Jurnal Reliabilitas PDF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 24

Jurnal NOETIC Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS INDEX OF TEACHING STRESS


(ITS)

Fransisca Natalia Widjaja 1


Stefanus Soejanto Sandjaja

Fakultas Psikologi
Universitas Kristen Krida Wacana

Abstrak. Index of Teaching Stress (ITS) adalah salah satu pengukuran psikologi yang digunakan
untuk mengukur tingkat stres mengajar pada guru. Saat ini, terutama di Jakarta, kehadiran ITS
sangat diperlukan mengingat pentingnya kesejahteraan guru tingkat SD. Demi mendapatkan
hasil pengukuran ITS yang konsisten serta dapat dipercaya mengukur stres guru, maka
diperlukan pengujian validitas dan reliabilitas ITS. Tujuan penelitian ini adalah menguji validitas,
reliabilitas, serta norma ITS pada guru SD di Jakarta Barat. Uji validitas dilakukan dengan metode
content-description procedures (validitas isi) dan construct-identification procedures (validitas
konstruk). Validitas isi diujikan dengan bantuan panel ahli yang kemudian diolah dengan
perhitungan Aiken’s V dan menghasilkan 48 aitem (dari 90 aitem), dengan batas minimum sama
dengan 0,57. Uji validitas konstruk dilakukan dengan melihat korelasi antara skor aitem dengan
skor total dan menghasilkan 47 aitem yang valid dengan rentang validitas 0,305–0,663. Uji
reliabilitas dilakukan dengan metode single-trial atau single-test melalui teknik Alpha Cronbach
dan menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,934. Berdasarkan uji validitas dan reliabilitas,
maka disimpulkan bahwa alat ukur ITS valid dan reliabel karena memiliki rentang validitas > 0,3
dan koefisien reliabilitas > 0,8. Berdasarkan norma yang telah dibuat, ditemukan bahwa subyek
penelitian memiliki tingkat stres yang tergolong rendah (M = 121). Hasil penelitian dengan
crosstab ditemukan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan stres mengajar dan ada
hubungan antara jenis sekolah dengan stres mengajar pada guru. Penelitian lebih lanjut dengan
menambahkan metode uji validitas dan reliabilitas lainnya yang berbeda diperlukan untuk
menghasilkan aitem-aitem yang lebih baik. Peneliti selanjutnya juga dapat menambahkan data
demografis lainnya serta meneliti lebih dalam mengenai hasil penelitian dengan crosstab.

Kata kunci: Index of Teaching Stress, reliabilitas, stres mengajar, validitas,

Pendahuluan
Pendidikan adalah salah satu pilar penting dalam membangun karakter yang baik
bagi masyarakat Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003,
mengenai sistem pendidikan nasional, menyebutkan pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

1 Korespondensi artikel ini dapat menghubungi : fransiscanatalia0512@yahoo.com

104
Jurnal NOETIC Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan yang berkualitas dari sebuah sekolah dipengaruhi oleh faktor
keberadaan dan kualitas guru. Wahyuni (2012) menyebutkan guru atau pendidik
merupakan faktor vital dalam penyelenggaraan pendidikan yang bermakna dan
berwawasan bagi masa depan. Kualitas tersebut menurut Santyasa (2012) dipengaruhi
oleh profesionalisme guru yang didukung oleh kompetensi guru yang bersangkutan.
Santyasa (2012) juga menyebutkan bahwa motivasi kerja di bawah tekanan waktu, yang
merupakan kombinasi dari aspek fleksibilitas; motivasi berprestasi; dan menahan stres,
dapat meningkatkan kompetensi guru sehingga turut meningkatkan kualitas pendidikan.
Beberapa tokoh menyebutkan stres dapat terjadi pada seorang individu ketika ada
kondisi dimana tuntutan pekerjaan dirasa melebihi kemampuan yang dimiliki individu
tersebut. Tuntutan pada guru dapat dilihat dari berbagai aspek dan peran yang harus
disandangnya seperti tuntutan yang mengharuskan guru untuk bertanggung jawab
terhadap siswanya, membuat laporan kepada kepala sekolah, memeriksa pekerjaan
siswa, memberikan pedidikan yang baik kepada siswa, menaati peraturan yang telah
ditentukan, serta menyelesaikan masalah yang dihadapi siswa seringkali membuat guru
menjadi rentan terkena berbagai gangguan kesehatan. Hal ini sejalan dengan yang
dikemukakan oleh Hariyanti (2004) bahwa guru sebagai tenaga kerja tidak dapat
terhindar dari gangguan kesehatan akibat kerja, khususnya yang bersifat psikologis, yaitu
stres. Bahkan sebelumnya, Dempsey (dalam Gaol, 2012) menyatakan bahwa stres
adalah bagian dari mengajar, hal ini dikarenakan profesi guru memang berat dan penuh
dengan kondisi stres.
Selain tuntutan di atas, guru juga memiliki peran yang bahkan lebih penting daripada
sebuah sistem dan program pendidikan yang dirancang dengan baik dan rapi (Wahyuni,
2012). Hal ini disebabkan karena adanya guru sebagai pelaksana lebih menentukan mutu
hasil pembelajaran yang dapat dilihat dari perencana pengajaran, pelaksana pengajaran,
hingga kepada proses penilaian hasil belajar siswa dibandingkan hanya melalui
pengadaan sebuah program saja. Selain itu, seorang guru juga diharapkan dapat

105
Jurnal NOETIC Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

membuat kehidupan kelas menjadi lebih hangat dan pada saat yang bersamaan, dapat
memberikan pemahaman kepada murid lain untuk saling berinteraksi (Elisa & Wrastari,
2013).
Beberapa penjelasan di atas menggambarkan bahwa profesi guru rentan terkena
atau mengalami kondisi yang membuatnya merasa tertekan, sedih, kecewa, maupun
depresi yang seringkali disebut sebagai stres. Hal tersebut membuat penelitian yang
berkaitan dengan stres pada guru menjadi penting untuk diteliti. Stres pada guru
sebaiknya segera diamati dan diatasi supaya mereka dapat berperan secara optimal dan
sekaligus memiliki kesejahteraan bagi dirinya sendiri. Beberapa alat ukur psikologi telah
tersedia untuk membantu melihat dan mengukur tingkat stres guru.
Index of teaching stress (ITS) hadir menjadi salah satu alat ukur yang tepat untuk
mengukur dan mengamati indeks stress mengajar pada guru di sekolah. ITS
dikembangkan untuk mengukur stres yang dialami seorang guru melalui caranya
berinteraksi dengan siswa tertentu. Konsep sentral yang mendasari ITS adalah kualitas
hubungan guru-murid, dampak positif terhadap kecocokan antara murid dan guru, dan
peranan dari harapan dan kognisi dalam moderator atau memperburuk pengalaman stres
(Greene, Beszterczey, Katzenstein, Park, & Goring, 2002).
Kegunaan utama ITS berhubungan dengan penilaian individual siswa dan berguna
untuk proses konsultasi yang membantu guru memaksimalkan efektifitasnya dengan
siswa tertentu. Hampir semua tes pengukuran “stres guru” dan “kejenuhan guru” adalah
indeks global yang dirancang untuk menilai seorang guru dari seluruh negara secara
keseluruhan. Index of teaching stress (ITS) hadir sebagai satu-satunya pengukuran “stres
guru” yang mengukur stres khusus dalam hubungannya dengan siswa tertentu (Nelson,
Maculan, Roberts, & Ohlund, 2001).
ITS mengukur variabel yang paling mewakili yang berhubungan dengan kesedihan
dan frustrasi yang dialami oleh guru dalam kegiatan sehari-hari mereka melalui interaksi
dengan siswa. Salah satu kelebihan ITS ialah ITS menyediakan panduan untuk intervensi
pengenalan dampak perilaku siswa kepada guru seperti yang tercermin melalui interaksi
yang terjadi dan hubungan yang ada dalam konteks tertentu.

