Anda di halaman 1dari 119

BU

SA
HIKMAHBUDHI
KU

Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia


The Union of Indonesian Buddhist Students
BUKU SAKU

HIKMAHBUDHI
HIMPUNAN MAHASISWA
BUDDHIS INDONESIA
Kata Pengantar

Puji syukur kami ucapkan atas diterbitkannya


Buku Saku HIKMAHBUDHI. Buku Saku ini
merupakan terbitan kedua dan revisi dari Buku
Saku yang telah diterbitkan sebelumnya.

Buku Saku HIKMAHBUDHI bertujuan untuk


memberi informasi mengenai latar belakang
terbentuknya HIKMAHBUDHI, namun lebih dari
itu, buku kecil ini juga diharapkan mampu
memberi refleksi semangat zaman yang menjadi
dasar mengapa aktivis mahasiswa Buddhis pada
saat itu merasa HIKMAHBUDHI harus dibentuk
di Indonesia. Buku ini juga mencakup mengenai
panduan etika dan moral bagi aktivis
HIKMAHBUDHI, sehingga organisasi dapat selalu
memiliki roh dalam setiap gerakannya, dan
menciptakan kader yang menjunjung tinggi
integritas.

Tulisan mengenai sejarah dapat dilihat pada


bagian pada bagian IV. Tinjauan sejarah ini dibuat
agar dapat terus dipelajari, dijadikan acuan dan
diturunkan kepada setiap kader HIKMAHBUDHI,
dengan harapan setiap gerak dan aktivitas
organisasi senantiasa dijiwai oleh nilai-nilai yang
diyakini HIKMAHBUDHI, sehingga organisasi

i
akan terus dinamis dan siap menghadapi
tantangan apapun dan responsif terhadap
perubahan zaman.

Buku saku ini juga memuat mengenai paradigma


mahasiswa Buddhis Indonesia. Paradigma ini
merupakan sebuah kajian yang sangat dalam dan
membutuhkan waktu yang lama ketika harus
disusun. Penyusunan paradigma melibatkan
pengurus, senior, dan alumni HIKMAHBUDHI,
tokoh pemuda, majelis dan sanggha, dengan
tujuan paradigma yang disusun akan lebih
komprehensif karena ditinjau dari berbagai sisi.
Oleh karena itu, buku saku ini menjadi sebuah
semangat lintas generasi yang dikodifikasi agar
dapat menjadi warisan yang terus mengalir dan
menginspirasi kader-kader HIKMAHBUDHI di
masa kini dan yang akan datang. Usaha keras dari
berbagai pihak yang telah menyusun warisan
berharga ini sangat patut mendapatkan
penghargaan yang tinggi dari HIKMAHBUDHI.

Masukan dan saran dari rekan-rekan semua


mengenai buku saku HIKMAHBUDHI ini sangat
terbuka untuk disampaikan. Terima kasih kami
ucapkan atas bantuan, dorongan dan dukungan
dari berbagai pihak dalam penyusunan buku ini.
Mohon maaf atas kesalahan yang mungkin

ii
terdapat, baik dalam masa penyusunan sampai
dengan terbitnya Buku Saku HIKMAHBUDHI.

Appamadena Sampadetha,

Tim Penyusun

iii
iv
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi v
Daftar Gambar vii
I. Mars HIKMAHBUDHI 1

II. Ikrar HIKMAHBUDHI 2

III. Tekad Pengurus HIKMAHBUDHI 4

IV. LATAR BELAKANG SEJARAH HIKMAHBUDHI 8


- Label Masyarakat Eksklusif 9
- Dimensi Ritual VS Kemasyarakatan 11
- Penumpukan Nurani dan Pendangkalan
Intelektual 14
- Reposisi dan Reorientasi Gerakan 18
- Sejarah Lahirnya HIKMAHBUDHI
sebagai Salah Satu Sarana Perjuangan 22
- Pergerakan Mahasiswa Buddhis ke Depan 24

V. PARADIGMA 32
- Pendahuluan 26
- Sejarah Sebagai Sumber Pencerahan 36
- Pencerahan di tengah Dekonstruksi dan
Rekonstruksi Paradigma 48
- Paradigma Baru 52
- Penutup 64

VI. AZAS, BENTUK, DAN SIFAT ORGANISASI 66

v
VII. VISI, MISI, DAN ORIENTASI 67

VIII. TUJUAN DAN USAHA 68

IX. SEKILAS AD/ART HIKMAHBUDHI 70

X. FONDASI PERGERAKAN 74

XI. PRINSIP PERGERAKAN 77

XII. PILAR PERGERAKAN 79

XIII. VISI KEBANGSAAN 81

XIV. VISI POLITIK HIKMAHBUDHI 84

XV. PRINSIP INDEPENDENSI DAN INTELEKTUAL


HIKMAHBUDHI 89

XVI. ATRIBUT BAKU ORGANISASI 96

XVII. BENTUK-BENTUK AKTIVITAS 100

SEKRETARIAT HIKMAHBUDHI 102

LAMPIRAN GAMBAR 105

vi
DAFTAR GAMBAR

1. LOGO

2. BENDERA

3. JAS

4. BARET

5. STEMPEL

6. KOP SURAT

7. AMPLOP

8. KARTU NAMA

9. BADGE

10. PIN / EMBLEM

11. LOGO LEMBAGA NON DEPARTEMEN


(BADAN OTONOM)

vii
viii
~I~
Mars HIKMAHBUDHI

Pencipta : Yap Leng Na


Tan Tjau Ming
Lirik : Krisnanda Wijaya Mukti

Bangun dan sadar senantiasa

Dalam bimbingan Triratna

Mahasiswa Buddhis satu padu berbakti

Mengabdi padamu, bangsa dan dharma

HIKMAHBUDHI Siswa Buddha memancarkan


kasih

Seluruh semesta, kokoh teguh bagai

Batu karang tak tergoyahkan gelombang

(Dinyanyikan sebanyak 2x)

Buku Saku HIKMAHBUDHI |1


~ II ~
IKRAR HIKMAHBUDHI

Kami pengurus Himpunan Mahasiswa Buddhis


Indonesia berjanji :

Bahwa kami akan mewujudkan setiap tujuan,


usaha, visi, misi, dan orientasi organisasi dalam
aksi nyata di tengah-tengah masyarakat sesuai
asas Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia
dan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Dharma;

Bahwa kami akan menjaga keluhuran agama


Buddha, persatuan dan eksistensi mahasiswa
Buddhis;

Bahwa kami akan menjalankan tugas dengan


penuh tanggung jawab sesuai dengan jabatan
organisasi masing-masing demi terwujudnya
program organisasi yang berlandaskan Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga Himpunan
Mahasiswa Buddhis Indonesia;

Bahwa kami akan membina dan memelihara rasa


persaudaraan di antara sesama pengurus dan
anggota HIKMAHBUDHI serta sesama mahasiswa
lainnya;

Bahwa kami akan terus mengembangkan potensi


diri kreativitas dan aktivitas sebagai upaya
2|Buku Saku HIKMAHBUDHI
mahasiswa Buddhis untuk turut serta dalam
pembangunan bangsa dan negara Indonesia;

Bahwa kami akan menjalankan Pancasila Buddhis


sebagai landasan moral dan etika dalam
mewujudkan usaha, tujuan, visi, misi dan orientasi
Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia.

Buku Saku HIKMAHBUDHI |3


~ III ~
TEKAD PENGURUS HIKMAHBUDHI

Di hadapan Sanggha dan sidang musyawarah


yang mulia kami menyatakan tekad untuk
menjalankan sila-sila berikut sebagai landasan
moral dan etika perjuangan kami demi kemajuan
dan kesejahteraan kami dan masyarakat.

Bahwa kami dengan menyadari pembunuhan


terhadap kehidupan dapat menimbulkan
penderitaan. Kami bertekad untuk
mengembangkan belas kasih dan melindungi
kehidupan manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan
dan mineral. Kami bertekad untuk menghindari
segala bentuk kekerasan yang dapat menimbulkan
ketakutan dan penderitaan. Kemudian kami
bertekad untuk tidak membunuh, tidak
membiarkan orang lain membunuh, maupun
membiarkan suatu kehidupan terbunuh, baik
didalam pikiran kami maupun dalam cara hidup
kami.

Bahwa kami dengan menyadari pencurian,


penindasan, pengeksploitasian dan ketidakadilan
sosial dapat menimbulkan penderitaan. Kami
bertekad untuk mengembangkan kemurahan hati,
dan bekerja untuk kesejahteraan manusia,
binatang, tumbuh-tumbuhan dan mineral. Kami
bertekad untuk membagi waktu kami, energi dan
4|Buku Saku HIKMAHBUDHI
materi kami untuk mereka yang
membutuhkannya. Kami bertekad untuk tidak
mencuri ataupun memiliki sesuatu yang
seharusnya menjadi milik orang lain. Kami akan
menghargai hak milik orang lain, tapi kami juga
akan mencegah orang lain mengambil keuntungan
dari penderitaan manusia maupun penderitaan
makhluk lain di bumi ini.

Bahwa kami dengan menyadari kejahatan seksual


dapat menimbulkan penderitaan. Kami bertekad
untuk mengembangkan tanggung jawab dan
melindungi keselamatan dan integritas, pasangan
hidup, keluarga dan masyarakat. Kami bertekad
untuk tidak melakukan hubungan seksual tanpa
didasari oleh cinta dan komitmen jangka panjang.
Kami akan melakukan apapun sesuai kemampuan
untuk melindungi saudara-saudara kami dari
kekerasan dan mencegah individu, keluarga dan
masyarakat dari kehancuran yang diakibatkan
oleh hubungan asusila.

Bahwa kami dengan menyadari berbicara kasar


dan ketidakmampuan untuk mendengar
pembicaraan orang lain dapat menimbulkan
penderitaan. Kami bertekad untuk
mengembangkan pembicaraan yang penuh kasih
untuk memberikan kebahagiaan, kedamaian dan
membebaskan orang lain dari penderitaannya.
Kami bertekad untuk berbicara sesuai kebenaran,
Buku Saku HIKMAHBUDHI |5
dengan kata-kata yang dapat membawa
kepercayaan, kedamaian dan harapan. Kami akan
menghindari kata-kata yang dapat menimbulkan
hancurnya sebuah keluarga dan masyarakat. Kami
berusaha untuk mendamaikan dan mengatasi
setiap konflik, betapapun kecilnya konflik
tersebut.

Bahwa kami dengan menyadari konsumsi yang


tidak tepat dapat menimbulkan penderitaan. Kami
bertekad untuk menjaga kesehatan, baik fisik
maupun mental untuk diri kami sendiri, keluarga,
dan masyarakat dengan melatih cara makan,
minum, dan konsumsi lainnya secara tepat. Kami
bertekad untuk tidak menggunakan racun yang
dapat melemahkan kesadaran, termasuk yang
terdapat di televisi, majalah, buku-buku dan
pembicaraan. Kami menyadari dengan merusak
tubuh dan kesadaran dengan racun-racun tersebut
berarti kami telah mengkhianati leluhur kami,
orang tua, masyarakat dan generasi yang akan
datang. Kami berusaha untuk mengubah setiap
bentuk kekerasan, rasa takut, kemarahan dan
kegelisahan yang ada di dalam diri kami dan
masyarakat dengan melatih puasa di saat-saat
yang tepat. Kami menyadari bahwa puasa
sangatlah penting bagi tranformasi pribadi dan
masyarakat.

6|Buku Saku HIKMAHBUDHI


Semoga sila-sila ini dapat menuntut kehidupan
dan perjuangan kami, memurnikan kesadaran dan
hati kami, demi terwujudnya perdamaian dan
terbebasnya penderitaan, dan demi kesejahteraan
dan kemuliaan hidup dan masyarakat sesuai
dengan visi, misi dan orientasi HIKMAHBUDHI
(Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia).

Buku Saku HIKMAHBUDHI |7


~ IV ~
LATAR BELAKANG SEJARAH
HIKMAHBUDHI

Babak baru pergerakan mahasiswa Buddhis di


Indonesia dimulai sejak awal tahun 70-an ditandai
dengan berdirinya Keluarga Mahasiswa Buddhis
Universitas Indonesia (KMBUI) pada bulan
Februari 1971. Langkah ini segera diikuti dengan
didirikannya Keluarga Mahasiswa Buddhis
Djakarta (KMBD) pada tanggal 14 Maret 1971.
Guliran sejarah terus berlangsung dan hingga
detik ini sudah ratusan organisasi mahasiswa
Buddhis tercatat keberadaannya di Indonesia.

Tiga puluh tahun lebih geliat mahasiswa Buddhis


telah menorehkan eksistensinya di bumi nusantara
ini. Bukan waktu yang terlalu lama jika
dibandingkan dengan pergerakan mahasiswa non-
Buddhis lainnya, dimana pergerakan mereka telah
dimulai diatas 50 tahun, namun 33 tahun juga
bukan waktu yang singkat untuk melakukan
instrospeksi dan melakukan evaluasi terhadap
pencapaian yang telah diraih. Untuk itu tidaklah
terlalu berlebihan apabila momentum Kongres III
HIKMAHBUDHI dijadikan momentum bersama
para aktivis mahasiswa Buddhis di Indonesia
untuk melakukan kilas balik, menilai secara jujur
tanpa prasangka, terhadap keberadaan pergerakan
mahasiswa Buddhis Indonesia.
8|Buku Saku HIKMAHBUDHI
Momentum refleksionis ini harus dimanfaatkan
sebaik-baiknya, evaluasi yang komprehensif dan
koreksi total terhadap pergerakan mahasiswa
Buddhis Indonesia menjadi syarat mutlak
kelangsungan hidup dan geliat mahasiswa
Buddhis di masa mendatang. Ke manakah arah
pergerakan mahasiswa Buddhis Indonesia akan
berkibar? Terus bertahan dan turut menggores
perjalanan sejarah bangsa Indonesia atau tidak
berdaya terlindas perjalanan sejarah dan akhirnya
masuk ke liang kubur? Pilihan itu ada di tangan
mahasiswa Buddhis sendiri.

Label Masyarakat Eksklusif


Sudah menjadi mahfum adanya, apabila
masyarakat Buddhis Indonesia lebih berperan
menjadi penonton dalam perjalanan kehidupan
bangsa yang penuh liku ini. Label yang diberikan
kepada masyarakat Buddhis Indonesia sebagai
kelompok masyarakat yang eksklusif yang apatis
terhadap masalah Indonesia sangat sulit ditampik
dan harus diterima dengan lapang dada. Terlebih
bila disodorkan bukti rekaman perjalanan bangsa
ini, masyarakat Buddhis harus berani mengakui
bahwa perannya memang tidak lebih jauh dari
label-label semacam penonton, penumpang
ataupun penggembira, label yang pengikut bukan
pemimpin.

Buku Saku HIKMAHBUDHI |9


Kenyataan menunjukkan masyarakat Buddhis
Indonesia memang belum mampu berbicara
banyak dalam kancah nasional dalam bidang
apapun. Dalam bidang sumber daya manusia,
belum ada tokoh Buddhis Indonesia yang mampu
menyamai kualitas maupun peran almarhum
Romo Mangun ataupun K.H. Abdurrahman
Wahid sebagai pemuka agama dan pembela rakyat
kecil.

Di arena pendidikan nasional, sebuah bidang yang


menentukan kualitas suatu bangsa, tidak
berlebihan kalau dikatakan kualitas para pendidik
Buddhis belum sepadan dengan para pendidik
kalangan Katolik, Islam dan Kristen. Kualitas
sekolah dan perguruan tinggi Buddhis rasanya
harus berubah banyak kalau ingin mensejajarkan
diri dengan institusi pendidikan yang dikelola
oleh komunitas non-Buddhis seperti sekolah
Kanisius, Al Azhar, Universitas Atmajaya ataupun
Universitas Kristen Indonesia.

Di kancah perpolitikan nasional, jelas terlihat


kalau komunitas Buddhis belum mampu
menempatkan kadernya di DPR, MPR maupun
birokrasi tingkat tinggi. Kalaupun ada itu lebih
karena kemampuan pribadi yang bersangkutan,
bukan hasil pengkaderan. Di bidang media
nasional, sebuah bidang strategis yang mampu
mencerdaskan dan mempengaruhi kehidupan
10|Buku Saku HIKMAHBUDHI
masyarakat suatu bangsa, dimana harian Kompas,
majalah Tempo dan tokoh pers Goenawan
Mohamad menjadi simbol keberhasilan media
nasional, umat Buddha hanya menjadi kelompok
penikmat karya, menjadi penonton.

Berbicara di tingkat akar rumput, juga akan sangat


sulit ditemukan aktivis-aktivis Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) Buddhis yang mau terlibat
dalam memperjuangkan isu-isu global semacam
lingkungan, anti-kekerasan, penindasan HAM,
hak perempuan, dan masalah-masalah yang
berorientasi pada ketidakadilan.

Dalih bahwa komunitas Buddhis Indonesia adalah


komunitas minoritas sehingga tidak mampu
berbuat banyak kadang digunakan untuk
membenarkan peran Buddhis sebagai penonton.
Namun bagaimana dengan komunitas Katolik dan
Kristen yang notabene juga minoritas dalam
kuantitas tapi menjadi mayoritas dalam berbagai
aspek kehidupan bermasyarakat?

