Anda di halaman 1dari 6

Sinopsis

Buku Harian Santa Faustina

Disusun oleh:
Alexander Kynan
9.1

Sekolah Stella Maris


Jl. Artha Kencana Kav C1 No. 1 Sek XII
Kencana Loka-BumiSerpongDamai
Tangerang Selatan
2017
Judul : Buku Harian Santa Faustina

Penerbit : Kanisius

Pengarang : Santa Faustina

Penerjemah : Ernest Mariyanto

Dicetak oleh : Percetakan Kanisius Yogyakarta


Santa Faustina ( Helena Kowalska)

Helena Kowalska dilahirkan di Glogowiec, Polandia pada tanggal 25 Agustus


1905 sebagai anak ketiga dari sepuluh putera-puteri pasangan suami isteri Katolik
yang saleh Stanislaw Kowalski dan Marianna Babel. Ayahnya seorang petani
merangkap tukang kayu. Keluarga Kowalski, sama seperti penduduk Glogowiec
lainnya, hidup miskin dan menderita dalam penjajahan Polandia oleh Rusia.

Helena hanya sempat bersekolah hingga kelas 3 SD saja. Ia seorang anak yang
cerdas dan rajin, juga rendah hati dan lemah lembut hingga disukai orang banyak.
Sementara menggembalakan sapi, Helena biasa membaca buku; buku
kegemarannya adalah riwayat hidup para santa dan santo. Seringkali ia
mengumpulkan teman-teman sebayanya dan menjadi `katekis' bagi mereka
dengan menceritakan kisah santa dan santo yang dikenalnya. Helena kecil juga
suka berdoa. Kerapkali ia bangun tengah malam dan berdoa seorang diri hingga
lama sekali. Apabila ibunya menegur, ia akan menjawab, “Malaikat pelindung
yang membangunkanku untuk berdoa.”

Ketika usianya 16 tahun, Helena mulai bekerja sebagai pembantu rumah tangga
agar dapat meringankan beban ekonomi keluarga. Tetapi, setahun kemudian ia
pulang ke rumah untuk minta ijin masuk biara. Mendengar keinginan Helena,
ayahnya menanggapi dengan tegas, “Papa tidak punya uang untuk membelikan
pakaian dan barang-barang lain yang kau perlukan di biara. Selain itu, Papa masih
menanggung hutang!” Puterinya mendesak, “Papa, aku tidak perlu uang. Tuhan
Yesus Sendiri yang akan mengusahakan aku masuk biara.” Namun, orangtuanya
tetap tidak memberikan persetujuan mereka.

Patuh pada kehendak orangtua, Helena bekerja kembali sebagai pembantu. Ia


hidup penuh penyangkalan diri dan matiraga, hingga suatu hari pada bulan Juli
1924 terjadi suatu peristiwa yang menggoncang jiwanya.

“Suatu ketika aku berada di sebuah pesta dansa dengan salah seorang saudariku.
Sementara semua orang berpesta-pora, jiwaku tersiksa begitu hebat. Ketika aku
mulai berdansa, sekonyong-konyong aku melihat Yesus di sampingku; Yesus
menderita sengsara, nyaris telanjang, sekujur tubuh-Nya penuh luka-luka; Ia
berkata kepadaku: “Berapa lama lagi Aku akan tahan denganmu dan berapa lama
lagi engkau akan mengabaikan-Ku” Saat itu hingar-bingar musik berhenti, orang-
orang di sekelilingku lenyap dari penglihatan; hanya ada Yesus dan aku di sana.
Aku mengambil tempat duduk di samping saudariku terkasih, berpura-pura sakit
kepala guna menutupi apa yang terjadi dalam jiwaku. Beberapa saat kemudian
aku menyelinap pergi, meninggalkan saudari dan semua teman-temanku,
melangkahkan kaki menuju Katedral St Stanislaus Kostka.

Lampu-lampu sudah mulai dinyalakan; hanya sedikit orang saja ada dalam
katedral. Tanpa mempedulikan sekeliling, aku rebah (= prostratio) di hadapan
Sakramen Mahakudus dan memohon dengan sangat kepada Tuhan agar berbaik
hati membuatku mengerti apa yang harus aku lakukan selanjutnya.

Lalu aku mendengar kata-kata ini: “Segeralah pergi ke Warsawa, engkau akan
masuk suatu biara di sana.” Aku bangkit berdiri, pulang ke rumah, membereskan
hal-hal yang perlu diselesaikan. Sebisaku, aku menceritakan kepada saudariku apa
yang telah terjadi dalam jiwaku. Aku memintanya untuk menyampaikan selamat
tinggal kepada orangtua kami, dan lalu, dengan baju yang melekat di tubuh, tanpa
barang-barang lainnya, aku tiba di Warsawa,” demikian tulis St Faustina di
kemudian hari.

