Pemanfaatan ruang/ lahan merupakan bentuk intervensi masyarakat secara siklis dan permanen untuk
memenuhi kebutuhannya, baik bersifat material maupun spiritual yang berasal dari lahan (Arsyad,
2006). Ruang/ lahan senantiasa berubah penggunaannya, dan akan terus berlanjut hingga masa
mendatang, dalam kecepatan yang tinggi seiring dinamika pertumbuhan ekonomi kota tersebut.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Palu No. 16 Tahun 2011, tujuan penataan ruang Kota Palu yaitu
mewujudkan ruang Kota Palu sebagai Kota Teluk Berwawasan Lingkungan yang Berbasis pada Jasa,
Perdagangan, dan Industri, yang didasari Kearifan dan Keunggulan Lokal Bagi Pembangunan
Berkelanjutan. Sehingga dalam perwujudannya pembangunan Kota Palu, dalam range waktu 7 tahun
Palu
Pengembangan atau pembangunan suatu wilayah harus berdasar pada lahan yang tersedia,
dikarenakan lahan merupakan sumberdaya utama yang sangat dibutuhkan. Pengembangan atau 3
pembangunan di Kota Palu terlihat pada penggunaan lahan yang makin berkembang dan dinamis,
sehingga perlu terus dipantau perkembangannya karena seringkali pemanfaatan lahan tidak sesuai
dengan peruntukannya, hal tersebut akan menyebabkan daya dukung lingkungan terlampaui.
Evaluasi pemanfaatan ruang penting dalam hal untuk memonitor pemanfaatan ruang yang ada di Kota
Palu dan untuk mengetahui tingkat efektifitas pemanfaatan ruang serta mengevaluasi kegiatan
pemanfaatan yang telah dilakukan. Sehingga untuk melihat konektivitas antara rencana tata ruang dan
implementasi pembangunan di Kota Palu dilakukan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota yang
merupakan tindakan mengkaji tingkat kesesuaian struktur ruang dan pola ruang terhadap rencana
2. Penilaian kesesuaian Pola Ruang di tinjau berdasarkan pada kesesuaian peruntukan kawasan
rencana dan eksisting dari segi kesesuaian lokasi maupun luas. Implementasi rencana dengan
pemanfaatan ruang eksisting dibagi menjadi 2 (dua), yaitu evaluasi implementasi Pola Ruang
Kawasan Lindung, dan evaluasi implementasi Pola ruang Kawasan Budidaya.
Palu
Sumber : Hasil Kajian Tim Evaluasi Pemanfaatan Ruang Kota Palu, 2018
6
Palu
B. EVALUASI TINGKAT DEVIASI RENCANA TERHADAP IMPLEMENTASI PERDA RTRW
KOTA PALU NOMOR 16 TAHUN 2011. 8
Hasil Evaluasi implementasi Rencana Tata Ruang Kota Palu 2010-2030 berdasarkan data terkini,
teridentifikasi tingkat deviasi rencana terhadap implementasi Perda RTRW Kota Palu Nomor 16 tahun
2011. Berikut tingkat deviasi pemanfaatan ruang di masing-masing kecamatan.
Palu
berlaku yakni Peraturan Wali Kota Palu No. 650/ 1085/DPRP/2013 tentang GSB dan pagar.
Penyimpangan pada fungsi jalan arteri primer apabila diterapkan GSB 24 meter. Diketahui panjang
ruas arteri primer di Kota Palu sepanjang 43.604,49 meter, dan penyimpangan yang terjadi sepanjang 10
34063,81 meter atau 78,12 % dari panjang ruas jalan, yang di dominasi oleh penggunaan lahan untuk
perdagangan dan jasa. Sedangkan ruas pada fungsi kolektor primer sepanjang 48.742,37 meter, dan
apabila di terapkan GSB 20 meter pada fungsi tersebut, penyimpang terjadi sepanjang 35807,68 meter
atau 73,46 % dari panjang ruas jalan, berupa penggunaan lahan perdagangan dan jasa.
