Anda di halaman 1dari 31

MANAJEMEN OPERASI

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM)

Oleh:
Kelompok 5

1. I Gst. Ngr. Putu Adi Suartawan 1780611040


2. Putu Anik Witarini 1780611042
3. Hana Yana Risakotta 1780611058
4. Richard Ferdinand Rimbing 1780611065
5. Ni Komang Enny Trisnayanti 1780611067
6. Luh Ayu Loranita Gladys Cendana Wangi 1780611070

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN


PASCASARJANA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017
I. Definisi dan Terminologi Supply Chain Management
Supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja
untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-
perusahaan tersebut biasanya termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel, serta
perusahaan-perusahaan seperti perusahaan jasa logistik. Lalu, istilah Supply Chain
Management (SCM) adalah metode, alat, atau pendekatan pengelolaan dari supply chain.
SCM menggambarkan koordinasi dari keseluruhan kegiatan rantai pasokan, dimulai dari
bahan baku dan diakhiri dengan pelanggan yang puas. Istilah SCM pertama kali
dikemukakan oleh Oliver & Weber pada tahun 1982.
Supply Chain Management (SCM) tidak hanya berorientasi pada urusan internal sebuah
perusahaan, melainkan juga urusan eksternal yang menyangkut hubungan dengan
perusahaan-perusahaan partner. Alasan diperlukannya koordinasi dan kolaborasi antar
perusahaan pada supply chain dikarenakan perusahaan-perusahaan yang berada pada satu
supply chain pada intinya ingin memuaskan konsumen akhir yang sama, mereka harus
bekerjasama untuk membuat produk yang murah, mengirimkannya tepat waktu, dan dengan
kualitas yang bagus. Hanya dengan kerjasama antara elemen-elemen supply chain, tujuan
tersebut akan bisa dicapai.
Semangat kolaborasi dan koordinasi juga didasari oleh kesadaran bahwa kuatnya
sebuah supply chain tergantung pada kekuatan seluruh elemen yang ada di dalamnya. Sebuah
pabrik yang sehat dan efisien tidak akan banyak berarti apabila suppliernya tidak mampu
menghasilkan bahan baku yang berkualitas atau tidak mampu memenuhi pengiriman tepat
waktu. Jadi, dalam supply chain, pabrik perlu memberikan bantuan teknis dan manajerial
terhadap supplier-suppliernya karena pada akhirnya ini akan menciptakan kemampuan
bersaing keseluruhan supply chain.
Dari definisi di atas, dapat dilihat bahwa semangat kolaborasi dan koordinasi pada
supply chain tidak mesti mengorbankan kepentingan tiap individu perusahaan. Supply Chain
Management (SCM) yang baik bisa meningkatkan kemampuan bersaing bagi supply chain
secara keseluruhan, namun tidak menyebabkan satu pihak berkorban dalam jangka panjang.
Oleh karena itu diperlukan pengertian, kepercayaan, dan aturan main yang jelas. Misalnya,
ketika suatu perusahaan mau membagi informasi secara transparan, perusahaan partner harus

1
menjaga informasi tersebut dari pihak-pihak yang bisa menyalahgunakannya. Sangatlah
penting untuk menjaga etika bagi mereka yang menginginkan supply chain yang kuat dalam
jangka panjang.

I.1 Konsep Supply Chain Management


Untuk dapat menawarkan produk yang menarik dengan tingkat harga yang bersaing,
setiap perusahaan harus berusaha menekan atau mereduksi seluruh biaya tanpa mengurangi
kualitas produk maupun standar yang sudah ditetapkan. Salah satu upaya untuk mereduksi
biaya tersebut adalah melalui optimalisasi distribusi material dari pemasok, aliran material
dalam proses produksi sampai dengan distribusi produk ke tangan konsumen. Distribusi yang
optimal dalam hal ini dapat dicapai melalui penerapan konsep Supply Chain Management
(SCM). SCM sesungguhnya bukan merupakan suatu konsep yang baru. Menurut Turban,
Rainer, Porter (2004), terdapat 3 macam komponen rantai suplai, yaitu:
1) Rantai Suplai Hulu (Upstream Supply Chain)
Bagian upstream (hulu) supply chain meliputi aktivitas dari suatu perusahaan manufaktur
dengan para penyalurannya (yang mana dapat manufaktur, assembler, atau kedua-
duanya) dan koneksi mereka kepada pada penyalur mereka (para penyalur second-trier).
Hubungan para penyalur dapat diperluas kepada beberapa strata, semua jalan dari asal
material (contohnya biji tambang, pertumbuhan tanaman). Di dalam upstream supply
chain, aktivitas yang utama adalah pengadaan.
2) Manajemen Rantai Suplai Internal (Internal Supply Chain Management)
Bagian dari internal supply chain meliputi semua proses pemasukan barang ke gudang
yang digunakan dalam mentransformasikan masukan dari para penyalur ke dalam
keluaran organisasi itu. Hal ini meluas dari waktu masukan masuk ke dalam organisasi.
Di dalam rantai suplai internal, perhatian yang utama adalah manajemen produksi,
pabrikasi, dan pengendalian persediaan.
3) Segmen Rantai Suplai Hilir (Downstream Supply Chain Segment)
Downstream (arah muara) supply chain meliputi semua aktivitas yang melibatkan
pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Di dalam downstream supply chain,
perhatian diarahkan pada distribusi, pergudangan, transportasi, dan after-sales-service.

2
I.2 Evolusi Supply Chain Management
Dalam perkembangannya, Supply Chain Management (SCM) telah banyak mengalami
evolusi yang dapat digambarkan dalam 4 (empat) tahap sebagai berikut:
1) Tahap 1
Dalam tahap 1 ada semacam kesendirian dan ketidaksaling tergantungan fungsi produksi
dan fungsi logistik. Mereka menjalankan program-program sendiri yang terlepas satu
sama lain (in-complete isolation). Contohnya adalah bagian produksi yang hanya
memikirkan bagaimana membuat barang sesuai dengan mutu dan yang telah ditetapkan,
dan sama sekali tidak mau ikut memikirkan penumpukan inventory dan penggunaan
ruang gudang yang menimbulkan biaya persediaan yaitu biaya simpan.
2) Tahap 2
Dalam tahap 2 perusahaan sudah mulai menyadari pentingnya integrasi perencanaan
walaupun dalam bidang yang masih terbatas, yaitu di antara fungsi internal yang paling
berdekatan, misalnya produksi dengan inventory control dan functional integration yang
lain.
3) Tahap 3
Dalam tahap 3 integrasi perencanaan dan pengawasan atas semua fungsi yang terkait
dalam satu perusahan (internal integration).
4) Tahap 4
Pada tahap 4 menggambarkan tahap sebenarnya dari supply chain integration, yaitu
integrasi total dalam konsep perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan (manajemen)
yang telah dicapai dalam tahap 3 dan diteruskan ke upstreams yaitu suppliers dan
downsterams sampai ke pelanggan.
Evolusi Supply Chain Management yang telah mencapai tahap keempat tersebut
menunjukkan suatu integrasi yang menyeluruh di antara seluruh komponen terkait sehingga
menuntut adanya transparansi arus informasi. Strategi kemitraan dapat digunakan untuk
mewujudkan kelancaran arus pasokan material dari pemasok sampai distributor hingga ke
tangan konsumen. Dengan startegi kemitraan maka perlu mengembangkan komunikasi di
antara semua pihak terkait, sehingga komunikasi arus informasi maupun data yang
dibutuhkan akan lebih lancar.

