Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam suatu fungsi manajerial yang sangat penting dalam operasional suatu perusahaaan adalah
pengendalian perusahaan (INVENTORY CONTROL), karena kebijakan persediaan secara fisik akan
berkaitan dengan investasi dalam aktifa lancar disatu sisi dan pelayanan pada pelanggan disisi lain
pengaturan tersediaan ini berpengaruh terhadap semua fungsi bisnis (Operation, Markerting, dan
Vinance). Berkaitan dengan persediaan ini terdapat konflik kepentingan diantara fungsi bisnis tersebut.

Vinance meghendaki tingkat persediaan yang rendah, sedangkan marketing dan operasi menginginkan
tingkat persediaan yang tinggi agar kebutuhan konsumen dan kebutuhan produksi dapat dipenuhi
berkaitan dengan kondisi diatas, maka perlu ada pengaturan terhadap jumlah persediaan, baik bahan-
bahan maupun produk jadi, sehingga kebutuhan proses produksi maupun kebutuhan pelanggan dapat
dipenuhi. Tujuan pertama dari pengendalian persediaan adalah agar perusahaan selalu mempunyai
persediaan dalam jumlah yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dalam spesifikasi atau mutu yang telah
ditentukan sehingga continuitas uasaha dapat terjami (tidak terganggu).

Usaha untuk mencapai tujuan tersebut tidak terlepas dari prinsip – prinsip ekonomi, yaitu jangan sampai
biaya-biaya yang dikeluarkan terlalu tinggi. Baik persediaan yang terlalu banyak, maupun terlalu sedikit
akan menimbulkan membengkaknya biaya persediaan

B. RUMUSAN MASALAH

1. Jelaskan pengertian, jenis dan perputaran persediaan barang ?

2. Jelaskan bahan mentah dan persediaan barang jadi?

3. Apa hubungan skedul aliran kas dengan skedul penerimaan bahan mentah dan pengiriman barang
jadi?

4. Jelaskan tentang biaya inventory, ekonomical order quatity dan reorder-poit?

B. TUJUAN

Tujuan dalam penulisan ini yaitu :

1. Untuk mengetahui pengertian dan jenis serta perputaran persediaan barang dagang
2. Untuk mengetahui bahan mentah dan persediaan barang jadi

3. Untuk mengetahui hubungan skedul aliran kas dengan skedul penerimaan bahan mentah dan
pengiriman barang jadi

4. Untuk mengetahui tentang biaya inventory, economical order quantiy dan recorder-point.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian, Jenis-Jenis dan Perputaran Persediaan (Inventory Trun Over)

Inventory atau persediaan barang merupakan aktiva yang selalu dalam keadaan berputar, dimana secara
terus menerus mengalami perubahan. Masalah investasi dalam inventory merupakan masalah
pembelanjaan aktif ; seperti halya investasi dalam aktiva-aktiva lainnya. Masalah penentuan besarnya
investasi atau alokasi modal dalam inventory mempunyai efek yang langsung terhadap kentungan
perusahaan. Kesalahan dalam penetapan besarnya investasi dalam inventory akan menekan keuntungan
perusahaan.

Adanya investasi dalam inventory yang terlalu besar dibandingkan dengan kebutuhan akan
memperbesar beban bunga, memperbesar biaya penyimpanan dan pemeliharaan digudang,
memperbesar kemungkinan kerugian karena kerusakan, turunya kualitas, keusangan, sehingga semuanya
ini akan memperkecil keuntungan perusahaan.

Demikian pula sebaliknya, adanya investasi yang terlalu kecil yang terlalu kecil dalam inventory akan
mempunyai efek yang menekan keuntungan juga, karena kekurangan material, perusahaan tidak dapat
bekerja dengan luas produksi yang optimal. Oleh karena perusahaan tidak bekerja dengan full-capacity,
berarti bahwa “capital assets” dan “direct labor” tidak dapat didaya gunakan dengan sepenuhnya.
Sehingga hal ini akan mempertinggi biaya produksi rata-ratanya, yang pada akhirnya akan menekan
keuntungan yang diperolehnya.

Dalam perusahaan perdagangan pada dasarnya hanya ada satu golongan inventory, yang mempunyai
sifat perputaran yang sama yaitu yang disebut “merchandise inventory” (persediaan barang dangang).