Garis yang berfungsi sebagai pembatas ruang, atau jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu
massa bangunan terhadap lahan yang dikuasai, batas tepi sungai atau pantai, antara massa bangunan
yang lain atau diperuntukan sebagai rencana saluran, jaringan tegangan tinggi listrik, jaringan pipa gas,
dan sebagainya. Adanya peraturan terkait GSB dimaksudkan agar pembangunan dan pengembangan
permukiman jadi teratur dan aman tidak tumbuh semraut,. Selain itu, GSB menjamin adanya ruang
terbuka hijau privat dalam bentuk halaman rumah, menambah keamanan, serta mengurangi pengaruh
bising dari kendaraan di jalan raya terhadap penghuninya.
Usaha Pertambangan (IUP) seluas 226,70 Ha, dimana lahan yang memiliki izin tersebut eksisitingnya
berupa lahan terbangun seluas 0,013 Ha atau 130 M2 dan tidak terbangun seluas 226,68 Ha.
Nilai penyimpangan penggunaan lahan pertambangan sebesar 17,18 % pada peruntukkan kawasan
perumahan dengan luas 37,83 Ha, pada peruntukkan kawasan rawan bencana sebesar 10,13 % 11
dengan luas 22,30 Ha, dan sebesar 0,19 % atau sebesar 0,41 Ha (4100 M 2) pada kawasan lindung,
sempadan sungai dan kawasan pariwisata. Adapun bentuk penyimpangan terjadi, berupa:
a. Berdasarkan ketentuan jarak lokasi pertambangan dengan permukiman diketahui lokasi berada
pada radius kurang dari 500 meter.
b. Walaupun sama-sama pertambangan galian C yang dekat dengan permukiman warga namun
tingkat pencemaran udara tertinggi terdapat pada kawasan pertambangan di Kecamatan Ulujadi
dibandingkan kegiatan pertambangan di Kecamatan lainnya. tingginya pencemaran udara di
Kecamatan Ulujadi karena banyaknya lokasi pertambangan dengan lokasi pelabuhan khusus
2. Bertambahnya garis pantai ke arah laut sebagai akibat kegiatan penimbunan pesisir
pantai pada beberapa lokasi.
Kondisi di sepanjang pantai Teluk Palu khususnya pada wilayah Kecamatan Mantikulore dan
Kecamatan Ulujadi terdapat beberapa kegiatan penimbunan pesisir pantai yang pada dasarnya,
kegiatan tersebut tidak termuat dalam Perda No. 16 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Palu Tahun
2010-2030 sebagai rencana reklamasi. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Pasal 4 (1) Penentuan
lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dilakukan berdasarkan Rencana Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) Provinsi, Kabupaten/Kota dan/atau Rencana Tata
Palu
Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota. Maka dapat disimpulkan bahwa relakmasi
yang sudah dilakukan saat ini dikategorikan menyimpang. Mengingat kegiatan penimbunan/reklamasi
sudah terjadi secara tata ruang tidak mungkin dilakukan pengerukan kembali yang justru akan
memperparah kerusakan ekosistem laut saat ini. Untuk itu rekomendasi Rencana Tata Ruang yaitu: 12
a. Ruang daratan hasil reklamasi diperuntukan untuk ruang terbuka, dan pariwisata.
b. Dilarang membangun selain fungsi tersebut dan bangunan gedung permanan
c. Penanaman mangrove sebagai upaya pemulihan lingkungan demi keberlanjutan sekitarnya
lokasi.
(misalnya : terhadap bencana tsunami yaitu mengukur jarak garis pantai terhadap batas akhir
lokasi terdampak)
2. Ketersediaan jaringan jalan/ kemudahan aksesibilitas (jalan primer (jalan kabupaten) atau jalan
sekunder (jalan desa) 14
3. Jangkauan maksimum ke tempat evakuasi 20 meter
4. Memiliki bangunan vertical dengan ketinggian maksimum (tsunami : elevasi gelombang tsunami
datang hingga lokasi TES +30% +3 meter dan di kurangi ketinggian tanah lokasi TES, ( FEMA
(2008))