106
Jurnal NOETIC Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

Pentingnya hubungan yang berkualitas tinggi dan interaksi antara guru dan murid
diakui oleh para guru dan peneliti sebagai bahan nomor satu yang diperlukan bagi
seorang siswa untuk memaksimalkan kemampuannya (Cannon, Idol, & West, 1992).
Ketika siswa memiliki hubungan yang hangat dan saling mempercayai dengan gurunya,
mereka akan memiliki kesempatan untuk berprestasi yang lebih baik (Baker, Grant, &
Morlock, 2008). Di sisi lain, siswa yang rentan dengan masalah perilaku membutuhkan
dukungan dan pendampingan yang lebih besar dari guru seperti yang dinyatakan oleh
Birch dan Ladd (dalam Schaubman, Stetson, & Plog, 2011). Muller, Katz, dan Dance
(dalam Scahubman et al., 2011) melaporkan perhatian guru bagi siswa dianggap penting
oleh para siswa. Hal ini dikarenakan perhatian tersebut diartikan sebagai bentuk sharing
dan dukungan emosional bagi mereka. Interaksi antara guru dan siswa menjadi cara
untuk mengembangkan hubungan tersebut. Berdasarkan beberapa penjelasan di atas
dapat disimpulkan bahwa ITS adalah satu-satunya alat ukur stres mengajar pada guru
yang menekankan pada interaksi antara guru dan siswa, di mana hal ini menjadi salah
satu indikator penting dalam memaksimalkan kemampuan mengajar guru serta
kemampuan siswa.
ITS mengukur kondisi stres guru yang dilihat sisi interaksi antara guru dengan para
siswanya memiliki beberapa aitem yang lebih mengarah pada interaksi antara guru
dengan siswa tertentu. Alat ukur yang terdiri dari 90 aitem ini pernah diuji coba di daerah
Jakarta oleh Kurniati (2011) dan menghasilkan hasil akhir 49 aitem yang valid dengan
rentang koefisien validitas sebesar 0,106 - 0,821 dan reliabel dengan koefisien reliabilitas
sebesar 0,962. Secara keseluruhan ITS yang diuji coba oleh Kurniati (2011) termasuk
alat ukur yang baik dan dapat digunakan, namun ada beberapa kekurangan yang masih
didapati di dalamnya, seperti teknik sampling yang digunakan yakni convenience
sampling yang termasuk non-probability sampling, dimana teknik tersebut tidak
mengambil sampel secara random sehingga subyek penelitian bersifat homogen yang
pada akhirnya membuat hasil uji coba tersebut tidak dapat digeneralisasikan dengan
baik; dan uji coba ITS dilakukan tanpa adanya modifikasi tiap aitemnya melainkan hanya
dilakukan back-translate sehingga masih dapat diragukan bahwa aitem-aitem tersebut
valid dan reliabel sesuai dengan kondisi subyek penelitian.

107
Jurnal NOETIC Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

Pollastri, Epstein, Heath, dan Ablon (2013) menyebutkan bahwa penelitian lanjut
mengenai hubungan antara perilaku siswa dengan pengurangan tingkat stres pada guru
masih sangat dibutuhkan. Hal ini dapat dibantu dengan dikembangkannya ITS yang
dapat digunakan untuk mengukur dan melihat tingkat stres guru ditinjau berdasarkan
interaksi guru dengan siswa tertentu yang tingkah lakunya dianggap dapat menimbulkan
stres.
Peneliti memilih subyek penelitian yaitu guru Sekolah Dasar (SD) karena mengingat
sekolah dasar adalah salah satu tingkatan pendidikan formal yang sangat penting. Hal
ini dikarenakan SD merupakan institusi pendidikan di mana individu mendapatkan
pendidikan dasar yang sangat bermanfaat bagi dirinya, baik dari segi norma maupun
intelektual. Guru sekolah dasar membutuhkan kesabaran dan ketekunan yang luar biasa,
sehingga sangat penting untuk memberikan perhatian lebih akan kesejahteraan guru
sekolah dasar, dalam hal ini adalah kondisi stres guru (Santi, 2009).
Berdasarkan beberapa kekurangan dari uji coba yang pernah dilakukan tersebut,
peneliti tertarik untuk mengadaptasi serta memodifikasi (jika diperlukan) aitem-aitem
pada ITS yang disesuaikan dengan kondisi guru di Jakarta, khususnya di Jakarta Barat,
dan yang mengajar di sekolah reguler. Demi terbentuknya sebuah adaptasi dan
modifikasi ITS yang dapat digunakan secara akurat, maka rumusan masalah penelitian
ini ialah bagaimana validitas, reliabilitas, serta norma ITS pada guru sekolah dasar di
Jakarta Barat? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji validitas, reliabilitas, serta
norma ITS pada guru sekolah dasar di Jakarta Barat.
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terhadap
khasanah keilmuan, khususnya bidang psikologi pendidikan, yang terkait dengan kondisi
stres guru sekolah dasar. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi mengenai relasi antara guru dengan siswa tertentu yang berisiko
menimbulkan kondisi stres pada guru kepada institusi pendidikan dasar, yaitu melalui
tersedianya ITS sebagai alat ukur stres pada guru.

108
Jurnal NOETIC Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

Stres Mengajar
Stres mengajar didefinisikan oleh Greene, Abidin, dan Kmetz (dalam Schaubman
et al., 2011) sebagai bagian dari stres pada guru yakni suatu kondisi di mana muncul saat
guru mengajar, akibat ketidakmampuannya untuk menangani kondisi yang dihasilkan
dari ketidakcocokan antara dirinya dengan lingkungannya pada dimensi penting dari
kesejahteraan guru bersangkutan (dalam hal ini interaksi atau transaksi antara guru
dengan siswa) sehingga menimbulkan kecemasan maupun masalah bagi guru tersebut
(baik secara emosi, kognisi, maupun fisik). Dimensi penting dalam definisi tersebut
dijelaskan lebih lanjut dalam dua kategori yakni karakteristik siswa dan karakteristik guru
(Greene, 1997).
Karakteristik siswa mencakup (a) gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif
(ADHD), (b) labilitas emosi/kemampuan yang rendah untuk menyesuaikan diri (ELLA),
(c) kegelisahan/penarikan diri (ANXW), (d) rendahnya kemampuan/ketidakmampuan
belajar (LALD), dan (e) agresifitas/gangguan tingkah laku (AGCD). Sementara
karakteristik guru meliputi (a) perasaan bahwa dirinya kompeten atau membutuhkan
dukungan (SCNS), (b) hilangnya kepuasan dari mengajar (LSFT), (c) gangguan terhadap
proses pengajaran (DTP), dan (d) frustrasi terkait dalam hal kerja sama dengan orangtua
siswa (FWP).

