Anda di halaman 1dari 8

PRAKTIKUM II

A. Judul

Identifikasi Amphibi

B. Tujuan

1. Untuk mengamati, morfologi dan anatomi anura melalui observasi pada Rana

sp.dan Bufo asfer.

2. Untuk menyatakan hasil observasi melalui gambar dan deskripsi.

C. Dasar teori

Amphibia adalah vertebrata yang secara tipikal dapat hidup baik dalam air
tawar dan di darat. Sebagian besar mengalami metamofosis dari berudu (aquatis
dan bernapas dengan insang) ke dewasa (amphibius dan bernapas dengan paru-
paru), namun beberapa jenis amphibius tetap memilki insang selama hidupnya.
Jenis-jenis sekarang tidak memiliki sisik luar, kulit biasanya tipis dan basah
(Radiopoetro,1977).
Amphibia mempunyai ciri-ciri yaitu tubuh diselubungi kulit yang berlendir,
meerupakan hewan berdarah dingin (poikilotem), mempunyai jantung yang terdiri
dari tiga ruang yaitu dua serambi dan satu bilik, mempunyai dua pasang kaki dan
pada setiap kakinya terdapat selaput renang yang terdapat diantara jari-jari kakinya
dan kakinya berfungsi untuk melompat dan berenang, matanya mempunyai selaput
tambahan yang diebut membrane niktilans yang sangat berfungsi waktu menyelam.
Pernapasan saat masih kecobang berupa insang dan setela dewasa alat
pernapasannya berupa paru-paru dan kulit, hidingnya mempunyai katup yang
mencegah air yang masuk kedalam rongga mulut ketika berenang, dan berkembang
biak dengan cara melepaskan telurnya dan dibuahi oleh yang jantang diluar tubuh
induknya atau pembuahan eksternal (Djuanda, 1982).
Katak dan kodok adalah satu anggota dari classic Amphibia. Amphibia
berasal dari kata amphi artinya rangkap dan bios artinya kehidupan, karena
Amphibia ialah hewan yag hidup dengan dua bentuk kehidupan, mula-mula di
dalam air tawar kemudian di darat. Kulit harus selalu basah apabila hewan berada
di luar air untuk memyngkinkan terjadinya pernapasan melalui kulit. Kulit
dilengkapi dengan kelenjar-kelenjar yang menghasilkan lendir untuk
mempertahankan keadaan agar selalu basah. Setiap kelenjar berbentuk piala,
terdapat tepat di bawah epidermis dan salurannya melelui epidermis bermuara di
permukaan kulit. Mekanisme pernapasannya meliputi dua fase, yaiu inspirasi dan
ekspirasi. Katak yang dijadian bahan penelitian kali ini adalah katak sawah ( Rana
canorivara). Sistem pencernaan pada katak dan kodok terdiri dari mulut,
kerongkongan, dari kerongkongan akan masuk ke lambung, usus halus, usus besar,
dan sisa makanan akan dibuang melalui kloaka setelah diserap oleh tubuh. Sistem
pernapasan pada katak sawah tersusun atas celah glotis laring, percabangan paru-
paru (bronchus),gelembung paru-paru (alveoli) dan paru- paru (Radiopoetro,1977).
Tubuh amphibia khususnya katak terdiri dari kepala, badan, dan leher yang
belum tampak jelas. Sebagian kulit, kecuali pada tempat-tempat tertentu terlepas
dari otot yang ada dalamnya, sehingga bagian dalam tubuhnya berupa rongga-
rongga yang berisi cairan limpa subkutan (Djuanda, 1982).
Amphibia memiliki kelopak mata dan kelenjar air mata yang berkembang
baik. Pada mata terdapat membrana nictitans yang berfungsi untuk melindungi
mata dari debu, kekeringan dan kondisi lain yang menyebabkan kerusakan pada
mata. Sistem syaraf mengalami modifikasi seiring dengan perubahan fase hidup.
Otak depan menjadi lebih besar dan hemisphaerium cerebri terbagi sempurna. Pada
cerebellum konvulasi hampir tidak berkembang. Pada fase dewasa mulai terbentuk
kelenjar ludah yang menghasilkan bahan pelembab atau perekat. Walaupun
demikian, tidak semua amphibi melalui siklus hidup dari kehidupan perairan ke
daratan. Pada beberapa amphibi, misalnya anggota Plethodontidae, tetap tinggal
dalam perairan dan tidak menjadi dewasa. Selama hidup tetap dalam fase berudu,
bernafas dengan insang dan berkembang biak secara neotoni. Ada beberapa jenis
amphibi lain yang sebagian hidupnya berada di daratan, tetapi pada waktu tertentu
kembali ke air untuk berkembang biak. Tapi ada juga beberapa jenis yang hanya
hidup di darat selama hidupnya. Pada kelompok ini tidak terdapat stadium larva
dalam air (Susanto,1994)
Sebagian besar orang mengenali katak dan kodok sebagai amfibi, namun

