Anda di halaman 1dari 16

 

2 Agustus  St. Petrus Yulianus Eymard

Pada tahun 1811 Petrus Yulianus Eymard dilahirkan di sebuah kota kecil yang
termasuk dalam wilayah keuskupan Grenoble, Perancis. Bersama ayahnya, Petrus
bekerja membuat serta memperbaiki pisau hingga usianya delapanbelas tahun.
Waktu luangnya dipergunakannya untuk belajar. Ia belajar sendiri bahasa Latin
dan menerima bimbingan rohani dari seorang imam yang baik hati. Petrus ingin
sekali menjadi seorang imam. Ketika usianya duapuluh tahun, Petrus memulai
pelajarannya di Seminari Grenoble. Petrus Yulianus akhirnya ditahbiskan menjadi
seorang imam pada tahun 1834 dan selama lima tahun berikutnya ia melayani di
dua paroki. Umat menyadari betapa Pastor Eymard telah menjadi berkat bagi
mereka semua.

Ketika P. Eymard meminta ijin kepada Bapa Uskup untuk menggabungkan diri
dengan suatu ordo baru, yaitu Ordo Marists, Bapa Uskup memberikan persetujuannya. P. Eymard kemudian
menjadi direktur rohani bagi para seminaris Marists. Pada tahun 1845, ia diangkat menjadi Superior (=
pembesar biara) Lyon, Perancis. Tetapi meskipun P. Eymard melaksanakan begitu banyak tugas yang
dibebankan kepadanya dengan giat sepanjang hidupnya, P. Eymard akan selalu dikenang secara istimewa
untuk sesuatu yang lain.
P. Eymard mempunyai cinta yang menyala-nyala kepada Ekaristi Kudus. Ia amat terpesona dengan
kehadiran Yesus dalam Ekaristi. Ia suka sekali meluangkan waktu setiap hari untuk melakukan adorasi (=
sembah sujud) kepada Sakramen Mahakudus. Pada Pesta Corpus Christi, yaitu Hari Raya Tubuh dan Darah
Kristus, P. Eymard dianugerahi suatu pengalaman rohani yang amat dahsyat. Sementara ia membawa Hosti
Kudus dalam prosesi, ia merasakan kehadiran Yesus, bagaikan suatu kehangatan dari sumber api. Hosti itu
serasa menyelebunginya dengan kasih dan cahaya. Dalam hatinya, P. Eymard berdoa kepada Tuhan tentang
kebutuhan-kebutuhan rohani dan jasmani umatnya. Ia memohon agar kerahiman dan belas kasih Yesus
menyentuh hati setiap orang seperti ia sendiri disentuh melalui Ekaristi.
Pada tahun 1856, P. Eymard mengikuti inspirasi yang telah didoakannya selama bertahun-tahun. Dengan
persetujuan dari para pembesarnya, P. Eymard membentuk ordo religius yang beranggotakan para imam
yang ber-adorasi kepada Ekaristi Kudus. Mereka dikenal sebagai Para Imam dari Sakramen Mahakudus,
s.s.s. Dua tahun setelah ordo para imam dibentuk, P. Eymard membentuk ordo untuk para biarawati, Abdi
Allah dari Sakramen Mahakudus. Sama seperti para imam, para biarawati juga mempunyai cinta yang
istimewa kepada Yesus dalam Ekaristi Kudus. Para imam dan biarawati dari Sakramen Mahakudus
membaktikan hidup mereka dalam adorasi kepada Yesus. P. Eymard juga membentuk kelompok-kelompok
dalam gerejanya guna membantu umatnya mempersiapkan diri untuk menyambut Komuni Kudusnya yang
Pertama. Ia menulis beberapa buku mengenai Ekaristi yang telah diterjemahkan ke dalam berbagai macam
bahasa. Buku-buku itu masih beredar hingga sekarang.
P. Eymard hidup pada masa yang sama dengan seorang kudus lainnya yang akan kita rayakan pestanya
besok, tanggal 4 Agustus, yaitu St. Yohanes Vianney. Mereka berdua bersahabat dan masing-masing saling
mengagumi yang lainnya. Pastor Vianney mengatakan bahwa Pastor Eymard adalah seorang kudus dan ia
menambahkan, “Adorasi oleh para imam! Betapa baiknya! Aku akan berdoa setiap hari bagi karya Pastor
Eymard.”

St. Petrus Yulianus Eymard melewatkan empat tahun terakhir hidupnya dalam penderitaan hebat. Di
samping penderitaan jasmani, ia juga harus menderita karena berbagai masalah dan kecaman. Namun P.
Eymard tetap setia dalam adorasinya kepada Sakramen Mahakudus. Kesaksian hidupnya serta
pengorbanannya mendorong banyak orang lainnya untuk menjawab panggilan hidup mereka dengan
bergabung dalam ordo-ordo religius. P. Eymard wafat pada tanggal 1 Agustus 1868 dalam usia limapuluh
tujuh tahun. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Yohanes XXIII pada tanggal 9 Desember 1962.     

Sebagai orang Katolik kita mengimani kehadiran Yesus secara sakramental dalam Ekaristi.
Bagaimana iman saya tersebut mempengaruhi hidup saya?
   4 Agustus  St. Yohanes Maria Vianney

Yohanes Maria Vianney dilahirkan di Lyons, Perancis pada tahun 1786. Ketika
masih kanak-kanak, ia menggembalakan domba ayahnya. Ia suka berdoa tetapi
juga suka bermain. Ketika Yohanes berumur delapanbelas tahun, ia minta ijin
kepada ayahnya untuk menjadi seorang imam. Ayahnya berkeberatan karena
tenaganya dibutuhkan untuk mengerjakan pertanian keluarga. Dua tahun
kemudian ayahnya memberikan ijin. Pada usia duapuluh tahun, Yohanes belajar
di bawah bimbingan Pastor Balley. Pastor Balley seorang imam yang amat
sabar, tetapi belajar bahasa Latin merupakan kendala besar bagi Yohanes. Ia
menjadi patah semangat. Pada saat itulah ia memutuskan untuk berjalan sejauh
60 mil (±97 km) menuju kapel St. Yohanes Fransiskus Regis, seorang kudus
yang populer di Perancis. Yohanes memohon bantuan doa St. Yohanes Regis.
Setelah ziarah itu, ia tetap saja mempunyai masalah dalam hal belajar sama
seperti sebelumnya. Bedanya ialah ia tidak lagi pernah merasa patah semangat.

Pada akhirnya Yohanes berhasil juga masuk seminari. Belajar merupakan hal yang sulit baginya. Tidak
peduli betapa giat ia berusaha, ia tidak pernah berhasil dengan baik. Ketika ujian akhir tiba, ujian
dilaksanakan secara lisan, dan bukan secara tertulis. Yohanes harus menghadapi suatu dewan guru dan
menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Yohanes begitu sedih hingga ia menangis saat ujian tengah
berlangsung. Namun, karena Yohanes seorang yang kudus, ia sepenuhnya dapat berpikir praktis sesuai
pengalaman hidupnya dan ia mengerti apa yang diajarkan Gereja dalam masalah yang diujikan kepadanya.
Ia tahu jawaban yang benar pada saat ditanyakan kepadanya apa yang harus dilakukan dalam perkara ini
atau itu. Hanya saja ia tidak dapat mengatakan jawabannya itu dengan gaya bahasa sesuai dengan buku
pedoman berbahasa Latin yang rumit. Akhirnya Yohanes ditahbiskan juga. Ia mengerti apa itu panggilan
imamat dan kebaikan hatinya tak dapat diragukan lagi.

