Anda di halaman 1dari 10

A.

KLASIFIKASI
Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut (Safar, 2010):
 Kingdom : Animalia
 Filum : Arthopoda
 Kelas : Insecta
 Ordo : Diptera
 Famili : Culicidae
 Genus : Anopheles
 Spesies : Anopheles sp.

B. MORFOLOGI
Nyamuk Anopheles sp. mengalami metamorfosis sempurna,
yaitu: telur berubah menjadi larva yang bertukar kulit 4 kali, pada
pergantian kulitnya larva yang terakhir berubah menjadi pupa dengan
ukuran rata-rata antara 8 -14 hari, lalu berubah menjadi nyamuk dewasa
jantan dan betina. Waktu yang dibutuhkan mulai dari telur sampai
dewasa 2 -5 minggu yang dapat bervariasi tergantung terhadap spesies,
makanan yang tersedia, dan suhu tempat perindukannya (Safar, 2010).
Berikut ini dapat dijelaskan masing-masing morfologi nyamuk, yaitu:
1. Telur

Gambar 1. Telur Anopheles sp.


(Sumber: Pangastuti, 2015)

a. Diletakan di permukaan air atau benda-benda lain, di permukaan


air telur akan berpelampung satu-satu atau saling berdekatan
pada ujung telur, bentuk seperti perahu yang bagian bawahnya
konveks dan bagian atasnya konkaf dan mempunyai sepasang
pelampung yang terletak pada sebelah lateral.
b. Ukuran telur kurang lebih 0,5mm, dengan jumlah telur (sekali
bertelur)100-300 butir, rata-rata 150 butir, dan frekuensi bertelur
dua atau tiga hari.
c. Lama menetas dapat beberapa saat setelah terkena air, hingga
dua sampai tiga hari setelah berada di air, dan menetas menjadi
larva, tetapi ada beberapa yang menggunakan kolam sementara
atau habitat berwadah seperti ban yang sudah tidak terpakai
(Safar, 2010).
2. Larva

Gambar 2. Larva Anopheles sp.


(Sumber: Pangastuti, 2015)

a. Morfologi Larva Anopheles sp.


Larva Anopheles sp. di tempat perindukan tampak
mengapung sejajar dengan permukaan air, mempunyai bagian-
bagian badan yang bentuknya khas, yaitu spirakel pada bagian
posterior abdomen, tergal plate pada bagian tengah sebelah
dorsal abdomen dan bulu palma pada bagian lateral abdomen
(Safar, 2010).
Larva hidup di air dan mengalami empat masa
pertumbuhan (instar) yaitu:
1) Larva instar I memiliki perubahan perkembangannya dalam
jangka waktu kurang lebih 1 hari. Ciri-cirinya yaitu sangat
kecil, panjang 1-2 mm, warna transparan, duri-duri (spinae)
pada dada (thorax) belum begitu jelas dan corong pernapasan
(siphon) belum menghitam.
2) Larva instar II memiliki perubahan perkembangannya dalam
jangka waktu 1-2 hari. Ciri-cirinya yaitu bertambah besar
ukuran 2,5-3,9 mm, duri dada belum jelas dan corong
pernapasan sudah berwarna hitam. Larva instar II
mengambil oksigen dari udara, dengan menempatkan corong
udara (shipon) pada permukaan air badan larva berada pada
posisi membentuk sudut dengan suhu permukaan air sekitar
30°C, larva instar II bergerak tidak terlalu aktif.
3) Larva instar III memiliki perubahan perkembangannya
dalam jangka waktu 2 hari. Ciri-cirinya yaitu ukurannya
lebih besar sedikit dari larva instar II dan lebih aktif
bergerak.
4) Larva instar IV memiliki perubahan perkembangannya
dalam jangka waktu 2-3 hari, larva ini lengkap struktur
anatominya dan jelas tubuh dapat dibagi jelas menjadi
bagian kepala (chepal), dada (thorax) dan perut (abdomen).
Larva ini berukuran paling besar 5 mm, tubuhnya langsing
dan bergerak sangat lincah, temperatur optimal untuk
perkembangan larva ini adalah 25-30°C. Setiap pergantian
instar, larva mengalami pergantian kulit dan belum bisa
dibedakan antara jantan dan betina (Depkes R.I., 2004).
b. Perilaku larva nyamuk
Setiap larva menyukai tipe genangan air yang berbeda.
larva instar I dan II berkumpul pada tempat dimana telur-telur
diletakan, sedangkan larvainstar III dan IV bergerak beberapa
meter dari tempat penetasan dan berkumpul di bagian-bagian
yang disenangi, misalnya di bagian yang teduh dan pada
genangan-genangan air yang besar dan terang (Sutanto et.al.,
2008). Larva nyamuk biasanya berkumpul di tempat-tempat
untuk mencarimakanan, terlindung dari arus dan hewan
predator. Larva bernapas menggunakan sistem trachea dan
corong udara yang berhubungan langsung dengan udara bebas,
sehingga tidak terlalu terganggu dengan perubahan kondisi air.
Larva Anopheles sp. banyak dijumpai pada genangan air yang
tidak terlalu kotor, misalnya rawa, tambak, sawah dan ladang
(Depkes R.I., 2001).