Index of Teaching Stress (ITS)


Index of Teaching Stress (ITS) dikembangkan untuk mengukur stres yang dialami
seorang guru khususnya saat berinteraksi dengan siswa. ITS didasarkan pada konsep
bahwa sumber utama stres guru berasal baik dari interaksi dengan siswa dan orang lain
yang terlibat dengan siswa maupun dari dampak kesadaran diri pada guru atau mengikuti
konsep dari transactional model of stress. Masalah-masalah utama yang diukur adalah
dampak dari karakteristik perilaku siswa terhadap persepsi guru, dampak persepsi guru
terhadap proses pengajaran, dan dampak persepsi guru terhadap dukungan pihak
sekolah maupun pihak orangtua.
ITS terdiri dari 90 aitem yang menggunakan 5 pilihan respon, dengan rentang 1
(tidak pernah stres) sampai dengan 5 (sangat sering stres). ITS digunakan untuk menilai

109
Jurnal NOETIC Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

respon tingkat stres guru sebagai hasil mengajar siswa tertentu. ITS mengukur dua
karakteristik utama yang dihadapi guru, yaitu karakteristik siswa dan karakteristik guru
yang berkaitan dengan proses belajar mengajar.
Karakteristik perilaku siswa yang diuji adalah yang berkaitan dengan lima kelompok
paling umum dari masalah perilaku yang dianggap oleh guru sebagai stres dan paling
sering menyebabkan arahan untuk studi anak (Abikoff, Courtney, Pelham, & Kopleweiez,
1993; Hughes, Cavell, & Jackson, 1999; Lovejoy, 1996). Lima kelompok ini terdiri dari:
(a) gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (ADHD), (b) labilitas
emosi/kemampuan yang rendah untuk menyesuaikan diri (ELLA), (c)
kegelisahan/penarikan diri (ANXW), (d) rendahnya kemampuan/ketidakmampuan belajar
(LALD), dan (e) agresifitas/gangguan tingkah laku (AGCD).
Situasi dan karakteristik guru yang diuji dalam ITS merupakan karakteristik yang
sama yang paling sering dilaporkan. Empat kelompok ini terdiri dari: (a) perasaan bahwa
dirinya kompeten atau membutuhkan dukungan (SCNS), (b) hilangnya kepuasan dari
mengajar (LSFT), (c) gangguan terhadap proses pengajaran (DTP), dan (d) frustrasi
terkait dalam hal kerja sama dengan orangtua siswa (FWP). Keseluruhan skor total
memungkinkan untuk pemeriksaan tingkat kesulitan yang dialami oleh guru mengenai
hubungannya dengan siswa. Skor total ini juga memberikan panduan untuk profil siswa
dalam intervensi yang perlu dilakukan. Selain itu, total nilai pada alat ukur ini juga
merepresentasikan pengukuran keseluruhan akan stres pada guru sebagai hasil
keberadaan seorang siswa dalam kelas guru bersangkutan (Greene, 1997).
Perkembangan ITS dimulai pada tahun 1989 sebagai respon dari hasil evaluasi
peneliti dan dokter yang menggunakan Parenting Stress Index (Abidin, 1995) bahwa
dibutuhkannya satu alat ukur yang sebanding dengan PSI yang mengidentifikasi
kebutuhan pada guru. Pembuatan ITS ini dikerjakan oleh beberapa peneliti yang
bernama Richard E. Abidin, Ross W. Greene, dan Timothy R. Konold. Pengembangan
alat tes ini dilakukan pertama kali di Amerika Serikat. Isi alat ukur ITS berasal dari hasil
wawancara terhadap 354 guru berhubungan dengan tipe kelas yang mereka ajarkan.
Mayoritas guru (83,6%) merupakan pengajar di sekolah dan sisanya (16,4%) merupakan
pengajar di sekolah untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus. Pengalaman mengajar

110
Jurnal NOETIC Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

guru bervariasi mulai dari 1 tahun sampai 41 tahun. Siswa-siswa dipilih secara acak dari
usia 5 sampai 18 tahun.
Dengan menggunakan 108 aitem pada 814 guru (dan hanya data dari 674 guru
diambil karena melakukan pengisian alat tes dengan lengkap), 18 aitem dinyatakan gugur
(rata-rata aitem dikorelasikan dengan rata-rata skor total). Pengukuran validitas
dilakukan dengan dua metode, yaitu validitas diskriminan dan validitas concurrent.
Validitas diskriminan dilakukan dengan menguji korelasi antara skor ITS dengan TSI
(Teacher Stress Inventory) dengan korelasi skor mulai dari 0,11-0,44. Validitas
concurrent dilakukan dengan melihat (1) korelasi antara stres mengajar dengan
kesehatan guru, (2) korelasi antara stres mengajar dengan perilaku guru, (3) korelasi
antara level stres dengan gender siswa, dan (4) korelasi antara stres mengajar dengan
hubungan guru dengan siswa.
Pengukuran reliabilitas dilakukan dengan dua metode, yaitu internal consistency
dan test-retest reliability. Nilai reliabilitas pada pengujian internal consistency ini rata-rata
berkisar 0,9 ke atas. Pengujian dengan metode test-retest reliability dilakukan pada 42
guru yang mengerjakan ITS dalam dua waktu yang berbeda, dengan subyek siswa yang
sama. Koefisien dari test-retest reliability ini relatif stabil. Sedangkan ITS yang telah diuji
coba oleh Kurniati (2011) menghasilkan hasil akhir 49 aitem yang valid (rentang koefisien
validitas 0,106 sampai dengan 0,821) dan reliabel (koefisien reliabilitas = 0,962) dengan
menggunakan 100 orang guru yang mengajar di sekolah sebagai subyeknya.

Validitas dan Reliabilitas


Tes atau alat ukur yang baik memiliki reliabilitas dan validitas yang baik (Anastasi &
Urbina, 1997). Uji reliabilitas digunakan untuk melihat kestabilan dan keajegan alat ukur
(Anastasi & Urbina, 1997). Semakin ajeg atau konsisten hasil yang diperoleh seseorang
pada suatu alat ukur, maka akan semakin tinggi reliabilitas alat ukur tersebut. Reliabilitas
dapat memberitahu peneliti seberapa informasi yang diberikan oleh suatu alat ukur dapat
dipercaya.
Menurut Anastasi dan Urbina (1997), terdapat tiga metode yang dapat digunakan
untuk menguji reliabilitas sebuah alat ukur, yakni, test-retest reliability, alternate-form

111
Jurnal NOETIC Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

reliability, dan single-trial atau single-test. Terdapat beberapa teknik dari metode ini, yaitu,
Split half, Kuder Richardson dan Alpha Cronbach, serta Scorer Reliability. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah single-trial atau single-test yang dihitung dengan
teknik Alpha Cronbach. Metode ini berguna untuk mengukur internal consistency, yaitu
homogenitas antara aitem-aitem dalam sebuah alat ukur (Devellis, 2003). Pemilihan
metode yang digunakan dikarenakan ITS dalam penelitian ini hanya diberikan kepada
subyek sebanyak satu kali serta bertujuan untuk melihat konsistensi antar aitemnya.
Menurut Kaplan dan Saccuzzo (2005), sebuah tes yang memiliki koefisien
reliabilitas berkisar antara 0,7 sampai 0,8 sudah disebut cukup baik untuk kebanyakan
penelitian. Namun demikian, koefisien sebesar 0,65 masih dapat dikatakan mencukupi,
meskipun hampir berada pada batas bawah reliabilitas yang dapat ditoleransi (Cohen &
Swerdlik, 2005). Bahkan nilai reliabilitas 0,5 atau 0,6 masih dapat diterima (Kerlinger &
Lee, 2000). DeVellis (2003) melakukan pengelompokan batas-batas nilai reliabilitas.
Pengelompokan tersebut adalah sebagai berikut: dibawah 0,60, tidak dapat diterima;
antara 0,60 dan 0,65, tidak memuaskan; antara 0,65 dan 0,70, dapat diterima secara
minimal; antara 0,70 dan 0,80, dapat diterima; antara 0,80 dan 0,90 sangat baik; jauh
diatas 0,90, sebaiknya skala yang sedang disusun diperpendek saja.
Uji validitas digunakan untuk menguji apakah alat ukur yang digunakan memang
benar-benar mengukur karakteristik yang dituju. Terdapat tiga jenis prosedur untuk
menguji validitas sebuah alat tes, yaitu content-description procedures, criterion-
prediction procedures, dan construct-identification procedures (Anastasi & Urbina, 1997).
Sementara jenis validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah content validity atau
content-description procedures dan construct-identification procedures. Content validity
(validitas isi) merujuk kepada derajat kesesuaian hasil pengukuran variabel yang diteliti
oleh sebuah alat ukur dengan isi (content) dari variabel tersebut (Murti, 2011). Review
ini akan dilakukan oleh panel ahli yang kemudian diolah menggunakan perhitungan
Aiken’s V. Metode pengujiannya yaitu:
1. Menyusun spesifikasi domain yang akan diukur oleh tes
2. Pilih aitem yang akan dimasukkan ke dalam tes (dalam penelitian ini semua aitem
dimasukkan karena adaptasi alat ukur)

