urine pada pengambilan sample urine midstream, atau setiap
adanya pertumbuhan organisme yang diperoleh secara aseptik dari
pengambilan urine pada daerah suprapubik
(2) Pyuria disertai dengan jumlah sel darah putih lebih dari 10/ml pada
sample urine yang tidak disentrifuse, atau pyuria dengan jumlah sel
darah putih lebih dari 3 lapang pandang pada urine spesimen yang
disentrifuse
Pada anak < 1 tahun, gejala tersebut di atas disertai salah satu gejala
berikut tanpa penyebab lain:
Hipotermi (<370C)
Bradikardi (<100 x/menit)
Letargi
Muntah
2) ISK Asimtomatik
Infeksi ini tanpa gejala klinis seperti ISK simtomatik. Diagnosa tergantung
pada hasil biakan urine, dengan ketentuan:
a) Pasien pernah memakai kateter dalam 7 hari sebelum hasil biakan urine
(+)/tanpa kateter dengan 2 x biakan urine (+).
b) Biakan urine (+), ditemukan pertumbuhan kuman > 105/ml dengan jenis
kuman tidak lebih dari 2 spesies.
c) Ditemukan bakteri pada pewarnaan gram sediment urine tanpa
sentrifugasi.
d) Didiagnosis ISK oleh dokter yang merawat.
23
f. Infeksi Saluran Pernafasan
1) Saluran Pernafasan Bagian Atas
Infeksi klinis pada telinga, hidung dan tenggorokan, baik secara sendiri-
sendiri maupun bersamaan.
2) Saluran Pernafasan Bagian Bawah
Adanya batuk, nyeri pleuritis, demam disertai kelainan pada paru-parunya,
dan khususnya pada pasien yang mengeluarkan sputum purulen saat
masuk, terlepas dari apakah sudah ada konfirmasi dari hasil sputum
kulturnya maupun dari gambaran film dari photo thoraxnya.
g. Pneumonia
Pemeriksaan Fisik:
1) Ronchi basah dan pekak (dullness)
2) Sputum purulen
3) Isolasi kuman pada biakan dahak
Foto thorax
1) Infiltrat, konsolidasi, efusi pleura
Pada anak < 1 tahun, didapat 2 dari gejala:
1) Apneu
2) Takipneu
3) Mengi (wheezing)
4) Ronchi basah
5) Batuk
h. Infeksi Luka Operasi (Definisi ACHS)
1) Infeksi Luka Operasi Superfisial
Infeksi harus terjadi dalam waktu 30 hari setelah operasi, meliputi kulit,
sub kutan dan jaringan di atas fascia.
a) Purulen (atau konfirmasi dari hasil laboratorium contohnya diperoleh
dua atau lebih polymorph positif) atau,
b) Adanya diagnosa dari dokter konsultan terhadap dua tanda dan gejala
berikut ini :
(1) Nyeri
(2) Nyeri bila dipegang/ditekan
(3) Adanya pembekakan
(4) Pus keluar dari luka operasi atau drain di atas fascia
(5) Kemerahan atau terasa panas atau
(a) Satu (1) dari tanda dan gejala di atas DAN
(b) Dokter bedah melakukan re-open luka operasi
NB (Absces jahitan tidak termasuk)
2) Infeksi Luka Operasi Dalam (Fasial/otot/bagian dari organ tubuh)
Infeksi terjadi dalam waktu 30 hari setelah operasi jika tidak ada implant
atau satu (1) tahun jika ada implant dan infeksi timbul berhubungan
dengan operasinya.
a) Purulen dari Drain luka tusuk pada organ/bagian tubuh, bukan dari
organ/rongga daerah pembedahan
b) Didapatkan organisme dari cairan kultur pada jaringan bagian dalam
yang diperoleh secara aseptic atau bagian organ tubuh atau
c) Jika irisan (incisi) bagian dalam secara spontan terbuka (dehisensi) atau
bila dokter bedah membuka kembali dan pasien memperlihatkan salah
satu dari tanda dan gejala berikut ini :
a) Panas badan > 380C
b) Adanya rasa sakit dan kesakitan bila diraba atau
c) Dokter yang merawat menyatakan ada infeksi
i. Infeksi Dalam Darah/Infeksi Aliran Darah Primer (IV) (Definisi ACHS)
24
Infeksi dalam darah harus memenuhi satu dari kriteria berikut ini:
1) Kriteria 1 (diketahui suatu pantogen)
Diperoleh satu atau lebih bakteri atau jamur patogen dari salah satu atau
lebih pada kultur darah :
a) Staphylococcus aureus
b) Streptococcus pneumonia
c) Escherichia coli
d) Klebsiella spp
e) Proteus spp
f) Salmonella spp
g) Candida albicans
2) Kriteria 2 (kemungkinan kontaminasi)
a) Pasien mempunyai salah satu dari tanda dan gejala berikut dalam 48
jam dirawat: panas badan > 380C, menggigil, demam, hipotensi
(tekanan darah sistolik < 90mm Hg)
j. Episode Setempat
Berhubungan dengan pasien rawat inap di rumah sakit
1) Kriteria 1
a) Adanya infeksi dalam darah secara signifikan terjadi dalam waktu 48
jam setelah dirawat (48 jam setelah dilahirkan jika neonatus) ATAU
2) Kriteria 2
a) Terjadi pada pasien
b) Masuk kembali dalam waktu 10 hari setelah pulang
c) Dalam waktu 30 hari pada pasien yang dilakukan prosedur
pembedahan dengan adanya infeksi dalam darah yang berhubungan
dengan infeksi luka operasi.