Dimensi Ritual Vs Kemasyarakatan


Tidak bermaksud menihilkan kontribusi yang
diberikan komunitas Buddhis Indonesia kepada
bangsa ini. Memang ada beberapa kontribusi
penting yang disumbangkan para pemimpin dan
komunitas Buddhis Indonesia. Namun kalau mau
jujur, kontribusi itu nampaknya tidak sebanding
Buku Saku HIKMAHBUDHI |11
dengan keluhuran nilai yang terkandung dalam
ajaran Buddha. Rasanya ajaran Buddha tidak
sedemikian dangkal sehingga masyarakat
pemeluk ajaran itu hanya menjadi penonton dalam
kehidupan bermasyarakat suatu negara, apalagi
hidup di sebuah negara yang berpenduduk ke-4
terbesar di dunia.

Y.M. Dalai Lama yang berjuang untuk rakyat


Tibet; Y.M. Bhikkhu Maha Ghosananda yang
berperan besar membawa perdamaian di
negaranya, Kamboja; Aung Sang Suu Kyi yang
menjalankan aksi anti-kekerasan dalam memimpin
rakyatnya menghadapi rezim militer; Dr. Sulak
Siwaraksa, intelektual Buddhis yang berkeliling
dunia menyebarkan nilai-nilai universal Buddhis
untuk mengatasi permasalahan global dunia,
adalah segelintir tokoh dunia yang membuktikan
bahwa ajaran Buddha tidaklah dangkal seperti
halnya yang ditunjukkan di Indonesia. Mereka
menunjukkan secara konkret, tidak sekedar
retorika belaka, bahwa ajaran Buddha sangatlah
aplikatif terhadap permasalahan sosial keseharian.
Perjuangan mereka menunjukkan bahwa agama
Buddha bukan hanya untuk pembebasan pribadi
tapi juga untuk pembebasan sosial.

Para pemimpin nasional Indonesia banyak yang


dibesarkan dari komunitas agama. Meskipun
mereka lahir, tumbuh, dan dibesarkan dalam
12|Buku Saku HIKMAHBUDHI
komunitas agama, mereka mampu mendobrak
batas-batas simbolisasi agama dan ikut terjun
dalam kehidupan bangsa yang multidimensional.
Mereka tidak terjebak dalam sekat-sekat pemikiran
ritual yang melulu agamis. Mereka mampu
menerjemahkan nilai-nilai agama yang dianut
untuk kepentingan aktual rakyat banyak, bukan
hanya untuk kepentingan kelompok sendiri.

Kepedulian terhadap kelangsungan hidup bangsa


dan kepekaan terhadap masalah-masalah
kemanusiaan di tanah air membuat mereka
mampu mengatasi kepentingan wadah yang
membesarkan mereka, dengan tidak melupakan
sedikitpun asal usul mereka. Bagaimana halnya
dengan pemimpin Buddhis Indonesia?
Kenyataanlah yang menjawab bahwa pemimpin
Buddhis Indonesia cenderung terkotak dalam
pembangunan ritual semata, yang notabene
dampaknya tidak dirasakan rakyat banyak.

Kenyataan ini minimal tercermin dari minimnya


jumlah tokoh ataupun organisasi Buddhis yang
berani dan mampu mengedepankan masalah
sosial kemasyarakatan dalam garis perjuangan
organisasinya. Bandingkan dengan jumlah tokoh
dan organisasi yang lebih mengedepankan
pembangunan fisik vihara dalam peningkatan
kuantitas umat binaannya. Jurang perbedaannya
sangatlah besar.
Buku Saku HIKMAHBUDHI |13
Penumpulan Nurani Dan Pendangkalan
Intelektual
Untuk menangkis label eksklusif, masyarakat
Buddhis nampaknya tidak tinggal diam dan
seolah-olah hendak membantah stigma tersebut
dengan melakukan aksi-aksi sosial karikatif dan
memberikan polesan-polesan kosmetik ditingkat
perpolitikan nasional. Namun sayangnya, upaya-
upaya itu jauh dari berhasil. Stigma itu malah
semakin mengeras dan menunjukkan
kebenarannya; bahkan upaya itu menambah
deretan label kurang sedap lainnya seperti
komunitas Buddhis adalah kaum oportunis
pendukung kemapanan dan kekuasaan, siapapun
yang berkuasa.

Kalau mau melihat secara jujur dan terbuka, salah


satu penyebab kondisi semacam ini tidak terlepas
dari kualitas pendewasaan kelompok intelektual
komunitas Buddhis sendiri, yakni mahasiswa.
Sejak dini kaum muda intelektual ini lebih banyak
dibenamkan dalam dimensi ritual. Peran
mahasiswa sebagai agen pembaharu, pembela
kebenaran dan keadilan ditumpulkan sedemikian
rupa dengan umpan-umpan pembebasan spritual
yang akhirnya disalah terjemahkan sebagai
pembebasan pribadi semata. Nurani
kemahasiswaan mereka secara perlahan membeku

14|Buku Saku HIKMAHBUDHI


dan terus bermetamorfosis menjadi kematian
nurani.

Daya mengkritisi kemapanan, ketidakadilan dan


ketidakbenaran menjadi sesuatu yang langka di
kalangan mahasiswa Buddhis, bahkan cenderung
diharamkan. Apalagi sikap kritis yang ditujukan
terhadap ajaran, pemimpin agama dan kebijakan
nasional. Yang tersisa adalah semangat mengejar
ilmu demi kesejahteraan masa depan. Akibatnya
pola pikir yang ekslusif dan apatis pun tidak
terhindarkan. Permasalahan dalam masyarakat
dianggap sebagai suatu yang wajar sebagai proses
menuai akibat yang harus ditanggung masyarakat.

Kejahatan struktural yang dilakukan elit pimpinan


nasional Orde Baru selama 30 tahun terakhir,
penyimpangan kekuasaan yang dilakukan birokrat
negara dan pimpinan agama, dan tindak
kekerasan yang terjadi dalam masyarakat, hanya
dipandang sebagai perbuatan yang pada akhirnya
akan merugikan sendiri bagi mereka yang berbuat.
Mahasiswa Buddhis cenderung melihat semua
fenomena tersebut sebagai hal yang memang tidak
bisa dihindarkan bangsa ini dan berpikir praktis
bahwa perbuatan-perbuatan itu pada akhirnya
membuahkan hasil yang buruk pula, jadi mengapa
harus repot-repot? Sebuah pemahaman fatalisme
hukum karma yang sesungguhnya bertentangan
dengan substansi ajaran Buddhis itu sendiri.
Buku Saku HIKMAHBUDHI |15
Kecenderungan berpikir seperti ini terus
dilestarikan, apalagi para pimpinan Buddhis
secara konsisten menyuburkan pemikiran bahwa
usaha-usaha untuk mengkritisi fenomena bangsa
semacam itu, apalagi melakukan aksi untuk
mengubah kondisi itu, sama halnya menggali
liang kubur bagi komunitas Buddhis. Penekanan
yang diberikan justru pemahaman kalau ingin
membuat kondisi yang baik bagi bangsa ini adalah
lebih baik jika mahasiswa Buddhis berkonsentrasi
membangun kehidupan beragama Buddha di
Indonesia, mendayagunakan kreativitas yang
dimiliki untuk membangun infrastruktur
keagamaan. Singkatnya jangan terlibat dalam
nasional kebangsaan. Kalaupun ingin
meringankan beban penderitaan masyarakat,
sesuaikan dengan batas kemampuan diri seperti
dengan berbagai materi dalam bentuk uang,
makanan atau kebutuhan pokok lainnya.

Paradigma yang berkembang akhirnya menjadi


membangun diri sendiri untuk lepas dari
penderitaan adalah lebih penting. Bagaimana mau
menolong orang lain kalau diri sendiri masih
hidup menderita? Dengan cara ini proses
pendangkalan intelektual mahasiswa Buddhis
telah berlangsung.

16|Buku Saku HIKMAHBUDHI


Sosialisasi pemikiran semacam ini baik secara
sadar mau pun tidak telah terbentuk secara
sistematis. Rambu-rambu pun dipasang. Gagasan
dan aksi yang mengarah pada pengkritisan
terhadap kebijaksanaan penguasa, penegasan
sikap perlawanan terhadap ketidakadilan dalam
masyarakat, perlawanan terhadap
penyalahgunaan kekuasaan dan berbagai
penyimpangan kebijaksanaan struktural diberikan
label berpolitik.

Opini umum dalam komunitas Buddhis sudah


ditanamkan bahwa berpolitik itu haram dan hanya
menyeret komunitas Buddhis dalam bencana.
Akibatnya bisa ditebak, gerakan apapun yang
mengarah pada gagasan dan aksi semacam itu
akan segera dimarginalkan dalam komunits
Buddhis, bahkan kalau perlu dikarantina agar
wabah pemikiran tidak menyebar.

Proses penumpulan nurani terhadap kaum


intelektual Buddhis Indonesia tersebut nampaknya
berhasil dengan baik dan terus berlangsung
hingga sekarang. Proses pemberangusan nurani
dengan menggunakan pembenaran-pembenaran
logika yang tidak bertanggung jawab oleh
komunitas Buddhis Indonesia ini membuahkan
konsekuensi logis yang sepadan.

Buku Saku HIKMAHBUDHI |17


Pertama, mahasiswa Buddhis Indonesia
mengukuhkan dirinya sebagai elemen intelektual
bangsa pendukung status quo, yang tidak lagi
memiliki daya kritis dan memegang teguh
komitmennya sebagai agen pembaharu, pembela
kebenaran dan keadilan bagi bangsa Indonesia.
Kedua, mahasiswa Buddhis Indonesia adalah
bagian integral mahasiswa Indonesia yang sekedar
memainkan peran sebagai pelengkap simbolis
agama dalam gerakan mahasiswa Indonesia.
Ketiga, yang paling ironis, mahasiswa Buddhis
Indonesia mengakui Buddha Gautama yang
mengajarkan jalan untuk melenyapkan
penderitaan makhluk hidup, sebagai guru
junjungannya, justru menjauhkan diri pada
penderitaan masyarakat sendiri, masyarakat
Indonesia.

Reposisi Dan Reorientasi Gerakan


Ketiga konsekuensi logis di atas bukannya tidak
disadari mahasiswa Buddhis. Sekelompok kecil
masyarakat Buddhis, termasuk kalangan
mahasiswa berupaya keras untuk mengubah
kenyataan itu. Upaya ini sebenarnya sudah
berlangsung sejak tahun 70-an. Gerakan kelompok
kecil kritis ini berupaya mengubah pola pikir
mahasiswa Buddhis yang eksklusif dan apatis
menjadi mahasiswa yang peduli pada masalah
bangsa dan masyarakat. Namun arus yang
menentang gerakan tersebut saat itu begitu kuat.
18|Buku Saku HIKMAHBUDHI
Akibatnya bisa ditebak gerakan mereka seolah-
olah tidak pernah ada dan termarginalkan dalam
komunitas Buddhis yang mayoritas eksklusif dan
apatis.

Pada tahun 1990, KMBJ mengalami kebimbangan


akibat semakin banyaknya Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) Buddha yang mulai
bermunculan di kampus-kampus sejak akhir tahun
80-an. Menghadapi keadaan tersebut tanpa
persiapan yang cukup, nampaknya KMBJ terkena
gejala post power syndrome. KMBJ yang selama
hampir 20 tahun malang melintang sendiri
rupanya tidak siap melihat peran ritualnya mulai
tergeser oleh UKM Buddha. Gesekan pun muncul
dan saat itu sempat terjadi pertentangan antara
KMBJ dan beberapa UKM Buddha. Arogansi
KMBJ yang mengganggap UKM Buddha ada di
bawah koordinasinya membuat hubungan antara
KMBJ dengan UKM Buddha menjadi renggang
dan tidak harmonis. Selain kearogansian KMBJ,
komunikasi yang tidak berjalan di antara para
aktivis mahasiswa Buddhis juga berperan dalam
terpecahnya gerakan mahasiswa Buddhis. Sebagai
catatan, pada pertengahan tahun 90-an, sempat
juga terjadi konflik antara dua UKM Buddha besar
di Jakarta akibat dukung-mendukung salah satu
sekte.

Buku Saku HIKMAHBUDHI |19


Kebimbangan posisi KMBJ ini ditangkap para
aktivis KMBJ pada tahun 1994. Di masa itu pula,
KMBJ menerima arus pemikiran bahwa agama
Buddha tidak boleh terkotak-kotak dan terkukung
dalam vihara. Nilai-nilai luhur yang terkandung di
dalam ajarannya harus bisa dirasakan secara
aktual oleh masyarakat banyak. Sikap apatis dan
eksklusif komunitas Buddhis Indonesia juga
disorot tajam. Pertentangan antarsekte,
pemanfaatan agama untuk kepentingan politik
dan bisnis oleh beberapa tokoh Buddhis juga tidak
luput dari perhatian aktivis saat itu untuk
mengambil sikap tegas.

Akhirnya melalui kegiatan Pekan Orientasi I di


Cipanas tahun 1995, KMBJ melakukan reorientasi
pergerakannya. Visi, misi dan orientasi organisasi
digodok dan dirancang kembali untuk
menghadapi perjalanan ke depan, hasilnya: visi,
misi dan orientasi pergerakan organisasi
diarahkan pada perjuangan menegakkan
kebenaran, keadilan, dan perdamaian dengan
berlandaskan nilai-nilai Buddhis universal dan
paham antikekerasan. Reposisi KMBJ juga
mendapat perhatian khusus. Paradigma
kekuasaan yang sebelumnya digunakan dalam
berhubungan dengan UKM Buddha diubah
dengan pola kebersamaan. Dengan reorientasi dan
reposisi gerakan ini, KMBJ dengan tegas

20|Buku Saku HIKMAHBUDHI


menyiratkan arah pergerakannya akan lebih
dititikberatkan pada peran sosial kemasyarakatan.

Peran baru yang diambil KMBJ ini menimbulkan


berbagai dampak. Di satu sisi benturan peran dan
kepentingan dengan UKM Buddha dapat
dihindarkan, ketegangan mulai mencair dan
hubungan baik mulai terjalin. Namun di sisi
lainnya, arah gerak baru ini mendapat perlakuan
serupa seperti yang dialami gerakan kelompok
kecil kritis di masa sebelumnya. KMBJ mulai
diasingkan dalam komunitas Buddhis Indonesia.

Belajar dari pengalaman gerakan kelompok kritis


sebelumnya agar tidak hanyut tersapu arus besar
komunitas Buddhis yang menentang, KMBJ
mempersiapkan langkah-langkah strategis agar
perjuangan yang dilakukan mampu menghadapi
berbagai hadangan yang sudah siap menunggu.
Jaringan dengan organisasi luar negeri dan dalam
negeri dijalin. Gerakan penyadaran terhadap
mahasiswa Buddhis terus dilakukan baik melalui
program kaderisasi internal maupun melalui
media Majalah Hikmahbudhi. Pembenahan
infrastruktur organisasi pun diperhatikan dengan
seksama. Fusi KMBJ ke dalam Himpunan
Mahasiswa Buddhis Indonesia (HIKMAHBUDHI)
adalah salah satu langkah strategis yang dilakukan
untuk memperkuat sarana perjuangan. Langkah
demi langkah ditapak untuk mempersiapkan
Buku Saku HIKMAHBUDHI |21
landasan perjuangan mahasiswa Buddhis babak
selanjutnya.

Sejarah Lahirnya HIKMAHBUDHI Sebagai


Salah Satu Sarana Perjuangan
HIKMAHBUDHI adalah sebuah wadah organisasi
mahasiswa Buddhis tingkat nasional yang
didirikan pada tahun 1988, namun sejak tahun itu
pula tidak dirasakan keberadaannya. Dan pada
pertengahan tahun 90-an, beberapa aktivis
mahasiswa Buddhis kembali menghidupkan
organisasi ini sebagai sarana perjuangan untuk
mewujudkan kepedulian terhadap masyarakat
Indonesia. Selain itu, HIKMAHBUDHI juga
digunakan untuk mengisi kekosongan elemen
mahasiswa Buddhis dalam pergerakan bersama
mahasiswa Indonesia dalam gerakan reformasi di
tahun 1998.

Kebangkitan kembali HIKMAHBUDHI secara


resmi ditandai dengan pengangkatan Pejabat
Pengurus Pusat yang diketuai saudara Agus
Tjandra oleh Sidang Musyawarah KMBJ tahun
1998. Sidang Musyawarah 1998 juga menetapkan
KMBJ melakukan fusi ke dalam HIKMAHBUDHI,
dan untuk selanjutnya menjadi Presidium
Pengurus Cabang (PPC) HIKMAHBUDHI Jakarta.

Sejak saat itu pengurus HIKMAHBUDHI terus


melakukan sosialisasi, sehingga, pada 17-20
22|Buku Saku HIKMAHBUDHI
Agustus 2002 di Jakarta, berhasil diselenggarakan
Rembug Mahasiswa Buddhis Indonesia (RMBI)
yang diikuti perwakilan dari Tangerang, Bogor,
Semarang, Malang, Surabaya dan tuan rumah
Jakarta sendiri. Salah satu hasilnya adalah
dibutuhkan organisasi kemahasiswaan Buddhis
nasional. Hasil dari RMBI disepakati membuat
agenda bersama yang menghasilkan:
(1) Pembentukan HIKMAHBUDHI Cabang;
(2) Revisi AD/ART;
(3) Target Kongres; dan
(4) Menetapkan Aksi Program.