112
Jurnal NOETIC Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

3. Melakukan review mengenai relevansi item dengan domain dan keterwakilan


aitem dengan domain
Sementara jenis construct validity digunakan untuk melihat korelasi antara skor
aitem dengan skor total. Hal ini untuk melihat bahwa secara teori, aitem-aitem ITS
memang mengukur sesuai teori atau domain yang diinginkan. Masruan (dalam Sugiyono,
2004) menyatakan bahwa teknik korelasi untuk menentukan validitas aitem ini
merupakan teknik yang paling banyak digunakan dengan melihat apakah aitem
mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi pula.
Syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah r lebih besar sama dengan 0,3.
Berdasarkan gambar di bawah, maka hipotesis pada penelitian ini ialah uji coba alat
ukur ITS akan menghasilkan validitas aitem lebih besar dari 0,3 dan reliabilitas aitem
lebih besar dari 0,8.

Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian berjenis kuantitatif non eksperimen. Stres mengajar
pada guru dalam penelitian ini adalah skor total yang didapatkan dari pengisian ITS dan
dikategorikan sesuai dengan norma yang telah disusun berdasarkan data penelitian. Skor
total tersebut menggambarkan karakteristik siswa dan karakteristik guru yang merupakan
bagian dari transactional model of stress.
Populasi dalam penelitian ini adalah guru sekolah dasar (SD) daerah Jakarta Barat
dengan teknik cluster random sampling sebagai teknik pengambilan sampelnya.
Karakteristik subyek penelitian dilihat berdasarkan lama bekerja minimal satu tahun di
tempat atau posisinya sekarang dan ada siswa tertentu di dalam kelas yang membuat
subyek merasa stres atau tertekan karena tingkah lakunya. Sampel dalam penelitian ini
adalah guru SD di beberapa sekolah negeri dan swasta yang dipilih secara acak dari
empat kecamatan (dari delapan kecamatan) Jakarta Barat yakni, Kecamatan Grogol
Petamburan, Kecamatan Palmerah, Kecamatan Kalideres, serta Kecamatan Kebun
Jeruk. Subyek dalam penelitian ini berjumlah 50 orang.

113
Jurnal NOETIC Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

Data penelitian diambil menggunakan 1 set kuesioner ITS yang terdiri atas 48 aitem
serta dua buah lembar jawaban. Kuesioner ITS yang diberikan terdiri dari aitem-aitem
yang telah dinilai oleh panel ahli dan dinyatakan valid berdasarkan koefisien V-nya.

DIUKUR
STRES UJI COBA ADA
DENGAN ITS BEBERAPA
GURU
KEKURANGAN

TEKNIK SAMPLING
UJI COBA
PANEL AHLI
KEMBALI UJI NORMALITAS
ITS

Gambar 1. Dinamika Penelitian

Uji validitas kedua skala menggunakan content validity dengan bantuan panel ahli
dalam menilai pengubahan aitem ITS dari bahasa aslinya ke dalam bahasa Indonesia
serta keterwakilan aitem dengan domain yang hendak diukur, serta menggunakan
construct validity. Koefisien validitas isi Aiken’s V (Azwar, 2012) dapat digunakan untuk
menghitung koefisien content validity yang didasarkan pada hasil penilaian beberapa
panel ahli sebanyak n orang terhadap suatu aitem. Penilaian dilakukan dengan
memberikan angka antara 1 untuk aitem sangat tidak mewakili sampai dengan 5 untuk
aitem sangat mewakili konstruk. Rumus perhitungan lebih lanjut disampaikan seperti
berikut:
lo = angka penilaian validitas yang terendah (dalam hal ini = 1)
c = angka penilaian validitas yang tertinggi (dalam hal ini = 5)
r = angka yang diberikan oleh seorang panel ahli
s = r – lo
maka,
V = ∑s/[n(c-1)]

114
Jurnal NOETIC Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

Aiken (1985) mengemukakan suatu aitem dikatakan valid dalam perhitungan ini jika
koefisiennya minimal sama dengan 50% dari n panel ahli dibagi dengan banyaknya n
panel ahli. Penelitian ini menggunakan n sebanyak 7 individu, artinya 50% dari 7 adalah
4 individu (pembulatan). Lalu angka 4 tersebut dibagi 7 (n) yang menghasilkan batas
angka koefisien V sebesar 0,57. Berdasarkan batas koefisien tersebut, maka didapatkan
hanya ada 48 aitem yang valid karena memiliki koefisien V lebih besar sama dengan
0,57. Berdasarkan hasil tersebut, akhirnya disusun sebuah alat ukur ITS dalam bentuk
kuesioner berjumlah 48 aitem dengan lima buah pilihan jawaban. Berdasarkan hasil
tersebut, akhirnya disusun sebuah alat ukur ITS dalam bentuk kuesioner berjumlah 48
aitem dengan lima buah pilihan jawaban.
Selain perhitungan koefisien validitas Aiken’s V, terdapat beberapa saran dari panel
ahli bahwa ada beberapa aitem yang memiliki dua atau lebih pernyataan dalam satu
aitemnya, sehingga pada akhirnya membuat beberapa aitem harus dibuat menjadi lebih
dari satu aitem, sehingga satu aitemnya hanya mengandung satu buah pernyataan.
Peneliti melakukan uji validitas menggunakan construct validity menggunakan
metode internal consistency dengan perhitungan korelasi antara masing-masing aitem
dengan skor total (item total correlation). Masruan (dalam Sugiyono, 2004) menyebutkan
biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah r lebih besar sama
dengan 0,3.
Uji reliabilitas alat ukur dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukut dapat
dipergunakan untuk pengukuran pada waktu dan tempat yang berbeda (konsistensi).
Penelitian ini menggunakan teknik alpha cronbach untuk menguji konsistensi internal dari
aitem-aitem dengan kemungkinan jawaban yang berbeda-beda (Anastasi & Urbina,
1997).
Uji norma diperlukan untuk dapat membandingkan performa individu dengan
individu yang lainnya serta memberikan perbandingan performa seseorang dalam tes-
tes lain yang berbeda. Norma untuk data penelitian ini dibuat dalam dua jenis norma,
yakni norma empirik dan norma hipotetik. Norma empirik digunakan untuk melihat
kedudukan subyek lainnya yang akan mengisi kuesioner ITS hasil akhir penelitian ini.