d) Yang berhubungan dengan pasien bukan rawat inap (misalnya
perawatan sehari atau pasien rawat jalan)
e) Berhubungan dengan adanya kateter tetap atau
f) Terjadi dalam waktu 30 hari setelah prosedur pembedahan dimana
infeksi dalam darah berhubungan dengan infeksi luka operasinya atau
g) Terjadi dalam waktu 48 jam pada setiap prosedur medis lainnya
(seperti haemodialisis di rumah, biopsy prestate/cystoskopi di ruang
konsultasi ahli urology)
k. Gastroenteritis
Gejala klinis dari diare, muntah dan sakit perut dimana hal ini timbul setelah
pasien dirawat di rumah sakit dan hal tersebut berhubungan dengan
ditemukannya kuman patogen dalam kultur faeces.
l. Saluran Genitalia Wanita
Adanya cairan purulen pada servikal uteri yang disertai dengan baik kultur
positif dari hapusan servikal uteri maupun manifestasi infeksi sistemik.
1) Protokol Survey Terhadap Infeksi
a) Tujuan :
Survey (pengawas) terhadap infeksi adalah bagian integral program
pencegahan dan penanggulangan infeksi yang efektif. Tujuan
pengawasan adalah mengenai pengumpulan kembali data yang
berkaitan dengan infeksi nosokomial yang akurat dan dapat dipercaya.
b) Pengertian :
Survey dirumuskan sebagai pengamatan sistematik, terus menerus atas
kejadian dan penyebaran penyakit dalam satu kelompok dan atas
peristiwa atau kondisi yang meningkatkan atau menurunkan resiko
kejadian penyakit. Alasan dilakukan survey :
25
(1) Menetapkan informasi dasar mengenai frekuensi dan tipe infeksi
endemik yang terjadi, sehingga dapat dikenali dan diselidiki jika
terjadi perubahan tingkat kejadian infeksi nosokomial
(2) Penyebaran hasil informasi ke bagian-bagian yang sesuai untuk
mendorong pengurangan tingkat kejadian infeksi. Sebagai akibatnya,
masa tinggal di rumah sakit, penderitaan pasien dan biaya
perawatan di rumah sakit dapat diturunkan
(3) Untuk mengevaluasi efek kebijakan dan prosedur pencegahan yang
dilakukan secara rutin
(4) Hasil yang diperoleh dapat digunakan untuk memperkuat praktek
pencegahan infeksi. Misalnya meningkatnya kejadian infeksi silang
dapat menjadi pendorong tehnik cuci tangan yang optimal
c) Kegiatan Survey terdiri atas :
(1) Menentukan kejadian-kejadian yang perlu diperiksa
(2) Mengumpulkan data yang berkaitan
(3) Mengkonsolidasikan dan mentabulasi data
(4) Analisis dan interpretasi data
(5) Menyebarluaskan data
d) Unsur-Unsur Kegiatan Survey
(1) Pengumpulan Data
Merumuskan jenis kegiatan kejadian yang hendak diteliti. Misalnya
merumuskan luka infeksi dengan purulen discharge (pengeluaran
cairan luka) dengan atau tanpa kultur positif (mengacu pada
rumusan atau definisi sebelumnya).
Data minimum yang diperlukan. Nama, usia, No. MR, unit bangsal,
tanggal masuk, tanggal munculnya infeksi pertama kali, organ
tubuh yang terkena infeksi, organisme yang terkultur dan
kepekaan.
Denominator untuk menghitung tingkat kejadian infeksi. Harus
diketahui jumlah pasien yang beresiko. Misalnya tingkat infeksi
karena luka operasi, denominatornya adalah jumlah pasien yang
menjalani operasi bedah dalam waktu tertentu tanpa memandang
lama masa rawat inap.
(2) Sumber Data
(a) Nomor RM Pasien
(b) Laporan Patologi
(c) Kunjungan ke ruangan – grafik temperatur, antibiotik dsb
(d) Pengamatan pada pasien
(e) Pembicaraan dengan staf, perawat dan pasien
(3) Mengkonsolidasi dan mentabulasi data :
Menghitung dan mendaftar jumlah infeksi dengan menggunakan
tabulasi tunggal.
(4) Menghitung tingkat kejadian infeksi :
Numerator = jumlah infeksi
Denominator = jumlah pasien beresiko
(5) Analisis :
Membandingkan tingkat kejadian infeksi dalam satuan waktu
dengan memakai perbandingan tingkat infeksi yang baru terjadi
dengan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Penyimpanan dari
tingkat baseline mengidentifikasikan perlunya dilakukan penelitian
lebih lanjut.