3
Kegiatan-kegiatan yang tergolong dalam area Supply Chain Management (SCM)
apabila mengacu pada sebuah perusahaan manufaktur, kegiatan-kegiatan utama yang masuk
dalam klasifikasi SCM adalah:
1) Kegiatan merancang produk baru (product development).
2) Kegiatan mendapatkan bahan baku (procurement, purchasing, atau control).
3) Kegiatan merencanakan produksi dan persediaan (planning & control).
4) Kegiatan melakukan produksi (production).
5) Kegiatan melakukan pengiriman/ distribusi (distribution).
Kelima klasifikasi tersebut biasanya tercermin dalam bentuk pembagian departemen
atau divisi pada perusahaan manufaktur. Pembagian tersebut sering dinamakan functional
division karena mereka dikelompokkan sesuai dengan fungsinya. Umumnya sebuah
perusahaan manufaktur akan memiliki bagian pengembangan produk, bagian pembelian atau
bagian pengadaan (purchasing, procurement, atau supply function), bagian produksi, bagian
perencanaan produksi (sering dinamakan bagian Production Planning and Inventory Control
- PPIC), dan bagian pengiriman atau ditribusi barang jadi. Tabel berikut menguraikan lebih
lanjut beberapa contoh kegiatan yang biasanya dilakukan oleh masing-masing bagian.
Tabel 1. Area Cakupan Supply Chain Management

Bagian Cakupan Kegiatan


Pengembangan Produk Melakukan riset pasar, merancang produk baru, melibatkan
supplier dalam perancangan produk baru.
Pengadaan Memilih supplier, mengevaluasi kinerja supplier, melakukan
pembelian bahan baku dan komponen, memonitor supply risk,
membina dan memelihara hubungan baik dengan supplier.
Perencanaan dan Demand planning, peramalan permintaan, perencanaan
Pengendalian kapasitas, perencanaan produksi dan persediaan.

Produksi Eksekusi produksi, pengendalian kualitas.


Distribusi Perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan pengiriman,
mencari dan memelihara hubungan dengan perusahaan jasa
pengiriman, memonitor service level di tiap pusat distribusi.

4
I.3 Strategi Supply Chain
Sebuah perusahaan perlu menentukan secara strategis bagaimana untuk mendesain
rantai pasokan. Namun, sebelum memulai desain rantai pasokan, manajer operasi harus
mempertimbangkan keputusan “buat atau beli” dan pengalihdayaan.
1) Keputusan Buat atau Beli (Make-or-Buy Decision)
Perusahaan manufaktur, restoran, dan perusahaan perakit produk membeli komponen
dan menyusunnya hingga menjadi produk akhir. Memilih barang dan jasa yang dapat
secara menguntungkan dapat diperoleh secara eksternal dibandingkan diproduksi secara
internal dikenal dengan make-or-buy decision. Personel rantai pasokan mengevaluasi
alternatif pemasok dan menyediakan data relevan terbaru, akurat, dan lengkap bagi
alternatif beli. Adapun berbagai pertimbangan yang ada dalam keputusan tersebut
dijabarkan pada tabel berikut.
Tabel 2. Alasan untuk Make-or-Buy Decision

  Alasan Membuat Alasan Membeli


 1 Biaya produksi yang lebih rendah Biaya perolehan lebih rendah
 2 Pemasok kurang cocok Menjaga komitmen pemasok
 3 Memastikan pemasok yang memadai  Mendapatkan keahlian teknis
dan manajemen
 4 Pemanfaatan tenaga kerja berlebih Kapasitas tidak memadai
 5 Memperoleh kualitas yang diinginkan Mengurangi biaya persediaan
 6 Menghilangkan kolusi pemasok Memastikan ada sumber daya alternatif
 7 Memperoleh item yang unik Kapasitas di perusahaan tidak
mendukung
 8 Mempertahankan bakat yang ada Pertukaran informasi
 9 Menjaga rancangan dan kualitas yang Item terlindungi karena hak paten
memadai 
 10 Mempertahankan dan meningkatkan Membebaskan manajemen menangani
ukuran perusahaan bisnis utama

2) Pengalihdayaan (Outsourcing)
Outsourcing merupakan bagian dari kecenderungan berkelanjutan terhadap penggunaan
efisiensi yang disertai dengan spesialisasi. Vendor yang menyediakan jasa alih daya

5
adalah ahli dari spesialisasi tertentu. Hal ini memungkinkan perusahaan yang melakukan
pengalihdayaan untuk memfokuskan pada faktor kesuksesan dan kompetisi utamanya.
Setelah memutuskan apa yang akan dialihdayakan, manajer memiliki enam strategi
yang akan dipertimbangkan, di antaranya:
1) Banyak Pemasok
Strategi ini memainkan antara pemasok yang satu dengan pemasok yang lainnya dan
membebankan pemasok untuk memenuhi permintaan pembeli. Para pemasok saling
bersaing secara agresif. Meskipun banyak pendekatan negosiasi yang digunakan dalam
strategi ini, tetapi hubungan jangka panjang bukan menjadi tujuan. Dalam pendekatan ini,
tanggung jawab dibebankan pada pemasok untuk mempertahankan teknologi, keahlian,
kemampuan ramalan, biaya, kualitas dan pengiriman.
2) Sedikit Pemasok
Dalam strategi ini, perusahaan mengadakan hubungan jangka panjang dengan para
pemasok yang komit. Karena dengan cara ini, pemasok cenderung lebih memahami
sasaran-sasaran luas dari perusahaan dan konsumen akhir. Penggunaan hanya beberapa
pemasok dapat menciptakan nilai dengan memungkinkan pemasok mempunyai skala
ekonomis dan kurva belajar yang menghasilkan biaya transaksi dan biaya produksi yang
lebih rendah. Kinerja pemasok yang buruk merupakan salah satu risiko yang dihadapi
pembeli sehingga pembeli harus memperhatikan rahasia-rahasia dagang pemasok yang
berbisnis di luar bisnis bersama.
3) Integrasi Vertikal
Artinya pengembangan kemampuan memproduksi barang atau jasa yang sebelumnya
dibeli, atau dengan benar-benar membeli pemasok atau distributor. Integrasi vertikal
dapat berupa:
(1) Integrasi ke belakang (backward integration) berarti penguasaan kepada sumber daya,
misalnya perusahaan mobil mengakuisisi pabrik baja.
(2) Integrasi ke depan (forward integration) berarti penguasaan kepada konsumennya,
misalnya perusahaan mobil mengakuisisi dealer yang semula sebagai distributornya.
4) Ventura Bersama

6
Karena integrasi vertikal sangat berbahaya, perusahaan dapat memilih beberapa bentuk
kolaborasi formal. Perusahaan dapat ikut serta dalam kolaborasi untuk meningkatkan
kecakapan produk baru atau keahlian teknologi. Namun, perusahaan juga ikut serta dalam
kolaborasi untuk mengamankan pasokan atau mengurangi biaya.
5) Jaringan Keiretsu
Kebanyakan perusahaan manufaktur mengambil jalan tengah antara membeli dari sedikit
pemasok dan integrasi vertikal dengan cara misalnya mendukung secara financial
pemasok melalui kepemilikan atau pinjaman. Pemasok kemudian menjadi bagian dari
koalisi perusahaan yang lebih dikenal dengan keiretsu. Keanggotaannya dalam hubungan
jangka panjang, dan oleh sebab itu diharapkan dapat berfungsi sebagai mitra, menularkan
keahlian teknis dan kualitas produksi yang stabil kepada perusahaan manufaktur. Para
anggota keiretsu dapat beroperasi sebagai subkontraktor rantai dari pemasok yang lebih
kecil.
6) Perusahaan Virtual
Perusahan virtual mengandalkan berbagai hubungan pemasok untuk memberikan
pelayanan pada saat diperlukan. Perusahaan virtual mempunyai batasan organisasi yang
tidak tetap dan bergerak sehingga memungkinkan terciptanya perusahaan yang unik agar
dapat memenuhi permintaan pasar yang cenderung berubah. Hubungan yang terbentuk
dapat memberikan pelayanan jasa diantaranya meliputi pembayaran gaji, pengangkatan
karyawan, desain produk atau distribusinya. Hubungan bisa bersifat jangka pendek
maupun jangka panjang, mitra sejati atau kolaborasi, pemasok atau subkontraktor.
Apapun bentuk hubungannya diharapkan akan menghasilkan kinerja kelas dunia yang
ramping. Keuntungan yang bisa diperoleh diantaranya adalah: keahlian manajemen yang
terspesialisasi, investasi modal yang rendah, fleksibilitas dan kecepatan. Hasil yang
diharapkan adalah efisiensi.

