Anda di halaman 1dari 7

Berdasarkan penjelasan tersebut, pengertian kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan untuk

menggerakkan, mempengaruhi, memotivasi, mengajak, mengarahkan, menasehati, membina,


membimbing, melatih, menyuruh, memerintah, melarang, dan bahkan menghukum (kalau perlu)
dengan maksud agar manusia sebagai bagian dari organisasi mau bekerja dalam rangka mencapai
tujuan dirinya sendiri maupun organisasi secara efektif dan efesien.[6] Pengertian ini menunjukkan
bahwa dalam kepemimpinan terdapat tiga unsur, yaitu pemimpin (leader), anggota (followers), dan
situasi (situation).

Sugiyanto Wiryoputro menyatakan bahwa organisasi (sekolah) dapat berjalan dengan baik, tumbuh,
dan berkembang sebagaimana diharapkan tergantung pada kinerja pemimpin organisasi.[7] Kalau
disekolah adalah kepala sekolah yang merupakan pemegang kendali atau roda berjalannya proses
pembelajaran yang dinamis dan berkualitas. Hal senada yang dikemukakan oleh tokoh pendidikan
Indonesia, Ki Hajar Dewantoro menyatakan bahwa, pemimpin yang baik dan yang berhasil adalah:
Ing ngarso sung tulodho, artinya pemimpin ada di depan untuk memberikan teladan. Ing madyo
ambangun karso, artinya pemimpin ada ditengah untuk membangun dan menumbuhkan inovasi.
Tutwuri handayani, artinya pemimpin berada dibelakang untuk memberikan semangat sambil
mengikuti perkembangan.[8] Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kualifikasi
yang diperlukan untuk menjadi kepala sekolah adalah mempunya kelebihan dalam segala hal,
cerdas, teladan, dan inisiatif atau kreatif serta berpengalaman.

Kepala sekolah yang baik, menjadi teladan dan beriman adalah seorang yang dipanggil oleh Allah
untuk memimpin, dia memimpin dengan dan melalui karakter seperti Kristus, dan menunjukkan
kemampuan fungsional yang memungkinkan kepemimpinan efektif untuk terjadi.[9] Robert Clinton
menyatakan bahwa tugas utama pemimpin adalah mempengaruhi umat Allah untuk melaksanakan
rencana Allah.[10] Dalam pengertian bahwa umat Allah dipimpin ke arah rencana Allah. Clinton
dengan bijak mengamati bahwa rencana-rencana Allah adalah kunci utama bagi kepemimpinan
rohani-impian dan visi pemimpin bukan yang utama.

Untuk memahami kepemimpinan kepala sekolah yang alkitabiah. Kita harus terlebih dahulu
memahami bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk social, sehingga ia cenderung selalu hidup
bermasyarakat, mengembangkan kerja sama, dan hubungan yang saling bergantung dengan
manusia lain. Disamping itu, manusia juga mempunyai kecenderungan untuk mengatur dan
mengorganisasikan kegiatan-kegiatannya dalam mencapai tujuan yang telah ditentukanya.

Untuk mengatur, mengorganisasikan kerja sama, dan hubungan yang saling bergantung dalam
kegiatan-kegiatan manusia mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat dibutuhkan pemimpin.[11]
Pemimpin dalam hidup bermasyarakat sangat diperlukan sesuai dengan pesan firman Tuhan berikut,
“Jikalau tidak ada pimpinan, jatuhlah bangsa, tetapi jikalau penasihat banyak, keselamatan ada”
(Amsal 11:14). Di samping itu manusia mendapatkan mandat dari Tuhan untuk mengelola atau
mengatur dunia (Kejadian 1:26), maka kehadiran pemimpin di dalam suatu masyarakat juga sangat
diperlukan.