(6) Interpretasi :
Dari informasi yang ditabulasi dan dianalisis diperoleh makna yang
mungkin bisa bervariasi dari tidak adanya perubahan nyata dalam
26
tingkat infeksi hingga terdeteksinya kemungkinan terjadinya
kejadian luar biasa infeksi dalam rumah sakit.
(7) Pelaporan Data :
Data yang ditabulasikan dianalisis dan ditafsirkan perlu
disebarluaskan kepada mereka yang perlu menegtahuinya.
e) Metode Pelaporan Infeksi
(1) Anggota staf keperawatan yang pertama kali melihat infeksi
bertanggung jawab melengkapi rincian pada lembar pemberitahuan
infeksi dan menempatkannya pada kolom pencegahan dan
penanggulangan infeksi
(2) Laporan mikrobiologi dari pelayanan patologis
(3) Rekaman atau catatan akan dikaji ulang oleh perawat pengendali
infeksi
(4) Karyawan akan memperoleh umpan balik mengenai tingkat infeksi
melalui sub-komite pengendali infeksi
f) Petunjuk Pengisian Lembar Laporan Infeksi
(1) Luka Operasi (ACHS Clinical Indicator 5.1 & 5.2)
(a) Luka awal operasi – gambaran perjalanan operasi
(b) Gejala-gejala – adanya panas badan, tanggal terjadinya, keluhan
rasa sakit pada luka, kemerahan, rasa nyeri bila disentuh,
peradangan pada luka.
(c) Tanggal terjadinya – tanggal pertama diketahui adanya cairan
purulen pada luka operasi
(d) Faktor resiko – misalnya usia, adanya infeksi disekitar luka
operasi, adanya penyakit yang diderita seperti: diabetes, operasi
yang berlangsung lebih dari 2 jam, obesitas, adanya faktor
penyulit pada haemostasis.
(e) Pemberian Profilaktik – antibiotik profilaktik, mandi atau dicuci
dengan ciaran antiseptik sebelum operasi.
(f) Klasifikasi luka operasi
Note : Pada waktu menghitung angka infeksi luka operasi, maka
semua pasien yang dilakukan tindakan operasi disebut sebagai
denominator dan semua pasien yang mengalami infeksi luka
operasi disebut sebagai numerator.
Tindakan pembedahan didefinisikan sebagai tindakan yang
termasuk dalam prosedur terapeutik dimana terdapat suatu luka
yang nampak yang mungkin dapat dilakukan tanpa dengan bantuan
instrumen khusus pada periode pasca operasi.
Jadi semua prosedur endoskopi tidak termasuk dalam prosedur
intra cavity seperti melalui :
Per oral
Aural
Nasal operasi
Urethral
Vaginal
Anal
29
menjelaskan kondisi terbebas dari infeksi dan proses yang dilakukan agar
peralatan bisa digunakan dengan aman.
b. Lingkungan hidup kita penuh dengan mikroba organisme. Ada mikroba pada
tempat yang kotor, debu, air, udara, makanan, pakaian dan tubuh kita.
Sebagian besar mikroba itu tidak berbahaya dan banyak yang berguna. Hidup
tidak mungkin berlangsung tanpa mikroba tersebut.
c. Namun ada beberapa situasi dimana mikroba perlu dimusnahkan atau
dikendalikan. Salah satunya adalah dalam lingkungan rumah sakit. Adalah
tidak mungkin memusnahkan semua mikroba dari lingkungan rumah sakit,
tapi mereka bisa dikendalikan.
d. Salah satu cara mengontrol mikroba dalam ruang lingkup fasilitas perawatan
kesehatan adalah melalui metoda kebersihan yang efektif dan efisien termasuk
diantaranya kebersihan peralatan yang memadai dan penggunaaan bahan
kimia.
4. Petunjuk agar Rumah Sakit Bisa Lebih Bersih
a. Perlu ada hubungan baik antara mereka yang bertugas langsung
menbersihkan dan mereka yang bertanggung jawab atas tugas-tugas
kebersihan, atas perbaikan dan tugas-tugas pemeliharaan dan mereka yang
bertugas membuang sampah dan kotoran lainnya.
b. Tersedia peralatan kebersihan yang sesuai mudah digunakan dan dibersihkan
c. Tersedia fasilitas untuk mencuci, membersihkan dan merawat peralatan.
d. Ada bagian kebersihan yang sesuai dipilih karena efektifitasnya bukan karena
klaim mengenai aktivitas bakteri.
e. Ada pengawasan atas peralatan dan orang yang membersihkan.
f. Tersedia air yang bersih tidak ada permukaan yang boleh dibersihkan dengan
air kotor.
