Anda di halaman 1dari 3

(sumber gambar: goodreads.

com)

Judul Buku: Hari Terakhir Kartosoewirjo, 81 Foto Eksekusi Imam DI/TII

Penulis: Fadli Zon

Pengantar: Mohammad Iskandar

Penerbit: Fadli Zon Library

Tahun: 2012

Sebuah buku yang berisi dokumentasi dari Imam DI/TII S.M Kartosoewirjo dari awal
perjuangannya, hingga menjelang hari dimana ia dieksekusi. Buku ini terdiri dari otobiografi
singkat yang terdiri dari dua sudut pandang yang menjelaskan bagaimana kehidupan
Kartosoewirjo dari awal perjuangan hingga ia tertangkap. Pada bagian berikutnya terdapat
kumpulan foto-foto yang mendokumentasikan proses bagaimana ia dieksekusi oleh eksekutor
dari aparat pemerintah.
Pada bagian awal otobiografi dipaparkan bagaimana proses dari penyusunan buku, yang dimulai
dari pengumpulan-pengumpulan foto langka oleh Fadli Zon selaku penulis, guna memperoleh
dokumentasi yang lengkap dan kronologis.

Dalam menjelaskan tentang perjalanan Kartosoewirjo, Fadli Zon menjelaskan bahwa


Kartosoewirjo lahir dari keluarga yang serba berkecukupan, dan menempuh pendidikan dasar
yang setaraf dengan bangsawan pribumi. Memasuki masa pergerakan, Kartosoewirjo memasuki
berbagai organisasi dengan afiliasi politik berbeda. Jong Islamieten Bond menjadi awal mulai ia
dikenal akan kecakapan pemahamannya, karena bakatnya, oleh Tjokroaminoto, ia diangkat
menjadi sekretaris pribadinya.

Dekatnya Kartosoewirjo dengan Tjokroaminoto, membawa ia bertemu dengan Soekarno pada


tahun 1927. Pertemuannya dengan Soekarno membawanya semakin teguh memperjuangakan
cara yang ia anggap ideal, yakni garis politik Islam. Sebagai seorang aktivis pergerakan,
Kartosoewirjo pun turut ikut ambil bagian dalam peristiwa bersejarah, yakni Sumpah Pemuda
pada 1928.

Memasuki masa pendudukan Jepang, Kartosoewirjo ikut ambil bagian dalam Majlis Islam A’la
Indonesia (MIAI), dan memberikan pemuda-pemuda Islam pendidikan kemiliteran. Selepas
diploklamirkannya kemerdekaan pada Agustus 1945, Kartosoewirjo untuk sementara tunduk
pada Republik Indonesia dengan dasar Negara yang ia anggap sekuler.

Tahun 1949, menjadi titik balik bagi Kartosoewirjo, terjadinya kekosongan kekuasaan pada
daerah yang ditinggalkan TNI akibat perjanjian Renville, membuat ia menjalankan aksinya guna
mendirikan Negara Indonesia yang berlandasakan Islam. Pemerintah dan TNI mengecap aksi
tersebut sebagai pemberontakan. Aksi tersebut akhirnya meredup setelah tertangkapnya
Kartosoewirjo, dan berakhir setelah Kartosoewirjo di eksekusi oleh pemerintah.

Pada penjelasan bagian berikutnya dalam obiografi Kartosoewirjo, Mohammad Iskandar


menjelaskan bahwa terbatasnya sumber menjadi penyebab kurang diketahuinya bagaimana sosok
dari Kartosoewirjo. Sosok Kartosoewirjo yang dianggap memiliki pemahaman yang mendalam
soal Islam sedari awal, nyatanya mempelajari Islam secara otodidak, dan baru mengenal Islam
secara mendalam setelah masuk organisasi pergerakan Islam.

Ide mendirikan Negara Islam oleh Kartosoewirjo, didapat sejak ia menjadi pengurus Partai
Sarekat Islam Idonesia (PSII) pada tahun 1930an. Polemik pembentukan Parlemen Indonesia
bersama Gabunga Politik Indonesia (Gapi), membuat Kartosoewirjo kecewa dengan PSII,
ssehingga ia melakukan perlawanan dengan membentuk Komite Penyelamat Kebenaran (KPK)
PSII. PSII melihat tindakan tersebut sebagai sebuah pemberontakan, sehingga pada kongres PSII
ke-25, pada tahun 1940, Kartosoewirjo dipecat dari kepengurusan.

Memasuki masa pendudukan Jepang, hingga masa perang kemerdekaan, Kartosoewirjo tetap
berusaha menjadikan pendirian Negara Islam terwujudkan. Peristiwa hijrahnya Pasukan
Siliwangi dari Jawa Barat ke Jawa Tengah, menjadi kesempatan bagi Kartosoewirjo menjalankan
aksinya. Sebagai orang yang tahu seluk beluk pergerakan Kartosoewirjo berusaha menyebarkan
idenya agar bias diterima oleh kalangan lainnya.

Dalam konstelasi pemilu pada tahun 1955, para ulama dari berbagai organisasi Islam
mengaminkan apa yang dikemukakan oleh Kartosoewirjo, namun tidak sampai pada proses
perombakan dasar Negara. Meskipun disetujui beberapa ulama, pada akhirnya ide mendirikan
Negara Islam dari Kartosoewirjo kandas, dan usaha yang ia lakukan bersama dengan gerakannya
gagal mengambil hati umat Islam.

Ditangkapnya dan dieksekusinya Kartosoewirjo yang terekam dalam foto-foto dibagian terakhir,
menjadi akhir cerita dari DI/TII dan ide mendirikan Negara Islam Indonesia. Ide yang pada
dasarnya bertujuan melindungi umat islam, namun pada praktiknya malah menjadi ajang
pengkafiran sesama umat Islam.

Anda mungkin juga menyukai