PENDAHULUAN
Kongenital
1. Celah bibir dan langit-langit
Celah bibir dan palatum sangat erat hubungannya dengan genetik,
terutama celah palatum, sepertiga sampai setengah penderita celah
palatum mempunyai keluarga dengan kelainan serupa. Sedangkan pada
celah fasial, faktor genetik kurang berhubungan. Celah palatum dan celah
bibir merupakan kelainan kongenital yang paling sering ditemukan. Pada
celah unilateral, umumnya ditemukan gigitan silang posterior di sisi celah.
Sering kali premaksila terdorong ke depan atau sebaliknya, apabila
tindakan bedah untuk penutupan celah bibir terlalu kencang, seluruh
premaksila akan terdorong ke palatal dan terjadi malposisi insisif atas
sehingga terjadi gigitan silang anterior. Pada daerah celah palatal
umumnya tidak ada gigi , kalaupun ada bentuknya atipikal atau kembar.
2. Palsi serebral
Palsi serebral yaitu kerusakan intrakranial yang menyebabkan paralisis
otot (gangguan neuromuskular), sering terjadi karena cedera waktu proses
kelahiran sehingga dapat menimbulkan malfungsi mastikasi, penelanan,
pernapasan, dan bicara. Dampak gangguan neuromuskular akan
memengaruhi perkembangan rahang atas maupun bawah, serta oklusi.
3. Tortikolis
Pada tortikolis kekuatan otot yang abnormal terlihat jelas, yaitu adanya
pemendekan otot sternokleidomastoideus yang dapat mengubah morfologi
tulang kranium dan wajah, dikenal dengan "wry neck“. Akibat tarikan otot
tersebut dapat menyebabkan asimetri wajah dan maloklusi yang parah bila
tidak ditanggulangi secara dini.
4. Disostosis Kleidokranial
Disostosis kleidokranial merupakan kelainan yang sering kali
berhubungan dengan faktor keturunan dan dapat menyebabkan maloklusi.
Ciri khas kondisi ini adalah tidak adanya tulang klavikula, dapat unilateral
atau bilateral, sebagian atau seluruh, dan terlambatnya penutupan sutura
kranial. Ciri-ciri maloklusi yang terjadi antara lain: retrusi maksila,
protrusi mandibula, erupsi gigi tetap terlambat, gigi sulung terlambat
tanggal, akar gigi tetap pendek dan tipis, dan sering dijumpai gigi
berlebih.
5. Ankiloglosia Ankiloglosia dikenal sebagai tongue tie, merupakan
kelainan kongenital yang disebabkan oleh frenulum lingualis yang
pendek. Hal ini dapat menyebabkan kelainan fungsi bicara yaitu pelat
(lisping), dan kemungkinan menyebabkan maloklusi karena
ketidakseimbangan gungsi lidah dan otot di luar mulut.
Lingkungan
Pranatal
a. Intrauterine molding
Posisi janin yang abnormal misalnya tangan, kaki atau lutut menekan
wajah dapat menyebabkan wajah depresi dan asimetris. Kadang-kadang
kepala janin menekan dada sehingga mandibular tidak dapat tumbuh ke
depan. Hal ini dapat terjadikarena beberapa hal antara lain air ketuban
yang terlalu sedikit. Pada waktu lahir terlihat mandibular sangat kecil, dan
sering disertai celah palatum. Oleh karena mandibular sangat kecil, lidah
akan terdorong ke atas sehingga menghambat penutupan palatum, kelainan
ini dikenal dengan sindrom Pierre-Robbin.
b. Bahan atau obat yang berpengaruh terhadap perkembangan
dentofasial
Lingkungan memainkan peranan penting sebagaifaktor etiologi terjadinya
maloklusi. Berbagai agen dapat memengaruhi embrio dan dapat
menyebabkan maloklusi bila embrio terpapar pada saat perkembangan
yang kritis. Agen tersebut disebut sebagai teratogen.
Pascanatal
a. Trauma pada proses kelahiran
Pada proses kelahiran yang sulit, kadang-kadang diperlukan bantuan alat
untuk mengeluarkan bayi, misalnya dengan menggunakan penjepit.
Penggunaan penjepit dapat melukai satu atau kedua sendi rahang, dapat
menyebabkan perdarahan internal, serta kerusakan jaringan yang akan
memengaruhi perkembangan mandibula. Seperti dikertahui, jaringan
kartilago kondil mandibula merupakan salah satu pusat pertumbuhan
mandibula, jadi kerusakan pada daerah tersebut berisiko mengakibatkan
efisiensi pertumbuhan mandibula. Dewasa ini, para ahli menyatakan
bahwa kartilago mandibula tidak begitu memengaruhi pertumbuhan
mandibula. Pendapat ini didukung dengan kenyataan bahwa meskipun
proses kelahiran dengan bantuan cunam penjeit sudah jaeang digunakan,
tetapi prevalensi maloklusi kelas II yang disebabkan defisiensi mandibular
tidak berkurang. Deformitas fasial, umumnya merupakan kelainan
kongenital bukan sebagai akibat trauma waktu lahir.
b. Trauma pada anak-anak
a. Anak-anak sering terjatuh dan dapat menyebabkan fraktur rahang,
terutama pada leher kondil mandibular, tetapi umumnya cepat sembuh.
