Anda di halaman 1dari 26

Perkembangan Hewan Reptil

Reptil adalah hewan yang melakukan pembuahan di dalam tubuh (fertilisasi internal),
dimana peleburan sel sperma dan sel telur terjadi di dalam tubuh betina reptil.

Fertilisasi diawali dengan peristiwa kopulasi, yaitu masukknya alat kelamin jantan ke alat
kelamin betina reptil.

Sperma bergerak di sepanjang saluran yang langsung berhubungan dengan testis, yaitu
epididimis.

Selanjutnya dari epididimis, sperma bergerak menuju vas deferens dan berakhir pada
hemipenis. Hemipenis merupakan sepasang penis yang dihubungkan oleh satu testis yang
dapat dibolak-balik.

Pada saat hewan reptil mengadakan kopulasi, hanya satu hemipenis saja yang dimasukkan
ke dalam saluran kelamin betina.

Ovum reptil betina yang telah dibuahi oleh sperma akan melewati oviduk. Pada saat melalui
oviduk, ovum yang telah dibuahi akan dikelilingi oleh cangkang yang tahan air agar tidak
rusak jika nantinya diletakkan ditempat basah.

Pada beberapa jenis reptil, telur ditanam dalam tempat yang hangat dan ditinggalkan oleh
induknya. Contohnya adalah kadal, iguana, ular, buaya, dan kura-kura.

Di dalam telur reptil, akan terdapat persediaan kuning telur yang berlimpah untuk cadangan
makanan embrio.

Perkembangbiakan reptil sebagian besar dilakukan secara ovipar (bertelur). Ovipar adalah
embrio yang berkembang dalam telur dan dilindungi oleh cangkang.

Embrio tersebut mendapatkan makanan dari dalam tubuh induk. Telur dikeluarkan dari
tubuh induk betina, kemudian dierami hingga menetas.

Ada juga sebagian reptil yang berkembangbiak dengan ovovivipar (bertelur dan beranak).
Contoh reptil yang berkembangbiak dengan ovovivipar adalah ular dan kadal.

Ovovivipar merupakan embrio yang berkembang di dalam telur, akan tetapi telur tersebut
masih tersimpan di dalam tubuh induk betina.

Embrio mendapat makanan dari cadangan makanan yang berada di dalam telur. Setelah
cukup umur, telur pecah di dalam tubuh induknya dan anak akan keluar dari vagina induk
betinanya. (https://www.amongguru.com/organ-dan-sistem-reproduksi-generatif-pada-reptil-
hewan-melata/)
Perkembangan hewan amphibi

Amfibi adalah hewan dengan kelembaban kulit yang tinggi, tidak tertutupi oleh rambut dan
mampu hidup di air maupun di darat. Amphibia berasal dari bahasa Yunani yaitu Amphi yang
berarti dua dan Bios yang berarti hidup. Karena itu amphibi diartikan sebagai hewan yang
mempunyai dua bentuk kehidupan yaitu di darat dan di air.

Pada umumnya, amphibia mempunyai siklus hidup awal di perairan dan siklus hidup kedua
adalah di daratan. ( Zug, 1993) Pada fase berudu amphibi hidup di perairan dan bernafas dengan
insang. Pada fase ini berudu bergerak menggunakan ekor. Pada fase dewasa hidup di darat dan
bernafas dengan paru-paru. Pada fase dewasa ini amphibi bergerak dengan kaki. Perubahan cara
bernafas yang seiring dengan peralihan kehidupan dari perairan ke daratan menyebabkan
hilangnya insang dan rangka insang lama kelamaan menghilang. Pada anura, tidak ditemukan
leher sebagai mekanisme adaptasi terhadap hidup di dalam liang dan bergerak dengan cara
melompat. (Zug,1993)

Amphibia memiliki kelopak mata dan kelenjar air mata yang berkembang baik. Pada mata
terdapat membrana nictitans yang berfungsi untuk melindungi mata dari debu, kekeringan dan
kondisi lain yang menyebabkan kerusakan pada mata. Sistem syaraf mengalami modifikasi
seiring dengan perubahan fase hidup. Otak depan menjadi lebih besar dan hemisphaerium cerebri
terbagi sempurna. Pada cerebellum konvulasi hampir tidak berkembang. Pada fase dewasa mulai
terbentuk kelenjar ludah yang menghasilkan bahan pelembab atau perekat.

Walaupun demikian, tidak semua amphibi melalui siklus hidup dari kehidupan perairan ke
daratan. Pada beberapa amphibi, misalnya anggota Plethodontidae, tetap tinggal dalam perairan
dan tidak menjadi dewasa. Selama hidup tetap dalam fase berudu, bernafas dengan insang dan
berkembang biak secara neotoni.

Ada beberapa jenis amphibi lain yang sebagian hidupnya berada di daratan, tetapi pada waktu
tertentu kembali ke air untuk berkembang biak. Tapi ada juga beberapa jenis yang hanya hidup
di darat selama hidupnya. Pada kelompok ini tidak terdapat stadium larva dalam air. (Duellman
and Trueb, 1986)
Ciri-Ciri Amfibi
Dari setiap jenis-jenis amphibia memiliki ciri-ciri yang berbeda dan ada juga yang memiliki
kesamaan dimana yang dimana kali ini dapat disimpulkan ciri-ciri umum amphibia, simak
dibawah ini.

