Anda di halaman 1dari 9

I.

Experiential Marketing

a. Definisi

Experiential marketing adalah proses pemasaran yang melibatkan

pelanggan dengan memberikan pengalaman mendalam atas produk atau merek

(Patrick & Adeosun, 2003). Experiential marketing adalah pemasaran suatu produk

atau layanan melalui pemberian pengalaman bagi pelanggan, sehingga dalam

prosesnya pelanggan menjadi terlibat secara emosional dan terhubung dengan suatu

produk atau merek (Mathur, 1971). Schmitt (1999) mendefinisikan experiential

marketing sebagai pemasaran yang memungkinkan pelanggan mengenali dan

melakukan pembelian suatu barang atau jasa setelah pelanggan mendapatkan

rangsangan dari pengalaman penggunaan produk atau jasa tersebut. Schmitt (1999)

menjelaskan bahwa experiential marketing yang efisien terwujud ketika terdapat

usaha untuk menumbuhkan dan memelihara ikatan antara pelanggan dengan

produk atau merek tertentu. Experiential marketing merupakan proses pelanggan

individu untuk merasakan stimulasi tertentu dan memotivasi pelanggan untuk

melakukan pembelian dan menghasilkan pemikiran setelah pelanggan mengamati

dan berpartisipasi dalam kegiatan tertentu (Yeh, Chen, & Chen, 2019).

Berdasarakan beberapa definisi experiential marketing, dapat disimpulkan

bahwa experiential marketing merupakan suatu upaya pemasaran yang berfokus

pada pemberian pengalaman bagi pelanggan untuk memberikan stimulus secara

emosional sehingga pelanggan akan memiliki suatu ikatan dengan produk atau jasa

tertentu. Fokus utama experiential marketing adalah customer experience atau

pengalaman yang dirasakan oleh pelanggan.


b. Dimensi / Komponen

Menurut Schmitt, 2010, terdapat 5 dimensi atau komponen dari experiential

marketing yang juga disebut Strategic Experiential Modules (SEM), antara lain:

1. Sense

Sense merupakan dimensi yang merujuk kepada pengalaman yang dirasakan

melalui 5 indera manusia (Gheorghe, Gheorghe, & Purcărea, 2017). Sense atau

sensory experience merujuk kepada bagaimana pelanggan mendapatkan

persepsi dan informasi melalui penglihatan, suara, aroma, rasa dan sentuhan

(Pham & Huang, 2015).

2. Feel

Feel dapat juga disebut dengan affective experience. Dimensi feel

menitikberatkan kepada relasi emosional pelanggan. Dimensi ini merujuk

kepada bagaimana cara untuk memicu emosi positif dari pelanggan yang

cenderung sulit dikarenakan terdapat berbagai macam budaya pada pelanggan.

Dimensi feel berarti bahwa pelanggan mendapatkan persepsi emosional dan

informasi mengenai perusahaan atau produk tertentu melalui pengalaman

secara langsung.

3. Think

Think dapat diartikan sebagai creative cognitive experiences yang membuat

konsumen mempertimbangkan kembali mengenai perusahaan atau produk dan

jasa yang disediakan. Dimensi think berkaitan dengan elemen kognitif dari

atribut-atribut jasa yang disediakan. Dimensi ini berhubungan dengan stimulus

yang diberikan kepada konsumen sehingga konsumen menyadari perbedaan


antar jasa dan produk, dapat dilihat dari penggunaan teknologi dan hal inovatif

lainnya. Dimensi ini membentuk sebuah pengalaman rasional yang

memungkinkan untuk memperbanyak konsumen melalui pengalaman emosi.

4. Act

Dimensi act merujuk kepada perilaku konsumen. Dimensi ini menggambarkan

hubungan konsumen secara fisik dengan produk atau jasa yang digunakan.

Dimensi act ini berarti tahap menciptakan pengalaman secara fisik untuk

konsumen. Pengalaman secara fisik ini akan memungkinkan konsumen untuk

membangun perilaku jangka panjang dan gaya hidup. Perilaku akan

menunjukkan apa yang dilakukan dan bagaimana dilakukannya.

5. Relate

Dimensi relate berkonsentrasi pada dimensi sosial yang berasal dari

pengalaman. Hal ini berarti bahwa pengalaman memungkinkan konsumen,

melalui proses konsumsi, untuk menjalin hubungan dengan berbagai rekan dan

komunitas. Pengalaman yang dialami akan berkaitan dengan kelompok

referensi atau budaya (Schmitt, 1999). Pengalaman ini akan melampaui tingkat

individu, mengacu pada hubungan dengan orang lain, kelompok, atau

masyarakat. Hubungan dengan orang lain akan membuat konsumen merasakan,

berpikir, dan mengalami sebuah kegiatan. Pengalaman ini akan membuat ikatan

antara individu dengan orang lain dan dengan budaya sosial secara umum.

