Anda di halaman 1dari 10

Apa itu kebebasan?

Apakah kebebasan adalah hak untuk memilih?

Apakah itu adalah hal yang diinginkan semua orang?

Jika benar, apakah balas dendam termasuk kebebasan?

DUARRR

DRRRRR

Suara tembakan terdengar dari setiap sudut kota. Teriakan minta tolong, juga teriakan serbuan
menemani keadaan sekitarnya. Disitu, sebuah gang sempit yang terapit 2 gedung yang tinggi, 20
pemuda berjejer dari kiri ke kanan. 10 orang prajurit, dengan satu algojo juga berada disitu. Mereka
memakai armor yang sangat tebal dan berat, mukanya juga sama sekali tidak terlihat. Masing-masih dari
prajurit itu membawa senapan kaliber 7.62mm berwarna merah dengan bercak biru, sama Seperti
warna pada seragamnya. Tulisan P.E.A.C.E terpampang di tengah armor tebalnya.

Satu persatu pemuda itu ditembak tepat dikepalanya. Mereka menunggu kematian mereka yang hanya
hitungan detik lagi. Hingga gilirannya tiba.

Seorang pemuda dengan muka dan rambut yang penuh darah dibidik ke arah kepalanya. Matanya tidak
tetutup seperti yang lainnya, dia sama sekali tidak takut. Matanya menunjukan kemarahan. Prajurit yang
membidiknya menatap balik dan bersiap untuk menembak.

“TUNGGU!” teriak seorang laki-laki. Teriakannya membuat prajurit itu menurunkan senjatanya.

Seseorang dengan topi militer berwarna hijau, bertuliskan P.E.A.C.E berwarna emas ditengahnya,
mendekat kearah pemuda itu. Wajahnya yang dipenuhi bekas jahitan menandakan bahwa laki-laki itu
bukan sembarangan.

“dia biar saya yang bawa. Sisanya segera bereskan.”

“SIAP KOMANDAN!”

Arahan tadi membuat pemuda itu ditinggalkan, dan prajurit segera membidik kearah pemuda yang
berada disebelah kanannya. Tatapan iri segera terlihat di mata pemuda lain selainnya. Teriakan meminta
tolong dan belas kasih pun segera memenuhi suasana sekitar. Tetapi prajurit itu tidak mendengarkan
teriakan mereka.

Darah mengalir dari setiap mayat, membentuk aliran dan berkumpul membentuk kubangan. Lalat-lalat
banyak berdatangan untuk memakannya. Pemuda itu masih terpaku ditempatnya, melihat kearah laki-
laki dengan tajam dan penuh waspada.

“ikuti saya”
Dengan badan yang gemetar, dia mengikutinya dari belakang kearah sebuah mobil boks yang terparkir
tidak jauh dari gang tadi.

“thomas alain, jawara jalanan. Tak kenal takut, tak kenal lelah. Memenangi banyak turnamen bela diri di
usia yang masih muda.

Pemuda itu mengangguk pelan, dia membenarkan semua yang dikatakan oleh laki-laki itu.

“perkenalkan, nama saya adalah agus. Komando pasukan P.E.A.C.E dan wakil ketua organisasi P.E.A.C.E.
saya ingin merekrut anda, menjadi anggota bawahan saya”

Alain dengan cepat menggeleng-gelengkan kepalanya, dan segera memasang kuda-kuda bela dirinya.
Meskipun badannya gemetar, tetapi tatapannya masih tajam kearah agus. Tangannya dihadapkan tepat
kearah leher agus.

“tenang, saya tidak ingin merekrut anda menjadi anggota P.E.A.C.E.”

Agus melihat kiri, kanan, dan belakangnya. Dia terlihat waspada dengan sekitarnya. Setelah dia merasa
tidak akan ada yang mengganggu, agus mendekatkan mulutnya ke kuping kanan alain. Apa yang ia
sebutkan membuat alain sangat kaget dan heran.

