Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH SEMINAR ORTODONTIK

Etiologi Maloklusi

Sumber : Color Atlas of Dental Medicine - Orthodontics Diagnosis

Penulis : Thomas Rakosi, Irmtrud Jonas, dan Thomas M. Graber

Halaman : 57-70

Pembimbing : drg. Deni Sumantri Latief, Sp.Ort

drg. Khairiyah Ulfah

Seminaris : Rizkiah Ananda (160112170023)

Yuriesty Azalia (160112170038)

Ghinda Nevitya (160112170502)

Hari/ Tanggal : 8 Februari 2019

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
BANDUNG
2019
1

ETIOLOGI MALOKLUSI
Penilaian etiologi dari maloklusi merupakan aspek penting dalam

ortodontik, sebagai asal mula deformitas yang menyediakan kunci untuk rencana

perawatan. Proses perkembangan gigi-geligi dan pertumbuhan kraniofasial

memakan waktu sekitar 20 tahun, dimana lingkungan memiliki dampak pemodelan

pada genotip, menjadi bagian yang tak terpisahkan dari faktor keturunan. Oleh

karena interaksi ini, sulit untuk mengklasifikasikan etiologi maloklusi secara tepat,

karena penyebabnya seringkali multifaktorial dan sulit mencegah diferensiasi yang

tepat antara perubahan yang diinduksi secara endogen dan eksogen.

Berdasarkan pada penelitian etiologi saat ini, pola maloklusi yang

diturunkan biasanya tidak monogenik, tetapi poligenik, misalnya gen tunggal yang

memainkan peran dalam mengekspresikan karakteristik (contohnya maloklusi

dalam ortodontik) hanya memiliki efek sedikit pada manifestasi spesifik dalam

fenotip. Hanya efek akumulasi dari berbagai gen yang terlibat dalam penentuan

sifat bawaan.

Karena itu, karakteristik poligenik atau maloklusi tidak memiliki

penampilan klinis yang pasti seperti pada monogenik (contohnya displasia enamel

herediter), yang dapat dibedakan oleh fenotip terstandarisasi secara keseluruhan.

Etiologi maloklusi kebanyakan berdasarkan sistem mulifaktorial dengan

“poligenesis aditif” dan efek ambang batas, misalnya untuk menjadi faktor khas

dalam fenotip, bundel gen yang diwariskan dapat "terbalik" misalnya oleh faktor

lingkungan (Jorgensen, 1966). Bergantung pada susunan genetik, pengaruh

eksogen harus ringan hingga berat untuk mengekspresikan karakter dari deformitas
2

dalam bentuk yang lebih jelas. Di sisi lain, pengaruh eksogen bisa juga

menyamarkan deformitas jika menentang faktor herediter.

Pengaruh eksogen bisa saja sistemik ataupun lokal. Walaupun faktor

sistemik seperti kondisi iklim atau ekologis, nutrisi, dan penyakit dapat

memengaruhi perkembangan keseluruhan organisme manusia, faktor lokal dalam

etiologi maloklusi hanya berpengaruh pada sistem pengunyahan saja.

Pengaruh eksogen dapat bersifat statis atau fungsional. Faktor statis

berpengaruh hanya pada satu bagian spesifik atau hanya pada bagian yang aktif

(trauma).

131 Etiologi maloklusi

Perbandingan dari dua faktor penentu dalam pembentukan maloklusi dentoalveolar

dan skeletal.
3

132 Sifat-sifat yang memburuk dalam fenotip

Temuan klinis seorang pasien berusia 8 tahun dengan prognatisme mandibula

herediter (Kelas III).

Kanan: Maloklusi, misalnya terhambatnya perkembangan rahang atas, diperburuk

karena kehilangan prematur gigi sulung dan ekstraksi awal molar permanen kiri

atas.
4

133 Interaksi antara faktor keturunan dan pengaruh eksogen

Jika dalam etiologi maloklusi, pengaruh eksogen terjadi dalam arah yang sama

dengan faktor herediter, efek akumulatif yang dihasilkan mengarah pada

karakteristik yang diperburuk dalam fenotip.

Begitu pula sebaliknya, sifat-sifat genotip dapat ditutupi oleh pengaruh faktor

lingkungan.