5. Pencegahan Standar
a. Tujuan
Sesuai dengan konsep “Tindakan Pencegahan Standard”, maka semua darah
dan cairan tubuh dianggap berpotensi menyebebkan infeksi. Atas alasan ini,
perlu ada tindakan tertentu saat membersihkan semua bagian atau bidang
dalam lingkup rumah sakit.
b. Isi Kebijakan
1) Sarung tangan sekali pakai dikenakan tiap kali melakukan kegiatan
kebersihan terutama bila terdapat tetesan cairan tubuh (misalnya darah,
feces, urine)
2) Benda-benda tajam tidak boleh dipungut oleh anggota staf tapi
dilaporakan ke pimpinan unit.
3) Jangan membersihkan di ruang yang yang Anda tidak bisa melihat selalu
gunakan peralatan.
4) Sarung tangan tebal harus dikenakan saat menangani semua kantong-
kantong sampah. Semua luka karena tertusuk jarum atau pisau dan
sebagainya harus dilaporkan segera pada Koordinator Pengendali Infeksi.
5) Para staf diminta berpartisipasi dalam program imunisasi Hepatitis B yang
dilakukan rumah sakit.
6) Adalah penting untuk mengenakan alat pelindung mata. Alat ini perlu
tersedia pada tiap trolley kebersihan untuk digunakan selama prosedur
tindakan dimana mungkin terjadi semprtan atau cipratan saat melakukan
kebersihan, misalnya cipratan saat membersihkan mesin atau
membersihkan toilet.
6. Instruksi Untuk Membersihkan Peralatan
a. Tujuan
Memastikan bahwa kegiatan membersihkan, bahan kimia pembersih,
peralatan dan perawatan peralatan kebersihan ditangni secara konsisten
30
sehingga mencegah resiko infeksi silang yang berkaitan dengan standard
kebersihan.
b. Equipmen Pembersih Dan Pemeliharaan
Seharusnya semua peralatan kebersihan diberi kode warna sebagai berikut :
1) Hijau – dapur
2) Putih/kuning – kamar operasi
3) Merah – daerah basah
4) Biru – daerah umum
c. Pelaksanaan Kebersihan
1) Semua permukaan yang dibersihkan dalam rumah sakit harus berlangsung
dari bagian atas ke bawah.
2) Semua kegiatan damp dusting harus dilakukan dengan menggunakan
ember kecil air panas dan deterjen serta kain bersih. Cara semprotkan dan
menggosok tidak dianjurkan karena alasan-alasan berikut :
a) Surfactant dalam larutan tidak benar-benar teraktifkan oleh air panas,
larutan itu selalu dingin
b) Kain-kain lap tidak benar-benar terbilas oleh karena itu mikroba
organisme atau kotoran berpindah dari satu sisi ke sisi lain.
c) Menyemprot larutan sebetulnya malah membuat mikro organisme dan
larutan menjadi bersifat aerosol. Suatu produk bila disemprotkan akan
terhirup anggota staf ini adalah bahaya K-3 bagi staf.
Tidak dianjurkan menyapu lantai menggunakan sapu dan mengeringkan
debu menggunakan fluffy dusters atau pengepel lantai bertangkai
antistastik.
31
L. PENANGANAN SAMPAH MEDIS
1. Tujuan
Memastikan bahwa pembuangan sampah klinis didefinisikan secara tepat dan
sampah klinis dibuang ke tempat sampah yang benar secara aman sehingga
mencegah kemungkinan perpindahan virus yang berada dalam darah dan mikro
organisme lain dari pasien dan juga dari staff selama pengumpulan sampah dan
perjalanan ke tempat pembuangan.
Pencegahan kejadian luka karena benda tajam pada staff, pasien dan pengunjung
dalam ruang lingkup perawatan kesehatan merupakan prioritas utama karena
resiko potensial terjadinya perpindahan virus dalam darah seperti Hepatitis C,
Hepatitis B dan HIV. Karena tingginya tingkat kejadian penularan virus-virus ini
dalam polulasi umum masyarakat Indonesia, maka pencegahan ini perlu
diperhatikan.
Seprei atau linen diletakkan dalam wadah dan dicuci untuk memastikan
penanganan yang aman dan mencegah kain tersebut menjadi sumber infeksi silang
bagi pasien dan staff.
a. Kebijakan Ini Ditujukan Untuk:
Semua staff Housekeeping, semua staf Laundry, semua perawat, semua
karyawan pendukung kesehatan.
b. Definisi Sampah Klinis
Sampah yang berasal dari rumah sakit dapat dibagi dalam 3 (tiga) kategori
umum:
1) Sampah umum ⇛ kertas, makanan, sisa-sisa makanan.
2) Sampah klinis ⇛ benda-benda “tajam”, jaringan tubuh, darah yang
menempel pada kain dan gumpalan darah.
3) Sampah untuk daur ulang ⇛ kertas karton, kertas kantor, plastik.
c. Prinsip-prinsip dasar penanganan dan pembuangan sampah klinis dan yang
terkait dengannya adalah demi kesehatan dan keamanan pribadi dan
masyarakat dan untuk mengurangi dampak keseluruhan pada lingkungan.