1. Amphibia memiliki dua pasang kaki yang digunakan untuk berjalan, melompat dan
berenang. Contohnya pada katak, kaki katak pada bagian belakang lebih panjang dari
pada kaki depannya. Rangka kaki bagoan depan terdiri dari humerus, radioulna, karpal,
metacarpal dan falang ( tulang jari-jari ). Sedangkan rangka kaki belakang ialah terdiri
dari femur, tibio-fibula, tarsal, metatarsal dan falang. Pada kaki depan memiliki empat
jari, sedangkan pada kaki belakang memiliki lima jari dimana diantara jari-jari tersebut
terdapat selaput renang.
2. Bagian-bagian tubuh amphibia ialah kepala dan badan seperti katak atau kepala, badan
ekor seperti yang terdapat pada salamander.
3. Kulit yang lunak, berkelenjar dan juga selalu basah, kulit amphibia tidak bersisik kecuali
salamander. Diantara kulit dan jaringan otot dimana dibawahnya terdapat berupa rongga
yang berisi cairan limfa. Pada bangkong yang berwarna cerah, kulitnya menghasilkan
cairan beracun bagi hewan lainnya.
4. Pernapasan Amphibia berupa insang, kulit dan juga paru-paru. Seperti katak dewasa yang
bernapas dengan menggunakan paru-paru yang berupa kantong-kantong dengan dinding
yang memiliki sejumlah ruangan.
5. Amphibia merupakan hewan yang berdarah dingin ( poikiloterm ).
6. Pada jantung Amphibia yang terdiri atas tiga ruangan, tiga ruangan itu ialah satu ventrikel
dan dua untuk atrium. Merupakan peredaran darah tertutup ganda, artinya darah akan dua
kali melwati jantung pada satu kali peredaran.
7. Sistem pencernaan lengkap yakni mulai dari mulut, faring, esophagus ( kerongkongan ),
lambung, usus dan rectum yang langsung bersatu dengan kloaka. Contohnya katak
memiliki mulut yang sangat lebar dan juga gigi-gigi yang kecil di sepanjang rahang atas.
Di langit-langit mulut terdapat gigi vormer. Kidah yang bercabang dua pada bagian
ujungnya dan pada permukaannya mengandung zat perekat yang digunakan untuk
menangkap serangga. Amphibia juga memiliki hati, kantong empedu dan pankreas.
8. Sistem eksresi berupa ginjal tipe mesonefroid dan saluran kemih ( saluran wolf atau
saluran mesonefros ) yang membawa secret ke kloaka. Amphibia juga memiliki kandung
kemih yang ada disebelah sisi ventral kloaka.
9. Sistem indra pada amphibia terdiri atas mata, lubang hidung dan juga telinga . pada mata
dilindungi oleh membrane niktitans ( selaput tidur ), kelopak mata atas dan kelopkan
matah bawah. Hidup amphibia memiliki dua lubang hidung ( nares ) yang berhubungan
dengan rongga mulut melalui koane. Sedangkan pada telinga, berkembang biak karena
terdiri atas dua bagian yaitu telinga tengah dan telinga dalam dan tidak memiliki telinga
luar. Pada telinga yang ada di bagian tengah berhubungan dengan faring yang melalui
tabung Eustachius. Katak dan bangkong memiliki selaput telinga yang disebut dengan
membrane timpani pada bagian telinga tengah. Pada salamander tidak memiliki selaput
telinga, sehingga hanya dapat merasakan gerakan suara melalui kaki depan.
10. Pada perkembangbiakan amphibia, amphibia memiliki alat kelamin yang terpisah.
Umumnya amphibia bersifat ovipar, namun ada juga yang ovovivipar dan vivipar dimana
telur tersimpan dalam saluran reproduksi betina.

Baca Juga Artikel yang Mungkin Berkaitan : Adaptasi Hewan

Sistem Rangka Amfibi

Amphibi merupakan vertebrata yang pertama kali mempunyai sternum (tulang dada) tetapi
perkembangannya kurang sempurna. Tulang iga hanya pendek dan kurang berkembang sehingga
tidak berhubungan dengan sternum seperti pada reptil, aves dan juga mamalia. Sebagian besa
amphibi mempunyai dau pasang tungkai dengan 4 jari kaki pada kaki depan dan 5 jari kaki pada
kaki belakang.

Sistem Otot Amfibi


Sistem otot pada amfibi, seperti sistem-sistem organ yang lain, sebagia transisi antara ikan dan
reptil. Sistem otot pada ikan terpusat pada gerakan tubuh ke lateral, membuka dan menutup
mulut serta gill apertura (operculum atau penutup lubang/celah insang) dan gerakan sirip yang
relatif sederhana. Kebutuhan hidup di darat mengubah susunan ini.

Musculus pada katak lebih kompleks daripada musculus pada ikan, tersusun atas serabut-serabut
otot berbentuk gelendong. Bagian-bagian otot tersebut adalah: 1. Insertio, bagian ujung yang
melekat lebih jauh dari linea mediana dan gerakannya lebih leluasa, 2. Origo, bagian ujung yang
melekat dekat dari linea mediana. Pada beberapaa otot katak memiliki perluasan jaringan ikat
yang disebut tendon. Fungsi tendon sebagai pengikat atau penghubung antara otot dengan tulang
atau otot dengan otot.

Apabila kulit katak dibuka, maka akan tampak beberapa otot. Beberapa otot yang tampak dari
permukaan dorsal adalah otot-otot: depressor mandibulae, dorsalis scapulae, latissimus dorsi,
spinalis, longissimus dorsi, ileocostalis, coccygeolliacus, coccygeosacralis, dan iliacus externus.
Sedangkan yang tampak dari permukaan ventral adalah otot-otot submandibularis, pectoralis,
delloideus, rectus abdominis, obliquus abdominis externus, dan internus.

Sistem otot aksial pada amfibi masih metamerik seperti pada ikan, tetapi tampak tanda-tanda
perbedaan. Sekat horisontal membagi otot dorsal dan ventral. Bagian dari sistem otot epaksial
atau dorsal mempengaruhi gerakan kepala. Otot ventral, adalah menjadi bukti dalam pembagian
otot-otot setiap segmen tubuh amfibi. Selanjutnya otot hipaksial terlepas atau terbagi dalam
lapisan-lapisan, kemudian membentuk otot-otot oblique eksternal, oblique internal dan otot
tranversus, sedangkan otot dermal sangat kurang.