“selain menjadi keluarga P.E.A.C.E, saya juga orang yang membentuk kelompok all unite. Anda ingin
segera bebas bukan? Dari kuasa tirani sekarang…”

Alain segera menghilangkan kuda-kudanya, dan hanya bisa terdiam.

“kenapa saya?” alain bertanya dengan nada yang gemetar. Agus membalasnya dengan senyum dan
tidak menjawab pertanyaanya. Sebagai gantinya, dia memberikan sebuah baju dengan kartu nama agus
diatasnya.

“datanglah kesini dengan memakai baju yang sudah saya berikan. Disitu terdapat jawaban yang anda
cari. Semuanya, bukan hanya yang anda tanya barusan” balasnya.

Setelah memberikan bajunya, agus segera masuk kedalam mobil boksnya dan meninggalkan alain
sendiri dibelakang. Dia masih tidak bergeming sedikit pun, mencoba memproses apa yang sudah
dilaluinya hari ini.

Setelah dirasa membuang-buang waktu dan takut akan ditangkap kembali, alain segera pergi
meninggalkan tempat itu dengan berlari sangat kencang. Menghiraukan semua teriakan minta tolong
yang ditujukan kepada siapapun. Wajahnya menghadap kebawah, tanpa berani sekalipun mengangkat
wajahnya dan melihat sekitarnya.

30 menit kemudian, alain menghentikan pelariannya. Nafasnya terengah-engah. Matanya menjadi


kabur. Badannya lemas. Di perutnya terdapat luka sayatan yang drahnya tidak berhenti mengalir.
Tangannya memegang lukanya dan menekannya, berharap pendarahannya tertutup sedikit.

Dengan keadaan seperti itu, alain tetap berjalan menuju sebuah rumah yang setengah dari rumah itu
telah hancur lebur. Jalanannya dipenuhi oleh mayat-mayat dari berbagai usia, kecuali anak-anak. Tak
jarang alain tidak sengaja menginjak kepala dari mayat yang tergeletak.
Sesampainya didepan rumah itu, alain segera masuk kedalam dan menuju sebuah pintu bertuliskan
“thomas alain” yang terlihat baik-baik saja. Dia memegang gagang pintunya, dan menghembuskan nafas
yang berat sebelum akhirnya dia membuka ruangannya.

Ternyata, ruangan itu masih sangat bagus. Tidak ada satupun yang rusak, kecuali jendelanya. Alain
menutup pintunya dengan pelan, duduk, dan mulai menangis. Air matanya yang ia bendung lama tidak
bisa dia tahan lebih lama lagi.

“kenapa, kenapa semuanya menjadi seperti ini…”

Isak tangisnya sangat kencang, membuat suasana yang terbilang cukup sunyi menjadi berisik. Alain tau,
jika dia terus menangis, kemungkinan besar prajurit P.E.A.C.E akan datang dan menembaknya. Tetapi
emosinya mengalahkan logisnya.

Setelah dirasa cukup, alain menguatkan diri untuk berdiri dan menuju sumber air. Tak jauh dari
rumahnya, terdapat semburan air yang berasal dari tanah. Alain segera membersihkan diri disitu. Dia
membuka bajunya, dan mulai untuk menggosok badannya. Perlahan, darah yang menutupinya hilang.
Kini terlihat rambut berwarna hitamnya, juga mukanya yang tegas. Bekas luka di bibir atas, juga di alis
sebelah kanannya membuatnya menjadi sangat sangar.

Air melewetai punggungnya yang penuh sayatan, dadanya yang berotot, tangannya, perutnya, hingga
kebagian kakinya. Seluruh badannya menunjukan bahwa alain adalah petarung yang mahir dan
berbakat.

Dirasa cukup, alain bergegas kembali ke kamarnya, dan mengambil baju yang diberikan agus. baju yang
berwrna oren bercorak hitam itu terdapat sebuah logo di lengan kanannya. Logo tengkorak dan
bertuliskan “kadet P.E.A.C.E”. Kemungkinan baju itu dikenakan sebelum menjadi prajurit.

