Anda di halaman 1dari 22

EXECUTIVE SUMMARY 1

Pemanfaatan ruang/ lahan merupakan bentuk intervensi masyarakat secara siklis dan permanen untuk
memenuhi kebutuhannya, baik bersifat material maupun spiritual yang berasal dari lahan (Arsyad,
2006). Ruang/ lahan senantiasa berubah penggunaannya, dan akan terus berlanjut hingga masa
mendatang, dalam kecepatan yang tinggi seiring dinamika pertumbuhan ekonomi kota tersebut.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Palu No. 16 Tahun 2011, tujuan penataan ruang Kota Palu yaitu
mewujudkan ruang Kota Palu sebagai Kota Teluk Berwawasan Lingkungan yang Berbasis pada Jasa,
Perdagangan, dan Industri, yang didasari Kearifan dan Keunggulan Lokal Bagi Pembangunan
Berkelanjutan. Sehingga dalam perwujudannya pembangunan Kota Palu, dalam range waktu 7 tahun

Penyusunan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Kota


terakhir lebih di tekankan pada pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana yang memanfaatkan
lahan kota untuk mendukung kegiatan perdagangan dan industri sebagai bentuk realisasi pencapaian
tujuan dari Rencana Tata Ruang tersebut.
Perkembangan lahan Kota Palu pada tahun 2016, dengan luas wilayah 39.525,61 Ha, terbagi atas
lahan Hutan/ Bakau/ Semak Belukar/Lahan Kosong 78,14 %; Permukiman 14,15 % yang terdiri dari
perumahan, perdagangan jasa, industry, kesehatan, pendidikan, peribadatan, perkantoran, pertahanan
dan keamanan, wisata, RTH, dan lainnya ; Pertanian 6.28 %; tambak 0,05 dan kawasan tambang
0.63%. Terjadi perubahan penggunaan lahan yang cukup signifikan rentan waktu 7 (tujuh) tahun,
khususnya peruntukkan lahan untuk permukiman dan pertanian. Pada tahun 2009, luas penggunaan
lahan untuk kebutuhan perumahan yaitu 2.768,84 Ha, dan bertambah menjadi 4.003,10 Ha di tahun
2016, sedangkan lahan pertanian semakin berkurang, dari 4769,11 Ha di tahun 2009 menjadi 2.487,67
Ha di tahun 2016. Hal ini terjadi karena meningkatnya jumlah penduduk Kota Palu dari dari tahun 2009
sebanyak 347.856 Jiwa menjadi 374.020 Jiwa di tahun 2016 atau dengan kata lain mengalami
pertumbuhan 0,73 % tahun sehingga menyebabkan kebutuhan lahan pun semakin meningkat dan
terjadi alih fungsi lahan untuk memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal mereka. Peralihan fungsi
lahan tersebut akan menjadi salah satu solusi dalam pemenuhan kebutuhan lahan, tetapi disisi lain
juga akan terjadi kerusakan terhadap lingkungan serta akan membawa perubahan terhadap bentuk
keruangan di wilayah yang bersangkutan, baik secara fisik maupun non fisik. Selain itu, dengan
meningkatnya jumlah penduduk berpengaruh pula terhadap meningkatnya kebutuhan lainnya seperti
fasilitas jalan, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, dan fasilitas pelayanan umum dan lainnya.
Palu
Gambar 1. Grafik Perkembangan Luas Penggunaan Lahan di Kota Palu
Sumber : Hasil Kajian Tim Evaluasi Pemanfaatan Ruang Kota Palu, 2018

Penyusunan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Kota


2

Palu
Pengembangan atau pembangunan suatu wilayah harus berdasar pada lahan yang tersedia,
dikarenakan lahan merupakan sumberdaya utama yang sangat dibutuhkan. Pengembangan atau 3
pembangunan di Kota Palu terlihat pada penggunaan lahan yang makin berkembang dan dinamis,
sehingga perlu terus dipantau perkembangannya karena seringkali pemanfaatan lahan tidak sesuai
dengan peruntukannya, hal tersebut akan menyebabkan daya dukung lingkungan terlampaui.
Evaluasi pemanfaatan ruang penting dalam hal untuk memonitor pemanfaatan ruang yang ada di Kota
Palu dan untuk mengetahui tingkat efektifitas pemanfaatan ruang serta mengevaluasi kegiatan
pemanfaatan yang telah dilakukan. Sehingga untuk melihat konektivitas antara rencana tata ruang dan
implementasi pembangunan di Kota Palu dilakukan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota yang
merupakan tindakan mengkaji tingkat kesesuaian struktur ruang dan pola ruang terhadap rencana

Penyusunan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Kota


struktur dan pola ruang pada rencana tata ruang wilayah kota sesuai yang termuat dalam Perda No. 16
Tahun 2011.

A. EVALUASI IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG KOTA PALU 2010-2030


BERDASARKAN DATA TERKINI.
Pelaksanaan evaluasi pemanfaatan ruang Kota Palu ini, dilakukan dengan cara penilaian terhadap
perwujudan struktur dan pola ruang, berdasarkan kesesuaian pemanfaatan ruang yang direncanakan.
Melalui pendekatan superimpose/ tumpang tindih (overlay), maka teridentifikasi hasil evaluasi
implementasi rencana tata ruang Kota Palu 2010-2030 Berdasarkan data Terkini.
1. Penilaian kesesuaian struktur ruang dengan pemanfaatan ruang Kota Palu, berdasarkan pada
keterwujudan fisik, hasilnya adalah binary, bila terwujud diberi nilai 1 dan bila tidak terwujud
diberikan nilai 0.
Hasil Identifikasi ini dilakukan berdasarkan observasi lapangan dan evaluasi Keputusan
Gubernur Sulawesi tengah No. 620/932/Dinas Bina marga –G.ST/2016 tentang Penetapan ruas-
ruas jalan menurut fungsinya sebagai kolektor primer 2, Jalan Kolektor Primer 3, jalan kolektor
primer 4, jalan local primer, jalan lingkungan primer Jalan arteri. Sekunder, jalan kolektor
sekunder, jalan local, sekunder dan jalan lingkungan ekunder di provinsi Sulawesi Tengah. Maka
kelas kesesuaian untuk pemanfaatan ruang jaringan transportasi darat di Kota Palu masuk
kategori rendah, dengan nilai ketidaksesuain 5, 58 %. Jika di tinjau Per fungsi jalan,
penyimpangan terbesar terjadi pada fungsi jalan Arteri Seknder dan Lokal primer.
Palu
Tabel 1. Evaluasi pemanfaatan Ruang Jaringan Transportasi Darat
di Kota Palu 4
PEMANFAATAN RUANG
NO FUNGSI JALAN KELAS KESESUAIAN
SESUAI TIDAK SESUAI
1 Arteri Sekunder 50,00 50,00 TINGGI
2 Kolektor Primer 100,00 0,00 TINGGI
3 Kolektor Sekunder 92,41 7,59 TINGGI
4 Lokal Primer 0,00 100,00 RENDAH
5 Lokal Sekunder 93,87 6,13 TINGGI
6 Lingkungan 96,38 3,62 TINGGI
RATA-RATA 94,69 5,58 TINGGI
Sumber : Hasil Kajian Tim Pemanfaatan Ruang kota Palu, 2018