Pada fraktur dini, mandibular tumbuh normal dan tidak terjadi asimetri
fasial. Prognosis baik, karena potensi pertumbuhan masih besar.
b. Trauma yang keras pada insisif sulung juga sering terjadi pada anak-
anak, akibatnya dapat terjadi kerusakan email, pembentukan akar
terhenti, atau akar mengalami malformasi atau distorsi (dilaserasi).
Trauma pada insisif sulung yang menyebabkan gigi tanggal dini,
umumnya tidak menyebabkan pergeseran gigi tetap. Bila terjadi pada
usia 3 tahun, erupsi gigi insisif permanen dapat terhambat, hal ini
disebabkan lambarnya resorbsi tulang alveolar di atasnya.
c. Luka bakar pada leher dan wajah anak dapat menyebabkan
pertumbuhan terhambat karena terbentuknya jaringan parut.
d. Penggunaan alat fiksasi yang lama dalam perawatan patah tulang
servikal dapat mengakibatkan tekanan mandibular ke atas yang
menyebabkan gigi insisifatas labioversi dan gigitan dalam.
Gangguan metabolisme
Disfungsi sistem kelenjar endokrin dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan
gigi pada janin, seperti hipoplasia email. Bila terjadi pada pascanatal akan
menghambat pertumbuhan fasial. Dampak lain adalah pada osifikasi tulang, waktu
penutupan sutura, waktu erupsi gigi dan resorpsi akar gigi sulung, serta jaringan
periodonsium yang sangat sensitif. Gangguan beberapa kelenjar endokrin yang
spesifik seperti hipotiroid dapat menyebabkan pola resorpsi abnormal, erupsi gigi
lambat, kelainan gingiva, gigi sulung yang persistensi, dan malposisi gigi karena
arah erupsi mengalami defleksi. Mengapa hal ini terjadi belum diketahui dengan
pasti.
Pada kasus akromegali, yang disebabkan oleh adanya tumor berlebihan,
mandibula akan tumbuh berlebih sehingga terjadi maloklusi kelas III skeletal.
Kartilago kondil berproliferasi, bila tumornya diangkat atau diradiasi,
pertumbuhan mandibula akan
berhenti, tetapi deformitas skeletal akan menetap. Meskipun metabolisme normal,
kadang-kadang ditemukan pertumbuhan mandibula berlebih pada satu sisi,
mengapa hal ini terjadi tidak diketahui penyebabnya. Keadaan ini disebut sebagai
hipertrofi hemimandibula. Pertumbuhan yang berlebihan tersebut dapat berhenti
secara spontan, tetapi pada kasus yang parah diperlukan rekonstruksi kondil.
Malnutrisi
Malnutrisi relatif jarang terjadi pada negara maju, tetapi pada Negara berkembang
masih banyak dijumpai. Penyakit seperti rickets, scurvy, dan beri-beri, dapat
menyebabkan maloklusi yang parah. Masalah utama yang sering terjadi adalah
gangguan pada perkembangan gigi, seperti gigi tanggal dini, persistensi, proses
erupsi abnormal, serta kesehatan jaringan yang buruk. Defisiensi nutrisi yang
terjadi di negara maju, bukan disebabkan kurangnya gizi, tetapi gangguan
pencernaan. Pada anak dengan orang tua peminum alkohol yang kronis, kelainan
yang ditimbulkan sama seperti penderita malnutrisi.
Kebiasaan buruk
Para ahli menyatakan bahwa fungsi otot sangat berperan terhadap terjadinya
maloklusi. Otot-otot dalam dan luar mulut seyogyanya dalam keadaan seimbang,
apabila tidak dalam keadaan seimbang akan menyebabkan terjadinya maloklusi.
Normalnya, fungsi oral adalah mengunyah, menelan, bernapas, dan bicara.
Bila ada malrelasi antara rahang atas dan bawah, aktivitas otot menyesuaikan
dengan keadaan tersebut sehingga timbul kebiasaan buruk yang dapat
menyebabkan maloklusi. Kebiasaan buruk yang akan diuraikan adalah mengisap
jari, mengisap/menggigit bibir, menjulurkan lidah, gangguan bicara, gangguan
penelanan, dan gangguan pernapasan.
