Anda di halaman 1dari 14

Nama kelompok : 1.

Sofia Fitri Meiverawati (2016-010)

2. Adik Ulfa Dhyah Ayu F.(2016-025)

3.Panji Sukma (2016-128)

REVIEW

Makanan yang dikonsumsi oleh setiap individu pada dasarnya mempengaruhi gizi dan kesehatan
individu tersebut termasuk kesehatan mulut di dalamnya. Secara nyata, ketiga faktor tersebut
termasuk jenis makanan, pola makan, dan sebagainya saling mempengaruhi hingga
menghasilkan output yang nantinya dapat dirasakan oleh individu tersebut.

Pola makan seseorang memainkan peranan penting dalam tindakan pecegahan penyakit mulut
dan gigi termasuk karies, erosi gigi, penyakit karena kelainan pada mukosa di mulut ,dan
penyakit periodontal lainnya. Kekurangan zat gizi meningkatkan kecenderungan tingkat infeksi
dan sakit pada mucosal mulut dan penyakit periodontal, hal ini, memberikan kontribusi yang
besar pada berbagai macam penyakit yang dapat mengganggu kehidupan manusia. Kekurangan
zat gizi ini dihubungkan dengan perkembangan terhadap rusaknya enamel yang meningkatkan
kerentanan karies pada seseorang. Erosi gigi juga diperkirakan memilikki tingkat yang sama
dengan hal tersebut. Hal-hal yang dapat diamati pada kehidupan nyata, seperti kebiasan
mengkonsumsi softdrink, adalah sumber utama dari asam dalam setiap pola konsumsi di Negara-
negara maju, sebagai faktor yang signifikan. Dari bukti-bukti yang diyakini dan yang telah diuji
kebenarannya melalui percobaan pada hewan, pengamatan pada manusia, dan pembelajaran
intervensi manusia menunjukkan bahwa gula adalah faktor utama yang menyebabkan karies gigi.

Disamping peran yang pasti dari fluoride dalam pencegahan karies, hal ini tidak mengeliminasi
karies gigi dan banyak kelompok dalam masyarakat tidak mengekspos pada jumlah yang optimal
dari fluoride. Pengaturan dari jumlah gula yang dikonsumsi, adalah tindakan pencegahan karies
yang penting. Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa ketika gula yang dikonsumsi lebih
kecil dari 15/kg/orang tiap tahun, tingkat karies gigi yang dialami seseorang itu rendah.
Disamping penelitian dan pembelajaran pada hewan yang menyatakan bahwa gula starch yang
terdapat pada makanan dan buah-buahan itu bersifat kariogenik, hal tersebut tidak didukung oleh
data secara epidemiologis, yang turut menyatakan bahwa tinggi konsumsi dari makanan-
makanan yang mengandung gula starch , baik pada buah-buahan dan sayur-sayuran juga
dihubungkan dengan rendahnya tingkat karies gigi. Mengikuti rekomendasi global yang
mendorong peningkatan pola makan, khususnya makanan yang mengandung gula starch
.sayuran, dan makanan bebas gula akan mempengaruhi kesehatan gigi seseorang secara umum.

Sebagaimana pada umumnya, kesehatan mulut berhubungan dengan pola makan seseorang
melalui banyak cara. Contohnya, nutrisi mempengaruhi perkembangan craniofacial dan mucosal
mulut ,serta penyakit gigi yang mencakup karies gigi, kerusakan enamel, dan penyakit
periodontal. Penyakit gigi pada umumnya menurunkan kualitas hidup seseorang secara langsung
dan memiliki dampak negative pada kepercayaan dirinya dan keyakinan terhadap diri sendiri,
mempengaruhi juga kemampuan makan dan kesehatan, kegelisahan, dan menurunkan fungsi
sosial seseorang. Hal yang terakhir tersebut dapat dijelaskan sebagai suatu bagian bahwa orang
yang kehilangan gigi mengurangi kemampuan seseorang untuk makan makanan yang bergizi
seperti daging, dan rasa nikmat dari makanan pun ikut terpengaruh, serta menurunkan
kepercayaan diri seseorang dalam bersosialisasi.

