Anda di halaman 1dari 14

NYAMUK ANOPHELES BALABACENSIS

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengendalian Vektor

Disusun oleh:
Ulfatul Magfiroh
NIM. 6411416136

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN


JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
NYAMUK ANOPHELES BALABACENSIS

1. Nyamuk Anopheles balabacensis

Nyamuk Anopheles balabacensis merupakan salah satu vektor malaria di


daerah endemis di kawasan Bukit Menoreh (Kabupaten Magelang, Purworejo,
dan Kulon Progo selain An. aconitus dan An. maculatus), Kalimantan, Sumatera,
dan Nusa Tenggara Barat, namun ditemukan juga di daerah non endemis di
wilayah Kabupaten Klaten.

2. Morfologi
2.1 Kepala
Kepala berhubungan dengan thorak dan memiliki dua mata majemuk, dua
antena dan mulut. Antena terdiri atas 15 segmen, masing–masing segmen
mempunyai sekelompok rambut pada nyamuk Anopheles sp. betina sedangkan
pada nyamuk Anopheles sp. jantan, rambut tersebut sangat lebat sehingga
memberikan gambaran “sikat botol”. Mulut pada nyamuk Anopheles sp. betina
terdiri atas sebuah proboscis untuk menusuk dan menghisap, bagian mulut yang
lain tertutup labium (bibir). Nyamuk Anopheles sp. betina saat blood feeding,
labella membuka dan ditempelkan pada permukaan kulit, membentuk buluh guna
mengarahkan alat penusuk (stylet). Nyamuk Anopheles sp. jantan bagian mulut
tidak dibentuk untuk menusuk, mandibula dan maxilla berukuran kecil dan palpus
memanjang melebihi proboscis sedangkan pada palpus dan proboscis nyamuk
Anopheles sp. betina memiliki ukuran yang sama panjang.
2.2 Thorak
Thorak pada serangga berfungsi untuk proses pergerakan karena terdapat
tiga pasang kaki dan sepasang sayap. Thorak dibagi menjadi 3 segmen yaitu
prothorak, mesothorak dan metathorak. Sayap nyamuk Anopheles sp. terletak
pada kedua bagian belakang mesothorak. Prothorak dihubungkan dengan kepala
oleh serviks. Prothorak mengecil menjadi sepasang anterior pronotal lobus yang
terletak dibelakang serviks, dibawahnya terdapat sepasang propleura yang
menjadi tempat perlekatan kedua kaki depan dan melapisi kedua sisi dan bagian
bawah serviks.
2.3 Sayap
Pola sayap terbentuk dari alur–alur vena dan sisik–sisik yang
menutupinya. Pola sisik gelap terang dan venasi sangat penting untuk identifikasi
nyamuk Anopheles sp.. Pada spesimen segar bagian gelap biasanya hitam
mengkilap dan yang terang (pucat) berwarna putih atau krem.
2.4 Kaki
Kaki nyamuk Anopheles sp. terdiri dari enam ruas yaitu coka yang terletak
pada ruas pertama yang menempel pada thorak, diikuti trochanter, femur, tibia,
tarsus yang terdiri dari lima segmen dan pretarsus yang terdiri dari sepasang claw.
Pola sisik gelap terang yang menutupi kaki penting untuk identifikasi, seperti pola
sisik gelap terang pada sayap.
2.5 Abdomen
Abdomen terdiri atas 8 segmen yang tampak jelas dan dua segmen yaitu
ke–9 dan ke–10 yang bentuknya berubah sesuai dengan alat kelamin. Setiap
segmen dari ke 8 segmen tersebut terdiri atas sterit dan tergit yang berhubungan
melalui membran pleura. Segmen depan dihubungkan dengan segmen
belakangnya oleh membran intersegmen (selaput antar segmen). Pada saat
abdomen kosong, membran pleura dan intersegmen akan terlipat sehingga tidak
tampak dan segmen yang di belakangnya sedikit tertarik masuk ke segmen di
depannya. Nyamuk Anopheles sp. pada saat menghisap darah banyak, perutnya
akan membesar sehingga membran melebar yang menyebabkan tergit dan sternit
terpisah satu dengan yang lainnya. Kedelapan segmen ini tampak serupa kecuali
segmen pertama yang menempel pada metathorak berukuran lebih kecil. Nyamuk
Anopheles sp. jantan setelah keluar dari pupa, segmen ke–8 bersama dengan alat
kelaminnya berputar 180 derajat sehingga permukaan belakangnya adalah sternit
bukan tergit.
Alat kelamin nyamuk Anopheles sp. terletak pada segmen ke–9 dan ke–10,
segmen tersebut mempunyai kekhususan sebagai alat untuk kopulasi dan
peletakan telur. Alat kopulasi pada nyamuk Anopheles sp. jantan dipergunakan
untuk menyalurkan spermatozoa dari testes ke spermateka nyamuk betina. Pada
nyamuk Anopheles sp. betina, bagian yang menerima spermatozoa disebut
spermateka.
Alat kelamin luar nyamuk Anopheles sp. jantan disebut hypopygium yang
digunakan sebagai alat kawin. Hypopygium ini dapat digunakan sebagai alat
identifikasi untuk menentukan klasifikasi berbagai nyamuk Anopheles sp.
Sedangkan pada alat kelamin Anopheles sp. betina tampak serupa sehingga tidak
digunakan untuk identifikasi meskipun alat kelamin tersebut dapat membedakan
sub genus Anopheles dan Cellia, misalnya bentuk dan distribusi bintik bening
pada spermateka berguna untuk identifikasi spesies kembar.