7
I.4 Proses Supply Chain Management
Proses supply chain management adalah proses saat produk masih berbahan mentah,
produk setengah jadi dan produk jadi diperoleh, diubah dan dijual melalui berbagai fasilitas
yang terhubung oleh rantai sepanjang arus produk dan material. Salah satu faktor kunci untuk
mengoptimalkan supply chain adalah dengan menciptakan alur informasi yang bergerak
secara mudah dan akurat di antara jaringan atau mata rantai tersebut, dan pergerakan barang
yang efektif dan efisien yang menghasilkan kepuasan maksimal pada para pelanggan. Dengan
tercapainya koordinasi dari rantai supply perusahaan, maka tiap channel dari rantai supply
perusahaan tidak akan mengalami kekurangan barang juga tidak kelebihan barang terlalu
banyak. Dalam supply chain ada beberapa pemain utama yang merupakan perusahaan-
perusahaan yang mempunyai kepentingan di dalam arus barang, para pemain utama itu
adalah:
1) Supplier
2) Manufacturer
3) Distributor/ Wholesaler
4) Retail Outlets
5) Customers
Proses mata rantai yang terjadi antar pemain utama itu adalah sebagai berikut:
1) Chain 1: Supplier
Jaringan yang bermula dari sini, yang merupakan sumber yang menyediakan bahan
pertama, dimana mata rantai penyaluran barang akan dimulai. Bahan pertama ini bisa
dalam bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan,
subassemblies, suku cadang dan sebagainya. Sumber pertama ini dinamakan suppliers.
Jumlah supplier bisa banyak atau sedikit.
2) Chain 1 – 2: Supplier – Manufacturer
Rantai pertama dihubungkan dengan rantai yang kedua, yaitu manufacturer atau plants
atau assembler atau fabricator atau bentuk lain yang melakukan pekerjaan membuat,
mempabrikasi, meng-assembling, merakit, mengkonversikan, ataupun menyelesaikan
barang (finishing). Hubungan dengan mata rantai pertama ini sudah mempunyai potensi
untuk melakukan penghematan. Misalnya inventories bahan baku, bahan setengah jadi,

8
dan bahan jadi yang berada di pihak suppliers, manufacturer dan tempat transit
merupakan target untuk penghematan ini. Tidak jarang penghematan sebesar 40%-60%,
bahkan lebih, dapat diperoleh dari inventory carrying cost di mata rantai ini. Dengan
menggunakan konsep supplier partnering misalnya, penghematan tersebut dapat
diperoleh.
3) Chain 1 – 2 – 3: Supplier – Manufacturer – Distributor
Barang sudah jadi yang dihasilkan oleh manufacturer sudah mulai disalurkan kepada
pelanggan. Walaupun tersedia banyak cara untuk menyalurkan barang ke pelanggan, yang
umum adalah melalui distributor dan ini biasanya ditempuh oleh sebagian besar supply
chain. Barang dari pabrik melalui gudangnya disalurkan ke gudang distributor atau
wholesaler atau pedagang dalam jumlah yang besar, dan pada waktunya nanti pedagang
besar menyalurkan dalam jumlah yang lebih kecil kepada retailer atau pengecer.
4) Chain 1 – 2 – 3 – 4: Supplier – Manufacturer – Distributor – Retail Outlet
Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau dapat juga menyewa
dari pihak lain. Gudang ini digunakan untuk menimbun barang sebelum disalurkan ke
pihak pengecer. Sekali lagi di sini ada kesempatan untuk memperoleh penghematan
dalam bentuk jumlah inventories dan biaya gudang, dengan cara melakukan desain
kembali pola-pola pengiriman barang baik dari gudang manufacturer maupun ke toko
pengecer (retail outlet).
5) Chain 1 – 2 – 3 – 4 – 5: Supplier – Manufacturer – Distributor – Retail Outlet –
Customer
Pengecer atau retailer menawarkan barangnya langsung kepada para pelanggan, pembeli
atau pengguna barang tersebut. Yang termasuk outlet adalah toko, warung, toko serba
ada, pasar swayalan, atau koperasi di mana konsumen melakukan pembelian. Walaupun
secara fisik dapat dikatakan ini adalah mata rantai terakhir, sebetulnya masih ada satu
mata rantai lagi, yaitu dari pembeli (yang mendatangi retail outlet) ke real customer dan
real user, karena pembeli belum tentu pengguna akhir. Mata rantai supply baru benar-
benar berhenti setelah barang yang bersangkutan tiba di real customers dan real user.

9
II. System Dynamics

III. Coordination in the Supply Chain


Koordinasi dapat ditingkatkan dalam beberapa cara, termasuk tim lintas fungsional,
kemitraan dengan pelanggan dan pemasok, sistem informasi yang lebih baik, struktur
organisasi yang lebih baik, dan sebagainya. Masing-masing mekanisme ini berfungsi untuk
membuat orang bekerja sama menuju tujuan sistem secara keseluruhan daripada tujuan
individu atau departemen yang didefinisikan secara sempit. Bila ini terjadi, perbaikan besar
dalam rantai pasokan akan terjadi.
Banyak perusahaan masih memandang manajemen rantai pasokan sebagai area
pengendalian biaya. Mereka menetapkan tanggung jawab supply chain kepada berbagai
eksekutif masing-masing dengan tujuan pengendalian biaya mereka sendiri. Strategi ini pasti
akan gagal, karena yang dibutuhkan adalah koordinasi keseluruhan oleh manajer umum rantai
pasokan di seluruh batas organisasi serta bagaimana rantai pasokan disusun dan dikelola.

III.1 Efek pada Kinerja dari Kurangnya Koordinasi


Kurangnya koordinasi menyebabkan penyimpangan informasi dalam rantai pasok.
Dampak dari kurangnya koordianasi dalam  rantai pasok  berpengaruh terhadap :
1) Manufacturing cost: kurangnya koordinasi meningkatkan biaya manufactur dalam rantai
pasok. Sebagai akibat dari bullwhip effect, perusahaan dan suppliernya harus memenuhi
aliran permintaan lebih banyak dari permintaan konsumen.
2) Inventory cost: kurangnya koordinasi meningkatkan biaya persediaan dalam rantai pasok.
Untuk mengatasi variabilitas permintaan, pada perusahaan harus menyimpan persediaan
yang lebih besar dari yang diperlukan dalam rantai pasok. Hal ini berakibat pada
meningkatnya inventory cost.
3) Replenishment lead time: kurangnya koordinasi meningkatkan lead time. Peningkatan
variabilitas sebagai sebuah hasil dari bull whip effect yang membuat penjadwalan pada
perusahaan dan pemasok pabrik jauh melebihi tingkat permintaannya.