Harus diingat bahwa jika di dunia ini ada manusia yang mempunyai kuasa mengelola atau
memimpin, maka kuasanya yang dimilikinya itu berasal dari Tuhan (Mazmur 62:12). Demikian pula
jika di dunia ini ada manusia yang mempunyai kebesaran, kejayaan, kehormatan, kemasyuran,
keagungan, kekayaan, dan kemuliaan, maka semua yang dimilikinya itu juga berasal dari Tuhan (1
Tawarikh 29:11-12).
Sugiyanto Wiryoputro[12] menyatakan bahwa agar seorang pemimpin dapat menjalankan tugas
dengan lebih baik, maka dia harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

Orang yang cakap, takut akan Tuhan, dapat dipercaya dan benci menerima suap (Keluaran 18:21).
Memandang diri sebagai yang paling muda dan sebagai pelayan (Lukas 22:26). Dapat memilih
manakah kehendak Allah, apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna (Roma
12:2). Hidup kudus dan memiliki pengajaran yang benar dan keintiman dengan Tuhan (Titus 1:6-9
dan 1 Timotius 3:1-13).

Selanjutnya Sugiyanto Wiryoputro mengemukakan bahwa agar organisasi berjalan dengan baik, para
pemimpin hendaklah bersikap dan bertindak atas dasar firman Allah:

Hai tua-tua, berlaku adil dan jujur terhadap hambamu; ingatlah kamu juga mempunyai tuan di sorga
(Kolose 4:1). Dan kamu tua-tua, perbuatlah demikian juga terhadap mereka dan jauhkan ancaman.
Ingatlah, bahwa Tuhan mereka dan Tuhan kamu ada di sorga dan Ia tidak memandang muka (Efesus
6:9). Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan
sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mencari keuntungan, tetapi dengan
pengabdian diri. Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang
dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu (1 Petrus
5:2-3).

Dari ayat-ayat Alkitab di atas mengindikasikan bahwa seorang kepala sekolah yang dihendaki Allah
adalah kepala sekolah yang mengendalkan Tuhan dalam menjalankan roda kepemimpinannya. Juga
memiliki hati dan tanggung jawab yang besar dalam memimpin dan mengarahkan bawahannya
(para guru) agar melakukan tugas dan fungsinya dengan lebih baik, efektif dan efesien. Dibawah ini
ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh kepala sekolah dalam menjalankan peranannya sebagai
pemimpin yang baik dan berdampak.

Kepala Sekolah Harus Berani Mengakui Kelemahan/Kesalahannya

Kepala sekolah yang baik adalah berani mengakui kelemahan atau kesalahannya di hadapan Tuhan
dan manusia termasuk bawahanya (para guru), seperti Paulus yang penuh kesadaran dan
kerendahhatian berani menyatakan bahwa dia mantan orang berdosa.[13] Ia mengatakan,

“Aku bersyukur kepada Dia…karena Ia menganggap aku setia dan mempercayakan pelayanan ini
kepadaku – aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi
aku telah dikasihi-Nya…Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa, dan
diantara mereka, akulah yang paling berdosa.” (1 Tomotius 1:13-16).

Untuk itu kepala sekolah harus berani mengungkapkan kelemahan dan keterbatasannya karena
makin sulit baginya untuk mengakui kekurangan atau kesalahannya karena takut, hal itu akan
merusak kredibilitasnya. Rasul Yohanes berkata, “jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka
kita menipu diri sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita. Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia
adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala
kejahatan.” (1 Yohanes 1:8-9).
Di sini diharuskan kepada kepala sekolah untuk mengakui naturnya dan kesalahanya dihadapan Allah
yang suci dan juga kepada manusia untuk memohon pengampunan dosa supaya ada perdamaian
antara dia-Tuhan-sesama (guru).