3. Siklus Hidup
Nyamuk Anopheles sp. mengalami metamorfosa sempurna, yaitu: telur
berubah menjadi larva yang bertukar kulit 4 kali, pada pergantian kulitnya larva
yang terakhir berubah menjadi pupa dengan ukuran rata-rata antara 8 - 14 hari,
lalu berubah menjadi nyamuk dewasa jantan dan betina. Waktu yang dibutuhkan
mulai dari telur sampai dewasa 2 - 5 minggu yang dapat bervariasi tergantung
terhadap spesies, makanan yang tersedia, dan suhu tempat perindukannya. Berikut
ini dapat dijelaskan masing-masing siklus hidup nyamuk, yaitu:
3.1 Telur
3.1.1 Diletakkan di permukaan air atau benda-benda lain, di permukaan air telur
akan berpelampung satu-satu atau saling berdekatan pada ujung telur,
bentuk seperti perahu yang bagian bawahnya konveks dan bagian atasnya
konkaf dan mempunyai sepasang pelampung yang terletak pada sebelah
lateral.
3.1.2 Ukuran telur kurang lebih 0,5 mm, dengan jumlah telur (sekali bertelur)
100-300 butir, rata-rata 150 butir, dan frekuensi bertelur dua atau tiga hari.
3.1.3 Lama menetas dapat beberapa saat setelah kena air, hingga dua sampai tiga
hari setelah berada di air, dan menetas menjadi larva, tetapi ada beberapa
yang menggunakan kolam sementara atau habitat berwadah seperti ban yang
sudah tidak terpakai.
3.2 Larva
3.2.1 Morfologi Larva Anopheles sp.
Larva Anopheles sp. di tempat perindukan tampak mengapung sejajar
dengan permukaan air, mempunyai bagian-bagian badan yang bentuknya khas,
yaitu spirakel pada bagian posterior abdomen, tergal plate pada bagian tengah
sebelah dorsal abdomen dan bulu palma pada bagian lateral abdomen. Larva
hidup di air dan mengalami empat masa pertumbuhan (instar) yaitu:
3.2.1.1 Larva instar I
Memiliki perubahan perkembangannya dalam jangka waktu kurang lebih 1
hari. Ciri-cirinya yaitu sangat kecil, panjang 1-2 mm, warna transparan, duri-duri
(spinae) pada dada (thorax) belum begitu jelas dan corong pernapasan (siphon)
belum menghitam.
3.2.1.2 Larva instar II
Memiliki perubahan perkembangannya dalam jangka waktu 1 - 2 hari. Ciri-
cirinya yaitu bertambah besar ukuran 2,5 - 3,9 mm, duri dada belum jelas dan
corong pernapasan sudah berwarna hitam. Larva instar II mengambil oksigen dari
udara, dengan menempatkan corong udara (shipon) pada permukaan air badan
larva berada pada posisi membentuk sudut dengan suhu permukaan air sekitar
30°C, larva instar II bergerak tidak terlalu aktif.
3.2.2.3 Larva instar III
Memiliki perubahan perkembangannya dalam jangka waktu 2 hari. Ciri-
cirinya yaitu ukurannya lebih besar sedikit dari larva instar II dan lebih aktif
bergerak.
3.2.2.4 Larva instar IV
Memiliki perubahan perkembangannya dalam jangka waktu 2 - 3 hari,
larva ini lengkap struktur anatominya dan jelas tubuh dapat dibagi jelas menjadi
bagian kepala (chepal), dada (thorax) dan perut (abdomen). Larva ini berukuran