Alain memakainya dengan setengah hati dan terpaksa. Dia juga memakai celana baru, jeans berwarna
hitam dari dalam lemarinya. luka yang terdapat di perutnya masih belum ditutup, membuat darahnya
merembet keluar dan mengenai bajunya.

Dengan menahan rasa sakitnya, alain keluar dari kamarnya dan menuju tempat yang terdapat di
belakang kartu nama. Dia berjalan sedikit demi sedikit dengan menahan rasa pusing, dan lemas. Di
dalam fikirannya sekarang, dia ingin kembali bertemu keluarganya yang masih belum ada kabarnya ada
berada dimana sekarang. Yang jelas, orang tuanya tidak ada di negara yang sedang kacau ini.

TIIN TIIIN

Sebuah klakson mobil membuyarkan imajinasinya. Alain segera melihat kearah mobilnya dan terasa
familiar.

“butuh tumpangan?”

Mobil boks agus berhenti tepat di sampingnya. Wajah alain yang tampak menahan sakit membuat agus
segera turun dari mobilnya dan menghampiri alain.

“coba lihat, bagian apa yang sakit…” pinta agus. pundak alain dipegang dengan pelan.

“i…ini…”
Alain membuka bajunya. Luka sayatan yang panjang terlihat mengerikan. Darah tidak berhenti sama
sekali. Jika tidak ditangani, alain akan menemui ajal. Mukanya juga sudah terlihat sangat pucat,
menandakan alain sudah kehilangan banyak darah.

Agus yang melihatnya segera mengambil kotak perawatan dan memanggil seseorang dengan walkie
talkienya. Setelah itu dia kembali menghampiri alain.

“lepaskan tanganmu. Biar saya berikan pertolongan pertama” perintah agus.

Alain dengan perlahan menyingkirkan tangannya. Agus segera memberikan perban yang tebal serta
beberapa kain kasa yang dilingkarkan.

“Duduklah didalam, tim medis akan segera datang.” Pinta agus.

Alain yang tidak kuat untuk berdiri di bantu oleh agus kedalam mobil. Mereka berdua jalan dengan
sangat pelan dan hati-hati. Bagi alain, ini terasa sangat lama dan menyakitkan.

“anda boleh tiduran disini, tunggu ya, oke?”

Agus terlihat sengat panik dan bingung. Tetapi, mata alain sudah sangat berat. Dengan samar-samar,
alain melihat sebuah siluet yang tersenyum di belakangnya. Alain melihatnya melalui kaca spion dari
mobil boksnya agus. Senyumannya sangat mengerikan, sampai-sampai alain yang tidak kenal takut,
untuk pertama kalinya sejak memasuki masa remaja, merasakan takut kembali.

Alain tidak bisa menahannya lebih lama lagi, dan memutuskan untuk memejamkan matanya. Agus yang
melihat alain mulai memejamkan matanya segera menghampiri alain.

“alain, bangun. Jangan memejamkan mata!” tetiak agus. tetapi alain tidak bisa mendengarnya dengan
jelas. Yang ia dengar hanyalah suara samar-samar dan berisik.

“hehehehe…….”

Didalam kegelapan, Alain mendengar suara tertawa yang sangat amat mengerikan. Suaranya serak
basah, dengan aksen yang tidak akan bisa dilupakan.

“kamu….belum….saatnya…..”

Sebuah suara yang melankolis kali ini terdengar, diikuti sebuah jari telunjuk yang memegang bagian luka
alain. Sinar hitam segera keluar dari jari telunjuk itu dan menutup luka alain yang parah.

“sekarang…..bangunlah…..”

Sebuah tarikan yang keras terasa dari atas, membuat alain membuka matanya kembali. Nafasnya
terengah-engah dan dan terkejut. Sebuah pacemaker jantung yang terdapat di dadanya menyebabkan
alain kembali membuka matanya.