Kepala Sekolah Harus Yakin Terhadap Panggilan Allah Terhadap Dirinya

Kepala sekolah harus yakin dan percaya dengan sepenuh hati bahwa dia menjadi kepala
sekolah bukan semata-mata karena pengangkatan pemerintah untuk menjadi pemimpin sekolah,
tetapi yakin bahwa menjadi kepala sekolah adalah suatu panggilan ilahi untuk mengerjakan visi-
misi-Nya. Sebagimana perkataan Paulus di surat Galatia, ia menyatakan, “Dari Paulus, seorang rasul,
bukan karena manusia, juga bukan oleh seorang manusia (bukan karena relasi atau nepotisme),
melainkan oleh Yesus Kristus dan Allah Bapa, yang telah membangkitkan Dia dari antara orang
mati.” (Galatia 1:1).

Kepala sekolah juga harus yakin dan memiliki iman yang tertuju kepada panggilan ilahi itu,
bawasanya dia harus sadar bahwa sejak dalam kandungan ia sudah dipilih Allah untuk menjadi
pemimpin dan pelayan serta yang mengayomi para guru dalam mengerjakan karya keselamatan
yang telah Tuhan nyatakan di dalam hidup orang percaya, (Yeremia 1:4-10 dan Galatia 1:15-18).
Keyakinan terhadap panggilan hidup sangat besar pengaruhnya. Keyakinan tersebut membuat
seseorang bersedia melakukan apa saja dalam menjalankan panggilan dan misinya. David schwartz
mengatakan,

“Kalau kita mempunyai keyakinan yang mendalam bahwa apa yang kita lakukan benar, antusiasme
atau keterlibatan spiritual akan menyusul secara otomatis. Pendeta, negarawan, dokter, dan orang
bisnis terkemuka yang merasa yakin bahwa apa yang mereka lakukan sangat penting dan harus
dilakukan, selalu menunjukkan antusiasme.”[14]

Kepala sekolah harus yakin akan panggilan khusus Tuhan kepadanya, untuk menjadi pemimpin
sekolah. Keyakinan itu penting karena memampukanya bekerja dengan penuh semangat, tahan
banting dan berani mengambil resiko. Itulah yang menentukan kesuksesannya.

Kepala Sekolah Harus Bekerja Dengan Sepenuh Hati

Johny The menyatakan bahwa kepala sekolah yang berhasil dalam meningkatkan
profesionalitas guru adalah karena kesediaannya untuk bekerja dengan sepenuh hati. Ia tidak asal-
asalan bekerja. Ia berusaha memanfaatkan setiap detik yang ia miliki dengan efesien.[15] Seperti
sikap Paulus ketika menasihati jemaat Kolose, “apa pu juga yang kamu perbuat, perbutlah dengan
segenap hatimu seperti untuk Tuhan bukan untuk manusia.” (Kolose 3:23).

Paulus tidak hanya berbicara, namu namun juga mempraktikkan apa yang ia katakan. Dalam
pidato perpisahannya dengan jemaat dan penatua di Efesus, ia mengatakan:

Aku banyak mencucurkan air mata dan banyak mengalami pencobaan… sungguhpun demikian, aku
tidak pernah melalaikan apa yang berguna bagi kamu… Aku tidak menghiraukan nyawaku
sedikitpun, asal aja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan tugas yang ditugaskan oleh
Tuhan Yesus kepadaku… Aku tidak lalai memberitakan seluruh maksud Allah kepadamu. Aku tiga
tahun lamanya, siang dan malam, dengan tiada henti-hentinya menasihati kamu masing-masing
dengan mencucurkan air mata… (Kisah Para Rasul 20:18-35).
Whyte memberikan komentar tentang etos kerja Paulus:

Momus sendiri tidak dapat menemukan kesalahan dalam diri Paulus…karena Paulus sangt serius
menekuni pelayanannya; ia memberikan diri sepenuhnya bagi pelayanannya; ia terus bekerja baik
atau tidak baik keadaannya; dan diatas segalanya ia selalu menyenangkan semua orang dalam segala
hal untuk kebaikan mereka; demikianlah ia berkeliling melakukan hal yang baik dan tidak menyerang
siapapun, sehingga tidak ada seorangpun yang jujur dapat menemukan kesalahan dalam pelayanan
Paulus maupun dirinya sendiri. Demikianlah Paulus berdiri di sebelah Tuhan Yesus sendiri sebagai
model/teladan tanpa cacat bagi sebagai hamba Tuhan, maupun semua umat Tuhan.[16]

Bekerja dengan sepenuh hati berarti bekerja dengan serius dengan mengerahkan segenap
potensi, perhatian, akal budi, dan energi dalam mencapai tujuan yang diinginkan.