Yohanes diutus ke sebuah gereja kecil yang disebut Ars. Pastor Vianney berpuasa dan melakukan silih yang
berat demi umatnya. Ia berusaha keras agar mereka berhenti berbuat dosa. Mereka mabuk-mabukan, bekerja
sepanjang hari pada hari Minggu, dan tidak pernah pergi ke gereja. Sebagian besar dari mereka
menggunakan kata-kata yang tidak pantas. Pada akhirnya, kedai-kedai minum mulai tutup satu demi satu
karena usaha mereka menurun. Orang mulai berdoa secara rutin setiap hari Minggu dan ambil bagian dalam
Misa harian. Sumpah serapah tidak lagi sering diucapkan. Apa yang telah terjadi di Ars? “Pastor kita adalah
seorang kudus,” kata mereka, “dan kita wajib taat kepadanya.”

Tuhan memberi Yohanes karunia untuk membaca pikiran orang serta mengetahui masa depan. Karena
karunia tersebut, ia mempertobatkan banyak pendosa dan membantu umat menentukan keputusan-keputusan
yang tepat. Orang banyak mulai berdatangan ke Ars. Kadang-kadang, ratusan orang dalam satu hari. St.
Yohanes Vianney menggunakan dua belas hingga enam belas jam sehari untuk mendengarkan pengakuan
mereka. Yohanes amat berharap dapat menghabiskan sisa hidupnya di sebuah biara. Yang terjadi malahan,
ia tinggal selama empatpuluh dua tahun di Ars dan wafat di sana pada tahun 1859 pada usia tujuhpuluh tiga
tahun. St. Yohanes Vianney dinyatakan kudus pada tahun 1925 oleh Paus Pius XI.

“Doa pribadi bagaikan jerami yang tercecer di sana sini; jika kamu membakarnya, akan
menghasilkan tebaran api kecil-kecil. Tetapi, kumpulkan jerami-jerami itu menjadi satu berkas
dan bakarlah, maka kamu akan mendapatkan suatu nyala api yang besar, berkobar bagaikan
pancang ke angkasa; doa bersama seperti itu.” ~ St. Yohanes Maria Vianney

lebih jauh mengenai St Yohanes Maria Vianney

   5 Agustus  B. Frederik Janssoone


Beato Frederik Janssoone dilahirkan di Flanders pada tahun 1838. Ada banyak
perubahan menarik dalam hidupnya, yang bukanlah cara hidup biasa abad
kesembilanbelas. Frederik dilahirkan dalam sebuah keluarga petani yang kaya,
sebagai yang bungsu dari tigabelas saudara. Ia baru berusia sembilan tahun ketika
ayahnya meninggal dunia, sebab itu ia harus meninggalkan bangku sekolah untuk
membantu ibunya. Segera saja ia menyadari bahwa ia mempunyai “keahlian”
dalam berjualan. Ia suka bertemu dengan kenalan-kenalan baru dan ia tahu
bagaimana menjelaskan produknya.

Ibu Frederik meninggal dunia pada tahun 1861. Itulah saat ketika pemuda berusia
duapuluh tiga tahun ini sampai pada ketetapan hatinya dalam mencari panggilan
hidupnya. Ia sadar bahwa ia merasakan suatu kerinduan yang kuat untuk menggabungkan diri dalam Ordo
Fransiskan. Setelah masa belajarnya di seminari usai, Frederik ditahbiskan sebagai seorang imam
Fransiskan. Ia menjadi pastor bagi pasukan militer untuk beberapa waktu lamanya.

Kemudian pada tahun 1876, ia diutus ke Tanah Suci. Pater Frederik mewartakan Injil di tempat-tempat yang
dikuduskan oleh Yesus Sendiri. Ia mempergunakan bakat dan talentanya untuk membantu berbagai
kelompok Kristiani agar saling bekerjasama dalam merawat dua gereja kudus. Ia mendirikan sebuah gereja
di Betlehem. Beato Frederik juga dikenang karena menghidupkan kembali kebiasaan kuno melakukan ziarah
Jalan Salib menyusuri jalanan Yerusalem.

Pelayanan Pater Frederik di Kanada dimulai ketika ia ditugaskan ke sana pada tahun 1881. Ia diutus dalam
suatu perjalanan untuk mengumpulkan dana. Bakatnya yang bermacam-macam amat berguna dalam
pelayanannya. Semangat sukacita dalam memberikan dirinya segera menjadikannya dicintai orang banyak.
Khotbah dan ceramahnya penuh dengan fakta-fakta menarik mengenai Tanah Suci. Ia melihat ke dalam
wajah dan hati umat dan berdoa agar mereka bertumbuh dalam kekayaan rahmat Tuhan. Pada tahun 1888, ia
kembali ke Kanada untuk menetap dan menghabiskan sisa hidupnya di sana.

Pater Frederik Janssoone adalah seorang pribadi yang menarik dan seorang penulis yang piawai. Ia menulis
beberapa artikel dan riwayat hidup para kudus. Tulisan-tulisan itu mengingatkan orang akan antusiasme
yang memenuhi jiwanya sendiri. Karya-karyanya merefleksikan sukacita Yesus yang dengan sangat sukahati
ia bagikan kepada yang lain. Pater Frederik wafat pada tanggal 4 Agustus 1916. Ia dimaklumkan sebagai
“beato” pada tahun 1988 oleh Paus Yohanes Paulus II.

Bakat dan talenta didayagunakan sebaik-baiknya oleh Beato Frederik demi mewartakan Injil di
tempat-tempat ke mana ia pergi. Adakah aku mempergunakan bakat dan talentaku demi
kebaikan sesama?

   7 Agustus  St. Sixtus II


Para kaisar Romawi yang menganiaya orang-orang Kristen berusaha untuk
memusnahkan kepercayaan kepada Yesus dan agama yang mereka benci sekaligus
mereka takuti. Meskipun mereka tidak menyadarinya, namun sesungguhnya setiap
kali mereka membunuh seorang kudus, mereka semakin memperkuat keyakinan
orang-orang Kristen. Dari penganiayaan bangsa Romawi yang banyak
menumpahkan darah itu, muncullah para martir. Persembahan para martir kepada
Yesus yaitu kesetiaan mereka, bahkan hingga rela mengurbankan nyawa,
mendatangkan berkat bagi Gereja hingga akhir jaman.