134 Kamuflase faktor keturunan

Gigitan terbuka karena mengisap ibu jari dan mendorong lidah pada pasien

perempuan berusia 4 tahun.

Kanan: 1 tahun setelah menghilangkan pengaruh eksogen (penghentian disfungsi),

kecenderungan genetik untuk crowding gigi menjadi jelas.

PENYEBAB MALOKLUSI

Karena tidak mungkin untuk mengklasifikasikan anomali dentofasial

dengan tepat, penyebab asli anomali dentofasial yang paling umum telah dirangkum

dalam tujuh kelompok (Dockrell, 1952):


5

tindakan untuk periode tertentu pada saat tertentu memproduksi


Penyebab waktu jaringan hasil
1) Herediter 1) Terus-menerus, 1) Jaringan 1) Malfungsi
2) Anomali karena intermiten, atau neuromuscular 2) Maloklusi
perkembangan tidak sempurna hanya sekali 2) Gigi-geligi 3) Displasia
3) Trauma 2) Berbagai 3) Tulang tulang
4) Agen fisik tingkat usia (pre- 4) Kartilago
5) Kebiasaan atau postnatal) 5) Jaringan lunak,
6) Penyakit kecuali otot
7) Malnutrisi

Setiap faktor penyebab primer memengaruhi jaringan tertentu untuk periode

waktu tertentu, yang menyebabkan deformitas (lihat di atas). Sejauh menyangkut

faktor waktu, penyebab spesifik dapat bertindak terus-menerus, intermiten, atau

beroperasi hanya sekali dalam setiap atau seluruh tahap perkembangan (pre- atau

postnatal).

Hasil dari faktor-faktor yang mengganggu ini tergantung pada lokalisasi dan

tekstur jaringan yang paling dipengaruhi oleh deformitas. Bagian jaringan primer

ini mungkin: jaringan neuromuskuler, gigi, tulang, jaringan kartilago, dan jaringan

lunak lainnya, kecuali otot (lihat di atas).

Deformitas primer yang disebabkan oleh faktor-faktor ini adalah:

malfungsi, jika jaringan neuromuskuler dipengaruhi secara primer; maloklusi, jika

gigi dipengaruhi secara primer; dan displasia tulang, jika jaringan tulang

dipengaruhi secara primer (Gambar 135).


6

Bagian jaringan primer Anomali


Jaringan neuromuskuler Malfungsi
Faktor penyebab Gigi-geligi Maloklusi
Jaringan tulang Displasia

135 Patogenesis penyebab anomali

Etiologi deformitas dentofasial ditentukan oleh jenis jaringan yang dipengaruhi

secara primer oleh faktor penyebab.

Dalam banyak kasus, kombinasi dari ketiga anomali terjadi, terlepas dari jaringan

primer menempati jaringan lain, biasanya jaringan sekunder juga terlibat dalam

deformitas.

Abnormalitas Herediter

Untuk waktu yang lama, pewarisan dianggap sebagai faktor penyebab

paling penting dalam pembentukan deformitas dentofasial, walaupun hampir tidak

ada bukti ilmiah yang mendukung tesis ini. Rincian yang tepat tentang signifikansi

faktor keturunan dalam etiologi malformasi hanya dapat diperoleh dengan

melakukan studi ekstensif pada anak kembar dan keluarga. Menurut pengetahuan

saat ini, jaringan-jaringan berikut ini dapat dipengaruhi secara primer oleh

deformitas dentofasial yang ditransfer secara genetik.

- Sistem neuromuskuler

- Gigi

- Jaringan tulang / kartilago atau

- Jaringan lunak
7

Sistem Neuromuskuler

Deformitas herediter dari sistem neuromuskuler terutama terdiri dari

anomali dalam ukuran, posisi, tonisitas, kontraktilitas, dan dalam pola koordinasi

neuromuskuler otot wajah, mulut, dan lidah. Dengan demikian, deformitas parah

pada daerah dentoalveolar terjadi dengan makroglossia dan hipoglossia.

Konfigurasi bibir serta kompetensi dan fungsinya sangat penting jika sistem

orofasial ingin berkembang secara optimal. Jenis-jenis konfigurasi bibir tertentu

yang terjadi beberapa kali dalam satu keluarga dapat bersifat herediter dan dengan

demikian membuat anggotanya mengalami disfungsi dan maloklusi (Gambar 136).