Penyusunan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Kota


Gambar 2. Grafik Evaluasi pemanfaatan Ruang Jaringan Transportasi Darat di Kota Palu
Sumber : Hasil Kajian Tim Pemanfaatan Ruang kota Palu, 2018

2. Penilaian kesesuaian Pola Ruang di tinjau berdasarkan pada kesesuaian peruntukan kawasan
rencana dan eksisting dari segi kesesuaian lokasi maupun luas. Implementasi rencana dengan
pemanfaatan ruang eksisting dibagi menjadi 2 (dua), yaitu evaluasi implementasi Pola Ruang
Kawasan Lindung, dan evaluasi implementasi Pola ruang Kawasan Budidaya.
Palu

Tabel 2. Evaluasi Pemanfaatan Ruang


di Kota Palu
SESUAI TIDAK SESUAI
KELAS
RENCANA PERUNTUKAN LUAS KETERANGAN 5
LUAS % % KESESUAIAN
(DEVIASI)
KAWASAN LINDUNG
Hutan Lindung 7838,79 99,98 0,16 0,02 TINGGI Sudah sesuai
Sempadan Pantai 82,03 62,46 49,31 37,54 TINGGI Cukup sesuai
Sempadan Sungai 129,35 72,84 48,21 27,16 TINGGI Cukup sesuai
Sekitar Mata Air 29,27 94,03 1,86 5,97 TINGGI Sudah sesuai
RTH 1.554,29 98,46 24,38 1,54 TINGGI Sudah sesuai
Suaka Alam Dan Cagar
5.535,80 99,54 25,33 0,46 TINGGI Sudah sesuai
Budaya
Rawan Bencana Geologi
647,57 78,38 178,58 21,62 TINGGI Cukup sesuai
(Sesar)
Rawan Bencana Longsor 2314,12 97,63 55,36 2,37 TINGGI Sudah sesuai
Rawan Bencana Tsunami 1.827,20 23,30 6.014,08 76,70 RENDAH Belum Sesuai

Penyusunan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Kota


Rawan Bencana Banjir 464,61 3,27 13.684,81 96,73 RENDAH Belum Sesuai
KAWASAN BUDIDAYA
Kawasan Perumahan 9.290,20 98,46 145,65 1,54 TINGGI Sudah sesuai
Kawasan Perdagangan
448,38 97,74 10,36 2,26 TINGGI Sudah sesuai
Jasa
Kawasan Perkantoran 169,29 97,61 4,15 2,39 TINGGI Sudah sesuai
Belum Sepenuhnya
Kawasan Industri 973,31 59,12 673,06 SEDANG
40,88 Sesuai
Belum Sepenuhnya
Kawasan Parawisata 87,53 44,39 109,67 SEDANG
55,61 Sesuai
Ruang Evakuasi Bencana 475,20 99,55 2,13 0,45 TINGGI Sudah sesuai
Kawasan Kegiatan Sektor
11,74 100 TINGGI Sudah sesuai
Informal
Perkebunan 1.409,11 98,71 18,41 1,29 TINGGI Sudah sesuai
Lahan Kering & Hortikultura 508,33 88,83 63,91 11,16 TINGGI Sudah sesuai
Peternakan 1.361,98 100 TINGGI Sudah sesuai
Hutan Produksi Terbatas 4270,72 100 TINGGI Sudah sesuai
Kawasan Pertambangan 79,07 100 TINGGI Sudah sesuai
Kawasan Pergudangan 101,20 76,54 31,02 23,46 TINGGI Cukup sesuai
Kawasan Pendidikan 325,78 100 TINGGI Sudah sesuai
Kawasan Kesehatan 25,22 100 TINGGI Sudah sesuai
Kawasan Peribadatan 44,64 100 TINGGI Sudah sesuai
Kawasan Pertahanan
20,15 100 TINGGI Sudah sesuai
& Keamanan
Kawasan Sosial 0,06 100 TINGGI Sudah sesuai
PLTS 246,58 100 TINGGI Sudah sesuai
IPLT 14,63 100 TINGGI Sudah sesuai
Belum Sepenuhnya
Kawasan Bandar Udara 309,68 52,29 282,51 47,71 SEDANG
Sesuai
Terminal 6,59 100 TINGGI Sudah sesuai
Pelabuhan 30,92 100 0,77 2,43 TINGGI Sudah sesuai
Zona Laut 11,65 100 RENDAH Belum Sesuai
Palu

Sumber : Hasil Kajian Tim Evaluasi Pemanfaatan Ruang Kota Palu, 2018
6

Penyusunan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Kota

Gambar 3. Grafik Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Kawasan Lindung Kota Palu


Sumber : Hasil Kajian Tim Evaluasi Pemanfaatan Ruang Kota Palu, 2018
Palu
Penyusunan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Kota
7

Palu
B. EVALUASI TINGKAT DEVIASI RENCANA TERHADAP IMPLEMENTASI PERDA RTRW
KOTA PALU NOMOR 16 TAHUN 2011. 8
Hasil Evaluasi implementasi Rencana Tata Ruang Kota Palu 2010-2030 berdasarkan data terkini,
teridentifikasi tingkat deviasi rencana terhadap implementasi Perda RTRW Kota Palu Nomor 16 tahun
2011. Berikut tingkat deviasi pemanfaatan ruang di masing-masing kecamatan.