Upaya menghidupkan kembali HIKMAHBUDHI


ini bukan tanpa tantangan. Apalagi dengan arah
pergerakannya yang cenderung menoleh ke
masyarakat. Sikap sinis, curiga, dan keraguan
muncul dari berbagai arah, baik dari pimpinan
dan tokoh Buddhis, kalangan sesama aktivis,
termasuk sekelompok alumni KMBJ dan KMB
daerah lainnya yang pernah tergabung ke dalam
HIKMAHBUDHI sebelumnya.

Sebaliknya, dukungan dan dorongan juga datang


terutama dari kalangan intelektual moderat
Buddhis meskipun jumlahnya jauh lebih sedikit.
Yang ironis, dukungan terbesar justru datang dari
kalangan dan tokoh non-Buddhis nasional serta
aktivis Buddhis internasional. Tidak kurang
Bhikkhu Maha Ghosananda, Dr. Sulak Sivaraksa,
Buku Saku HIKMAHBUDHI |23
dan aktivis-aktivis pemerhati sosial Buddhis
manca negara menyatakan dukungannya baik
secara lisan maupun dalam bentuk konkret
lainnya.

Menanggapi nada-nada sumbang yang


berkembang, HIKMAHBUDHI mengambil sikap
untuk terus konsisten memperjuangkan arah
geraknya, tentunya dengan memperhatikan
masukan maupun kritikan yang bersifat
membangun.

HIKMAHBUDHI sadar tanpa dukungan luas,


perjuangan yang dilakukannya mustahil dapat
tercapai. Sikap konsisten ini bukan karena
arogansi namun lebih bermuara pada keinginan
untuk membentuk suatu sarana perjuangan yang
tangguh, sebuah sarana perjuangan yang
diharapkan dapat memunculkan komunitas
Buddhis masa depan yang peduli pada
penderitaan sosial masyarakat, dan kelestarian
nilai-nilai universal Buddhis.

Pergerakan Mahasiswa Buddhis Ke Depan


Mahasiswa Buddhis Indonesia generasi 70 dan 80-
an telah memainkan peran sebagai pendobrak dan
motor kebangkitan agama Buddha di Indonesia
dalam dimensi ritual. Memasuki pertengahan 90-
an mahasiswa Buddhis Indonesia mulai menoleh

24|Buku Saku HIKMAHBUDHI


ke masyarakat dan mencoba memainkan peran
kemasyarakatannya.

Babak kedua pergerakan mahasiswa Buddhis


mulai dimainkan. Namun, masih banyak lubang di
sana-sini yang harus diperbaiki. Visi dan misi
perjuangan untuk menoleh, peduli, dan berpihak
kepada penderitaan rakyat belum menjadi
kesepakatan bersama. Hanya sebagian kecil
kelompok seperti HIKMAHBUDHI dan beberapa
kelompok kecil lainnya yang melihat pentingnya
mahasiswa Buddhis berpihak dan peduli pada
penderitaan masyarakat. Sebagian besar organisasi
lainnya, baik intra maupun ekstra-kampus masih
asyik berkutat pada dimensi ritual. Dimensi
kemasyarakatan hanya disentuh demi kepentingan
simbolis sesaat.

Iming-iming pembebasan pribadi atas penderitaan


duniawi apabila mengabdi untuk kepentingan
agama, agaknya lebih membekas di benak
mahasiswa Buddhis sehingga kegiatan ritual
masih dikedepankan. Itulah gambaran awal babak
kedua yang sedang berlangsung.

Banyak ancaman yang siap menghentikan


perjalanan babak kedua ini. Proses penumpulan
nurani dan pendangkalan intelektual menjadi
hambatan terbesar. Belum lagi perebutan
kekuasaan diantara para pimpinan sekte untuk
Buku Saku HIKMAHBUDHI |25
membesarkan kelompoknya, dimana pemanfaatan
mahasiswa sebagai tombak untuk memenangkan
pertarungan itu tidak dapat dihindarkan. Banyak
aktivis mahasiswa Buddhis yang masih terjebak
pengkultusan individu terhadap tokoh dan
pimpinan agama menjadi masalah pelik lainnya.

Mahasiswa Buddhis lambat laun cenderung lebih


berperan menjadi alat kekuasaan tokoh Buddhis
tertentu. Selain itu, sindrom keangkuhan dalam
masyarakat Buddhis nampaknya juga menjadi
duri dalam pergerakan. Lingkup perjuangan
mahasiswa menjadi kerdil karena objektivitas
penyelenggaraan kegiatan cenderung diarahkan
hanya untuk mengejar nama baik organisasi.
Tujuan substansi dan pencapaian sasaran kegiatan
dinomorduakan. Nuansa persaingan
antarorganisasi sulit dihindarkan.
Konsekuensinya, komunikasi di antara aktivis
mahasiswa Buddhis otomatis menjadi renggang.

Entah sampai kapan keadaan ini akan


berlangsung. Yang pasti selama mahasiswa
Buddhis Indonesia terus terbuai dengan
perjuangan ritualnya, dan mengesampingkan
nurani dan nalarnya sebagai mahasiswa, selama
mahasiswa Buddhis secara sadar maupun tidak
sadar terus menjual dirinya untuk kepentingan
para penguasa Buddhis, dan selama mahasiswa
Buddhis membutakan dirinya terhadap
26|Buku Saku HIKMAHBUDHI
penderitaan aktual masyarakat, maka dapat
dipastikan masa depan perkembangan agama
Buddha akan sangat suram. Semakin tidak
relevannya agama Buddha di Indonesia secara
pasti akan terwujud akan kualitas pemimpin
Buddhis masa depan yang tidak tanggap dengan
penderitaan sosial dan perubahan masyarakat
Indonesia. Suatu saat, Buddhis hanya menjadi
monumen-monumen yang meskipun megah tapi
tak berjiwa.

Kita semua sedang menunggu apakah arus besar


mahasiswa Buddhis yang cenderung berkiblat
pada dimensi ritual akhirnya akan melindas arus
kecil yang menginginkan perubahan, yakni
dengan lebih mengedepankan dimensi sosial
kemasyarakatan. Di atas kertas, arus besar tidak
akan menghadapi masalah untuk melibas arus
kecil tersebut karena adanya dukungan kaum
pemimpin status quo Buddhis di belakang mereka.
Namun semangat perjuangan kelompok arus kecil
nampaknya sulit dipadamkan. Kecintaan akan
agama Buddha, dan kepedulian terhadap
penderitaan sosial masyarakat serta kerinduan
insan Buddhis untuk berkontribusi nyata dalam
permasalahan bangsa menjadi pendorong yang
tidak kalah kuatnya bagi kelompok arus kecil.

Bangkitnya HIKMAHBUDHI diikuti dengan


pembentukan Presidium Pengurus Cabang (PPC)
Buku Saku HIKMAHBUDHI |27
HIKMAHBUDHI Jakarta, dengan Ketua Umum
saat itu adalah Saudara Ifan Julius. Pada
kesempatan ini Ifan menjelaskan bahwa
HIKMAHBUDHI Jakarta akan terus dan tetap
mewujudkan keyakinannya, termasuk
menunjukkan kepeduliannya dalam memecahkan
permasalahan yang tengah dihadapi oleh bangsa
ini. Untuk selanjutnya proses kebangkitan
HIKMAHBUDHI terus berlanjut dengan
terbentuknya cabang di daerah-daerah.
Pembentukan cabang yang pertama adalah PPC
Semarang pada tanggal 29 Oktober 2000 dengan
ketua terpilihnya saudara Widodo. Dalam pidato
pelantikannya, Widodo menegaskan kembali
bahwa pembentukan HIKMAHBUDHI di
Semarang didasarkan atas kerinduan mahasiswa
Buddhis Semarang untuk memiliki sebuah wadah
yang dapat berguna bagi masyarakat luas.
Memasuki tahun yang baru, HIKMAHBUDHI
secara keseluruhan mendapat sambutan yang luar
biasa dengan terbentuknya cabang baru berturut-
turut selama 3 bulan.

Dimulai di kota Malang pada tanggal 3 Maret 2001


yang diketuai oleh Saudara Eddy Setiawan.
Harapan Eddy Setiawan selaku ketua terpilih,
HIKMAHBUDHI akan lebih menitikberatkan
kepeduliannya terhadap masalah sosial dan
kemanusiaan dalam pengabdian dan perjuangan
HIKMAHBUDHI Malang ke depan.
28|Buku Saku HIKMAHBUDHI
Sebulan berikutnya, 28 April 2001, terbentuk
cabang Surabaya dengan ketuanya yang
merupakan seorang srikandi wanita, yaitu Saudari
Oktaviani. Pada kesempatan yang berbahagia,
Oktaviani menyampaikan harapannya untuk
dapat membangun organisasi Buddhis bersama-
sama secara lebih berani dan peduli, tidak takut
dan segan memberikan pendapat serta kiprah
yang dapat diberikan manakala kondisi
lingkungan membutuhkannya. Pada tanggal 27
Mei 2001, impian mahasiswa Buddhis Lampung
untuk membentuk sebuah wadah berkumpul
akhirnya terpenuhi dengan terbentuknya
HIKMAHBUDHI Cabang Lampung, dan juga
merupakan lahirnya Putra Fajar Pertama di luar
pulau Jawa.

Selaku ketua terpilihnya, Saudara Warsito


mengungkapkan bahwa HIKMAHBUDHI
Lampung harus mampu menjadi wadah
kebersamaan, menjauhi sikap diskriminatif
sekaligus juga diharapkan HIKMAHBUDHI
Lampung akan mampu menjadi generasi
pendobrak yang sanggup melahirkan pemikiran
baru terutama para mahasiswa Buddhis. Pada
penghujung tahun 2001, merupakan momen yang
sangat bersejarah, karena putra sulung di
Indonesia Timur telah lahir tepatnya tanggal 23
Buku Saku HIKMAHBUDHI |29
Desember 2001 dengan ketuanya Saudara Putu
Suardana. Putu menekankan pentingnya
HIKMAHBUDHI menjadi perekat diantara
berbagai komponen yang ada dalam masyarakat
Buddhis Mataram.

Pada tanggal 19 Mei 2007 HIKMAHBUDHI


Cabang Boyolali terbentuk dan diketuai oleh
srikandi Widya Kusuma. Kemudian 2 Maret 2012
menyusul HIKMAHBUDHI Cabang Tangerang
Selatan berdiri yang diketuai oleh Anes Dwi
Prasetyo. Dua cabang baru terbentuk di akhir
tahun 2012, yaitu Cabang Wonogiri yang dibentuk
pada tanggal 25 November 2012 dengan Ketua
Umum Manggala Wiriya Tantra, serta Cabang
Kota Tangerang yang berdiri pada tanggal 9
Desember 2012 dengan Ketua Umum Wira
Fernandes.

Melalui kebangkitannya ini diharapkan akan


dapat mewujudkan visi, misi, dan orientasi
organisasi yang berjuang untuk menegakkan
kebenaran, keadilan, dan perdamaian.

Semoga dengan lahirnya cabang-cabang baru


HIKMAHBUDHI, akan membangkitkan semangat
teman-teman untuk segera membentuk
HIKMAHBUDHI-HIKMAHBUDHI yang lain.

30|Buku Saku HIKMAHBUDHI


Perjuangan masih berlangsung dan keputusan ada
di tangan mahasiswa Buddhis generasi masa kini
dan masa datang. Keputusan yang diambil akan
sangat menentukan. Untuk itu mahasiswa
Buddhis Indonesia dituntut kepekaan nurani dan
kejernihan berpikirnya dalam menentukan jalan
yang diambil. Mau ke mana mahasiswa Buddhis
Indonesia? Mungkin, ini pula yang perlu menjadi
salah satu renungan terpenting. Juga bagi segenap
elemen mahasiswa lainnya di berbagai daerah.
Karena mereka adalah generasi kedua pergerakan
mahasiswa Buddhis Indonesia yang masih
menguasai waktu dan zaman, yang tidak lagi
dimiliki para pendahulunya. Namun upaya ini
pun akan tetap membutuhkan gerak bersama dari
berbagai elemen yang ada, karena seperti yang
Buddha katakan bahwa kalyanamitra amat penting
dalam hidup ini.

Buku Saku HIKMAHBUDHI |31


~V~
PARADIGMA MAHASISWA DAN PEMUDA
BUDDHIS INDONESIA: REKONSTRUKSI
PEMAHAMAN EKSISTENSI GENERASI
MUDA BUDDHIS DI INDONESIA

Hasil Kajian Panitia Khusus (Pansus) Paradigma


HIKMAHBUDHI
2005 - 2007

Pendahuluan
Bahwa paradigma merupakan cara atau panduan
dalam berpikir, bertindak, serta memahami suatu
obyek kajian. Obyek kajian merupakan tema atau
persoalan-persoalan tertentu berkenaan dengan
kehidupan yang dianggap penting untuk disikapi
sesuai landasan paradigma seseorang atau
kelompok tertentu. Paradigma suatu kelompok
hendaknya disadari, dipahami, diterima, dan
dijadikan dasar oleh semua anggotanya, namun
tidak sebagai penanaman konsep yang
dipaksakan, yang meliputi nilai yang dipegang
masing-masing pribadi anggotanya juga.

Paradigma mahasiswa dan pemuda Buddhis ini


bersifat prinsip umum, muncul dari suatu
pencerahan dan kesadaran bersama, di mana ia
juga memiliki kemampuan untuk
mengakomodasikan perbedaan dan keragaman
32|Buku Saku HIKMAHBUDHI
yang ada, serta berisi semangat pembaharuan di
berbagai aspek pergerakan yang menunjukkan
eksistensi generasi muda Buddhis di Indonesia.
Suatu kelompok kecil hingga besar seperti suatu
bangsa memerlukan paradigma untuk bisa terus
maju dan berkembang. Tanpa paradigma
seseorang tidak dapat mengetahui ke mana
langkah berikutnya yang harus diambil. Pada
akhirnya suatu paradigma akan terlihat pada
budaya masyarakat, etos kerja, karakter, dan
perilaku manusianya.

Bahwa setiap paradigma juga tidak terlepas dari


proses dan pengalaman sejarah yang ada
sebelumnya. Suatu paradigma bisa menjadi
sumber kemajuan, kemunduran, dan kemandegan
dalam sejarah, bahkan bisa menjadi sumber
bencana kehidupan. Zaman kegelapan di Eropa,
zaman jahiliah di Timur Tengah, zaman
diskriminasi di Amerika, bahkan masa-masa
kolonialisasi telah menunjukkan sebuah
paradigma lama dalam sejarah peradaban
manusia. Untuk melahirkan sebuah paradigma
baru yang lebih maju dibutuhkan suatu
pencerahan dan kesadaran baru dengan
melakukan dekonstruksi terhadap paradigma
lama yang masih berlaku.

Sejarah dalam Restorasi Meiji maupun masa-masa


Reformasi 1998 di Indonesia menunjukkan
Buku Saku HIKMAHBUDHI |33
bagaimana dekonstruksi terhadap paradigma lama
berlangsung dengan sangat cepat. Namun
dekonstruksi terhadap paradigma lama harus
segera diikuti dengan rekonstruksi paradigma
baru yang akan menjadi landasan baru yang kuat
untuk melanjutkan proses kehidupan bersama.
Menjadi sangat berbahaya bila upaya rekonstruksi
paradigma baru tidak tercapai sementara
dekonstruksi paradigma lama telah terjadi,
sehingga suatu bangsa kehilangan orientasi dalam
melanjutkan masa depan sejarahnya.

Bahwa dalam kerangka pemikiran itulah


"Paradigma Mahasiswa dan Pemuda Buddhis
Indonesia" ini dilakukan. Sejumlah pertanyaan
mendasar diajukan untuk memahami apa dan
bagaimana sesungguhnya paradigma komunitas
Buddhis Indonesia yang telah ada selama ini.
Apakah paradigma yang ada sudah mampu
menjadi landasan yang kuat untuk membawa
kemajuan komunitas di segala bidang, atau
sebaliknya menjadi sumber kemandegan dan
kemunduran komunitas di segala bidang. Apa dan
bagaimana keberadaan sejarah komunitas Buddhis
Indonesia sesungguhnya. Seperti apa kemajuan,
kemunduran, atau kemandegan komunitas
Buddhis Indonesia, baik dalam konteks intern
perkembangan komunitas Buddhis, namun yang
terutama bila dibandingkan dengan

34|Buku Saku HIKMAHBUDHI


perkembangan sahabat-sahabat mereka di luar
komunitas Buddhis.

Lalu bagaimana hubungan kondisi perkembangan


komunitas Buddhis Indonesia tersebut dengan
paradigma yang ada yang masih berlaku, sehingga
dapat dipahami nilai-nilai apa saja yang perlu
didekonstruksi dan bagaimana melakukan
rekonstruksi sehingga terwujud sebuah paradigma
baru yang mampu membawa pembaharuan dan
kemajuan di masa depan.