Berbagai macam gerakan pada amfibi, yaitu berenang, berjalan, meloncat atau memanjat,
melibatkan perkembangan berbagai tipe otot. Beberapa di antaranya terletak dalam tungkai itu
sendiri dan berupa otot-otot intrinsik. Berdasarkan aktivitas otot, maka dikenal beberapa tipe
otot, sebagai berikut:

 Flexor : Mengikat satu bagian dengan bagian yang lain. Contoh: otot bisep
 Extensor : Meluruskan suatu bagian. Contoh: otot trisep
 Abductor : Menarik suatu bagian menjauhi sumbu tubuh. Contoh: Deltoid
 Adductor : Menarik suatu bagian mendekati sumbu tubuh. Contoh: Latissimus dorsi
 Depressor : Menurunkan suatu bagian mendekati sumbu tubuh. Contoh Otot depressor
mandibulae
 Lavator : Mengangkat /meninggikan suatu bagian. Contoh: masseter
 Rotator : Memutar suatu bagian. Contoh: pyriformis

Sistem Sirkulasi Amfibi


Jantung katak terbagi menjadi tiga ruang yaitu dua atrium dan satu ventrikel (yang tidak terbagi).
Atrium berada di sebelah anterior dan berdinding tipis, sedangkan ventrikel terletak di sebelah
posterior, berdinding tebal , dan berbentuk conus. Di sebelah dorsal jantung terdapat sinus
venosus yang berbentuk segitiga dan berdinding tipis. Sinus venosus tersebut berhubungan
dengan atrium kanan melalui suatu lubang di tengah-tengah bentukan segitiga itu. Antara
atrium kiri dan kanan terdapat septum interatrale. Kedua atrium berhubungan dengan ventrikel
melalui ostium atrioventriculare.

Pembuluh darah yang keluar dari dinding ventral jantung adalah truncus arterious. Pada pangkal
truncus arterious tersebut terdapat tiga buah klep semilunares. Truncus arterious bercabang dua,
di sebelah sebelah kiri dan kanan. Selanjutnya masing-masing bercabang tiga, yaitu: (1) arteria
carotis communis, (2) arcus aorta, dan (3) arteria pulmocutanea, menuju ke paru-paru dan kulit.
Arteria carotis communis berjalan ke cranial bercabang menjadi dua: kiri dan kanan. Masing-
masing cabang ini bercabang lagi menjadi arteria carotis interna dan eksterna. Arcus aorta
berjalan ke caudal, bercabang menjadi dua, kiri dan kanan terus melengkung ke arah dorsal
rongga tubuh. Kemudian melanjutkan ke arah dorsal rongga tubuh, kemudian melanjutkan ke
arah medio-caudal, selanjutnya bersatu dan berjalan terus ke caudal sepanjang columna
vertebralis menjadi aorta dorsalis. Cabang-cabang dari aorta dorsalis, di antaranya adalah : (1)
arteria coeliacomesentrica yang menuju ke ventriculus, intestinum, hepar, vesica fellea, dan lien,
(2) arteria urogenitalis yang menuju ke ren, kelenjar kelamin dan corpus adiposum, (3) arteria
lumbalis yang menuju ke dinding lateral lumbal, (4) arteria hemorhoidalis yang menuju ke
rectum, (5) arteria iliaca communis, menuju ke extremitas posterior.

Vena yang masuk ke dalam jantung melalui sinus venosus ada tiga buah: (1) vena cava superior
dexter, (2) vena cava superior sinister, (3) vena cava inferior. Ketiga vena ini mengalirkan darah
venosus ke dalam atrium kanan. Adapun vena yang masuk ke atrium kiri adalah vena pulmonalis
dexter dan sinister yang datang dari paru-paru membawa darah arterial.

Pada Rana dijumpai sistem porta yang serupa dengan ikan yaitu sistem porta hepatica dan
renalis. Sistem porta hepatica mengumpulkan darah dari saluran pencernaan makanan
(ventriculus dan intestinum), limpa dan pankreas. Dari hepar ke luar vena hepatica membentuk
persatuan dengan vena abdominalis yang mengumpulkan darah dari extremitas posterior, vasica
urinaria dan dinding badan bagian ventral. Sistem porta renalis mengumpulkan darah dari
extremitas posterior dan dinding tubuh bagian posterior. Sebelum bermuara ke dalam vena cava
inferior, vena renalis di dalam ren membentuk anyaman kapiler. Darah yang berasal dari
extremitas posterior sebagian mengalir ke dalam ren melalui sistem porta renalis kemudian dari
situ melalui vena renalis masuk ke dalam vena cava inferior. Sebagian yang lain melalui vena
abdominalis, mengalir ke dalam hepar, kemudian dari situ melalui vena hepatica masuk ke dalam
vena cava inferior.

Baca Juga Artikel yang Mungkin Berkaitan : Pengertian Metamorfosis Sempurna


Dan Tidak Sempurna

Sebagian besar amfibi mempunyai problem untuk mengisi jantung yang menerima darah oksi
paru-paru dan darah deoksi yang tidak mengandung oksigen dari tubuh. Untuk mencegah
banyaknya percampuran dua jenis darah tersebut, amfibi telah mengembangkan ke arah sistem
sirkulasi transisional. Jantung mempunyai sekat interatrial, kantong ventrikular, dan pembagian
konus arteriosus dalam pembuluh sistemik dan pembuluh pulmonari. Darah dari tubuh masuk ke
atrium kanan dari sinus venosus kemudian masuk ke sisi kanan ventrikel, dan dari sini dipompa
ke paru-paru. Darah yang mengandung oksigen dari paru-paru masuk ke atrium kiri lewat vena
pulmonalis kemudian menuju sisi kiri ventrikel untuk selanjutnya dipompa menuju ke seluruh
tubuh. Beberapa penegecualian terjadi pada salamander yang tidak mempunyai paru-paru,
dimana celah interatrial tidak lengkap dan vena pulmonalis tidak ada.

Sirkulasi darah pada katak yaitu : pertama darah dari seluruh tubuh memasuki ruang penerima
yang besar yaitu sinus venosus yang mendorong darah masuk ke atrium kanan. Atrium kiri
menerima darah beroksigen dari paru-paru dan kulit. Atrium kanan dan kiri berkontraksi secara
tidak bersamaan sehingga meski ventrikelnya tidak terbagi, sebagian besar darah tetap terpisah
saat memasuki ruang ventrikel. Jika ventrikel berkontraksi, darah dari paru-paru yang kaya
oksigen memasuki aliran sistemik dan darah yang miskin oksigen memasuki aliran pulmonary.
Pemisahan ini dibantu oleh katup spiral yang membagi aliran sistemik dan paru-paru di dalam
conus arteriosus, dan dengan perbedaan tekanan darah pada paru-paru dan pembuluh darah
sistemik meninggalkan conus arterious.