TABEL 3. Evaluasi Pemanfaatan Ruang Per Kecamatan


SESUAI DEVIASI
KELAS
KECAMATAN LUAS LUAS KETERANGAN
(%) (%) KESESUAIAN
(HA) (HA)
Mantikulore 19.433,36 93,66 1.315,99 6,35 TINGGI Sudah Sesuai

Penyusunan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Kota


Palu barat 896,34 13,36 5.814,39 86,64 RENDAH Belum Sesuai
Belum Sepenuhnya
Palu selatan 1.837,81 50,40 1.808,28 49,60 SEDANG
Sesuai
Palu timur 721,6 15,09 4.068,72 84,91 RENDAH Belum Sesuai
Palu utara 3348,65 77,27 984,97 22,73 TINGGI Sudah Sesuai
Belum Sepenuhnya
Tatanga 1.861,78 33,39 3.713,53 66,61 SEDANG
Sesuai
Tawaeli 6.167,36 82,61 1.297,93 17,39 TINGGI Sudah Sesuai
Ulujadi 16.625,50 87.21 2.437,96 12,79 TINGGI Sudah Sesuai
Sumber : Hasil Kajian Tim Evaluasi Pemanfaatan Ruang Kota Palu, 2018

Palu

Gambar 5. Grafik Evaluasi Pemanfaatan Ruang Per Kecamatan


Sumber : Hasil Kajian Tim Evaluasi Pemanfaatan Ruang Kota Palu, 2018
C. EVALUASI TINGKAT DEVIASI RENCANA GARIS SEMPADAN (SUNGAI, PANTAI, JALAN, 9
BANGUNAN)
1. Evaluasi sempadan Sungai
Hasil evaluasi pemanfaatan ruang sempadan sungai (identifikasi implementasi berdasarkan data terkini
pada kawasan lindung), teridentifikasi penyimpangan seluas 48,21 ha atau 27,16 % pada kawasan
tersebut. Adapun bentuk pemanfaatan lahan pada kawasan sempadan sungai yang ada seperti : lahan
kosong/semak belukar/hutan, sawah, kawasan peribadatan, kawasan perumahan, kawasan
pendidikan, kawasan perdagangan, dan kawasan perkantoran, sarana olahraga, kebun, peternakan,
akomodasi wisata, kawasan industri, kawasan pertambangan, tegalan, dan kawasan kesehatan. Salah
satu upaya guna menjaga kelestarian ekosistem, fungsi dan manfaat sempadan sungai baik bagi

Penyusunan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Kota


sungai maupun keberlanjutan pembangunan, maka pada daerah sempadan sungai dilarang
mendirikan bangunan semipermanen dan permanen, untuk permukiman, perkantoran, fasilitas umum,
dan tempat usaha (Maryono, 2014)

2. Evaluasi sempadan Pantai


Berdasarkan hasil evaluasi pemanfaatan ruang sempadan pantai (identifikasi implementasi
berdasarkan data terkini pada kawasan lindung), teridentifikasi penyimpangan seluas 48,21 ha atau
27,16 % pada kawasan tersebut. Adapun bentuk pemanfaatan lahan pada kawasan sempadan sungai
yang ada seperti : lahan kosong/semak belukar/hutan, kawasan perumahan, kebun, penggaraman
talise, akomodasi wisata, kawasan peribadatan, sarana transportasi, kawasan industri, kawasan
pendidikan, kawasan perdagangan, kawasan perkantoran, dan kawasan pertambangan. Salah satu
upaya guna menjaga kelestarian ekosistem, fungsi dan manfaat sempadan pantai baik bagi pantai
maupun keberlanjutan pembangunan yaitu dengan cara melakukan reklamasi laut dengan menanam
hutan bakau di sepanjang pantai, maka sebagai antisipasi atau mereduksi dampak yang di timbulkan
oleh bencana tsunami, gelombang pasang air laut, dan abrasi.

3. Evaluasi sempadan Bangunan


Berlandaskan kepentingan untuk meningkatkan kapasitas dan fungsi jalan, mengembangkan sistem
jaringan jalan, dan mengawasi penggunaan/pemanfaatan lahan dalam ruang pengawasan jalan demi
mewujudkan penataan bangunan tertib, serasi selaras berdasarkan skenario pembangunan Kota Palu
yang berkelanjutan, dan sesuai dengan fungsi dalam arahan RTRW kota Palu 2010-2030 maka
pengaturan jarak bangunan perlu dilakukan penataannya dengan berpedoman pada peraturan yang
Palu

berlaku yakni Peraturan Wali Kota Palu No. 650/ 1085/DPRP/2013 tentang GSB dan pagar.
Penyimpangan pada fungsi jalan arteri primer apabila diterapkan GSB 24 meter. Diketahui panjang
ruas arteri primer di Kota Palu sepanjang 43.604,49 meter, dan penyimpangan yang terjadi sepanjang 10
34063,81 meter atau 78,12 % dari panjang ruas jalan, yang di dominasi oleh penggunaan lahan untuk
perdagangan dan jasa. Sedangkan ruas pada fungsi kolektor primer sepanjang 48.742,37 meter, dan
apabila di terapkan GSB 20 meter pada fungsi tersebut, penyimpang terjadi sepanjang 35807,68 meter
atau 73,46 % dari panjang ruas jalan, berupa penggunaan lahan perdagangan dan jasa.

Tabel 4. Evaluasi Tingkat Deviasi Rencana Garis Sempadan Bangunan

PANJANG RUAS JALAN


FUNGSI JALAN KESESUAIAN KETERANGAN
(Meter) (%)
Arteri Primer TOTAL 43.604,49 100,00

Penyusunan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Kota


Sesuai 9540,68 21,88 BUFFER 24
Deviasi 34063,81 78,12
Pemanfaatan ruang belum sesuai
Kelas Kesesuaian Rendah dengan rencana tata ruang
Kolektor Primer TOTAL 48.742,37 100,00
Sesuai 12934,69 26,54 BUFFER 20
Deviasi 35807,68 73,46
Pemanfaatan ruang belum sesuai
Kelas Kesesuaian Rendah dengan rencana tata ruang
Sumber : Hasil Kajian Tim Evaluasi Pemanfaatan Ruang Kota Palu, 2018

Garis yang berfungsi sebagai pembatas ruang, atau jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu
massa bangunan terhadap lahan yang dikuasai, batas tepi sungai atau pantai, antara massa bangunan
yang lain atau diperuntukan sebagai rencana saluran, jaringan tegangan tinggi listrik, jaringan pipa gas,
dan sebagainya. Adanya peraturan terkait GSB dimaksudkan agar pembangunan dan pengembangan
permukiman jadi teratur dan aman tidak tumbuh semraut,. Selain itu, GSB menjamin adanya ruang
terbuka hijau privat dalam bentuk halaman rumah, menambah keamanan, serta mengurangi pengaruh
bising dari kendaraan di jalan raya terhadap penghuninya.