Bahwa upaya melakukan rekonstruksi paradigma


lama hingga terwujudnya suatu paradigma baru
harus didasarkan kepada landasan nilai yang jelas.
Ada sejumlah nilai dasar yang menjadi penuntun,
yakni nilai-nilai Dharma Substantif - Universal
yang dilakukan secara Inklusif - Transformatif
dengan semangat Radik - Progresif, sebagai
perwujudan kecintaan dan kesetiaan terhadap
Buddha Sumber Inspiratif Mulia.

Bahwa nilai-nilai Dharma Substantif - Universal


merupakan intisari Dharma yang bisa mengatasi
berbagai keadaan dan permasalahan kehidupan.
Yang dimaksud dengan pendekatan Inklusif -
Transformatif adalah tidak membatasi persoalan
hanya pada suatu komunitas atau ruang lingkup
tertentu, namun mampu menjawab berbagai
macam persoalan kemasyarakatan yang ada
Buku Saku HIKMAHBUDHI |35
menuju perubahan kehidupan yang lebih baik.
Semangat Radikal - Progresif merupakan cara
untuk memahami permasalahan kehidupan
hingga ke akar persoalan dan bagaimana secara
aktif melakukan pembaharuan-pembaharuan yang
mampu mengatasi akar persoalan yang ada.

Paradigma Mahasiswa dan Pemuda Buddhis


Indonesia ini akan menjadi acuan dalam
membentuk sikap, ciri khas, dan karakter
pergerakan mahasiswa dan pemuda Buddhis
Indonesia. Dengan demikian setiap gerak langkah
perjuangan mahasiswa dan pemuda Buddhis
Indonesia dalam mencapai cita-citanya memiliki
landasan berpijak, berpikir, dan bergerak yang
kuat dalam mengatasi setiap tantangan zaman
yang ada. Penjabaran paradigma yang semakin
detail akan menjadikannya semakin konkret,
bukan semakin spesifik dan membatasi.
Bagaimanapun, hasil kajian ini selalu bersifat
terbuka sejalan dengan munculnya kesadaran atau
pencerahan-pencerahan baru kaum muda di masa
yang akan datang.

Sejarah Sebagai Sumber Pencerahan


Babak baru pergerakan mahasiswa Buddhis di
Indonesia dimulai sejak awal tahun 70-an ditandai
dengan berdirinya Keluarga Mahasiswa Buddhis
Universitas Indonesia (KMBUI) pada bulan
Februari 1971. Kemudian diikuti dengan
36|Buku Saku HIKMAHBUDHI
berdirinya Keluarga Mahasiswa Buddhis Djakarta
(KMBD) pada tanggal 14 Maret 1971. Setelahnya
sejarah terus bergulir hingga sekarang dengan
banyaknya organisasi dan kelompok mahasiswa
maupun pemuda Buddhis Indonesia. Masa hampir
empat puluh tahun itu melibatkan berbagai
pemikiran, aktivitas gerakan, sampai konferensi,
yang semuanya mengharapkan perubahan yang
lebih baik bagi eksistensi Buddhis di Indonesia.

Dari sejarah yang bergulir, keberadaan dan peran


serta masyarakat Buddhis di Indonesia belum
nampak secara signifikan. Label eksklusif tertentu
di masyarakat menggambarkan masyarakat
Buddhis sebagai kelompok yang lebih sebagai
pelengkap atau penonton saja dalam komunitas di
Indonesia secara keseluruhan. Perkembangan
agama Buddha sendiri juga lebih banyak
mengarah pada pembangunan fisik komunitas
dibandingkan pembangunan mental spiritual
maupun pendidikannya.

Generasi muda Buddhis hanya memiliki sangat


sedikit tokoh besar yang dapat menjadi panutan
kebijaksanaan dan berpandangan luas ke depan.
Ketika dihadapkan pada berbagai kondisi dan
permasalahan nasional kaum Buddhis seperti
kebingungan tidak tahu harus mengambil langkah
apa, bahkan terkesan takut mendengar kata
politik. Padahal peran serta dan keberadaannya di
Buku Saku HIKMAHBUDHI |37
kancah perpolitikan nasional jelas sangat
dibutuhkan. Belum ada yang berani mengkader
maupun dikader untuk menjadi salah satu
pemimpin nasional di kemudian hari. Memang
ada beberapa kontribusi penting yang dimainkan
para pemimpin dan komunitas Buddhis Indonesia,
namun kontribusi itu nampaknya belum
sebanding dengan keluhuran nilai yang
terkandung dalam ajaran Buddha.

Memang ada upaya kaum Buddhis menampik


label eksklusif dengan usaha-usaha baru seperti
mulai membuka dan melibatkan diri dalam
banyak acara nasional dan berusaha masuk dalam
kancah perpolitikan nasional, namun sepertinya
masih membutuhkan pembelajaran dan banyak
langkah baru untuk bisa lepas dari label tersebut.
Rasanya ajaran Buddha tidak sedemikian dangkal
sehingga masyarakat pemeluk ajaran itu hanya
menjadi penonton dalam kehidupan
bermasyarakat suatu negara, apalagi hidup
disebuah negara yang berpenduduk ke-4 terbesar
di dunia. Kita bisa melihat contoh di luar seperti
Y.M. Dalai Lama yang berjuang untuk rakyat
Tibet; Y.M. Bhikkhu Maha Ghosananda yang
berperan besar membawa perdamaian di Kamboja;
Aung Sang Suu Kyi yang menjalankan aksi anti
kekerasan dalam memimpin rakyatnya
menghadapi rezim militer Myanmar; Dr. Sulak
Sivaraksa, intelektual Buddhis yang berkeliling
38|Buku Saku HIKMAHBUDHI
dunia menyebarkan nilai-nilai universal Buddhis
untuk mengatasi permasalahan global dunia.

Mereka adalah segelintir tokoh dunia yang


membuktikan bahwa ajaran Buddha tidaklah
dangkal seperti halnya yang ditunjukkan di
Indonesia. Mereka menunjukkan secara konkret
tidak sekedar retorika belaka, bahwa ajaran
Buddha sangatlah aplikatif terhadap
permasalahan sosial keseharian. Perjuangan
mereka menunjukkkan bahwa agama Buddha
bukan hanya untuk pembebasan pribadi tapi juga
untuk pembebasan sosial.

Aspek ritual dan tradisi lebih banyak


mendominasi gerakan dan aktivitas mahasiswa
Buddhis yang seharusnya bisa mengkritisi setiap
kondisi yang pada dasarnya memang sudah
diliputi oleh banyak penderitaan yang disebabkan
kebodohan batin. Prinsip ehipassiko menjadi
tumpul dengan alasan keamanan dan
kenyamanan. Jika hal seperti ini diteruskan
bagaimana kita bisa mengharapkan sesuatu yang
lebih baik di masa yang akan datang. Karena
berbagai ide membangun dengan sendirinya tidak
pernah muncul dan berkembang. Semua orang
sudah cukup dengan mengejar dan
mempertahankan kenyamanannya sendiri.

Buku Saku HIKMAHBUDHI |39


Padahal tanpa disadari penyimpangan dan
kejahatan struktural yang dilakukan para elit
pimpinan nasional sejak berpuluh tahun lalu
hingga kini semakin lama semakin
memprihatinkan dan membutuhkan peran
Dharma di dalamnya. Hampir tidak ada pejuang
Dharma yang berani eksis hingga ke area-area
kepemimpinan nasional, di mana di sanalah
tempat strategis untuk melakukan suatu
perubahan yang fundamental.

Belum lagi penanaman pemikiran bahwa


berpolitik itu haram sifatnya dan bertentangan
dengan prinsip-prinsip Buddhis yang cinta damai.
Politik identik dengan kekerasan dan penuh intrik,
tidak sesuai dengan Jalan Tengah. Di bagian lain
kita akan melihat bagaimana sebenarnya ajaran
Buddha yang menjadi landasan pergerakan, yang
dipandang dari sisi yang berbeda, yang justru
membuat semangat untuk mendekatkan diri
dengan penderitaan umat manusia semakin
membara. Sejarah sedang bergulir dan akan terus
bergulir, dengan atau tanpa gerakan kita. Namun
kita memiliki kesempatan untuk terlibat dan
menjadi sejarah itu sendiri. Sejarah pergerakan
menuju terbebasnya penderitaan, seperti semua
cita-cita luhur kaum Buddhis, bahkan manusia
dan semua makhluk hidup, sejak waktu lampau.

40|Buku Saku HIKMAHBUDHI


Kembali bicara mengenai pergerakan muda
Buddhis, mahasiswa dan pemuda Buddhis
Indonesia sebenarnya sudah melangkah memulai
sejarah pergerakan yang memiliki sisi pandang
yang berbeda dan berupaya untuk membangun
masyarakat Buddhis masa depan yang benar-
benar inklusif dan peduli bangsa. Namun karena
sifatnya yang masih dipengaruhi oleh ritual dan
tradisi turun temurun, berbagai kesulitan dan
hambatan harus dilalui untuk menuju cita-cita itu.

Dimulai dari didirikannya KMBJ, mahasiswa


Buddhis di Indonesia sudah mulai memikirkan
pentingnya nasionalisme dan inklusivitas. Dalam
perkembangannya, organisasi mahasiswa Buddhis
juga mengalami banyak sekali tantangan realitas
yang juga diiringi kurang matangnya visi maupun
mentalitas yang seharusnya mendukung. Bahkan
dalam gerakan para mahasiswa itu sendiri
akhirnya malah menimbulkan perpecahan dan
konflik kepentingan yang tak kunjung habis, tidak
ada bedanya dengan komunitas Buddhis secara
keseluruhan yang lebih suka bersikap eksklusif
dan menganggap perannya yang paling bermakna
dan prinsipnya yang paling benar. Belum lagi
kesan memperebutkan sumber daya yang sangat
minim kemudian menjadi sumber konflik yang
cukup memprihatinkan.

Buku Saku HIKMAHBUDHI |41


Melalui kegiatan Pekan Orientasi I di Cipanas
tahun 1995, untuk pertama kalinya mahasiswa
Buddhis melalui KMBJ melakukan reorientasi
pergerakannya, menggodok visi, misi, dan
orientasi organisasi untuk memunculkan
perbaikan ke depan. Berbagai perubahan
diarahkan pada perjuangan menegakkan
kebenaran, keadilan, dan perdamaian dengan
berlandaskan nilai-nilai Buddhis universal dan
paham antikekerasan. Dengan reorientasi dan
reposisi gerakan ini, KMBJ dengan tegas
menyiratkan arah pergerakannya akan lebih
dititikberatkan pada peran sosial kemasyarakatan.
Media informasi pun berkembang melalui Majalah
HIKMAHBUDHI, serta fusi KMBJ menjadi satu
kesatuan dengan Himpunan Mahasiswa Buddhis
Indonesia (HIKMAHBUDHI). Semua itu demi
mempersiapkan landasan perjuangan mahasiswa
dan pemuda Buddhis Indonesia di masa yang
akan datang.

HIKMAHBUDHI yang dicetuskan sejak tahun


1971 dan secara formal berdiri pada tahun 1988,
dicanangkan sebagai wadah organisasi mahasiswa
Buddhis di tingkat nasional. Pada pertengahan
tahun 90-an, setelah HIKMAHBUDHI mengalami
kevakuman, beberapa aktivis mahasiswa Buddhis
kembali menghidupkan organisasi ini sebagai
sarana perjuangan untuk mewujudkan kepedulian
terhadap masyarakat Indonesia. Selain itu,
42|Buku Saku HIKMAHBUDHI
HIKMAHBUDHI juga digunakan untuk mengisi
kekosongan elemen mahasiswa Buddhis dalam
pergerakan bersama mahasiswa Indonesia dalam
gerakan reformasi di tahun 1998. Sejak saat itu
pengurus HIKMAHBUDHI terus melakukan
sosialisasi, sehingga pada bulan Agustus 2002
berhasil diselenggarakan Rembug Mahasiswa
Buddhis Indonesia (RMBI) yang diikuti
perwakilan dari Tangerang, Bogor, Semarang,
Malang, Surabaya dan Jakarta. Salah satu hasilnya
adalah dibutuhkannya jaringan organisasi
kemahasiswaan Buddhis berskala nasional.

Dari sana, proses perkembangan HIKMAHBUDHI


terus berlanjut dengan pembentukan beberapa
cabang di beberapa kota, berlanjut pada
penyelenggaraan kongres nasional
HIKMAHBUDHI. Semua ini bisa terwujud tentu
tidak terlepas dari peran dan dukungan sejumlah
aktivis mahasiswa Buddhis berbagai daerah yang
menyatukan hati dan visi mereka melalui Rembug
Mahasiswa Buddhis Indonesia (RMBI) yang sangat
penting artinya bagi perjalanan historis
kebangkitan HIKMAHBUDHI saat itu.

Tanpa peran serta mereka melalui RMBI ini,


mungkin HIKMAHBUDHI hanya terus menjadi
impian. Upaya menghidupkan kembali
HIKMAHBUDHI ini bukan tanpa tantangan,
apalagi dengan arah pergerakannya yang
Buku Saku HIKMAHBUDHI |43
cenderung menoleh ke masyarakat. Sikap sinis,
curiga, dan keraguan muncul dari berbagai arah,
baik dari pimpinan dan tokoh Buddhis, kalangan
sesama aktivis, termasuk sekelompok alumni
organisasi mahasiswa Buddhis lain yang
sebelumnya pernah tergabung ke dalam
HIKMAHBUDHI.

Sebaliknya, dukungan dan dorongan juga datang


terutama dari kalangan intelektual moderat
Buddhis meskipun jumlahnya jauh lebih sedikit.
Yang ironis, dukungan terbesar justru datang dari
kalangan dan tokoh non-Buddhis nasional serta
aktivis Buddhis internasional, baik secara lisan,
tulisan, maupun bentuk aktual konkrit lainnya.
Menanggapi tantangan ini, HIKMAHBUDHI
mengambil sikap untuk terus konsisten
memperjuangkan arah geraknya, dengan tetap
memperhatikan masukan maupun kritikan yang
bersifat membangun.

HIKMAHBUDHI sadar tanpa dukungan luas,


perjuangan yang dilakukannya mustahil dapat
tercapai. Sikap konsisten ini bukan karena
arogansi namun lebih bersumber pada keinginan
untuk membentuk suatu sarana perjuangan yang
tangguh, sebuah sarana perjuangan yang
diharapkan dapat memunculkan komunitas
Buddhis masa depan yang peduli pada
penderitaan sosial masyarakat, dan kelestarian
44|Buku Saku HIKMAHBUDHI
nilai-nilai universal Buddhis. Dengan kata lain,
mahasiswa Buddhis Indonesia generasi 70 dan 80-
an telah memainkan peran sebagai pendobrak dan
motor kebangkitan agama Buddha di Indonesia
dalam dimensi ritual. Memasuki pertengahan 90-
an mahasiswa Buddhis Indonesia mulai menoleh
ke masyarakat dan mencoba memainkan peran
kemasyarakatannya. Babak kedua pergerakan
mahasiswa Buddhis mulai dimainkan.

Namun, masih banyak lubang di sana sini yang


harus diperbaiki. Visi dan misi perjuangan untuk
peduli, dan berpihak kepada penderitaan rakyat
belum menjadi kesepakatan bersama. Hanya
sebagian kecil kelompok seperti HIKMAHBUDHI
dan beberapa kelompok kecil lainnya yang melihat
pentingnya mahasiswa Buddhis berpihak dan
peduli pada penderitaan masyarakat. Dimensi
kemasyarakatan hanya disentuh demi kepentingan
simbolis sesaat. Iming-iming pembebasan pribadi
atas penderitaan duniawi apabila mengabdi untuk
kepentingan agama, agaknya lebih membekas di
benak mahasiswa Buddhis sehingga kegiatan
ritual masih dikedepankan.

Itulah gambaran awal babak kedua yang sedang


berlangsung. Proses penumpulan nurani dan
pendangkalan intelektual menjadi hambatan
terbesar. Lingkup perjuangan mahasiswa menjadi
kerdil karena obyektivitas penyelenggaraan
Buku Saku HIKMAHBUDHI |45
kegiatan cenderung diarahkan hanya untuk
mengejar nama baik organisasi. Tujuan substansi
dan pencapaian sasaran kegiatan dinomorduakan.
Nuansa persaingan antar-organisasi sulit
dihindarkan. Konsekuensinya, komunikasi di
antara generasi muda Buddhis pun otomatis
menjadi renggang. Entah sampai kapan keadaan
ini akan berlangsung. Yang pasti selama
mahasiswa Buddhis Indonesia terus terbuai
dengan perjuangan ritualnya, dan
mengesampingkan nurani dan nalarnya sebagai
mahasiswa, dan selama mahasiswa Buddhis
membutakan dirinya terhadap penderitaan aktual
masyarakat, maka dapat dipastikan masa depan
perkembangan agama Buddha akan sangat suram.
Semakin tidak relevannya agama Buddha di
Indonesia secara pasti akan terwujud. Suatu saat,
Buddhis hanya menjadi monumen-monumen yang
meskipun megah tapi tak berjiwa.