Kepala Sekolah Harus Menjaga Integritas Pribadi

Kepala sekolah yang baik dan berhasil adalah kepala sekolah yang mampu menghargai
integritas pribadi dan menjaga nama baiknya. Sebagaimana yang firman Tuhan katakan, “Nama baik
lebih berharga dari pada kekayaan besar” (Amsal 22:1). “Nama yang harum lebih baik dari pada
minyak yang mahal” (Pengkhotbah 7:1). David Hocking menyatakan bahwa, “Para pemimpin rohani
(kepala sekolah) harus memiliki suatu kesaksian dan gaya hidup yang konsisten di antara orang-
orang yang tidak percaya maupun mereka yang percaya.”[17] Dari penjelasan diatas yang menjadi
benang merahnya adalah kepala sekolah harus menjaga integritas pribadinya melalui beberapa sikap
atau tindakan yang konsisten.

Pertama, kepala sekolah harus memberikan teladan/contoh/pola kepemimpinan yang baik bagi para
guru. Sebagaimana teladan hidup Yesus dan Paulus yang dicatat di surat Injil Yohanes dan 2
Tesalonika dan 1 Petrus 5:

Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tetap, memang Akulah Guru dan Tuhan.
Jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib
membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepadamu, supaya kamu juga
berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu. (Yohanes 13:13-15).

Sebab kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena tidak lalai bekerja
diantara kamu, dan tidak makan roti orang dengan cuma-cuma, tetapi kami berusaha dan berjerih
payah siang dan malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun di antara kamu. Bukan karena
kami tidak berhak untuk itu, melainkan karena kami mau menjadikan diri kami teladan bagi kamu,
supaya kamu ikuti (2 Tesalonika 3:7-9).

Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan
sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan
pengabdian diri. Janganlah berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang
dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu. (1 Petrus
5:2-3).

Seorang yang ingin nyata benar bahwa menjadi pemimpin, ia harus menjadi hamba yang setia, baik
dan penuh hikmat, serta menjadi teladan bagi orang lain baik melalui: perkataan, perbuatan, kasih,
iman maupun kesucian (1 Timotius 4:12).
Kedua,kepala sekolah harus menjaga kesucian hidup. Yang menjadi dasar firman Tuhannya adalah,
“karena kita sekarang ini memiliki janji-janji itu, marilah kita menyucikan diri kita dari semua
pencamaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita…” (2
Korintus 7:1). Ia menegaskan bahwa setiap dosa yang dilakukan manusia terjadi di luar dirinya.
Namun orang yang melakukan percabulan atau penyelewengan seksual lainya, berdosa terhadap
dirinya sendiri, di dalam dirinya sendiri (bdk. 1 Korintus 6:18-20).

Hocking mengatakan, “tidak ada pemimpin rohani yang melakukan kehendak Allah dalam hidup
mereka jika mereka terlibat dalam pelanggaran seksual.”[18] Oleh karena itu setiap kepala sekolah
harus menjaga kekudusan hidup dengan sungguh-sungguh supaya tidak jatuh dalam perangkap seks.

Menjaga kesucian diri adalah kehendak Allah. Satu diantara pernyataan paling jelas tentang
kehendak Allah tertulis dalam Tesalonika 4:1-8; dan ini berkaitan dengan kemurnian moral. Allah
telah memanggil kita untuk hidup dalam kekudusan (1 Petrus 1:14-16). Tubuh kita telah menjadi bait
suci Roh Kudus (1 Korintus 6:15-20), dan kita jangan menajiskan tubuh dengan pelanggaran seksual.
Keinginan seksual merupakan suatu karunia yang indah dari Allah (1 Korintus 7:7), dan terpenuhi di
dalam ikatan pernikahan (1 Korintus 7:1-2). Tidak ada pimpinan rohani yang melakukan kehendak
Allah jika masih terikat oleh kebiasaan lama yaitu, pelanggaran seksual.