115
Jurnal NOETIC Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

Sementara norma hipotetik digunakan untuk melihat kedudukan subyek penelitian ini
dalam kelompoknya.
Penelitian ini melalui beberapa prosedur yang meliputi studi pustaka serta
merumuskan permasalahan dan merancang desain penelitian, kemudian dilanjutkan
dengan melakukan translate dan back-translate ITS asli dengan bantuan dari Ukrida
Language Training Center (ULTC). Langkah berikutnya yakni penilaian panel ahli oleh
tujuh orang ahli dan data penilaian dari panel ahli diolah menggunakan perhitungan
Aiken’s V melalui bantuan program Microsoft Excel untuk mendapatkan koefisien
validitas setiap pernyataannya. Kuesioner yang sudah valid kemudian disebarkan
kepada subyek penelitian sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan melalui 2 cara,
yakni secara langsung mendatangi sekolah-sekolah tertentu dan melalui surat elektronik
atau e-mail. Setelah semua data telah didapatkan, maka data tersebut diolah untuk
didapatkan reliabilitas, validitas, dan norma alat ukur ITS di daerah Jakarta Barat.

Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil uji normalitas didapatkan hasil koefisien Kolmogorov Smirnov
sebesar 0,496 dengan signifikansi sebesar 0, 966. Pada penelitian ini, dapat disimpulkan
bahwa distribusi sampel adalah normal karena memiliki nilai asymp. Sig 0,966 atau p >
0,05 (signifikan) sehingga hasil penelitian ini dapat menggambarkan populasi penelitian
yakni guru-guru SD Jakarta Barat.
Uji reliabilitas dilakukan menggunakan bantuan SPSS versi 16 dengan metode
Alpha Cronbach dan didapatkan didapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0,934 yang
menandakan reliabilitas sangat baik karena lebih besar dari 0,8 sekaligus berarti bahwa
skor atau nilai dari alat ukur ITS ini reliabel atau hasilnya dapat dipercaya. Pengujian
validitas dilakukan pada 48 aitem hasil dari uji panel ahli dengan menggunakan metode
internal consistency dengan perhitungan korelasi antara masing-masing aitem dengan
skor total (item total correlation). Berdasarkan hasil tersebut, didapatkan aitem nomor 24
harus dibuang karena koefisien validitas kurang dari 0,3, yaitu sebesar 0,296; sehingga
terdapat 47 aitem yang valid dengan rentang koefisien validitas antara 0,305 – 0,663.
Setelah melalui uji penilaian panel ahli, perhitungan Aiken’s V, uji reliabilitas, dan uji

116
Jurnal NOETIC Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

validitas, maka didapatkan hasil akhir penelitian ini yakni berupa satu buah ITS yang
terdiri dari 47 aitem dengan lima pilihan jawaban untuk setiap aitemnya.
Tabel 1
Gambaran umum subyek penelitian
Kategori Jumlah
20-25 tahun 6
26-35 tahun 12
Usia
36-45 tahun 16
> 46 tahun 16
Laki-laki 15
Jenis kelamin
Perempuan 35
Batak 4
Jawa 17
Tionghoa 9
Betawi 3
Suku
Sunda 9
Ambon 4
Manado 2
Padang 2
1-10 tahun 30
11-20 tahun 12
Lama mengajar 21-30 tahun 4
31-40 tahun 3
41-50 tahun 1
Negeri 21
Jenis sekolah
Swasta 29

Norma hipotetik digunakan untuk melihat kedudukan subyek penelitian, dalam hal
ini tingkat stres mengajar, dalam kelompoknya. Skala pengukuran ITS yang terdiri dari
47 aitem valid yang masing-masing memiliki 5 skala berkisar dari 1 sampai dengan 5.
Maka, nilai rentang minimal norma untuk subyek dalam penelitian ini adalah 47 x 1 = 47,
sedangkan nilai rentang maksimal norma adalah 47 x 5 = 235. Berdasarkan rentang
tersebut, peneliti membuat sebuah norma dengan rincian sebagai berikut:
1. Sangat Tinggi (ST) : 188 – 235
2. Tinggi (T) : 141 – 188
3. Rendah (R) : 94 – 141
4. Sangat Rendah (SR) : 47 – 94

117
Jurnal NOETIC Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

Mean atau rerata dari data penelitian ini adalah sebesar 121 yang berarti berada
pada posisi antara 94 – 141 atau termasuk kategori Rendah. Hal ini berarti subyek dalam
penelitian ini memiliki stres mengajar yang rendah. Jumlah subyek yang termasuk
kategori kategori Sangat Rendah sebanyak 5 individu, kategori Rendah sebanyak 30
individu, kategori Tinggi sebanyak 2 individu, dan kategori Sangat Tinggi sebanyak 2
individu.
Rerata subyek untuk sekolah negeri sebesar 141,95, sedangkan rerata subyek
untuk sekolah swasta sebesar 112,45. Hal ini menunjukkan bahwa subyek yang
mengajar di sekolah negeri memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan subyek
yang mengajar di sekolah swasta.
Berdasarkan norma yang telah dibuat, maka peneliti berusaha untuk menambahkan
beberapa hasil lainnya yang berkaitan dengan data demografis subyek. Peneliti
memutuskan untuk meneliti hubungan antara 2 dari 5 data demografis dengan stres pada
subyek penelitian. Kedua data yang diteliti adalah jenis kelamin dan jenis sekolah.
Metode yang digunakan untuk melihat hubungan tersebut adalah crosstab atau tabel
silang dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 16 untuk melihat apakah ada
hubungan antara variabel data demografis dengan variabel stres. Perhitungan
menggunakan metode tersebut menghasilkan kesimpulan sebagai berikut; tidak ada
hubungan antara jenis kelamin dengan stres dan ada hubungan antara jenis sekolah
dengan stres.

Pembahasan
Alat ukur ini secara garis besar sudah dapat dikatakan reliabel dan valid mengingat
besarnya koefisien reliabilitas di atas 0,8 (0,934) atau dapat dikatakan sangat baik.
Berdasarkan besarnya koefisien tersebut maka diketahui bahwa eror yang terjadi adalah
sebesar 0,066. Sumber eror ini merupakan samping error yaitu kesalahan yang dapat
terjadi karena adanya inkonsistensi hasil ukur yang terjadi ketika pengukuran dilakukan
ulang pada kelompok sampel subyek yang berbeda dari suatu populasi yang sama
(Azwar, 2012). Salah satu hal yang dapat mempengaruhi adanya sumber eror menurut
peneliti adalah karena adanya faktor kondisi subyek yang dalam situasi ketergesaan