Namun semangat perjuangan kelompok arus kecil


nampaknya sulit dipadamkan. Kecintaan akan
agama Buddha, dan kepedulian terhadap
penderitaan sosial masyarakat serta kerinduan
insan Buddhis untuk berkontribusi nyata dalam
permasalahan bangsa menjadi pendorong yang
tidak kalah kuatnya bagi kelompok arus kecil.
Melalui kebangkitannya ini diharapkan akan
dapat mewujudkan visi, misi, dan orientasi

46|Buku Saku HIKMAHBUDHI


organisasi yang berjuang untuk menegakkan
kebenaran, keadilan, dan perdamaian.

Perjuangan masih berlangsung dan keputusan ada


ditangan mahasiswa Buddhis generasi masa kini
dan masa datang. Keputusan yang diambil akan
sangat menentukan. Untuk itu mahasiswa
Buddhis Indonesia dituntut kepekaan nurani dan
kejernihan berpikirnya dalam menentukan jalan
yang diambil.

Mau ke mana mahasiswa dan kaum muda


Buddhis Indonesia? Mungkin ini pula yang perlu
menjadi salah satu renungan terpenting. Juga bagi
segenap elemen mahasiswa lainnya di berbagai
daerah. Karena mereka adalah generasi kedua
pergerakan mahasiswa Buddhis Indonesia yang
masih menguasai waktu dan zaman, yang tidak
lagi dimiliki para pendahulunya. Namun upaya
ini pun akan tetap membutuhkan gerak bersama
dari berbagai elemen yang ada, karena seperti
yang Buddha katakan bahwa kalyanamitra amat
penting dalam hidup ini.

Buku Saku HIKMAHBUDHI |47


Pencerahan di Tengah Dekonstruksi dan
Rekonstruksi
Paradigma

Makhluk hidup tak terbilang banyaknya,


aku berikrar untuk menyelamatkannya;
Hawa nafsu tak habis-habisnya,
aku berikrar untuk memadamkannya;
Pintu Dharma tiada batasnya,
aku berikrar untuk memasukinya;
Jalan Buddha tiada bandingnya,
aku berikrar untuk merealisasikannya.
(Ikrar Bodhisattva)

Karena itu, peganglah teguh Dharma ini sebagai pelita,


Peganglah teguh Dharma ini sebagai pelindungmu.
(D. II, 100)

Bahwa Dharma bukanlah dan tidak boleh


ditempatkan di dalam ruang vakum dan steril dari
persoalan-persoalan sosial kemasyarakatan
inklusif. Sebagai kaum muda mahasiswa dengan
akal budi dan hati nuraninya, senantiasa berusaha
menggali nilai-nilai Dharma secara inklusif dan
kontekstual. Bagaimanapun Dharma harus tetap
menjadi urat nadi dan landasan nilai pergerakan
segenap kaum muda mahasiswa Buddhis.

48|Buku Saku HIKMAHBUDHI


Mensterilkan dan memvakumkan Dharma sama
saja menempatkan Dharma seakan-akan hanya
relevan untuk persoalan keagamaan dan ritual,
sementara di luar persoalan keagamaan dan ritual,
Dharma menjadi sesuatu yang tidak relevan.
Paradigma dan sikap yang menganggap Dharma
sebagai sesuatu yang vakum dan steril akan
menjadi awal dari segala kemandegan dan
kemunduran di dalam komunitas maupun
bermasyarakat. Bila kita memiliki keyakinan
Dharma sebagai sesuatu yang universal, maka
keuniversalan Dharma juga harus mampu
menjawab persoalan-persoalan budaya, ekonomi,
politik, dan khususnya masalah-masalah
kemanusiaan, kemiskinan, kekerasan, dan
penderitaan struktural.

Bahwa sikap dan upaya mensterilkan dan


memvakumkan Dharma dari persoalan-persoalan
konkrit kemasyarakatan sama artinya sedang
membonsai Dharma yang hakekat sejatinya adalah
universal. Dan Dharma bukan sejatinya sebuah
pohon bonsai yang hanya berfungsi untuk hiasan
dan indah dipandang. Hakekat sejati Dharma
adalah kehidupan, harapan, dan pembebasan, dan
karenanya harus mampu menghidupi,
membebaskan, dan memberikan harapan bagi
semesta alam dengan segala persoalan dan
dilemanya.

Buku Saku HIKMAHBUDHI |49


"Mereka yang terendam dalam nafsu dan terbungkus
dalam kegelapan, takkan pernah memahami Dharma
yang mendalam ini, yang berjalan melawan arus, begitu
halus, dalam, dan sulit dilihat." (Majjhima Nikaya 26,
19)

"Bangkitlah, pahlawan yang menang, yang tak


berutang. Biarlah Yang Terberkahi mengajarkan
Dharma. Akan ada mereka yang bisa memahami"
(Brahma Sahampati)

Bahwa kaum muda mahasiswa hendaknya


mampu berpikir kritis-eksploratif, suka memilih
jalan alternatif yang meskipun beresiko, namun
penuh motivasi yang jujur dan beritikad baik atas
perkembangan bersama, serta siap menghadapi
kondisi dan tantangan apa pun yang serba
mengejutkan dan sering membuat bingung orang
yang tidak siap mental. Dan untuk menjalankan
panggilan khas kaum muda dan tanggung jawab
sejarah tersebut, kaum muda mahasiswa memang
perlu belajar dan berani mencoba berbagai bentuk
tindakan, gagasan, strategi, atau apa pun juga
guna memperbaiki kondisi kehidupan berbangsa
saat ini.

Namun demikian, pada akhirnya setiap kaum


muda mahasiswa juga harus terus senantiasa
bertanya ke dalam hati nuraninya, "Apakah
motivasi saya telah mengkhianati 'Ibu Kandung'
50|Buku Saku HIKMAHBUDHI
Dharma, ataukah tidak?" Selama motivasi
pergerakan kaum muda mahasiswa masih tetap
dalam kerangka kesetiaannya terhadap Dharma,
jalankanlah dengan penuh kearifan dan keteguhan
hati, kesadaran spiritual, dan kecintaan terhadap
keadilan dan kebenaran. Nilai-nilai sejati Dharma
ini harus tetap menjadi penuntun dan semangat
dasar setiap pergerakan kaum muda mahasiswa.
Jangan takut dan jadilah pemenang di jalan
Dharma.

"Para pemenang adalah mereka yang seperti Aku. Yang


telah memenangkan hancurnya noda-noda. Aku telah
menundukkan semua keadaan jahat. Oleh karenanya,
Upaka, Aku adalah pemenang." (Majjhima Nikaya 26,
25)

Buku Saku HIKMAHBUDHI |51


Paradigma Baru
Visi dan Harapan Generasi Muda Buddhis
di Masa Kini dan Mendatang

"Hanya satu yang Aku ajarkan, Adanya Derita dan


Jalan Menuju Terbebasnya Dukkha." (Middle Length
Sayings of Buddha:180)

"Di dalam tubuh manusia yang dapat diukur


panjangnya ini dan persepsi dan segala pikiran yang
menyertainya, Aku nyatakan adanya dukkha, asal mula
dunia, lenyapnya dukkha dan jalan menuju lenyapnya
dukkha." (S.I:62)

Bahwa adanya dukkha dan jalan menuju


pembebasan sempurna dari dukkha merupakan
akar dan semangat dasar dari seluruh Dharma.
Ada semangat universal di dalam Dharma karena
dukkha merupakan persoalan semua makhluk
tanpa kecuali dan jalan menuju terbebasnya
dukkha juga terbuka bagi siapa pun tanpa kecuali.
Mengatasi dukkha berarti memahami apa yang
menjadi sebabnya sehingga kita mampu mengatasi
akar persoalan dukkha.

Secara personal, sebab dukkha berakar di dalam


diri manusia yang terus menerus terjebak dan
tercengkeram ke dalam keserakahan, kebencian,
dan kebodohan batin. Secara sosial, sebab dukkha
yang sama terwujud ke dalam sistem dan struktur
52|Buku Saku HIKMAHBUDHI
yang tidak adil dan menindas, keserakahan-
kebencian-kebodohan batin termanifestasi ke
dalam berbagai bentuk peraturan, perundang-
undangan, dan menjelma menjadi sebuah budaya
masyarakat.

Sebab dukkha secara personal dan sosial ini saling


berinteraksi, dari individu-individu yang
termotivasi oleh keserakahan-kebencian-
kebodohan batin melahirkan berbagai sistem dan
struktur yang tidak adil menindas, sistem yang
tidak adil menindas juga semakin memperbesar
dan memungkinkan keserakahan-kebencian-
kebodohan batin menguasai perikehidupan
manusia dengan menyengsarakan mayoritas
masyarakat yang tidak berdaya dan terpinggirkan.
Kesalingterkaitan ini membuat sebab dukkha tidak
hanya dan tidak dapat direduksi menjadi
persoalan individu semata. Ada begitu banyak
aspek dalam kehidupan yang menjadi sebab
dukkha, yang semuanya dapat termanifestasi
secara multi-inter-dimensi baik individu, sosial,
budaya, politik, ekonomi, hingga ideologi.

Tidak ada satu aspek pun dalam kehidupan yang


tidak penting untuk dipahami guna memahami
akar dan sebab dukkha, dan tidak ada satu aspek
pun dalam kehidupan yang tidak penting untuk
digeluti guna mengatasi akar dan sebab dukkha.
Karena Dharma bersifat universal, Ia juga harus
Buku Saku HIKMAHBUDHI |53
mampu mengatasi setiap bentuk dukkha baik
secara individu maupun secara sosial, budaya,
ekonomi, politik, hingga kosmik.

Bahwa keuniversalan Dharma berarti ia juga


bersifat inklusif terhadap kehidupan.

"Oh murid-Ku, sekalipun Tathagatha tidak pernah


terlahir ke dunia, atau sekalipun Dharma yang
Kuajarkan lenyap dari muka bumi ini, dunia ini tidak
akan pernah sepi dari orang-orang suci yang mencapai
pembebasan sempurna selama manusia masih mengenal
dan mempraktekkan Jalan Mulia Berunsur Delapan."
(A.III:134)

"Dharma yang Kuajarkan hanyalah segenggam daun


dari daun-daun kebenaran yang ada di seluruh hutan
Simsapa ini ... namun Dharma yang sedikit ini mampu
membawa pembebasan sempurna manusia dari dukkha,
dan selebihnya yang tidak kuajarkan tidak berguna
untuk membimbing jalan menuju kebebasan."
(SN.V:437)

Dharma bersifat inklusif karena kebenaran


Dharma bukan eksklusif dapat ditemukan di
dalam Buddha-Dharma. Jalan Pembebasan
Dharma pun tidak eksklusif karena kebenaran
yang sama dapat ditemukan di mana pun.
Kebenaran Dharma melampaui simbol dan
identitas apa pun yang dilekatkan ke dalam diri-
54|Buku Saku HIKMAHBUDHI
Nya. Universalitas dan inklusivitas Dharma akan
menuntun manusia di sepanjang kehidupan untuk
bekerja sama guna mengatasi persoalan-persoalan
dukkha dan kemanusiaan tanpa membeda-
bedakan latar belakang apa pun dan dimensi
penyebab dukkha apa pun.

"Seperti sungai-sungai besar apapun sebutannya ...


Semuanya akan mengalir ke samudra luas dan akan
kehilangan wujud dan namanya dan hanya akan
disebut sebagai samudra luas, ... Seperti halnya
samudra luas mempunyai satu rasa yakni rasa asin
demikian pula Dharma dan Vinaya memiliki satu rasa
(tujuan) yang sama, yakni rasa Pembebasan ." (Middle
Length Sayings of Buddha:180)

Bahwa semua Dharma dengan simbol dan


identitas apa pun yang melekat, ia tetap Dharma
yang Esa selama memiliki rasa dan tujuan
pembebasan bagi manusia dan kehidupan.
Dharma tidak membedakan, tidak mendua, tidak
diskriminasi. Setiap manusia di hadapan Dharma
adalah sama dan setara, karenanya memiliki
harkat dan martabat kemanusiaan yang sama dan
sederajat. Siapa pun tanpa membeda-bedakan latar
belakang apa pun, manusia di mata Dharma
memiliki potensi pembebasan yang sama,
memiliki "Benih Kebuddhaan" yang harus dijaga
dan senantiasa dikembangkan. Karenanya
menjaga dan melindungi kehidupan manusia
Buku Saku HIKMAHBUDHI |55
sangat mendasar. Membunuh manusia sama saja
membunuh "Benih Kebuddhaan".

Bahwa memandang manusia secara utuh berarti


melibatkan aspek fisik lahiriah dan aspek mental
spiritual. Mewujudkan kesejahteraan manusia
seutuhnya berarti memenuhi kesejahteraan fisik
manusia yang dicapai pada saat empat kebutuhan
dasar manusia - sandang, pangan, papan, obat-
obatan - terpenuhi secara wajar; juga kesejahteraan
spiritual yang dicapai pada saat manusia mencapai
kebahagiaan yang bebas dari keserakahan,
kebencian, dan kebodohan batin.

"Yang paling buruk dari semua noda itu adalah


kebodohan, oh para biku. Kebodohan merupakan noda
yang paling buruk. Singkirkanlah noda itu dan jadilah
orang yang tak bernoda." (Dhammapada 243)

Demikian pula manusia merupakan makhluk


berakal-budi yang tidak terlepas dari proses
belajar yang berkelanjutan selama hidupnya. Guna
menjamin kesejahteraan fisik dan spiritual, setiap
manusia memiliki hak atas pendidikan yang
merupakan kebutuhan dasar yang harus dijamin.

Bahwa dalam hubungannya dengan lingkungan


yang terdiri dari lingkungan fisik (alam) dan
lingkungan sosial (relasi antar-sesama manusia),
manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa
56|Buku Saku HIKMAHBUDHI
keterkaitannya dengan yang lain. Eksistensi
manusia tidak dapat terlepas dari hubungannya
dengan alam karena manusia merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari alam. Merusak alam
sama artinya dengan merusak eksistensi manusia.
Karenanya kewajiban bagi manusia untuk
menjaga kelestarian alam demi kelangsungan
eksistensinya sendiri.

Bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta


bukan milik pribadi melainkan milik dan demi
kesejahteraan bersama. Alam tidak boleh menjadi
hak sekelompok manusia dan tidak ada manusia
yang mempunyai hak monopoli terhadap alam.
Alam dapat dikelola dan dalam pengendalian
negara hanya demi kesejahteraan rakyat luas
secara keseluruhan. Cara pemanfaatan alam hanya
dibenarkan sejauh tidak merusak kemampuannya
untuk merevitalisasi dirinya demi kelangsungan
hidup alam itu sendiri.

"Tidaklah mudah, oh para biku, untuk menemukan


seorang makhluk di sepanjang proses kehidupan yang
berulang-ulang ini, yang tidak pernah berhubungan
dengan kita sebagai seorang ibu, ayah, saudara, atau
anak." (S. II, 89)

Demikian pula manusia sebagai makhluk sosial


dalam berhubungan dengan sesama dan
lingkungan sosialnya harus mampu mewujudkan
Buku Saku HIKMAHBUDHI |57
keadilan, kesejahteraan, dan keharmonisan
kehidupan. Karenanya pendekatan holistik
terhadap keterkaitan dan jaring kehidupan yang
saling mendukung harus terjaga.

Tidak ada satu aspek kehidupan yang tidak


mempengaruhi kesejahteraan hidup sehingga
persoalan-persoalan lingkungan, sosial, politik,
ekonomi, hak asasi, budaya, pendidikan,
kesehatan, dsbnya merupakan kesatuan yang
saling mempengaruhi. Semangat sejati dari
kesejahteraan sosial adalah menghapus setiap
bentuk kemiskinan dan ketidakadilan sosial.
Karenanya segala bentuk diskriminasi dan
ketidakadilan perlu diakhiri dengan mewujudkan
kesetaraan, keadilan, solidaritas, dan
persaudaraan antarmanusia.

"Sesungguhnyalah mereka yang melayani semua


makhluk berarti melayani para Buddha." (Shantideva).

Bahwa dalam berpolitik usaha manusia diarahkan


demi kepentingan dan kesejahteraan umum
dengan melakukan segala upaya dan tindakan
yang dilakukan dengan mempertimbangkan
moral, akal budi, dan hati nurani. Berpolitik dapat
bersifat teoritis berupa diskusi, berwacana, belajar-
mengajar politik maupun bersifat praktis dengan
menggalang kekuatan, berorganisasi, membuat
kebijakan, dan menjalankan roda pemerintahan.
58|Buku Saku HIKMAHBUDHI
Tujuan utama berpolitik baik teoritis maupun
praktis adalah guna melakukan perubahan
struktur menuju perbaikan kehidupan
bermasyarakat yang berdaulat, adil, dan sejahtera.
Secara spesifik, ada sepuluh hal yang perlu
dilakukan dalam mengatur negara agar terwujud
kesejahteraan, yakni pemimpin dan rakyatnya:
sering mengadakan pertemuan dan komunikasi;
mendahulukan perdamaian dan menyelesaikan
permasalahan secara damai; mematuhi undang-
undang yang berlaku, menyesuaikan peraturan
lama sesuai perkembangan, serta membuat
peraturan baru yang adil yang dibutuhkan; tidak
melakukan tindak kekerasan, penindasan,
kesewenang-wenangan terutama kepada mereka
yang lemah, kaum perempuan, dan anak-anak;
bersikap hormat kepada orangtua, sesepuh, dan
mereka yang patut dihormati; membangun dan
merawat bangunan-bangunan publik berupa
tempat ibadah, sekolah, rumah-sakit, rumah-
jompo, panti asuhan, dan sarana sosial lainnya;
menunjang kehidupan mereka yang berjasa buat
kesejahteraan masyarakat seperti pahlawan dan
guru. Dan secara prinsip, tujuan dari politik
adalah sebagai pengabdian kepada kemanusiaan,
keadilan, dan kesejahteraan rakyat.