Tingkat Perputaran Barang Perniagaan (Merchandise Turnover)

Dalam suatu periode tertentu dapat diketahui dengan cara sebagai berikut :
Atau

Dengan mengetahui “Turnover”-nya dapat ditentukan pula “hari rata-rata penjualannya” atau “hari rata-
rata barang disamping gudang”, yaitu dengan membagi hari dalam satu tahun dengan persediaan rata-
rata.

Untuk perhitungan yang teliti sering digunakan perhitungan 1 tahun = 365 hari. Tetapi banyak juga yang
hanya memperhitungkan hari kerjanya, dan ditentukan 1 tahun = 300 hari kerja. Untuk pembicaraan
selanjutnya disini akan digunakan perhitungan 1 tahun 360 hari.

Contoh 1.1

Persediaan barang 1/1-70............................................................................ Rp 20.000,00

pembelian selama 1 tahun.............................................................................. 380.000,000 +

Rp 400.000,00

Persediaan barang 31/12-70.............................................................................. 40.000,00 –

Harga pokok penjualan (cost goods sold).......................................................Rp 360.000,00

Dari data tersebut diatas dapatlah dihitung turnovernya sebagai berikut:

Merchandise turnover =

Hari rata-rata penjualan/hari rata-rata barang disempan digudang =

Hari rata-rata penjualan dapat pula dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Dalam perusahaan produksi (pabrik) pada umumnya diadakan penggolongan dalam 3 golongan
inventory utama, yaitu:

1. Persediaan bahan mentah (raw material inventory)

2. Persediaan barang dalam proses/barang setengah jadi (work in process/goods in process inventory)

3. Persediaan barang jadi (finished goods inventory)


Masing massing golongan inventory tersebut dapat dihitung turnovernya dengan rumus sebagai berikut :

1. Raw material turnover

Cost of material used (biaya bahan mentah yang dimaksudkan dalam proses produksi/digunakan ) dapat
diketahui dengan cara sebagai berikut:

→ persediaan bahan mentah permulaan tahun ditambah dengan jumlah bahan mentah yang dibeli
selama setahun setelah dikurangi dengan “retrun & allowance”, kemudian dikurangi dengan persediaan
bahan mentah akhir tahun.

2. Goods in process/work in process turnover

Cost of goods manufacture dapat diketahui dengan cara sebagai berikut:

→ Persediaaan work in process (W.I.P) pada permulaaan tahun ditamah dengan “cost of raw materials
used”, “direct labor”, dan “manufacturing overhead”, kemudian dikurangi dengan persediaan W.I.P akhir
tahun.

3. Finished goods turnover

Cost of goods sold (dalam manufacturing companies) dapat diketahui dengan cara dengan cara sebagai
berikut:

→ persediaan finished goods pada permulaan tahun ditambah dengan cost of goods manufactured,
kemudian dkurangi dengan persediaan finished goods pada akhir tahun.

Contoh 1.2

Raw Material Inventory

Persedian 1/1 Rp 30.000,00

Pembelian setahun 100.000,00

Rp 130.000,00

Cost of row material used

(ke W.I.P) Rp 120.000,00

Persedian 31/12 10.000,00

Rp 130.00,00

Row material turnover = 120000 =6x

(30.000+10.000) : 2
Work in Process (W.I.P) Inventory

Persedian 1/1 Rp 50.000,00

Row material used 120.000,00

Direct labor 100.000,00

Manufacturing overhead 80.000,00

Rp 350.000,00

Cost of goods manufactured Rp 200.000,00

Persedian 31/12 150.000,00

Rp 350.00,00

W.I.P turnover = 200000 =2x

(50.000+150.000): 2

Finished Goods Inventory

Persedian 1/1 Rp 200.000,00

W.I.P 200.000,00

Rp 400.000,00

C.G.S Rp 300.000,00

Persedian 31/12 100.000,00

Rp 400.00,00
Finished goods turnover = 400.000 =2x

(200.000+100.000) : 2

Tinggi rendahnya inventory mempunyai efek yang langsung terhadap besar kecilnya modal yang
diinvestasikan dalam inventory. Makin tinggi turnovernya, berarti makin cepat perputarannya, yang
berarti makin pendek waktu terikatnya modal dalam inventory, sehingga untuk memenuhi volume sales
atau cost of goods sold tertentu dengan naiknya turnovernya dibutuhkan jumlah modal yang kecil.