10
4) Transportation cost: kurangnya koordinasi meningkatkan biaya transportasi dalam rantai
pasok. Kebutuhan transportasi dari waktu ke waktu pada perusahaan dan pemasoknya
yang berkorelasi untuk memenuhi pesanan. Sehingga, bull whip menyebabkan kebutuhan
transportasi berfluktuasi secara signifikan dari waktu ke waktu. Hal ini menimbulkan
biaya transportasi yang meningkat karena kelebihan kapasitas transportasi perlu
diperhatikan untuk menutupi periode permintaan tinggi.
5) Labor cost for shipping and receiving (biaya tenaga kerja untuk pengiriman dan
penerimaan): kurangnya koordinasi meningkatkan biaya tenaga kerja dalam hubungannya
dengan pengiriman dan penerimaan dalam rantai pasok. Persyaratan tenaga kerja untuk
pengiriman pada perusahaan dan pemasoknya berfluktuasi dengan pesanan fluktuasi
serupa terjadi untuk kebutuhan tenaga kerja dalam menerima dari distributor maupun
pengecer. Berbagai tahap memiliki pilihan yaitu antara kelebihan kapasitas pekerja atau
berbagai macam kapasitas pekerja dalam menanggapi fluktuasi pesanan.
6) Level of product availability (tingkat ketersediaan produk): kurangnya koordinasi
menyebabkan kerugian pada ketersediaan produk dan hasil dalam stockouts lebih dalam
rantai pasok. Fluktuasi besar dalam pesanan membuat lebih sulit bagi perusahaan untuk
menyediakan semua pesanan distributor dan pengecer tepat waktu. Hal ini meningkatkan
kemungkinan bahwa pengecer akan kehabisan stok, sehingga kehilangan penjualan pada
rantai pasok.
7) Relationship across the supply chain (hubungan dalam seluruh rantai pasok): kurangnya
koordinasi memiliki dampak negatif terhadap kinerja pada setiap tahap dan dengan
demikian menyebabkan kerugian hubungan dalam rantai pasok. Terdapat kecenderungan
untuk menyalahkan tahap lain dari rantai pasok karena setiap tahap dirasa sebisa mungkin
telah melakukan yang terbaik.

11
III.2 Kendala dalam koordinasi Rantai Pasok
Dalam rantai pasok terdapat kendala-kendala pada koordinasi sehingga perlu
mengambil tindakan untuk membantu koordinasi. Kendala-kendala tersebut adalah hambatan
insentif, hambatan proses informasi, hambatan operasional, hambatan harga, dan hambatan
perilaku. Pada hambatan intensif terjadi ketika tahapan intensif berbeda atau tindakan yang
bisa meningkatkan variabilitas sehingga mengurangi kentungan yang diperoleh rantai pasok.
Ada 2 hambatan insentif yaitu optimasi lokal dalam fungsi/ tahapan rantai pasok dan insentif
terstruktur. Optimasi lokal dalam fungsi/ tahapan rantai pasok, lebih fokus pada dampak lokal
dari hasil tindakan dalam mengambil keputusan, yang tidak memaksimalkan keuntungan
rantai pasok. Contoh: manajer perusahaan Kmart, pembelian dan keputusan persediaan
digunakan untuk memaksimalkan keuntungan Kmart, jadi tidak memaksimalkan keuntungan
rantai pasok. Sedangkan insentif terstruktur merupakan kendala dalam koordinasi  rantai
pasok. Produsen biasanya mengukur penjualan dari kuantitas penjualan kepada distributor
atau pengecer bukan kuantitas penjualan kepada pelanggan akhir (melalui penjual). Contoh:
Barilla menawarkan insentif tenaga penjualan berdasarkan kuantitas yang dijual kepada
distributor selama periode promosi.
Hambatan proses informasi terjadi ketika informasi permintaan menghambat setiap
tahapan rantai pasok sehingga menyebabkan peningkatan yang berbeda dalam pesanan pada
rantai pasok. Ada 2 hambatan dalam proses informasi yaitu peramalan berdasarkan pesanan
bukan permintaan pelanggan dan kerugian dari berbagi informasi. Peramalan berdasarkan
pesanan bukan permintaan pelanggan, berarti membuat perkiraan berdasaran pesanan yang
diterima. Sehingga mempertimbangkan dampak dari kenaikan acak permintaan pelanggan,
maka pesanan akan diperbesar.

12
Kurangnya informasi dalam tahapan rantai pasok memperbesar terjadinya
penyimpangan informasi. Contohnya, pengecer seperti Wal-Mart meningkatkan jumlah
pesanan tertentu. Jika  perusahaan tidak menyadari perencanaan tersebut, maka perusahaan
dapat menafsirkan pesanan yang besar tersebut sebagai peningkatan pesanan yang permanen.
Sehingga perusahaan dan supplier akan memiliki banyak persediaan tepat setelah Wal-Mart
menyelesaikan peningkatan jumlah pesanan tersebut. Kurangnya informasi antara pengecer
dan produsen dapat menyebabkan naik turunnya pesanan perusahaan dengan besar.
Hambatan operasional terjadi dalam kegiatan penempatan dan pengisian pesanan yang
mengarah pada peningkatan variabilitas. Saat perusahaan memesan ukuran lot dalam jumlah
yang lebih banyak dibanding ukuran lot saat munculnya permintaan,  maka variabilitas
pesanan meningkat. Akan tetapi, hal ini berakibat pada tidak menentunya aliran pesanan.
Penyimpangan informasi meningkat jika penambahan lead time terlalu lama. Pada saat salah
satu rantai dari Supply Chain Management (SCM) ada yang melakukan “permainan” yang
mengakibatkan pabrik tidak mengetahui permintaan pasar yang sebenarnya sehingga terjadi
kekurangan atau kelebihan stock di pasaran yang mengakibatkan kekacauan di downstream,
atau ada salah satu mata rantai yang melakukan penimbunan barang agar terjadi scarcity  dan
menimbulkan kekacauan di mata rantai SCM, sehingga permintaan meningkat
dari downstream. Hambatan harga muncul saat kebijakan harga untuk produk menyebabkan
meningkatnya varabilitas pesanan. Meningkatnya lot-size pesanan dalam rantai pasok dan
hasil dari besarnya lot meningkatkan bullwhip efek pada rantai pasok.
Manufacturer dan distributor biasanya membuat promosi secara periodikal, sehingga
membuat pembeli melakukan permintaan menjadi lebih banyak dari yang sebenarnya
dibutuhkan. Promosi semacam ini dapat membuat supply chain menjadi terancam, ini
dikarenakan pembeli akan memesan lebih banyak dari yang dibutuhkan ketika sedang ada
promosi dan ketika harga menjadi normal maka tidak ada pembelian karena customer masih
memiliki stock  barang. Ini membuat peta permintaan tidak menunjukkan pola yang
sebenarnya.

13
Hambatan perilaku merupakan masalah-masalah yang terjadi dalam suatu organisasi
yang ikut menimbulkan efek bullwhip. Masalah-masalah ini sering terkait dengan struktur
suatu supply chain dan bentuk komunikasi yang terjadi di antara setiap tahapannya.

III.3 Mencapai Koordinasi


Untuk mencapai koordinasi yang baik, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan
antara lain:
1) Kuantitas bullwhip effect

Manajer harus memulai untuk membandingkan variabilitas pesanan yang diterima dari
customer dengan variabilitas pesanan dengan supplier.

2) Mendapatkan komitmen manajemen puncak untuk koordinasi

Aspek yang terpenting dalam Supply Chain Management (SCM), koordinasi akan
berhasil hanya dengan komitmen manajemen puncak.