118
Jurnal NOETIC Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

subyek karena ketika pengambilan data berlangsung subyek sedang sibuk untuk mengisi
nilai rapor siswa sehingga mereka tidak dapat dipastikan membaca dan memahami
setiap aitem dalam ITS dengan baik dan cermat.
Anastasi dan Urbina (1997) menyebutkan bahwa reliabilitas dapat memberitahu
peneliti seberapa informasi yang diberikan oleh suatu alat ukur dapat dipercaya, semakin
mendekati angka 1 maka dapat dikatakan semakin reliabel. Hal yang sama juga terjadi
pada alat ukur ITS ini, dapat dijelaskan bahwa skor alat ukur ITS ini dapat dipercaya,
bahkan berdasarkan penggolongan reliabilitas menurut DeVellis (2003), alat ukur ITS ini
termasuk memiliki reliabilitas sangat baik. Hal yang sama juga dapat ditemukan pada alat
ukur ITS aslinya yang memiliki kisaran reliabilitas lebih besar dari 0,9 dan pada uji coba
yang dilakukan oleh Kurniati (2011) dengan koefisien reliabilitas 0,962. Ketiga hasil ini
menguatkan bahwa alat ukur ITS baik aslinya maupun yang telah diadaptasi di Jakarta
memiliki reliabilitas yang sangat baik.
Hasil ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Azwar (2012) bahwa sebuah tes
psikologi dapat menghasilkan data yang reliabel dan valid bila aitemnya dikembangkan
dari indikator operasional sebagai hasil dari konsep psikologis yang definisinya jelas dan
bila aitemnya memiliki konsistensi internal. Aitem-aitem pada ITS ini diadaptasi dan
dimodifikasi dari konstruk besar teori transactional model of stress dan domain-
domainnya yang merupakan penjelasan dari karakteristik siswa dan karakteristik guru.
Masing-masing karakteristik digambarkan melalui domain-domainnya yang akhirnya
dapat dibuat aitem-aitemnya. Uji reliabilitas menggunakan metode Alpha Cronbach
memastikan aitem-aitem dalam ITS ini memiliki konsistensi internal yang baik sehingga
masing-masing aitem dipastikan tidak overlap dengan aitem lainnya.
Sementara itu koefisien validitas ITS ini berkisar antara 0,305 – 0,663 atau sudah
termasuk sangat baik. Hal ini sedikit banyak dipengaruhi karena alat ukur ITS ini sudah
reliabel. Azwar (2012) menyebutkan pengukuran yang hasilnya tidak reliabel tidak dapat
dikatakan akurat karena konsisten menjadi syarat bagi akurasi. Tentunya dalam hal ini
yang dimaksud akurasi adalah validitas dan dapat disimpulkan bahwa reliabilitas menjadi
salah satu syarat validitas. Sementara aitem-aitem lainnya yang sudah valid (koefisien
validitas > 0,3) mengindikasikan bahwa aitem-aitem tersebut memang valid untuk

119
Jurnal NOETIC Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

mengukur karakteristik yang dituju sehingga interpretasi yang dilakukan nantinya sesuai
dengan tujuan awal alat ukur ITS yakni mengukur stres mengajar. Azwar (2012)
menjelaskan bahwa validitas mengacu pada ketepatan dan kecermatan interpretasi hasil
ukur alat ukur bersangkutan melalui prosedur tertentu.
Perlu diingat walaupun hasil uji validitas menunjukkan bahwa hasil ITS adalah valid,
di sisi lain hasil perhitungan Aiken’s V menunjukkan ada sejumlah besar aitem yang harus
dikeluarkan dari ITS yakni sejumlah 42 aitem. Jumlah ini bukanlah jumlah yang sedikit
karena itu perlu diteliti lebih lanjut alasan adanya aitem yang harus dikeluarkan tersebut.
Salah satu penyebab yang mungkin adalah karena kondisi masing-masing karakteristik
(siswa maupun guru) maupun domain masih berasal asli dari daerah tempat pembuatan
ITS (Amerika). Kondisi tersebut belum tentu sama dengan kondisi yang terjadi di
Indonesia, misalnya seperti karakteristik siswa yang dapat mengganggu atau
menyebabkan guru menjadi stres ketika mengajar di dalam kelas. Ada beberapa
pernyataan yang menurut panel ahli belum disebutkan padahal pernyataan tersebut
dapat menjadi salah satu indikator domain bersangkutan. Hal ini membuat domain alat
ukur belum dapat tergambarkan dengan baik. Selain itu, banyaknya aitem yang
mengandung lebih dari satu pernyataan juga dinilai oleh panel ahli seringkali dapat
membingungkan guru yang akan menjawab. Hal ini pada akhirnya dapat menyebabkan
guru atau subyek menjawab kurang tepat sesuai dengan domain atau indikator yang
dituju.
Berdasarkan hasil uji validitas konstruk, masih ada satu buah aitem yang harus
dikeluarkan dari alat ukur ini karena tidak valid dengan koefisien yang lebih kecil dari 0,3.
Dua penjelasan yang memungkinkan mengapa ada aitem yang tidak valid antara lain
dikarenakan kondisi alat ukur dan kondisi subyek atau responden.
Penelitian ini (semula 48 aitem menjadi 47 aitem, hanya 1 aitem yang terbuang) jika
dibandingkan dengan uji coba yang dilakukan oleh Kurniati (2011), dapat dilihat bahwa
jumlah aitem yang terbuang lebih banyak pada penelitian tersebut (semula 53 aitem
menjadi 49 aitem, 4 aitem terbuang). Hal ini dapat disebabkan karena beberapa hal
seperti teknik sampling cluster random sampling, uji normalitas, serta bantuan dari panel

120
Jurnal NOETIC Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

ahli. Modifikasi ini sejalan dengan pernyataan Putri (2012) yang menyebutkan bahwa
modifikasi aitem suatu alat ukur diperlukan untuk dapat meningkatkan validitasnya.
Mean atau rerata dari data penelitian ini adalah sebesar 121 yang berarti berada
pada posisi antara 94 – 141 atau termasuk kategori Rendah. Hal ini berarti subyek dalam
penelitian ini memiliki stres mengajar yang rendah. Rendahnya tingkat stres mengajar
pada subyek penelitian ini dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain karena subyek
sudah mengajar cukup lama yakni pada rerata 12 tahun (dengan pembulatan) yang
disebutkan oleh Hermawan (2006) berkaitan dengan pengalaman, kemampuan
beradaptasi, berkomunikasi dengan rekan kerja dan hasil pekerjaan. Semakin lama
seorang subyek bekerja, dalam hal ini mengajar, maka semakin banyak pengalaman
yang ia dapatkan, semakin baik dalam beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, serta
komunikasinya dengan rekan sekerja juga semakin baik. Hal-hal tersebut membantu
subyek untuk menangani masalah atau stres pekerjaan yang ia temui hampir setiap
harinya karena tersedianya dukungan sosial bagi dirinya.
Selain itu, peneliti sempat berbincang dengan beberapa subyek yang mengajar di
beberapa sekolah ketika pengambilan data berlangsung. Sebagian besar dari mereka
menceritakan bahwa akhir-akhir ini sekolah mulai rutin mengadakan pelatihan maupun
mengirimkan guru-guru mereka untuk mengikuti pelatihan di luar yang berkaitan dengan
cara menangani kelas maupun siswa. Pelatihan-pelatihan seperti ini diakui oleh subyek
membantu mereka ketika harus mengajar dan menangani siswa di dalam kelas,
khususnya siswa yang memiliki tingkah laku yang bermasalah.
Data penelitian yang menunjukkan subyek memiliki stres yang rendah juga perlu
diperhatikan. Selye (1984) menyebutkan bahwa individu yang sehat adalah mereka yang
mengalami stres dalam kehidupan sehari-harinya. Stres yang dimaksud olehnya adalah
eustress yang merupakan hasil dari respon terhadap tekanan yang bersifat sehat, positif,
dan konstruktif. Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang
diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat
performansi yang tinggi. Berdasarkan hal tersebut, maka kondisi ideal belum dicapai oleh
subyek penelitian. Stres yang rendah membuat subyek cenderung menjadi nyaman
dengan kondisinya saat ini sehingga tidak berkesempatan untuk merasakan adanya