“syukurlah, dia masih hidup…” suara agus terdengar sangat lega. Dikelilingi oleh 3 orang yang membawa
senjata menjaga mobil boks agus. mereka tidak berpakaian seperti pasukan P.E.A.C.E. mereka memakai
baju rumahan, dengan armband berwanra putih dengan logo tangan yang disilangkan disebelah kanan.
Mereka semua memakai masker muka yang beragam. Seperti contohnya, orang yang memberikan
pacemaker, memakai topeng setan berwarna merah yang menutupi seluruh mukanya.
“baiklah, dia sekarang sudah siuman. Bagiaman kalau kita pergi sekarang?” tanya seseorang yang berada
di belakang agus. dia memakai topeng kulit yang sudah usang. Terlihat seperti pembunuh berantai.

“benar, kita harus segera pergi. Bagaimana kalau kalian juga ikut? Biar kita perginya bersama-sama.”
Tanya agus kepada semua yang berada disitu.

“baiklah” jawab orang bertopeng kulit.

“oke, semuanya segera naik dan berangkat!” perintah agus.

Mereka berempat segera naik satu-persatu. Karena mobil boksnya terbilang cukup sempit, maka 3 orang
sisanya naik keatap dan membiarkan alain tidur di jok belakang. Dengan nafas yang masih terengah-
engah, alain mencoba untuk duduk dan berniat untuk memberikan tempat. Tetapi segera diberhentikan
oleh orang bertopen setan.

“tidak usah memaksakan dirimu” kata orang bertopeng setan yang berada di jok depan.

“istirahatlah, dan ingat momen ini untuk kedepannya”

Mobil pun akhirnya jalan dengan pelan agar tidak menjatuhkan yang berada diatas. Pemandangan di
sekitar membuat alain menjadi bertanya-tanya, apa yang akan terjadi kedepannya? Mayat manusia
dimana-mana dan tidak terurus, bangunan, rumah, runtuh dan hancur. Sekilas juga alain melihat
sekolah dasar dimana halamannya menjadi tumpukan mayat yang sudah tidak terlihat lagi bentuknya.

“s-sebenarnya, apa yang ingin kalian lakukan? Saya sudah sering mendengar nama kalian, tetapi
aktivitas kalian tidak seterkenal nama kalian…”

Dengan terengah-engah, alain bertanya kepada siapapun yang mendengarnya. Yang berada di jok depan
tidak bisa menjawabnya, serta yang diatasnya tidak mendengarnya.

“sebenarnya… kita kekurangan sumber daya manusia juga kekurangan perlengkapan. Kami hanya bisa
bertarung sebisa kami. Meskipun saya sendiri dari keluarga P.E.A.C.E yang bisa mengambil senjata serta
perlengkapan yang dibutuhkan, jika sumber daya manusianya tidak kompeten, maka akan menjadi sia-
sia”

Agus menjawabnya dengan nada yang berat. Orang bertopeng iblis masih tidak berani menjawab
pertanyaan alain dan memilih untuk menundukkan kepalanya.

“tetapi akhirnya, kita menemukan anda, thomas alain. Anda adalah juru kunci kemenangan”

Mendengarnya alain hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia belum percaya sama-sekali dengan
kondisi sekarang.

“kenapa, baru sekarang? Lagipula, kerusuhan ini sudah terjadi selama 2 minggu, bukan?” balas alain.

“apakah kamu tau, cerita pertempuran di kota guoda? Orang bilang itu adalah pertempuran yang
saangat hebat dan membangkitkan hasrat mereka untuk melawan pemberontakan.”

Alain mengangguk tanda tahu. Agus melihatnya dari kaca spion dan melanjutkan ceritanya.