Apabila modal yang digunakan untuk membelanjai inventory tersebut modal asing, maka kenaikan
inventory turnover akan memperkecil beban bunganya dan apabila yang digunakan modal sendiri, maka
kelebihan modal tersebut dapat diinvestasikan pada aktiva lainnya yang lebih efisien.

Contoh 1.3

Perusahaan “ASTIT” selama setahun mempunyai “cost of goods sold” sebesar Rp2.000.000,00 dan
average inventory sebesar Rp500.000,00. Tingkat perputaran atau turnovernya disini ialah 4x. Apabila
kemudian dengan penjualan yang lebih hati-hati dan lebih bijaksana, turnovernya dapat dinaikan
misalnya menjadi 5x, dan modal yang digunakan untuk membelanjani inventory tersebut adalah modal
asing dengan bunga 10% setahun, maka keuntungan finansial yang diperoleh perusahaan tersebut
berupa penghematan bunga sebesar Rp10.000,00 setahun. Dengan turnover 5x, berarti bahwa modal
yang diperlukan untuk diinvestasikan dalam inventory adalah :

400.000,00

Apabila turnovernya 4x, maka modal yang diperlukan adalah :

500.000,00

Dengan demikian maka perusahaan tersebut dengan makin tingginya turnovernya mendapatkan
penghematan bunga sebesar 10% (500.000 – 400.000) = Rp 10.000,00 setahunnya.

Disamping keuntungan tersebut masih ada pula keuntungan lainnya antara lain dalam bentuknya makin
kecilnya biaya-biaya penyimpanan digudang, makin kecilnya kemungkinan kerugian karena kerusakan,
keusangan, turunya harga dan makin kecilnya biaya asuransinya.

2.2 Persediaan Bahan Mentah (Raw Material Inventory) dan Persediaan Barang Jadi (Finished Goods
Inventory)

Untuk melangsungkan usahanya dengan lancar maka kebanyakan perusahaan merasakan perlunya
mempunyai persediaan bahan mentah. Besar kecilnya persediaan bahan mentah yang dimiliki
perusahaan yang ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain :
1. Volume yang dibutuhkan untuk melindungi jalannya perusahaan terhadap gangguan kehabisan
persediaan yang akan menghambat atau mengganggu jalannya proses produksi.

2. Volume produksi yang direncanakan, dimana volume produksi yang direncanakan itu sendiri sangat
tergantung kepada volume sales yang dirrencanakan.

3. Besarnya pembelian bahan mentah setiap kali pembeliaan untuk mendapatkan biaya pembelian
yang minimal.

4. Estimasi tentang fluktuasi harga bahan mentah yang bersangkutan diwaktu-waktu yang akan
datang.

5. Peraturan-peraturan pemerintah yang menyangkut persediaan material.

6. Harga pembelian bahan mentah.

7. Biaya penyimpanan dan resiko penyimpanan digudang.

8. Tingkat kecepatan material menjadi rusak atau turun kualitasnya.

Dalam pada itu banyak perusahaan merasakan perlunya untuk mempunyai “persediaan minimal” dari
bahan mentah yang harus dipertahankan untuk menjamin kontinuitas usahanya, dan persediaan
tersebut ialah apa yang disebut persediaan besi/persediaan inti/persediaan minimal bahan mentah
(safety stock). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi besar-kecilnya safety stock suatu perusahaan
adalah sebagai berikut:

1. Risiko Kehabisan Persediaan

Besar kecilnya resiko kehabisan persediaan tergantung kepada:

a. Kehabisan para leveransir menyerahkan barangnya kepada kita, apakah mereka biasa menyerahkan
barangnya sesuai dengan skedul yang gtelah ditentukan sebelumnya, berarti risiko kehabisan persediaan
adalah kecil, yang ini berarti bahwa kita tidak perlu mempunyai safety stock yang besar. Sebaliknya
apabila leveransir sering tidak menepati janjinya, berarti risiko kehaboisan persediaan adalah besar,
maka dirasakan perlunya untuk mempunyai safety stock yang besar.

b. Besar kecilnya jumlah bahan mentah yang dibeli setiap saat. Kalau jumlah bahan mentah yang
dibeli setiap saat besar, berarti bahwa persediaan rata-rata diaas safety stock selama suatu periode
tertentu adalah besar, maka risiko kehabisan persediaan adalah kecil, sehingga kita tidak perlu
mempertahankan safety stock yang besar.

c. Dapat diduga atau tidaknya dengan tepat kebutuhan bahan mentah untuk produksi. Apabila untuk
menghasilkan barang jadi tertentu dapat ditentukan kdengan mudah besarnya kebutuhan bahan
mentahnya dengan tepat, maka resiko kehabisan persediaan adalah kecil. Tetapi apabila besarnya bahan
mentah tidak mudah ditetapkan atau selalu berubah-ubah untuk menghasilkan sejumlah tertentu
barang jadi (bahan mentah yang tidak dengan standar) maka risiko kehabisan persediaan barang disini
adalah besar, sehingga perlulah kita mempunyai safety stock yang besar.