D. EVALUASI ISU DAN PERSOALAN DINAMIKA PEMBANGUNAN KOTA PALU


1. Aktivitas pertambangan galian C dan pertambangan emas tanpa ijin yang berlokasi pada
kawasan-kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan perumahan.
Berdasarkan data yang di peroleh dari Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Palu tahun 2018,
Sekitar 18 Perusahaan tambang yang di berikan hak atau izin oleh pemerintah atau yang memiliki Izin
Palu

Usaha Pertambangan (IUP) seluas 226,70 Ha, dimana lahan yang memiliki izin tersebut eksisitingnya
berupa lahan terbangun seluas 0,013 Ha atau 130 M2 dan tidak terbangun seluas 226,68 Ha.
Nilai penyimpangan penggunaan lahan pertambangan sebesar 17,18 % pada peruntukkan kawasan
perumahan dengan luas 37,83 Ha, pada peruntukkan kawasan rawan bencana sebesar 10,13 % 11
dengan luas 22,30 Ha, dan sebesar 0,19 % atau sebesar 0,41 Ha (4100 M 2) pada kawasan lindung,
sempadan sungai dan kawasan pariwisata. Adapun bentuk penyimpangan terjadi, berupa:
a. Berdasarkan ketentuan jarak lokasi pertambangan dengan permukiman diketahui lokasi berada
pada radius kurang dari 500 meter.
b. Walaupun sama-sama pertambangan galian C yang dekat dengan permukiman warga namun
tingkat pencemaran udara tertinggi terdapat pada kawasan pertambangan di Kecamatan Ulujadi
dibandingkan kegiatan pertambangan di Kecamatan lainnya. tingginya pencemaran udara di
Kecamatan Ulujadi karena banyaknya lokasi pertambangan dengan lokasi pelabuhan khusus

Penyusunan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Kota


yang tersebar disepanjang pantai, disatu sisi kegiatan pertambangan dan pelabuhan khusus
dilewati jalan nasional dengan tingkat aktivitas lalu lintas yang tinggi, sehingga kegiatan lalu
lintas pertambangan dari lokasi penambangan ke pelabuhan khusus mencemari lingkungan
udara dan jalan.
c. Kegiatan pertambangan di Kecamatan Ulujadi dilakukan pada kawasan rawan bencana longsor
seluas 52,09 ha, sedangkan permukiman masyarakat terdapat dibagian bawah.
d. Pertambangan seluas 0,1598 ha pada kawasan hutan lindung
e. Luas peruntukkan pertambangan dalam RTRW Kota Palu hanya seluas 79 Ha (lampiran Peta),
namun yang memiliki IUP seluas 220,362 Ha yang sebarannya, sebagian besar berada di luar
peruntukkan 79 Ha sesuai RTRW yang sebagian memanfaatakan dan berada pada kawasan
permukiman, kawasan pariwisata, kawasan rawan bencan, kawasan sempadan sungai dan
hutan lindung. terjadi inkonsistensi terhadap penetapan peruntukkan kawasan pertambangan.

2. Bertambahnya garis pantai ke arah laut sebagai akibat kegiatan penimbunan pesisir
pantai pada beberapa lokasi.
Kondisi di sepanjang pantai Teluk Palu khususnya pada wilayah Kecamatan Mantikulore dan
Kecamatan Ulujadi terdapat beberapa kegiatan penimbunan pesisir pantai yang pada dasarnya,
kegiatan tersebut tidak termuat dalam Perda No. 16 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Palu Tahun
2010-2030 sebagai rencana reklamasi. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Pasal 4 (1) Penentuan
lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dilakukan berdasarkan Rencana Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) Provinsi, Kabupaten/Kota dan/atau Rencana Tata
Palu

Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota. Maka dapat disimpulkan bahwa relakmasi
yang sudah dilakukan saat ini dikategorikan menyimpang. Mengingat kegiatan penimbunan/reklamasi
sudah terjadi secara tata ruang tidak mungkin dilakukan pengerukan kembali yang justru akan
memperparah kerusakan ekosistem laut saat ini. Untuk itu rekomendasi Rencana Tata Ruang yaitu: 12
a. Ruang daratan hasil reklamasi diperuntukan untuk ruang terbuka, dan pariwisata.
b. Dilarang membangun selain fungsi tersebut dan bangunan gedung permanan
c. Penanaman mangrove sebagai upaya pemulihan lingkungan demi keberlanjutan sekitarnya
lokasi.

3. Pemanfaatan kembali HGB


Evaluasi implementasi RTRW Kota Palu tahun 2010-2030 terhadap lahan yang memiliki HGB,
teridentifikasi penyimpangan seluas 4,35 ha atau 43.488,189 M2, berupa kawasan perumahan yang
didirikan pada peruntukkan kawasan industri, perkantoran dan perumahan di peruntukkan kawasan

Penyusunan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Kota


perlindungan setempat, serta kawasan industri di dirikan pada peruntukkan kawasan perumahan.
Sementara HGB yang di kembangkan pada peruntukkan kawasan ruang terbuka hijau berupa lahan
kosong/semak belukar, sungai temporer, dan TPA/IPLT. Untuk menanggapi isu jika HGB tersebut
dikembangkan sebagai aktivitas budidaya (perumahan) yang dapat menyebabkan luasan ruang
terbuka hijau kota akan berkurang, maka Pemerintah melalui Dinas Perizinan Kota Palu dan Dinas
Penataan Ruang dan Pertanahan Kota Palu yang bertanggung jawab dalam hal pengendalian
pemanfaatan ruang, perlu ketegasan dalam menerbitkan izin, sehingga porsi kebutuhan RTH Kota
tetap terjaga dan dipertahankan demi menunjang aktivitas masyarakat dalam berinteraksi dengan
sesame serta tetap menjaga system ekologis lingkungan di Kota Palu