3) Menyediakan sumber daya untuk koordinasi

14
Koordinasi tidak dapat tercapai tanpa adanya sumber daya yang terlibat. Salah satu solusi
untuk mengatasi masalah koordinasi adalah sumber daya diambil dari perusahaan yang
berbeda dalam rantai pasok.

4) Fokus pada komunikasi dengan tahap lainnya

Komunikasi yang baik dengan tahap lain dalam rantai pasok akan menciptakan situasi
yang baik pula, sehingga penyimpangan informasi dapat dihindari.

5) Mencapai koordinasi dalam jaringan rantai pasokan

Tidak cukup hanya beberapa tahapan dalam rantai pasok saja yang berkoordinasi, namun
diperlukan koordinasi secara keseluruhan tahapan rantai pasok.

6) Gunakan teknologi untuk meningkatkan konektivitas dalam rantai pasokan

15
Penggunaan internet dan beragam software yang berbeda dapat digunakan untuk
meningkatkan kemampuan berkoordinasi.

7) Berbagi manfaat koordinasi secara adil

Menjamin tiap tahapan rantai pasok mengetahui semua informasi termasuk keuntungan
(profit) dan dibagi secara adil dan merata.

IV. Measuring Supply Chain Performance


Salah satu aspek fundamental Supply Chain Management (SCM) adalah manajemen
kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan. Untuk itu diperlukan sistem pengukuran yang
mampu mengevaluasi kinerja supply chain. Sistem pengukuran kinerja diperlukan untuk:
1) Melakukan monitoring dan pengendalian,
2) Mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada supply chain,
3) Mengetahui di mana posisi suatu organisasi relatif terhadap pesaing maupun terhadap
tujuan yang hendak dicapai, dan
4) Menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing.
Dikatakan oleh Schroeder bahwa mengukur performa supply chain adalah langkah
pertama menuju perbaikan. Sebuah tahapan awal yang perlu ditetapkan dan ditentukan untuk
dapat mencapai tujuan perbaikan tersebut. Schroeder mengemukakan bahwa pada umumnya
ada lima poin penting yang dapat diukur dalam performa supply chain management, yaitu
(Shcroeder, 2007):
1) Pengiriman

16
Mengacu pada ketepatan waktu pengiriman: persentase pesanan dikirimkan secara
lengkap dan tidak melewati pada tanggal yang diminta oleh pelanggan.
2) Kualitas
Ukuran langsung dari kualitas adalah kepuasan pelanggan dan dapat diukur melalui
beberapa cara. Salah satunya, dapat diukur terhadap apa yang pelanggan harapkan.
Pengukuran ini erat kaitannya dengan loyalitas pelanggan.
3) Waktu
Waktu pengisian total dapat dihitung langsung dari tingkat persediaan. Jika diasumsikan
ada tingkat penggunaan konstan dari persediaan, maka waktu dalam persediaan hanya
tingkat persediaan dibagi dengan tingkat penggunaan.
4) Fleksibilitas
Fleksibilitas adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengubah volume atau bauran produk
dengan persentase tertentu atau jumlah.
5) Biaya
Ada dua cara untuk mengukur biaya. Pertama, perusahaan dapat mengukur total biaya
pengiriman, termasuk manufaktur, distribusi, biaya persediaan tercatat, dan biaya
rekening membawa piutang.

IV.1 Struktur Sistem pengukuran Kinerja


Suatu sistem pengukuran kinerja memiliki beberapa tingkatan dengan cakupan yang
berbeda-beda. Suatu sistem pengukuran kinerja mengandung:
1) Individual metrics
2) Metric sets
3) Overall performance measurement 'systems
Individual metrics berada pada tingkat paling bawah dengan cakupan yang paling sempit.
Metrik adalah suatu ukuran yang bisa diverifikasi, diwujudkan dalam bentuk kuantitatif
maupun kualitatif, dan didefinisikan terhadap suatu titik acuan (reference point) tertentu.
Beberapa hal yang harus dipenuhi agar suatu metrik bisa efektif:
1) Harus diwujudkan dalam bentuk yang masuk akal dan dimengerti dengan baik oleh
mereka yang menggunakan.

17
2) Harus value-based. Artinya, suatu metrik harus dikaitkan dengan bagaimana organisasi
menciptakan value ke pelanggan atau memenuhi kepentingan stakeholders yang lain.
3) Metrik harus bisa menangkap karakteristik atau hasil (outcome).
4) Metrik sedapat mungkin tidak menciptakan konflik antar fungsi pada suatu organisasi.
Metrik yang diciptakan untuk kepentingan satu fungsi sering kali menciptakan tindakan
yang kontra-produktif terhadap pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan.
5) Metrik harus bisa melakukan distilasi terhadap data yang banyak tanpa kehilangan
informasi yang terkandung di dalamnya.
Jumlah metrik pada sebuah sistem pengukuran kinerja bisa cukup banyak. Tiap metrik
harus didefinisikan dengan jelas. Tiap metrik harus punya nama yang jelas, tujuan, target,
ruang lingkup, satuan, cara pengukuran, frekuensi pengukuran, sumber data, penanggung
jawab, serta atribut lain yang terkait.
Metrik bisa diklasifikasikan berdasarkan fokus dan waktu (tense). Metrik bisa berfokus
pada kinerja finansial maupun operasional. Metrik operasional mengukur kinerja dalam
satuan waktu, output, dan sebagainya. Banyak proses dalam supply chain lebih baik
dimonitor dalam satuan non-finansial. Misalnya, lead-time dan waktu setup diukur dalam
satuan waktu, tingkat persediaan diukur dalam unit, dan kualitas sebuah proses diukur dalam
persentase output yang di luar batas spesifikasi.
Dari segi waktu (tense), metrik bisa digunakan untuk mengukur kinerja masa lalu (yang
sudah terjadi) atau memprediksi kinerja masa mendatang (predictive metrics). Metrik
finansial (seperti return on investment, net profit per employee, dan sebagainya) mengukur
kinerja masa lalu. Predictive metrics biasanya digunakan untuk keperluan preventif dan
perbaikan. Misalnya, untuk memprediksi berapa waktu yang diperlukan untuk memenuhi
pesanan pelanggan, perusahaan perlu mengidentifikasikan aktivitas-aktivitas yang terjadi
untuk memenuhi pesanan pelanggan serta perkiraan waktu dari masing-masing aktivitas
tersebut. Seandainya waktu yang dibutuhkan diperkirakan terlalu lama, perusahaan bisa
mengidentifikasikan di bagian mana percepatan perlu dilakukan untuk mengurangi waktu
pemenuhan pesanan tersebut.
Kumpulan dari beberapa metrik membentuk metric sets. Kumpulan itu diperlukan untuk
memberikan informasi kinerja suatu sub-sistem. Sebagai contoh, kinerja persediaan tidak

18
cukup hanya diukur dengan satu metrik. Individual metrik untuk persediaan bisa berupa
ongkos simpan, tingkat perputaran persediaan, akurasi catatan persediaan, utilisasi sumber
daya yang terkait dengan manajemen persediaan, dan sebagainya. Semua metrik individual
tersebut bisa dikatakan metric sets untuk persediaan dan secara bersama-sama mengukur
kinerja persediaan.
Pada dasarnya sistem keseluruhan pengukuran kinerja tidak hanya merupakan
kumpulan dari banyak metric sets yang menyusunnya, tetapi juga menjadi alat untuk
menciptakan kesesuaian (alignment) antara metric sets dengan tujuan strategis organisasi.
Dengan kata lain, tujuan yang ditetapkan di level organisasi yang lebih tinggi harus terwujud
dan didukung oleh metrik yang ada di masing-masing proses supply chain. Disamping
menciptakan kesesuaian, sistem pengukuran kinerja juga harus menjadi jembatan koordinasi
antar metrik. Dengan adanya koordinasi yang baik, konflik antar proses maupun antar bagian
akan bisa dikurangi.