121
Jurnal NOETIC Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

tekanan atau tantangan yang sebenarnya dibutuhkan. Lebih lanjut hal ini dapat
berdampak pada prestasi siswa/i SD bersangkutan yang dapat menjadi rendah.
Hasil penelitian dengan crosstab atau tabel silang pada data demografis dengan
stres menghasilkan kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara variabel stres dengan
jenis kelamin subyek serta ada hubungan antara stres dengan jenis sekolah. Hasil
pertama yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara stres dengan jenis kelamin
(laki-laki dan perempuan) dalam penelitian ini menunjukkan tinggi atau rendahnya stres
tidak berhubungan dengan jenis kelamin subyek, maupun sebaliknya. Hal ini sejalan
dengan yang ditemukan oleh Hermawan (2006) yang menemukan signifikansi regresi
antara gender dengan stres sebesar 0.317 (p > 0,05) yang berarti bahwa gender atau
jenis kelamin tidak mempengaruhi baik pria maupun wanita untuk menghadapi konflik
atau stres yang menghadang yang disebabkan oleh pekerjaan. Sutherland dan Cooper
(dalam Driscoll & Cooper, 2002) juga menyatakan bahwa dalam transactional model of
stress faktor-faktor demografis tetap yang berkaitan dengan subyek tidak memberikan
pengaruh pada tingkat stres yang dialami oleh seseorang. Salah satu faktor demografis
tersebut adalah jenis kelamin atau gender.
Hasil kedua yang menyatakan bahwa ada hubungan antara stres dengan jenis
sekolah mengindikasikan tinggi rendahnya tingkat stres berhubungan dengan jenis
sekolah (negeri atau swasta), demikian sebaliknya. Hal ini membawa peneliti untuk
melihat bahwa sekolah negeri dan sekolah swasta sepertinya memiliki perbedaan yang
akhirnya mempengaruhi stres mengajar pada guru. Jika dilihat dari tabel uji crosstab,
subyek yang mengajar di sekolah negeri cenderung memiliki tingkat stres yang lebih
tinggi dibandingkan subyek yang mengajar di sekolah swasta dengan rerata subyek SD
negeri sebesar 142 (dengan pembulatan) dan rerata subyek SD swasta sebesar 112
(dengan pembulatan). Hasil wawancara peneliti dengan salah seorang subyek di SD
negeri X pada Selasa, 7 Januari 2014 menyimpulkan bahwa guru-guru di SD negeri
seringkali secara mendadak diminta untuk menggantikan guru lainnya yang tidak masuk.
Padahal di hari yang sama, mereka sendiri sudah memiliki banyak pekerjaan yang harus
diselesaikan. Penambahan pekerjaan dan tanggung jawab seperti itu membuat mereka
harus mengeluarkan tenaga lebih dari biasanya dan bahkan sering pulang lewat dari jam

122
Jurnal NOETIC Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

kerja seharusnya. Hal ini menurut subyek dikarenakan jumlah guru yang sedikit di
sekolah negeri (setiap jenjang kelas hanya ada 1 guru) akhirnya mau tidak mau guru
yang ada harus menggantikan guru yang tidak masuk. Peristiwa seperti itu diakui subyek
membuat dirinya merasa lebih tertekan, lebih lelah, dan mudah menjadi emosi atau
dengan kata lain menunjukkan gejala-gejala stres yang cukup tinggi.
Hal yang sama tidak terjadi atau jarang terjadi di sekolah swasta, dimana mereka
memiliki jumlah guru yang lebih banyak dari sekolah negeri. Selain itu, sekolah swasta
biasanya juga sudah menyiapkan adanya guru cadangan (bukan guru kelas) seperti guru
mata pelajaran yang dapat masuk ketika ada guru kelas yang tidak dapat masuk. Hal ini
ditemukan oleh peneliti ketika berbincang dengan beberapa subyek yang mengajar di
sekolah swasta. Selain itu, Muctaridi (2004) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa
sekolah swasta cenderung melakukan kontrol kualitas terhadap kompetensi dan
kepedulian guru dibandingkan sekolah negeri. Hal ini dilaksanakan dengan kewajiban
calon guru untuk selalu ikut ujian sebelum menjadi guru di sekolah swasta. Adanya
kontrol seperti ini membuat keterampilan guru-guru swasta untuk mengelola kelas lebih
baik dibandingkan mereka yang tidak mendapatkan kontrol kualitas secara rutin.
Beberapa hal di atas membuat kondisi guru sekolah swasta menjadi lebih tenang, lebih
nyaman, dan tidak mudah tertekan.
Jika dilihat lebih lanjut, maka kemungkinan besar perbedaan antara guru yang
mengajar di SD negeri dengan SD swasta dapat dilihat pada karakteristik guru (perasaan
bahwa dirinya kompeten atau membutuhkan dukungan, hilangnya kepuasan dari
mengajar, gangguan terhadap proses pengajaran, dan frustrasi terkait dalam hal kerja
sama dengan orangtua siswa) mengingat perbedaan yang ditemui di kenyataan sebagian
besar berkaitan dengan kondisi guru tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa properti psikometri
Index of Teaching Stress (ITS) adalah valid dan reliabel sehingga norma yang dihasilkan
dalam penelitian ini juga dapat digunakan untuk penggunaan ITS selanjutnya pada
kelompok yang berbeda. Hal ini berarti aitem-aitem dalam ITS sudah dengan konsisten
dan cermat mengukur stres mengajar yang diinginkan oleh ITS sehingga hasil interpretasi
skor subyek nantinya dapat dipercaya dan digunakan untuk menjadi panduan intervensi

123
Jurnal NOETIC Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

stres mengajar serta perilaku siswa karena dapat mengenali interaksi yang terjadi antara
guru dengan siswa.
Rerata data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa subyek memiliki tingkat stres
mengajar yang rendah (M = 121). Rendahnya tingkat stres tersebut dikarenakan
beberapa hal seperti lamanya subyek mengajar, adanya dukungan sosial dari rekan-
rekan kerja, serta mulai dilaksanakannya pelatihan-pelatihan secara rutin oleh sekolah
untuk pembekalan ilmu bagi subyek bersangkutan. Selain itu didapatkan hasil penelitian
berdasarkan crosstab yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis
kelamin dengan tingkat stres mengajar pada guru serta ada hubungan antara jenis
sekolah dengan tingkat stres mengajar pada guru.
Saran bagi peneliti selanjutnya yang ingin menguji properti psikometri ITS dapat
menggunakan populasi yang lebih luas, misalnya se-Jakarta, sesuai dengan kemampuan
dan kebutuhannya. Korelasi antara data demografis seperti jenis kelamin dan jenis
sekolah dengan stres perlu diteliti lebih lanjut dan lebih dalam supaya dapat
menggambarkan stres mengajar dengan lebih akurat dan cermat. Adanya hubungan
antara jenis sekolah dengan tingkat stres yang ditemui pada penelitian ini dapat diteliti
lebih lanjut karena peneliti menjumpai adanya kemungkinan pengaruh faktor-faktor
seperti budaya kerja pada guru SD negeri maupun swasta terhadap stres mengajar yang
mereka alami. Selain itu, peneliti juga dapat menambahkan data demografis lainnya
seperti etnis, usia, atau lama mengajar sehingga data yang didapatkan lebih luas.
Peneliti merasa perlu ditambahkan metode validitas dan reliabilitas lainnya yang
berbeda untuk menghasilkan aitem yang lebih baik serta mempertimbangkan adanya
perbedaan waktu serta populasi subyek untuk penelitian selanjutnya. Perlu diperhatikan
juga penyebab banyaknya aitem yang terbuang dari hasil penilaian panel ahli melalui
perhitungan Aiken’s V. Salah satu kekurangan yang menyebabkan hal tersebut adalah
ketidaksamaan atau tidak setaranya latar belakang pendidikan ketujuh panel ahli dalam
penelitian ini.
Peneliti menyarankan untuk menyesuaikan waktu pengambilan data dengan waktu
kerja subyek (dalam hal ini guru) supaya dapat menghindari faktor subyek yang tergesa-
gesa karena tanggung jawab pekerjaannya serta mendapatkan jumlah subyek yang lebih

124
Jurnal NOETIC Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

banyak. Norma yang telah dibuat oleh peneliti dalam penelitian ini dapat digunakan untuk
mengukur dan menganalisa tingkat stres mengajar guru-guru SD di daerah Jakarta Barat
maupun sekitarnya. Pihak sekolah juga dapat secara berkala memberikan tes ini guna
mengintervensi stres mengajar yang berlebihan pada guru serta mengevaluasi tingkah
laku siswa apa saja yang bisa mempengaruhi stres pada guru sehingga kesejahteraan
guru dapat meningkat.