Seringkali sulit untuk memutuskan apakah kebiasaan lidah dan bibir disebabkan

oleh faktor keturunan atau karena imitasi.

Kondisi otot patologis yang jarang, seperti hipertrofi dan atrofi, juga dapat

menyebabkan maloklusi.
8

136 Maloklusi Kelas II Asli pada tiga bersaudara

Baris atas: tampilan profil

Baris bawah: overjet

Baris atas: Walaupun kakak laki-laki (kiri) memiliki bibir yang normal dan

kompeten, adiknya menunjukkan penutupan bibir yang terganggu (postur mulut

terbuka, pendek, bibir atas hipotonik).

Anak bungsu (kanan) memiliki otot mental yang hiperfungsi.

Baris bawah: Gambar klinis dari overjet yang sesuai.

Derajat maloklusi yang berbeda berhubungan dengan jumlah gangguan

neuromuskuler yang berbeda.

Kakak tertua (kiri) dengan bibir normal, memiliki overjet terkecil dan adik paling

kecil dengan bibir tidak kompeten dan hiperaktifitas otot mental, memiliki overjet

terbesar (kanan).

Gigi-geligi

Sebagaimana telah ditunjukkan dalam penelitian kembar, banyak

karakteristik gigi-geligi merupakan keturunan, antara lain:

1. Ukuran gigi

2. Bentuk gigi

3. Jumlah gigi

4. Mineralisasi gigi

5. Jalur erupsi dan posisi awal benih gigi

6. Sekuensi erupsi
9

Deviasi yang parah dalam bentuk dan ukuran gigi merupakan penyebab

yang paling umum pada permulaan maloklusi dentofasial. Dari sudut padang

ortodontik, biasanya bukan ukuran gigi asli yang relevan (Gambar 137, 138),

namun ukuran gigi dibandingkan dengan basis tulang (Gambar 139, 140).

Menurut Dolder (1934), prevalensi hipodonsia, tanpa memasukkan molar

ketiga, adalah 3,4%; anomali lebih jarang ditemukan pada gigi sulung daripada gigi

permanen. Molar ketiga adalah gigi yang paling sering hilang, dilanjutkan dengan

premolar kedua bawah, insisif lateral atas, premolar kedua atas, insisif sentral

bawah, dan premolar pertama atas dan bawah. Hipodonsia seringkali terjadi

berkombinasi dengan sindrom lain (seperti ectodermal dysplasia, celah bibir,

langit-langit, dan palatum, dan sindrom Down) (Gambar 141).

Data mengenai prevalensi hiperodonsia berbagai macam. Kasus hiperodonsia

lebih jarang dibandingkan kasus gigi hilang secara kongenital. Semua jenis gigi

dapat berupa supernumerary, terutama pada gigi permanen. Hiperaktivitas lamina

gigi lebih sering terjadi pada rahang atas, terutama regio anterior dan molar. Gigi

yang paling sering terpengaruh selanjutnya adalah premolar bawah dan insisif

(Gambar 151). Gigi supernumerary dapat dibentuk secara normal maupun tidak

biasa. Gigi juga dapat dibentuk, akibat geminasi dan fusi, struktur supernumerary

tidak berkembang secara terpisah namun menjadi gigi yang sangat besar (Gambar

156).
10

Gigi supernumerary umumnya terjadi pada pasien dengan celah bibir dan langir-

langit sekitar area celah (supernumerary insisif lateral) dan pada kasus

cleidocranial dysostosis (Gambar 154).

137 Mikrodonsia

Mikrodonsia insisif lateral rahang atas.

Semua jenis gigi, insisif lateral rahang aras paling bervarias dalam bentuk.

Anomali ukuran gigi dapat terbatas pada satu gigi atau secara keseluruhan.

138 Makrodonsia pada satu gigi


11

Anomali gigi pada regio anterior rahang atas karena insisif lateral yang terlalu

besar.

139 Makrodonsia pada gigi rahang atas dalam relasi dengan ukuran tulang

basal

Karena ketidakproporsional dalam ukuran antara kedua struktur, gigi anterior

berjejal dan gigi posterior miring parah ke arah bukal.

140 Mikrodonsia pada seluruh gigi dalam relasi dengan ukuran tulang basal

Jarak antara gigi diakibatkan diskrepansi ukuran antara lengkung gigi dan tulang

basal.
12

Hipodonsia.