Kebanyakan pada amphibia pasangan arkus aorta pertama, kedua dan kelima hilang. Arkus aorta
ketiga pada sisi dasar karotid internal, dan arkus aorta keempat merupakan sistem arkus yang
menuju ke posterior berupa dorsal aorta. Bagian proksimal dari pasangan keenam arkus aorta
cabang dari arteri pulmokutaneus, membawa darah ke paru-paru dan ke kulit dimana aerasi
terjadi. Sistem venosus pada amfibi sangat mirip pada ikan paru-paru, kecuali pada vena
abdominal masuk sistem portal hepatik ke sinus venosus.

Sistem Pencernaan Amfibi


Katak air butuh sedikit kelenjar oral, karena makanan mereka berada di air sehingga tidak
memerlukan banyak kelenjar mukus di mulut. Kelenjar-kelenjar ini banyak terdapat pada katak
(frog) dan kodok (toad) darat, khususnya pada lidahnya, yang digunakan untuk menangkap
mangsa.
Amfibi darat juga memiliki kelenjar intermaksilari pada dinding mulutnya. Ada beberapa
amphibia yang lidahnya tidak dapat bergerak, tetapi sebagian besar bangsa Amphibia
mempunyai lidah yang dapat dijulurkan keluar (protrusible tongue) serta pada katak dan kodok
lidah digulung ke belakang bila tidak digunakan. Esofagus pendek dapat dibedakan dari
lambung. Usus menunjukkan berbagai variasi. Pada Caecillia menunjukkan ada gulungan kecil
dan tidak dibedakan antara usus kecil dan usus besar, pada katak dan kodok terdapat usus yang
relatif panjang, menggulung yang membuka ke kloaka.

Sistem pencernaan makanan pada katak terdiri atas saluran pencernaan makanan dan kelenjar
pencernaan makanan. Saluran pencernaan makanannya berturut dari cranial sampai caudal
adalah cavum oris, faring, esofagus, ventrikulus, interestinum tenue, intestinum crassum,
rectum, dan kloaka.

Di dalam cavum oris terdapat gigi dan lidah. Gigi tersusun berderet di sepanjang tepi
premaxilla, maxilla dan tulang vomer, berfungsi untuk menahan mangsanya. Lidah katak
berlekuk di ujungnya atau bifida, dapat dijulurkan keluar dengan cepat, berpangkal di bagian
anterior cavum oris. Fungsi lidah ini untuk menangkap dan memasukkan mangsanya ke dalam
mulut.

Cavum oris menyempit ke arah faring kemudian berlanjut sebagai esofagus, selanjutnya
berhubungan dengan ventrikulus. Ventrikulus terdiri atas : pars cardiaca ialah bagian yang besar
dan pars pylorica ialah bagian yang pendek dan sempit. Pada dinding ventrikulus terdapat
kelenjar pencernaan makanan yang menghasilkan pepsin dan HCl. Pemasukkan makanan dari
ventrikulus ke duodenum diatur oleh otot sphinter pylorii.

Duodenum ialah bagian awal usus halus yang memanjang ke arah anterior sejajar dengan
ventrikulus. Bagian ini kaya dengan sel-sel piala yang menghasilkan mucus. Disini makanan
diabsorbsi masuk ke dalam sistem porta hepatica, yaitu susunan vena yang membawa hasil-hasil
pencernaan dari intestinum ke hepar sebelum kembali ke cor. Duodenum melanjutkan diri ke
arah posterior kembali sebagai saluran yang berjalan berbelit-belit yang disebut dengan illium
selanjutnya meluas dan disebut rectum, bagian ini pendek dan berakhir pada kloaka tanpa
perubahan diameter.
Hepar katak berlobus, menghasilkan empedu atau bilus. Bilus ini dihasilkan terus-menerus,
selanjutnya ditimbun dalam suatu kantung, vesica fellea atau kantung empedu, yang terdapat
diantara lobus hepaticus kiri dan kanan. Bilus selanjutnya dicurahkan ke dalam duodenum
melalui ductus choledochus atau saluran empedu yang menembus jaringan pankreas. Pankreas
ialah suatu kelenjar yang terdapat diantara duodenum dan ventrikulus yang berfungsi sebagai
kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin. Sel-sel eksokrin atau accini menghasilkan enzim-enzim
pencernaan makanan yang disalurkan melalui ductus pancreaticus atau saluran pankreas ke
dalam duodenum atau usus duabelas jari.

Sistem Pernapasan Amfibi


System pernafasan pada amphibi misalnya katak, berupa paru-paru, kulit, dan insang. Pada
stadium larva, yaitu berudu, hewan ini bernafas dengan insang luar. Insang luar berupa 3 pasang
lipatan-lipatan kulit yang banyak mengandung pembuluh-pembuluh kapiler darah. Oksigen yang
larut dalam air di sekeliling insang berdifusi kedalam kapiler-kapiler darah dan beredar keseluruh
jaringan tubuhnya. Karbondioksida dibawa kembali oleh darah ke alat pernapasan untuk
dikeluarkan dari tubuh. Pada salamander yang hidup di air, terdapat insang luar yang tetap ada
pada stadium dewasanya.

Baca Juga Artikel yang Mungkin Berkaitan : Diferensiasi Sel

Pada stadium katak dewasa katak bernafas menggunakan paru-paru (pulmo), kulit dan
permukaan dinding cavumoris; semua alat pernafasan tersebut mempunyai epitelium yang selalu
basah dan kaya akan kapiler darah. Paru-paru katak berjumlah sepasang. Struktur paru-paru
katak berupa kantong tipis yang elastis, dilengkapi dengan lipatan-lipatan pada permukaan
dinding dalamnya yang berguna untuk memperluas permukaan. Pada permukaan dinding dalam
terdapat kapiler-kapiler darah yang berfungsi mengangkut O2 dari paru-paru ke jaringan-jaringan
lain dan melepas CO2 ke paru-paru.
1. Mekanisme Pernapasan Katak
Pada katak, baik saat berinspirasi (menghirup udara) maupun berekspirasi (mengeluarkan CO2),
mulutnya selalu dalam keadaan tertutup. Pernapasan pada katak diatur oleh kontraksi dan
relaksasi otot perut dan otot rahang bawah. Alat-alat pernapasan katak terdiri dari: rongga mulut
– koane – paru-paru.