“disebut sebagai pemberontakan pertama guoda, dimana sekelompok pemberontak entah dari mana
menyerang gedung tempat penguasa tinggal. Senjata mereka sama persis dengan yang dimiliki oleh
tentara nasional pada saat itu. Membuat pemerintah kebingungan dan akhirnya terciptalah P.E.A.C.E. itu
juga awal dari pembentukan all unite”

“hari itu, saya, sebagai pemimpin tentara divisi 1, yang bertugas untuk menjaga urusan dalam negri,
dipanggil oleh komandan saya untuk mengangkat saya sebagai komando P.E.A.C.E yang baru dibentuk.
Satu minggu pertama, doktrin yang diberikan masih menempel lekat di otak dan hati saya. Tetapi hari
berikutnya, tiba-tiba saya tersadar. Apa yang saya lakukan selama ini adalah sebuah kesalahan besar”

Alain dan orang bertopeng iblis itu mendengarkannya dengan seksama. Agus tetap melanjutkan
ceritanya.

“itu mengapa mulai hari itu, saya mencari dalang dari pemberontakan guoda, dan mengajaknya untuk
membuat all unite. Berkat saya, all unite sampai sekarang tidak tercium oleh P.E.A.C.E., juga sudah
mengumpulkan beberapa personel yang hebat. Saya juga harus mencari data-data dari personel yang
saya rekrut agar semua rencana besar yang sudah dibuat tidak gagal”

“tetapi, apakah sudah ada di benak anda rencana besar itu? Waktu terus berlalu, semakin lama
bertindak, semakin menderita rakyat disini…” tanya alain dengan nada yang masih skeptis.

“yah, jika dilihat dari jadwal, maka sudah terlewat banyak. Ditambah luka pada perutmu, butuh
setidaknya 1 atau 2 minggu lagi untuk menjalankan rencananya”

alain yang mendengar jawaban agus meresponnya dengan muka yang kesal. Menurutnya, luka yang ada
di perut alain tidak ada apa-apa nya dan alain ingin segera melawan pasukan P.E.A.C.E.

“tidak usah berlama-lama. Luka ini tidak ada apa-apanya. Laksanakan rencana yang sudah dibuat
secepatnya!” tuntut alain kepada agus.

“HEY!” orang bertopeng kelinci akhirnya membuka suaranya.

“anda tahu? Rencana ini adalah rencana yang sangat besar dan berbahaya. Anda saja hampir mati tadi.
Jika anda tidak bisa berbuat banyak pada rencana ini-“

Agus segera menempelkan jari telunjuk kirinya ke mulut agus. orang bertopeng kelinci itu segera diam.

“intinya, alain. Kamu akan menjadi peran besar dalam rencana ini. Suka atau tidak suka, tolong, ikutin
perintah saya. Nyawamu juga berharga”

Meskipun kesal dengan jawaban yang diberikan, alain terpaksa menerima fakta bahwa dia sama sekali
tidak bisa berbuat apa-apa dengan lukanya. Tetapi, dia baru menyadari, setelah kembali dari tempat
yang gelap tadi, tidak ada tanda-tanda sakit di perutnya.

“i-ini, aneh…”

Alain bertanya-tanya kenapa rasa sakitnya hilang sepenuhnya. Dia segera membuka bajunya, dan
membuka perban yang terpasang. Betapa terkejutnya alain melihat sebuah garis berwarna hitam yang
sangat pekat, menutupi seluruh lukanya. Alain memegangnya dan itu tidak terasa seperti benang jahit,
melainkan terasa seperti kulit aslinya.

Alain segera melihat ke depan, dimana orang bertopeng kelinci itu sedang melamun, agus juga sedang
fokus mengendarai mobilnya. Diatas pun hening tidak tedengar suara sama sekali. Dia segera duduk
karena ingin melihat-lihat pemandangan sekitar. Agus dan orang bertopeng kelinci sepertinya tidak
sadar bahwa alain sudah baik-baik saja.