5. Memiliki daya tampung luas dan besar.
Upaya Mitigasi bencana terhadap kejadian gempa, dapat dilakukan dengan cara merencanakan
lanskap taman kota berbasis gempa, sebagai ruang evakuasi bencana. Adapun dasar pertimbangan
penentuan ruang evakuasi tersebut (Novi, 2011):
E. Saran
Terkait beberapa jenis penggunaan lahan yang tidak sesuai peruntukannya akan menjadi masukkan
dan perbaikan untuk kegiatan penyusunan Revisi RTRW Kota Palu Tahun 2010-2030 diharapkan
untuk :
1. Menyesuaikan kembali pembagian wilayah administrasi Kota Palu, yaitu dari 4 kecamatan
Palu
menjadi 8 kecamatan sesuai dengan arahan Perda No. 4 tahun 2012 tentang pembentukkan
kecamatan di daerah yang merupakan pemekaran kecamatan menjadi 8 kecamatan yaitu
a. Kecamatan Mantikulore
b. Kecamatan Palu Barat 15
c. Kecamatan Palu Selatan
d. Kecamatan Palu Timur
e. Kecamatan Palu Utara
f. Kecamatan Tatanga
g. Kecamatan Tawaeli
h. Kecamatan Ulujadi
2. Mengkaji kembali peruntukan struktur dan pola ruang berbasis kebencanaan berdasarkan fakta
tingkat kerawanan bencana di masing-masing kecamatan – kecamatan di Kota Palu,
5.1. REKOMENDASI
Tindak lanjut kebijakan dan langkah-langkah yang diambil dalam upaya mencapai kesesuaian
pemanfaatan ruang kedepannya adalah dengan:
1. Penyusunan revisi RTRW Kota Palu berbasis Kebencanaan, mengingat potensi bahaya bencana
alam di kota Palu sangat tinggi
2. Pengembangan Struktur dan Pola Ruang Kota Palu diarahkan ke perwujudan Kota Hijau yang
Palu
a. Perlu adanya perda terkait pemberian retribusi tambahan bagi bangunan yang
melanggar sempadan (jalan, bangunan, sungai, pantai, mata air, jurang dan cekungan
air tanah) selain retribusi izin mendirikan bangunan. Hal ini dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya pelanggaran tersebut. 18
b. Pemberian retribusi tambahan dikenakan selama bangunan yang melanggar masih tetap
dimanfaatakan oleh pemilik bangunan. Dan akan di berhentikan apabila bangunan yang
melanggar sempadan telah di hilangkan.
c. perlu kajian terkait batas toleransi pelanggaran bangunan yang dapat di berikan retribusi
tambahan tersebut.
d. Untuk mengatasi kecenderungan masyarakat yang telah melakukan pembangunan atau
menghuni suatu wilayah karena telah mengantongi hak kepemilikan tanah yang di
keluarkan di tingkat keluarahan, walaupun daerah tersebut termasuk dalam daerah
Kegiatan pertambangan yang berada pada radius <500 meter dizinkan dengan syarat harus
memperhatikan aspek lingkungan.
Pelabuhan khusus di Kecamatan Ulujadi sebaiknya dibuatkan terpusat dengan
dikembangkan jalan khusus pertambangan. 21
Perlu adanya pengaturan dan koordinasi yang lebih jelas dari masing-masing pihak terkait
untuk pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP)
Perlu adanya penertiban kembali bagi pertambangan yang tidak berizin khusunya
pertambangan yang berada pada daerah tangkapan hujan, sumber mata air, serta daerah
penting lainnya. Mengingat dampak yang dapat ditimbulkan dari limbah pertambangan.
14. Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan
Pengendalian pembangunan fasilitas seperti sekolah, rumah sakit dan rumah tinggal dalam
Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan;
16. Lain-lain
Perlunya adanya pengadaan system informasi pemanfaatan ruang di kota (aplikasi yang
sifatnya daring) yang di manfaatak oleh para pihak instansi terkait perizinan guna
memudahkan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang telah berlangsung di
Kota Palu.
Dalam rangka pengurusan perizinan bangunan yang memerlukan keterangan rencana kota
(KRK), perlu penjabaran detail terkait jenis dan fungsi bangunan yang akan di terbitkan izin
membangunnya, guna mewujudkan implementasi pemanfaatan ruang yang lebih teratur,
aman, nyaman, dan lebih produktif.
Palu
Perlu adanya pengaturan kembali sistim serta alur perizinan mengenai Izin Mendirikan
Bangunan, guna menghindari inkonsistensi masalah pemanfaatan ruang antar instansi
terkait, yang di koordinasi langsung oleh pihak yang dinas Penataan Ruang dan Pertanahan
Kota Palu 22