paling besar 5 mm, tubuhnya langsing dan bergerak sangat lincah, temperatur
optimal untuk perkembangan larva ini adalah 25 - 30°C. Setiap pergantian instar,
larva mengalami pergantian kulit dan belum bisa dibedakan antara jantan dan
betina.
3.2.2 Perilaku larva nyamuk
Setiap larva menyukai tipe genangan air yang berbeda. Larva instar I dan
II berkumpul pada tempat dimana telur-telur diletakan, sedangkan larva instar III
dan IV bergerak beberapa meter dari tempat penetasan dan berkumpul di bagian-
bagian yang disenangi, misalnya di bagian yang teduh dan pada genangan-
genangan air yang besar dan terang. Larva nyamuk biasanya berkumpul di
tempat-tempat untuk mencari makanan, terlindung dari arus dan hewan predator.
Larva bernapas menggunakan sistem trachea dan corong udara yang berhubungan
langsung dengan udara bebas, sehingga tidak terlalu terganggu dengan perubahan
kondisi air. Larva Anopheles sp. banyak dijumpai pada genangan air yang tidak
terlalu kotor, misalnya rawa, tambak, sawah dan ladang.
3.3 Pupa
Pupa dalam perkembangannya tidak memerlukan makanan tetapi
memerlukan udara, dengan bernapas melalui tabung-tabung pada ujung kepala.
Pada pupa terdapat cangkang pupa untuk melengkapi perkembangannya menjadi
nyamuk dewasa, pupa naik ke permukaan dan memposisikan sejajar dengan
permukaan air untuk persiapan munculnya nyamuk dewasa. Di bagian pupa
terdapat sebuah retakan terbuka untuk nyamuk dewasa merentangkan sayapnya,
kaki dan bagian mulut yang tertekuk dalam cangkang pupa. Pupa bergerak aktif
dan menetas 1 - 2 hari menjadi nyamuk, dan umumnya nyamuk jantan lebih
menetas lebih dahulu dari pada nyamuk betina.
3.4 Imago/nyamuk dewasa
Nyamuk dewasa yang baru muncul, akan beristirahat di permukaan air
dalam waktu singkat agar sayap-sayapnya kuat dan badannya kering. Nyamuk
jantan muncul sekitar satu hari sebelum nyamuk betina, yang kemudian menetap
dekat tempat perindukan dan memakan sari buah dari tumbuhan.
Tubuh nyamuk Anopheles sp. dewasa terbagi menjadi tiga bagian, yaitu
kepala, dada, dan perut. Di bagian kepala terdapat sungut (antenna). Antenna pada
nyamuk jantan berambut banyak, sedangkan pada nyamuk betina berambut
sedikit. Di bagian kepala terdapat alat mulut, dengan salah satu bagian mulutnya
disebut proboscis. Nyamuk Anopheles sp. dewasa bentuknya lebih besar
dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain, dengan cirri-ciri memiliki urat sayap
bersisik, proboscis panjang, tubuh ditutupi oleh sisik, sisik pada pinggir sayap
berubah menjadi jumbai, dan sayap terdiri dari 6 urat sayap yaitu urat sayap 2,4
dan 5 bercabang (Achmadi, 2012). Bagian perut Anopheles sp. terdiri dari delapan
segmen. Segmen terakhir perut memodifikasi menjadi alat reproduksi. Saat
istirahat (hinggap) tubuh dan proboscis membentuk satu garis lurus dan satu sudut
dengan permukaan tempat istirahat.