Penganiayaan oleh Kaisar Valerian mengakibatkan kemartiran Paus St. Sixtus II


dan keenam diakonnya pada hari yang sama. Penganiayaan dilakukan dengan amat
kejam. Banyak orang dari komunitas Kristiani bersembunyi dalam katakomba-
katakomba bawah tanah. Mereka ambil bagian dalam Perayaan Misa dan saling
menguatkan satu sama lainnya. Sixtus, seorang imam Roma, diangkat menjadi Paus pada tahun 257. Pada
tahun yang sama penganiayaan oleh Kaisar Valerian dimulai. Paus Sixtus maju terus dengan berani selama
satu tahun, sebagian besar dengan bersembunyi, dan meneguhkan umat Kristen. Dengan kebijaksanaan serta
kelemahlembutannya, ia bahkan menyelesaikan masalah-masalah tentang iman Kristiani.

Pada tanggal 6 Agustus 258, para prajurit Romawi menerjang masuk suatu ruangan dalam katakomba di
mana Sixtus sedang duduk dengan tenang. Ia sedang menyampaikan khotbahnya tentang cinta kasih dan
pengampunan Yesus. Sebagian orang mengatakan bahwa ia langsung dibunuh di tempat itu, di atas
kursinya, bersama dengan empat orang dari keenam diakonnya. Sebagian lagi mengatakan bahwa ia dan
para diakonnya dibawa pergi untuk diadili. Kemudian mereka dibawa kembali ke ruangan yang sama dan
dibunuh. Dua diakon lainnya dibunuh juga beberapa saat kemudian pada hari yang sama.

Seabad sesudah peristiwa tersebut, Paus St. Damasus menuliskan sebuah prasasti yang indah di makam St.
Sixtus yang terletak dalam katakomba St. Kalistus di Roma. St. Sixtus II amat dihargai oleh umat Kristen
perdana dan namanya termasuk dalam daftar orang kudus yang dicantumkan dalam Doa Syukur Agung
Pertama.

Kita dapat mohon bantuan doa St. Sixtus II agar kita dapat menghargai karunia iman kita dan tumbuh dalam
kasih kepada Yesus. Ketika kita takut berdiri tegak menghadapi apa yang Yesus kehendaki dari kita, kita
dapat mohon bantuan doa St. Sixtus dan para diakonnya agar kita dikuatkan.

Pada hari ini, mari mohon bantuan doa St. Sixtus dan para diakonnya

12 Agustus  St. Yohana Fransiska de Chantal


Yohana dilahirkan di Dijon, Perancis pada tahun 1572. Ayahnya seorang
yang saleh. Ia mengasuh anak-anaknya dengan baik setelah kematian
isterinya. Yohana, yang amat dikasihinya, menikah dengan Christopher,
Baron de Chantal. Yohana dan Christopher saling mengasihi. Tuhan
mengaruniakan enam anak kepada mereka, empat yang bertahan hidup.
Yohana menunjukkan kasihnya kepada Tuhan dengan mengasihi suami
serta anak-anaknya dengan segenap hati. Kemudian, tiba-tiba saja, suatu
kemalangan besar menimpa keluarga bahagia tersebut. Baron Christopher
secara tak sengaja tertembak oleh seorang teman yang pergi berburu
bersamanya. Ketika suaminya meninggal, Yohana teramat sedih. Ia
mengampuni orang yang menyebabkan kematian suaminya itu dan
bahkan menjadi ibu baptis bagi anaknya.

St. Yohana memohon kepada Tuhan agar memberinya seorang imam


yang kudus untuk membimbingnya. Sementara itu, ia berdoa dan membesarkan anak-anaknya dalam kasih
Tuhan. Ia mengunjungi orang-orang miskin, orang-orang sakit serta menghibur mereka yang diambang ajal.
Ketika ia berjumpa dengan St. Fransiskus de Sales, ia segera mengetahui bahwa orang ini adalah orang
kudus yang diutus Tuhan untuk membimbingnya.

Sesuai petunjuk St. Fransiskus, Yohana bersama tiga wanita muda lainnya mendirikan Serikat Visitasi.
Tetapi terlebih dahulu ia harus memastikan bahwa anak-anaknya, meskipun sudah dewasa, telah mandiri.
Yohana juga mempunyai tanggung jawab serta tantangan-tantangan yang harus dihadapinya pula. Namun,
Yohana tetap berusaha untuk melakukan kehendak Tuhan baginya, bagaimana pun sulitnya.

St. Yohana seorang yang tabah dalam menghadapi segala macam tantangan. Ia mendirikan banyak biara
sambil berjuang melawan pencobaan-pencobaannya. “Meskipun banyak penderitaannya,” tulis St.
Vincensius de Paul, “wajahnya selalu memanancarkan kedamaian. Dan ia selalu setia kepada Tuhan. Jadi
aku pikir dia adalah salah satu di antara jiwa-jiwa paling kudus yang pernah aku jumpai.”       

St. Yohana wafat pada tanggal 13 Desember 1641. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Klemens XIII pada tahun
1767.

St. Yohana terbuka pada ilham Roh Kudus dalam hidupnya.


Bagaimana jika aku membuka diri untuk lebih bebas melakukan perbuatan belas kasih dalam
hidupku?

   14 Agustus  St. Maximilianus Maria Kolbe


Raymond Kolbe dilahirkan di Polandia pada tahun 1894. Ia bergabung dengan
Ordo Fransiskan pada tahun 1907 dan memilih nama seperti kita mengenalnya
sekarang: Maximilianus. Maximilianus amat mencintai panggilannya dan
secara istimewa ia mencintai Santa Perawan Maria. Ia menambahkan nama
“Maria” pada namanya ketika ia mengucapkan kaul agungnya pada tahun
1914. Pastor Maximilianus Maria yakin bahwa dunia abad keduapuluh
membutuhkan Bunda Surgawi mereka untuk membimbing serta
melindunginya. Ia mempergunakan media cetak agar Maria lebih dikenal luas.
Ia bersama dengan teman-teman Fransiskannya menerbitkan bulletin yang
terbit dua bulan sekali yang segera saja tersebar dan dibaca orang di seluruh
dunia.

Bunda Allah memberkati karya Pastor Maximilianus Kolbe. Ia membangun


sebuah biara besar di Polandia. Biara tersebut dinamainya “Kota Immaculata”.
Pada tahun 1938, delapan ratus biarawan Fransiskan tinggal serta berkarya  di
sana untuk mewartakan kasih sayang Maria. Pastor Kolbe juga membangun
sebuah Kota Immaculata di Nagasaki, Jepang. Dan sebuah lagi dibangunnya di
India. Pada tahun 1938, Nazi menyerbu Kota Immaculata Polandia. Mereka menghentikan karya
mengagumkan yang berlangsung di sana. Pada tahun 1941, kaum Nazi menangkap Pastor Kolbe. Mereka
menjatuhkan hukuman kerja paksa di Auschwitz. Pastor Kolbe telah berada di Auschwitz selama tiga bulan
lamanya ketika seorang tahanan berhasil melarikan diri. Para Nazi menghukum tahanan yang tersisa oleh
karena tahanan yang melarikan diri tersebut. Mereka memilih secara acak sepuluh orang tahanan untuk
dihukum mati dalam bunker kelaparan. Seluruh tahanan berdiri tegang sementara sepuluh orang ditarik
keluar dari barisan. Seorang tahanan yang terpilih, seorang pria yang telah menikah dan mempunyai
keluarga, merengek serta memohon dengan sangat agar diampuni demi anak-anaknya. Pastor Kolbe, yang
tidak terpilih, mendengarnya dan hatinya tergerak oleh belas kasihan yang mendalam untuk menolong
tahanan yang menderita itu. Ia maju ke depan dan bertanya kepada komandan apakah ia dapat menggantikan
tahanan tersebut. Sang komandan setuju dengan permintaannya.