Setelah ditolak di banyak biara, akhirnya Helena tiba di biara Kongregasi Suster-
suster Santa Perawan Maria Berbelas Kasih. Kongregasi ini membaktikan diri
pada pelayanan kepada para perempuan yang terlantar secara moral. Sejak awal
didirikannya oleh Teresa Rondeau, kongregasi mengaitkan misinya dengan
misteri Kerahiman Ilahi dan misteri Santa Perawan Maria Berbelas Kasih.

“Ketika Moeder Superior, yaitu Moeder Jenderal Michael yang sekarang, keluar
untuk menemuiku, setelah berbincang sejenak, ia menyuruhku untuk menemui
Tuan rumah dan menanyakan apakah Ia mau menerimaku. Seketika aku mengerti
bahwa aku diminta menanyakan hal ini kepada Tuhan Yesus. Dengan kegirangan
aku menuju kapel dan bertanya kepada Yesus: “Tuan rumah ini, apakah Engkau
mau menerimaku? Salah seorang suster menyuruhku untuk menanyakannya
kepada-Mu.”

Segera aku mendengar suara ini: “Aku menerimamu; engkau ada dalam Hati-Ku.”
Ketika aku kembali dari kapel, Moeder Superior langsung bertanya, “Bagaimana,
apakah sang Tuan menerimamu?” Aku menjawab, “Ya.” “Jika Tuan telah
menerimamu, maka aku juga akan menerimamu.” Begitulah bagaimana aku
diterima dalam biara.”

Namun demikian, Helena masih harus tetap bekerja lebih dari setahun lamanya
guna mengumpulkan cukup uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pada
tahap awal tinggal di biara. Akhirnya pada tanggal 1 Agustus 1925, menjelang
ulangtahunnya yang ke-20, Helena diterima dalam Kongregasi Suster-suster Santa
Perawan Maria Berbelas Kasih. “Aku merasa sangat bahagia, seakan-akan aku
telah melangkahkan kaki ke dalam kehidupan Firdaus,” kenang St Faustina.

Setelah tinggal di biara, Helena terkejut melihat kehidupan para biarawati yang
sibuk sekali hingga kurang berdoa. Karenanya, tiga minggu kemudian Helena
bermaksud meninggalkan biara dan pindah ke suatu biara kontemplatif yang
menyediakan lebih banyak waktu untuk berdoa. Helena yang bingung dan
bimbang rebah dalam doa di kamarnya. “Beberapa saat kemudian suatu terang
memenuhi bilikku, dan di atas tirai aku melihat wajah Yesus yang amat
menderita. Luka-luka menganga memenuhi WajahNya dan butir-butir besar
airmata jatuh menetes ke atas seprei tempat tidurku. Tak paham arti semua ini,
aku bertanya kepada Yesus, “Yesus, siapakah gerangan yang telah
menyengsarakan-Mu begitu rupa?” Yesus berkata kepadaku: “Engkaulah yang
yang akan mengakibatkan sengsara ini pada-Ku jika engkau meninggalkan biara.
Ke tempat inilah engkau Ku-panggil dan bukan ke tempat lain; Aku telah
menyediakan banyak rahmat bagimu.” Aku mohon pengampunan pada Yesus dan
segera mengubah keputusanku.”

Pada tanggal 30 April 1926, Helena menerima jubah biara dan nama baru, yaitu
Sr Maria Faustina; di belakang namanya, seijin kongregasi ia menambahkan “dari
Sakramen Mahakudus”. Dalam upacara penerimaan jubah, dua kali Sr Faustina
tiba-tiba lemas; pertama, ketika menerima jubah; kedua, ketika jubah dikenakan
padanya. Dalam Buku Catatan Harian, St Faustina menulis bahwa ia panik
sekaligus tidak berdaya karena pada saat itu ia melihat penderitaan yang harus
ditanggungnya sebagai seorang biarawati. Dalam biara, tugas yang dipercayakan
kepadanya sungguh sederhana, yaitu di dapur, di kebun atau di pintu sebagai
penerima tamu. Semuanya dijalankan Sr Faustina dengan penuh kerendahan hati.

Pada tanggal 22 Februari 1931, St Faustina mulai menerima pesan kerahiman ilahi
dari Kristus yang harus disebarluaskannya ke seluruh dunia. Kristus memintanya
untuk menjadi rasul dan sekretaris Kerahiman Ilahi, menjadi teladan belas kasih
kepada sesama, menjadi alat-Nya untuk menegaskan kembali rencana belas kasih
Allah bagi dunia. Seluruh hidupnya, sesuai teladan Kristus, akan menjadi suatu
kurban - hidup yang diperuntukkan bagi orang lain. Menanggapi permintaan
Tuhan Yesus, St Faustina dengan rela mempersembahkan penderitaan pribadinya
dalam persatuan dengan-Nya sebagai silih atas dosa-dosa manusia; dalam hidup
sehari-hari ia akan menjadi pelaku belas kasih, pembawa sukacita dan damai bagi
sesama; dan dengan menulis mengenai kerahiman ilahi, ia mendorong yang lain
untuk mengandalkan Yesus dan dengan demikian mempersiapkan dunia bagi
kedatangan-Nya kembali.