IV.2 Metrik untuk Supply Chain


Dengan menurut model POA (Performance of Activity), kinerja aktivitas diukur dalam
berbagai dimensi yaitu:
1) Ongkos yang terlibat dalam eksekusi suatu aktivitas. Ongkos muncul karena dalam
pelaksanaan suatu aktivitas ada sumber daya yang digunakan. Ongkos ini bisa berasosiasi
dengan tenaga kerja, material, peralatan, dan sebagainya. Ongkos bisa diukur dalam
bentuk absolut maupun dalam ukuran relatif terhadap suatu nilai acuan.
2) Waktu yang diperlukan untuk mengerjakan suatu aktivitas. Kecepatan respon secara
umum ditentukan oleh waktu yang dibutuhkan oleh masing-masing aktivitas maupun
proses dalam supply chain. Waktu pengembangan produk baru, waktu pemrosesan
pesanan pelanggan, waktu untuk mendapatkan bahan baku dari supplier, dan waktu setup
untuk kegiatan produksi adalah sebagian dari kontributor penting dalam menciptakan
kecepatan respon pada supply chain.
3) Kapasitas. Kapasitas adalah ukuran seberapa banyak volume pekerjaan yang bisa
dilakukan oleh suatu sistem atau bagian dari supply chain pada suatu periode tertentu.

19
4) Kapabilitas. Kapabilitas mengacu pada kemampuan agregat suatu supply chain untuk
melakukan aktivitas. Beberapa subdimensi kapabilitas yang sering digunakan dalam
mengukur kinerja supply chain adalah:
(1) Reliabilitas (keandalan) mengukur kemampuan supply chain untuk secara konsisten
memenuhi janji.
(2) Ketersediaan mengukur kesiapan, yakni kemampuan supply chain untuk menyediakan
produk atau jasa pada waktu diperlukan.
(3) Fleksibilitas adalah kemampuan supply chain untuk cepat berubah sesuai dengan
kebutuhan output atau pekerjaan yang harus dilakukan.
5) Produktivitas yang mengukur sejauh mana sumber daya pada supply chain digunakan
secara efektif dalam mengubah input menjadi output.
6) Utilisasi yang mengukur tingkat pemakaian sumber daya dalam kegiatan supply chain.
7) Outcome yang merupakan hasil dari suatu proses atau aktivitas. Outcome bisa berupa
value added.
Ketujuh pengukuran di atas memiliki tingkat kesulitan yang berbeda dalam pengukurannya di
lapangan. Dalam praktiknya, ongkos, waktu, kapasitas, produktivitas relatif mudah diukur
sedangkan metrik lainnya relatif sulit. Sebagai contoh, fleksibilitas supply chain bisa
diinterpretasikan berbeda-beda dengan ukuran yang berbeda-beda.

IV.3 Model Supply Chain Operations Reference (SCOR)


Supply Chain Operations Reference (SCOR) pada dasarnya merupakan model yang
berdasarkan proses. Model ini mengintegrasikan tiga elemen utama dalam manajemen yaitu
business process reeingineering, benchmarking, dan process measurement ke dalam
kerangka lintas fungsi dalam supply chain. Ketiga elemen tersebut memiliki fungsi sebagai
berikut:
1) Business process reengineering pada hakikatnya menangkap proses kompleks yang
terjadi saat ini dan mendefinisikan proses yang diinginkan (to be).
2) Benchmarking adalah kegiatan untuk mendapatkan data kinerja operasional dari
perusahaan sejenis. Target internal kemudian ditentukan berdasarkan kinerja best in class
yang diperoleh.

20
3) Process measurement berfungsi untuk mengukur, mengendalikan, dan memperbaiki
proses-proses supply chain.
Supply Chain Operations Reference (SCOR) membagi proses-proses supply chain
menjadi lima proses inti yaitu:
1) Plan yaitu proses yang menyeimbangkan permintaan dan pasokan untuk menentukan
tindakan terbaik dalam memenuhi kebutuhan pengadaan, produksi, dan pengiriman. Plan
mencakup proses menaksir kebutuhan distribusi, perencanaan dan pengendalian
persediaan, perencanaan produksi, perencanaan material, perencanaan kapasitas, dan
melakukan penyesuaian (alignment) supply chain plan dengan financial plan.
2) Source yaitu proses pengadaan barang maupun jasa untuk memenuhi permintaan. Proses
yang dicakup termasuk penjadwalan pengiriman dari supplier, menerima, mengecek, dan
memberikan otorisasi pembayaran untuk barang yang dikirim supplier, memilih supplier,
mengevaluasi kinerja supplier, dan sebagainya.
3) Make yaitu proses untuk mentransformasi bahan baku komponen menjadi produk yang
diinginkan pelanggan. Kegiatan ini bisa dilakukan atas dasar ramalan untuk memenuhi
target stok (make-to-stock), atas dasar pesanan (make-to-order), atau engineer-to-order.
Proses yang terlibat di sini antara lain adalah penjadwalan produksi, melakukan kegiatan
produksi dan melakukan pengetesan kualitas, mengelola barang setengah jadi (work-in-
process), memelihara fasilitas produksi, dan sebagainya.
4) Deliver yang merupakan proses untuk memenuhi permintaan terhadap barang maupun
jasa. Proses yang terlibat diantaranya menangani pesanan dari pelanggan, memilih
perusahaan jasa pengiriman, menangani kegiatan pergudangan produk jadi, dan
sebagainya.
5) Return yaitu proses pengembalian atau menerima pengembalian produk karena berbagai
alasan. Kegiatan yang terlibat antara lain identifikasi kondisi produk, meminta otorisasi
pengembalian cacat, penjadwalan pengembalian, dan melakukan pengembalian.
Supply Chain Operations Reference (SCOR) memiliki tiga hirarki proses yang
diuraikan sebagai berikut:
1) Level 1 adalah level tertinggi yang memberikan definisi umum dari lima proses di atas
(plan, source, make, deliver, dan return).

21
2) Level 2 dikatakan sebagai configuration level dimana supply chain perusahaan bisa
dikonfigurasi berdasarkan sekitar 30 proses inti. Perusahaan bisa membentuk konfigurasi
saat ini maupun yang diinginkan (to be).
3) Level 3 dinamakan proses element level, mengandung definisi elemen proses, input,
output, metrik masing-masing elemen proses serta referensi (benchmark dan best
practice).
Dengan melakukan analisis dan dekomposisi proses, SCOR bisa mengukur kinerja supply
chain secara objektif berdasarkan data yang ada serta bisa mengidentifikasikan di mana
perbaikan perlu dilakukan untuk menciptakan keunggulan bersaing.