Urine dan kotoran manusia dianggap sebagai “sampah malam” dan jika tidak
jelas tampak terkontaminasi oleh darah dapat dibuang dalam sampah umum
atau melalui pipa saluran sesuai dengan persyaratan dari peraturan otoritas
terkait.
d. Setiap proses penanganan sampah klinis harus :
1) Tangani sampah seaman mungkin dengan memperhatikan keamanan dan
kesehatan kerja.
a) Ubah sifat sampah untuk membuatnya menjadi tidak dikenali.
b) Kurangi volume sampah semaksimal mungkin.
c) Gunakan proses kontrol otomatis yang bisa mengontrol terus menerus,
mencatat dan menutup secara otomatis.
2) Cara penanganan atau pembuangan (atau keduanya) sampah klinis dan
sampah terkait adalah :
a) Membakar sampah dengan menggunakan mesin incinerator.
b) Menghancurkan (dengan memakai disinfektan dalam gelombang
mikro, bahan kimia atau pemanasan kering).
c) Membasahi dan memanaskan kering.
d) Pengawasan tempat pembuangan.
3) Para kontraktor harus mencari informasi dari pembuat aturan mengenai
masalah pembuangan karena tidak semua proses penanganan sampah
sesuai dengan tiap kategori sampah.
32
e. Penanganan Sampah Klinis
33
JENIS CARA PEMBUANGAN
dan ditandai sebagai sampah cytotoxic.
- Semua sampah cytotoxic dibuang dengan cara dibakar.
5. Sampah Umum - Semua sampah yang tidak termasuk dalam kategori
tersebut diatas dibuang dalam kantong sampah plastik
warna hitam.
- Bila penuh, kantong itu ditutup rapat dan dibuang ke
area pembuangan sampah umum.
- Pembuangannya melalui tempat pembuangan
(dipendam di tanah).
34
P. PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN INFEKSI UNTUK STAF BAGIAN GIZI
1. Tujuan:
Mencegah jangan sampai makanan yang terkontaminasi tersajikan kepada pasien
dan staf.
2. Pedoman Kerja Ini Ditunjukan Untuk:
Semua staf pelayanan Bagian Gizi
3. Pendahuluan
Keracunan makanan dapat terjadi pada siapa saja. Gejalanya (biasanya diare
dan/atau muntah-muntah, sakit perut dan mual-mual) biasanya terjadi lebih
parah pada kalangan orang lanjut usia, anak kecil dan pada orang dengan kondisi
medis tertentu yang pernah diderita sebelumnya. Pada kasu-kasus ekstrim,
keracunan makanan ini dapat berakhir dengan kematian.
Tehnik penyiapan dan penanganan makanan yang buruk biasanya menjadi sumber
utama penyakit saluran pencernaan. Penyimpanan makanan yang baik,
penanganan dan penyiapan makanan yang juga baik dapat mengurangi dan
bahkan dalam beberapa kasus dapat menghapus resiko keracunan makanan. Cara
memasak yang tidak memadai atau proses pemanasan kembali masakan dapat
menambah resiko timbulnya penyakit yang disebabkan oleh makanan. Makanan
yang disimpan dalam jangka waktu lama dengan suhu yang kondusif untuk
tumbuhnya bakteri (diketahui sebagai wilayah suhu berbahaya antara 50 C dan
600C) dikenali sebagai sumber penyakit yang disebabkan oleh makanan.
Kebersihan diri dari orang-orang yang menangani makanan adalah hal yang sangat
penting karena bakteri dapat berpindah dari orang yang mengolah makanan ke
makanan itu sendiri dan kontak dengan permukaan makanan selama penyiapan
makanan.
4. Sumber-sumber potensial keracunan makanan
35
Makanan Peralatan Penanganan Makanan
Menggunakan makanan dibersihkan menjadi dipanasi lagi akan
mentah beresiko tinggi tempat berkumpulnya membuat makanan
dalam minuman, cairan dan kotoran. terkontaminasi dengan
mayonnaise dan Membersihkan mikroba endogen.
sebagainya, misalnya peralatan kain-kain lap, Tidak memakai topi dan
menggunakan telur pel, tea towels dapat penutup janggut akan
mentah. menyebabkan membuat makanan
kontaminasi silang jika kemasukan rambut.
tidak dilakukan dengan Bekerja di dapur pada
benar. saat staf tersebut sedang
Kardus, kantong- mengalami diare dan
kantong hessian dan muntah-muntah atau
jerami membawa tanah, gangguan pernafasan
mikroba dan serangga akan secara potensial
ke dalam dapur. membuat makanan
terkontaminasi.
Fasilitas mencuci tangan
yang tidak memadai
akan membuat orang
tidak terdorong mencuci
tangan dengan benar
5. PencegahanStandar
Semua darah dan cairan tubuh lain harus diperlakukan sebagai sumber infeksi
yang potensial. Untuk hal ini sarung tangan harus dikenakan oleh staf bagian gizi
saat menangani piring dan cangkir serta peralatan makan yang habis dipakai.
Peralatan yang kotor harus terlebih dulu ditempatkan langsung dalam bak cuci
piring untuk disanitasi.
Staf yang memiliki luka atau lecet-lecet pada tangannya harus dipastikan agar
yang bersangkutan telah mengenakan plester kedap air untuk lesi yang dimiliki,
yang bersifat tahan air–selain itu harus mengenakan sarung tangan setiap saat.
