Anda di halaman 1dari 10

How does sensory brand experience influence brand equity?

Considering the roles of customer satisfaction, customer affective


commitment, and
 employee empathy

(REVIEW JURNAL ILMIAH DAN DEFINING OF BRAND EQUITY)

I. REVIEW JURNAL ILMIAH

How does sensory brand experience


influence brand equity? Considering the
roles of customer satisfaction, customer
affective commitment, and
 employee
empathy
a b c
Oriol Iglesias , Stefan Markovic , Josep Rialp

a Marketing Department, ESADE – Universitat Ramon Llull, Av. Torre Blanca 59,
08172 Sant Cugat del Vallès (Barcelona), Spain.

b Department of Marketing, Copenhagen Business School, Solbjerg Plads 3, 2000
Frederiksberg, Denmark.

c Department of Business, School of Business and Economics, Edifici B, Universitat
Autònoma de Barcelona, Campus UAB, 08193 Bellaterra (Barcelona), Spain.

Latar Belakang Masalah


Dalam lingkungan bisnis yang semakin kompetitif, saling berhubungan, dan
transparan, merek harus menawarkan pengalaman yang mengesankan bagi
pelanggan mereka jika mereka ingin membedakan diri mereka sendiri dan
membangun posisi kompetitif yang solid (Berry, Carbone, & Haeckel, 2002; Pine
& Gilmore, 1998; Schmitt, 1999). Tantangan ini sangat relevan di sektor layanan
(misalnya, Markovic, Iglesias, Singh, & Sierra, 2018) karena sifat khas dari suatu
layanan (yaitu, tidak berwujud, heterogen, dapat dipisahkan, dan mudah rusak)
(Berry, 1980; Zeithaml, Parasuraman, & Berry, 1985), dan banyak titik sentuh yang
ada antara layanan merek dan pelanggan mereka (Grönroos, 2006). Pengalaman
merek yang menguntungkan meningkatkan kepuasan pelanggan, meningkatkan
komitmen afektif pelanggan, meningkatkan kualitas hubungan merek-pelanggan,
dan memperkuat ekuitas merek (misalnya, Brakus, Schmitt, & Zarantonello, 2009;
Iglesias, Singh, & Batista-Foguet, 2011; Lin, 2015; Yao, Wang, & Liu, 2013).

Dalam membangun sensory brand experience yang menguntungkan sangat penting


dalam pengaturan layanan untuk memperkuat posisi kompetitif merek dan
ekuitasnya. Namun, sedikit penelitian empiris ada di bidang ini. Selain itu, dan yang
mengejutkan, sebagian besar penelitian tentang sensory brand experience
mengabaikan pentingnya karyawan. Artikel ini membahas kekurangan yang
dibahas di atas dalam literatur saat ini dengan menyelidiki efek pengalaman merek
sensorik pada ekuitas merek di industri perbankan, mempertimbangkan peran
kepuasan pelanggan, komitmen afektif pelanggan, dan empati karyawan. Data
dikumpulkan di Spanyol, melalui panel online yang terdiri dari 1.739 pelanggan.
Pemodelan persamaan struktural melalui kuadrat terkecil parsial digunakan untuk
secara simultan menguji hubungan yang dihipotesiskan.

Tujuan Penelitian
Studi ini dilakukan bertujuan untuk menyelidiki pengaruh sensory brand
experience terhadap brand equity di industri perbankan, melalui kepuasan
pelanggan dan komitmen afektif pelanggan. Selain itu juga untuk menguji apakah
empati karyawan memoderasi dampak sensory brand experience pada kepuasan
pelanggan dan komitmen afektif pelanggan.

Perumusan Masalah
1. Apakah Sensory brand experience memiliki efek positif pada brand equity,
customer affective commitment dan customer satisfaction?
2. Apakah semakin besar employee empathy, semakin kuat pengaruh sensory brand
experience pada customer affective commitment dan customer satisfaction?
3. Apakah Customer satisfaction memiliki efek positif pada customer affective
commitment dan brand equity?

2
4. Apakah Customer affective commitment memiliki efek positif pada brand
equity?

Metode Penelitian
Subyek Penelitian
Pengumpulan data dilakukan di Spanyol pada 2016, menggunakan panel pelanggan
online untuk industri perbankan. Semua negara bagian Spanyol diwakili dalam
sampel. Mengenai metode prosedur pengambilan sampel, sampling non-
probabilistik dengan kuota diimplementasikan. Kuota yang ditetapkan dalam
variabel sosio-demografis merupakan representasi populasi Spanyol.