Pastor Kolbe dan para tahanan yang lain digiring masuk ke dalam bunker kelaparan. Mereka tetap hidup
tanpa makanan atau pun air selama beberapa hari. Satu per satu, sementara mereka mati kelaparan, Pastor
Kolbe menolong serta menghibur mereka. Ia yang terakhir meninggal. Suatu suntikan carbolic acid
mempercepat kematiannya pada tanggal 14 Agustus 1941. Ia dinyatakan kudus dan martir oleh Paus
Yohanes Paulus II pada tahun 1982.

“Kebencian bukanlah kekuatan yang membangun. Hanya kasih merupakan kekuatan yang
membangun.” ~ St. Maximilianus Kolbe   

   15 Agustus  Hari Raya SP Maria Diangkat ke Surga


Pada Hari Raya Bunda Maria ini Gereja merayakan hak istimewa Bunda
Maria, Bunda kita. Bunda Maria Diangkat ke Surga artinya Bunda Maria
masuk dalam kemuliaan surga tidak hanya jiwanya saja, tetapi juga dengan
tubuhnya. Putera Allah dikandung dalam rahim murni Perawan Maria. Jadi,
memanglah tepat, jika tubuhnya harus juga dimuliakan segera sesudah
hidupnya di dunia berakhir.

Sekarang Bunda Maria berada di surga. Ia adalah ratu surga dan bumi. Ia
adalah Bunda Gereja Kristus dan Ratu para Rasul. Setiap kali Bunda Maria
meminta Yesus untuk menganugerahkan berkat dan rahmat-Nya kepada kita,
Yesus mendengarkan permintaan Bunda-Nya.

Setelah dibangkitkan dari kematian, kita pun juga, dapat pergi ke surga dengan tubuh kita. Jika sekarang kita
mempergunakan tubuh kita untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik, kelak tubuh kita akan memperoleh
bagian kemuliaan di surga. Setelah kebangkitan, tubuh kita akan menjadi sempurna. Ia tidak akan menderita
sakit lagi. Ia tidak memerlukan makanan atau pun minuman agar tetap hidup. Ia akan dapat pergi ke semua
tempat tanpa waktu atau pun usaha. Ia akan menjadi elok dan mengagumkan!

Maria Diangkat ke Surga dengan jiwa dan raganya merupakan dogma iman (dogma = ajaran resmi Gereja).
Kebenaran yang indah ini dinyatakan oleh Paus Pius XII pada tanggal 1 November 1950.

Sementara kita merayakan Hari Raya Bunda Maria, kita dapat mempercayakan diri kita pada
pemeliharaan serta kasih keibuan Bunda Maria. Bagian manakah dalam hidupku yang paling
memerlukan bimbingannya?

lebih lanjut tentang SP Maria diangkat ke surga

   16 Agustus  St. Stefanus dari Hungaria


St. Stefanus dilahirkan sekitar tahun 969 di Hungaria. Nama yang
diberikan kepadanya adalah Vaik. Ketika ia menjadi seorang Kristen pada
usia sepuluh tahun, ia diberi nama Stefanus. Pada saat yang sama,
ayahnya, Pangeran Hungaria, dan juga banyak kaum bangsawan lainnya
menjadi Kristen. Namun demikian, ketika Stefanus menjadi raja, di
negerinya itu masih banyak orang kafir. Sebagian penduduknya masih
suka kekerasan dan kekejian. Jadi, Stefanus memutuskan untuk
membangun Gereja yang kokoh di Hungaria. Usahanya itu diberkati
Tuhan. Rahasia keberhasilan St. Stefanus dalam membimbing rakyatnya
secara gemilang kepada iman Kristiani adalah devosinya kepada Bunda
Maria. Ia mempercayakan seluruh kerajaannya dalam perlindungan Bunda
Maria dan ia membangun sebuah gereja yang amat indah untuk
menghormati Bunda Allah.

Paus Sylvester II mengirimkan sebuah mahkota raja yang indah bagi


Stefanus. Pusaka ini kemudian dikenal sebagai Mahkota St. Stefanus. Dalam masa Perang Dunia II, tentara
Amerika merampas mahkota tersebut, tetapi akhirnya diserahkan kembali pada Hungaria pada tahun 1978.

Stefanus seorang pemimpin yang tegas serta gagah berani. Ia menerapkan hukum yang adil. Namun
demikian, ia juga lemah lembut serta penuh belas kasihan kepada mereka yang miskin. Sebisa-bisanya ia
menghindari peperangan. Ia suka memberi bingkisan uang kepada para pengemis tanpa memberitahukan
kepada mereka siapa dia sebenarnya. Suatu ketika ia sedang membagikan bingkisan dalam penyamarannya,
ketika sekelompok pengemis yang brutal menyerang serta memukulnya. Mereka menarik-narik rambutnya,
jenggotnya serta merampas kantong uangnya. Tak pernah terbayangkan oleh mereka bahwa mereka sedang
mempermainkan raja mereka. Dan mereka tidak pernah tahu akan hal itu. Raja menerima segala penghinaan
itu dengan diam-diam dan dengan rendah hati. Sekuat tenaga ia mengarahkan pikirannya pada Bunda Maria
dan berdoa: “Lihatlah, Ratu Surgawi, bagaimana umatmu memperlakukan dia yang engkau jadikan raja. Jika
mereka musuh-musuh iman, aku tahu apa yang harus aku lakukan terhadap mereka. Tetapi, karena mereka
adalah kesayangan Putera-mu, aku menerima ini semua dengan sukacita. Aku mengucap syukur karenanya.”
Malahan, seketika itu juga Raja Stefanus berjanji untuk berderma lebih banyak lagi bagi para pengemis.
Stefanus menjadi raja Hungaria selama empatpuluh dua tahun. Ia wafat pada tanggal 15 Agustus 1038. St.
Stefanus dinyatakan kudus oleh Paus St. Gregorius VIIpada tahun 1083.

Raja Stefanus seorang yang lemah lembut, penuh belas kasihan dan suka memberi bingkisan
kepada para pengemis tanpa memberitahukan kepada mereka siapa dia sebenarnya. Pada hari
ini, apakah yang harus aku lakukan untuk menjawab panggilanku mengasihi sesama tanpa
pamrih?