6. Petunjuk Perlindungan Terhadap Makanan
Agar tetap hidup dan berkembang biak bakteri memerlukan kondisi sebagai
berukut :
a) Nutrisi
b) Air
c) Suhu yang tepat–bakteri akan menggandakan diri pada suhu antara 50C–600C.
d) Nilai Ph
e) Waktu
f) Tersedianya oksigen
Secara alamiah, semua makanan mengandung nutrisi dan air. Oleh karena itu
untuk mencegah pertumbuhan bakteri, orang yang menangani makanan harus
mengendalikan suhu makanan. Bakteri yang secara normal dapat dijumpai pada
makanan tertentu tidak dapat tumbuh dan menggandakan diri jika makanan
didinginkan dibawah 40C atau dipanaskan diatas 600C.
7. Petunjuk Pelaksanaan :
KEBIJAKAN
RINCIAN PELAKSANAAN
TERKAIT
Penyimpanan Semua makanan yang cepat membusuk
yang sekarang tidak sedang diolah
harus disimpan pada suhu dibawah 50C.
36
KEBIJAKAN
RINCIAN PELAKSANAAN
TERKAIT
1. Makanan mentah disimpan
dibawah makanan matang untuk
mencegah tetesan yang bisa
menimbulkan kontaminasi.
2. Semua makanan ditutup untuk
mencegah bahan asing masuk.
3. Semua makanan beku disimpan
pada suhu –180C.
4. Makanan mentah dan matang
dipisahkan setiap saat.
5. Semua makanan beku diberi label
dan diberi tanggal kapan akan
digunakan.
6. Semua makanan yang sudah siap
seperti salad dan sandwiches
perlu diberi label tanggal
persiapannya.
38
KEBIJAKAN
RINCIAN PELAKSANAAN
TERKAIT
makanan yan telah dipanaskan dengan
memakai thermometer.
39
KEBIJAKAN
RINCIAN PELAKSANAAN
TERKAIT
tidak digunakan lagi.
4. Semua peralatan yang disimpan
untuk menyiapkan makanan perlu
diletakkan dalam posisi terbalik
untuk mencegah pengumpulan
kotoran dan/atau partikel makanan.
Q. KEGIATAN LAIN
1. Menyusun SOP PPI di Rumah Sakit Gotong Royong.
2. Melakukan koordinasi dengan unit kerja terkait, menetapkan upaya/program
pencegahan infeksi nosokomial unit kerja.
3. Memantau pelaksanaan :
a. Surveilans infksi nosokomial secara aktif dan terus menerus pada Px rawat
inap (IV, ILO, ISK).
b. Pelaksanaan kewaspadaan universal.
c. Sterilisasi.
4. Memantau pelaksanaan upaya pencegahan infeksi nosokomial dan evaluasi hasil
pemeriksaan sarana/peralatan yang berkaitan dengan infeksi nosokomial di unit
kerja Rumah Sakit Gotong Royong bila perlu ditindak lanjuti.
5. Melaksanakan pengembangan dan pendidikan PPI bagi staf PPI dan staf RS yang
lain, di dalam maupun diluar Rumah Sakit Gotong Royong
6. Menyebarluaskan informasi hal-hal yang berkaitan dengan infeksi nosokomial,
melalui program sosialisasi dan orientasi PPI kepada karyawan baru Rumah Sakit
Gotong Royong.
7. Melaksanakan pertemuan berkala rapat kerja sesuai jadwal yang telah disepakati :
a. Komite PPI
b. Pelaksana Harian PPI unit kerja.
c. Komite PPI dengan komite Medik.
8. Menyusun rencana anggaran, program dan kegiatan Komite PPI sesuai tahun
anggaran Rumah Sakit Gotong Royong.
9. Membuat kesepakatan tentang pedoman penggunaan antibiotik di Rumah Sakit
Gotong Royong melalui kerjasama dengan unit laboratorium dan panitia Farmasi
dan Terapi.
10. Menyusun pedoman penggunaan antiseptik & desinfektan di Rumah Sakit Gotong
Royong melalui kerjasama dengan unit Farmasi.
11. Menyusun laporan kegiatan Komite PPI kepada Direktur Rumah Sakit melalui
komite medik sesuai jadwal.
12. Seluruh kegiatan tentang sterilisasi di sentralkan ke unit sterilisasi di OK.
R. SASARAN
Yang dimaksud dengan sasaran di sini adalah seluruh satuan kerja baik unit maupun
pelayanan di Rumah Sakit Gotong Royong yang terkait dengan infeksi RS. Meliputi :
1. Departemen Rawat Inap
2. Departemen Rawat Jalan
a. Unit Rawat jalan spesialis dan umum.
b. Departemen Gawat darurat
3. Departemen Bedah (Unit Kamar Operasi)
4. Departemen Laboratorium
5. Departemen Farmasi.
6. Pelayanan sentral farmasi
7. Komite K-3
40
8. Laundry/Pencucian
9. Departemen Radiologi
Unit kerja seperti tersebut di atas, bertanggung jawab kepada Direktur Rumah
Sakit untuk itu masing-masing unit/pelayanan tersebut mempunyai pedoman
kerja tersendiri, upaya/prsedur pencegahan infeksi nosokomial menjadi salah
satu dalam cakupan kegiatannya.