3. Pupa

Gambar 3. Pupa Anopheles sp.


(Sumber: Pangastuti, 2015)

Pupa dalam perkembangannya tidak memerlukan makanan


tetapi memerlukan udara, dengan bernapas melalui tabung-tabung
pada ujung kepala. Pada pupa terdapat cangkang pupa untuk
melengkapi perkembangannya menjadi nyamuk dewasa, pupa naik
ke permukaan dan memposisikan sejajar dengan permukaan air
untuk persiapan munculnya nyamuk dewasa. Dibagian pupa
terdapat sebuah retakan terbuka untuk nyamuk dewasa
merentangkan sayapnya, kaki dan bagian mulut yang tertekuk dalam
cangkang pupa. Pupa bergerak aktif dan menetas 1-2 hari menjadi
nyamuk, dan umumnya nyamuk jantan lebih menetas lebih dahulu
dari pada nyamuk betina (Achmadi, 2012).
4. Imago/nyamuk dewasa

Gambar 4. Anopheles sp. dewasa


(Sumber: Pangastuti, 2015)

Nyamuk dewasa yang baru muncul, akan beristirahat di


permukaan air dalam waktu singkat agar sayap-sayapnya kuat dan
badannya kering. Nyamuk jantan muncul sekitar satu hari sebelum
nyamuk betina, yang kemudian menetap dekat tempat perindukan
dan memakan sari buah dari tumbuhan (Achmadi, 2012).
Tubuh nyamuk Anopheles sp. dewasa terbagi menjadi tiga
bagian, yaitu kepala, dada, dan perut. Di bagian kepala terdapat
sungut (antenna). Antenna pada nyamuk jantan berambut banyak,
sedangkan pada nyamuk betina berambut sedikit. Dibagian kepala
terdapat alat mulut, dengan salah satu bagian mulutnya disebut
proboscis. Nyamuk Anopheles sp. dewasa bentuknya lebih besar
dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain, dengan cirri-ciri
memiliki urat sayap bersisik, proboscis panjang, tubuh ditutupi oleh
sisik, sisik pada pinggir sayap berubah menjadi jumbai, dan sayap
terdiri dari 6 urat sayap yaitu urat sayap 2,4 dan 5 bercabang
(Achmadi, 2012). Bagian perut Anopheles sp. terdiri dari delapan
segmen. Segmen terakhir perut memodifikasi menjadi alat
reproduksi. Saat istirahat (hinggap) tubuh dan proboscis membentuk
satu garis lurus dan satu sudut dengan permukaan tempat istirahat
(Safar, 2010).

C. SIKLUS HIDUP
Nyamuk termasuk serangga yang mengalami metamorfosis
sempurna (holometabola) karena mengalami empat tahap dalam masa
pertumbuhan dan perkembangan.Tahapan yang dialami oleh nyamuk
yaitu tahap telur, larva, pupa dan dewasa. Telur nyamuk akan menetas
menjadi larva dalam waktu 1-2 hari pada suhu 20-40°C. Kecepatan
pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh suhu, tempat,
keadaan air dan kandungan zat makanan yang ada di tempat perindukan.
Pada kondisi optimum, larva berkembang menjadi pupa dalam waktu 4-
9 hari, kemudian pupamenjadi nyamuk dewasa dalam waktu 2-3 hari
sehingga waktu yang dibutuhkan daritelur hingga dewasa yaitu 7-14 hari
(Hoedojo, 1998).
Nyamuk meletakkan telur di tempat yang berair, pada tempat
yang keberadaannya kering telur akan rusak dan mati. Kebiasaan
meletakkan telur dari nyamuk berbeda–beda tergantung dari jenisnya.
Nyamuk Anopheles sp. meletakkan telurnya dipermukaan air satu
persatu atau bergerombol tetapi saling lepas karena telur Anopheles
mempunyai alat pengapung (Borror, 1996).