4. Penetapan Kota Palu sebagai KEK


Luas lokasi rencana peruntukkan KEK sebesar 1500 Ha. Terkait pembebasan dan pematangan lahan,
Sejak tahun 2007 hingga tahun 2015 pemerintah Kota Palu telah mengupayakan ketersediaan lahan
untuk pengembangan KEK, namun kondisi yang ada lahan yang tersedia baru sekitar ≤ 77,751 Ha.
Saat ini, pengembangan tahap I (tahun 2015) fasilitas dan infrastruktur yang telah tersedia berupa
Komplek Management Perkantoran Pengelola seluas 1.332 M2, Pusat Inovasi Rotan Nasional, Resi
Gudang, pusat pengembangan industri rotan terpadu, pintu gerbang, dan jalan dalam kawasan
sepanjang 1.5 km. Sementara di sisi lain, fasilitas yang di butuhkan untuk mendukung rencana
kegiatan yang akan di kembangkan sangat beragam diantaranya zona pengelolaan industri, ekspor
dan logistic, serta zona pendukung seperti fasilitas pelayanan, perumahan dan komersil. Sehingga,
dibutuhkan keseriusan pemerintah dengan melibatkan masyarakat serta akademisi harus konsisten,
Palu

bekerjasama dan mempersiapkan dengan baik terhadap rencana pembangunan KEK.


5. Keberadaan kawasan-kawasan peruntukan permukiman yang berada pada kawasan rawan
dan rentan terhadap bencana alam. 13
Pada dasarnya, Kota Palu merupakan wilayah yang memiliki intensitas atau potensi bahaya bencana
yang tinggi, baik bencana genangan, bencana, longsor, bencana gempa dan bencana tsunami,
sehingga potensi kerusakan atau kerugian pada kawasan permukiman pun akan tinggi, mengingat
sebagian besar masyarakat Kota Palu bermukim topografi yang relative datar (kelerengan lahan 0-
25%). Berdasarkan data lapangan terdapat penyimpangan permukiman khususnya pada kawasan
rawan bencana dan sempadan :
a. Berada kawasan rawan bencana:
Bencana genangan seluas 12373,19 Ha;
Bencana tsunami seluas 5605,78 ha,

Penyusunan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Kota


Bencana longsor seluas 16,26 Ha, dan
sempadan Sesar seluas 146,7805 Ha
b. Berada pada kawasan sempadan:
Sempadan sungai seluas 40,9201 ha
Sempadan pantai seluas 39,1781 Ha
Sempadan Mata air seluas 1,86 Ha
Daerah aman penerbangan seluas 81,5537
c. Berada pada kawasan suaka alam seluas 0,18 Ha
d. Berada pada kawasan budidaya pertanian/ penyangga:
Kawasan perkebunan seluas 18,35 Ha
Kawasan Pertanian Lahan Kering dan Horikultura seluas 63,91
Kawasan peternakkan seluas 1,73 Ha:

6. Penentuaan kawasan-kawasan evakuasi bencana yang perlu mendapat kajian lebih


mendalam terkait fungsionalitas dan kelayakannya
Upaya penanggulangan bencana perlu disiapkan untuk meminimalkan korban yang dapat di lakukan
dengan upaya mitigasi bencana penjinak bencana alam, dan pada prinsipnya mitigasi adalah usaha-
usaha baik bersifat persiapan fisik, maupun non-fisik dalam menghadapi bencana alam. Persiapan fisik
dapat berupa penataan ruang kawasan bencana dan kode bangunan, sedangkan persiapan non-fisik
dapat berupa pendidikan tentang bencana alam. Salah satu bentuk persiapan fisik dalam upaya
mitigasi yaitu penyediaan ruang-ruang atau Tempat Evakuasi Sementara dan tempat evakuasi akhir.
Berikut beberapa dasar pertimbangan dalam penentuan tempat evakuasi khusus penanganan bencana
tsunami (Purbani. dkk, 2014):
1. Lokasi ruang evakuasi bukan merupakan wilayah terdampak bencana.
Palu

(misalnya : terhadap bencana tsunami yaitu mengukur jarak garis pantai terhadap batas akhir
lokasi terdampak)
2. Ketersediaan jaringan jalan/ kemudahan aksesibilitas (jalan primer (jalan kabupaten) atau jalan
sekunder (jalan desa) 14
3. Jangkauan maksimum ke tempat evakuasi 20 meter
4. Memiliki bangunan vertical dengan ketinggian maksimum (tsunami : elevasi gelombang tsunami
datang hingga lokasi TES +30% +3 meter dan di kurangi ketinggian tanah lokasi TES, ( FEMA
(2008))
5. Memiliki daya tampung luas dan besar.
Upaya Mitigasi bencana terhadap kejadian gempa, dapat dilakukan dengan cara merencanakan
lanskap taman kota berbasis gempa, sebagai ruang evakuasi bencana. Adapun dasar pertimbangan
penentuan ruang evakuasi tersebut (Novi, 2011):

Penyusunan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Kota


1. Lokasi taman perlu mempertimbangan kerentanan terhadap goncangan gempa dan jarak taman
kota dengan garis sesar/patahan;
2. Aksesibilitas masyarakat menuju tapak yang mudah dan tidak terlalu jauh;
3. Adanya jalur evakuasi yang mengarahkan masyarakat menuju tempat evakuasi;
4. Luas lahan dan daya dukung pada saat evakuasi berlangsung;
5. Ketinggian tempat dari permukaan laut sehingga dapat ditentukan tidak berpotensi tsunami;
6. Penempatan terintegrasi fasilitas rekreasi dan evakuasi;
7. Kebutuhan air, energi, makanan dapat tersuplai dengan baik;
8. Pemilihan pohon yang tidak mudah tumbang dengan pemeliharaan yang baik;
9. Perencanaan helipad jika jalur transportasi lainnya terputus.
Sehingga berdasarkan uraian diatas, dibutuhkan kajian mendalam dan lebih spesifik terkait penentuan
ruang-ruang evakuasi bencana terkait fungsionalitas dan kelayakannya di Kota Palu, berdasarkan
dasar pertimbangan penentuan ruang evakuasi yang tersebut sebagai upaya mitigasi bencana.

E. Saran
Terkait beberapa jenis penggunaan lahan yang tidak sesuai peruntukannya akan menjadi masukkan
dan perbaikan untuk kegiatan penyusunan Revisi RTRW Kota Palu Tahun 2010-2030 diharapkan
untuk :
1. Menyesuaikan kembali pembagian wilayah administrasi Kota Palu, yaitu dari 4 kecamatan
Palu

menjadi 8 kecamatan sesuai dengan arahan Perda No. 4 tahun 2012 tentang pembentukkan
kecamatan di daerah yang merupakan pemekaran kecamatan menjadi 8 kecamatan yaitu
a. Kecamatan Mantikulore
b. Kecamatan Palu Barat 15
c. Kecamatan Palu Selatan
d. Kecamatan Palu Timur
e. Kecamatan Palu Utara
f. Kecamatan Tatanga
g. Kecamatan Tawaeli
h. Kecamatan Ulujadi
2. Mengkaji kembali peruntukan struktur dan pola ruang berbasis kebencanaan berdasarkan fakta
tingkat kerawanan bencana di masing-masing kecamatan – kecamatan di Kota Palu,

Penyusunan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Kota


3. Mengkaji kembali isi batang tubuh Perda RTRW Kota Palu Nomor 16 Tahun 2011, terkait materi
yang termuat di beberapa sub pembahasan perda tersebut, diantaranya :
a. Rencana struktur system pusat pelayanan kegiatan kota : menyesuaikan dengan pembagian
wilayah administrasi 8 kecamatan di Kota Palu
b. Rencana system jaringan prasaraana wilayah kota :
System prasarana utama transportasi darat : menyesuaiakn ketersediaan atau
penambahan jaringan prasarana sesuai data terkini
System jaringan sumber daya air : menyesuaikan wilayah DAS di Kota Palu
Jaringan air baku : menyesuaikan kembali dengan pembagian wilayah administrasi 8
kecamatan di Kota Palu dan lokasi sumber air baku baru
c. Rencana kawasan lindung
Kawasan sekitar mata air : menyesuaikan kembali dengan pembagian wilayah
administrasi 8 kecamatan di Kota Palu dan lokasi mata air baru
RTH : mengkaji kembali kebutuhan dan rencana pengembangan RTH public dan privat
di Kota Palu
Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan : mengkaji kembali keberadaan benda
dan lokasi cagar budaya yang termuat dalam RTRW lama, seperti keberadaan makam
tua dan sebaran perkuburan umum berdasarkan data terkini.
Kawasan perlindungan air tanah : menyesuaikan kembali dengan pembagian wilayah
administrasi 8 kecamatan di Kota Palu dan lokasi sumber air tanah baru.
d. Rencana kawasan budidaya
Kawasan perumahan : mengkaji kembali peruntukkan kawasan perumahan
Palu

berdasarkan tingkat kepadatan, kawasan kumuh dan menyesuaikan kembali sebaran


rumah berdasarkan pembagian wilayah administrasi 8 kecamatan di Kota Palu
Pengkajian kembali terhadap kawasan permukiman eksisting yang berada di daerah
rawan bencana. 16
Kawasan perdagangan dan jasa, kawasan perkantoran, kawasan peribadatan,
kawasan pendidikan da kawasan kesehatan: mengkaji kembali peruntukkan kawasan
berdasarkan data terkini dan proyeksi penduduk beberapa tahun kedepan dan
menyesuaikan kembali sebaran berdasarkan pembagian wilayah administrasi 8
kecamatan di Kota Palu
Kawasan Pariwisata : mengkaji kembali jenis dan sebaran berdasarkan data terkini
dan pembagian wilayah administrasi 8 kecamatan di Kota Palu.
Kawasan evakuasi bencana : mengkaji kembali kelayakan dan fungsional ruang

Penyusunan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Kota


evakuasi lama dan lokasi ruang evakuasi baru
Kawasan ruang kegiatan sector informal : mengkaji kembali peruntukkan kawasan dan
sebaran ruang kegiatan sector informal
Dan lain-lain yang dianggap perlu
4. Mengkaji kembali penggunaan-penggunaan lahan yang tidak sesuai peruntukannya, sesuai
dengan amanat Peraturan Menteri ATR/BPN No. 6 Tahun 2017 tentang Tata Cara Peninjauan
Kembali RTRW, Pasal 22 ayat (1) bahwa Revisi terhadap RTRW dilakukan bukan untuk
pemutihan terhadap penyimpangan pelaksanaan pemanfaatan ruang. Dimana Pada ayat (2)
dijelaskan bahwa Penyimpangan pelaksanaan pemanfaatan ruang meliputi: a. pemanfaatan
ruang yang tidak sesuai dengan fungsi peruntukan dalam RTRW; dan/atau b. pemberian izin
pemanfaatan ruang untuk kegiatan yang melebihi dominasi fungsi dalam RTRW.
5. Mengkaji kembali peraturan zonasi berdasarkan karakter dan peruntukkan kawasan, kesesuaian
dan guna lahan, konservasi, nilai bangunan, pemilihan lahan yang lebih tepat, serta penetuan
batas toleransi sehingga untuk menjalankan fungsi utama peraturan zonasi sebagai pengendali
pembangunan, pedoman penyusunan rencana operasional dan panduan teknis lebih efektif.