41
BAB IX LOGISTIK
42
BAB X KESELAMATAN PASIEN
43
langkahagarKTDyangserupa tidakterulang kembali
c. Sebagaidasaranalisisuntukmendesainulangsuatusistemasuhanpelayananpasie
n menjadilebihaman
d. Menurunkanjumlahinsiden keselamatan pasien(KTDdanKNC)
e. Meningkatkanmutu pelayanan dan keselamatanpasien
2. Rumah Sakitmewajibkan agarsetiap insiden keselamatan pasien dilaporkan
kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
3. Laporan insiden keselamatan pasien diRSbersifat:
a. Non punitive (tidakmenghukum)
b. Rahasia
c. Independen
d. Tepatwaktu
e. Berorientasipadasistem
4. Pelaporan insidenkeselamatanpasienmenggunakanlembarLaporanInsiden
Keselamatan PasienyangberlakudiRS dandiserahkankepada Komite
KeselamatanPasienRS. Bagian/unitmencatatkejadian IKP di buku pencatatan IKP
masing-masing.
5. Laporan insiden keselamatan pasien tertulis secara lengkap diberikan kepada
komite keselamatan pasien dalamwaktu :
a. 1 x 24 jamuntuk kejadian yang merupakan sentinelevents
(berdampakkematianatau kehilangan fungsimayorsecarapermanen).Apabila
pelaporansecara tertulisbelum siap,pelaporanKTDdapatdisampaikan secara
lisan terlebih dahulu.
b. 2 x 24 jam untuk kejadian yang berdampak klinis/konsekuensi/keparahan
tidak signifikan, minor, dan moderat.
6. Tindaklanjutdaripelaporan:
a. Tingkatrisikorendahdanmoderat:investigasisederhanaolehbagian/unityang
terkaitinsiden(5W:what,who,where,when,why).
b. Tingkat risikotinggidan ekstrim: RootCause Analysis (RCA)yang dikoordinasi
oleh komite keselamatan pasien.
7. Bilainsidenkeselamatanpasienyangterjadimempunyaitingkatrisikomerah(ekstrim
) makakomitekeselamatan pasiensegeramelaporkankejadian
tersebutkepadadireksiRS
8. Bilainsidenkeselamatanpasienyangterjadimempunyaitingkatrisikokuning(tinggi)
makakomitekeselamatan pasiensegeramelaporkankejadian
tersebutkepadaDireksiRS.
9. Komite Keselamatan Pasien RS melakukan rekapitulasi laporan insiden
keselamatan pasien dan analisisnya setiaptiga bulan kepadadireksiRS
44
J. ANALISIS AKAR MASALAH
1. Dalam rangkameningkatkanmutudankeselamatanpasien,RS menerapkan
metoderootcauseanalysis(RCA)atauanalisaakarmasalah,yaitu suatu kegiatan
investigasiterstrukturyang bertujuanuntuk
melakukanidentifikasipenyebabmasalah dasardanuntukmenentukan tindakan
agarkejadian yangsama tidakterulang kembali.
2. RCAdilakukanpadainsidenmediskejadian nyariscedera dan KTDyang sering terjadi
diRS.
3. RCAdilakukan padasetiap kejadian sentinelevents.
4. Insidenkeselamatanpasienyang dikatagorikansebagailevel tinggidanekstrim
diselesaikandalamkurunwaktupaling lama45haridandibutuhkantindakansegera
yang melibatkan Direksi.
5. Agarpenemuanakarmasalah danpemecahanmasalahmengarahpadasesuatuyang
benar,makaperludibentuk timRCAyang berunsurkan:dokteryangmempunyai
kemampuandalam melakukanRCA,unsurkeperawatan,danSDM lainyang terkait
denganjenisinsiden keselamatan pasien yangterjadi.
6. DalammelakukanRCAlangkahlangkahyangdiambiladalahmembentuktimRCA,
observasi lapangan, pendokumentasian,wawancara, studi pustaka, melakukan
asesmen dan diskusiuntukmenentukan faktorkontribusidan akarmasalah.
7. HasiltemuandariRCAditindaklanjuti,direalisasidandievaluasiagarkejadianyang
sama tidakterulang kembali.
45
BAB XI KESELAMATAN KERJA
D. SANITASI RS
1. Penatalaksanaan Ergonomi
2. Pencahayaan
3. Pengawaan dan pengaturan udara
4. Suhu dan kelembaban
5. Penyehatan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman
6. Penyehatan air
7. Penyehatan tempat pencucian
47
BAB XII PENGENDALIAN MUTU
c. Infeksi Pneumonia
Angka infeksi pneumonia krn terpasang ventilator x 100%
Total Pasien yang terpasang ventilator dalam satu bulan
49
BAB XIII PERTEMUAN/ RAPAT
A. PENGERTIAN
Rapat merupakan suatu pertemuan yang terdiri dari beberapa orang yang memiliki
kepentingan dan tujuan yang sama untuk membicarakan atau memecahkan suatu
masalah tertentu.