2. Hubungan Antara Biaya Penyimpanan Digudang di Satu Pihak dengan Biaya-Biaya Ekstra yang Harus
Dikeluarkan Sebagai Akibat dari Kehabisan Persediaan di lain Pihak

Yang merupakan biaya eksra yang hars dikeluarkan apabila kehabisan persediaan antara lain ialah biaya
pesanan pembelian darurat, biaya ekstra yang diperlukan agar supaya para leveransil suka segera
menyerahkan produknyakepada kita, kemungkinan kerugian karena ada stagnasi produksi dan lain-lain.
Apabila ternyata biaya-biaya ekstra yang harus dikeluarkan karena kehabisan persediaan lebih mahal
daripada biaya penyimpanannya, maka perlu adanya safety stock yang besar. Sebaliknya apabila biaya
penyimpanannya lebih mahal maka tak perlu kita mempunyai safety stock yang besar. Jumlah investasi
dalam safety stock yang sebaik-bainya ialah pada tingkat dimana tambahan biaya penyimpanan adalah
sama besarnyadengan biaya ekstra karena kehabisan persediaan.

Perusahaan disamping mempertahankan persediaan minimal bahan mentah, bagi perusahaan tertentu
juga perlu mempertahankan adanya persediaan minimalbarang jadi untuk menghadapi pesanan-
pesanan ekstra diatas pesanan normal. Besarnya persediaan minimal atau safety stock barang jadi ini
tidak sama bagi setiap perusahaan. Seperti halnya pada uaraian tentang persediaan minimal bahamn
mentah, maka disinipun kita harus memperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi besar kecilnya
persediaan minimal barang jadi yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi besar kecilnya persediaan minimal barang jadi terutama adalah sebagai berikut:

1. Sifat penyesuaian skedul produksi dengan pesanan ekstra

Adakalanya suatu perusahaan sering mendapatkan pesanan ekstra diatas pesanan normal. Selama
perusahaan tersebut dapat dengan mudah menyesuaiakan skedul produksinya dengan pesanan-pesanan
ekstra tersebut tanpa mengakibatkan adanya tambahan biaya ekstra, maka perusahaan ini begitu
memerlukan adanya persediaan yang besar. Sebaliknya bila perusahaan tersebut tidak dapat segera
menyesuaikan skedul produksinya dengan pesanan ekstra, maka dirasakan perlu baginya untuk
mempertahankan persediaan barang jadi yang relatif besar dibandigkan denganperusahaan lain yang
dapa dengan mudah menyesuaikan skedul produksiya.

2. Sifat persaingan indusrti

Apabila suatu perusahaan termasuk dalam industri dimana penyerahan pesanan yang dapat merupakan
bentuk persaingan umumya, maka bagi jenis perusahaan ini perlu mempertahankan adanya persediaan
barang jadi yang relatif lebih besar. Dalam hubungannya dengan salesnya dibandingkan dengan
perusahaan lain dimana bentuk persaingan utamanya terletak pada harga atau kualitas.

3. Hubungan antara biaya penyimpanan digudang (carrying cost) dengan biaya karena kehabisan
persediaan (stockout cost)

Biya karena kehabisan persediaan atau stockout cost mungkin dalam bentuknya biaya ekstra pproduksi,
kehilangan kesempatan mendapatkan keuntungan karena tidak dapat memenuhi pesanan. Apabila
inventory carrying costnya lebih kecil daripada stockout costnya perusahaan dapat mempertahankan
persediaan barang jadi yang lebih besar. Jumlah investasi dalam persediaan minimal barang jadi lebih
besar. Jumlah investasi dalam persediaan minimal barang jadi yang sebaiknya ialah pada tingka dimana
tambahan carrying cost sama besarnya dengan tambahan stockout cost.

2.3 Hubungan Skedul Aliran Kas dengan Skedul Penerimaan Bahan Mentah dan Pengiriman Barang Jadi

Bagaiman hubungan antar skedul aliran kas dengan kedatangan bahan mentah dan pengiriman bahan
jadi?