D. HABITAT
Habitat nyamuk diklasifikasikan menjadi dua, yaitu habitat air
mengalir dan habitat air menggenang. Habitat air mengalir, dapat berupa
saluran air (parit atau selokan) yang mengalir lambat, dan sungai yang
alirannya deras maupun lambat. Pada saluran irigasi biasanya tumbuh
tanaman menjalar yang dapat menahan arus air. Sedangkan habitat air
menggenang dibagi dalam dua kategori, yaitu Habitat air tanah dan air
bawah permukaan tanah (Safitri, 2009).
Nyamuk malaria juga dapat menyebar di tempat-tempat yang
dijadikan sebagai aktivitas manusia, misalnya perkebunan, pantai,
hutan, dan persawahan (Anies, 2005). Akibat berbagai aktivitas manusia
banyak menyebabkan terbentuknya tempat perindukan untuk
perkembangan nyamuk malaria, seperti genangan air, selokan,
cekungan-cekungan yang berisi air hujan, sawah dengan aliran air
irigasi (Depkes R.I., 2007).
E. Anopheles sp. sebagai Vektor Malaria
Terdapat sekitar 2000 spesies Anopheles yang tersebar diseluruh
dunia, dan hanya sekitar 60 spesies yang dianggap penting dikarenakan
kemampuan menjadi vektor malaria didunia. Tidak keseluruhan spesies
malaria yang ada dibumi mampu menjadi vektor, hal ini disebabkan oleh
empat faktor utama yang mendukung spesies untuk menjadi vektor, yaitu
tingkat kepadatan nyamuk, pemilihan hospes, kerentanan terhadap infeksi
plasmodium dan lama hidup nyamuk.
Agar dikatakan suatu spesies bertindak sebagai vektor, maka jumlah
nyamuk harus cukup banyak dan berada pada daerah tempat hospes tinggal
(manusia). Jumlah nyamuk berbanding lurus dengan tempat perindukan
nyamuk (breeding place), dimana tempat perindukan haruslah dekat dengan
dengan tempat tinggal manusia. Kebanyakan spesies Anopheles yang
bertindak sebagai vektor, tempat perindukannya tidak jauh dari rumah
terdekat manusia yaitu berjarak sekitar 200 – 400 meter yang berhubungan
dengan kemampuan terbang nyamuk untuk mencari hospesnya (Ahmad et
al. 2011).
Pada umumnya Anopheles melakukan Blood Feeding (menggigit)
pada malam hari, dengan kisaran jam aktif dari am 18.00 sampai 20.00 dan
04.00-06.00. Hal ini berhubungan dengan tipe nyamuk anopheles yang
berada didalam rumah (endofilik) dimana pada spesies ini kebanyakan
merupakan jenis anopheles antrophofilik (manusia sebagai hospesnya).
Sedangkan nyamuk yang berada diluar rumah (exophilik) dibagi lagi
menjadi dua jenis, yaitu nyamuk yang melakukan blood feeding pada hewan
(sapi, kerbau,dan burung) disebut zoofilik serta terdapat juga jenis nyamuk
yang menjadikan manusia saat berada diluar rumah sebagai hospesnya
(anthropofilik).
Terdapat sifat spesifik dalam hubungan antara nyamuk dan parasit
agar dapat melengkapi rangkaian siklus hidup parasit. Parasit yang berhasil
masuk ketubuh nyamuk harus memenuhi beberapa syarat dan melalui
beberapa proses agar nyamuk menjadi infektif. Utamanya adalah jumlah
parasit yang masuk harus cukup dan pada stadium yang matang untuk
selanjutnya akan melalui siklus sexual dalam tubuh nyamuk. Tidak semuwa
spesies nyamuk dapat berasosiasi dengan parasit, hal ini juga tergantung
kerentanan spesies terhadap jenis plasmodium. Konfirmasi apakah spesies
Anopheles tersebut merupakan vektoryang telah mengandung parasit
dilakukan dengan cara pembedahan kelenjar ludah “microdissection
salivary glands” serta pewarnaan dengan giemsa yang selanjutnya diamati
dengan mikroskop persentase sporozoit yang terdapat pada kelenjar ludah
nyamuk tersebut.
Panjang umur nyamuk yang sudah terinfeksi haruslah cukup agar
parasit dapat menyelesaikan siklus hidupnya sehingga nyamuk menjadi
infektif. Cara yang telah digunakan untuk mengetahui umur nyamuk untuk
mengetahui kapasitasnya sebagai vektor dengan melakukan pembedahan
ovary. Pembedahan ovary dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara
jumlah nyamuk yang telah bertelur (parous) dan yang belum pernah bertelur
(nulliparous) penghitungan relic dan folikel menunjukkan selesainya satu
siklus gonotrofik (Darmawan, 1993).
Kasus malaria pada manusia dapat disebabkan oleh Plasmodium
malariae, Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum dan Plasmodium
ovale (Bruce, 1980). Infeksi oleh Plasmodium vivax diperlukan siklus
penularan dari manusia sakit ke manusia sehat yang dibantu oleh vektor.
Saat nyamuk Anopheles betina menghisap darah manusia, plasmodium
berada pada fase sporozoit. Sporozoit kemudian akan menuju ke hati (liver)
dan membentuk merozoit dalam jumlah yang sangat banyak. Bentuk inilah
yang kemudian masuk ke dalam aliran darah dan menginfeksi sel–sel darah
merah. Sebagian dari sporozoit didalam sel hati membentuk hipnozoit yang
dapat bertahan sampai bertahun-tahun. Pada saat plasmodium menginfeksi
Gejala yang ditimbulkan antara lain adalah demam, anemia, panas dingin,
dan keringat dingin. Untuk mendiagnosa seseorang menderita malaria
adalah dengan memeriksa ada tidaknya plasmodium pada sampel darah
pasien. Seringkali ditemui dalam kasus penyakit malaria adalah
Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax.
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi.U, F. 2012. Dasar-dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Penerbit PT


Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hal 10-97.

Ahmad, Rohani . Ali, Wan. Nor, Zurainee M., Ismail, Zamree., Hadi, Azahari A.,
Ibrahim, Mohd N and Lim, Lee H. 2011. Mapping of mosquito breeding
sites in malaria endemic areas in Pos Lenjang, Kuala Lipis, Pahang,
Malaysia. Malaria Journal. 10:361

Anies. 2005. Manajemen Berbasis Lingkungan (Solusi Mencegah dan


Menanggulangi Penyakit Menular). PT. Elex Media Komputindo, Jakarta

Borror, D., J. Triplehorn, dan N.F, Johnson. 1992. Pengenelan Pelajaran Serangga.
Edisi ke-6. Alih bahasa S.Partosoedjono, Penyunting M.D.Brotowidjoyo.
Gadjah Mada University. Yogyakarta.

Bruce-Chwatt, L. J. 1980. Essential Malariology. William Heinemann Medical


Books Ltd, London, pp97-127.

Depkes RI. (2007), Penatalaksaaan Kasus Malariadi Indonesia. Ditjen P2PL.


Jakarta.

Depkes RI. 2001. Pedoman Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor. Jakarta : Direktorat
Jenderal Pemberantas Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
Pemukiman (DITJEN.PPM dan PLP).

Depkes RI. 2004. Pedoman Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor. Ditjen P2MPL.
Jakarta.

Dharmawan, ruben. 1993. Metode Identifikasi Spesies Kembar Nyamuk Anopheles.


Sebelas Maret University Press : SoloGandahusada, S. Ilahude, H. Pribadi,
W. 2006. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Hoedojo, 1998. Morfologi, Daur Hidup dan Perilaku Nyamuk dalam Parasitologi
Kedokteran. Edisi ke –3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta.

Pangastuti, R. 2015. Karakteristik Tempat Perindukan Larva Nyamuk Anopheles


sp. pada Daerah Endemis Malaria di Desa Way Muli Kecamatan Rajabasa
Lampung Selatan. Skripsi. Universitas Lampung

Safar, R. 2010. Parasitologi Kedokteran Edisi Khusus. Yrama Widya. Bandung.


Safitri. 2009. Habitat Perkembangbiakan dan Beberapa Aspek Perilaku Anopheles
sundaicus di Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Lampung Selatan.
Thesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai