Anda di halaman 1dari 3

Fira Felia

1161030049 – IAT 5B

1. Pengertian Tafsir Ijmali


Secara lughawi, kata al-ijmali berarti ringkasan, ikhtisar, global dan penjumlahahan.
Dengan demikian tafsir ijmali adalah penafsiran Al-Quran yang dilakukan dengan
cara mengemukakan isi kandungan Al-Quran melalui pembahasan yang bersifat
umum (global), tanpa uraian apalagi pembahasan yang panjang dan luas, juga tidak
dilakukan secara rinci. Penafsir dengan metode ini, dalam penyampaiannya
menggunakan bahasa yang ringkas dan sederhana, serta memberikan idiom yang
mirip, bahkan sama dengan bahasa Al-Quran.
Nabi dan para Sahabat menafsirkan al-Qur’an secara ijmali, tidak memberikan uraian
yang memadai karenanya didalam tafsir mereka pada umumnya akan menemukan
uraian yang detail. Karena itu tetaplah bisa dikatakan bahasa metode ijmali
merupakan metode tafsir al-Qur’an yang mula-mula muncul, penamaan tafsir secara
ringkas sebagai tafsir ijmali belum digunakan pada masa Nabi, Sahabat dan Tabiin.
Namun metode ijmali muncul belakangan.M.Quraish Shihab mengatakan bahwa
metode yang selama ini digunakan oleh para mufassir sejak masa kodefikasi oleh al-
Faraw (w.207H) sampai tahun 1960 adalah menafsirkan al-Qur’an ayat demi ayat
sesuai dengan susunannya dalam mushaf al-Qur’an.Bentuk demikian menjadikan
petunjuk-petunjuk al-Qur’an terpisah-pisah dan tidak disodorkan kepada pembacanya
secara menyeluruh.
Metode tafsir dimaksud termasuk didalamnya metode tafsir ijmali yang berarti bahwa
metode ini paling tidak telah ada pada masa al-Farra.
2. Pengertian Tafsir Tahlili
Kata tahlili adalah bentuk masdar dari kata hallala-yuhallilu-tahliilan, yang berasal
dari kata halla-yahullu-halln yang berarti membuka sesuatu. Tidak ada sesuatu pun
yang tertutup darinya. Dari sini dapat difahami bahwa arti kata tahlil berarti membuka
sesuatu yang tertutup atau yang terikat dan mengikat sesuatu yang berserakan agar
tidak terlepas atau tercecer.
Secara etimologi tafsir tahlili adalah metode tafsir yang bermaksud menjelaskan
kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari seluruh aspeknya, dengan menjelaskan ayat demi
ayat sesuai urutan-urutannya di dalam mushaf, melalui penafsiran kosa kata “ma’an
al-mufradat” diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat, munasabah
(keterkaitan) ayat dengan ayat serta menjelaskan hubunga maksud ayat-ayat, sebab
turunnya suatu ayat, dan dalil-dalil.
Tafsir ini berasal sejak pada masa sahabat nabi s.a.w pada mulanya terdiri dari
tafsiran atas beberapa ayat saja,yang kadang kadang mencakup pemjelasan mengenai
kosakatanya. Dalam perjalanan waktu para ulama tafsir merasakan kebutuhan adanya
tafsir yang mencakup seluruh isi al qur'an. Karenanya pada akhir abad ketiga dan
awal keempat Hijriyah (ke-10M) ahli ahli tafsir seperti Ibnu Majah,At Thabari,dan
lain lain lalu mengkaji keseluruhan isi Al qur'an dan membuat model model paling
maju dari tafsir Tahlili ini.Sedangkan perkembangannya menurut M.Quraish Shihab
jauh sebelum metode maudhu'i digunakan atau paling lambat At Thabari (310/922M).
Kitab kitab al qur'an yang pernah di tulis para mufassir pada masa awal pembukuan
tafsir hampir semuanya menggunakan metode Tahlili,baik itu kitab Tafsir bi al
ma'thur seperti jami'al bayan Ta'wil ayi Alqur'an milik Ibnu Jarir At Thabari maupun
At tafsir Al-kabir atau Mafatih Al-ghayb karya Muhammad Fakhr al-din al-
Razi,begitu juga dengan aliran tafsir al-Isyari seperti kitab Gharaib al-quran wa
Raghain al Furqan karya an-Naysaburi(728M/1328H).
3. Perbedaan Tafsir Ijmali dengan Tahlili
a. Metode Tafsir Ijmali membahas al-Quran dengan global, ringkas, dan
menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Sistematika penulisannya juga
mengikuti susunan ayat-ayat di dalam mushaf. Penyajiannya tidak terlalu jauh
dari gaya bahasa al-Qur’an. Sedangkan metode tafsir ijmali menafsirkan al-Quran
dengan memaparkan segala aspek yang terkandung dalam ayat-ayat, mulai dari
berdasarkan urutan-urutan ayat atau surah dalam mushaf, hubungan ayat-
ayatnya, hubungan surah-surahnya, sebab-sebab turunnya, dan sebagainya.
b. Metode tafsir ijmali juga Bebas dari penafsiran israiliah: Dikarenakan
singkatnya penafsiran yang diberikan, maka tafsir ijmali relatif murni dan
terbebas dari pemikiran-pemikiran Israiliat yang kadang-kadang tidak sejalan
dengan martabat al-Qur’an. Sebaliknya, karena metode tahlili tidak membatasi
mufassir dalam mengemukakan pemikiran-pemikiran tafsirnya, maka berbagai
pemikiran dapat masuk ke dalamnya, tidak tercuali pemikiran Israiliat.
Sepintas, hal ini tidak menjadi persoalan, selama tidak dikaitkan dengan
pemahaman al-Qur’an. Tetapi bila dihubungkan dengan pemahaman kitab suci,
timbul masalah karena akan terbentuk opini bahwa apa yang dikisahkan di dalam
cerita itu merupakan maksud dari firman Allah, atau petunjuk Allah, padahal
belum tentu cocok dengan yang dimaksud Allah di dalam firman-Nya
tersebut.
c. Metode tafsir ijmali dapat membuat petunjuk Al-Qur’an bersifat parsial atau
terpecah-pecah, sehingga terasa seakan-akan Al-Qur’an memberikan pedoman
secara tidak utuh dan tidak konsisten karena penafsiran yang diberikan kepada
suatu ayat berbeda dari penafsiran yang diberikan pada ayat-ayat yang sama
dengannya. Terjadinya perbedaan tersebut terutama disebabkan oleh kurang
diperhatikannya ayat-ayat lain yang mirip atau sama dengannya. Sedangkan
dengan metode tahlili, mudah mengetahui relevansi/munasabah antara suatu surat
atau ayat dengan surat atau ayat lainnya sehingga al-Quran dapat dipahami secara
big picture.

Anda mungkin juga menyukai