4. Bionomi
Bionomik nyamuk merupakan gambaran nyamuk yang meliputi perilaku
nyamuk dan kondisi lingkungan. Salah satu perilaku nyamuk adalah kebiasaan
nyamuk keluar untuk mencari mangsa. Pemahaman terhadap kebiasaan nyamuk
untuk mencari darah, akan memudahkan kita pada waktu potensi bahaya akan
terjadi, karena setiap spesies nyamuk Anopheles spp mempunyai kemampuan
infektif yang berbeda.
Dalam perkembangbiakan nyamuk selalu memerlukan tiga macam tempat
yaitu tempat berkembang biak (breeding places), ternpat untuk mendapatkan
umpan/darah (feeding places) dan tempat untuk beristirahat (resting places).
 Perilaku Istirahat (Resting Habits)
Tempat beristirahat umumnya di luar rumah, kandang ternak, dan juga
ditemukan di dalam hutan. Habitat nyamuk An. balabacencis di daerah kandang
ternak dan pekarangan.

 Mencari Darah ( Biting/Feeding Habits)


An. balabacensis dikenal mempunyai tendensi mengisap darah manusia
(antropofilik) dan binatang (zoofilik). Penelitian di Sabah, Malaysia menunjukkan
bahwa An. balabacensis lebih antropofilik daripada zoofilik. Nyamuk An.
balabacensis memiliki kebiasaan menggigit pada tengah malam hingga menjelang
fajar sekitar jam empat pagi.
 Tempat Perindukan
Anopheles balabacensis ditemukan sepanjang tahun baik pada musim
hujan maupun musim kemarau. Pada musim hujan tempat perkembangbiakan
spesies tersebut adalah di aliran mata air yang tergenang, di genangan-genangan
air hujan di tanah, dan di lubang lubang batu. Sering didapatkan juga pada parit
yang alirannya terhenti. Pada musim kemarau sumber air tanah berkurang
sehingga terbentuk genangan-genangan air sepanjang sungai. Genangan-genangan
air tersebut dimanfaatkan sebagai tempat perkembangbiakkan Anopheles
balabacensis.
 Sinar Matahari
Terdapat 3 kelompok nyamuk yang berhubungan dengan sinar matahari
serta terlindung tidaknya habitat perkembangbiakan, yaitu: senang sinar matahari
(heliophilik), tidak senang sinar matahari (heliophobik) dan suka hidup di habitat
yang terlindung (shaded). Dengan kondisi ini, spesies yang heliophilik misalnya
An. macuhaus, An. sundaicus, An.barbirostris, An. umbrosus, An.balabacensis
dan An. aconitus. Spesies heliophobik adalah An. umbrosus dan spesies shaded
adalah An. Balabacensis. Jika kondisi perairan jernih dan bersifat heliofilik akan
mempengaruhi keberadaan oksigen terlarut karena tidak akan menghambat
penetrasi cahaya ke dalam air, proses fotosintesis tidak terganggu yang
selanjutnya akan mempengaruhi kepadatan larva.
 Kebiasaan hidup
Rata-rata terbang nyamuk An. Balabacensis adalah 475 m dengan potensi
penyebaran sangat lemah.

