Anda di halaman 1dari 4

Asal Usul Bukit Batu Pertapaan Tjilik Riwut

http://sangkaicity.blogspot.com/2016/08/asal-usul-bukit-batu-pertapaan-tjilik_26.html

AAA – Bukit batu Tjilik Riwut merupakan salah satu tempat objek wisata yang
terkenal di Prov. Kalimantan Tengah. Bukit Batu tersebut merupakan tempat
Balampah atau Bartapa salah satu pahlawan nasional Tjilik Riwut.

Tempat yang sakral tersebut memiliki Legenda atau Asal usul nya sendiri, maka
penulis melakukan pencarian di internet dan menemukan artkel tentang asal usul
atau cerita bukit batu.

Berikut ceritanya :

Kisah dimulai saat seorang penduduk desa Tumbang Liting yang bernama Burut
Ules. Ia seorang yang bakaji. Pada suatu hari, seorang diri ia pergi menuju ke suatu
tempat untuk membuka lahan perladangan. Tanpa kawan, ia kerja keras, membabat
hutan, membangun pondok untuk tempat beristirahat, tanpa melupakan tradisi
leluhurnya yaitu memohon izin terlebih dahulu kepada segala mahluk yang tidak
terlihat oleh mata jasmani, penunggu daerah tersebut.
Suatu siang ketika Burut Ules merasa lelah, beristirahatlah ia sejenak di bawah
sebuah pohon rindang yang tinggi dan telah berusia ratusan tahun. Dengan posisi
tiduran sambil berbantalkan tangan, matanya menerawang jauh ke depan. Matahari
bersinar terik, namun karena berada di rimba raya, sepoi-sepoi angin menyentuh
lembut kulitnya, sejuk terasa, dan kantuk mulai datang menyerang. Akan tetapi
ketika Burut Ules nyaris terlelap, ia terperanjat dan langsung melompat bangkit.

Dilihatnya tujuh perempuan cantik yang sangat menawan turun dari langit langsung menuju
telaga yang ada didekatnya. Saat itu hujan rintik-rintik namun matahari masih bersinar
dengan teriknya. Menyaksikan hal tersebut dengan mengendap-ngendap Burut Ules
mendekati telaga. Sambil bersembunyi ia mengintip rombongan kecil tersebut. Gadis-gadis
itu langsung membuka pakaian, besaluka tanpa penutup dada, dan terjun berenang, ceria,
penuh tawa canda nan meriah.

Burut Ules terpana, mata tak berkedip menyaksikan pemandangan itu. Salah seorang yang
nampak paling muda dalam kelompok itu, gerak geriknya membuat Burut Ules sangat
terpesona. Tanpa sepengetahuan si gadis, matanya menatap tajam ke arah sang dara. Saat
itu juga Burut Ules langsung jatuh cinta.

Setelah puas mandi dan berenang, kelompok kecil itu naik ke darat, kembali berpakaian dan
melompat ke angkasa menuju langit. Sejak saat itu Burut Ules menjadi susah, resah,
gelisah. Ia sangat menyesali dirinya mengapa pada saat itu tidak langsung memeluk si
perempuan bungsu yang sedang mengenakan pakaiannya seusai mandi, padahal jarak
antara mereka tidak jauh. Rasa sesal tersebut sangat menderanya hingga tidur tak nyenyak
makan pun ia tak kenyang.

Suatu hari ketika matahari sedang bersinar terik dan turun hujan rintik-rintik, bergegas Burut
Ules ke semak-semak menunggu dan mengamati telaga tempat idaman hatinya mandi.
Usaha dan penantiannya tidak sia-sia, tidak lama kemudian di angkasa terlihat buah hatinya
dengan saudara-saudaranya menukik menuju telaga. Menyaksikan hal tersebut, jantung
Burut Ules nyaris copot. Pelan-pelan Burut Ules menarik nafas panjang untuk menenangkan
diri.

Kemudian Burut Ules melihat adegan ulangan yang pernah ia saksikan. Ketujuh dara yang
baru tiba langsung membuka pakaian, dengan ceria terjun ke telaga, mandi sambil
berenang, penuh tawa ria. Namun ketika mereka menginjak tanah kembali untuk
berpakaian, ketika itu pula Burut Ules mendadak muncul diantara mereka dan serta merta
memeluk buah hatinya. Kepanikan pun terjadi, kelompok kecil tersebut tergesa-gesa
memakai pakaiannya masing-masing langsung lompat menuju langit dengan meninggalkan
si adik bungsu yang ketakutan dalam pelukan erat Burut Ules.

Ketika semua kakaknya telah pergi meninggalkannya, si bungsu berkata kepada


Burut Ules: “Mengapa aku kau sekap? Apa salahku? Dan apa maumu? Bila kau
ingin membunuhku, silahkan bunuh aku, aku tak akan melawan”.

Burut Ules tak mampu menjawab pertanyaan beruntun itu, ia hanya menjawab
singkat, bahwa ia mencintai dan ingin menikahinya. Si bungsu langsung membalas
pelukan Burut Ules dan resmilah mereka menjadi suami isteri.