sebenarnya amfibi terbagi dalam 3 Ordo, yaitu Caudata (salamander), Anura (katak

dan kodok) dan Gymnophiona (amfibi tak berkaki). Amfibi adalah vertebrata yang

memiliki dua fase kehidupan pada dua lingkungan yang berbeda. Ketika menetas

hidup di air dan bernafas dengan insang, kemudian saat dewasa hidup di darat dan

bernafas dengan paru-paru ( Yudha,2015).

1. Katak (Rana cancarifora)


Katak merupakan hewan Amphibi yang mana kelompok hewan ini fase daur
hidupnya berlangsung di air dan di darat. Amphibi merupakan kelompok vertebrata
yang pertama keluar dari kehidupan dalam air. Amphibi mempunyai kulit yang
selalu basah dan berkelenjar, berjari 4-5 atau lebih sadikit, tidak bersirip. Mata
mempunyai kelopak yang dapat digerakkan, mata juga mempunyai selaput yang
menutupi mata pada saat berada dalam air (disebut membran miktans).Pada mulut
terdapat gigi dan lidah yang dapat dijulurkan. Pada saat masih kecil (berudu)
bernapas dengan insang. Setelah dewasa bernapas dengan menggunakan paru-paru
dan kulit. Suhu tubuh berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan atau
poikioterm (Arie,1999).
Rana cancarivora (Graven horst /katak sawah) memiliki kulit berwarna hijau,
bercak hitam. Kadang-kadang pada bagian punggungnya bergaris cokelat muda.
Habitat ditemukan di sawah dan saluran irigasi sekitar sawah (Arie, 1999).
Tubuh hewan terdiri dari berbagai organ tubuh. Organ-organ yang bekerja
sama dalam melakukan fungsi yang lebih tinggi membentuk organ. Dalam
praktikum ini akan dilakukan pengamatan susunan anatomi tubuh katak sawah
(Rana cancarivora). Anatomi katak dapat memberikan gambaran umum organ-
organ utama pada hewan vertebrata (Arie,1999).
2. Kodok (Bufo sp.)
Kodok (bahasa Inggris: frog) dan katak alias bangkong (bahasa Inggris: toad)
adalah hewan amfibia yang paling dikenal orang di Indonesia. Anak-anak biasanya
menyukai kodok dan katak karena bentuknya yang lucu, kerap melompat-lompat,
tidak pernah menggigit dan tidak membahayakan. Hanya orang dewasa yang kerap
merasa jijik atau takut yang tidak beralasan terhadap kodok (Jasin,1994).
Kodok bertubuh pendek, gempal atau kurus, berpunggung agak bungkuk,
berkaki empat dan tak berekor (anura: a tidak, ura ekor). Kodok umumnya berkulit
halus, lembab, dengan kaki belakang yang panjang. Sebaliknya katak atau
bangkong berkulit kasar berbintil-bintil sampai berbingkul-bingkul, kerapkali
kering, dan kaki belakangnya sering pendek saja, sehingga kebanyakan kurang
pandai melompat jauh (Jasin,1994).
Kodok hidup menyebar luas, terutama di daerah tropis yang berhawa panas.
Makin dingin tempatnya, seperti di atas gunung atau di daerah bermusim empat
(temperatur), jumlah jenis kodok cenderung semakin sedikit. Salah satunya ialah
karena kodok termasuk hewan berdarah dingin, yang membutuhkan panas dari
lingkungannya untuk mempertahankan hidupnya dan menjaga metabolisme
tubuhnya (Jasin,1994).
D. Alat dan Bahan
Alat :
1. Jarum
2. Milimeter blok
3. Sterofom
Bahan:
1.Klorofom
2.Kodok
3. Katak
4. Tisu
F. Prosedur kerja
Mengidentifikasi morfologi katak dan kodok
a. Katak
1. Menyiapkan satu ekor katak yang masih hidup.
2. Meletakkan katak didalam gelas beker dan membiusnya dengan larutan
Chlorofom.
3. Membersihkan bagian tubuh katak menggunakan tisu.
4. Meletakkan katak diatas sterofom disertai milimeter blok dan meletakkan mistar
disebelah katak.
5. Menancapkan jarum dibagian tungkai untuk mempermudah mengidentifikasi
morfologi katak baik itu bagian dorsal dan ventral.
6. Mengukur tinggi dan lebar tubuh katak menggunakan mistar.
7. Mengukur bagian tinggi dan lebar moncong.
8. mengukur masing-masing panjang dari paha dan tungkai dari katak.
b. Kodok
1. Menyiapkan satu ekor kodok yang masih hidup.
2. Meletakkan kodok didalam gelas beker dan membiusnya dengan larutan
Chlorofom.
3. Membersihkan bagian tubuh kodok menggunakan tisu.
4. Meletakkan kodok diatas sterofom disertai milimeter blok dan meletakkan mistar
disebelah kodok.
5. Menancapkan jarum dibagian tungkai untuk mempermudah mengidentifikasi
morfologi kodok baik itu bagian dorsal dan ventral.
6. Mengukur tinggi dan lebar tubuh kodok menggunakan mistar.
7. Mengukur bagian tinggi dan lebar moncong.
8. mengukur masing-masing panjang dari paha dan tungkai dari kodok.
G. Kunci Identifikasi
a. Katak
1b. Tubuh memiliki empat tungkai, kepala jelas.......................................................2
2b. Kulit sebagian besar mengkerut, umumnya licin...............................................3
3b. Tungkai relatif panjang......................................................................................5
5a. Tubuh ramping, ujung jari umumnya meluas dan rata dengan lekukan tipis
melingkar, memisahkan bagian atas dengan bagian bawah cakram.....................6
6a. Warna bagian belakang biasanya berbeda dengan bagian samping, sepasang
lipatan dorso-lateral,jari tungkai depan dan belakang dengan ujung jariyang
meluas dan rata, mata tidak terlalu besar, moncong relatif tajam, biasanya tidak
arboreal..................................................................................................RANIDAE
1a. Ujung jari meluas, sebuah lekuk tipis melingkar memisahkan bagian atas dari
bagian bawah...................................................................................RANINAE (2)
2b. Sepasang lipatan dorso-lateral, ujung jari tungkai depan dan belakang meluas
dan rata dengan lekuk tipis melingkar.................................RANA(HYLARANA)