1. Kebiasaan mengisap jari/ibu jari
Kebiasaan mengisap jari/ibu jari merupakan kebiasaan buruk yang paling
sering dijumpai dan umumnya dimulai lebih awal dari kebiasaan lainnya.
Bayi sejak lahir mempunyai naluri untuk mengisap yang membuat bayi
merasa nyaman dan puas. Pada pemberian air susu ibu, bayi merasa hangat
dan aman karena berkontak langsung dengan ibunya sehingga kemungkinan
mempunyai kebiasaan ini berkurang. Refleks mengisap lebih kuat pada bayi
yang diberi air susu ibu dibandingkan dengan susu botol. Umumnya bayi
mempunyai kebiasaan mengisap jari/ibu jari, hal ini normal bila berlangsung
sampai sekitar usia satu hingga satu setengah tahun, tetapi bila kebiasaan
mengisap berkepanjangan akan terjadi maloklusi. Bila dilakukan hanya
sampai usia 4 tahun biasanya tidak menyebabkan kelainan, atau kalau terjadi
kelainan sifatnya ringan dan dapat normal kembali dengan sendirinya. Bila
kebiasaan berlanjut untuk waktu yang lama akan menyebabkan kelainan baik
pada gigi maupun rahangnya. Ciri-ciri maloklusi yang terjadi adalah gigi
depan atas proklinasi, gigi depan bawah retroklinasi, gigitan terbuka anterior,
lengkung atas sempit, dan pertumbuhan rahang bawah terhambat. Berat-
ringannya kelainan yang terjadi bergantung pada durasi, frekuensi, dan
intensitas kebiasaan. Cara mengisap, aktivitas otot-otot di dalam dan di luar
mulut, serta pola pertumbuhan tulang wajah juga memengaruhi jenis
maloklusi. Hal ini disebabkan adanya ketidakseimbangan otot-otot di dalam
dan di luar mulut.
2. Mengisap/menggigit bibir Mengisap/menggigit bibir, umumnya terjadi
sebagai pengganti mengisap jari. Bibir bawah ditempatkan di belakang insisif
atas, kemudian diisap atau digigit. Kelainan yang ditimbulkan adalah gigi
anterior atas proklinasi, kadang-kadang renggang, bibir bawah menebal, dan
rahang bawah pertumbuhannya terhambat serta terdorong ke belakang.
3. Menjulurkan lidah dan gangguan penelanan Kebiasaan menjulurkan lidah
dapat terjadi pada waktu istirahat, menelan, ataupun bicara. Lidah dijulurkan
ke depan di antara gigi anterior atas dan bawah, dan umumnya pada penderita
dengan kebiasaan mengisap jari. Anggapan pada era 1950-1960 yang
menyatakan bahwa dorongan lidah menyebabkan gigitan terbuka tidaklah
tepat. Pada penelitian dewasa ini, ternyata ditemukan bahwa penderita yang
menjulurkan lidah pada waktu menelan, justru tekanan lidah pada gigi
berkurang dibandingkan dengan yang tidak mempunyai kebiasaan tersebut.
Secara singkat dapat dikatakan penelanan dengan menjulurkan lidah terlihat
pada dua keadaan: pertama pada penderita anak-anak dengan oklusi normal
dan merupakan masa transisi kematangan fisiologis normal, dan kedua pada
individu dengan gigitan terbuka. Jadi, penelanan dengan menjulurkan lidah
bukan me- rupakan penyebab tetapi merupakan akibat adanya gigitan ter-
buka. Hal ini bukan berarti bahwa lidah tidak berperan sebagai faktor etiologi
gigitan terbuka. Sebaliknya, posisi lidah ke depan pada waktu istirahat
meskipun tekanan sangat ringan, tetapi durasi yang lama dapat menyebabkan
perubahan posisi gigi dalam arah horizontal maupun vertical.
Hubungan antara bentuk dan fungsi sistem stomatognatik telah banyak
dievaluasi. Ukuran, fungsi, dan postur lidah sudah terbukti memengaruhi
lingkungan di sekitarnya. Sudah lama menjadi perdebatan bahwa fungsi lidah
akan menyebabkan maloklusi atau merupakan adaptasi terhadap perubahan-
per- ubahan oklusi.
Hubungan antara bentuk dan fungsi ini ditentukan oleh faktor genetik,
dan akan berlanjut terus serta berperan dalam perkembangan maloklusi. Bila
fungsi berpengaruh pada per- tumbuhan rahang, gangguan pada fungsi
merupakan penyebab utama maloklusi. Lingkungan yang berpengaruh pada
masa pertumbuhan dan perkembangan wajah, rahang, dan gigi adalah tekanan
dan gaya yang berkaitan dengan aktivitas fisiologis. Bagaimana cara
seseorang mengunyah, menelan, jenis makanan, dan tekanan-tekanan pada
rahang dan gigi pada waktu aktivitas, sangat memengaruhi pertumbuhan
rahang dan erupsi gigi.