V. Structural Improvement
Ada dua cara dasar untuk memperbaiki rantai pasokan: dengan mengubah struktur atau
infrastruktur. Perubahan struktural meliputi kapasitas, fasilitas, proses teknologi, dan
integrasi vertikal. Perubahan ini sering bersifat jangka panjang dan membutuhkan modal
yang cukup besar. Perubahan struktur mengatur ulang elemen rantai pasokan biasanya
dengan cara yang besar dan dramatis.
Infrastruktur meliputi orang, sistem informasi, organisasi, pengendalian produksi dan
inventaris, dan sistem pengendalian mutu. Mereka melibatkan perubahan cara rantai pasokan
beroperasi dalam pengaturan struktural yang diberikan. Efisiensi adalah pendekatan utama
untuk memperbaiki supply chain. Hal ini memungkinkan rantai pasokan bereaksi cepat
terhadap perubahan permintaan riil dan mengurangi persediaan yang dibutuhkan. Waktu
pengulangan dapat dikurangi dengan mengubah struktur atau infrastruktur di sepanjang rantai
pasokan. Di bawah ini, akan dibahas perbaikan dengan perubahan struktural. Masing-masing
pendekatan ini membahas beberapa kombinasi pengurangan total biaya, ketidakpastian, dan
waktu pengisian ulang. Ada banyak cara untuk membawa perubahan dalam struktur rantai
pasokan di antaranya:
1) Bergerak dalam Integrasi ke Depan dan ke Belakang
Mengacu pada kepemilikan dalam rantai pasokan. Jika sebuah pabrik, misalnya,
memutuskan untuk membeli perusahaan grosir dan mendistribusikan produknya hanya
melalui pedagang grosir, maka penggabungannya ke depan menuju pasar. Di sisi lain,

22
jika pabrik membeli perusahaan pemasok, integrasinya ke belakang dalam rantai pasokan,
ada integrasi vertikal total.
Zara adalah perusahaan ritel pakaian berbasis di Spanyol yang telah berkembang secara
agresif dan berhasil dalam integrasi vertikal untuk mendukung lebih dari 800 toko
pakaian di lebih dari 50 negara yang berbeda. Dengan mengintegrasikan seluruh desain,
produksi, distribusi, dan ritel, Zara adalah pendobrak dalam industri yang normalnya
melakukan outsourcing semua kegiatan produksi ke negara-negara dengan biaya tenaga
kerja terendah. Dengan memiliki kemampuan produksi sendiri, Zara mampu mendikte 85
persen dari apa yang harus dilakukan. Ditambah dengan investasi teknologi informasi
dalam menangkap dan mentransmisikan informasi permintaan ke seluruh rantai
pasokannya, Zara dapat merespons dengan cepat perubahan tren pasar, dengan waktu
siklus pengiriman desain-ke-toko secepat dua minggu.
2) Penyederhanaan Proses Utama
Digunakan untuk memperbaiki rantai pasokan ketika prosesnya begitu rumit, atau tanpa
ketinggalan zaman, bahwa diperlukan perubahan besar. Dalam kasus ini, digunakan
pendekatan proses yang dirancang dari nol tanpa memperhatikan proses yang ada.
3) Mengubah Konfigurasi Pabrik, Gudang, atau Lokasi Ritel
Terkadang sistem distribusi tidak lagi dikonfigurasi dengan cara yang benar. Sebagai
contoh, banyak perusahaan telah menentukan bahwa mereka memiliki banyak pemasok
dan mengurangi jumlah pemasok hingga satu setengah atau lebih (supply basis
reduction). Hal ini dilakukan untuk bermitra dengan pemasok terbaik untuk memastikan
pengiriman Just in Time (JIT) dan sumber bahan bersertifikat. Perubahan struktural lain
dari jenis ini terjadi di Eropa karena menjadi pasar yang lebih terpadu. Akibatnya,
perusahaan menemukan bahwa mereka membutuhkan lebih sedikit pabrik dan gudang di
lokasi yang berbeda. Sebuah rekonfigurasi lengkap dari fasilitas produksi dan distribusi
sedang berjalan di banyak perusahaan.
4) Desain Ulang Produk Utama
Sering dibutuhkan untuk melakukan perbaikan dalam supply chain. Beberapa perusahaan
telah menemukan bahwa mereka memiliki terlalu banyak variasi dan jenis produk yang
berbeda, beberapa dengan penjualan sangat rendah. Alhasil, lini produk dipangkas dan

23
didesain ulang agar lebih modular. Sebagai contoh, Hewlett-Packard menemukan bahwa
ia harus membuat berbagai model printer laser karena berbagai kebutuhan daya di
berbagai negara. Strategi penundaan ini berhasil menyelamatkan jutaan perusahaan.
5) Bekerja Sama dengan Penyedia Logistik Pihak Ketiga
Misalnya semikonduktor nasional berkonsentrasi pada pembuatan semikonduktor. Saat
produk diproduksi, diberikan kepada Federal Express untuk persediaan atau distribusi.
FedEx kemudian gudang produk, mengambil pesanan masuk, dan mengirimkan produk
ke pelanggan.

VI. Kasus
Topik: Penerapan E-Supply Chain Management Pada Industri (Studi Kasus Pada PT
Maitland-Smith Indonesia)
A. Aktivitas Supply Chain di PT Maitland-Smith Indonesia
Secara garis besar, aktivitas-aktivitas yang terlibat dalam kegiatan supply chain di PT
Maitland-Smith Indonesia dapat digambarkan dalam diagram berikut ini:
Gambar 1. Flowchart Aktivitas Supply Chain di PT Maitland-Smith Indonesia

1) Hubungan Raw Material dengan Supplier


Raw material (bahan baku/ bahan mentah) adalah bahan yang langsung digunakan untuk
diolah menjadi barang jadi (finish good) yang merupakan produk dari perusahaan tersebut
(Wibowo, 2014). Raw material di PT Maitland-Smith Indonesia terbagi menjadi dua,
yaitu main raw material (contoh: kayu, veneer, MDF, plywood) dan raw material support
(contoh: brass, leather, glass, mirror, box, fabric).
Suppliers PT Maitland-Smith Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu :
(1) Suppliers lokal
24
Suppliers lokal untuk kayu biasanya berasal dari Lampung dengan lead time selama
2-3 minggu.
(2) Suppliers luar negeri
Suppliers luar negeri ini terjadi ketika PT Maitland-Smith Indonesia membutuhkan
raw material seperti brass dan veneer dengan lead time selama 1-2 bulan.
2) Hubungan Supplier dengan Warehouse Bahan Baku
Hubungan antara supplier bahan baku (eksternal perusahaan) dengan warehouse bahan
baku dan bagian purchasing merupakan hubungan permintaan raw material dari PT
Maitland-Smith Indonesia kepada supplier bahan baku yang menjalin kerjasama dengan
PT Maitland-Smith Indonesia. Dalam hal ini, departemen warehouse akan melakukan
pengecekan kuantitas bahan baku yang tersisa di gudang bahan baku. Departemen
warehouse akan menginformasikan kuantitas bahan baku yang tersedia kepada
departemen PPC, kemudian departemen PPC akan melalukan peramalan (forecasting)
permintaan bahan baku, setelah meramalkan jumlah bahan baku yang dibutuhkan dalam
proses produksi barulah dilakukan pemesanan. Pemesanan dilakukan apabila bahan baku
yang tersedia tidak dapat mencukupi kebutuhan bahan baku untuk proses produksi dan
pemesanan bahan baku juga dilakukan untuk memenuhi safety stock yaitu minimal 200
m³ kayu setiap bulan. Apabila diperlukan pembelian bahan baku, departemen PPC akan
melakukan permohonan pembelian bahan baku kepada departemen purchasing.
Selanjutnya departemen purchasing akan melakukan pembelian bahan baku ke supplier
sesuai dengan harga dan lead time yang telah disepakati sesuai perjanjian kerjasama atau
MOU (Memorandum of Understanding).
3) Hubungan antara Warehouse Bahan Baku dengan Manufacturing
Hubungan warehouse bahan baku dengan manufacturing diawali dengan permohonan
pengeluaran bahan baku untuk digunakan dalam proses produksi. Proses produksi mulai
dilakukan pada saat material sudah siap (material readiness) dan saat jumlah produksi
sedikit. Ketika PT Maitland-Smith Indonesia mendapat order dari customer dengan jenis
produk baru, maka proses produksi tersebut harus melalui beberapa departemen terlebih
dahulu. Lantai produksi di PT Maitland-Smith Indonesia terbagi menjadi dua yaitu divisi
1 dan divisi 2.