Apaila pembelian bahan mentah dilakukan dengan tunai maka saat masuknya bahan mentah secara fisik
kedalam perusahaan adalah bersamaan saat aliran kas keluar. Demikian pula apabila penjualan barang
jadi dilakukan dengan tunai maka saat keluarnya barang jadi dari gudang adalah bersamaan dengan saat
aliran kas masuk.

Tetapi apabila pembelian bahan mentah maupun penjualan barang jadi dilakukan secara kredit maka
saat masuk ke atau keluarnya barang secara fisik tidaklah bersamaan dengan saat aliran kas keluar atau
aliran kas masuk. Dalam hubungan ini financial officer lebih berkepintingan pada saat terjadinya aliran
uang keluar atau aliran uang masuk daripada saat masuk atau keluarnya barang secara fisik. Dalam
pembelian secara kredit, saat aliran kas keluarnya (cash outflow) adalah lebih kemudian daripada saat
datangnya barang secara fisik. Estimasi aliran kas keluar yang terjadi kaena pembelian bahan mentah
secara kredit dapat disusun dalam skedul pembayaran utang atau “schedule of future payments”.

Misalnya suatu perusahaan pada permulaan tahun mempunyai saldo utang karena pembelian kredit
pada bulan desember tahun sebelumya yang harus dibayar dalam bulan januari sebesar Rp 5.000,00.
Pembelian bahan mentah didasarkan pada syarat pembayaran dalam waktu 30 hari setelah barang
diterima. Direncanakan setiap bulannya akan dibeli bahan mentah dengan kredit sebagai berikut :
Januari Rp 4.000,00, Februari Rp 6.000,00 , Maret Rp 8.000,00, April Rp 7.000,00, Mei Rp 8.000,00, Juni
Rp 3000,00.

Skedul dari aliran kas keluar dan penerimaan bahan mentah dari contoh tersebut di atas dapat dilihat
pada Tabel 2.1 dibawah ini.

Tabel 2.1.

Skedul Aliran Kas Keluar dan Penerimaan Bahan Mentah

Uraian

Januari

Februari

Maret
April

Mei

Juni

Bahan yang akan dibeli

Rp 4.000,00

Rp 6.000,00

Rp 8.000,00

Rp 7.000,00

Rp 8.000,00

Rp 3.000,00

Kas yang dibutuhkan untuk membayar utang pembelian bahan mentah

Rp 5.000,00

Rp 4.000,00

Rp 6.000,00

Rp 8.000,00

Rp 7.000,00

Rp 8.000,00

Bagaimana hubungan antara “cash flows” dengan ppersediaan barang jadi?

Seperi halnya pada pembelian bahan mentah, perusahaan besar pada umumnya menjual produk
akhirnya dengan kredit, yang berarti pada saat penjualan adalah berbeda pada saat penerimaan kas atau
“cash inflow”. “cash inflow” yang terjadi karena penjualan barang jadi dapat direncanakan dengan
menyusun scedule of future receipt” atau skedul penerimaan piuang.

Misalnya suatu perusahaan pada permulaan tahun mempunyai saldo piutang karena penjualan barang
jadi yang dijual pada bulan Desember tahun sebelumnya sebesar Rp 10.000,00. Syarat pembayaran
ditetapkan satu bulan setelah barang diterima. Direncanakan penjualan kredit setiap bulannya sebagai
berikut : Juanuari Rp 8.000,00, Februari Rp 10.000,00, Maret Rp 12.000,00, April Rp 14.000,00, Mei Rp
15.000,00 dan Juni Rp 14.000,00. Skedul dari aliran kas masuk dan penjualan dari barang jadi dari
contoh tersebut diatas dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2