Kebiasaan buruk menjulurkan lidah (tongue thrust swallowing)
merupakan salah satu faktor etiologi maloklusi, yaitu ujung lidah terletak di
antara gigi-gigi insisif selama proses penelanan. Gejala penelanan yang
abnormal ini di antaranya adalah:
1. Posisi ujung lidah lebih ke depan untuk mencapai bibir bawah.
2. Gigi-gigi posterior rahang atas dan bawah tidak berkontak selama
proses menelan.
3. Terjadi kontraksi otot perioral selama siklus menelan.
Pada pasien dengan kebiasaan buruk menelan menjulurkan lidah, saat
menelan, mandibula terdorong ke bawah dan lidah menjulur ke depan di
antara gigi-gigi, membentur bibir yang tertutup. Otot-otot fasial yang
memengaruhi ekspresi (mimetic), termasuk otot mentalis berperan dalam
proses penelanan yang abnormal ini untuk membantu lidah menekan
makanan ke arah belakang. Bila ujung lidah ditempatkan di depan ketika
menelan, biasanya tidak ada tekanan lidah pada gigi-gigi, kecuali bila ujung
lidah ke belakang kemungkinan tekanan lidah lebih rendah. Menelan secara
psikologis terjadi pada tahap bawah sadar, karena itu pola penelanan tidak
dapat dianggap sebagai kebiasaan. Bila lidah ditempatkan di antara gigi-gigi
depan dapat menyebabkan terjadinya maloklusi gigitan terbuka anterior.
Pada usia dini, apabila kebiasaan buruk dihilangkan, gigit- an terbuka
anterior dapat menjadi normal kembali karena adanya proses pertumbuhan.
Namun, apabila kebiasaan buruk ini berlanjut sampai pertumbuhan selesai,
prognosisnya kurang baik.
Menelan dengan menjulurkan lidah ditengarai merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan relaps pada perawatan Ortodonti. Banyak
penelitian menunjukkan persentase terjadi- nya relaps yang cukup besar
setelah perawatan ortodonti yang kemungkinan berkaitan dengan
ketidakseimbangan otot orofasial dan penyimpangan proses penelanan.
Aktivitas lidah ke arah depan selama proses penelanan dapat
menyebabkan inklinasi gigi insisif ke labial, gigitan terbuka anterior, dan
celah pada berapa kasus. Pengaruh menjulurkan lidah pada perkembaca
dentofasial bergantung pada beberapa faktor, yaitu:
1. Frekuensi penelanan atau seberapa sering lidah memberikan gaya
pada gigi.
2. Aksi berlawanan struktur otot yang lain seperti bibir, dan daya tahan
struktur dentoalveolar untuk bergeser.
3. Posisi lidah pada saat tidak menelan.
4. Gangguan bicara
Maloklusi dapat disebabkan oleh adanya gangguan bicara sehingga dapat
menyebabkan miskomunikasi. Maloklusi yang sering terjadi akibat kebiasaan
ini antara lain gigitan terbuka anterior atau diastema di antara gigi insisif.
Pada penderita dengan gigi insisif atas berjejal dan palatoversi, serta
maloklusi kelas III skeletal, umumnya tidak dapat bicara dengan normal.
Apakah terjadinya gigitan terbuka disebabkan karena gangguan bicara
ataukah sebaliknya, masih merupakan kontroversi.
5. Gangguan pernapasan
Pola pernapasan yang terganggu seperti bernapas melalui mulut dapat
mengubah posisi kepala, rahang, dan lidah sehingga dapat mengganggu
keseimbangan tekanan pada rahang dan gigi, yang berdampak pada posisi
gigi maupun pertumbuhan rahang. Untuk bernapas melalui mulut, posisi
rahang bawah dan lidah perlu ke bawah, dan kepala ke belakang. Perubahan
posisi ini bila menetap akan menambah tinggi wajah, membuat gigi belakang
ekstrusi, mandibula rotasi ke bawah dan ke belakang, membuka gigitan
anterior, jarak gigit bertambah, serta lengkung gigi atas sempit karena
bertambahnya tekanan pipi. Maloklusi yang terjadi mirip dengan penderita
mengisap jari dan penelanan yang abnormal. Keadaan ini pada beberapa
literatur disebut sebagai adenoid faces.
Bila ada sumbatan parsial pada hidung, maka penderita akan bernapas
sebagian melalui mulut dan sebagian melalui hidung. Sumbatan pernapasan
dapat disebabkan oleh peradangan pada mukosa hidung akibat alergi atau
infeksi kronis. Meskipun sum- batan telah ditanggulangi, kadang-kadang
penderita tetap bernapas melalui mulut karena telah menjadi suatu kebiasaan.