Berdasarkan 5 dimensi experiential marketing, dapat disimpulkan bahwa kelima

dimensi tersebut dapat digunakan untuk mengukur pengalaman emosi konsumen.

Pengalaman ini didapatkan melalui experience providers (ExPros). Experiential


providers dapat berbentuk komunikasi, visual maupun verbal, kehadiran produk

secara fisik, media elektronik, dan lain sebagainya.

c. Karakteristik Experiential Marketing

Menurut Schmitt (1999) berikut merupakan karakteristik dari experiential

marketing:

a. Pengalaman konsumen harus mengganti nilai-nilai fungsional dari layanan

dengan nilai-nilai sensorik, emosional, kognitif, perilaku dan relasional;

b. Pengalaman bagi konsumen harus disesuaikan dengan konteks sosial-budaya;

c. Konsumen harus dianggap sebagai makhluk yang rasional dan emosional dan

karenanya, pengalaman konsumsi sering dilatarbelakangi oleh emosi, fantasi

dan kreativitas;

d. Metode dan alat bersifat eklektik, artinya bahwa experiential marketing

menawarkan kesempatan untuk mengatasi consumption experiences dari

berbagai perspektif dengan menggunakan metode analitik dan intuitif.


Berikut merupakan perbedaan antara traditional marketing dan experiential

marketing (Maghnati, Ling, & Nasermoadeli, 2012):

Modern Marketing
Traditional Marketing
(Experiential Marketing)
Fitur dan kelebihan dari
Focus Pengalaman konsumen
pelayanan yang diberikan
Definisi yang sempit Konteks terkait konsumsi
Scope mengenai kategori dan socio-kultural yang
pelayanan dan konsumsi lebih luas
The consumer Keputusan rasional dan
Keputusan rasional
model is based on emosional
Marketer’s Eklektik, verbal, visual,
Analitik, verbal, kuantitatif
Approach intuitif

d. Cara Pengukuran

Menurut buku Experiential Marketing oleh Smilansky (2009), pengukuran

experiential marketing dapat dilakukan dengan cara kuantitatif dan kualitatif.

Pengukuran disesuaikan dengan tujuan experiential marketing. Hasil dari

pengukuran experiential marketing dapat berguna sebagai bahan evaluasi. Tabel

berikut merupakan sistem atau mekanisme pengukuran untuk experiential

marketing:

Sistem dan Mekanisme untuk


Kode Tujuan Experiential Marketing
Pengukuran
A Melaksanakan riset pasar 1. Mencatat setiap
(memperoleh informasi mengenai pertanyaan, saran dan
opini pelanggan mengenai produk umpan balik dari
dan competitor produk) pelanggan
2. Melakukan survey yang
berisi pertanyaan
(kuantitatif maupun
kualitatif)
B Mendorong pemasaran dari mulut- 1. Jumlah interaksi
ke-mulut 2. Mengamati jumlah referral
dari pelanggan lain
C. Meningkatkan kesadaran 1. OTS
pelanggan mengenai produk 2. Distribusi data
D. Mendorong trial produk Jumlah produk yang dicobakan
E. Mendemonstrasikan fitur dan Jumlah produk yang
kelebihan produk didemonstrasikan
F. Capture data Jumlah data entry yang di capture
G. Meningkatkan traffic pada website Membandingkan jumlah yang
berinteraksi dengan website pada
saat ini dengan waktu sebelumnya
H. Mendorong word-of-web Jumlah orang yang membagikan
pengalaman online mereka kepada
orang lain
I. Meningkatkan penjualan 1. Jumlah barang yang
terjual/jasa yang
digunakan
2. Jumlah kode/voucher
penjualan yang telah
diklaim.
J. Meningkatkan customer 1. Mengamati perilaku
loyalty/meningkatkan hubungan pelanggan
brand dengan pelanggan 2. Melakukan kontak dengan
pelanggan secara rutin
K. Membuat pengalaman yang tidak 1. Mengamati perilaku
terlupakan pelanggan
2. Melakukan kontak dengan
pelanggan secara rutin
L. Menghidupkan brand personality Melakukan survey pada non-
pelanggan dan membandingkan
hasilnya dengan pelanggan
M. Mendapatkan kredibilitas dari 1. Melakukan survey pada
pelanggan non-pelanggan dan
membandingkan hasilnya
dengan pelanggan
2. Melakukan analisis
demografi pelanggan
N. Memposisikan brand Melakukan survey pada non-
pelanggan dan membandingkan
hasilnya dengan pelanggan
e. Penelitian Experiential Marketing di dunia