1. Inspirasi
Mula-mula otot sternohioideus bersamaan dengan otot mylohyoideus berkontraksi sehingga
rongga mulut membesar. Hal ini menyebabkan udara masuk rongga mulut, lalu menuju hulu
tenggorokan lewat koane. Kemudian koane tertutup oleh klep, diikuti dengan berkontraksinya
otot rahang bawah dan otot geniohioideus yang menyebabkan rongga mulut mengecil.

1. Ekspirasi
Pertama otot mylohyoideus relaksasi dan otot sternohyoideus berkontraksi demikian dengan otot
abdominis; akibatnya pulmo tertekan dan udara terdesak keluar. Kedua rima glottis menutup,
otot submandibularis berkontraksi diikuti dengan otot geniohyoideus, akibatnya udara didalam
cavumoris terdesak keluar melalui nares.
Pertukaran gas terjadi pada dinding alveoli yang penuh dengan anyaman kapiler-kapiler darah.
Hal ini terjadi pula pada permukaan kulit yang penuh dengan kapiler-kapiler darah percabangan
dari arteri cutanea, yang dipercabangkan dari arteria pulmo cutanea. Pernapasan dengan kulit
berlangsung pada amfibi sewaktu di darat maupun di air. Kulit katak selalu basah agar dapat
berfungsi sebagai alat pernapasan. Selain itu, kulit katak sangat tipis, mengandung kapiler-
kapiler darah, dan dilengkapi dengan kelenjar-kelenjar penghasil lendir di bagian
korium/dermisnya serta di bawah kulit.

Sistem Urogenital Amfibi


Sistem ini masih disebut sebagai suatu sistem gabungan karena masing-masing sistem masih
tergabung pada kloaka sebagai muara bersama baik untuk sistem ekskresi maupun untuk sistem
reproduksi, dan kecuali untuk feses.

Reproduksi pada amphibi ada dua macam yaitu secara eksternal pada anura pada umumnya dan
internal pada Ordo Apoda. Proses perkawinan secara eksternal dilakukan di dalam perairan yang
tenang dan dangkal. Di musim kawin, pada anura ditemukan fenomena unik yang disebut dengan
amplexus, yaitu katak jantan yang berukuran lebih kecil menempel di punggung betina dan
mendekap erat tubuh betina yang lebih besar.

Perilaku tersebut bermaksud untuk menekan tubuh betina agar mengeluarkan sel telurnya
sehingga bisa dibuahi jantannya. Amphibi berkembang biak secara ovipar, yaitu dengan bertelur,
namun ada juga beberapa famili amphibi yang vivipar, yaitu beberapa anggota ordo apoda.
(Duellman and Trueb, 1986).

Pada katak, organ genitaljantan berupa sepasang testis berbentu oval berwarna keputih-putihan,
terletak di sebelah anterior dari ren; diikat oleh alat penggantungnya yang
disebut mesorchium yang terbentuk dari lipatan peritoneum. Corpus adiposum melekat di
sebelah cranial testis, yakni suatu zat lemak yang berwarna kekuning-kuningan, sedang di
sebelah median dataran testis terdapat saluran-saluran halus yang disebut vasa efferentiayang
bermuara pada saluran kencing, kemudian menuju ke kloaka. Akhir dari ureter mengalami
pembesaran dan disebut vesicular seminalis, sebagai tempat penampungan sementara
spermatozoa.
Organ genital betina terdiri atas sepasang ovarium dilekatkan dengan bagian dorsal coelom oleh
alat penggantung yang disebut mesovarium, yang terbentuk dari lipatan peritoneum. Pada hewan
yang telah dewasa kadang-kadang terdapat telur yang berwarna hitam dan putih berbentuk
bintik-bintik. Pada ovarium juga terdapat corpus adiposum yang berwarna kekuning-kuningan.

Pada “breeding season” telur yang telah masak menembus dinding ovarium untuk masuk ke
dalam oviduct, yaitu suatu saluran yang berkelok-kelok dengan ujung terbuka sehingga tidak
berhubungan dengan ovarium. Pada sebelah posterior saluran ini melebar dengan dinding yang
tipis, kadang-kadang ada yang menyebut sebagai uterus. Selanjutnya ovum menuju ke kloaka
pada suatu papilae.
Beberapa salamander siklus hidupnya berada diperairan, namun pada salamander purba
kebanyakan metamorf yakni memiliki larva di air dan salamander dewasa hidup dibalik bebatuan
lembab atau tempat yang basah. Telur salamander paling banyak dibuahisecara internal.
Salamander betina bertelur diserabut atau tumbuhan air. Telur salamander menetas menjadi larva
air yang memiliki insang dan ekor seperti finis.

Sebagian salamander yang kebanyakan hidup didaratan menyimpan telurnya didalam tanah yang
lembab dan menjaga telurnya sampai menetas. Telur menetas tanpa tahap larva, namun langsung
menjadi salamander kecil yang menyerupai indukannya.
Transfer sperma dilakukan setelah betina memberi rangsangan dengan menempelkan dagunya di
dasar ekor salamander jantan. Sperma salamander seperti agar agar putih yang keluar dari
spermatofor dan kaki depan betina menyesuaikan posisi sampai spermatofor berada pada kloaka
betina. Dan jantan membelokkan badannya keatas sampai sperma benar benar masuk pada tubuh
betina dan terjadi fertilisasi secara internal.
Fertilisasi pada caecilians bersifat internal. caecilians jantan memiliki organ kopulasi yang
menonjol. Telur biasanyadiendapkan di tanah lembab yang berada didekat air. Beberapa spesies
memiliki fase larva air. Perkembangan larva pada spesies lain terjadi di dalamtelur. Pada
beberapa spesies telur dijaga dengan hati-hati selama merekaberkembang dengan dilingkari oleh
tubuh induk. Embrio caecilians mendapatkan makanan dengan makandinding saluran telur.