B. TUJUAN
1. Umum :
Melaksanakan komunikasi internal Komite PPI untuk me-review kegiatan,
menindaklanjuti program dan melakukan evaluasi serta introspeksi segala bentuk
kegiatan layanan yang telah berjalan dalam pelaksanaan kerja di Rumah Sakit
Khusus :
a. Dapat menggali segala permasalahan terkait dengan pemberian pelayanan di
Komite PPI
b. Dapat mencari pemecahan permasalahan dan pengembangan Unit terkait
dengan pelayanan PPI.
c. Menindaklanjuti pelaksanaan program yang belum dan sudah berjalan.
C. KEGIATAN RAPAT
Rapat dilakukan dan diadakan oleh Komite K3RS yang dipimpin oleh Ketua Komite PPI
dan diikuti oleh seluruh staf. Rapat yang diadakan ada 2 macam yaitu :
1. Rapat Terjadwal :
Rapat terjadwal merupakan rapat yang diadakan setiap bulan 1 kali dengan
perencanaan yang telah dibuat selama 1 tahun dengan agenda rapat yang telah
ditentukan 1 minggu sebelum pelaksanaan rapat
2. Rapat Tidak Terjadwal :
Rapat tidak terjadwal merupakan rapat yang sifatnya insidentil untuk membahas
atau menyelesaikan permasalahan di Komite PPI dikarenakan adanya
permasalahan yang ditemukan bersifat insiden.
D. DOKUMENTASI
Hasil rapat dibuatkan suatu notulen, yang berfungsi sebagai dokumentasi dari
pelaksanaan rapat yang sudah terselenggara dan sebagai perencanaan program yang
akan dijalankan berikutnya. Notulen rapat yang berhubungan dengan eksternal
Komite PPI segera diinformasikan ke Unit/unit terkait.
50
BAB XIV PELAPORAN
A. MONITORING
1. Monitoring dilakukan oleh (IPCN/Infection Prevention and Control Nurse) dan
IPCLN.
2. Dilakukan setiap hari dalam hal pengumpulan data untuk surveilans
mempergunakan check list.
3. Ada formulir bantu surveilans.
B. EVALUASI
1. Dilakukan oleh Komite PPIRS dengan frekuensi minimal setiap bulan.
2. Evaluasi oleh Komite PPI minimal setiap bulan.
C. LAPORAN
1. Membuat laporan tertulis kepada Direktur Rumah Sakit setiap bulan.
2. Membuat Laporan rutin : harian, mingguan, bulanan, 3 bulan, 6 bulan, tahun,
maupun insidentil atau KLB.
51
BAB IX PENUTUP
Pedoman kerja Komite PPI Rumah Sakit Gotong Royong telah disusun dan ditetapkan
sebagai acuan dan pedoman bagi staf dan anggota Komite PPI dalam melaksanakan
pencegahan dan penanggulangan infeksi di Rumah Sakit Gotong Royong.
Pedoman ini merupakan pokok-pokok pemikiran yang perlu dijabarkan/ dikembangkan,
agar dapat dijadikan pegangan oleh semua petugas unit kerja Rumah Sakit Gotong Royong
yang terkait.
Guna mewujudkan maksud tersebut pedoman dilengkapi dengan SPO PPI Rumah Sakit
Gotong Royong, dengan harapan unit kerja dapat melaksanakan sesuai dengan Visi, Misi,
Falsafah dan Tujuan.
Hal ini akan menunjang upaya pencegahan dan penanggulangan infeksi Rumah Sakit pada
umumnya, sehingga dapat meningkatkan efisiensi pelayanan, pengurangan hari
perawatan serta sarana dan biaya rumah sakit.
Tidak kalah pentingnya adalah pengendalian penggunaan obat antibiotik sesuai
standar/jenis antibiotik yng digunakan di Rumah Sakit Gotong Royong. Hal ini mengingat
adanya resistensi obat antibiotika yang makin meningkat, diharapkan dengan adanya
kebijakan obat antibiotika di Rumah Sakit Gotong Royong, akan terjadi penurunan angka
resistensi kuman secara nyata.
Pedoman dapat diperbaiki sesuai kebutuhan dan perkembangan di Rumah Sakit Gotong
Royong. Untuk itu diharapkan partisipasi semua pihak bagi penyempurnaannya. Harapan
kami semoga pedoman ini dapat menjadi salah satu sarana bagi Rumah Sakit Gotong
Royong dalam upaya meningkatkan kinerja layanan melalui kinerja Komite PPI.
Semoga Tuhan senantiasa memberkati dan menyertai pelayanan kita, Rumah Sakit Gotong
Royong.
dr. Suwarni
52
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI: Dirjend Pelayanan Medik Spesifik 2001. Pedoman Pencegahan dan
penanggulangan infeksi di Rumah Sakit.
53