Teknik Pengumpulan Data


Responden menjawab beberapa pertanyaan pemfilteran yang membuktikan
keterlibatan mereka dalam penggunaan layanan perbankan. Pendekatan ini
menghasilkan sampel 1739 pelanggan, yang usianya berkisar antara 18 hingga 65,
dengan usia rata-rata 40,46, usia rata-rata 40, dan 50,1% responden adalah
perempuan. 30% responden memiliki status sosial menengah-tinggi/tinggi, status
sosial sedang 51,1%, dan status sosial sedang-rendah-rendah. Tabel 2
menggambarkan profil sampel secara rinci, termasuk distribusi responden di
seluruh negara bagian Spanyol.

Alat Pengumpulan Data


Kuisioner didasarkan pada konstruk yang diukur menggunakan dan mengadaptasi
item skala yang ada dalam literatur (Tabel 1). Semua tanggapan dicatat dengan
menggunakan skala Likert 7 poin ordinal, yang berkisar dari "sangat tidak setuju"
hingga "sepenuhnya setuju." Proses penerjemahan ganda-buta diterapkan pada
kuesioner untuk menerjemahkan barang-barang ke dalam bahasa Spanyol. Selain
itu, kuesioner diuji coba dalam dua cara. Pertama, untuk menghindari potensi salah
tafsir oleh responden, 3 profesor dan 3 praktisi dari bidang manajemen merek dan
pengalaman merek diminta untuk menilai kecukupan pertanyaan dari sudut

3
pandang konseptual, dan cara mereka ditempatkan. Kedua, 10 responden target
diminta untuk mengevaluasi kemudahan pemahaman kuesioner.

Hipotesis

H1. Sensory brand experience memiliki efek positif pada brand equity.
H2. Sensory brand experience memiliki efek positif pada customer affective commitment.
H3. Sensory brand experience memiliki efek positif pada customer satisfaction.
H4. Semakin besar employee empathy, semakin kuat pengaruh sensory brand experience
pada customer affective commitment.
H5. Semakin besar employee empathy, semakin kuat efek sensory brand experience pada
customer satisfaction.
H6. Customer satisfaction memiliki efek positif pada customer affective commitment.
H7. Customer satisfaction memiliki efek positif pada brand equity.
H8. Customer affective commitment memiliki efek positif pada brand equity.

Analisis Data

4
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pemodelan persamaan struktural melalui
partial least square (PLS-SEM) untuk secara simultan menguji hubungan yang
dihipotesiskan dalam perangkat lunak Smart PLS 3.0. PLS-SEM adalah prosedur
estimasi berbasis varians yang didasarkan pada serangkaian regresi berganda dan
estimator kuadrat terkecil biasa. Prosedur ini merupakan algoritma iteratif yang
pertama-tama memecahkan blok-blok model pengukuran, dan kemudian
memperkirakan koefisien jalur dalam model struktural. Beberapa sarjana
berpendapat bahwa PLS-SEM adalah prosedur yang cocok untuk menguji model
kompleks dan hubungan kompleks antara konstruksi (misalnya, Chin, Marcolin, &
Newsted, 2003; Eggert, Ulaga, & Schultz, 2006; Henseler, Ringle, & Sinkovics,
2009 ; Sarkar, Echambadi, & Harrison, 2001).

Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan hasil penelitian dan setelah dilakukan pengolahan data menggunakan
perangkat lunak Smart PLS 3.0. diperoleh bahwa pada tingkat signifikansi 0,05,
nilai estimasi koefisien jalur secara empiris mendukung semua efek langsung yang
merupakan bagian dari model hipotesis, kecuali efek langsung dari pengalaman
merek sensorik pada ekuitas merek (β1 = −0.01; p = 0,628). Secara khusus,
pengalaman merek sensorik memiliki efek positif dan langsung pada komitmen
afektif pelanggan (β2 = 0,35; p = 0,000) dan kepuasan pelanggan (β3 = 0,29; p =
0,000), yang secara empiris mendukung H2 dan H3, masing-masing. Selain itu,
kepuasan pelanggan memiliki pengaruh positif dan langsung pada ekuitas merek
(β7 = 0,52; p = 0,000) dan komitmen afektif pelanggan (β6 = 0,55; p = 0,000), yang
pada gilirannya memiliki dampak positif dan langsung pada ekuitas merek (β8 =
0,41; p = 0,000), dengan demikian secara empiris masing-masing mendukung H7,
H6, dan H8. Akhirnya, meskipun empati karyawan tidak mempengaruhi hubungan
antara pengalaman merek sensorik dan komitmen afektif pelanggan (β4 = 0,01; p =
0,278), empati karyawan tersebut memiliki efek langsung negatif pada hubungan
antara pengalaman merek sensorik dan pelanggan. kepuasan pelanggan (β5 =
−0.02; p = 0.001). Jadi, sementara H4 tidak didukung secara empiris, H5 signifikan
secara statistik dengan tanda negative.