5.1. REKOMENDASI
Tindak lanjut kebijakan dan langkah-langkah yang diambil dalam upaya mencapai kesesuaian
pemanfaatan ruang kedepannya adalah dengan:
1. Penyusunan revisi RTRW Kota Palu berbasis Kebencanaan, mengingat potensi bahaya bencana
alam di kota Palu sangat tinggi
2. Pengembangan Struktur dan Pola Ruang Kota Palu diarahkan ke perwujudan Kota Hijau yang
Palu

berkelanjutan, dengan cara :


Konservasi hutan lindung melalui peremajaan vegetasi.
Pengendalian kegiatan budidaya pada kawasan sempadan pantai, sempadan sungai,
kawasan sekitar mata air, kawasan rawan bencana, dan kkop bandara. 17
Memelihara keseimbangan ekosistem wilayah dengan cara penataan kembali dan
meningkatkan fungsi kawasan tahura.
Penetapan dan pengembangan RTH public di kawasan perkotaan, melalui perencanaan
lansekap taman kota berbasis gempa yang dapat di gunakan sebagai ruang evakuasi
bencana.
Pengembangan Rth privat pada kawasan permukiman dan perkantoran
Pengembangan green belt/ RTH di sepanjang ruang sempadan sungai, sempadan pantai,
kawasan sekitar mata air, kawasan sempadan jurang, kawasan cekungan air tanah serta

Penyusunan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Kota


pada rawan bencana
Pengembangan dan penataan median dan pedestrian ruas jalan di Kota Palu sebagai ruang
terbuka hijau
3. Peruntukkan kawasan rawan bencana
Pengendalian keandalan bangunan gedung,
Pengawasan serta evaluasi berkala terhadap bangunan gedung yang berada pada daerah
rawan bencana
Pengembangan System informasi Peringatan dini dan jalur evakuasi pada kawasan rawan
bencana serta peningkatan system evakuasi dan mitigasi bencana.
4. Peruntukkan kawasan sempadan
Penetapan garis sempadan sekitar mata air yaitu 200 m
Kawasan sempadan jurang yaitu 200 m ,
Penetapan kawasan cekungan air tanah yaitu 200 m
Pada kawasan sempadan sekitar mata air, sempadan jurang serta sempadan kawasan
cekungan air tanah harus perlu perhatian khusus Guna Pengefektifan dan menjaga
kelestarian kawasan sempadan tersebut, misalnya : tidak ada pemberian toleransi
pemanfaatan ruang dalam bentuk apapun pada radius sempadan tersebut
Perlu peninjauan kembali terhadap keputusan walikota Palu No. 650/ 1085/DPRP/2013
tentang GSB dan pagar, terkait dasar pertimbangan penetapan garis sempadan bangunan
dan pagar. (Merujuk Undang-Undang No. 38 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah No. 34
Tahun 2006)
Pengendalian pemanfaatan ruang di sempadan bangunan, dengan cara :
Palu

a. Perlu adanya perda terkait pemberian retribusi tambahan bagi bangunan yang
melanggar sempadan (jalan, bangunan, sungai, pantai, mata air, jurang dan cekungan
air tanah) selain retribusi izin mendirikan bangunan. Hal ini dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya pelanggaran tersebut. 18
b. Pemberian retribusi tambahan dikenakan selama bangunan yang melanggar masih tetap
dimanfaatakan oleh pemilik bangunan. Dan akan di berhentikan apabila bangunan yang
melanggar sempadan telah di hilangkan.
c. perlu kajian terkait batas toleransi pelanggaran bangunan yang dapat di berikan retribusi
tambahan tersebut.
d. Untuk mengatasi kecenderungan masyarakat yang telah melakukan pembangunan atau
menghuni suatu wilayah karena telah mengantongi hak kepemilikan tanah yang di
keluarkan di tingkat keluarahan, walaupun daerah tersebut termasuk dalam daerah

Penyusunan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Kota


rawan bencana. Maka, perlu adanya koordinasi kembali antar penyelenggara perizinan
dari tingkat kelurahan hingga tingkat pemerintah daerah untuk membatasi pemberian izin
pada daerah bantaran sungai dan daerah tepi pantai mengingat pada daerah tersebut
merupakan daerah rawan bencana.
5. Peruntukan Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan
Perlu adanya peraturan daerah untuk konservasi bangunan heritage, guna melindungi
bangunan bersejarah kota palu.
6. Peruntukkan Ruang Terbuka Hijau
Pengembangan taman RT dan RW yang akan didistribusikan pada pusat unit-unit
pengembangan perumahan;
Pemanfaatan halaman depan perkantoran pemerintahan dan swasta sebagai taman publik;
Pengembangan taman kota dan hutan kota yang akan diditribusikan di setiap kelurahan dan
kecamatan pada wilayah Kota Palu;
Pengembangan median dan pedestrian ruas jalan di Kota Palu sebagai ruang terbuka hijau;
Pengembangan RTH pada Kawasan Industri Palu di Kecamatan Palu Utara
Pengembangan daerah sempadan SUTT
Pengembangan daerah KKOP disekitar Bandara Mutiara Palu menjadi Ruang Terbuka Hijau
Pengembangan fungsi-fungsi kawasan lindung lainnya menjadi ruang terbuka hijau yang
meliputi sempadan pantai, sempadan sungai, sekitar mata air, sempadan Saluran Udara
Tegangan Tinggi (SUTT), kawasan rawan bencana dan lindung geologi kota Palu.
Efektivitas pemanfaatan RTH sebagai ruang evakuasi bencana
7. Peruntukkan kawasan permukiman
Palu

Pengendalian pertumbuhan kawasan perumahan pada kawasan rawan bencana dan


kawasan hutan, dan sempadan.
Permukiman yang terletak khusus pada kawasan rawan bencana longsor perlu dilakukan
kajian ulang terkait tingkat kerawanan, jika kawasan rawan bencana yang dimaksud kategori 19
tinggi-sangat tinggi maka sebaiknya pemerintah dalam hal ini selaku yang bertanggung
jawab terhadap pengendalian dan penertiban pemanfaatan ruang untuk mengambil langkah
relokasi.
Permukiman yang terdapat pada kawasan rawan bencana banjir dengan tingkat kerawanan
dan intensitas tinggi perlu dilindung dan dikembalikan fungsinya sebagai ruang terbuka hijau,
dan pemerintah dalam hal ini selaku yang bertanggung jawab terhadap pengendalian dan
penertiban pemanfaatan ruang untuk mengambil langkah relokasi.
Permukiman yang terletak pada kawasan rawan bencana longsor dan banjir kategori dan