Keterkaitan antara Pola Makan, Gizi, dan Penyakit

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pola makan yang salah dapet mempengaruhi status
gizi seseorang dan secara langsung maupun tidak langsung dapat menyebabkan penyakit.
Penyakit yang timbul dapat seperti gangguan pada jaringan periodontal, gangguan pada jaringan
mukosa mulut, karies gigi, kerusakan enamel, dan lain-lain. Pada gangguan periodontal atau
yang sering disebut gum disease cenderung lebih sering terjadi pada penduduk yang kurang gizi
( status gizi rendah ), dimana, peran dari nutrisi dalam menjaga dan mempertahankan respon
imun tersebut. Gangguan pada jaringan periodontal dihubungkan dengan bertambahnya produksi
dari spesies oksigen yang reaktif, menyebabkan kerusakan pada sel host dan jaringan. Nutrisi
antioksidan , contohnya, asam askorbad ( vitamin C ) , beta-karoten dan alpha-tocopherol
( vitamin E ) adalah buffer yang penting dari oksigen yang reaktif dan ditemukan dalam banyak
buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian. Selain itu, defisiensi dari vitamin C yang akut dapat
menyebabkan scurvy yang berhubungan pada periodontitis.
Selanjutnya, defisiensi pada mikronutriens, contohnya vitamin B, yang nampak di dalam mulut
dan mencakup glossitis, chelitis, angular stomatitis. Kekurangan gizi memperburuk tingkat
keparahan dari infeksi yang terjadi dalam mulut dan memberikan kontribusi terhadap penyakit-
penyakit lain yang dapt menginfeksi kehidupan manusia. Seiring dengan meningkatnya tingkat
keparahan, maka kanker mulut menduduki peringkat atas dari tingkat tersebut. Kanker mulut,
dapat dicegah dengan mengatur secara benar dan sungguh-sungguh pada pola makan setiap
orang. Misalnya, pada kandungan zat besi , selenium, vitamin E, A dan beta-karoten
mempengaruhi hal tersebut tetapi masih samar-samar, tetapi yang paling penting adalah peran
dan manfaat dari vitamin C. Disampinng itu, mengkonsumsi makanan panas yang baru keluar
dari proses masak dan minuman meningkatkan resiko kanker mulut, khususnya juga pada
makanan yang dipanggang, sehingga, makanan yang paling sehat dan aman dikonsumsi adalah
buah-buahan dan sayur-sayuran. Pada penelitian epidemiologis yang telah dilakukan, resiko
kanker mulut berkurang seiring dengan peningkatan konsumsi buah dan sayur pada tiap individu.
Hal ini menunjukkan bahwa suatu efek yang lebih kuat dari buah dan sayus, khususnya buah
jeruk ( citrus ).

Pada pembelajaran kasus selanjutnya, ditemukan pula hubungan antara status imun seseorang
dengan gejala pada mulut akibat HIV/AIDS ( human immunodeficiency virus / acquired
immunodeficiency syndrome ). Status gizi yang rendah atau buruk dapat mengakibatkan
memburuknya system imun dalam tubuh seseorang sehingga lebih mudah terserang HIV , dan
memungkinkan peningkatan laju perkembangan dari gejala-gejala yang terjadi dalam mulut yang
mencakup proses ulceration, candidiasis, drug-induces xerostomia,dan neoplasms. Manifestasi
yang mucul pada mulut akibat dampak HIV yang memperburuk gizi dari makanan yang
dikonsumsi sebagai hasil dari luka di mulut, mulut kering, disfagia, dan kasus-kasus yang
muncul akibat neoplasma, obstruksi. Intervensi gizi bersama dengan perawatan mulut adalah
penting untuk mencegah pasien mengalami gangguan yang diakibatkan oleh keduanya.

Dalam tata hubungan antara kedua subjek tersebut, status gizi mempengaruhi gigi pada masa
pre-erupsi, meskipun pengaruh yang muncul kurang penting daripada masa post-erupsi local
sebagai dampak dari pola makan seseorang. Selanjutnya, defisiensi vitamin D dan A serta KEP
( kekurangan energy dan protein) dihubungkan oleh enamel hypoplasia dan atropi kelenjar
saliva, dan keduanya meningkatkan kerentanan dari karies gigi. Menelan fluoride yang
berlebihan selama proses pembentukan enamel dapat menyebabkan fluorosis.

Erosi gigi adalah peristiwa hilangnya jaringan keras gigi ( enamel dan dentin ) yang bersifat
irreversible dan secara kimiawi disebabkan oleh asama dalam suatu proses yang tidak melibatkan
bakteri. Asam-asam yang terdapat dalam makanan mencakup citric, phosphoric, ascorbic, malic,
tartaric, oxalic, dan asam karbonat. Asam-asam tersebut mudah ditemukan, misalnya terdapat
dalam buah-buahan, jus buah, soft drink, dan cuka. Pembelajran observasional di manusia telah
menunjukkan hubungan antara erosi gigi dengan konsumsi “asam” yang terdapat dalam makanan
dan minuman seperti terdapat dalam jus buah, softdrinks, cuka, buah jeruk, dan buah beri
(berries). Semakin sering seseorang mengkonsumsi softdrink, semakin pula kecenderungan erosi
gigi ini terjadi. Selain itu, buah-buahan dan softdrink menyebabkan erosi gigi, meskipun jus buah
tersebut 3-10 kali lebih merusak daripada buah-buahan yang utuh. Disini WHO menyimpulkan
bahwa konsumsi softdrink menjadi penyebab dari erosi gigi dan buah jeruk menjadi penyebab
yang memungkinkan erosi gigi ini terjadi.

Dental caries yang disebut juga karies gigi, dalam negara-negara berkembang telah meningkat
jumlah prevalensinya karena diiringi oleh peningkatan jumlah konsumsi gula. Karies gigi terjadi
karena demineralisasi enamel dan dentin oleh asam organic yang dibentuk bakteri di dalam plak
yang terdapat pada gigi melalui metabolism anaerobic dengan memakai gula tersebut, karena
gula tetap menjadi faktor penyebab utama karies pada manusia. Dalam penelitian yang dilakukan
di berbagai negara, menunjukkan hasil yang sama bahwa tingginya tingkat konsumsi gula
menjadi penyebab karies yang diderita oleh pasien.

Penelitian lain menunjukkan pula bahwa terdapat kelompok-kelompok orang dengan kebiasaan
konsumsi gula yang tinggi juga memilikki tingkat karies yang tinggi pula, oleh sebab itu
beberapa kelompok dalam masyarakat lebih menggunakan gula starch yang memilikki
prevalensi lebih rendah. Dilanjutkan pula penelitian oleh Vipeholm, yang berhasil mengeluarkan
pernyataan berkaitan dengan hal tersebut. Penelitian tersebut dilakukan pada orang dewasa
dengan menginvestigasi dampak dari konsumsi makanan mengandung gula dengan “kekentalan”
yang berbeda dan frekuensi yang berbeda. Selanjutnya, mereka menyimpulkan bahwa gula
memilikki pengaruh yang kecil terhdap karies gigi jika dikonsumsi dengan dengan makanan lain
tidak lebih dari 4 kali sehari. Peningkatan frekuensi dari konsumsi gula dengan makanan, telah
dijadikan sebagai suatu penanda yang meningkatkan pula kecenderungan karies gigi seseorang.
Selain itu, peningkatan progresi dari karies gigi dapat dihentikan dengan pengurangan konsumsi
gula setiap harinya. Selain itu, penelitian yang lain juga menyimpulkan bahwa penggantian
penggunaan gula sukrosa dengan menggunakan xylitol ( pemanis non kariogenik ) dapat
menurunkan potensi karies gigi 85%.

Banyak pembelajaran secara epidemiologis yang mempelajari hubungan antara jumlah gula yang
dikonsumsi dengan karies gigi menghasilkan kesimpulan yang samar-samar. Bagaimanapun
juga, pembelajaran tersebut tidak mencerminkan peran dari pola makan dalam perkembangan
karies secara benar. Oleh karena itu, USA and United Kingdom berhasil membuat penelitian
yang menyatakan tentang hubungan antara jumlah gula yang dikonsumsi dengan perkembangan
karies, dengan perbedaan yang signifikan dalam tingkat karies diantara orang-orang yang banyak
mengkonsumsi gula dengan orang-orang yang sedikit mengkonsumsi gula.

Pentingnya frekuensi dari konsumsi gula bertentangan dengan jumlah keseluruhan dari gula yang
dikonsumsi sulit untuk dievaluasi, kedua variabel tersebut sulit untuk dinilai secara terpisah,
namun keduanya mempengaruhi perkembangan karies pada setiap orang.

Jenis-jenis gula yang dikonsumsi juga merupakan faktor yang penting, misalnya, gula yang
dikonsumsi berupa sukrosa, laktosa, atau fruktosa juga mempengaruhi perkembangan karies.
Selanjutnya, kata-kata “ free sugar ( bebas gula )” mengacu pada semua monosakarida dan
disakarida yang ditambahkan pada makanan oleh pabrik, koki, dan yang secara alami sudah
terdapat pada madu, jus buah, dan sirup. “Bebas gula” disini mengacu pada semua buah, sayur,
dan susu.

Polimer glukosa dan oligosakarida yang tidak dapat dicerna meningkat ketika digunakan dalam
makanan. Lebih jauh lagi, polimer glukosa memilikki potensi kariogenik , isomaltooligosakarida
dan glukooligosakarida kurang bersifat asam daripada sukrosa.

Fluoride sudah tidak diragukan lagi melindungi gigi dari karies, tetapi fluoride tidak
mengeliminasi atau memindahkan penyebabnya, yaitu gula. Selain itu, orang-orang dari berbagai
penjuru dunia kurang memahami tentang fluoride ini. Penjelasan tentang manfaat fluoride yang
berhubungan dengan reduksi dari konsumsi gula telah menunjukkan adanya efek/dampak
tambahan dalam pengurangan karies. Sehingga, pentingnya dari konsumsi gula dalam
masyarakat diiringi dengan penggunaan fluoride untuk menyeimbangkan dampak yang terjadi.

Pada perkembangan selanjutnya, secara epidemiologis menunjukkan bahwa starch dapat


memberikan resiko penyakit yang rendah pada kesehatan gigi. Orang-orang yang mengkonsumsi
starch dalam jumlah yang tinggi / gula rendah kalori secara umum memilikki resiko yang rendah
juga terhadap karies, karena penelitian menunjukkan bahwa starch memilikki sifat kariogenik
yang rendah, namun, apabila starch dimasak selama 20-30 menit, maka starch memilikki potensi
karies seperti sukrosa, dan apabila keduanya dicampur akan memilikki sifat kariogenik yang
lebih besar daripada gula biasa. Selanjutnya, perubahan yang terjadi dalam produksi asam dalam
plak saat mengonsumsi makanan, telah menunjukkan bahwa, starch yang terdapat dalam
makanan tersebut dapat mengurangi pH plak dibawah tingkatan yang dihubungkan dengan
demineralisasi enamel. Ukuran pH plak lebih menunjukkan tingkat produksi asam daripada
perkembangan karies. Selanjutnya, penggunaan elektroda yang hipersensitif yang dapat
memberikan respon terhadap semua jenis karbohidrat. Kesimpulan yang didapat adalah buah-
buahan tidak terlalu berpengaruh terhadap perkembangan karies, dan buah-buahan tersebut jika
dikonsumsi terlalu sering dapat menyebabkan karies tetapi tidak secepat sukrosa.

Selain hubungan antara lemak dengan gula, ada keuntungan lain apabila mengubah konsumsi
lemak dan free sugar dengan mengurangi konsumsi lemak yang diiringi dengan peningkatan
konsumi starch, bukan gula. Peningkatan konsumsi dari makanan yang terbuat dari gandum,
buah-buahan, dan sayuran serta pengurangan konsumsi free sugar tidak mungkin menyebabkan
peningkatan konsumsi lemak.