141 Hipodonsia pada gigi sulung

Gigi sulung insisif lateral rahang atas hilang secara kongenital karena predisposisi

keluarga terhadap hipodonsia. Kanan: hasil radiografi panoramik. Hipodonsia

jarang terjadi pada gigi sulung.

142 Hipodonsia pada gigi permanen. Oklusi pada pasien berusia 11 tahun

Insisif permanen lateral rahang atas hilang. Kaninus rahang atas erupsi secara

mesial. Pada populasi Kaukasia, gigi permanen yang paling umum terpengaruh
13

kehilangan kongenital adalah premolar kedua rahang bawah dan insisif lateral

rahang atas.

143 Posisi gigi sulung pada kasus gigi permanen hilang secara kongenital

Gigi molar sulung kedua rahang bawah yang tenggelam, merupakan gejala

kehilangan kongenital premolar kedua rahang bawah.

Hipodonsia dan relasi oklusal

144. Bentuk lengkung gigi rahang atas

Lengkung anterior pada pasien berusia 12 tahun terlihat telah rata akibat kehilangan

kongenital insisif lateral rahang atas.


14

145 Temuan oklusal

Diskrepansi ukuran gigi anterior antara lengkung atas dan bawah menyebabkan

perkembangan cross bite anterior.

146 Oligodonsia

Hipodonsia sejumlah besar gigi pada pasien dengan celah bilateral bibir, rahang,

dan palatum. Pasien menunjukkan kehilangan kongenital insisif lateral rahang atas,

premolar pertama dan kedua rahang atas, insisif sentral kiri rahang bawah, dan

premolar kedua rahang bawah. Benih gigi kaninus permanen rahang atas dystopic.
15

Kiri: oligodonsia pada lengkung rahang atas 'impedes' lebih jauh

perkembangannya.

Oligodonsia yang diturunkan pada ekspresi yang bervariasi pada empat bersaudara.

147 Gigi pada saudara laki-laki tertua

Hipodonsia pada kaninus rahang atas, molar kedua rahang bawah, dan gigi molar

ketiga pada usia 13,5 tahun. Gigi sulung kaninus kanan rahang atas persistensi.

148 Gigi pada saudara laki-laki tertua kedua

Kehilangan kongenital gigi kaninus rahang atas, insisif lateral kanan rahang bawah,

dan premolar kedua rahang bawah pada usia 9,5 tahun. Gigi insisif lateral kiri

rahang atas hypoplastic.


16

149 Gigi pada saudara laki-laki termuda

Anak laki-laki ketiga dalam keluarga memiliki oligodonsia pada usia 10 tahun--

kehilangan kongenital gigi insisif lateral kanan rahang atas, gigi premolar pertama

kanan rahang atas, gigi kaninus dan gigi premolar kedua rahang atas, dan gigi

premolar kedua rahang bawah.

150 Gigi pada saudara perempuan

Anak termuda dalam keluarga, seorang anak perempuan berusia 6 tahun, memiliki

hipodonsia gigi insisif lateral kanan rahang atas, gigi premolar kedua kiri rahang

atas, dan kedua gigi premolar rahang bawah. Benih gigi insisif lateral kiri rahang

atas mengalami hypoplastic. Benih gigi kaninus permanen kanan rahang atas ada

dalam posisi ektopik.


17

151 Hiperodonsia

Radiografi pasien perempuan berusia 22 tahun dengan empat gigi supernumerary.

Gigi supernumerary pada kedua regio premolar pada lengkung rahang bawah.

Benih distomolar terlihat pada kuadran kiri rahang atas, diperkirakan akibat formasi

berlebihan lamina gigi.

152 Mesioden

Gigi supernumerary dan belum sempurna yang telah erupsi di antara gigi insisif

sentral rahang atas. Jenis abnormalitas ini seringkali diturunkan dan jenis

hiperodonsia yang paling umum. Gigi ini dapat menghalangi parah erupsi gigi

anterior.
18

153 Odontoma

Stuktur mineralisasi supernumerary yang berada dekat mahkota gigi kaninus kanan

rahang atas yang mengganggu erupsi gigi kaninus dan bersamaan dengan kista

perikoronal, menahannya.

