Fahruddin Faiz
ORIENTASI CINTA MANUSIA MODERN
• ORIENTASI RESEPTIF
• Sumber kebahagiaan dan pemenuhan keinginannya ada di luar diri. Fokus pada apa/siapa yang
dicintai. ‘Mencintai’ orang yang memberi cinta atau apa saja yang tampak seperti cinta.
• ORIENTASI EKSPLOITATIF
• Bentuk ekstrem dari orientasi reseptif, ada unsur pemaksaan/manipulasi agar yang dicintai
memuaskan keinginannya. Mereka mencintai pada apa yang bisa ‘dimanfaatkannya’ untuk
kepentingannya. Saat obyek yang dicintainya tidak bisa lagi dieksploitasi, mereka akan ‘bosan’.
• ORIENTASI MENIMBUN
• Fokus pada kepemilikan. Orang yang merasa aman dan nyaman dalam memiliki sesuatu,
menjaganya, ‘menyimpannya’, dan merasa bersalah saat ‘mamanfaatkan’ atau apalagi membuang
apa yang dianggap miliknya. Cinta bagi tipe ini adalah semacam kepemilikan, juga kenangan, masa
lalu, dan lain sebagainya. Tipe ini cenderung dingin dan tidak produktif
• ORIENTASI PASAR
• Fokus bagaimana menjual dirinya di ‘pasar’, bagaimana ia ‘membungkus’ dirinya, bagaimana
membuat orang lain tertarik kepadanya. Cinta di mata orang semacam ini adalah komoditas;
keuntungan apa yang bisa diperoleh dari cinta, yang relevan dengan modal (bungkus dan
penampilan) yang sudah dikeluarkan.
CINTA SEBAGAI WATAK
• Cinta adalah sikap, satu orientasi watak yang menentukan hubungan
pribadi dengan dunia keseluruhan, tidak semata menuju satu ‘obyek
cinta’
• Jika seseorang hanya mencintai satu orang saja, dan tidak peduli
terhadap yang lainnya, ini bukanlah cinta, namun ‘egoism yang
diperluas’.
• Maka cinta sebenarnya tidak tergantung obyeknya. Orang yang
mencintai hanya menunggu saat menemukan ‘obyek’ yang tepat saja,
ibarat orang yang mau melukis, namun ia tidak mau mempelajari seni
lukis, hanya menunggu menemukan obyek yang bagus tepat untuk
dilukis. Padahal jika ia memang ahli melukis, obyek apapun akan
tampak bagus dan indah.
CINTA:
JAWABAN PROBLEM EKSISTENSIAL MANUSIA
CINTA YANG MATANG
• Berawal dari impresi ‘jatuh cinta’, runtuhnya batas di antara dua orang
yang semula asing. Selanjutnya yang asing itu menjadi ‘intim’_meskipun
pengalaman keintiman ini hakikatnya berlangsung singkat, khususnya
ketika tidak ada lagi batas yang harus diatasi, tidak ada lagi kedekatan
yang harus diraih.
• Premis ideal cinta erotis: saya mencintai dari hakikat keberadaanku, dan
saya mengalami pribadi yang lain itu dalam hakikat keberadaannya.
OBYEK CINTA 4: CINTA DIRI SENDIRI