   17 Agustus  St. Joan (= Yohana) Delanoue


Joan Delanoue dilahirkan pada tahun 1666 sebagai yang bungsu dari dua
belas bersaudara. Keluarganya memiliki suatu usaha kecil yang berhasil.
Ketika ibunya yang janda meninggal dunia, ibunya mewariskan tokonya
kepada Joan. Joan bukan seorang gadis yang jahat, tetapi yang ia pikirkan
hanyalah bagaimana mengumpulkan uang sebanyak mungkin. Ia
melakukan banyak dosa kecil untuk itu. Dulu, ia seorang gadis yang saleh,
tetapi sekarang hanya tersisa sedikit saja cinta kasih dalam hatinya.
Ibunya seorang yang murah hati kepada para pengemis. Sebaliknya, Joan,
membeli makanan hanya pada saat menjelang makan malam. Dengan
demikian ia dapat mengatakan kepada para pengemis yang mohon belas
kasihannya: “Maaf, saya tidak punya apa-apa untukmu.”

Joan tidak bahagia dengan cara hidupnya itu. Ketika usianya duapuluh
tujuh tahun, seorang imam yang baik dengan penuh kasih membantunya untuk hidup sesuai dengan
imannya. Akhirnya, Joan menyadari bahwa “usaha-nya” adalah untuk mengamalkan uangnya, bukan
menumpuknya bagi diri sendiri. Joan mulai memberikan perhatian kepada keluarga-keluarga yang miskin
dan juga anak-anak yatim piatu. Di kemudian hari, ia malahan menutup tokonya sama sekali agar dapat
mempergunakan seluruh waktunya bagi mereka. Orang menyebut rumahnya yang penuh dengan anak-anak
yatim piatu sebagai “Rumah Penyelenggaraan Ilahi”. Ia mempengaruhi para wanita muda lainnya untuk
membantu. Mereka membentuk kelompok Suster-suster St. Anna dari Penyelenggaraan Ilahi di Saumur,
Perancis, kota tempat tinggal Joan.

Joan hidup dengan mati raga yang keras. Ia juga melakukan tapa silih yang berat. St. Grignon de Montfort
bertemu dengan Joan. Pada mulanya ia menyangka bahwa kesombongan hati yang menyebabkan Joan
bersikap keras terhadap dirinya sendiri. Tetapi kemudian, St. Montfort segera menyadari bahwa hati Joan
sungguh penuh dengan cinta kasih kepada Tuhan. St. Montfort menasehatinya: “Teruskanlah apa yang telah
engkau mulai. Roh Tuhan ada padamu. Ikuti suara-Nya dan jangan lagi khawatir.” Joan wafat dalam damai
pada tanggal 17 Agustus 1736. Usianya tujuhpuluh tahun. Penduduk Saumur mengatakan, “Pemilik toko
kecil itu melakukan jauh lebih banyak bagi kaum miskin papa di Saumur daripada seluruh dewan kota.
Sungguh seorang wanita yang luar biasa! Dan sungguh seorang yang kudus!” Joan dinyatakan sebagai
'beata' oleh Paus Pius XII pada tahun 1947, tahun yang sama St. Grignon de Montfort dinyatakan kudus.
Pada tahun 1982, B. Joan Delanoue dinyatakan kudus oleh Paus Yohanes Paulus II.

Semoga Yesus menganugerahi kita rahmat tobat seperti yang Ia anugerahkan kepada St. Joan,
sehingga hati kita terbuka lebih dan lebih lebar lagi demi kasih kepada sesama.

   19 Agustus  St. Yohanes Eudes


Yohanes Eudes dilahirkan di Normandy, Perancis pada tahun 1601. Ia adalah
putera sulung seorang petani. Bahkan sejak masih kanak-kanak, Yohanes telah
berusaha meniru teladan Yesus dalam memperlakukan keluarga, teman-teman serta
para tetangganya. Ketika usianya sembilan tahun, seorang anak lelaki menampar
wajahnya. Yohanes merasa amat marah. Tetapi, kemudian ia ingat akan sabda
Yesus dalam Injil: berikan pipimu satunya. Jadi, ia melakukannya.

Orangtua Yohanes menghendaki putera mereka menikah dan memiliki keluarga.


Dengan lembut tapi tegas, Yohanes meyakinkan mereka bahwa ia dipanggil untuk
menjadi seorang imam. Ia masuk biara Ordo Pengkhotbah dan menerima
pendidikan calon imam. Setelah ditahbiskan sebagai imam, suatu wabah penyakit menyerang Normandy.
Wabah ganas itu mengakibatkan kesengsaraan yang hebat dan juga kematian. Pastor Eudes menawarkan diri
untuk menolong mereka yang sakit, merawat baik jiwa maupun raga mereka. Di kemudian hari, Pastor
Eudes menjadi seorang pengkhotbah misi yang populer di berbagai paroki. Sesungguhnya, sepanjang
hidupnya ia menyampaikan 110 khotbah misi. St. Yohanes juga berperan penting dalam terbentuknya
kongregasi-kongregasi religius: Kongregasi Suster-suster dari Maria Bunda Berbelaskasihan (SCMM) dan
Kongregasi Suster-suster Gembala Baik (RGS). Pastor Eudes juga membentuk Kongregasi Yesus dan Maria
(CJM) bagi para imam. Kongregasi ini bertujuan melatih para pemuda untuk menjadi imam paroki yang
baik.

St. Yohanes memiliki devosi yang kuat kepada Hati Yesus yang Mahakudus dan Hati Maria yang Tak
Bernoda. Ia menulis sebuah buku tentang devosi-devosi tersebut. Yohanes jatuh sakit setelah menyampaikan
suatu khotbah terbuka dalam cuaca yang amat dingin. Ia tidak pernah sepenuhnya sembuh kembali. Yohanes
wafat pada tahun 1680. Ia dinyatakan “beato” oleh Paus St. Pius X pada tahun 1908. Paus menyebut
Yohanes Eudes sebagai Rasul Devosi kepada Hati Yesus yang Mahakudus dan kepada Hati Maria yang Tak
Bernoda. St. Yohanes Eudes dinyatakan kudus oleh Paus Pius XI pada tahun 1925.

“Para pengkhotbah memukul semak-semak. Para imam yang menerima pengakuan dosa
menangkap burung-burungnya!” ~ St. Yohanes Eudes     

   20 Agustus  St. Bernardus


Bernardus dilahirkan pada tahun 1090 di Dijon, Perancis. Ia dan keenam
saudara-saudarinya memperoleh pendidikan yang baik. Hati Bernardus
amat sedih ketika ibunya meninggal dunia. Usianya baru tujuhbelas tahun.
Hampir-hampir ia membiarkan dirinya larut dalam kesedihan jika saja
tidak ada Humbeline, saudarinya yang periang. Humbeline membuatnya
gembira dan segera saja Bernardus telah menjadi seorang yang amat
populer. Ia tampan dan cerdas, riang gembira dan penuh rasa humor.
Siapa saja suka berada di dekatnya.

Suatu hari, Bernardus mencengangkan teman-temannya ketika ia


mengatakan bahwa ia akan bergabung dengan Ordo Cistercian yang amat keras. Mereka mengusahakan
segala cara agar ia membatalkan rencananya itu. Tetapi pada akhirnya, Bernarduslah yang berhasil
meyakinkan saudara-saudaranya, seorang pamannya dan keduapuluh-enam orang temannya untuk
bergabung bersamanya. Ketika Bernardus dan saudara-saudaranya hendak meninggalkan rumah mereka,
mereka berkata kepada adik mereka, Nivard, yang sedang bermain bersama anak-anak lain: “Selamat
tinggal, Nivard kecil. Sekarang semua tanah dan harta benda ini menjadi milikmu.” Tetapi anak itu
menjawab: “Apa! Kalian mengambil surga dan menyisakan dunia untukku? Apakah kalian pikir itu adil?”
Dan tak lama kemudian, Nivard pun bergabung dengan saudara-saudaranya di biara. St. Bernardus menjadi
seorang biarawan yang baik.