Skedul Aliran Kas Masuk dan Pengiriman Barang Jadi

Uraian

Januari

Februari

Maret

April

Mei

Juni

Barang yang akan dijual

Rp 8.000,00

Rp 10.000,00

Rp 12.000,00

Rp 14.000,00

Rp 15.000,00

Rp 14.000,00

Kas yang diharapkan akan diterima karena penjualan barang jadi

Rp 10.000,00

Rp 8.000,00

Rp 10.000,00

Rp 12.000,00

Rp 14.000,00

Rp 15.000,00

2.4 Biaya Inventory, Economical Order Quantity dan Reorder-Point


2.4.1 Biaya Inventory

Biaya inventory sebagian merupakan biaya variable dan sebagian lainnya merupakan biay atetap.
Biaya inventory yang bersifat variable adalah biaya yang berubah-ubah karena ada perubahan jumlah
inventory yang ada di dalam gudang. Biaya tersebut akan naik kalau kita meningkatkan jumlah
persediaan yang disimpan. Adapun jenis biaya ini antara lain dalam bentuknya biaya modal yang di
tanamkan dalam persediaan tersebut, biaya asuransi, biaya atau upah buruh yang mengurusi
penerimaan barang. Adapun biaya inventory yang bersifat tetap adalah elemen-elemen biaya inventory
yang relative tetap jumlah totalitasnya dalam jangka pendek dengan tidak memandang adanya variasi
yang normal dan jumlah persediaan yang disimpan, misalnya depresiasi /penyusutan ruangan yang
digunakan, biaya pemelihraan gudang, pajak, pemanasan, buruh penjaga gudang. Dengan demikian
maka biaya inventory merupakan pencampuran dari biaya variable dan biaya tetap.

Untuk tujuan perencanaan-perencanaan penentuan besarnya inventory yang akan dipertahankan


oleh perusahaan kita hanya memperhatikan yang variable saja dari biaya-biaya inventory tersebut yang
secara langsung akan terpengaruh oleh perencanaan tersebut.

2.4.2. Economical Order Quantity

Economical order quantity (EOQ) adalah jumlah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan
biaya yang minimal, atau sering dikatakan sebagai jumlah pembelian yang optimal. Dalam menentukan
besarnya jumlah pembelian yang optimal ini kita hanya memperhatikan biaya variable dari penyediaan
persediaan tersebut, baik biaya variabel yang sifat perubahannya searah dengan perubahan jumlah
persediaan yang dibeli/disimpan maupun biaya variabel yang sifat perubahannya berlawanan dengan
perubahan jumlah inventory tersebut. Biaya variable dari inventory pada prinsipnya dapat di golongkan
dalam:

1. Biaya-biaya yang berubah-ubah sesuai dengan frekuensi pesanan, yang kini sering dinamakan
“procurement costs” atau “set-up costs”,

2. Biaya-biaya yang berubah-ubah sesuai dengan besarnya “average inventory” yang ini sering disebut
“storage” atau “carrying costs”.

“procurement” atau “set-up cost”

Procurement costs adalah biaya-biaya yang berubah-ubah sesuai dengan “frekuensi pesanan”,
yang ini terdiri dari:

1. Biaya selama proses persiapan.

a. Persiapan-persiapan yang diperlukan untuk pesanan.

b. Penentuan besarnya kuantitas yang akan dipesan.

2. Biaya pengiriman pesanan.


3. Biaya pengiriman barang yang dipesan.

a. Pembongkaran dan pemasukan ke gudang.

b. Pemeriksan material yang diterima.

c. Mempersiapkan laporan penerimaan.

d. Mencatat ke dalam “material record cards”.

4. Biaya-biaya processing pembayaran.

a. Auditing dan pembandingan antara laporan penerimaan dengan pesanan yang asli.

b. Persiapan pembuatan cheque untuk pembayaran.

c. Pengiriman cheque dan kemudian auditingnya.

“ set-up cost” akan makin besar apabila “ order quantity” makin kecil.

“storage” atau “ Carrying Cost”

Carrying cost adalah biaya yang berubah-ubah sesuai dengan besarnya inventory. Penentuan
besarnya carrying cost di dasarkan pada“ average inventory” , dan biaya ini dinyatakan dalam presentase
dari nilai dalam rupiah dari average inventory.

Biaya-biaya yang termasuk dalam carrying cost adalah:

1. Biaya penggunaan /sewa ruanagan gudang.

2. Biaya pemeliharaan material dan allowances untuk kemungkinan rusak.

3. Biaya untuk menghitung/ menimang barang yang dibeli.

4. Biaya asuransi

5. Biaya absolescence

6. Biaya modal

7. Pajak dari persediaan dalam gudang

“ Carrying cost” akan makin kecil apabila jumlah material yang dipesan makin kecil.

Cara untuk menentukan besarnya EOQ

Besarnya EOQ dapat ditentukan dengan berbagai cara, dan antara lain yang banyak digunakan
ialah dengan rumus sebagai berikut:
R = jumlah (misalnyadalam unit) yang dibutuhkan selama satu periode tertentu, misalnya

1 tahun.