Buku Saku HIKMAHBUDHI |59


"Kemiskinan adalah sumber kejahatan, oleh karena itu
kemiskinan harus dihilangkan dan kesejahteraan harus
ditingkatkan." (D.:26)

Bahwa dalam kehidupan ekonomi, semua usaha


perekonomian tidak dapat didasarkan kepada
pengeksploitasian manusia terhadap manusia.
Perekonomian dijalankan demi dan berorientasi
kepada kesejahteraan manusia dan bukan uang
atau modal. Karena itu pengakumulasian
uang/modal diarahkan untuk kesejahteraan
umum dan bukan untuk kepentingan pribadi atau
golongan semata. Kesejahteraan ekonomi
diarahkan untuk menjamin terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia meliputi sandang,
pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan secara
wajar berkualitas.

Bahwa sumber kemiskinan dengan demikian lebih


berat dan besar dari kejahatan itu sendiri. Dalam
banyak hal, kemiskinan bukan takdir dan tidak
bersifat alami. Dalam realita saat ini, banyak
kemiskinan disebabkan oleh proses pemiskinan
yang diciptakan, bersumber dan disebabkan oleh
struktur dan kebijakan politik-ekonomi yang tidak
berpihak kepada mayoritas rakyat, tapi
menguntungkan minoritas kaum berkuasa dan
pemilik modal.

60|Buku Saku HIKMAHBUDHI


Indonesia sebagai negara tropik yang secara
geografis strategis dan menempati kawasan yang
sangat luas dan tersusun dari belasan ribu pulau
serta garis pantai terpanjang dunia, memiliki
kekayaan alam tak terbaharui yang sangat besar
maupun kekayaan alam terbaharui dengan
keanekaragaman hayati daratan terbesar kedua
dunia dan lautan terbesar pertama dunia, menjadi
modal terbesar bangsa untuk mensejahterakan
segenap rakyat. Tidak ada syarat bagi bangsa
Indonesia secara alami untuk menjadi bangsa yang
miskin kecuali sebuah kemiskinan yang diciptakan
yang digerakkan oleh mental korup dan serakah.

"Mereka yang melihat sebab akibat, oh para biku,


dengan demikian mampu melihat Dharma." (M. I, 191)

Demikian pula penguasaan sumber kekayaan


alam, pasar, teknologi, dan sistem perekonomian
oleh kekuatan besar asing merupakan sumber
kemiskinan dominan yang sedang berlangsung
saat ini di banyak negara berkembang. Untuk
mewujudkan kesejahteraan rakyat, basis
kemandirian dan kedaulatan sebagai bangsa
dalam segala aspek kehidupan menjadi faktor
utama. Mewujudkan seluruh nilai dan amanat
Pembukaan UUD 1945 secara konsisten dan
konsekuen oleh segenap komponen bangsa
merupakan jalan keluar dari kemiskinan sistemik.
Karenanya kedaulatan dan kemandirian bangsa
Buku Saku HIKMAHBUDHI |61
harus ditegakkan, mental dan perbuatan korup
harus ditiadakan.

"Orang bodoh meskipun memiliki pengetahuan namun


tiada berguna; pengetahuannya akan menghancurkan
kebahagiaannya dan akan membelah kepalanya sendiri"
(Dh.V:72)

Demikian pula untuk memudahkan kehidupan


dan semakin meningkatkan kualitas kesejahteraan
fisik dan spiritual manusia, adalah dasar dari
pengembangan dan penguasaan teknologi, dan
bukan menempatkan teknologi untuk
mendominasi dan menindas kehidupan manusia.

"Oh para biku, dunia ini terbakar, ... terbakar oleh nafsu
keinginan, …. terbakar oleh kebencian, terbakar oleh
kegelapan batin, ... terbakar oleh kelahiran, usia tua dan
kematian, oleh duka dan kepedihan." (S.IV:19)

Bahwa keinginan manusia bersifat tak terbatas,


sementara obyek untuk memenuhi keinginan
tersebut bersifat terbatas. Untuk mencapai
kebahagiaan sejati, manusia harus mencapai
sesuatu yang tak terbatas yang disebut
Pembebasan Sempurna. Karenanya setiap potensi
"Benih Kebuddhaan" manusia harus senantiasa
dijaga dan dikembangkan hingga tercapai
Pembebasan Sempurna.

62|Buku Saku HIKMAHBUDHI


"Oh para biku, ada dua jenis pencarian, yang luhur dan
yang tidak luhur. Di sini, seseorang yang dirinya
sendiri terkena kelahiran, penuaan, penyakit, kematian,
penderitaan, dan dikuasai oleh kekotoran batin, namun
dia mencari apa yang juga terkena kelahiran, penuaan,
penyakit, kematian, penderitaan, dan yang dikuasai oleh
kekotoran batin"

"Dan apakah pencarian yang luhur itu? Di sini,


seseorang yang dirinya sendiri terkena kelahiran,
penuaan, penyakit, kematian, penderitaan, dan yang
dikuasai oleh kekotoran batin, namun ia memahami
bahaya dari semua hal tersebut dan mencari jaminan
tertinggi yang terbebas dari semua hal tersebut, yang
tak-terlahir lagi, dan bebas dari semua ikatan,
Nirvana." (Majjhima Nikaya 26, 5/12)

Demikian pula, tugas dan tanggung jawab utama


setiap siswa Buddha selain mempraktekkan dan
menyempurnakan paramitanya demi
kesejahteraan manusia lainnya adalah
menyempurnakan dirinya dari setiap bentuk
kebencian, keserakahan, dan kebodohan batin
yang muncul dari hasil interaksi seluruh pintu
inderanya dengan dunia luar. Selalu sadar dan
sadar hingga tercapai kesejahteraan fisik dan
spiritual secara optimal bagi manusia banyak dan
diri sendiri merupakan tujuan utama hidup.

Buku Saku HIKMAHBUDHI |63


"Jangan takut, di sini Yasa, tiada yang mencemaskan.
Di sini Yasa, tiada yang menyakitkan." (Vin. I, 15)

Gerbang Tanpa-Kematian telah terbuka lebar


Biarlah mereka yang memiliki pendengaran
Menjawabnya dengan keyakinan
Biarlah mereka mendengar
Dharma yang telah ditemukan oleh Yang-Tak-Bernoda

"Segala sesuatu yang bersyarat yang terdiri dari


paduan unsur tidaklah kekal. Karena itu, berjuanglah
dengan sungguh-sungguh sadar untuk mencapai
Pembebasan Sempurna." (D. II, 156)

Penutup
Menjadi penegak Dhamma bukan hal mudah dan
sangat penuh tantangan, sama dengan perjuangan
Sidharta menjadi seorang Buddha, berlandaskan
pandangannya melihat dunia yang penuh dengan
ketidakadilan dan penderitaan, melihat kekuasaan
dipakai sebagai alat pemuas kepentingan orang-
orang tertentu.

Begitulah Beliau menentang arus, berani tampil


berbeda, dan berani mencari Kebenaran Sejati, dan
Beliau menemukannya. Bagaimana kita yang
meski di jaman yang berbeda namun mengalami
esensi yang sama dari kehidupan manusia?

64|Buku Saku HIKMAHBUDHI


Janganlah menunda apa yang dapat kita lakukan
hari ini.

Pustaka

Chandra, Ariya. Aplikasi Dharma dan Kontribusi


Mahasiswa Buddhis (Artikel). Jakarta, Maret 2007.

Komisi I Paradigma. Hasil Komisi I Paradigma


dalam Kongres IV HIKMAHBUDHI. Surabaya,
2005. (Beserta revisinya).

Priastana, Jo. Buddhadharma & Politik. Yasodhara


Putri, 2004.
Majjhima Nikaya
Samyutta Nikaya
Dhammapada
Anguttara Nikaya
Digha Nikaya
Middle-Length sayings

Buku Saku HIKMAHBUDHI |65


~ VI ~
ASAS, BENTUK, DAN SIFAT ORGANISASI

HIKMAHBUDHI yang berasas Pancasila Dasar


Negara adalah organisasi kemahasiswaan
ekstrakampus yang dijiwai oleh nilai-nilai Buddhis
dengan semangat kemahasiswaan. Secara
organisasi HIKMAHBUDHI bersifat independen
dan tidak berafiliasi atau bernaung kepada partai
politik atau organisasi masyarakat apa pun.

66|Buku Saku HIKMAHBUDHI


~ VII ~
VISI, MISI, DAN ORIENTASI

Visi HIKMAHBUDHI adalah organisasi


mahasiswa Buddhis ekstrakampus yang
menegakkan kebenaran, keadilan, dan nilai-nilai
kemanusiaan demi mewujudkan perdamaian dan
terbebasnya penderitaan.

Misi HIKMAHBUDHI adalah mengemban amanat


Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Orientasi HIKMAHBUDHI bergerak di bidang


sosial kemasyarakatan / kebangsaan dengan
dilandasi oleh semangat moral, etik, dan spiritual
Buddhis yang antikekerasan.

Buku Saku HIKMAHBUDHI |67


~ VIII ~
TUJUAN DAN USAHA

HIKMAHBUDHI dengan penuh tanggung


jawab ikut mengemban amanat Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 dalam
mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya
menuju masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila, dengan:
1. Mengembangkan nilai spiritual,
intelektual, dan kepekaan sosial
kemasyarakatan/kebangsaan para
anggotanya hingga tercipta generasi
penerus bangsa yang Pancasilais dan
Buddhistik.
2. Mempererat rasa persaudaraan dan
solidaritas dengan ikut menyelesaikan dan
memperjuangkan kepentingan mahasiswa
pada umumnya dan anggota pada
khususnya.
3. Mengerahkan aktivitas dan kreativitas
mahasiswa dalam pembangunan
masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia
sebagai pengamalan Pancasila.
4. Ikut mewujudkan cita-cita bangsa
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Untuk mencapai tujuannya, HIKMAHBUDHI


melakukan usaha di bidang:
68|Buku Saku HIKMAHBUDHI
1. Keimanan - spiritual.
2. Kemahasiwaan - intelektual.
3. Kemasyarakatan-kenegaraan/ kebangsaan.

Dalam melaksanakan usaha-usahanya ini,


HIKMAHBUDHI dapat bekerja sama dengan
badan-badan pemerintah maupun
nonpemerintah selama tidak bertentangan
dengan asas dan tujuan organisasi.

Buku Saku HIKMAHBUDHI |69


~ IX ~
SEKILAS AD / ART HIKMAHBUDHI

Keanggotaan
Keanggotaan HIKMAHBUDHI terdiri dari:
(1) Anggota Biasa, yaitu orang yang pada saat
terdaftar sebagai anggota adalah
mahasiswa Warga Negara Indonesia.
(2) Anggota Khusus, yaitu orang yang bukan
mahasiswa atau yang tidak berstatus
mahasiswa lagi yang diterima dan
ditetapkan oleh Pengurus Cabang.
(3) Anggota Kehormatan, yaitu orang yang
berjasa yang ditetapkan oleh Kongres.

Setiap Anggota Biasa memiliki hak-hak sebagai


berikut:
(1) Hak bicara dan hak suara.
(2) Hak dipilih dan memilih.
(3) Hak dibela dan membela diri.

Alumni
Alumni adalah :
(1) Anggota biasa HIKMAHBUDHI yang
masa keanggotaannya telah habis.
(2) Anggota biasa HIKMAHBUDHI yang
memutuskan untuk menjadi Alumni
sebelum masa keanggotaannya berakhir.

70|Buku Saku HIKMAHBUDHI


Setiap anggota berkewajiban:
(1) Menjaga dan menjunjung tinggi
kehormatan organisasi.
(2) Membela dan memperjuangkan tujuan
organisasi sesuai dengan asas, bentuk,
sifat, visi, misi, dan orientasi organisasi.
(3) Menaati Anggaran Dasar/Anggaran
Rumah Tangga dan setiap Ketetapan,
Keputusan, dan peraturan organisasi.
(4) Membayar iuran anggota pada waktunya,
selain yang diberi pengecualian yang
mekanismenya diatur oleh cabang masing-
masing.

Permusyawaratan dan Rapat


(1) Permusyawaratan HIKMAHBUDHI terdiri
dari:
(a) Kongres
(b) Kongres Luar Biasa
(c) Sidang Musyawarah
(d) Sidang Musyawarah Luar Biasa
(2) Rapat-rapat HIKMAHBUDHI terdiri dari:
(a) Rapat Pimpinan Nasional
(RAPIMNAS)
(b) Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS)
(c) Rapat Kerja Cabang (RAKERCAB)
(3) Ketentuan mengenai masing-masing jenis
permusyawaratan dan rapat
HIKMAHBUDHI diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga
Buku Saku HIKMAHBUDHI |71
Pengambilan Keputusan
(1) Pengambilan keputusan pada dasarnya
dilakukan secara musyawarah untuk
mencapai mufakat.
(2) Dalam hal tidak dapat dicapai mufakat,
keputusan diambil berdasarkan suara
terbanyak, terkecuali untuk pengambilan
keputusan dalam Kongres, Kongres Luar
Biasa, Sidang Musyawrah, dan Sidang
Musyawarah Luar Biasa yang diatur secara
khusus dalam Anggaran Rumah Tangga.

Dewan Penasihat
Dewan Penasihat adalah orang yang memiliki
pemahaman yang sejalan dengan Visi, Misi, dan
Orientasi HIKMAHBUDHI yang sanggup
memberikan pertimbangan mengenai hal-hal yang
strategis kepada Pengurus, baik diminta maupun
tidak.
(1) Dewan Penasihat tingkat pusat diangkat
oleh Presidium Pusat berdasarkan Surat
Keputusan untuk maksud tersebut.
(2) Dewan Penasihat tingkat cabang diusulkan
oleh Pengurus Cabang dan disahkan oleh
Ketetapan Sidang Musyawarah.

Setiap anggota Dewan Penasihat memiliki hak


sebagaimana tercantum dalam Anggaran
Rumah Tangga pasal 6 ayat 2.
72|Buku Saku HIKMAHBUDHI
Pembubaran
(1) HIKMAHBUDHI hanya dapat dibubarkan
oleh Kongres yang khusus
diselenggarakan untuk maksud tersebut
(disebut pula "Kongres Luar Biasa")
berdasarkan asas Pancasila yang dijiwai
nilai-nilai Buddhis dan semangat
kemahasiswaan.

(2) (a) Usulan pembubaran dinyatakan sah


apabila diusulkan oleh sekurang-
kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari
Pengurus Cabang.
(b) Kongres sebagaimana dimaksud dalam
ayat 1 pasal ini dinyatakan sah apabila
dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3
(dua per tiga) dari jumlah Pengurus
Cabang.
(c) Pengambilan keputusan yang dihasilkan
dinyatakan sah apabila disetujui oleh
sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga)
jumlah suara dalam Kongres tersebut.
(3) Apabila terjadi pembubaran
HIKMAHBUDHI, maka segala hak dan
kewajiban yang berkaitan dengan
HIKMAHBUDHI diserahkan kepada
Kongres sebagaimana dimaksud dalam
ayat 1 pasal ini.

Buku Saku HIKMAHBUDHI |73


~X~
FONDASI PERGERAKAN

Fondasi pergerakan HIKMAHBUDHI dilukiskan


seperti dua kaki yang kokoh yang memungkinkan
HIKMAHBUDHI untuk berjalan maju
menghadapi setiap tantangan kehidupan dan
zaman.

Kaki kanan adalah kecintaan HIKMAHBUDHI


terhadap Buddha
Disebut juga sebagai spiritualitas batin atau
transformasi internal
Buddha bukan sesuatu yang jauh dan
berada di luar diri kita, namun la sangat
dekat dan berada di dalam diri kita sendiri.
Saat kita melatih kesadaran, saat itulah
Buddha hadir dan menyatu di dalam diri
dan hati kita.
Karenanya latihan kesadaran dan meditasi
menjadi amat fundamental dalam setiap
pergerakan HIKMAHBUDHI.
Meditasi menjadi salah satu ekspresi konkrit
kecintaan kita yang tuntas dan total kepada
Buddha yang mampu menyemangati setiap
pergerakan HIKMAHBUDHI.

Kaki Kiri adalah kesadaran HIKMAHBUDHI atas


pentingnya persoalan Nilai

74|Buku Saku HIKMAHBUDHI


Disebut juga sebagai spiritualitas sosial
atau transformasi eksternal.
Nilai di sini berarti komitmen
HIKMAHBUDHI untuk memperjuangkan
segala hal yang baik untuk kehidupan
seperti keadilan, kebenaran, demokrasi,
HAM, kemanusiaan, usaha pembebasan
penderitaan sosial, dsb.
Kesadaran Nilai ini yang mampu
menyemangati idealisme setiap
pergerakan HIKMAHBUDHI.
Nilai ini menjadi sebuah bentuk konkrit
dari nilai nilai Dharma yang harus
diperjuangkan Putra/i HIKMAHBUDHI
sebagai siswa/i Buddha.