5. Penyakit yang Bisa Ditularkan


Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa)
dari genus Plasmodium yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles.
Nyamuk Anopheles sp. yang diketahui menularkan parasit Plasmodium di
Banjarnegara yakni An. maculatus, An. aconitus, dan An. Balabacensis. Istilah
malaria diambil dari dua kata bahasa Italia yaitu mal (buruk) dan area (udara) atau
udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa-rawa yang
mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai nama lain, seperti demam
roma, demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam charges, demam kura,
dan paludisme.
Malaria adalah penyakit dengan gejala demam, yang terjadi tujuh hari
sampai dua minggu sesudah gigitan nyamuk yang infektif. Adapun gejala-gejala
awal adalah demam, sakit kepala, menggigil, dan muntah-muntah.
Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang
ditemukan hampir di seluruh bagian dunia. Lebih dari seratus negara merupakan
wilayah endemik malaria dengan jumlah penduduk yang beresiko terkena malaria
sekitar 2,3 miliar atau 41% dari penduduk dunia. Di seluruh dunia, genus
diketahui jumlahnya kira-kira 2000 spesies, diantaranya 60 spesies diketahui
sebagai vektor malaria. Di Indonesia saat ini, malaria juga masih menjadi masalah
utama kesehatan masyarakat. Rata-rata kasus malaria diperkirakan sebesar 15 juta
kasus klinis pertahun. Di Indonesia hanya ada 80 spesies dan 22 diantaranya
ditetapkan menjadi vektor malaria. spesies dikonfirmasi sebagai vektor malaria
dan 4 spesies diduga berperan dalam penularan malaria di Indonesia. Nyamuk
tersebut hidup di daerah tertentu dengan kondisi habitat lingkungan yang spesifik
seperti daerah pantai, rawa-rawa, persawahan, hutan dan pergunungan. Dari hasil
penelitian terhadap PR (Parasite Rate) malaria, ternyata provinsi Aceh merupakan
daerah peringkat ketiga tertinggi di Indonesia setelah Irian dan Maluku.

6. Cara Mengeleminir Populasi


6.1 Pemberantasan Vektor
Penanggulangan vektor dilakukan dengan cara membunuh nyamuk dewasa
(penyemprotan rumah dengan insektisida). Dengan dibunuhnya nyamuk maka
parasit yang ada dalam tubuh, pertumbuhannya di dalam tubuh tidak selesai,
sehingga penyebaran/transmisi penyakit dapat terputus.
Demikian juga kegiatan anti jentik dan mengurangi atau menghilangkan
tempat-tempat perindukan, sehingga perkembangan jumlah (Density) nyamuk
dapat dikurangi dan akan berpengaruh terhadap terjadinya transmisi penyakit
malaria.
Menurut Marwoto (1989) penanggulangan vektor dapat dilakukan dengan
memanfaatkan ikan pemakan jentik. Penelitian biologik yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa prospek terbaik adalah ikan, karena mudah
dikembangbiakkan, ikan suka memakan jentik, dan sebagai sumber protein bagi
masyarakat. Penggunaan ikan nila merah (Oreochromis nilotis) sebagai
pengendali vektor telah dilakukan.
Menurut Nurisa (1994), ikan nila memiliki daya adaptasi tinggi diberbagai
jenis air. Nila dapat hidup di air tawar, air payau, dan di laut.