Pemasar memandang konsumen sebagai makhluk yang irasional dan

emosional yang mementingkan pencapaian pengalaman yang menyenangkan. Oleh

karena itu, experiential marketing menawarkan pelanggan pengalaman yang tak

terlupakan untuk mencapai keunggulan kompetitif dan kepuasan pelanggan

(Snakers & Zajdman, 2010). Loyalitas pelanggan dan kepuasan pelanggan

merupakan hasil dari pengalaman dalam menerima pelayanan yang baik

(Supawan). Tingkat pengalaman memuaskan yang tinggi akan memperkecil

kemungkinan pelanggan untuk beralih kepada penyedia layanan lain

(Ueacharoenkit, 2013).

Bennett et al. (2005) menyatakan bahwa tingkat kepuasan pelanggan sangat

berkaitan dengan pengalaman masa lalu konsumen dengan perusahaan, produk atau

layanan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kepuasan konsumen didapatkan

melalui pengalaman sebelumnya sesuai dengan situasi pembelian produk atau

penggunaan jasa (Ueacharoenkit, 2013). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

experiential marketing termasuk persepsi konsumen melalui indera, perasaan,

berpikir dan komponen lainnya yang terdiri dari kualitas layanan, inovasi layanan

akan mendorong kepuasan pelanggan melalui nilai fungsional, emosional, dan

kebaruan (Pham & Huang, 2015)

Penelitian yang dilakukan oleh Wu & Tseng (2015) mendefinisikan bahwa

perspektif experiential marketing sangat luas dan membantu dalam meningkatkan

kepuasan dan loyalitas pelanggan. Wu & Tseng (2015) meneliti hubungan antara

pemasaran pengalaman, kepuasan pelanggan, dan keinginan untuk mengunjungi


atau menggunakan jasa kembali. Dimensi-dimensi pengukuran experiential

marketing berfokus pada ide Schmitt tentang indera, rasa, berpikir, bertindak, dan

berhubungan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa experiential marketing

memiliki efek positif yang signifikan terhadap kepuasan pelanggan.

Daftar Pustaka:

Gheorghe, C.-M., Gheorghe, I.-R., & Purcărea, V. L. (2017). Modeling The Consumer’s

Perception of Experiential Marketing in The Romanian Private Ophthalmologic Services.

Romanian Journal of Ophthalmology, 61(3), 219–228. https://doi.org/10.22336/rjo.2017.40

Maghnati, F., Ling, K. C., & Nasermoadeli, A. (2012). Exploring the Relationship between

Experiential Marketing and Experiential Value in the Smartphone Industry. International

Business Research, 5(11), 169–177. https://doi.org/10.5539/ibr.v5n11p169

Mathur, D. C. (1971). Naturalistic Philosophic of Experience. St. Louis, MO: Warren H. Green,

Inc.

Patrick, L., & Adeosun, K. (2003). Experiential Marketing : An Insight into the Mind of the

Consumer. Asian Journal of Business and Management Sciences, 2(7), 21–26.

Pham, T. H., & Huang, T.-Y. (2015). The Impact of Experiential Marketing Use on Customer’s

Experiential Value and Satisfaction: An Empirical Study in Vietnam Hotel Sector. Journal

of Business Management & Social Sciences Research, 4(January).

https://doi.org/10.13140/RG.2.1.2466.7048

Schmitt, B. (2010). Experience Marketing: Concepts, Frameworks and Consumer Insights.

Foundations and Trends® in Marketing, 5(2), 55–112. https://doi.org/10.1561/1700000027

Smilansky, S. (2009). Experiential: A practical Guide to Interactive Brand Experiences. Journal


of marketing management.

Snakers, E., & Zajdman, E. (2010). Does Experiential Marketing Affect The Behavior of Luxury

Goods Consumers ? Spring, 5–7. Retrieved from http://umu.diva-

portal.org/smash/get/diva2:349115/FULLTEXT01

Ueacharoenkit, S. (2013). Experiential marketing-A consumption of fantasies, feelings and fun.

Wu, M. Y., & Tseng, L. H. (2015). Customer Satisfaction and Loyalty in an Online Shop: an

Experiential Marketing Perspective. International Journal of Business and Management,

10(1).

Yeh, T. M., Chen, S. H., & Chen, T. F. (2019). The relationships among experiential marketing,

service innovation, and customer satisfaction-A case study of tourism factories in Taiwan.

Sustainability (Switzerland), 11(4), 1–12. https://doi.org/10.3390/su11041041

Anda mungkin juga menyukai