Tiga tahun kemudian, ia diutus untuk mendirikan biara Cistercian yang baru serta menjadi abbas
(=pemimpin biara) di sana. Biara tersebut terletak di Lembah Cahaya. Dalam bahasa Perancis, Lembah
Cahaya adalah “Clairvaux” Biara baru itu kemudian lebih dikenal dengan nama Clairvaux. Bernardus
menjadi abbas di Clairvaux hingga akhir hayatnya. Meskipun ia lebih suka tinggal bekerja dan berdoa dalam
biaranya, kadang-kadang ia harus pergi untuk tugas-tugas khusus. Ia berkhotbah, mendamaikan para
penguasa, serta memberikan nasehat kepada paus. Ia juga menulis buku-buku rohani yang indah. Ia menjadi
seorang yang amat berpengaruh dalam jamannya. Tetapi, terutama yang paling dirindukan Bernardus adalah
dekat dengan Tuhan, menjadi seorang biarawan. Ia tidak berusaha untuk menjadi orang terkenal. Bernardus
mempunyai devosi yang mendalam kepada Santa Perawan Maria. Dikatakan bahwa ia sering menyapa
Bunda Maria dengan sebuah “Salam Maria” ketika ia melewati patungnya. Suatu hari, Bunda Maria
membalas salamnya: “Salam, Bernardus!”. Dengan cara demikian Bunda Maria hendak menunjukkan
bagaimana cinta Bernardus dan devosinya telah menyenangkan hati Bunda Maria.

St. Bernardus wafat pada tahun 1153. Orang banyak merasa sangat sedih karena mereka kehilangan
pengaruhnya yang menakjubkan. St. Bernardus dinyatakan kudus pada tahun 1174 oleh Paus Alexander III.
St. Bernardus juga diberi gelar Doktor Gereja pada tahun 1830 oleh Paus Pius VIII.

“Ia yang tidak memiliki rasa kasih sayang terhadap temannya sendiri telah kehilangan rasa
takut akan Tuhan.” ~ St. Bernardus

   25 Agustus  St. Louis (Ludowikus) IX

Louis dilahirkan pada tanggal 25 April 1214. Ayahnya adalah Raja Louis
VIII dari Perancis dan ibunya adalah Ratu Blanka. Menurut cerita, ketika
Pangeran Louis masih kecil, ibunya memeluknya erat-erat. Katanya, “Aku mengasihimu, puteraku terkasih,
dengan cinta kasih sebanyak yang dapat diberikan seorang ibu. Tetapi, aku lebih suka melihatmu mati di
bawah kakiku daripada melihatmu melakukan suatu dosa besar.” Louis tidak pernah melupakan kata-kata
ibunya itu. Ia menghargai iman Katoliknya juga didikan yang diberikan kepadanya. Ketika usianya dua
belas tahun, ayahnya meninggal dunia dan ia menjadi raja. Ratu Blanka memerintah hingga puteranya genap
duapuluh satu tahun.

Louis menjadi seorang raja yang mengagumkan. Ia menikah dengan Margaret, puteri seorang pangeran.
Mereka saling mengasihi satu sama lain. Mereka dikarunia sebelas putera puteri. Louis seorang suami dan
ayah yang baik. Dan selama ibunya, Ratu Blanka, hidup, ia menunjukkan sikap hormat kepadanya.
Bagaimana pun sibuknya dia, Louis selalu menyempatkan diri untuk ikut ambil bagian dalam Misa Harian
dan mendaraskan Doa Ofisi. Ia anggota Ordo Ketiga Fransiskan dan hidup sederhana. Ia murah hati serta
adil. Ia memerintah rakyatnya dengan bijaksana, belas kasihan dan dengan menerapkan prinsip-prinsip
Kristiani sejati. Ia hidup sesuai dengan keyakinannya sebagai seorang Katolik. Ia tahu bagaimana melerai
perdebatan dan perselisihan. Ia mendengarkan mereka yang miskin dan terabaikan. Ia menyediakan waktu
bagi siapa saja, tidak hanya bagi mereka yang kaya serta berpengaruh. Ia memajukan pendidikan Katolik
dan mendirikan biara-biara.

Seorang sejarawan, Joinville, menulis mengenai riwayat hidup St. Louis. Ia mengenang bahwa ia mengabdi
raja selama duapuluh dua tahun lamanya. Setiap hari ia ada dekat raja. Dan sepanjang masa itu, ia dapat
mengatakan bahwa tidak pernah sekali pun ia mendengar Raja Louis menyumpah atau mengucapkan kata-
kata yang tidak sopan. Demikian juga raja tidak mengijinkan kata-kata demikian diucapkan dalam istananya.

St. Louis merasa bahwa merupakan suatu kewajiban penting baginya menolong umat Kristiani yang
menderita di Tanah Suci. Ia ingin ikut ambil bagian dalam Perang Salib. Dua kali ia memimpin pasukan
berperang melawan bala tentara Turki. Dalam peperangannya yang pertama, ia tertawan. Tetapi, bahkan
dalam penjara sekali pun, ia bersikap sebagai seorang ksatria Kristiani sejati. Ia gagah berani dan berbudi
luhur dalam segala sikapnya. Louis kemudian dibebaskan dan kembali ke Perancis untuk mengurus
kerajaannya. Tetapi, begitu ada kesempatan, ia mulai berangkat lagi ke medan perang untuk melawan musuh
iman. Namun demikian dalam perjalanan, raja yang sangat dicintai rakyatnya itu terjangkit demam tipus.
Beberapa jam menjelang kematiannya, ia berdoa, “Tuhan, sebentar lagi aku memasuki rumah-Mu,
bersembah sujud di Bait-Mu yang kudus, serta memuliakan Nama-Mu.” St. Louis wafat pada tanggal 25
Agustus tahun 1270. Usianya limapuluh enam tahun. St. Louis dinyatakan kudus oleh Paus Bonifasius VIII
pada tahun 1297.