6.2 Pengendalian Vektor


Kontrol vektor malaria ini dimaksudkan untuk melindungi individu
terhadap gigitan nyamuk yang infektif, menurunkan populasi nyamuk, mencegah
vektor menjadi infektif dan pada tingkat masyarakat berguna untuk mengurangi
intensitas transmisi malaria secara lokal.
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian vektor adalah
sebagai berikut:
a. Penyemprotan rumah, penyemprotan dilakukan pada semua bangunan yang
ada, pada malam hari digunakan sebagai tempat menginap atau kegiatan lain,
masjid, gardu ronda, dan lain-lain.
b. Larviciding adalah kegiatan anti larva yang dilakukan dengan cara kimiawi,
kegiatan ini di lakukan dilingkungan yang memiliki banyak tempat
perindukan yang potensial (Breeding Pleaces). Yang dimaksud dengan tempat
perindukan adalah genangan air disekitar pantai yang permanen, genangan air
dimuara sungai yang tertutup pasir dan saluran dengan aliran air yang lambat.
c. Biological control, kegiatan anti larva dengan cara hayati (pengendalian
dengan ikan pemakan jentik), dilakukan pada desa-desa di mana terdapat di
mana terdapat banyak tempat perindukan vektor potensial dengan ketersedian
air sepanjang tahun, seperti mata air, anak sungai, saluran air persawahan,
rawa-rawa daerah pantai dan air payau, dll.
d. Kelambunisasi adalah pengendalian nyamuk Anopheles spp secara kimiawi
yang digunakan di Indonesia. Kelambunisasi adalah pengunaan kelambu yang
terlebih dahulu dicelup dengan insektisida permanent 100EC yang berisi
bahan aktif permethrin.
e. Pengolahan lingkungan (Source reduction) adalah kegiatan-kegiatan yang
mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pengamatan kegiatan modifikasi
dan manipulasi faktor lingkungan dan interaksinya dengan manusia untuk
mencegah dan membatasi perkembangan vektor dan mengurangi kontak
antara manusia dan Vektor .
f. Pemandulan nyamuk dengan radiasi gamma Co-60
Pengendalian nyamuk Anopheles sp sebagai vektor penyakit malaria dapat
dilakukan dengan Teknik Serangga Mandul (TSM). Setelah nyamuk jantan
diiradiasi nyamuk dikawinkan dengan betina normal dengan jumlah yang
sama dan diamati jumlah telur yang dihasilkan, prosentase penetasan telur
untuk setiap dosis radiasi, dan kelangsungan hidup nyamuk. Dari hasil
pengamatan diperoleh data bahwa dosis radiasi 90 Gy dapat
memandulkan65%, 100 Gy memandulkan 77%, 110 Gy memandulkan 97%,
dan 120 Gy memandulkan 99% dibandingkan dengan kontrol. Keturunan
yang dihasilkan dari perkawinan antara nyamuk jantan yang diirradiasi 110
dan 120 Gy dengan nyamuk betina normal tidak dapat diikuti perkembangan
hidupnya karena mengalami kematian.
Radiasi gamma dan neutron dapat dimanfaatkan untuk pengendalian
vektor penyakit melalui teknik TSM. Faktor yang berpengaruh terhadap
proses kemandulan pada nyamuk ialah terjadinya infekunditas (tidak dapat
menghasilkan telur), inaktivasi sperma, mutasi letal dominan, aspermia, dan
ketidakmampuan kawin dari serangga betina atau jantan. Radiasi dapat
mengurangi produksi telur yang disebabkan karena tidak terjadinya proses
oogenesis sehingga tidak terbentuk oogenia atau telur. Aspermia dapat
menyebabkan kemandulan karena radiasi merusak spermatogenesis sehingga
tidak terbentuk sperma. Inaktivasi sperma juga dapat menyebabkan
kemandulan karena sperm tidak mampu bergerak untuk membuahi sel telur.
Faktor penyebab kemandulan yang lain ialah ketidakmampuan kawin, hal ini
karena radiasi merusak sel-sel somatik saluran genetalia interna sehingga
tidak terjadi pembuahan sel telur . Irradiasi gamma menyebabkan penurunan
yang sangat drastis terhadap presentase penetasan telur, dosis 90 Gy mampu
menurunkan persentase penetasan telur hingga lebih dari 50%, bahkan untuk
dosis 110 Gy mampu menurunkan persentase penetasan telur hingga 96 % .
Faktor yang dianggap menyebabkan kemandulan pada serangga yang
diiradiasi adalah mutasi lethal dominan. Dalam hal ini inti sel telur atau inti
sperma mengalami kerusakan sebagai akibat radiasi sehingga terjadi mutasi
gen. Mutasi lethal dominan tidak menghambat proses pembentukan gamet
jantan maupun betina, dan zigot yang terjadi juga tidak dihambat, namun
embrio akan mengalami kematian. Prinsip dasar mekanisme kemandulan ini
untuk selanjutnya dikembangkan sebagai dasar teknik pengendalian vektor
penyakit, seperti malaria, DBD dan filariasis yang disebut Teknik Serangga
Mandul. TSM menjadi salah satu alternatif pilihan cara yang dapat dipilih dan
dipertimbangkan, karena lebih aman, apesies spesifik, tidak menimbulkan
resistensi dan pencemaran lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Kusuma, Ulfah, dan Arif Widyanto. 2016. “Deskripsi Bionomik Nyamuk


Anopheles sp di Wilayah Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran
Provinsi Jawa Barat Tahun 2016”. Jurnal Keslingmas. Volume 35,
Desember 2016. Halaman 383-388.

Widiarti, Triwibowo Ambar Garjito, dan Umi Widyastuti. 2014. “Diversitas


Genetik Anopheles balabacensis, Baisas di Berbagai Daerah Indonesia
Berdasarkan Sekuen Gen ITS 2 DNA Ribosom”. Buletin Penelitian
Kesehatan. Volume 44 Nomor 1, Maret 2016. Halaman 1-12.

Anda mungkin juga menyukai