154 Hiperodonsia pada cleidocranial dysostosis

Gigi permanen berjumlah banyak, ektopik, secara keseluruhan atau sebagian pada

pasien perempuan berusia 16 tahun

Gigi insisif, kaninus, dan premolar supernumerary dan persistensi gigi sulung

merupakan temuan khas pada jenis defek skeletal ini.


19

155 Diagram tampilan kelainan morfologi gigi

a. Geminasi = pembelahan tidak sempurna dari satu benih gigi

b. Twinning = pembelahan sempurna satu benih gigi untuk membentuk dua gigi

c. Fusi = dentin dari dua gigi yang menyatu, berasal dari dua benih gigi

d. Concresence = sementum dari dua gigi yang menyatu, berasal dari dua benih

gigi (Tannenbaum and allig, 1963)

156 Geminasi

Pembelahan tidak sempuna dari satu benih gigi pada gigi insisif sentral atas. Ukuran

lebih besar, secara estetik terlihat seperti gigi anomali.

Kanan: Terdapat takik pada tepi insisal, dan axial groove sampai ke mahkota,

adalah hasil dari tidak sempurnanya pembelahan benih gigi.


20

157 Twinning

Gigi supernumerary pada regio anterior rahang bawah. Dilihat dari bentuk dan

ukuran gigi, terlihat seperti hiperdontia hasil dari benih gigi insisif sentral kanan

saat membelah dan membentuk dua gigi kembar yang berbeda.

158 Fusi

Fusi antara gigi insisif kiri sentral rahang atas dan gigi supernumerary.

Kanan: mahkota gigi yang terlihat separuhnya mengalami fusi, pada kasus ini,

penyatuan dapat dipisahkan, dan gigi supernumerary diekstraksi


21

Cacat bawaan dari struktur gigi berbeda dari gangguan yang diinduksi

eksogen dalam mineralisasi sebagai berikut:

1. Kelainan bawaan pada gigi sulung dan permanen

2. Terlokalisasi dalam email atau dentin

3. Cacat bawaan dari struktur gigi diatur baik tidak teratur atau sebagai

punggungan dan alur vertikal

Displasia enamel dapat berupa hipoplastik atau aplastik (Gambar 162).

Dentinogenesis imperfecta sering terjadi bersamaan dengan ruang pulpa yang

hilang.

Fakta bahwa gigi tetap dan gigi ektopik cenderung terjadi pada kelurga yang

terindikasi memiliki kelainan secara genetik (Gambar 166- 169)

Kelainan Struktur Gigi

Keturunan Lingkungan

Gigi sulung dan permanen Gigi sulung dan permanen

Enamel atau dentin Enamel dan dentin

Ireguler atau vertikal Horizontal

159 Gangguan kalsifikasi karena faktor keturunan dan faktor lingkungan

Perbandingan antara perbedaan symptom patologis dan struktur gigi.


22

Dentinogenesis imperfecta

160 Temuan klinis

Pasien usia 19 tahun mengalami displasia herediter pada dentin. Ukurannya kecil,

dan berwarna kuning pada gigi di rahang atas dan bawah. Temuan klinis yang khas

pada kelainan pembentukan gigi ini adalah email pecah dan atrisi di tepi insisal.

161 Temuan radiografi

Pada kasus dentinogenesis imperfecta, gambaran radiografinya meliputi:

berkurangnya kontras radiografi dentin, hilangnya ruang pulpa dan saluran akar,

pendek, akar melebar. Anomali pada bentuk akar juga terlihat adanya penyempitan

pada bagian servikal.


23

162 Amelogenesis imperfecta – tipe hipoplastik

Chalky - (putih dan coklat) enamel yang keras dan permukaan kasar. Menutupi pit

dan fissure. Terdapat atrisi yang hebat dan bagian enamel ikut terkelupas dari dasar

dentin.

163 Amelogenesis imperfecta – tipe hipomineralisasi

Pasien perempuan usia 12 tahun memiliki enamel kuning-coklat serta lunak.

Permukaan gigi kusam hingga ke ridge and groove. Terlihat banyak enamel yang

mengalami fraktur enamel diplasia biasanya diikuti dengan open bite.