25
Gambar 2. Aliran Pesanan New Product dari BroyHill

Gambar 3. Aliran Proses Produksi di Divisi 1

Gambar 4. Aliran Proses Produksi di Divisi 2

4) Hubungan Manufacturing dengan Warehouse Finish Good (WHFG)


Barang jadi (finish good) yang sudah dalam bentuk karton box disimpan terlebih dahulu
di WHFG (Warehouse Finish Good) dikarenakan beberapa hal, yaitu:
(1) Proses pengiriman finish good tersebut masih menunggu satu container terpenuhi.
(2) Proses pengiriman finish good tersebut masih menunggu finish good lain yang akan
dikirim ke negara tujuan yang sama.
(3) Proses pengiriman finish good tersebut masih menunggu tanggal
ETD (Estimation Delivery).

26
5) Hubungan Warehouse Finish Good (WHFG) dengan Shipment
Setelah tiba tanggal ETD (Estimation Delivery), maka barang yang disimpan di WHFG
(Warehouse Finish Good) kemudian diangkut ke dalam container dan siap untuk
diekspor ke Amerika.Proses pengiriman barang jadi di PT Maitland-Smith Indonesia
terbagi menjadi dua proses, yaitu:
(1) Direct Customer
Pengiriman melalui direct customer yaitu finish good yang dipesan langsung dikirim
ke customers. Customers dari PT Maitland-Smith Indonesia antara lain: Ambelle
Home, EJ-Victor, BroyHill, Drexel Heritage, Pearson, Thomasville, Henredon dan
Maitland-Smith.
(2) Melalui HHG (Heritage Home Group)
Pengiriman melalui HHG (Heritage Home Group) yaitu finish good yang dipesan
oleh customer dikirim ke HHG (Heritage Home Group) kemudian HHG (Heritage
Home Group) yang akan mendistribusikan ke end costumer.
Terdapat tiga model transportasi yang digunakan dalam proses pengiriman barang di PT
Maitland-Smith Indonesia :
(1) By Air Shipment
Proses Pengiriman barang menggunakan pesawat terbang. By Air Shipment
mempunyai lead time terkecil yaitu 7 hari dengan biaya shipment yang termahal.
(2) By Container/ FCL (Full Container Load)
Proses Pengiriman barang menggunakan satu container penuh. Proses pengiriman by
container mempunyai dua cara pemilihan rute, yaitu:
 West Cost yaitu singgah di suatu tempat kemudian proses pengirimannya
dilanjutkan menggunakan kereta api dengan lead time 30 hari.
 East Cost yaitu pengiriman tanpa singgah di suatu tempat dan langsung dikirim ke
customer dengan lead time 40 hari.
(3) By LCL (Less than Container Load)
Yaitu barang dikirim ke gudang dekat pelabuhan lalu barang tersebut dijadikan satu
dengan paketan lain yang mempunyai tujuan/negara yang sama, setelah tiba di negara

27
tujuan kemudian didistribusikan ke customer masing-masing dengan lead time 1-2
minggu.

B. E-Supply Chain Management (E-SCM) di PT Maitland-Smith Indonesia


Dalam menjalankan sistem E-Supply Chain Management (E-SCM), kolaborasi antar
departemen di PT Maitland-Smith Indonesia dengan customers, supplier dan perusahaan jasa
pengiriman sangat diperlukan karena masing-masing pihak yang bersangkutan dapat
memberikan informasi yang diperlukan dengan akurat, lengkap dan tepat waktu. Untuk
menciptakan kolaborasi yang berhasil, maka setiap pihak harus dapat membangun rasa saling
percaya satu sama lain dengan cara menjaga informasi tersebut agar tidak tersebar kepada
pihak yang tidak berwenang. Intensitas kolaborasi yang digunakan oleh PT Maitland-Smith
Indonesia yaitu bersifat information sharing, karena masing-masing pihak dapat memberikan
informasi yang dibutuhkan. Misalkan customers dapat mengetahui informasi tentang
perkiraan kapan barang yang dipesan dapat diterima oleh customers tersebut. PT Maitland-
Smith Indonesia dapat memperkirakan berapa banyak bahan baku yang akan dipesan dan
waktu pemesanannya kepada supplier sehingga bahan baku yang dibutuhkan dapat selalu
tersedia di gudang.
Untuk mencapai information sharing dalam supply chain di PT Maitland-Smith
Indonesia, maka dibutuhkan suatu teknologi yaitu Enterprise Resources Planning (ERP)
System. Sistem ERP adalah sistem informasi yang dapat mengintegrasikan seluruh proses
bisnis dan informasi di dalam perusahaan tersebut baik itu antar departemen maupun lintas
departemen (Wawan, 2007). ERP software yang digunakan oleh PT Maitland-Smith
Indonesia adalah QAD Enterprise Cloud. QAD (Queen and Drive) adalah sebuah perusahaan
software di Santa Barbara, Amerika Serikat yang didirikan pada tahun 1979. Tiga kategori
dari QAD Enterprise Cloud memiliki jenis yang berbeda. QAD Cloud Apps di dalamnya
terdiri dari QAD Cloud ERP, QAD QMS (Quality Management System), dan QAD TMS
(Transportation Management System). QAD Cloud Service terdiri dari QAD Cloud EDI
(Electronic Data Interchange) solution. Sedangkan QAD Cloud Portal didukung oleh QAD
Supplier Portal, yaitu portal QAD untuk pengaturan aktivitas supply chain. Berikut ini ada
beberapa contoh tampilan layar dari QAD Enterprise Cloud di PT Maitland-Smith Indonesia :
Gambar 5. Tampilan Layar Supplier di QAD Enterprise Application
28
Gambar 6. Tampilan Layar Sales Order di QAD Enterprise Application

VII. Simpulan
Supply Chain Management (SCM) menekankan pada pola terpadu menyangkut proses
aliran produk dari supplier, manufaktur, retailer hingga pada konsumen akhir. Dalam konsep
SCM rangkaian aktivitas antara supplier hingga konsumen akhir adalah dalam satu kesatuan
tanpa sekat yang besar. Mekanisme informasi antara berbagai komponen tersebut
berlangsung secara transparan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa SCM adalah suatu
konsep yang menyangkut pola pendistribusian produk yang mampu menggantikan pola-pola
pendistribusian produk secara tradisional. Pola baru ini menyangkut aktivitas pendistribusian,
jadwal produksi, dan logistik.
 Pada waktu perusahaan sudah masuk dalam pasar global, maka perluasan rantai
pasokan yang dimiliki menjadi suatu tantangan strategis. Agar rencana strategi tentang
29
manajemen rantai pasokan menjadi sukses, maka beberapa karakteristik kapabilitas yang
harus dimiliki antara lain: 1) Fleksibel dalam arti cukup reaktif terhadap perubahan yang ada
baik dari ketrersediaan komponen, distribusi, jalur pengiriman, aturan impor dan nilai
tukar. 2) Dapat menggunakan teknologi mutahir untuk menjadwal dan mengelola pengiriman
komponen dan produk akhir.  3) Menetapkan staf yang mempunyai keahlian secara lokal
mengenai cara menyikapi peraturan, perdagangan, pengangkutan, penanganan konsumen dan 
isu politik.

30

Anda mungkin juga menyukai