Meskipun sadar akan ketidaklayakannya, serta ngeri akan pemikiran harus


berusaha menuliskan sesuatu, toh akhirnya, pada tahun 1934, ia mulai menulis
buku catatan harian dalam ketaatan pada pembimbing rohaninya, dan juga pada
Tuhan Yesus Sendiri. Selama empat tahun ia mencatat wahyu-wahyu ilahi,
pengalaman-pengalaman mistik, juga pikiran-pikiran dari lubuk hatinya sendiri,
pemahaman serta doa-doanya. Hasilnya adalah suatu buku catatan harian setebal
600 halaman, yang dalam bahasa sederhana mengulang serta menjelaskan kisah
kasih Injil Allah bagi umatnya, dan di atas segalanya, menekankan pentingnya
kepercayaan pada tindak kasih-Nya dalam segala segi kehidupan kita. Buku itu
menunjukkan suatu contoh luar biasa bagaimana menanggapi belas kasih Allah
dan mewujud-nyatakannya kepada sesama.

Di kemudian hari, ketika tulisan-tulisan St Faustina diperiksa, para ilmuwan dan


juga para teolog terheran-heran bahwa seorang biarawati sederhana dengan
pendikan formal yang amat minim dapat menulis begitu jelas serta terperinci;
mereka memaklumkan bahwa tulisan St Faustina sepenuhnya benar secara
teologis, dan bahwa tulisannya itu setara dengan karya-karya tulis para mistikus
besar.

Devosinya yang istimewa kepada Santa Perawan Maria Tak Bercela, kepada
Sakramen Ekaristi dan Sakramen Tobat memberi St Faustina kekuatan untuk
menanggung segala penderitaannya sebagai suatu persembahan kepada Tuhan
atas nama Gereja dan mereka yang memiliki kepentingan khusus, teristimewa
para pendosa berat dan mereka yang di ambang maut.

St Faustina Kowalska menulis dan menderita diam-diam, hanya pembimbing


rohani dan beberapa superior saja yang mengetahui bahwa suatu yang istimewa
tengah terjadi dalam hidupnya. Setelah wafat St Faustina, bahkan teman-
temannya yang terdekat terperanjat mengetahui betapa besar penderitaan dan
betapa dalam pengalaman-pengalaman mistik yang dianugerahkan kepada saudari
mereka ini, yang senantiasa penuh sukacita dan bersahaja.

Pesan Kerahiman Ilahi yang diterima St Faustina sekarang telah tersebar luas ke
segenap penjuru dunia; dan buku catatan hariannya, “Kerahiman Ilahi Dalam
Jiwaku”menjadi buku pegangan bagi Devosi Kerahiman Ilahi. St Faustina sendiri
tak akan terkejut mengenai hal ini, sebab telah dikatakan kepadanya bahwa pesan
kerahiman ilahi akan tersebar luas melalui tulisan-tulisan tangannya demi
keselamatan jiwa-jiwa.

Dalam suatu pernyataan nubuat yang ditulisnya, St Faustina memaklumkan: “Aku


merasa yakin bahwa misiku tidak akan berakhir sesudah kematianku, melainkan
akan dimulai. Wahai jiwa-jiwa yang bimbang, aku akan menyingkapkan bagi
kalian selubung surga guna meyakinkan kalian akan kebajikan Allah” (Buku
Catatan Harian, 281)

St Maria Faustina Kowalska dari Sakramen Mahakudus, rasul kerahiman ilahi,


wafat pada tanggal 5 Oktober 1938 di Krakow dalam usia 33 tahun karena
penyakit TBC yang dideritanya. Jenasahnya mula-mula dimakamkan di
pekuburan biara, lalu dipindahkan ke sebuah kapel yang dibangun khusus di biara.
Pada tahun 1967, dengan dekrit Kardinal Karol Wojtyla, Uskup Agung Krakow,
kapel tersebut dijadikan sanctuarium reliqui Abdi Allah Sr Faustina Kowalska.
Pada Pesta Kerahiman Ilahi tanggal 18 April 1993, Sr Faustina dibeatifikasi oleh
Paus Yohanes Paulus II dan pada Pesta Kerahiman Ilahi tanggal 30 April 2000
dikanonisasi oleh paus yang sama. Pesta St Faustina dirayakan setiap tanggal 5
Oktober.

Anda mungkin juga menyukai