b. Kodok
1b. Tubuh memiliki empat tungkai, kepala jelas....................................................2
2a. Kulit kasar ditutupi oleh kutil-kutil besar....................................BUFONIDAE
1a. Tubuh relatif besar, mencapai 120 mm, kulit sangat berkerut atau
keriput,umumnya memiliki sepasang”parotoid glands”...............................BUFO
2a. Warna hitam atau hitam keabuan, ditutupi oleh “Kutil-kutil”,parotoid kecil,
tubuh lebih besar, mencapai 120 mm......................................................Bufo asfer

DAFTAR PUSTAKA

Arie, Usri. 1999. Pembibitan dan Perbesaran Bullfrog. Penebar Swadaya, Jakarta.
Djuanda, T. 1982. Pengantar Anatomi Perbandingan Vertebrata I. Amico,Bandung.
Jasin, Maskoeri, 1994. Zoology Vertebrata. Surabaya. Sinar Wijaya.
Radiopoetro, 1977. Zoologi. Erlangga, Jakarta.
Susanto, Heru. 1994. Budidaya Kodok Unggul. Penebar Swadaya, Jakarta.
Yudha, 2015. Keanekaragaman Spesies Amphibi dan Reptil Dikawasan Suaka
Margasatwa Yoyakarta. No.38. Vol.1.ISSN 0215-9945. Semarang :
Universitas Negeri Semarang

Anda mungkin juga menyukai