com
20
Diterjemahkan dari: www.stepheniemeyer.com
Tanpa menoleh, aku tahu Emmet, Rosalie, dan Jasper menatap Alice. Dia cuma angkat
bahu. Dia tidak dapat melihat yang lalu, hanya masa depan.
Dia mengeceknya sekarang. Kami sama-sama mengolah penglihatannya. Dan sama-
sama terkejut.
“Kamu akan pergi?” dia berbisik sedih.
Yang lain menatapku.
“Apa aku begitu?” aku mendesis lewat sela-sela gigi.
Dia melihatnya kalau begitu, begitu aku mengambil keputusan, dan pilihan lainnya
yang jauh lebih kelam.
“Oh!”
Bella Swan, mati. Mataku, merah terang oleh darah segar. Pencarian oleh penduduk.
Penantian kami sebelum semua aman dan memulai lagi dari awal...
“Oh!” Alice kaget lagi. gambarannya jadi lebih detail. Aku melihat bagian dalam rumah
Sherif Swan untuk pertama kalinya. Melihat Bella di dapurnya yang kecil dengan lemari
kuning. Dia memunggungi ku ketika aku menyelinap dari balik bayangan...merasakan
aromanya menuntunku...
“Stop!” aku mengerang, tidak tahan lagi.
“Sori,” bisiknya, matanya melebar.
Sang monster kegirangan.
Penglihatannya berubah lagi. Jalanan kosong malam-malam, pepohonan berselimut
salju di sisinya, berlalu cepat dua ratus mil perjam.
“Aku akan merindukanmu,” ujar Alice, “Tak perduli seberapa singkat kau pergi.”
Emmet dan Rosalie bertukar pandang prihatin.
Kami hampir sampai di belokan jalan masuk ke rumah.
“Turunkan kami disini,” pinta Alice. “Kau sebaiknya memberitahu Carlisle sendiri.”
Aku mengangguk, dan mobilnya mendecit berhenti.
Emmet, Rosalie, dan Jasper turun tanpa komentar; dia akan minta penjelasan Alice
setelah ini. Alice menyentuh pundakku.
“Kau akan mengambil jalan yang benar.” ucapnya pelan. Bukan penglihatan kali ini—
sebuah perintah. “Dia satu-satunya keluarga Charlie Swan. Itu akan membunuhnya juga.”
21
Diterjemahkan dari: www.stepheniemeyer.com
22
Diterjemahkan dari: www.stepheniemeyer.com
2. Buku Terbuka
Aku berbaring diatas tumpukan salju, membuat cekungan disekitar tubuhku. Kulitku
mendingin menyesuaikan udara sekitar. Sebutir es jatuh ke kulitku seperti beledu.
Langit diatasku cerah, bertabur bintang, sebagian bependar biru, sebagian kuning.
Kerlip-kerlip itu begitu megah dihadapan kegelapan malam—pemandangan luarbiasa. Sangat
cantik. Atau mungkin lebih tepat disebut indah. Seharusnya, jika aku benar-benar dapat
melihatnya.
Ini tidak jadi lebih baik. Enam hari sudah lewat, enam hari besembunyi di hutan
belantara teritori keluarga Denali. Tapi aku belum juga mendapati kebebasan sejak pertama
kali mencium aroma gadis itu.
Ketika menatap ke langit, seakan ada penghalang antara mataku dan keindahannya.
Penghalangnya adalah sesosok wajah, wajah manusia biasa yang tidak istimewa, tapi aku
tidak bisa mengusirnya.
Aku mendengar suara pikiran mendekat sebelum suara langkahnya. Bunyi gerakannya
hanya berupa gesekan halus.
Aku tidak kaget Tanya membututi kesini. Aku tahu beberapa hari ini ia ingin bicara
denganku, menunggu hingga yakin pada pilihan katanya.
Dia muncul enam puluh yard didepanku, mendarat dengan bertelanjang kaki di atas
batu hitam dan menyeimbangkan tubuhnya.
Kulit Tanya keperakan dibawah cahaya malam. Rambut pirang ikal panjangnya
berpendar pucat, hampir pink seperti strawberi. Matanya yang kuning madu berkilat saat
menatapku, yang setengah terpendam dibawah salju. Bibirnya yang penuh tertarik halus
membentuk senyuman.
Sangat cantik. Jika aku benar-benar bisa melihatnya. Aku mendesah.
Dia membungkuk ke ujung batu, ujung jari menyentuh permukaannya, badannya
bergelung.
23
Diterjemahkan dari: www.stepheniemeyer.com
24
Diterjemahkan dari: www.stepheniemeyer.com
25