Sekarang, mereka berada di sebuah tanah yang tandus, karena hampir semua pepohonan dibakar,
bangunan yang dirubuhkan, dan mobil-mobil yang sudah meledak. Sepanjang jalan, Tidak ada mayat
yang terlihat, tetapi Logo-logo P.E.A.C.E ada dimana-mana.

“apakah ini sudah memasuki kota vino?” alain bertanya kepada agus.

Agus terkejut karena alain sudah bisa duduk dan dimatanya alain terlihat sehat bugar. Muka pucat yang
dilihatnya tadi, sudah hilang.

“benar, ini adalah kota vino. Bisa dibilang, 90% penduduk kota vino ikut masuk kedalam pasukan
P.E.A.C.E, maka dari itu tidak ada sama sekali mayat disini”

Perjalanan di mobil terbilang cukup damai meski pemadangan masih cukup mengerikan. Tak ada yang
menyerang meskipun ketiga orang pemberontak berada diatas mobil. Alain ingin menikmati perjalanan
ini yang mungkin, akan susah untuk didapatkannya kembali.

“kita sudah sampai….”

Agus membelokkan mobilnya kearah kanan, dimana terdapat tumpukan gunung dari puing-puing
bangunan yang telah hancur.

TIIN

Klakson itu memerintahkan seseorang untuk membuka pintu gerbang. Seseorang yang terlihat seperti
bandit yang menggunakan topeng super hero, dengan tangan yang besar dan perut yang buncit,
menarik pintu gerbang yang terbuat dari beton dengan sekuat tenaga. Hingga terlihatlah lorong yang
cukup lebar tetapi pendek. Membuat 3 orang yang berada diatas mobil turun dan memasuki tempat itu
terlebih dahulu, disusul mobil, lalu orang bandit tadi yang menutup pintunya dari dalam.

Dari dalam mobil, terdengar suara gemuruh yang penuh semangat. Bendera-bendera anti P.E.A.C.E. dan
poster dengan tulisan “MATI! MODAR!” yang ditujukan kepada dokso, seorang pemimpin negara ugur
selama lebih dari 24 tahun.

“alain, selamat datang di HQ all unite!” kata agus dengan semangat.

“WOOOOO”

“YEAAAAAHHHH”

Semua orang menyambut kedatangan mobil boks hitam dengan semangat. Ternyata yang berada di
dalam puing bangunan adalah stadion bola yang ditutupi hingga bagian atapnya. Membutuhkan
sebanyak 10 excavator untuk menahan puing yang diatas agar tidak rubuh. Berbagai meja, kursi, tempat
penyimpanan, ruangan, hingga panggung terdapat didalamnya. Tidak ada jalan keluar selain jalan masuk
yang baru mereka lalui.
Mobil diberhentikan tepat dibelakang panggung yang berada ditengah-tengah. Orang bertopeng iblis
turun terlebih dahulu, membuka pintu belakang, dan membopong alain. Setelah itu agus turun dari
mobil, dan bertemu dengan seseorang yang memakai topeng berwarna putih dengan bolongan di
matanya.

Alain dibawa ke sebuah ruangan, dimana terdapat tempat tidur dan peralatan medis lainnya. Orang
bertopeng itu berniat untuk menjahit lukanya alain, hingga setelah membuka perbannya, orang
bertopeng itu pun terheran-heran.

“kenapa seperti ini!?” tanya orang bertopeng itu dengan muka yang kebingungan kepda alain. Alain
menjawabnya dengan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

“i-ini… sebuah keajaiban!” teriaknya dengan semangat.

“sudah saya bilang, luka seperti ini tidak ada apa-apanya…” balas alain dengan senyum yang meledek.

“haah, ini adalah sungguh sebuah keajaiban…” kata orang bertopeng itu sembari membersihkan sisa
kotoran disekitar luka alain.

“maaf, kita sudah di HQ, apakah anda masih tetap memakai topeng?” tanya alain dengan heran.