“Bermurah-hatilah terhadap mereka yang miskin, kurang beruntung dan menderita. Berikan
kepada mereka bantuan serta penghiburan sebanyak yang kamu mampu.” ~ St. Louis

   25 Agustus  St. Yosef dari Calasanz

Yosef dilahirkan pada tahun 1556 di kastil ayahnya di Spanyol. Ia kuliah


dan menjadi seorang pengacara. Pada usia duapuluh delapan tahun, Yosef
ditahbiskan sebagai imam. Pastor Yosef diserahi jabatan-jabatan penting
dan ia melaksanakan tugas-tugasnya itu dengan baik. Namun demikian, ia
merasa bahwa Tuhan memanggilnya untuk melakukan suatu karya istimewa bagi anak-anak miskin di
Roma. Taat pada panggilan Tuhan, Pastor Yosef meninggalkan segala yang ia miliki di Spanyol dan pergi
ke Roma. Di sana, hatinya tergerak oleh belas kasihan kepada anak-anak yatim piatu dan anak-anak
gelandangan yang ia jumpai di mana-mana. Mereka diacuhkan serta diterlantarkan. Pastor Yosef mulai
mengumpulkan mereka dan mengajarkan semua mata pelajaran umum kepada mereka, terutama tentang
iman. Para imam yang lain mulai bergabung dengannya. Tak lama kemudian Pastor Yosef telah menjadi
pemimpin dari suatu ordo religius baru. Tetapi, ia tak pernah membiarkan tugas-tugasnya sebagai pendiri
dan pemimpin biara membuatnya berhenti mengajar anak-anak yang dikasihinya. Ia bahkan menyapu lantai
kelas sendiri. Seringkali ia mengantarkan anak-anak yang kecil pulang ke rumah mereka ketika jam
pelajaran telah usai.

St. Yosef harus mengalami banyak penderitaan karena ulah beberapa orang yang hendak mengambil alih
ordonya. Mereka ingin mengelolanya sesuai dengan cara mereka. Suatu ketika ia bahkan diarak di jalan-
jalan bagaikan seorang tahanan. Ia nyaris dijebloskan ke dalam penjara, meskipun imam yang baik ini tidak
melakukan kesalahan apapun. Ketika umurnya sembilanpuluh tahun, Pastor Yosef menerima kabar yang
sangat menyedihkan. Ordonya dilarang terus berkarya. Namun demikan, menanggapi tragedi tersebut Pastor
Yosef hanya mengatakan, “Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil; terpujilah nama-Nya. Karyaku
diselenggarakan semata-mata karena cinta kepada Tuhan.”

Dua tahun kemudian, yaitu pada tahun 1648, orang kudus ini wafat dalam tenang dan damai. Usianya
sembilanpuluh dua tahun. Beberapa tahun sesudah wafatnya, ordonya, Ordo Imam-imam Piarist, diijinkan
untuk melanjutkan kembali karya St. Yosef yang mengagumkan. St. Yosef dinyatakan kudus oleh Paus
Klemens XIII pada tahun 1767 dan dinyatakan sebagai santo pelindung sekolah-sekolah Kristen pada tahun
1948 oleh Paus Pius XII.

“Siapa yang bertanggung jawab mengajar haruslah dikarunia kasih-sayang yang mendalam,
kesabaran yang besar, dan terutama, kerendahan hati yang luar biasa.”  ~ St. Yosef dari
Calasanz       

   26 Agustus  St. Elizabeth Bichier

Elizabeth dilahirkan pada tahun 1773. Ketika masih kanak-kanak, permainan


kesukaannya ialah membuat benteng-benteng di pasir. Bertahun-tahun kemudian,
wanita Perancis yang kudus ini memikul tanggung jawab pembangunan biara-biara
bagi ordo para biarawati yang didirikannya. “Aku rasa membangun memang
dimaksudkan untuk menjadi pekerjaanku,” katanya bergurau, “sebab aku telah
memulainya sejak masih kanak-kanak!” Sesungguhnya, hingga tahun 1830, yaitu
delapan tahun sebelum wafatnya, Elizabeth telah mendirikan lebih dari enampuluh
biara.

Selama masa Revolusi Perancis, keluarga Elizabeth kehilangan segala harta milik
mereka. Hal ini terjadi karena kaum republik menyita harta milik para bangsawan.
Tetapi, gadis muda berusia sembilan belas tahun yang sangat pandai ini belajar
hukum agar dapat memenangkan kasus keluarganya di pengadilan. Ketika
Elizabeth berhasil memenangkan perkaranya dan menyelamatkan keluarganya dari kehancuran, tukang
sepatu desa berseru, “Sekarang, satu-satunya hal yang perlu engkau lakukan adalah menikah dengan seorang
kaum Republik yang baik!” Namun demikian, Elizabeth tidak memiliki niat untuk menikah dengan siapa
pun, entah dari kalangan republik atau pun dari kalangan bangsawan. Di balik sebuah gambar Bunda Maria,
ia menulis, “Aku membaktikan serta mempersembahkan diriku kepada Yesus dan Maria untuk selama-
lamanya.”
Dengan bantuan St. Andreas Fournet, Elizabeth membentuk suatu ordo religius baru yang diberi nama Putri-
putri Salib. Ordo baru ini berkarya dengan mengajar anak-anak dan melayani orang sakit. Elizabeth siap
menghadapi segala bahaya demi menolong sesama. Suatu ketika ia mendapati seorang gelandangan
terbaring sakit di sebuah gudang. Ia membawanya ke rumah sakit biara dan melakukan segala yang ia
mampu untuknya hingga gelandangan itu meninggal dunia. Keesokan paginya, kepala polisi datang
memberitahu bahwa ia ditangkap karena melindungi seseorang yang diyakini sebagai seorang penjahat.
Elizabeth tidak takut, “Aku hanya melakukan apa yang mungkin engkau sendiri akan lakukan, Tuan,”
katanya. “Aku menemukan orang sakit yang malang ini, dan merawatnya hingga ia meninggal. Aku siap
untuk mengatakan kepada hakim apa yang telah terjadi.” Tentu saja, kejujuran dan belas kasihan santa kita
ini mendapat banyak simpati. Orang banyak mengagumi jawaban-jawabannya yang jujur, tegas dan jelas.

Sahabat yang membantunya mendirikan ordo, St. Andreas Fournet, wafat pada tahun 1834. St. Elizabeth
menulis kepada para biarawatinya, “Inilah kehilangan kita yang paling besar dan paling menyedihkan.” St.
Elizabeth wafat pada tanggal 26 Agustus 1838. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Pius XII pada tahun 1947.

Bagaimana aku bertindak ketika yang lain menantang reaksiku?

   29 Agustus  Wafatnya St. Yohanes Pembaptis

Yohanes Pembaptis adalah saudara sepupu Yesus. Ibunya adalah


Elisabet dan ayahnya adalah Zakharia. Bab pertama dalam Injil
Lukas mengisahkan betapa menakjubkannya kelahiran Yohanes.
Injil Markus, bab 6:14-29, mencatat betapa tragisnya kematian
Yohanes Pembaptis. Sungguh berat resiko yang harus diterima
Yohanes dalam mengajarkan kebenaran.