S = biaya pesanan setiap kali pesan.

P = harga pembelian perunit yang dibayar.

1 = biaya penyimpanan dan pemeliharaan di gudang di nyatakan dalam persentase dari nilai

rata- rata dalam rupiah dari persediaan.

Dalam hal ini kita harus menyadari bahwa pembelian berdasarkan EOQ hanya dibenarkan kalau
syarat-syaratnya dipenuhi. Adapaun syarat utamanya adalah:

1. Harga barang pembelian bahan perunitnya konstan

2. Setiap saat kita membutuhkan bahan mentah selalu tersedia di pasar, dan jumlah produksi yang
menggunakan bahan mentah tersebut stabil yang ini berarti kebutuhan bahan mentah tersebut relative
stabil sepanjang tahun.

Contoh 2.4

Biaya pnyimpanan dan pemeliharaan di gudang ( carrying cost) adalah 40% dari nilai average
inventory. Biaya pesanan ( procurement cost) adalah Rp 15,00 setiap kali pesanan. Jumlah material yang
dibutuhkan selama setahun sebanyak 1200 unit dengan harga Rp 1,00 per unitnya.

= 300 unit

Ini berarti bahwa cara pembelian yang paling ekonomis ialah pembelian barang sebanyak 300 unit setiap
kali pesanan, yang ini berate bahwa kebutuhan material sebanya 1200 unit selama satu tahun akan
dipenuhi dengan 4 kali pesanan a 300 unit. Pada jumlah pesanan inilah tercapai pembelian yang
minimal. Sebenarnya kebutuhan material sebanyak 1200 unit itu dapat dipenuhi dengan sebagai cara,
yaitu:

1. Satu kali pesanan sebanyak 1200 unit.

2. Dua kali pesanan sebanyak 600 unit setiap kali pesan

3. Tiga kali pesanan sebanyak 400 unit untuk setiap kali pesan

4. Empat kali pesanan sebanyak 300 unit setiap kali pesanan

5. Eanam kali pesanan sebanyak 200 unit setiap kali pesanan

6. Sepuluh kali pesanan sebanyak 120 unit setiap kali pesanan


7. Dua belas kali pesanan sebanyak 100 unit setiap kali pesanan

Berdasarkan EOQ, cara pembelian yang paling efisien ialah pembelian sebanyak 300 unit setip kali
pesanan.

Untuk lebih jelasnya disertakan perhitungan economical order quantity dengan table 2.3 padahal
berikut ini.

Tabel 2.3

Perhitungan Economical Order Quantity

Hubungan antara biaya pesanan, biaya penyimpanan barang digudang dan jumlah biaya selama suatu
periode dapat digambarkan dengan grafik pada halaman berikutnya.

Gambar 2.1

Hubungan antara biaya pesanan, biaya biaya penyimpanan dan jumlah biaya selama satu periode

cats.jpg

Kitapun dapat menetapkan besarnya EOQ berdasarkan besarnya biaya penyimpanan per unit, yaitu
dengan menggunakan rumus :

Dimana C adalah besarnya biaya penyimpanan per unit.

Contoh :

Jumlah material yang dibutuhkan selama setahun = 1.600 unit

Biaya pesanan sebesar rp100,00 setiap kali pesanan

Biaya penyimpanan per unit = Rp0,50

Besarnya EOQ adalah :

2.4.2 Reorder Point


Untuk melengkapi uraian mengenai “safety stock” dan “economical order quantity” perlulah diuraikan
sedikit mengenai “reorder point”. Dimaksudkan dengan “reorder point” ialah saat atau titik dimana
harus diadakan pesanan lagi sedemikian rupa sehingga kedatangan atau penerimaan material yang
dipesan itu adalah tepat pada waktu dimana persediaan diatas safety stock sama dengan nol. Dengan
demikian diharapkan datangnya material yang dipesan itu tidak akan melewati waktu sehingga akan
melanggar safety stock. Apabila pesanan dilakukan sudah melewati “reorder point” tersebut, maka
material yang dipesan akan diterima setelah perusahaan terpaksa mangambil material dari safety stock.