Penyusunan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Kota


rawan bencana lain tetap diperbolehkan namun dengan syarat harus memperhatikan
rekayasa teknik dan struktur bangunan pada masing-masing rawan bencana.
Permukiman eksisting yang terletak pada kawasan sekitar mata air yang berjak antara 100-
200 meter dari pusat mata air tetap dipertahankan dengan syarat mengikuti ketentuan
intensitas bangunan (KDB, KLB dan KDH) yang baik pada kawasan sekitar mata air dan
melarang membangun sarana dan prasarana termasuk jalan (permanen) agar mengurangi
peminatan pemilihan lokasi pembangunan di kawasan sekitar mata air.
Daratan sepanjang tepian sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan yang ada
permukiman ditetapkan paling sedikit berjarak 3 (tiga) sampai dengan 4 (empat) meter dari
tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai dan dibangun jalan inpeksi untuk mengamankan
sungai dari kegiatan permukiman.
Bangunan yang berbatasan langsung (rapat) dengan sungai dan orientasi bangunan
membelakangi sungai, sebaiknya pemerintah dalam hal ini selaku yang bertanggung jawab
terhadap pengendalian dan penertiban pemanfaatan ruang untuk mengambil langkah
relokasi dan menata kembali tepian sungai untuk ruanga terbuka hijau
Bangunan yang berbatasan langsung (rapat) dengan pantai dan membelakangi pantai, maka
segera pemerintah dalam hal ini selaku yang bertanggung jawab terhadap pengendalian dan
penertiban pemanfaatan ruang untuk mengambil langkah penataan kembali menyesuaikan
kondisi kawasan pantai.
Pengendalian pertumbuhan pelayanan umum pada kawasan rawan bencana dan kawasan
hutan, dan sempadan.
8. Peruntukkan kawasan industry dan pergudangan
Palu

Penataan, pengembangan serta pengawasan pembangunan kawasan industry (KEK)


Penataan, pengembangan serta pengawasan pembangunan kawasan pergudangan
9. Peruntukkan kawasan pariwisata
Peningkatan dan pengembangan infrastruktur yang mendukung promosi pariwisata, 20
termasuk peningkatan sumber daya manusia, birokrasi, sumber daya fasilitas dan
anggaran
10. Peruntukkan ruang evakuasi bencana
Penetapan lokasi ruang evakuasi bencana tsunami, gempa, longsor dan lukuifaksi di luar
wilayah terdampak
Ketersediaan jaringan jalan/ kemudahan aksesibilitas (jalan primer (jalan kabupaten) atau
jalan sekunder (jalan desa)
Adanya jalur evakuasi yang mengarahkan masyarakat menuju tempat evakuasi, serta jalur

Penyusunan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Kota


evakuasi alternatif menuju tempat evakuasi apabila jalur evakuasi utama mengalami
kerusakan parah.
Pembangunan bangunan vertical maksimum, dan memiliki daya tampung luas dan besar.
Pembangunan taman-taman kota berbasis gempa, yang memiliki ketinggian tempat dari
permukaan laut yang tidak berpotensi tsunami
Ruang evakuasi bencana dilengkapi dengan Kebutuhan air, energi, makanan dapat tersuplai
dengan baik
Perencanaan helipad jika jalur transportasi lainnya terputus.
11. Peruntukkan kegiatan Sektor Informal
Pengendalian pertumbuhan sector informal pada kawasan rawan bencana dan sempadan
pantai
Penataan kembali ruang sector informal khususnya pada ruang public.
12. Kawasan Peruntukkan Lainnya
Menerbitkan Perda tentang perlindungan lahan pertanian, mengingat ketersediaan porsi
lahan pertanian semakin berkurang.

13. Peruntukkan kawasan pertambangan


Pengelolaan pertambangan yang ramah lingkungan
Kegiatan pertambangan pada kawasan hutan lindung dikembalikan sesuai fungsinya (tidak
diperbolehkan).
Kegiatan pertambangan pada kawasan rawan bencana longsor dikembalikan sesuai
fungsinya (tidak diperbolehkan).
Palu

Kegiatan pertambangan yang berada pada radius <500 meter dizinkan dengan syarat harus
memperhatikan aspek lingkungan.
Pelabuhan khusus di Kecamatan Ulujadi sebaiknya dibuatkan terpusat dengan
dikembangkan jalan khusus pertambangan. 21
Perlu adanya pengaturan dan koordinasi yang lebih jelas dari masing-masing pihak terkait
untuk pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP)
Perlu adanya penertiban kembali bagi pertambangan yang tidak berizin khusunya
pertambangan yang berada pada daerah tangkapan hujan, sumber mata air, serta daerah
penting lainnya. Mengingat dampak yang dapat ditimbulkan dari limbah pertambangan.
14. Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan
Pengendalian pembangunan fasilitas seperti sekolah, rumah sakit dan rumah tinggal dalam
Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan;

Penyusunan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Kota


Pengendalian lingkungan dan pemanfaatan lahan pertanian yang dapat mendatangkan
burung dalam Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan
Setiap bangunan yang ada di sekitar Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan perlu
dilengkapi dengan perangkat peredam suara untuk mencegah kebisingan yang disebabkan
pesawat terbang.
15. Zona laut
Pemanfaatan ruang daratan hasil reklamasi sebagai ruang terbuka, dan pariwisata.
Dilarang membangun selain fungsi tersebut dan bangunan gedung permanan,
Penanaman mangrove sebagai upaya pemulihan lingkungan demi keberlanjutan sekitarnya
lokasi.

16. Lain-lain
Perlunya adanya pengadaan system informasi pemanfaatan ruang di kota (aplikasi yang
sifatnya daring) yang di manfaatak oleh para pihak instansi terkait perizinan guna
memudahkan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang telah berlangsung di
Kota Palu.
Dalam rangka pengurusan perizinan bangunan yang memerlukan keterangan rencana kota
(KRK), perlu penjabaran detail terkait jenis dan fungsi bangunan yang akan di terbitkan izin
membangunnya, guna mewujudkan implementasi pemanfaatan ruang yang lebih teratur,
aman, nyaman, dan lebih produktif.
Palu

Perlu adanya pengaturan kembali sistim serta alur perizinan mengenai Izin Mendirikan
Bangunan, guna menghindari inkonsistensi masalah pemanfaatan ruang antar instansi
terkait, yang di koordinasi langsung oleh pihak yang dinas Penataan Ruang dan Pertanahan
Kota Palu 22

Penyusunan Evaluasi Pemanfaatan Ruang Kota


Palu

Anda mungkin juga menyukai