Raja Herodes dan isterinya menolak untuk mendengar bagaimana


harus hidup di hadapan Tuhan. Mereka ingin membuat peraturan-
peraturan mereka sendiri dan hidup dengan cara mereka sendiri.
Yohanes Pembaptis harus membayar mahal harga kejujurannya.
Tetapi, ia memang seorang yang teguh pada pendiriannya. Yohanes
tidak akan pernah tinggal diam ketika dosa dan ketidakadilan
terjadi. Ia mengajak orang banyak untuk bertobat; ia ingin agar
semua orang berdamai kembali dengan Tuhan. Yohanes mengerti
bahwa kebahagiaan sejati berasal dari Tuhan.
Yohanes berkhotbah tentang baptis atas pertobatan, mempersiapkan
orang untuk kedatangan Mesias. Ia membaptis Yesus di Sungai
Yordan dan memperhatikan dengan damai sukacita sementara
pewartaan Yesus dimulai. Yohanes mendorong murid-muridnya sendiri untuk mengikuti Yesus. Ia tahu
bahwa Yesus akan semakin terkenal sementara ia sendiri akan dilupakan. Pada bab pertama Injil Yohanes,
Yohanes Pembaptis menyebut dirinya sendiri sebagai suara yang berseru-seru di padang gurun untuk
meluruskan jalan Tuhan. Ia mengundang orang banyak untuk bersiap-siap, mempersiapkan diri untuk
mengenali Sang Mesias. Pesannya sama untuk kita masing-masing.

Bagaimana jika aku tidak tinggal diam ketika melihat ketidakadilan di sekitarku? Bersediakah
aku membayar harga untuk hidup dalam kebenaran?
   30 Agustus  St. Pammakius

Pammakius adalah seorang awam Kristiani terpandang yang hidup pada abad keempat. Sewaktu ia masih
seorang pelajar, ia bersahabat dengan St Hieronimus. Mereka tetap menjalin persahabatan sepanjang hidup
mereka dan terus saling membina hubungan baik. Isteri Pammakius adalah Paulina, puteri kedua St Paula,
seorang sahabat St Hieronimus yang lain. Ketika Paulina wafat pada tahun 397, St Hieronimus dan St
Paulinus dari Nola menulis surat yang amat menyentuh hati penuh simpati, dukungan dan janji doa.
Pammakius patah semangat karena kematian isterinya. Ia melewatkan sepanjang sisa hidupnya dengan
melayani di rumah singgah yang didirikannya bersama St Fabiola. Di sana, para peziarah yang datang ke
Roma disambut baik dan dibantu. Pammakius dan Fabiola dengan senang hati menerima dan bahkan
mengutamakan mereka yang miskin, sakit dan cacat. Pammakius yakin bahwa isterinya yang telah
meninggal dunia menyertainya sementara ia melakukan karya-karya belas kasih. Paulina dikenal karena
kasihnya kepada mereka yang miskin papa dan menderita. Suaminya percaya bahwa melayani mereka
merupakan cara terbaik untuk menyampaikan penghormatan dan kasih kepada isterinya.

St Pammakius jauh terlebih lemah lembut dalam perkataan dan perbuatan dibandingkan St Hieronimus yang
pemarah. Kerap kali ia menasehati St Hieronimus agar memperhalus atau memilih kata-kata yang lebih
lembut, tetapi St Hieronimus biasa mengabaikannya. Sebagai contoh, seorang bernama Jovinian
mengajarkan suatu kesalahan yang serius. Hieronimus menulis sebuah tulisan yang dengan keras
membeberkan kesalahan-kesalahan Jovinian.

Pammakius membaca tulisan itu dan menyampaikan saran-saran baik untuk mengganti kata-kata yang
terlalu keras. St Hieronimus berterima kasih kepada sahabatnya atas perhatiannya, tetapi ia tidak melakukan
koreksi. Pammakius juga berusaha menengahi suatu perselisihan antara sahabatnya St Hieronimus dengan
seorang bernama Rufinus. Tetapi tampaknya Pammakius tak dapat menggerakkan Hieronimus untuk
bersikap lebih lembut dalam menangani orang atau masalah ini.

St Pammakius mempunyai sebuah gereja di rumahnya. Sekarang gereja itu menjadi Gereja Passionis Santo
Yohanes dan Paulus. St Pammakius wafat pada tahun 410 pada waktu kaum Goths mengambil alih
kekuasaan di Roma. St Pammakius tahu bagaimana menjadi seorang sahabat sejati. Ia seorang yang sportif
dan jujur. Kita dapat mohon padanya untuk membantu kita menjadi sahabat sejati bagi teman-teman kita
sebagaimana diteladankannya.
Bagaimanakah aku dapat bersikap sportif dan jujur dalam hubunganku dengan sesama?

   31 Agustus  St. Aidan

Aidan adalah seorang biarawan Irlandia yang hidup pada abad ketujuh. Ia
tinggal di biara besar di Iona yang didirikan St Kolumbanus. St Oswald
menjadi Raja Inggris Utara pada tahun 634. Raja mengundang para
misionaris untuk mewartakan Injil kepada rakyatnya yang masih kafir.
Misionaris pertama yang berangkat segera pulang kembali dengan
mengeluh bahwa orang-orang Inggris amat kasar, keras kepala dan liar.
Para biarawan berkumpul bersama untuk merundingkan situasi ini.
“Menurutku,” kata St Aidan kepada biarawan yang kembali itu, “engkau
terlalu keras dengan orang-orang ini.” Ia kemudian menjelaskan bahwa,
sebagaimana dikatakan St Paulus, terlebih dahulu ajaran-ajaran yang
mudahlah yang diberikan. Ketika orang-orang telah bertambah kuat dalam
Sabda Allah, barulah dapat dimulai ajaran-ajaran yang lebih sempurna
mengenai hukum-hukum Tuhan yang kudus.

Ketika para biarawan mendengar nasehat yang bijaksana itu, mereka


berpaling kepada Aidan. “Sebaiknya engkaulah yang pergi ke Inggris
Utara untuk mewartakan Injil,” kata mereka. Aidan pergi dengan suka
hati. Ia menerima tugas baru ini dengan kerendahan hati dan semangat
doa. Ia mulai dengan berkhotbah. Raja St Oswald sendiri yang menerjemahkan khotbah-khotbah Aidan ke
dalam bahasa Inggris hingga Aidan menguasai bahasa Inggris dengan lebih baik. St Aidan berkelana ke
seluruh penjuru negeri, selalu dengan berjalan kaki. Ia bekhotbah dan menolong rakyat. Ia melakukan
banyak perbuatan baik dan amat dikasihi oleh umatnya. Setelah tigapuluh tahun masa pelayanan St Aidan,
setiap biarawan atau imam yang datang ke daerah itu akan disambut dengan penuh sukacita oleh segenap
penduduk desa. Di Pulau Lindisfarne, St Aidan mendirikan sebuah biara besar. Betapa banyak orang kudus
dihasilkan dari sana hingga Lindisfarne dikenal sebagai Pulau Kudus. Sedikit demi sedikit, pengaruh
pewartaan yang giat ini mengubah Inggris Utara menjadi sebuah pulau Kristen yang beradab. St Aidan wafat
pada tahun 651.

Kita dapat belajar dari kisah hidup St Aidan bahwa kesaksian seorang yang baik hati dan penuh sukacita
mendatangkan pengaruh kuat pada orang-orang lain. Apabila kita membutuhkan pertolongan untuk melihat
kebaikan dalam diri orang lain, kita dapat membisikkan doa kepada St Aidan.

Marilah pada hari ini kita berdoa bagi mereka semua yang berkarya jauh dari tanah air demi
mewartakan Injil.      

Anda mungkin juga menyukai