“saya bahkan tidak tahu nama anda”

Orang bertopeng itu memberhentikan pekerjaanya, dan segera membuka topengnya. Seorang wanita
yang sangat cantik, rambutnya yang disembunyikan di hairnet menunjukan dirinya. Panjangnya seleher
dan berwarna pirang. Tahi lalat yang nerada di bawah mata kiri menjadi ciri khasnya. Matanya berwarna
biru dan berwibawa.

“maafkan ketidak sopanan saya. Nama saya adalah maria. Salam kenal, alain” jawab wanita itu sembari
tersenyum manis kepada alain.

Sesaat, alain merasa berdebar-debar. Tetapi segera sadar saat agus masuk kedalam ruangan.

“alain, ini adalah beberapa topeng yang bisa kamu pilih. Mulai sekarang, kecuali di HQ, pakai topeng ini,
dan letakkan armband ini” kata agus sembari menyodorkan kedua benda tersebut. Di kedua tangannya
terdapat 3 buah topeng. Pertama adalah topeng tengkorak berwarna putih yang kumal, kedua adalah
topeng besi yang terlihat berat, dan terakhir adalah topeng kelinci dengan tulisan-tulisan abstrak.

“saya ambil…”

“yang tengkorak”

“baiklah, ini dia topengmu.”

Alain segera mencobanya. Diluar dugaan, topengnya sangat nyaman dan alain dapat leluasa untuk
melihat.

“apakah anda sudah kuat untuk berdiri?” tanya agus.

“sebenarnya, luka alain sudah sembuh dalam sekejap” jawab maria dengan semangat.

“eh? Tidak mungkin” balas agus dengan muka penuh ketidak percayaan.
“benar! Lihat saja sendiri”

Agus dengan tidak percaya mengiyakan saran maria dan melihat luka alain sendiri. Setelah melihatnya,
agus sangat terkejut. Mukanya berbolak-balik melihat luka agus, dan mata agus.

“benar, anak ini adalah kuncinya…”

Agus bergumam dengan mata yang penuh semangat. Mukanya terlihat seperti sedang merencanakan
sesuatu.

“oke, Pertemuan akan segera dimulai. Alain, segera keluar. Maria, anda tunggu disini.”

“baiklah…” jawab maria.

Alain segera turun dari tempat tidurnya dan menuju pintu keluar. Maria segera membereskan tempat
tidurnya dan melambaikan tangannya ke alain. Setelah membuka pintunya, suara bising seketika
terdengar. Teriakan-teriakan, lagu-lagu, bahkan makian menusuk kuping alain. Alain baru sadar bahwa,
ruangan medis tadi benar-benar kedap suara.

Alain bingung harus berbuat apa. Dia hanya berjalan-jalan memutar, melihat sekelilingnya, tanpa tahu
apa yang harus dilakukannya. Beberapa orang yang melihatnya pun juga hanya menghiraukannya. Tak
jauh dari ruang medis tadi, terdapat ruangan dengan pintu terbuka yang sangat dingin. Isinya adalah
server dengan kondisi yang tidak terlalu bagus. Kabel-kabel yang panjang keluar dari ruangan itu menuju
panggung.

“TIDAAAK”

Suara teriakan yang semakin lama semakin dekat mengagetkan alain. Suara itu berasal dari laki-laki
gemuk berkacamata, yang mukanya dipenuhi oleh jerawat. Dimulutnya penuh dengan makanan. Dia
mencoba berlari kearah ruangan server dengan secepatnya.

BRAAAK

Pintu ditutup dengan keras oleh laki-laki itu. Nafasnya terengah-engah, perutnya yang gendut menarik
perhatian alain.

“tidak… boleh… ada… yang…. Masuk… maupun… melihat… isi… ruangan… ini…” kata laki-laki itu sembari
menjaga nafasnya.

“tapi, tadi pintunya terbuka lebar” balas alain dengan bingung.

“sialan si kano…” umpat laki-laki itu.

Anda mungkin juga menyukai