Dalam penentuan/penetapan “reorder point” haruslah kita memperhatikanfaktor-faktor sebagai


berikut :

1. Penggunaan material selama tenggang waktu mendapatkan barang (procurement lead time)

2. Besarnya “safety stock”

Dimaksudkan dengan pengertian “procurement lead time” adalah waktu dimana meliputi saat
dimulainya pelaksanaan usaha-usaha yang diperlukan untuk memesan barang, sampai barang/material
tersebut diterima dan ditempatkan dalam gudang perusahaan.

Cara Menetapkan “Reorder Point”

Reorder point dapat ditetapkan dengan berbagai cara, antara lain dengan :

1. Menetapkan jimlah penggunaan selama “lead time” dan ditambah dengan presentase tertentu.
Misalnya ditetapkan bahwa safety stock sebesar 50% dari penggunaan selama ”lead time”, dan
ditetapkan bahwa “lead time”-nya adalah 5 minggu, sedangkan kebutuhan material setiap minggunya
adalah 40 unit.

Reorder Point = (5 x 40) + 50% (5 x 40)

= 200 + 100

= 300 unit

2. Dengan menetapkan penggunaan selama “lead time” dan ditambah dengan penggunaan selama
periode tertentu sebagai saffety stock, misalkan kebutuhan selama 4 minggu.

Reorder Point = (5 x 40) + (4 x 40)

= 200 + 160

= 360 unit

Dari contoh yang terakhir ini dapatlah dikatakan bahwa “reorder point”-nya adalah pada jumlah 360
unit, yang ini berarti bahwa pesanan harus dilakukan pada waktu jumlah persediaan tinggal 360 menit.
Apabila pesanan, baru dilakukan sesudah persediaan tinggal 300 unit, maka ini berarti bahwa pada saat
barang yang dipesan datang, perusahaan terpaksa sudah mengambil material dari safety stock sebesar
60 unit. Pada waktu barang yang dipesan datang persediaan dalam gudang tinggal 100 unit (yaitu 300 –
200), padahal safety stock telah ditetapkan sebesar 160 unit. Dengan demikian safety stock disini sudah
terlanggar. Apabila pesanan dilakukan pada waktu persediaan sebesar 360 unit, maka pada waktu
barang yang dipesan datang, persediaan didalam gudang masih 160 unit (yaitu 360 – 200), persis sama
besarnya dengan besarnya safety stock, yang ini berarti bahwa safety stock tidak terlanggar. Hubungan
antara “reorder point”, “safety stock” dan “economical order quantity” dari contoh tersebut diatas
dapatlah digambarkan sebagai berikut :

Gambar 4.2

20170305_201040-1.jpg

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Persediaan merupakan bagian utama dari modal kerja dan aktiva yang selalu dalam keadaan berputar,
dimana secara terus menerus mengalami perubahan. Persediaan meliputi 3 macam yang utama yaitu : 1)
bahan baku, (2) barang dalam proses, dan (3) barang jadi. Metode pembelian yang ekonomis (Economic
Order Quantity) adalah jumlah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang minimal.

Persediaan barang mentah minimal diperlukan untuk menjamin kontinuitas produksi. Persediaan ini
dikenal dengan persediaan besi. Persediaan barang jadi minimal diperlukan untuk menjaga apabila ada
pesanan ekstra yang melebihi volume pesanan normal.

Biaya dapat digolongkan menjadi Biaya Penyimpanan (Biaya Gudang, Biaya Asuransi, Pajak Kekayaan,
Biaya Modal, Penyusutan dan keusangan), Biaya Pemesanan (Biaya memesan atau biaya penyetelan
mesin (setup cost), Biaya pengiriman, Potongan harga karena jumlah pembelian besar), dan Biaya
persediaan (Kehilangan penjualan, kehilangan kepercayaan pelanggan, Gangguan jadwal produksi). EOQ
merupakan konsep yang paling penting dalam pengendalian persediaan bahan mentah, barang dalam
proses, dan barang jadi.

3.2 Saran

Bagi perusahaan penentuan investasi dalan persediaan sangatlah penting karena sangat mempengaruhi
laba yang akan diperolah perusahaan. Oleh kerena itu penentuan investasi persediaan dilakukan sebaik
mungkin.

Bagi mahasiswa mempelajari investasi persedian sangatlah bermanfaat karena sangatlah penting jika
nanti terjun dalam dunia usaha.
DAFTAR PUSTAKA

Riyanto, Bambang.Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan.2011.Yogyakarta

http://ari-suwandi.blogspot.co.id/2010/12/makalah-manajemen-keuangan.html.(2017.03.03)

Anda mungkin juga menyukai