Selanjutnya Burut Ules sibuk menyembunyikan pakaian yang pernah dipakai oleh
isterinya saat pertama mereka bertemu. Ia khawatir isterinya akan meninggalkannya
apabila pakaian tersebut dipakai lagi oleh isterinya. Untuk selanjutnya pakaian baru
yang terbuat dari kulit kayu, yang ia berikan kepada isterinya. Singkat cerita, isteri
Burut Ules hamil dan lahirlah seorang anak laki-laki yang diberi nama.... Burut Ules
hidup bahagia bersama anak dan isterinya.

Suatu hari muncul seorang pemuda, mamut menteng, hitam, tinggi besar
mengunjungi keluarga itu. Isteri Burut Ules mengenalkan kepada suaminya bahwa
pemuda tersebut adalah salah seorang saudaranya yang datang untuk mengunjungi
mereka. Burut Ules menerima kehadiran pemuda tersebut dengan baik, bahkan
pemuda itu diizinkan turut menginap di rumahnya.

Namun, lama kelamaan Burut Ules merasa curiga karena setiap mandi di telaga,
mereka selalu pergi berdua, berenang ceria, dan hanya berdua. Anak mereka yang
masih bayi ditinggal begitu saja di gubuk. Rasa cemburu mulai muncul, namun
apabila Burut Ules menanyakan hal tersebut, isterinya selalu memberikan jawaban
yang sama, bahwa pemuda tersebut benar saudaranya.

Teguran untuk mandi renang berdua di telaga telah diberikan, namun acara renang
bersama tetap juga berlanjut. Timbul kemarahan Burut Ules.

Suatu hari, pada saat yang tepat, Burut Ules menikam pemuda hitam tinggi besar
tersebut dengan tombak hingga tewas dan seketika jasadnya gaib. Sekalipun
tombak yang dipakai untuk membunuh telah disembunyikan, namun hal itu diketahui
juga oleh isterinya.

Ketika Burut Ules pulang ke rumah, dijumpainya isterinya berdiri di hejan sambil
menggendong anak lelaki mereka satu-satunya. Ketika melihat Burut Ules datang,
dengan nada penuh duka isterinya mengatakan bahwa ia sangat sedih dan kecewa
karena suaminya tidak lagi mempercayainya bahkan tega membunuh saudaranya.
Oleh karena itu ia bertekad untuk pulang ketempat asalnya dengan membawa serta
putra mereka.

Sebelum pergi, masih sempat isterinya berpesan bahwa kelak dikemudian hari
apabila anak turunan Burut Ules membutuhkan bantuannya, maka anak semata
wayang mereka akan selalu siap membantu. Dikatakan pula bahwa kelak apabila
anak mereka telah dewasa, ia tidak dapat hidup dan berdiam di alam dimana ibunya
berada karena ayah dan ibunya berasal dari alam yang berbeda. Oleh karena itu
apabila anak mereka telah dewasa, ia akan kembali ke alam ayahnya. Setelah
berkata demikian anak dan ibu lenyap dari pandangan mata Burut Ules dan Burut
Ules menjadi sedih tak terhingga.

Sesal kemudian tak berguna. Burut Ules mencoba bangkit dari kesedihannya. Hari-
harinya ia habiskan untuk kerja keras, letih tidur dan kerja lagi, kerja, kerja, dan terus
bekerja. Begitu seluruh waktunya ia lalui untuk bekerja mengurus ladang,
menangkap ikan, dan banyak kegiatan lain yang ia lakukan.
Waktu berlalu, sedikit demi sedikit Burut Ules mampu bangkit kembali dari
kesedihan akibat ditinggal pergi oleh isteri dan anaknya. Kemudian kawinlah ia
dengan anak Kutat. Dari perkawinan ini lahirlah dua orang anak, seorang laki-laki
dan seorang perempuan. Diyakini bahwa hingga kini Burut Ules tidak pernah
meninggal dunia tetapi gaib ke alam lain.

Suatu hari di Teluk Derep, Tumbang Kasongan, terdengar suara gemuruh halilintar
memekakkan telinga. Petir kilat sambar menyambar. Saat itu sebuah batu besar
diturunkan dari langit. Diyakini bahwa anak Burut Ules yang telah gaib bersama isteri
pertamanya, saat itu telah dewasa. Sesuai janji, apabila telah dewasa ia akan
kembali ke alam tempat bapaknya bertempat tinggal, maka janji itu telah ditepati.

Batu yang diturunkan dari langit yang kemudian terkenal dengan nama Bukit Batu

Dan sekarang tempat tersebut diyakini sebagai tempat kediamannya, walau tak
terlihat dengan mata jasmani, namun ia ada di sana sebagai Raja dan penguasa
daerah tersebut.

Demikian cerita tentang Bukit Batu, Tabe


Sumber : http://www.nila-riwut.com/id/tjilik-riwut/bukit-batu-pertapaan-pahlawan-nasional-tjilik-riwut

Anda mungkin juga menyukai