5
Berdasarkan data yang dikumpulkan melalui panel 1739 pelanggan, model
struktural dihipotesiskan diuji menggunakan path analysis. Hasil menunjukkan
bahwa sensory brand experience memiliki dampak tidak langsung positif pada
brand equity, melalui kepuasan pelanggan dan komitmen afektif pelanggan.
Kepuasan pelanggan secara positif mempengaruhi komitmen afektif pelanggan, dan
empati karyawan memoderasi hubungan antara sensory brand experience dan
kepuasan pelanggan.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kontribusi teoretis dan implikasi manajerial
sebagai berikut:

1. Kontribusi Teoritis
 Secara umum, penelitian ini berkontribusi pada literatur dengan memajukan
pengetahuan tentang proses pembentukan brand equity, yang sangat relevan dan
membutuhkan perhatian akademik lebih lanjut dalam pengaturan layanan.
 Secara khusus, penelitian ini berkontribusi pada literatur dengan menunjukkan
bahwa efek langsung dari pengalaman merek sensorik pada ekuitas merek tidak
signifikan dalam konteks layanan perbankan. Temuan ini menarik dan relevan,
karena penelitian sebelumnya menemukan bahwa efek langsung dari
pengalaman merek sensorik pada ekuitas merek signifikan dalam konteks
layanan lain - termasuk layanan katering dan industri penerbangan. Ini konsisten
dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa evaluasi pelanggan
terhadap pengalaman merek dan respons emosional mereka adalah kunci untuk
membangun brand equity.
 Penelitian ini menunjukkan bahwa, dalam industri perbankan, kepuasan
pelanggan dengan merek memiliki efek positif pada komitmen afektif pelanggan
terhadap merek, yang pada gilirannya berpengaruh positif terhadap brand equity.
 Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tingkat tinggi komitmen afektif
pelanggan mungkin sangat relevan dalam konteks layanan karena layanan tidak

6
berwujud dan heterogen dan tugas memberikan pengalaman kualitas homogen
lebih menantang daripada di bidang produk / barang.
 Kontribusi teoritis kunci lain dari penelitian ini adalah empati karyawan secara
negatif memoderasi hubungan antara pengalaman merek sensorik dan kepuasan
pelanggan.
 Secara keseluruhan, penelitian ini lebih lanjut memperkuat peran yang relevan
bahwa dimensi sensorik pengalaman merek bermain dalam konteks layanan dan
khususnya dalam industri perbankan dalam melengkapi dan memperkaya
penilaian kinerja layanan oleh pelanggan, terutama ketika ada variabilitas kinerja
karyawan karena kurangnya empati.
 Penelitian ini belum menemukan bukti empiris untuk mendukung efek moderasi
empati karyawan pada hubungan antara pengalaman merek sensorik dan
komitmen afektif pelanggan. Ini berarti bahwa isyarat sensorik positif dapat
menimbulkan respons emosional yang kuat dan cepat, dan dengan demikian
tingkat komitmen afektif pelanggan yang lebih tinggi, yang tidak bergantung
pada evaluasi tingkat empati karyawan.

2. Implikasi manajerial
 Merek-merek dalam industri perbankan semakin banyak memindahkan bagian
yang relevan dari operasinya ke saluran online untuk memberikan pengalaman
yang lebih sederhana, lebih cepat, dan lebih nyaman bagi pelanggan mereka.
Namun, secara paralel, beberapa merek ini juga berinvestasi secara signifikan
dalam meningkatkan pengalaman di sejumlah cabang yang lebih selektif.
 Apabila merek perbankan ingin meningkatkan ekuitas mereka, mereka juga
harus berinvestasi dalam merancang pengalaman merek sensorik yang unggul.
Oleh karena itu, manajer harus memberikan perhatian khusus pada antarmuka
merek-pelanggan visual, laboratorium dan penciuman, untuk menyesuaikan atau
mendesain ulang mereka untuk memenuhi kebutuhan pelanggan secara efektif.
Meningkatkan pengalaman sensorik pelanggan dengan merek sangat penting
dalam industri perbankan, karena dapat meningkatkan tingkat kepuasan
pelanggan dan komitmen afektif pelanggan, yang pada gilirannya cenderung
meningkatkan brand equity.