Organ eksresi pada amphibi berupa ginjal, seperti pada ikan sejenis opistonefros. Amphibi
berekor ginjalnya berstruktur elongasi seperti pada Elasmobranchii tetapi pada jenis Anura ada
tendensi menjadi pendek. Banyak amphibi yang sebagian atau seluruh hidupnya berada dalam
air, korpuskel renalisnya berkembang untuk membantu mencegah pengenceran yang berlebihan
dari cairan tubuh. Pembuluh arkinefrik amfibi jantan berupa genital ekskretori.
Pembuluh arkinefrik tersebut hanya melakukan transport sperma. Sistem ekskresi sebagai sistem
pembuangan zat-zat yang tidak berguna pada amphibi dilakukan oleh kulit, paru-paru, dan
beberapa zat yang tidak berguna itu dilepaskan oleh hati berupa empedu dan yang terpenting
dilakukan oleh ginjal. Ginjal amphibi berbentuk bulat panjang, berwarna coklat terpisah dari
coelom di bawah vertebrae. Pemisahan ini disebut “retroperitonial”. Ginjal merupakan alat filter
selektif untuk membuang sisa-sisa zat organis dan garam-garam mineral dari pembuluh darah.
Proses filtrasi terjadi pada capsula renalis.

Baca Juga Artikel yang Mungkin Berkaitan : Fauna Asiatis

Sebuah capsula renalis terdiri atas:Pembuluh darah kecil yang berlekuk-lekuk yang disebut
“glomerulus”. Dinding ganda yang berbentuk mangkokan yang disebut “capsula bowman”.
Tubulus uriniferus yang merupakan pembuluh lanjutan dari capsula bowman dililiti oleh
pembuluh darah arteri. Tubulus uriniferus akan menyalurkan zat sisa pada pembuluh pengumpul
yang disebut ductus wolfian atau ureter, yang merupakan pembuluh sepanjang dorsal menuju ke
vesica urinaria sebagai penyimpan sementara. Akhirnya urine sebagai bahan sampah dibuang ke
kloaka dan selanjutnya dikeluarkan dari tubuh.

Sistem Saraf Amfibi


Tiga bagian mendasar dari otak yaitu otak depan (telencephalon), yang berkaitan dengan indra
penciuman, otak tengah (mesencephalon) yang berkaitan dengan penglihatan, dan hindbrain
(rhombencephalon). Sistem saraf amfibi pada dasarnya sama seperti pada ikan. Pusat kegiatan
otak berada pada bagian dorsal otak tengah, dimana sel-sel saraf (lapisan abu-abu) terkonsentrasi
di dalam tektum.

Lineal body ditemukan pada semua amfibi, tetapi Anura memiliki parietal body atau ujung organ
pineal. Cerebellum yang mengkoordinasikan keseimbangan dan gerakan tidak berkembang baik
pada amfibi, sehingga amfibi bergerak lamban, maka cerebellum sangat kecil kecuali pada
Caecillia. Hanya ada 10 saraf cranial. Akar dorsal dan ventral dari spinal bergabung melalui
foramen intervertebra.
Sistem Indra Amfibi
Organ perasa pada amfibi, tidak seperti pada ikan, terbatas pada dinding mulut dan lidah.
Khoane internal, apertura nasal berfungsi sebagai penciuman tetapi juga untuk saluran udara.
Biasanya epithelium olfaktori lembut dan terbatas pada bagian dorsal nasal. Struktur olfaktori
yang lain pada amfibi adalah organ (organ vomeronasal).

Organ tersebut dipercaya mejadi alat bantu dalam merasakan makanan. Organ ini juga penting
dalam tingkah laku reproduksi, karena aksi pertama adalah hewan jantan menyentuh hidung,
kepala, dan leher betinanya.
Mata amfibi seperti vertebrata lain. Lensa mata tetap dan tidak berubah kecembungannya untuk
jarak pandangan yang relative jauh. Pupil aperture mungkin vertikal, horizontal, tiga sudut atau
empat sudut. Kelopak mata kurang bagus bagi yang di air tetapi berkembang bagus pada spesies
yang hidup di darat.

Kelopak bagian bawah biasanya lebih mudah bergerak daripada bagian atas. Karena kornea mata
amfibi darat menjadi kering akibat evaporasi, maka perlu dibasahi dengan cairan yang dihasilkan
oleh kelenjar Harderian. Lacrimal atau kelenjar air mata pada amfibi, kurang bagus
perkembangannya.

Parietal dan pineal body berfungsi sebagai fotoreseptor, sensitive terhadap gelombang panjang
dan intensitas cahaya, berperan dalam termoregulasi dan orientasi arah. Fotoreseptor terhadap
gelombang panjang, juga terdapat pada kulit katak dan salamander.

Ada berbagai macam alat pendengaran amfibi. Salamander dan golongannya tidak punya
pendengaran tengah, meski salamander dipercaya dapat mendeteksi vibrasi. Katak dan kodok
mempunyai pendengaran tengah dan gendang telinga.

Linea lateralis ada pada larva amfibi dan bahkan ditemukan pada katak dewasa untuk spesies
katak yang hidup di air. Secara structural linea lateralis itu seperti pada ikan.
Sistem Endokrin Amfibi
Sistem endokrin pada amphibian mirip pada vertebrata tingkat tinggi. Katak misalnya memiliki
kelenjar endokrin yang menghasilkan sekresi intern yang disebut hormon. Fungsinya mengatur
atau mengontrol tugas-tugas tubuh, merangsang baik yang bersifat mengaktifkan atau mengerem
pertumbuhan, mengaktifkan bermacam-macam jaringan berpengaruh terhadap tingkah laku
mahluk.

Pada dasar otak terdapat glandula epituitaria atau glandulae hypophysa. Bagiananterior
kelenjarinipada larva menghasilkan hormone pertumbuhan. Hormon ini mengontrol
pertumbuhan tubuh terutama panjang, dan kecuali itu mempengaruhi glandulaethyroidea. Pada
katak dewasabagian anterior glandula epituitaria ini menghasilkan hormone yang menghasilkan
hormone yang merangsang gonad untuk menghasilkan sel kelamin.