Ketika konsumsi gula kurang dari 10 kg/orang pada tiap taunnya, tingkat dari karies gigi
seseorang itu rendah. Penelitian telah menunjukkan secara konsisten bahwa konsumsi gula
secara berlebihan ( melebihi 15 kg/orang tiap tahunnya) , menyebabkan peningkatan karies gigi
dan terjadinya post-erupsi lebih cepat dan proses yang berjalan lebih cepat ). Pemerintah
menyarankan bahwa negara yang memiliki tingkat konsumsi gula yang rendah , tidak seharusnya
untuk meningkatkan konsumsinya tersebut, dan frekuensi dari konsumsi free sugar dibatasi 4
kali sehari atau kurang, karena tingginya frekuensi dapat menyebabkan tingginya tingkat karies
pada seseorang.
Selanjutnya, muncul tindakan pencegahan karies dengan menggunakan keju. Susu sapi murni
mengandung kalsium, phosphor , dan kasein, dan semuanya itu menghambat karies dan plak pH .
Hal tersebut dihubungkan dengan rendahnya tingkat karies gigi dengan dasar bahwa makanan
yang memacu air ludah , ermasuk gandun, kacang, keju, dan permen karet dapat melindungi gigi
melawan kebusukan.

Pada akhirnya, pemerintah menyarankan adaya tingkat maksimum dari konsumsi free sugar
karena ketika konsumsi tersebut oleh masyarakatt kurang dari 15-20 kg/orang pada tiap tahunnya
menyebabkan rendahnya tingkat karies gigi. Selanjutnya, peningkatan ekspos dari manfaat dan
penggunaan fluoride untuk mencegah terjadi karies yang semakin buruk, serta untuk
meminimalisasi erosi gigi , pengonsumsian softdrink harus dibatasi.

Peningkatan konsumsi lebih pada buah-buahan , sayur-sayuran, gandum, makanan yang


mengandung-starch dan rendah gula serta rendah lemak memberikan manfaat lebih baik bagi
kesehatan manusia termasuk kesehatan gigi, karena hal tersebut dapat membantu mencegah
penyakit periodontal, karies, kanker mulut, dan penyakit mulut lainnya.

Standar Kecukupan Gizi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

Seperti yang dijelaskan bahwa pangan dan gizi memiliki terkait sangat erat dengan upaya
peningkatan sumber daya manusia. Ketersediaan pangan yang cukup untuk seluruh penduduk di
suatu wilayah belum dapat digunakan sebagai jaminan akan terhindarnya suatu penduduk dari
masalah pangan dan gizi. Karena selain ketersediaan juga perlu diperhatikan aspek pola
konsumsi atau keseimbangan kontribusi diantara jenis pangan yang dikonsumsi, sehinga
memenuhi standart gizi tertentu. ,dengan kecukupan energi dan protein dapat digunakan sebagai
indikator untuk melihat kondisi gizi masyarakat dan juga keberhasilan pemerintah dalam
pembangunan pangan, pertanian, kesehatan dan sosial ekonomi secara terintegrasi

Pada Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan yaitu suatu kecukupan rata rata zat gizi
yang dikonsumsi setiap hari oleh seseorang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh
dan aktivitas untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Dari segi kuantitas sesuai dengan
angka kecukupan gizi (AKG) menurut Permenkes RI No.75, 2013. di Indonesia bahwa rata-rata
Rata-rata kecukupan energi dan protein bagi penduduk Indonesia masing-masing sebesar 2150
Kilo kalori dan 57 gram perorang perhari pada tingkat konsumsi dapat. Angka kecukupan gizi
(AKG) adalah rata-rata asupan gizi harian yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi
hampir semua (97,5%) orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin dan fisiologis tertentu.
Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang terdiri atas persentase, Angka Kecukupan Gizi terhadap
Energi (AKE), Angka Kecukupan Gizi terhadap Protein (AKP), Angka Kecukupan Gizi terhadap
Lemak (AKL) yang digunakan sebagai indikator untuk melihat kondisi kecukupan gizi
masyarakat.Sedangkan Energi merupakan asupan utama yang sangat diperlukan oleh tubuh,
kebutuhan energi yang tidak tercukupi dapat menyebabkan protein, vitamin dan mineral tidak
dapat digunakan secara efektif Angka Kecukupan Energi yang dianjurkan menurut Permenkes
2013 adalah sebesar 2150 Kkal,dan Protein merupakan zat yang paling banyak terdapat dalam
tubuh.Fungsi utama protein adalah membangun serta memelihara sel-sel jaringan tubuh. Sumber
makanan yang paling banyak menandung protein berasal dari makan hewani, seperti telur, susu,
daging, unggas, ikan dan kerang. Sedangkan protein nabati berasal dari tempe, tahu dan kacang -
kacangan. Angka Kecukupan Protein yang dianjurkan menurut Permenkes 2013 adalah sebesar
57 gram/orang/hari.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecukupan Gizi

Kecukupan Gizi setiap rumah tangga berbeda-beda. Perbedaan ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor-faktor antara lain

1. Pendapatan Rumah Tangga

Semakin tinggi pendapatan maka daya bli seseorang akan meningkat dan membeli
beragam makanan.

2. Tingkat Pendidikan Ibu Rumah Tangga

Pendidikan yang rendah akan mencerminkan jenis pekerjaan dan pendapatan serta daya
beli konsumen yang rendah sehingga konsumen dengan pendidikan rendah cendrung
mengkonsumsi pangan dalam jumlah yang sedikit.

3. Jumlah Anggota keluarga Rumah tangga dengan jumlah anggota keluarga yang lebih
banyak akan membeli dan mengkonsumsi pangan yang lebih banyak dibandingkan
dengan rumah tangga dengan jumlah anggota keluarga yang sedikit.
4. Usia Ibu Rumah Tangga Usia

akan mempengaruhi kemampauan atau pengalaman yang dimiliki orang tua dalam
pemberian pangan dan pemenuhan kecukupan pangan.

Persepsi Masyarakat Tentang Penggunaan Formalin dalam Bahan Makanan dan


Peleksanaan Pendidikan Gizi dan Keamanan Pangan

Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, karena dari makanan
manusia mendapatkan zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Zat gizi dibutuhkan tubuh untuk
pertumbuhan, mempertahankan dan memperbaiki jaringan tubuh, mengatur proses dalamtubuh,
dan menyediakan energi bagi fungsi tubuh. Bahan makanan yang dibutuhkan tubuh adalah bahan
makanan yang sehat dan aman.
Sehat dalam pengertian, bahan makanan dapat memenuhi jenis danjumlah zat gizi yang
sesuai dengankebutuhan tubuh. Zat gizi yang harus adadalam bahan makanan agar tubuh
sehat,meliputi golongan protein, lemak, dankarbohidrat yang disebut zat gizi makro, serta
vitamin dan mineral yang disebut zat gizi mikro. Sedangkan, amanartinya bahan makanan yang
dikonsumsi
harus bebas dari bahan racun danberbahaya yang dapat membahayakankesehatan atau
keselamatan manusia. Keamanan makananatau pangan menurut Undang-undang RINo. 7 tahun
1996 tentang Panganadalah kondisi dan upaya yangdiperlukan untuk mencegah pangan
darikemungkinan cemaran biologis, kimia,dan benda lain yang dapat mengganggu,merugikan
dan membahayakan kesehatan manusia.
Pada umumnya, bahan makananberasal dari komoditas pertanian,perikanan dan
perkebunan yang rentanmengalami kerusakan dan pembusukan.Kerusakan yang terjadi sering
disertaidengan pembentukan senyawa beracun,disamping hilangnya nilai zat gizi bahanpangan.
Oleh karena itu, bahan makanan harus segera diolahsetelah panen.
Pengawetan dan memasakmerupakan dua macam pengolahanbahan makanan yang sering
dilakukanoleh masyarakat. Pengawetan padahakikatnya adalah merupakan salah satuusaha untuk
menekan, mengurangi ataumenghalangi mikroba yang tergolongpathogen dan penghasil racun
padabahan makanan. Sedangkan, memasak merupakancara pengolahan agar bahan
makanandapat diterima secara sensori, baik daripenampilan (aroma dan rasa) maupunteksturnya
(kekerasan, kelembutan,konsistensi, kekenyalan, kerenyahan).
Namun, pada kenyataanmenunjukkan bahwa pengolahan tidakselalu menghasilkan
keuntungan sesuaiyang diinginkan, yaitu aman, bergizi dandapat diterima dengan baik
secarasensori sering kali, pengolahan dapatmenimbulkan hal yang sebaliknya,
yaitumenghasilkan senyawa toksik sehinggaproduk menjadi kurang atau tidak aman,kehilangan
zat gizi dan perubahan sifatsensori kea rah yang tidak dinginkan. Apalagi,pengawetan bahan
makanan dilakukandengan proses dan penggunaan bahantambahan yang tidak sesuai
denganaturan yang berlaku.Kasus formalin dalam bahan makanan,merupakan salah satu contoh
dari sekianbanyak penyalahgunaan bahantambahan yang tidak sesuai denganperaturan.
Sampai saat ini, penggunaanformalin dalam bahan makanan masihmarak dilakukan para
produsen yangtidak bertanggung jawab. Buktimenunjukkan bahwa banyak bahanmakanan yang
mengandung formalinberedar di beberapa pasar, sepertiMalang, Medan, Palu, Depok,
danSidoarjo. Padahal, Pemerintah RImelalui Menteri Kesehatan denganPermenkes RI
No.722/MENKES/PER/IX/1988 dan No.1168/MENKES/PER/X/1999, telahmenetapkan bahwa
formalin merupakanbahan pengawet yang dilarang untukbahan makanan dan olahannya.
Formalin, yang tidak lain larutanformaldehid dalam air, merupakanbahan pengawet yang
membahayakankesehatan dan keselamatan manusia.Beberapa hasil penelitian menujukkanbahwa
formalin atau formaldehid dapatmenyebabkan dampak akut, sepertiiritasi dan kronik sebagai
karsinogen.
Di sisi lain, ancaman bahayaformalin dalam bahan makanandiperparah oleh rendahnya
pengetahuanmasyarakat dalam mengolah bahan makanan. Kebiasaanmasyarakat dalam
memasak, belumberoritentasi pada nilai gizi dankeamanan bahan makanan. Padaumumnya,
masyarakat memasak bahanmakanan lebih berorientasi pada cita rasadan tampilan bahan
makanan, sehinggaaspek utama menyediakan bahanmakanan sehat dan aman
terabaikan.Pengetahuan masyarakat dalammemasak bahan makanan masih terbatas.Sedangkan,
keracunan makanan,diantaranya disebabkan oleh karenakelalaian dan ketidaktahuan masyarakat
dalam pengolahan bahan makanan.
Selama ini, masyarakatmemperoleh pengetahuan tentangmemasak dari keluarga yang
diturunkan dari generasi ke generasi ataupengalaman pribadi.Kondisi pengetahuan masyarakat
sepertiini dapat membahayakan keselamatanmasyarakat sendiri. Pada dasarnya,pendidikan
merupakan salah satu faktorpenyebab gizi buruk pada masyarakat. Oleh karena itu,masyarakat
perlu mendapat pendidikantentang gizi dan keamanan pangan yangmemadai dari pihak terkait.
Tanggapan masyarakat terhadapkasus bahan makanan berformalin belumbanyak
terungkap. Selain itu, keadaanpengetahuan masyarakat tentang gizi dankeamanan pangan juga
masih sedikitdata yang tersedia. Oleh karena itu,perlu ada penelitian yang representative tentang
tanggapan (persepsi) masyarakatterhadap masalah bahan makananberformalin dan pelaksanaan
pendidikangizi dan keamanan pangan ini.
Kasus bahan makananberformalin, bukan masalah baru. Sejakakhir tahun 2005, kasus
bahan makananberformalin sudah banyak dibicarakandalam berbagai forum, baik ilmiahmaupun
non ilmiah. Sejalan dengan waktu, kasusbahan makanan berformalin terusbergulir dan berita pun
silih bergantimelaporkan hasil temuan bahanmakanan berformalin yang beredar di pasaran.
Dengan demikian, informasi kasus bahanmakanan berformalin mudah diperoleholeh masyarakat,
terutama masyarakatperkotaan melalui media televisi.
Secara akut, formaldehid atauformalin dapat menyebabkan iritasi padasaluran pernapasan
dan pencernaan, ruam kulit, mual dan muntah. Sedangkan, dampak kronis formaldehidatau
formalin dapat menyebabkankerusakan beberapa organ dalam, sepertiusus, hati, dan ginjal, yang
mengarah kepada kanker.
Selain, dampak langsungterhadap tubuh, formalin juga dapatmenyebabkan dampak buruk
terhadapzat gizi bahan makanan. Formalin dapatmenyebabkan kerusakan dan penurunannilai gizi
bahan makanan, terutama protein. Penggunaan zat aditif(tambahan) dalam makanan dan
minumansangat berbahaya bagi kesehatanmasyaratkan, terutama zat tambahan bahankimia
sintetis yang toksik dan berakumulasidalam tubuh untuk jangka waktu yang relative lama bagi
yang menggunakannya.
Pengetahuan mengenal ciri-ciribahan manakan berformalin sangatpenting. Hal ini,
merupakan langkahawal, paling mudah dan murahmencegah dampak bahaya formalin.Tindakan
masyarakat tidakmengkonsumsi bahan makanan yangdiberitakan mengandung formalin,bukan
cara yang bijaksana dalammenghindari bahaya formalin. Jika, hal tersebut dilakukan, maka
masyarakatakan terancam gizi kurang dan giziburuk. Upaya lain yang dapat
dilakukanmasyarakat untuk menghindari bahayaformalin dalam bahan makanan adalahdengan
cara menghilangkan ataumengurangi kandungan formalin dalambahan makanan. Kadar
formalindalam bahan makanan dapat dikurangidengan beberapa perlakuan, diantaranya: (1)
merendam dengan air; (2)merendam dengan air leri; dan (3)merendam dengan air garam.
Hasilpenurunan kadar formalin menunjukkanbahwa perendaman dalam air garamselama 60
menit dapat mencapai90,61%.
Keresahan dan ketakukanmasyarakat mengkonsumsi bahanmakanan berformalin
berdampakterhadap daya beli dan konsumsi bahan makanan. Padahal, bahan makanan
yangsering diberitakan mengandung formalinmerupakan bahan makanan utama yangbiasa
dikonsumsi masyarakat, sehinggaakan mengancam kecukupan gizi bagitubuh.
Kurangnya pendidikan gizi dankeamanan pangan, merupakan salah satufaktor penyebab
tingginya kasus giziburuk. Kasus gizi buruk yang munculakhir-akhir ini, tahun 2005, di
beberapadaerah Indonesia, merupakan sisi laindari permasalahan gizi terkait denganrendahnya
pengetahuan danketerampialan masyarakat memilih dan mengolah bahan makanan. Ada tiga hal
yang menyebabkanterjadinya gizi buruk, yaitu kemiskinan,pendidikan rendah, dan
kesempatankerja rendah. Ketiga hal itu, dipandangsebagai penyebab kekurangnyaketersediaan
pangan, pola asuh anakkeliru, kurangnya asupan gizi, danterkena infeksi penyakit. Selain
itu,masih rendahnya penyuluhan yangdilakukan posyandu, hanya 22%, danhanya 13% ibu balita
yang mengertipembacaan KMS.
Sedikitnya ada 4 hal pentingyang diperoleh dari pendidikan bagimasyarakat dan pengolah
makanan, baikyang domestik maupun professionalmengenai cara-cara menyiapkanmakanan
yang aman, yaitu: (1) menjamin agar makanan tidak terkontaminasi oleh mereka sendiri; (2)agar
kontaminan yang mungkin adadalam bahan pangan dapat dihilangkanatau dikurangi sampai ke
tingkat yangaman; (3) agar pertumbuhanmikroorganisme sampai mencapaitingkat yang
menimbulkan penyakit,ataupun menghasilkan toksin, dapatdicegah; (4) agar
makananterkontaminasi yang tidak bisa dianggapaman dapat dihindari.
Daftar Pustaka

Halimah.,rahmanta Ginting (2017) ANALISIS ANGKA KECUKUPAN GIZI DAN FAKTOR- FAKTOR
YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN MEDAN DELI.Jurnal Agribisnis.hal 5-15.

Moynihan,J paula (20015). The role of diet and nutrition in the etiology and prevention of
oral diseases.jurnal ilmu kedokteran gigi.hal 697-698.

Wikanta, Wiwi. 2010. Persepsi Masyarakat Tentang Penggunaan Formalin Dalam Bahan
Makanan Dan Pelaksanaan Pendidikan Gizi Dan Keamanan Pangan. Jurnal
Pendidikan Biologi. 1-12

Anda mungkin juga menyukai