7
 Merek dalam industri perbankan juga harus memanfaatkan potensi musik dan
wewangian untuk membangun ekosistem isyarat indera yang mampu
menciptakan suasana dan pengalaman yang lebih menyenangkan.
 Dalam hal ini, manajer dalam industri jasa harus memahami bahwa merancang
dan mengatur pengalaman merek sensorik yang unggul dapat mengimbangi dan
mengatasi variabilitas tingkat layanan pelanggan yang diperoleh, misalnya, dari
heterogenitas empati karyawan ketika berinteraksi dengan pelanggan.

Saran
Terlepas dari kontribusi teoritis dan implikasi manajerialnya, penelitian ini juga
memiliki beberapa keterbatasan dan perlu dilakukan perbaikan pada penelitian di
masa yang akan datang, yakni:
 Studi ini terbatas pada industri perbankan, dan oleh karena itu validitas
eksternal dari temuan adalah masalah. Penelitian di masa depan harus
mereplikasi penyelidikan ini dan memperluas keragaman pengaturan layanan
dalam sampel untuk menemukan apakah hasilnya konsisten di seluruh sektor
layanan.
 Batasan kedua adalah karena sampel hanya mewakili populasi target Spanyol.
Oleh karena itu, generalisasi hasil menjadi perhatian. Studi selanjutnya harus
mencakup survei dari negara lain. Mengevaluasi pengalaman sensorik dari
negara-negara dengan budaya yang berbeda akan lebih menarik.
 Penelitian di masa depan dapat mencoba untuk memahami dari perspektif
omni-channel dampak dari pengalaman merek sensorik offline pada
menghasilkan word-of-mouth positif di lingkungan online.
 Penelitian di masa depan disarankan dapat memperluas model artikel ini
dengan memeriksa apakah loyalitas merek berkinerja baik sebagai konsekuensi
dari brand equity.

8
II. DEFINING OF BRAND EQUITY

Dalam jurnal imilah tersebut diperoleh berberapa definisi brand equity yang
dikemukakan menurut para ahli sebagai berikut:

 Brand Equity adalah salah satu konstruksi paling penting dalam bidang
manajemen merek, baik dari perspektif akademik dan manajerial (Yang,
Liu, & Li, 2015).

 Brand Equity secara tradisional didefinisikan sebagai “seperangkat aset dan


kewajiban merek yang dikaitkan dengan merek, nama, dan simbolnya, yang
menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu produk atau
layanan kepada perusahaan dan atau kepada pelanggan perusahaan itu”
(Aaker, 1991, hlm. 15).

 Brand Equity sebagai aset berbasis pasar relasional yang dihasilkan melalui
interaksi dan hubungan antara merek dan pelanggan mereka. Hal ini
dikonseptualisasikan oleh beberapa sarjana (misalnya, Davcik, Vinhas da
Silva, & Hair, 2015; Hooley, Greenley, Cadogan, & Fahy, 2005; Srivastava,
Fahey, & Christensen, 2001).

Berdasarkan ketiga definisi tersebut dapat dikatakan bahwa brand equity


merupakan seperangkat aset yang merupakan konstruksi paling penting dalam
bidang manajeman merek, yang dapat menambah atau mengurangi nilai yang
diberikan oleh suatu produk atau layanan kepada perusahaan dan atau kepada

9
pelanggan perusahaan. Selain itu sebagai aset berbasis pasar relasional yang
dihasilkan melalui interaksi dan hubungan antara merek dan pelanggannya.

DAFTAR PUSTAKA

Kotler, Philip and Kevin Lane Keller, (2015): Marketing Management, 15th Edition
New Jersey: Pearson Pretice Hall, Inc.

Iglesias, O., Markovic, S., & Rialp, J. (2019). How does sensory brand experience
influence brand equity? Considering the roles of customer satisfaction,
customer affective commitment, and
 employee empathy. Journal of
Business Research Volume 96, March 2019, Pages 343-354.
https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2018.05.043

10

Anda mungkin juga menyukai