Dengan kedua kaki (fondasi) ini, yakni antara


spiritualitas batin dan sosial, antara transformasi
internal dan eksternal, yang memungkinkan
HIKMAHBUDHI untuk melakukan proses
dialektika yang mampu membawa kemajuan bagi
HIKMAHBUDHI maupun dalam memperkuat
martabat kemanusiaan.

Bila salah satu kaki lumpuh (apalagi bila kedua


kaki lumpuh), maka amat sulit atau bahkan tidak
mungkin bagi HIKMAHBUDHI untuk
mewujudkan apa yang menjadi ideal/tujuan/cita
citanya.

Buku Saku HIKMAHBUDHI |75


Karena tanpa kedua kaki yang memungkinkan
proses dialektika ini, kita hanya menjadi bagian
yang memperkuat status quo yang penuh
ketidakadilan dan kekerasan baik secara spiritual
maupun sosial.

Dan melalui proses latihan kesadaran


(meditasi/kontemplasi), HIKMAHBUDHI
berusaha untuk terus menggugat kemapanan yang
tidak adil dan menindas itu, berusaha untuk
mencari akar penyebabnya, dan dengan tanpa
kekerasan, berusaha untuk mengambil bagian
dalam proses perubahan sosial yang tengah
berlangsung.

76|Buku Saku HIKMAHBUDHI


~ XI ~
PRINSIP PERGERAKAN

Prinsip pergerakan merupakan sesuatu yang


menjadi Identitas dan Karakter dari setiap
pergerakan HIKMAHBUDHI.

Pertama adalah Prinsip Kesederhanaan


 Artinya yang menjadi standar bukanlah
kemewahan.

Kedua adalah Prinsip Perubahan


 Artinya yang menjadi standar bukanlah
kemapanan.
 Karena itu kesadaran atau kepekaan untuk
selalu melakukan usaha peremajaan atau
pembaharuan dalam menanggapi setiap
permasalahan dan perubahan zaman perlu
secara terus menerus dilakukan, baik secara
internal organisasi, maupun dalam setiap
semangat pergerakan HIKMAHBUDHI.

Ketiga adalah Prinsip Antikekerasan


 Artinya yang menjadi standar bukanlah
kekerasan. Karenanya mencari bentuk
bentuk perjuangan yang damai namun
efektif dalam melakukan perubahan sosial
menjadi penting.
 Prinsip Antikekerasan bukanlah bentuk
perjuangan yang lemah. Setiap perjuangan
Buku Saku HIKMAHBUDHI |77
antikekerasan bercirikan bobot moral yang
kuat, namun setiap perjuangan moral yang
kuat harus memiliki implikasi politik yang
kuat pula, sehingga setiap proses perubahan
ke arah yang lebih baik menjadi mungkin
terwujud.
 Setiap gerakan moral hanya berarti dan
bermakna bila dilandasi oleh visi
kemasyarakatan dan politik yang jelas dan
kuat. Visi kemasyarakatan dan politik yang
jelas bersama kekuatan moral yang kuat
inilah yang mampu merebut hati nurani
rakyat, bahkan hati nurani yang
memusuhinya.
 Artinya secara singkat, prinsip
antikekerasan yang sejati harus sanggup
memadukan dua hal yakni:
1. Sebagai gerakan moral yang memiliki
implikasi politik yang kuat
2. Tindakan politik yang memiliki bobot
moral yang kuat.

78|Buku Saku HIKMAHBUDHI


~ XII ~
PILAR PERGERAKAN

Pilar pergerakan merupakan kondisi penunjang


atau keharusan yang ada yang memungkinkan
kedua kaki HIKMAHBUDHI sebagai pondasinya
mampu berjalan dengan mantap. Tanpa PILAR ini,
maka kedua kaki HIKMAHBUDHI akan
LUMPUH.

"Yang pertama adalah IDEOLOGI YANG KUAT"


Ideologi di sini adalah nilai nilai universal Buddhis
sehingga pemahaman yang tuntas atas seluruh
nilai yang direfleksikan oleh kedua kaki
HIKMAHBUDHI menjadi amat mendasar sekali.

"Yang kedua adalah KETELADANAN YANG


KUAT"
Keteladanan yang kuat adalah sesama Putra/i
HIKMAHBUDHI harus saling menjadi INSPIRASI
bagi sesamanya, saling mendukung dan
membantu.

"Yang ketiga adalah KEPEMIMPINAN YANG


KUAT"
Kepemimpinan yang kuat menyangkut persoalan
manajemen yang mendasar hingga kepada
manajemen strategis, yang mampu
mentransformasi, menggalang solidaritas, dan

Buku Saku HIKMAHBUDHI |79


komitmen seluruh Putra/i HIKMAHBUDHI
maupun dalam konteks masyarakat.

"Yang keempat adalah SOLIDARITAS DAN


PERSAUDARAAN YANG KUAT"
Solidaritas dan persaudaraan yang kuat terefleksi
dari adanya kesetiakawanan di antara sesama
Putra/i HIKMAHBUDHI, ada rasa senasib
sepenanggungan, ada rasa sebagai satu saudara
dari rahim Dharma yang sama, kesediaan untuk
saling membantu, berbagi suka dan duka, dan
sebagai sahabat sahabat seperjuangan dalam
lautan samsara ini.

80|Buku Saku HIKMAHBUDHI


~ XIII ~
VISI KEBANGSAAN

Dalam memahami proses kebangsaan secara


benar, HIKMAHBUDHI perlu memahami adanya
2 (dua) pemikiran mainstream yang ekstrim yang
seharusnya tidak menjadi pilihan
HIKMAHBUDHI dalam menumbuhkan semangat
kebangsaan, yakni:
 Kebangsaan yang dipahami bahwa negara
dan kehidupan masyarakat didasarkan
kepada suatu agama tertentu secara formal
dan melembaga (terinstitusi).
 Kebangsaan dipahami bahwa negara dan
kehidupan masyarakat sama sekali
terbebas/terlepas dari nilai nilai agama.

Kebangsaan yang benar adalah kebangsaan yang


mampu mengayomi dan melindungi semua warga
negara dan penduduknya tanpa membedakan apa
pun agama, ras, golongan, gender dan latar
belakang sosial, budaya, dan politiknya.

Bila suatu agama (juga ras, golongan, gender, latar


belakang, dsb) tertentu secara formal dan
institusional dijadikan ukuran untuk mengukur
dan membentuk rasa kebangsaan, agama (dan
yang lainnya) dapat menjadi sangat kejam dan
menekan, dan kehidupan masyarakat yang

Buku Saku HIKMAHBUDHI |81


pluralis akan terancam kebhinekaannya yang
utuh/ika.

Kebangsaan dalam konteks Indonesia (dan


tentunya HIKMAHBUDHI), memiliki hubungan
yang amat kuat atas penerimaan kita terhadap
Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Semangat
dan isi dari Pancasila dan Pembukaan UUD 1945
inilah yang membentuk dan menjadi karakter
kebangsaan Indonesia yang dicita citakan, di mana
hal ini pula yang menjadi Misi dan Asas
pergerakan HIKMAHBUDHI, yang mencintai
persatuan/kesatuan sekaligus kebhinekaan tanah
air secara benar.

Kebangsaan harus mengatasi dan melampaui


simbol simbol agama (dan yang lainnya) karena
bila tidak, kebangsaan dan agama (dan yang
lainnya) menjadi sangat menekan dan chauvinis.
Dalam konteks itu maka HIKMAHBUDHI harus
melihat dan memahami agama (Buddhis) sebagai
nilai dan spirit yang melebihi simbol simbol.
HIKMAHBUDHI harus berani membebaskan
dirinya yang memandang agama hanya sekedar
sebagai bentuk dan institusi. Keimanan Buddhis
HIKMAHBUDHI harus melebihi kesan, vihara,
upacara, dan seluruh manifestasi eksternalnya,
yakni harus melebihi nasionalisme sempit dan
kembali kepada intisari ajaran Buddha dan ikut
menyembuhkan penyakit penyakit sosial yang
82|Buku Saku HIKMAHBUDHI
disebabkan oleh ketidakadilan/kekerasan
struktural, konsumerisme, kemiskinan, dan
pertentangan ideologis. Secara singkat
HIKMAHBUDHI berani konsekuen terhadap Visi,
Misi, dan Orientasinya dan memiliki pesan sosial,
karena tanpa keadilan dan kepedulian sosial
kemanusiaan, tidak ada Buddhisme. Inilah Visi
Kebangsaan HIKMAHBUDHI Yang inklusif.

Buku Saku HIKMAHBUDHI |83


~ XIV ~
VISI POLITIK HIKMAHBUDHI

Hal pertama yang perlu dipahami oleh setiap


anggota HIKMAHBUDHI mengenai kiprahnya
dalam dimensi politik adalah bahwa politik tidak
harus selalu kotor dan jahat. Dan politik yang
diemban oleh HIKMAHBUDHI adalah politik
dalam arti yang ASLI, yakni segala upaya dan
tindakan demi kepentingan dan kesejahteraan
umum, atau yang secara umum dalam komunitas
HIKMAHBUDHI sering diistilahkan sebagai
POLITIK ETIS, MORAL, ATAU HATI NURANI.

Politik dalam arti yang ASLI ini memang


seringkali diperhadapkan dengan politik dalam
arti yang SEMPIT, yakni politik kekuasaan, di
mana dalam banyak kesempatan,
kita/HIKMAHBUDHI memang diingatkan untuk
MENJAGA JARAK dengannya, karena politik
kekuasaan memang seringkali kotor bahkan jahat.
NAMUN perlu diingat pula bahwa politik
kekuasaan pun dapat menjadi baik dan berharga
selama ia TIDAK MENGKHIANATI politik dalam
arti aslinya.

HIKMAHBUDHI yang merupakan bagian integral


dari bangsa ini, JELAS mempunyai hak dan
kewajiban yang sama untuk berpolitik dalam arti
yang asli tersebut, baik secara TEORITIS (yakni
84|Buku Saku HIKMAHBUDHI
berbincang, berdiskusi, berwacana, belajar
mengajar politik) maupun secara PRAKTIS (yakni
tidak hanya berteori namun juga praktis bertindak,
mengorganisir, menggalang kekuatan, dsb) demi
hasil KONKRET sesuai tujuan berpolitik yang
ASLI tersebut.

Jadi yang perlu dipahami adalah BUKANNYA


antara boleh tidaknya HIKMAHBUDHI berpolitik,
atau antara berpolitik teoritis ataukah praktis,
namun yang amat PENTING adalah apakah
HIKMAHBUDHI itu berpolitik dalam arti yang
ASLI atau TIDAK. Bobot dan pertimbangan moral
dan hati nurani dalam berpolitik inilah yang
mengatasi semua dimensi yang ada dalam
politiknya HIKMAHBUDHI, termasuk "politik
kekuasaan" itu sendiri, sehingga politik kekuasaan
pun dapat dibenarkan sejauh ia DITUNTUN oleh
semangat dan cita cita politik yang asli. Oleh
karena itu, HIKMAHBUDHI harus kritis terhadap
setiap upaya depolitisasi warga negara yang
sengaja diciptakan penguasa untuk
mempertahankan kekuasaannya yang korup,
bahwa umat beriman janganlah berpolitik praktis
atau menjadi warga negara yang apolitis. Karena
sebaliknya, setiap warga negara yang beriman dan
Buddhistik, JUSTRU sewajarnya bahkan WAJIB
dan BERHAK AKTIF dalam politik praktis
tersebut, NAMUN tetap dalam pengertian yang
ASLI BERMORAL BERNURANI, meski tentu saja
Buku Saku HIKMAHBUDHI |85
SESUAI ukuran, kematangan, dan kemampuan
masing masing warga bangsa.

Dan mengapa dalam berpolitik etis ini


HIKMAHBUDHI tidak cukup hanya menyentuh
persoalan teoritis, namun juga praktis? Hal ini
dikarenakan oleh kesadaran kita bahwa setiap
persoalan kemanusiaan dan kemasyarakatan yang
ada, setiap persoalan yang menyangkut
ketidakadilan dan kekerasan, senantiasa berakar
kepada persoalan STRUKTURAL. Karena apa pun
yang kita lakukan, HANYA terlibat dalam
kesejahteraan sosial karitatif, TIDAKLAH CUKUP.
Kita hasus terus bekerja sampai kita menyadari
dan menemukan bahwa pada kenyataannya,
SEBAB dari penderitaan telah begitu SISTEMATIS
DAN STRUKTURAL. Kesadaran bahwa betapa
tidak bermoralnya kemiskinan dan ketidakadilan
tersebut, dan bahwa kemiskinan dan ketidakadilan
tersebut bukanlah persoalan pada tingkat pribadi
semata, di mana persoalan tersebut bisa ditangani
melalui pendekatan tradisional yang bersifat amal
sosial dan moral teoritis semata. Tidak ada satu
pun persoalan yang berakar pada struktur yang
pincang dan tidak adil ini dapat dipecahkan
dengan pendekatan moral teoritis yang mudah
dengan pilihan antara hitam dan putih.

Oleh karena itu, dibutuhkan pula suatu


pendekatan MORAL POLITIS YANG PRAKTIS
86|Buku Saku HIKMAHBUDHI
guna mendorong terjadinya PERUBAHAN
SISTEM DAN STRUKTUR yang menjadi AKAR
persoalan. Karena saat kita peduli dengan kaum
kecil miskin tak berdaya, saat itulah kita akan
peduli dengan penderitaan dan ketidakadilan
yang menjerat mereka. Dan untuk mengatasi
segala bentuk ketidakadilan dan penderitaan ini,
suka atau tidak suka, kita "dipaksa" untuk aktif
secara politik karena telah melihat SEBAB dari
penderitaan tersebut, karena pada dasarnya,
BUKAN kita yang mengejar politik, namun politik
lah yang MENGEJAR DAN MENGIKAT kita dan
masyarakat.

Usaha untuk mengatasi kekerasan, ketidakadilan


dan kesenjangan sosial misalnya, memang
merupakan KOMITMEN moral dan menjadi
TUGAS seorang Buddhis, namun melakukan
perubahan struktural yang tidak adil dan
demokratis agar rakyat TERBEBAS dari struktur
sosial yang menindas dan banyak menimbulkan
penderitaan, merupakan suatu sikap dan
keputusan politik. Oleh karena itu kita harus benar
benar memahami bahwa setiap komitmen moral
kita terhadap usaha pembebasan penderitaan,
sungguh bersifat politis. NAMUN sekali lagi,
politik dalam arti yang ASLI, politik moral dan
nurani yang dilandasi oleh CINTA DAN BELAS
KASIH terhadap sesama. Sebuah politik

Buku Saku HIKMAHBUDHI |87


DHARMIK untuk mengatasi kekuatan yang
ADHARMIK.

Dan akhirnya, setelah memahami visi politik


HIKMAHBUDHI ini, pertanyaan kita adalah,
sanggupkah HIKMAHBUDHI melahirkan para
kadernya menjadi tokoh dan pemimpin
masyarakat, yang bukan hanya bermoral, tapi juga
mampu "berpolitik praktis" dalam arti politik
kekuasaan, NAMUN tetap dengan cara cara yang
BERMORAL, ETIS, DAN TIDAK KOTOR
APALAGI JAHAT. Seorang kader yang mampu
berjuang dalam politik praktis kekuasaan demi
MENEGAKKAN nilai nilai moral, kebenaran,
keadilan, perdamaian, dan segala hal yang baik?
Singkatnya seorang pemimpin yang TIDAK ASAL
KUASA saja, namun pemimpin yang DHARMIK
yang mampu membawa perubahan struktural
yang lebih humanis bagi kehidupan ini. Inilah
tantangan ke depan yang akan membuktikan
sejauh mana HIKMAHBUDHI mampu
MENGGEMBLENG setiap kadernya menjadi
manusia yang BERKARAKTER, CERDAS, DAN
TAHAN BANTING. Manusia yang BERDIRI DI
ATAS KEBENARAN DHARMIK DAN BUKAN
SEBALIKNYA.

88|Buku Saku HIKMAHBUDHI


~ XV ~
PRINSIP INDEPENDENSI DAN
INTELEKTUAL HIKMAHBUDHI

Makna independensi HIKMAHBUDHI tidak


terbatas secara organisatoris semata, tapi juga
menyangkut manusia manusianya yang berani
menggunakan akan budi dan hati nuraninya
secara bebas merdeka.