Jika kita mengadakan implantasi kelenjar ini dengan sukses pada seekor katak dewasa yang tak
dalam keadaan berkembang biak, maka mulai saat itu segera terjadi perubahan. Implantasi pada
hewan betina mengakibatkan hewan itu menghasilkan ovum yang telah masak. Implantasi pada
hewan jantan mengakibatkan hewan itu menghasilkan sperma.

Kelenjar tiroid (gondok) yang terdapat di belakang tulang rawan hyoid menghasilakan hormon
thyroid yang mengatur metabolism secara umum. Di sampingitu juga dipercaya sangat penting
dalam mempengaruhi periode pelepasan lapisan luar kulit.Kelenjar ini menjadi besar pada
berudu sebelum metamorphose menjadi katak. Jika kelenjar itu diambil maka berudu tidak akan
menjadi katak.

Kelenjar paratiroid (anak gondok) ada sebagai regulator kalsium dalam system endokrin.
Kelenjar pankreas di samping menghasilkan enzim juga menghasilkan hormone insulin yang
mengatur metabolism zat gula. Hormon itu dihasilkan oleh sekelompok sel yang disebut pulau
Langerhans. Pada permukaan sebelah luar dari ginjal terdapat kelenjar supra renalis atau kelenjar
adrenalis yang menghasilkan hormon adrenalin atau apinephrine yang bekerjanya berlawanan
dengan insulin.
Ciri Khusus Amfibi
Berikut ini terdapat beberapa ciri khusus amfibi, terdiri atas:

 Kulit dan kelenjar kulit


Kulit amfibi sangat penting dalam respirasi dan proteksi. Kulit terjaga kelembabannya dengan
adanya kelenjar mukosa, bahkan pada spesies yang hidup di air, mukus memberikan minyak
pelumas bagi tubuh. Sebagian besar amfibi memiliki kelenjar glanular dan kelenjar mukus.
Meskipun keduanya mirip dalam beberapa hal, kelenjar granular memproduksi
zat abnoxious (menjijikkan) atau racun untuk melindungi diri dari musuh.

Racun yang terdapat pada amfibi sangat bervariasi. Kodok yang hidup di laut (Bufo marinus)
racunnya sangat manjur untuk membunuh anjing. Kelenjar racun pada katak dan kodok dapat
menimbulkan iritasi pada kulit jika seseorang menyentuh binatang ini.

Kelenjar mukus dan granular atau kelenjar racun dikelompokkan sebagai kelenjar alveolar.
Kelenjar alveolar adalah kelenjar yang tidak mempunyai saluran pengeluaran, tetapi produknya
dikeluarkan lewat dinding selnya sendiri secara alami. Akan tetapi ada juga beberapa amfibi
yang mempunyai kelenjar alveolar tubuler, kelenjar demikian ini sering ditemukan di ibu jari
pada katak dan kodok dan terkadang juga ditemukan di bagian dadanya. Kelenjar ini menjadi
fungsional selama musim reproduksi dan mengeluarkan cairan yang membantu pejantan dalam
melekatkan diri ke betina selama musim kawin, bahkan pada salamander terdapat kelenjar
tubular pada dagu pejantannya yang mengeluarkan cairan khusus untuk menarik betina selama
musim reproduksi.
 Warna tubuh
Amfibi sangat beraneka ragam warnanya, hijau terang, kuning, orange dan emas, sedangkan
warna merah dan biru jarang ditemukan. Warna tubuh pada amfibi bisa disebabkan oleh karena
pigmen atau secara structural, atau dihasilkan oleh keduanya (paduan pigmen dan structural).
Pigmen pada amfibi, sebagaimana pada ikan, terletak pada kromatofora di kulit. Sel-sel pigmen
ini biasanya dinamakan menurut jenis pigmen yang dikandung.

Melanofora mengandung pigmen coklat dan hitam dan lipopora mengandung pigmen merah,
kuning, dan orange. Amfibi juga memiliki sel-sel pigmen yang disebut guanofora, semacam
iridosit pada ikan, mengandung kristal guanine yang dapat memproduksi iridesen atau efek putih
terang. Umumnya lipofora terletak didekat permukaan kulit, lebih ke arah dalam terdapat
guanofora dan yang paling dalam terdapat melanofora.

Warna pada beberapa amfibi ketika ditempatkan di lingkungan yang gelap menjadi tampak
bercahaya, adalah merupakan hasil dari simulasi kelenjar pineal menghasilkan melatonin (zat
sejenis hormon) yang mampu mengurangi kuantitas cahaya atau sinar gelombang panjang.
Kemudian kontak hormon kromatotrofik hipofise yang menyebabkan perluasan melanofora,
akibatnya melanofora berkontraksi dan menghasilkan efek tubuh menjadi lebih bercahaya.
Percobaan dengan menghilangkan kelenjar pineal (pineale-ctomized) menyebabkan tubuh katak
tersebut tidak bercahaya ditempat gelap. Beberapa amfibi mempunyai pewarnaan yang bersifat
protektif.

Baca Juga Artikel yang Mungkin Berkaitan : Metamorfosis Sempurna

 Pergantian kulit
Seluruh kulit amfibi terlepas secara periodik. Proses ini berlangsung dibawah kontrol hormon.
Lapisan luar kulit tidak hanya satu bagian, tidak sebagaimana pada reptile, tetapi dalam fragmen,
meskipun tungkai biasanya utuh dan mengelupas bersamaan. Frekuensi bergantinya kulit
bermacam-macam pada spesies yang berbeda. Pengelupasan kulit pada katak hijau, mungkin
terjadi setiap bulan atau lebih.
 Alat gerak (appendages)
Amphibia mempunyai dua pasang tungkai pentadaktila, ternyata terjadi variasi oleh karena
adaptasi untuk hidup di darat, air, arboreal (hidup di atas pohon) dan di bawah tanah. Semua
Caecillia di daerah tropis bertungkai, tubuhnya memanjang (wormlike) dan teradaptasi hidup di
liang dengan cara menggali humus atau kayu-kayu yang membusuk.

Sebagian besar amfibi berekor modern memiliki empat tungkai relative lemah yang tidak cocok
untuk berjalan cepat di tanah. Umumnya kaki depan memiliki 4 jari dan kaki belakang 5 jari,
tetapi pada beberapa spesies terjadi pengurangan.

