Wafatnya Abimanyu
A
pa yang masih dapat kau lakukan? Sudah tak ada jalan lagi! Ke mana kau akan lari?
Delapan buah peluru akan segera menembus tubuhmu dari delapan penjuru! Tidakkah kau
merasa gentar dan takut akan itu? Jawablah Abimanyu! Sebelum kau meregang nyawa!”
Daniel tersenyum licik.
“Apa yang kau katakan? Takut? Tidak sama sekali!” jawab Abimanyu dengan
dagu menantang.
“Jangan berlagak begitu! Kami tahu kalau kau ketakutan!” Steve memasang
wajah memelas.
“Tembakkan saja! Aku sudah siap mati! Walaupun begitu, aku merasa puas.
Dan aku akan mati dengan damai!” teriak Abimanyu lantang.
“Haaahh! Sombong!” Daniel mulai tersulut emosinya akan sikap Abimanyu.
“Lepaskan sekarang!” teriak Daniel memberi komando.
Delapan buah peluru telah dimuntahkan dari barat, barat laut, utara,
timur laut, timur, tenggara, selatan, dan barat daya Abimanyu. Masing-masing peluru
mengenai betis kiri, paha kanan, perut sebelah kanan, lengan atas kiri, bahu kiri,
pelipis kanan, telinga kiri, dan yang terakhir melesat tepat di bawah hidung
Abimanyu. Abimanyu roboh dengan cairan merah pekat membasahi pakaiannya dan sekujur
tubuhnya. Abimanyu sekarat. Namun, hatinya damai. Ia telah lunas menjalani
kewajiban dan kewajarannya.
Tunggu dulu! Abimanyu bangkit lagi? Ia berdiri tegak dengan luka yang
cukup parah di tubuhnya. Ia mendengar sesuatu. ‘Apa itu?’ pikirnya.
Nyanyian air dan angin yang turun dari gunung memenuhi indera
pendengarannya. Perjuangan yang ia lakukan merupakan satu kesimpulan cita dan
rasa. Wujud dari sebuah penghayatan.
_____________