Artinya ada transformasi dari persoalan


independensi ke persoalan freedom. Sebagaimana
Proklamasi Kemerdekaan RI bahwa "hal hal yang
menyangkut pemindahan kekuasaan dan lain lain"
memang dapat "diselenggarakan dengan cara
seksama dan dalam tempo yang sesingkat-
singkatnya", namun peralihan cara hidup bangsa
terjajah ke cara hidup manusia yang bebas
merdeka ternyata baru dimulai dan masih harus
membutuhkan waktu yang lama hingga saat ini.
Dan untuk menjadi manusia bebas merdeka,
segenap anggota dan pengurus HIKMAHBUDHI
hendaknya memiliki kearifan (pannya) hakiki
sehingga mereka "berani berbuat meski tidak
diwajibkan dan berani tidak berbuat meski tidak
dilarang" sesuai dorongan akal budi dan
nuraninya yang jujur. Singkatnya menjadi
manusia bebas merdeka adalah menjadi manusia
yang tanpa mentalitas minor dan minder yang
selalu dikungkung oleh rasa takut dan malas.
Buku Saku HIKMAHBUDHI |89
Manusia yang bebas merdeka (independen)
senantiasa mengandalkan akal budi dan hati
nuraninya, dan ini membuat mereka sering
terpaksa melampaui batas-batas
kepatutan/norma-norma yang kaku baku, baik
yang menyangkut budaya maupun hukum.
Sementara situasi dan persoalan kemasyarakatan
atau kemanusiaan bersifat serba dinamis dan
struktural sehingga mereka perlu mencari cara
cara alternatif yang cerdas, berubah ubah, penuh
inovasi dan improvisasi, bahkan harus sering
mendobrak beberapa dinding penghalang yang
merugikan, yang secara hukum masih resmi ada
tapi secara moral amat merusak dan
membelenggu.

Oleh karena itu, kebebasan dan kemerdekaan yang


mengandalkan akal budi dan hati nurani ini amat
terkait dengan peran intelektualitas sejati yang
diemban HIKMAHBUDHI. Ada 3 (tiga) kekuatan
intelektual yang perlu dipahami dan dimiliki oleh
setiap insan HIKMAHBUDHI:

1. Kemampuan/Kepekaan Intelektual
Setiap insan HIKMAHBUDHI hendaknya
memiliki selera dan kepekaan atas persoalan
nilai (kebenaran, keadilan, demokrasi,
kemanusiaan, dll). Mereka peka atas segala
bentuk ketidakadilan dan kesewenang
90|Buku Saku HIKMAHBUDHI
wenangan, dan dengan kepekaannya ini,
mereka bersedia untuk memahami
persoalan, mengapa dan oleh sebab apa hal
itu terjadi.

Dengan MENGANDALKAN akal budi dan


nuraninya, mereka selalu mencari jawaban
mengapa ketidakadilan dan kekerasan
struktural bisa terjadi, sehingga secara
JERNIH dan JUJUR, mereka mampu
membedakan mana yang benar mana yang
salah, mana yang adil mana yang tidak adil,
mana yang sewenang wenang dan mana
yang membawa kebaikan.

2. Kejujuran Intelektual
Intelektual sejati tidak akan pernah bersedia
untuk melacurkan dan mengkhianati
kemampuan/kepekaan intelektualnya
sendiri. Mereka secara jujur akan
menyatakan apa yang mereka pahami dan
rasakan. Mereka tidak akan terkooptasi oleh
kekuasaan dan kemewahan. Kejujuran dan
kesederhanaan akan menjadi kekuatannya.

3. Keberanian Intelektual
Keintelektualan menjadi tidak utuh bila
seorang intelektual tidak berani
menjalankan fungsi intelektualnya sebagai
kekuatan perubahan sosial, sekalipun
Buku Saku HIKMAHBUDHI |91
betapa peka dan jujurnya mereka. Karena
kemampuan dan kejujuran intelektual tanpa
diimbangi oleh keberanian intelektual,
membuat keintelektualan seseorang
kehilangan fungsi sosialnya. Padahal
keintelektualan sejati amat terkait dengan
tanggung jawab sosialnya, amat terkait
dengan tanggung jawabnya terhadap
masyarakat dan kemanusiaan.

Tanpa keberanian intelektual ini, seorang


intelektual telah mengkhianati kodrat
kenabian/kebodhisatvaannya. Dan setiap
Bodhisatva, tidak akan berdiam diri atas
segala bentuk ketidakadilan, penderitaan,
dan kesewenang-wenangan yang terjadi di
sekelilingnya. Keberanian untuk berkorban
secara sadar demi kepentingan masyarakat
dan kemanusiaan, menjadi ciri khas yang
amat kuat dari seorang intelektual, terlebih
lagi bagi Bodhisatva yang spiritualis.

Oleh karena itu, hal pertama yang harus


disediakan oleh HIKMAHBUDHI adalah
mampukah HIKMAHBUDHI dengan seluruh
perangkat nilai prinsip dan spiritualnya,
mempersiapkan mental dan visi segenap anggota
dan pengurusnya menjadi manusia yang bebas
merdeka, manusia yang independen. Manusia
yang mampu bersikap terbuka terhadap segala
92|Buku Saku HIKMAHBUDHI
bentuk perubahan. Karena amat sulit bagi
HIKMAHBUDHI untuk mengimplementasikan
segala tujuan nilai dan prinsipnya bila ia dipimpin
oleh orang orang yang bermental kaku, dogmatis,
takut dan minder. Singkatnya tipe manusia yang
tidak menyukai tantangan moral dan spiritual.
Hanya melalui orang orang yang independen
inilah, keindependensian organisasi
HIKMAHBUDHI dapat terjamin.

Dan untuk menjalankan fungsi intelektual yang


bebas merdeka ini, kita dituntun oleh tiga hal:
1. Di dalam hal yang minor atau belum pasti:
Beri ruang kebebasan.
2. Di dalam hal yang mayor atau prinsip:
Perjuangkan kesatuan.
3. Di dalam segala tindakan:
Dasarilah dengan cinta dan spiritual.

Karena itu setiap insan HIKMAHBUDHI


hendaknya belajar untuk menilai secara tepat
mana yang minor mana yang mayor, mana yang
belum keharusan yang mendesak dan mana yang
prinsip dan harus dikerjakan secara setia kawan,
suka atau tidak suka, cocok atau tidak cocok,
karena penting untuk diperjuangkan. Hanya
dalam hal hal yang tidak gawat dan tidak prinsip,
ruang kebebasan harus dijunjung tinggi sesuai
bakat dan selera masing masing.

Buku Saku HIKMAHBUDHI |93


Namun dalam hal hal yang prinsip dan gawat,
semua pihak harus bersatu padu di bawah satu
pimpinan. Keliru atau tidak itu masalah kedua,
tapi dalam hal yang benar benar prinsip,
dibutuhkan persatuan dan kebulatan tekad
bersama, sehingga selera atau kebijakan pribadi
ada kalanya berharga untuk dikorbankan dalam
suasana hati yang tetap setia kawan dan solider.
Namun apa pun sikap dan tindakan yang kita
ambil, hendaknya dituntun oleh rasa cinta dan
kesadaran spiritual yang kita imani.

Ketiga hal inilah yang menjadi semangat untuk


memahami ART pasal 7, bahwa dalam hal Visi,
Misi dan Orientasi HIKMAHBUDHI, Presidium
Pusat memiliki kewajiban dan tanggung jawab
moral terbesar sebagai penjaga, teladan, dan
benteng moral atas seluruh persoalan nilai dan
prinsip yang terkandung dalam AD/ART sebagai
konstitusi tertinggi HIKMAHBUDHI, dan
menjamin HIKMAHBUDHI tidak akan pernah
menjadi alat/tunduk pada kekuasaan dari pihak
mana pun yang bertentangan dengan nilai dan
prinsip yang diyakininya tersebut.

Di sini kewibawaan pemimpin yang dicintai


menjadi amat fundamental. Kepemimpinan yang
bukan hanya mampu menyemangati dan
menggerakkan seluruh prinsip dan nilai yang
diyakini namun juga mampu dalam persoalan
94|Buku Saku HIKMAHBUDHI
teknis operasional manajemen
pengimplementasiannya.

Akhirnya, kebebasan dan kemerdekaan


(independensi) yang melekat pada fungsi
intelektual HIKMAHBUDHI inilah yang amat
menentukan peran politik etis yang diemban oleh
HIKMAHBUDHI agar berjalan secara benar dan
bermakna.

Buku Saku HIKMAHBUDHI |95


~ XVI ~
ATRIBUT BAKU ORGANISASI

1. Lambang /Logo
Lambang HIKMAHBUDHI terdiri dari :
Ganesa: berwarna hitam dan melambangkan
ilmu pengetahuan; bermahkotakan
stupa yang berwarna emas sebagai
tanda bahwa mahasiswa Buddhis
menjunjung tinggi nilai nilai Buddhis;
bermata tiga yang menandakan
ketajaman penglihatan; dan
berselendang emas sebagai lambing
manusia pilihan.
Trisula : berwarna putih pada ikat pinggang
melambangkan Tridharma perguruan
tinggi.
Teratai : berwarna emas dan menjadi landasan
berpijak. Lima helai teratai bagian
bawah melambangkan Pancasila
Dasar Negara dan tiga helai di
atasnya melambangkan Tiga
Perlindungan yang menjadi kerangka
dasar agama Buddha.
Cakra : berwarna emas melambangkan
Kebenaran. Ganesa bertangan empat
dengan sikap memutar cakra
menunjukkan bahwa mahasiswa
Buddhis siap menegakkan nilai nilai
kebenaran.
96|Buku Saku HIKMAHBUDHI
Swastika: berwarna emas melambangkan cinta
kasih universal yang menggerakkan
perjuangan HIKMAHBUDHI yang
antikekerasan.
Tulisan : Himpunan Mahasiswa Buddhis
Indonesia dengan warna hitam; tanpa
lingkaran penutup mencerminkan
keterbukaan dan egaliter organisasi,
dan pita yang bertuliskan
HIKMAHBUDHI
(lihat lampiran)

2. Bendera
Warna dasar bendera adalah biru muda yang
melambangkan keluhuran dan kejayaan
organisasi.
Ukuran bendera adalah 120 X 75 cm dengan
gambar logo Ganesa berdiameter 50 cm terletak
sentral di tengah (lihat lampiran).

3. Jaket/Jas
Jaket Hikmahbudhi berwarna biru tua dengan
kancing penutup hingga batas dada
melambangkan kepedulian HIKMAHBUDHI
terhadap kaum kecil miskin. Tiga buah kancing
pada jaket melambangkan Tiga Permata yang
menjadi kekuatan dan perlindungan utama
dari setiap pergerakan HIKMAHBUDHI. Jaket
dilengkapi pula dengan badge nama dan
jabatan di bagian dada sebelah kiri serta
Buku Saku HIKMAHBUDHI |97
bersaku di bagian kanan dan kiri bawah (lihat
lampiran).

4. Baret
Baret sebagai mahkota melambangkan sikap
dinamis kaum muda mahasiswa yang penuh
semangat dan keberanian dalam menjalankan
hidup dan perjuangannya. Berwarna separuh
biru muda dan separuh biru gelap. Warna
dominan biru tua pada baret merupakan wujud
bakti yang menunjukkan komitmen
pengabdian HIKMAHBUDHI kepada
masyarakat, bangsa dan negara.

Sedangkan warna biru muda melambangkan


perdamaian dan keadilan yang menjadi
semangat dasar pergerakan HIKMAHBUDHI.

Bagian biru gelap digunakan dengan posisi


lebih tinggi di sebelah kiri. Baret digunakan
dengan posisi miring ke kanan melambangkan
sikap demokratis dan kematangan intelektual
yang menjadi karakter pergerakan
HIKMAHBUDHI. Baret dipakai dengan pin
segi delapan Hikmahbudhi yang disematkan di
bagian biru gelap. (lihat lampiran)

5. Stempel
Ukuran stempel adalah panjang X lebar = 4,3 X
4 cm dengan tinta warna biru (lihat lampiran).
98|Buku Saku HIKMAHBUDHI
6. Kop Surat & Amplop
Kertas kop berukuran kertas folio. Kop bagian
atas terdiri dari gambar logo HIKMAHBUDHI
di seblah kiri dengan tulisan identitas
organisasi di sampingnya. Lebar kop bagian
atas 5,5 cm.
Kop bagian bawah tertera nama organisasi
HIKMAHBUDHI (lihat lampiran).

7. Kartu Nama
Berukuran 9 x 5,5 cm dengan bagian sebelah
kiri berwarna biru muda dan logo di bagian
pojok kiri atas (lihat lampiran).

Buku Saku HIKMAHBUDHI |99


~ XVII ~
BENTUK-BENTUK AKTIVITAS

Secara garis besar, aktivitas HIKMAHBUDHI


terbagi atas 4 jenis yakni:
1. Intern Organisasi:
 Kursus Bahasa, Meditasi, Diskusi Bulan
Purnama, Olahraga, dll
 Pekan Orientasi, Latihan Dasar
Kepemimpinan I-III, Leadership
Training Lanjutan, Peringatan Harlah /
Dies Natalis, dll.
 Kongres, Simus (Sidang Musyawarah),
Rakernas (Rapat Kerja Nasional),
Rapimnas (Rapat Pimpinan Nasional),
Rakercab (Rapat Kerja Cabang),
Rapimcab (Rapat Pimpinan Cabang).
2. Intern Komunitas:
 Jamtumas (Jambore Tunas Mahasiswa)
 Welcome Party (Penerimaan Mahasiswa
Baru)
 Pekan Penghayatan Dharma (Retret)
 Peringatan Hari-hari Besar Buddhis dan
Komunitas
 Lomba Cipta Lagu, Pop Singer, dan
Vokal Grup Buddhis Nasional
 Penerbitan Majalah, Buku, dan Buletin
3. Ektern Dalam Negeri:
 Kegiatan Forum Kebangsaan Pemuda
Indonesia
100|Buku Saku HIKMAHBUDHI
 Kegiatan Generasi Muda Antariman
 Olimpiade Mahasiswa
 Festival Lukis Anak Jalanan
 Bakti Sosial (Donor Darah,
Pemberdayaan Masyarakat, dll)
 Seminar Nasional (Pendidikan dan
Kebudayaan, Kepemudaan,
Kemasyarakatan, Kebangsaan)
 Kampanye Pendidikan dan Kebudayaan
 Kampanye Budaya Damai dan
Antikekerasan
 Dll
4. Ektern Luar Negeri:
 Konferensi Internasional Network of
Engaged Buddhists
 Konferensi Pemuda Asia Pacific
 Konferensi Internasional Ariya Vinaya
 Internasional Training for Youth
 Konferensi Internasional mengenai
Pembangunan dan Keadilan
 Konferensi Internasional Buddhis-
Muslim Dialog
 Konferensi Internasional Pemuda
Antariman
 Konferensi Internasional mengenai
Perdamaian dan Konsumerisme
 Mempersiapkan Konferensi Bandung II
2005

Buku Saku HIKMAHBUDHI |101


SEKRETARIAT HIKMAHBUDHI :

Presidium Pusat HIKMAHBUDHI


Jl. Percetakan Negara VB no.17
Jakarta 10570
Telp. 021-70566755
Fax. 021-6917172
Email : hikmahbudhi@gmail.com
pphb@hikmahbudhi.or.id
Web : www.hikmahbudhi.or.id

PC HIKMAHBUDHI Jakarta
Jl. Percetakan Negara VB/17
Jakarta 10570
Telp. 021-71346834
Fax. 021-6917172
Email : hb_Jakarta@yahoo.com
hbjkt@hikmahbudhi.or.id

PC HIKMAHBUDHI Semarang
Jl. Puri Anjasmoro blok P3 No. 24 Semarang
Email : hb_Semarang@yahoo.com
hbsmg@hikmahbudhi.or.id

PC HIKMAHBUDHI Malang
Vihara Dharma Mitra
Jl. Sukarno-Hatta (depan Politeknik Negeri
Malang)
Email : hb_Malang@gmail.com
hbmlg@hikmahbudhi.or.id
102|Buku Saku HIKMAHBUDHI
PC HIKMAHBUDHI Surabaya
Jl. Gubeng Kertajaya IVC/14 Surabaya Jawa Timur
Telp. 031-5013018
Email : hb_kmbs@yahoo.com
hbsby@hikmahbudhi.or.id

PC HIKMAHBUDHI Lampung
Jl. Sultan Haji No. 80 Kota Sepang II
Bandar Lampung 35141
Telp. 0721-782924
Email : hb_Lampung@yahoo.com
hblmp@hikmahbudhi.or.id

PC HIKMAHBUDHI Mataram
Jl. Gunung Kerinci No. 40, Dasan Agung,
Mataram, NTB
Nusa Tenggara Barat
Telp. 0370-633728
Email : hb_mataram@yahoo.com
hbmtr@hikmahbudhi.or.id

PC HIKMAHBUDHI Boyolali
Jl. Semarang-Solo Km. 60 Dk. Mekarsari No. 9 RT
01/RW 02, Ds. Kaligentong
Ampel-Boyolali, Jateng 57352

Buku Saku HIKMAHBUDHI |103


PC HIKMAHBUDHI Tangerang Selatan
Komplek Edu Town BSD City Serpong-Tangerang
15339
Email : hb_tangsel@yahoo.com

PC HIKMAHBUDHI Wonogiri
STAB Negeri Raden Wijaya

PC HIKMAHBUDHI Kota Tangerang


Kompleks Perguruan Buddhi
Jl. Perguruan Buddhi
Tangerang, Banten.

104|Buku Saku HIKMAHBUDHI


Buku Saku HIKMAHBUDHI |105
106|Buku Saku HIKMAHBUDHI
Buku Saku HIKMAHBUDHI |107
Sekretariat:
Jl. Percetakan Negara VB/17
Jakarta Pusat 10570
Telp. 021-70566755
Email : hikmahbudhi@gmail.com
Web: www.hikmahbudhi.or.id

Anda mungkin juga menyukai