Ketiga, kepala sekolah tidak mencari untung sendiri. Paulus dengan tegas mengatakan, “kami tidak
sama banyak orang lain yang mencari keuntungan dari firman Allah. Sebaliknya dalam Kristus kami
berbicara bagaimana mestinya dengan maksud-maksud murni atas perintah Allah dan dihadapan-
Nya.” (2 Korintus 2:17). Donald Stamps Memberikan komentar tentang perkataan Paulus ini,

Disini Paulus menggambarkan para pengkhotbah (termasuk kepala sekolah) yang melunakkan
tuntutan Injil demi memperoleh uang, penghormatan dan keberhasilan (bdk. 11:4, 12-15). Mereka
itu berbakat dan pandai meyakinkan, namun secara diam-diam mereka itu tidak jujur. Mereka tamak
akan uang dan kemashyuran.[19]

Paulus tidak mau menurunkan tuntutan Injil demi menyenangkan para pendengarnya atau
demi mencari untuk bagi dirinya sendiri. Baginya memenangkan jiwa-jiwa itu lebih pada sekadar
mendapatkan uang banyak atau harta benda karena jiwa-jiwa lebih bernilai kekal. Ia mengatakan:

Sesungguhnya sekarang sudah untuk ketiga kalinya aku siap untuk mengujungi kamu, aku tidak akan
merupakan suatu beban bagi kamu. Sebab bukan hartamu yang kucari, melainkan kamu sendiri.
Karena bukan anak-anak yang harus mengumpulkan harta untuk orang tuanya, melainkan
orangtualah untuk anak-anaknya. (2 Korintus 12:14).

Hal itu ia tegaskan lagi dalam pidato perpisahan dengan orang-orang Efesus, “Perak atau emas atau
pakaian tidak pernah aku ingini dari siapapun juga. Kamu sendiri tahu, bahwa dengan tanganku
sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluanku dan keperluan kawan-kawan
seperjalananku.” (Kisah Para Rasul 20:33-34).

Bagi Paulus integritas pibadi atau nama baik jauh lebih penting dari apa pun juga. Hal tersebut ia
lakukan bukan untuk kepentingan atau egonya sendiri, namun supaya ia tidak mejadi batu
sandungan bagi orang lain agar tugas pemberitaan Injilnya tidak terkendala.
Kepala sekolah Kristen harus belajar dari Yesus yang memiliki intergritas tinggi, kata, dan perbuatan-
Nya selalu selaras dan sejalan. Valeria A. Wilson menulis: Pengajaran Yesus yang sinkron dengan
sikap dan tindakan hidup-Nya itu bertujuan membaharui hidup murid-murid dan pengikuti-Nya[20].
Ada beberapa indikator yang dapat disebutkan, antara lain: Pertama, Yesus membawa murid-murid-
Nya datang kepada Allah (Lukas 13:3, Matius 11:28). Kedua, Yesus membawa manusia ke dalam
hubungan yang harmonis satu dengan yang lain (Markus 12:31). Ketiga, pengajaran dan tindakan
Yesus makin memperkuat keyakinan murid-murid-Nya (Yohanes 21:15-17). Keempat, pengajaran
dan tindakan Yesus bertujuan melatih murid-murid-Nya untuk dapat atau mampu menyebarkan
ajaran-Nya kepada orang lain di berbagai tempat.