24

Amelogenesis imperfecta – tipe hypermature

164 Geligi campuran

Enamel pada kaninus, premolar dan molar telah larut dan dentin berwarna

kecoklatan tua. Bagian mahkota gigi menunjukkan anomali pada bentuk dan

ukuran.

Kanan: permukaan gigi yang lunak

Temuan oklusal pada pasien terlihat pada Gambar 164. Pasien usia 13 tahun.

Impaksi gigi

166 Impaksi pada gigi molar kedua sulung

Impaksi pada gigi tetap kanan bawah molar kedua pada pasien laki-laki usia 9

tahun. Ruangan untuk gigi sulung yang belum erupsi terbatas akibat mesial tipping
25

gigi yang berdekatan di sisi distal, yaitu kasus ankilosis. Benih gigi permanen

bergeser ke distal akibat gigi sulung yang impaksi. Pada kasus ini, erupsi abnormal

disebabkan oleh pengaruh herediter.

167 Impaksi genetik pada gigi sulung

Gambaran radiografi pasien laki-laki usia 7 tahun. Pasien ini menunjukkan

ankilosis pada gigi molar kedua kiri rahang bawahnya. Benih gigi permanen telah

bergeser ke mesial. Ruangan untuk gigi yang belum erupsi telah menyempit akibat

mesial tipping dari gigi molar permanen pertama. Erupsi dari gigi molar kedua

sulung kiri rahang atas juga terlihat sama.


26

168 Transposisi pada gigi

Dua gigi yang berdekatan telah bertukar posisi pada lenkung gigi akibat kelainan

genetik. Transposisi unilateral pada kaninus kiri dan premolar pertama. Dengan

tidak adanya gigi insisif kedua.

Kiri: relasi oklusal ada anterior sebelah kiri dengan malposisi gigi rahang atas.

Transposisi pada gigi kaninus dan premolar satu adalah keadaan paling sering

terjadi.

169 Transposisi bilateral

Terjadi transposisi pada kedua kaninus dan premolar pertama. Ketidakselasaran

pada pasien perempuan ini diakibatkan karena faktor genetik.

Tulang

Faktor genetik tertentu memengaruhi mandibula perkembangan tulang

mandibular, maksila, dan tulang lain di bagian kraniofasial yang kompleks, yang
27

menyebabkan displasia osseus herediter, yang mungkin dipengaruhi oleh kelainan

berikut:

• Ukuran tulang

• Bentuk tulang dan dasar rahang

• Lokasi tulang

• Jumlah tulang yang ada

Walaupun anomali ukuran tulang menyebabkan beberapa penyebab

mikroorganisme herediter dan makroorganisme (Gambar 170,171), variasi lokasi

tulang menyebabkan beberapa penyebab prognatik dan retrognatik. Variasi

herediter bentuk rahang sering menyebabkan asimetri

Tidak seperti agnatisma, yang merupakan keadaan yang sangat langka.

Hipoplasia dan parsial aplasia pada tulang rahang terjadi bersamaan dengan

disostosis kraniofasial, yang merupakan malformasi herediter pada area sekitar

lengkung percabangan pertama (mandibulofasial disostosis, maksilofasial

disostosis), (cleidocranial disostosis dan Crouzon’s disease) (Gambar 171).


28

170 Hipoplasia mandibular, kombinasi dengan embriopati

Profil wajah dan hubungan rahang anteroposterior pada pasien usia 3 tahun dengan

dismelia dan berbagai cacat lainnya. Hipoplasia mandibular menyebabkan profil

wajah yang mundur.

Cacat pada telinga luar juga terlihat, akibat retroagnasima pada mandibular, posisi

bibir bawah berada lebih belakang dari gigi insisif rahang atas.

Kanan: tipe morfologi jaringan lunak menyebabkan meningkatnya overjet yang

progresif.

171 Hipoplasia maksila pada Crouzon’s sindrom (kraniofasial disostosis)

Karakterisktik symptom ekstraoral Crouzon’s sindrom pada pasien usia 6 tahun

adalah eksoftalmus, hipertelorisma, hidung yang luas dan protusif bibir bawah.

Kanan: akibat prematur osifikasi dari sutura kranial, sindrom ini menyebabkan

oksisephali bawaan. Cacat pada tulang orbital, dan hipoplasia maksiladefisiensi

maksila menyebabkan relasi kelas III skeletal.

Anda mungkin juga menyukai