Daftar Pustaka
Abidin, R. R., Greene, R. W., & Konold, T. R. (2004). Index teaching stress: Professional
manual. Florida: Psychology Assessment Resources.
Aiken, L. R. (1985). Three coefficients for analyzing the reliability, and validity of ratings.
Educational and Psychological Measurement, 45, 131-142.
Anastasi, A., & Urbina, S. (1997). Psychological testing (7th ed.). New Jersey: Prentice-
Hall.
Aqib, Z. (2002). Guru dan profesionalisme. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik (edisi ke-6). Jakarta:
Rineka Cipta.
Azwar, S. (2012). Reliabilitas dan validitas (edisi ke-4). Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi (edisi ke-2). Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Baker, J. A., Grant, S., & Morlock, L. (2008). The teacher-student relationship as a
developmental context for children with internalizing or externalizing behavior
problems. School Psychology Quarterly, 23(1), 3.
Beins, B. C. (2008). Research methods: A tool for life. New York: Pearson Education.
Cannon, G. S., Idol, L., & West, J. F. (1992). Educating students with mild handicaps in
general classrooms: Essential teaching practices for general and special education.
Journal of Learning Disabilities, 25, 300-317.
Cohen, R. J., & Swerdlik, M. E. (2005). Psychological testing and measurement: An
introduction to tests and measurement. Boston: McGraw-Hill
Crocker, L., & Algina, J. (1986). Introduction to classical and modern test theory. New
York: Holt, Rineharth and Winston.
DeVellis, R. F. (2003). Scale development: Theory and applications (2nd ed.). New York:
SAGE Publication.
Djamarah, S. B. (2002). Guru dan anak didik dalam interaksi. Jakarta: Rineka Cipta.
Djiwandono, S. E. W. (2006). Psikologi pendidikan. Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Elisa, S., & Wrastari, A. T. (2013). Sikap guru terhadap pendidikan inklusi ditinjau dari
faktor pembentuk sikap. Jurnal Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, 2(1), 1-
10.
French, J, Caplan, R., & Harrison, V. (1982). The mechanisms of job stress and strain.
Chichester: Wiley.

125
Jurnal NOETIC Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

Gaol, M. L. (2012). Pengaruh persepsi guru tentang kepemimpinan kepala sekolah,


motivasi kerja, dan pengendalian stress terhadap komitmen guru. (Skripsi tidak
dipublikasikan). Medan: Universitas Negeri Medan. Diunduh dari:
http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Article-23805-Masdiana.pdf
Geving, A. M. (2007). Identifying the types of student and teacher behaviors associated
with teacher stress. Teaching and Teacher Education, 23(5), 624-640.
Greenberg, J., & Baron, R. A. (2007). Behavior in organizations (9th ed.). New York:
Prentice Hall.
Greene, R. W., Beszterczey, S. K., Katzenstein, T., Park, K., & Goring, J. (2002). Are
students with ADHD more stressful to teach? Patterns of teacher stress in an
elementary school sample. Journal of Emotional and Behavioral Disorders, 10(2),
79-89.
Hariyanti, M. (2004). Tinjauan stres kerja pada guru sekolah luar biasa widya bakti
semarang. (Disertasi tidak dipublikasikan). Semarang: Universitas Diponegoro.
Diunduh dari http://eprints.undip.ac.id/8009/
Hermawan, W. (2006). Analisis faktor-faktor determinan stres kerja pada PT Bank
Mandiri. (Skripsi tidak dipublikasikan). Jakarta: Universitas Katolik Indonesia
Atmajaya.
Hidayat, A. A. (2007). Metode penelitian keperawatan dan teknik analisis data. Jakarta:
Salemba Medika.
Kaplan, R. M., & Saccuzzo, D. P. (2005). Psychological testing: Principles, applications,
& issues. California: Thomson Wadsworth.
Kerlinger F. N., & Lee H. B. (2000). Foundations of behavioral research. New York:
Wadsworth Publishing
Kurniati, I. (2011). Uji utilitas index of teaching stress. (Skripsi yang tidak dipublikasikan).
Jakarta: Fakultas Psikologi UKRIDA.
Langdridge, D. (2004). Introduction to research methods and data analysis in psychology.
Harlow: Pearson Education Limited.
Murti, B. (2011). Validitas dan reliabilitas pengukuran. Diunduh dari:
https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:RXsAoz0FPMJ:fk.uns.ac.id/index.p
hp/download/file/61+&hl=en&pid=bl&srcid=ADGEESgZWzLCtANns9ag6GkfWcn
Murtiningrum, A. (2005). Analisis pengaruh konflik pekerjaan keluarga terhadap stres
dengan dukungan sosial sebagai variable moderasi (studi kasus guru kelas 3 smp
negeri di kabupaten Kendal. (Skripsi tidak dipublikasikan). Semarang: Universitas
Diponegoro.
Nelson, J. R., Maculan, A., Roberts, M. L., & Ohlund, B. J. (2001). Sources of
occupational stress for teachers of students with emotional and behavioral
disorders. Journal of Emotional and Behavioral Disorders, 9(2), 123-130.
Notoadmojo, S. (2003). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
O’Driscoll, M. P. & Cooper, C. L. (2002). Job-related stress and burnout. Dalam P. Warr
(Ed.), Psychology at Work (pp. 203-228). London: Penguin Group.
Orford, J. (1992). Community psychology: Theory and practice. England: John Wiley.
Pearlin, L. I., Menaghan, E. G., Lieberman, M. A., & Mullen, J. T. (1981). The Stress
Process. Journal of Health & Social Behavior, 22(337-356).

126
Jurnal NOETIC Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

Poerwadarminta, W. J. S. (2007). Kamus umum bahasa indonesia. Jakarta: Balai


Pustaka.
Pollastri, A. R., Epstein, L. D., Heath, G. H., & Ablon, J. S. (2013). The collaborative
problem solving approach: Outcomes across settings. Harvard Review of
Psychiatry, 21(4), 188-199.
Pusat Bahasa. (2008). Kamus besar bahasa indonesia (edisi ke-4). Jakarta: Gramedia
Pusat Pustaka.
Santyasa, I. W. (2011). Dimensi-dimensi teoritis peningkatan profesionalisme guru.
Singaraja: Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha.
Schaubman, A., Stetson, E., & Plog, A. (2011). Reducing teacher stress by implementing
collaborative problem solving in a school setting. School Social Work Journal, 35(2),
72-91.
Selye, H. (1984). Stress in health and disease. Boston: Butterworths.
Smith, M., & Bourke, S. (1992). Teacher stress: Examining a model based on context,
workload, and satisfaction. Teaching and Teacher Education, 8(1), 31-46.
Sugiyono. (2004). Metode penelitian bisnis. Bandung: Alfabeta.
Suhendro, H. (2009). Hubungan iklim organisasi sekolah, kecerdasan emosional guru,
dan pengetahuan teknologi informasi dengan profesionalisme guru smk produktif.
Teknologi Kejuruan, 32(1), 37-50.
Wahyuni, S. (2012). Profesionalisme guru dalam perspektif global. Sukoharjo: FKIP
Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo.

127

Anda mungkin juga menyukai