Kepala Sekolah Harus Melayani bukan Dilayani

Dalam pembicaraan mengenai kepemimpinan sudah kerap kali dipergunakan kata melayani. Raja
Gereja dan Raja segala raja itu berkata, “Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan
untuk melayani (Matius 20:28 dan Markus 10:45)”. Ini revolusi nilai kepemimpinan yang dibawakan
oleh Yesus. Suatu ukuran norma baru dilahirkan dalam dunia nilai dan norma-norma yang sudah
mapan. Yesus pertama-tama mengukur kebesaran seseorang dari sudut kwalitas moral pelayanan
yang didasarkan pada ketaatan pada firman Tuhan. Terhadap murid-muridnya yang hendak
mendapat tempat tertinggi, Yesus mengatakan, “barang siapa ingin menjadi besar di antara kamu,
hendaklah ia menjadi pelayananmu, dan barangsiapa yang ingin menjadi terkemuka di antara kamu,
hendaklah ia menjadi hambamu” (Matius 20:26-27). Jiwa kepemimpinan ini menjadi suatu yang
sangat berguna bagi kepemimpinan pendidikan masa kini. Pengikut Kritus berjalan dalam jejak-jejak
kaki Tuhannya. Karena kebesaran seorang pemimpin ialah dalam mencurahkan dirinya sehingga
menjadi pertolongan bagi bawahannya atau para guru.[21]

Kepala Sekolah Harus Mampu Mendengarkan Orang Lain (Listening)

E. Mulyasa menyatakan bahwa menjadi pendengar yang baik merupakan salah satu syarat
mutlak bagi kepala sekolah untuk memiliki pengaruh terhadap guru dan warga sekolah lainnya.[22]
Dengan memiliki pengaruh, seorang kepala sekolah memiliki bekal yang lebih baik untuk
memberdayakan seluruh warga sekolah, sehingga tujuan yang diharapakan dapat tercapai.

Bagi kepala sekolah, mendengar tidak hanya merupakan perilaku yang sopan dan
memberikan nilai berharga bagi si pendengar, tetapi bisa mendapatkan banyak hal. Mulyasa
memberikan alasan mengapa seorang kepala sekolah harus mau mendengar:[23]

Pertama, Membangun Kepercayaan

Kepala sekolah yang mau mendengar ternyata lebih dipercaya dari pada yang banyak bicara dan
mengontrol. Kepercayaan merupakan pelumas bagi terjadinya perubahan pemikiran, dan
mendengar adalah kuncinya.

Kedua, Kredibilitas

Jika kepala sekolah sungguh-sungguh mendengar para guru di sekolahnya, maka


kredibilitasnya akan meningkat. Mereka akan mempersepsikan kita sebagai orang yang memiliki
kapabilitas dan akan bisa bekerja sama, dan bukan menyerangnya. Kepala sekolah yang hebat adalah
orang-orang yang mampu menjadi pendengar yang baik, yang memiliki potensi untuk bisa menjadi
pemimpin besar.

Ketiga, Dukungan

Pada umumnya para guru mengakui bahwa mereka merasa memperoleh dukungan bila di
dengar, khususnya ketika merasa marah atau gelisah. Dengan didengar, mereka merasa didengar
dan dipahami. Jika kepala sekolah mau mendengar bawahannya, sama artinya dengan mengirimkan
pesan yang menyatakan “Anda penting bagi saya, saya menghargai Anda.”

Keempat, Mejadikan Sesuatu Telaksana

Sebagaimana membangun kepercayaan, mendengar juga memungkinkan kepala sekolah


mencapai tujuan, karena orang yang didengar akan mau bekerja sama dengannya.

Kelima, Informasi

Mendengar memberikan kepala sekolah banyak informasi yang berguna, baik untuk saat ini
maupun masa yang akan datang. Dengan memiliki banyak informasi, akan mampu mengarahkan apa
yang dikatakan orang.

Keenam, Pertukaran

Jika kepala sekolah mendengar para guru, maka mereka akan lebih mendengarkannya. Sesuai
dengan prinsip tertukaran, dukungan kita kepada orang lain akan membuat mereka juga mendukung
kita sehingga akhirnya akan bisa mencapai tujuan.

Anda mungkin juga menyukai