Secara umum katak dan kodok, jumlah jari tungkai depan biasanya 4 buah, tungkai belakang
memanjang dan biasanya untuk melompat. Kebanyakan katak dan kodok memiliki 5 jari pada
tungkai belakang dan jari tambahan yang diketahui sebagai prehaluk pada sisi ventral kaki.
Prehaluk ini pada Spadefoot (katak penggali tanah) berupa tulang-tulang yang tajam yang
digunakan untuk menggali, untuk bersembunyi di dalam tanah.

Ada berbagai variasi struktur kaki belakang Anura, ada yang berselaput meluas sampai ke jari
dan yang lainnya ada tetapi tidak sampai meluas ke jari atau bahkan tidak ada sama sekali. Anura
tidak mampu melakukan regenerasi tungkai ataupun jari yang hilang, tetapi pada salamander
mampu melakukannya.

Klasifikasi Amfibi
Kelas amphibia terdiri atas beberapa ordo. Ordo pada amphibia meliputi :

1. Ordo Gymnophiona (Apoda)


(Gr. gymnos, naked, _ opineos, of a snake) ordo gymnophiona kenampakkannya seperti ular.

1. Hidup di daerah tropis


2. Tubuhnya panjang dan ramping
3. Beberapa memiliki sisik kecil pada kulitnya
4. Rusuk memanjang
5. Tidak memiliki gelang kaki maupun tangan
6. Ukuran mata kecil dan mayoritas spesies buta saat dewasa
7. Memiliki tentakel pada hidung / moncongnya
8. Makanannya berupa cacing dan invertebrata kecil yang ada di bawah permukaan tanah
9. Fertilisasi internal
10. Beberapa spesies memiliki larva akuatik

2. Ordo Caudata (Urodela)

 Sub ordo 1. Cryptobranchoidea ; contoh : Cryptobranchus


 Sub ordo 2. Ambystomoidea ; contoh : Ambystoma
 Sub ordo 3. Salamandroidea ; contoh : Salamander
 Sub ordo 4. Proteida ; contoh : Proteus
 Sub ordo 5. Meantes ; contoh : Siren

(Gr. oura, tail, _ delos, evident) ordo caudata kenampakkannya yaitu memiliki organ ekor yang
tampak jelas.

1. tubuh terdiri atas kepala, tubuh dan ekor


2. tidak memiliki sisik
3. merupakan ampibian bereekor
4. tersebar pada area tropis
5. tubuh kecil kurang dari 15cm. Namun ada beberapa salamander akuatik yang berukuran
besar. misalnya salamander raksasa Jepang dapat mencapai ukuran 1,5meter panjangnya.
6. Makanannya berupa cacing, antrophoda kecil, dan moluska kecil lainnya.
7. Mayoritas salamander fertilisasinya secara internal.
8. Pada kulitnya terdapat jaring vaskular yang berfungsi dalam pertukaran oksigen dan
karbondioksida.
9. Terdapat fase dalam hidupnya salamander dapat memiliki insang atau paru-paru luar.
10. Beberapa keturunan salamander telah berevolusi secara permanen menjadi hewan akuatik
yang gagal menyelesaikan metamorfosis dan mempertahankan insang dan serta sirip
sepanjang hidupnya

3. Ordo Anura (Salienta)


 Sub ordo 1. Amphicoela ; contoh : Ascaphus
 Sub ordo 2. Opisthocoela ; contoh : Alytes
 Sub ordo 3. Anomocoela ; contoh : Pelobates
 Sub ordo 4. Procoela ; contoh : Bufo
 Sub ordo 5. Diplasiocoela ; contoh : Rana

(Gr. an, without, _ oura, tail) ordo anura kenampakkannya tidak memiliki ekor pada tubuhnya.

1. Kepala dan tubuh menyatu.


2. Ekor menghilang saat dewasa, hanya genus Aschapus yang memiliki struktur seperti ekor
meski sudah dewasa.
3. Kulitnya permeable terhadap air sehingga umumnya hidup tidak dapat jauh dari sumber
air
4. Hidup di daerah tropis

Peranan Amfibi
Amphibia memiliki banyak manfaat bagi manusia. Peranan amphibia atau manfaat amphibia
bagi kehidupan manusia ialah sebagi berikut:

 Katak diambil daging dan telurnya yang kemudian dikonsumsi.


 Kulit katak dapat dibuat jaket dan berang kerajinan lainnya jika diberi samak.
 Katak berfungsi sebagai pemberantas nyamuk yang dilakukan secara biologi dan juga
sebagai pengendali serangga hama pada pertanian.
 Katak dapat digunakan dalam tes kehamilan seperi bufo melanostictus, karena dapat
mengjhsilkan hormone perang gonad yang efeknya sama dengan hormon perangsang
gonad yang terdapat dalam urine wanita hamil.
 Dapat digunakan sebagai racun untuk anak panah yang biasa dilakukan oleh suku Indian.
 Racun bufotalin dan bufotenin dihasilkan oleh jenis kodok bufo marinus yang
dimanfaatkan sebagai penguat denyut jantung.

Daftar Pustaka:
1. Masjhudi. Amphibia : Lingkup dan Pembahasannya. 1999. Malang : FMIPA UM

2. Keneneth V. kardong., Edward J. Zalisco. 2009. Comparative Vertebrate Anatomy: A Laboratoty


Dissection Guide, Fifth Edition. New York. McGraw-Hill Companies.

3. Hickman, C.P., Roberts, L.S., Larson, A., I’Anson, H., and Eisenhour, D.J. 2006. Integrated
Principles of Zoology (Thirteenth Edition). New York. McGraw-Hill Companies.

4. Djarubito Brotowidjoyo, Mukayat.1994. Zoologi Dasar. Jakarta: Erlangga.

5. Campbell, Reece, Michele. 2003. Biologi Edisi Kelima-Jilid III. Jakarta: Erlangga.

6. Tuti Kurniati, M.Pd, Bintarti Yusriana, M.Si, Sumiyati Sa’adah M.Si. 2011. Zoologi Vertebrata. Prodi
Pendidikan Biologi, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. UIN SGD Bandung.

https://www.dosenpendidikan.co.id/klasifikasi-amfibi/

Anda mungkin juga menyukai