Anda di halaman 1dari 19

AKUNTANSI PERPAJAKAN

AKUNTANSI PERSEDIAAN

Dosen Pembimbing :
Alvy Mulyaningtyas SE., MM.

Kelompok 2 :
Dhiny Nur Halifah ( 2016330064 )
Firda Melati Sukma ( 2016330050 )

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS Dr. SOETOMO
SURABAYA
A. PENGERTIAN PERSEDIAAN
Pada umumnya persediaan mencangkup barang jadi yang telah diproduksi atau
barang dalam penyelesaian, termasuk bahan serta perlengkapan yang digunakan dalm
proses produksi. Dalm perusahaan dagang, persediaan meliputi barang yang dibeli dan
disimpan untuk dijual kembali, seangkan dalam perusahaan, persediaan termasuk biaya
jasa seperti upah dan biaya personalia lainnya yang berhubungan langsung dengan
pemberian jasa. Pengertian persediaan menurut PSAK No. 14 (Revisi 2008) digunakan
untuk menyatakan aset yang :
1. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal
2. Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan
3. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (suplais) untuk digunakan dalam prose
produksi atau pemberian jasa.

Persediaan dapat pula dikaitkan dengan hak pemilik barang sesuai syarat
penyerahaan pada saat transaksi yang meliputi :
1) Barang dalam perjalanan (in transit)
Pemilikan barang ini sangat berggantung pada saat penyerahannya. Kemungkinan
biaya pengangkutan ditanggung pembeli, maka barang tersebut menjadi milik
pembelian, demikian pula sebaliknya.
2) Barang titipan (barang konsumsi)
Barang komisi yang belum terjual jelas milik pihak yang menitipkan barang.
Ditinjau dari pihak yang menitipkan, barang tersebut sering disebut barang konsinyasi.

Dengan demikian, biaya persediaan harus meliputi semua biaya pembelian, biaya
konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan tersebut berada dalam kondisi
dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai.
Peryataan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) No. 14 revisi 2008 bertujuan
mengatur perlakuan akuntansi yang persediaan. Selanjutnya permasalahn pokok dalam
akuntansi persediaan ini yaitu menentukan jumlah biaya yang diakui sebagai aset dan
perlakuan akuntansi berikitnya aset tersebut berkaitan dengan penapatn yang diakui.
B. PENGUKURAN PERSEDIAAN
Biaya persediaan dimaksud dalam (PSAK) No.14 meliputi semua biaya pembelian,
biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai pwrsediaan brda dalam kondisi dan
lokasi saat ini. Untuk lebih jelas pergetian biaya persediaan perlu dipahami pergertian
berikut.
1. Biaya Pembelian
Biaya pembelian meliputi harga beli, nilai impor,pajak lainnya (kecuali yang
kemudian dapat ditagih kembali oleh entitas kepada otoritas pajak), biya
pengangkutan, biaya penangganan, dan biaya lainya secara langsung dapat
diatribusikan pada perolehan barang jadi, bahan, dan jasa.diskon dagang, rabat, dan
hal lain uang serupa dikurangkan dalam menentukan biya pembelian.
2. Biaya Konversi
Biaya konversi meliputi biaya yang secaa langsung terkait dengan unit yang
diproduksi contoh biaya tenaga kerja langsung termasuk juga alokasi sistematis
overhead produksi tetap dan variabel yang timbul dalam mengonversi bahan
menjadi barang jadi.
3. Biaya-Biaya lain
Biaya lain hanya dibebankan sebagai biaya persediaan yang timbul, agar persediaan
berada dalam kondisi dan lokasi saat ini.

Sedangkan niali realisasi bersih dapat diilustrasikan bahwa biaya persediaan


mungkin tidak akan diperoleh kembali bila persediaan rusak, seluruh atau sebagian
persediaan telah usang, atau harga jualnya telah menurun. Dengan demikian, biaya
persediaan mencakup seluruh biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lainnya yang
terjadi untuk membawa persedian ke kondisi dan lokasi sekarang.
C. PENGAKUAN SEBAGAI BEBAN

Nilai tercatat persediaa harus diakui sebagai beban pada saat persediaan dijual dan
pada periode diakuinya pendapatn atas penjualan tersebut. Demikian bola terjadi
penurunan nilai dibawah biaya menjadi nila realisasi bersih, seluruh kerugian persediaan
tersebut diakui sebagi beban pada periode terjadinyapenurunan atau kerugian tersebut.
Sebagai contoh persediaan yang digunkan sebagai komponen aset tetap yang dibangun
sendiri. Sedankan alokasi persediaan keaset lain diakunya sebagai beban selama umur
manfaat aset tersebut.

D. PENCATATAN PERSEDIAAN

Dalam akuntansi terdapat dua sistem pencatatan persediaan, yaitu sebagai berikut.
1. Sistem Perpetual
Dalam sistem perpetual ini biasanya dapat diketahui secra terus menerus tanpa
melakukan inventaris fisik (stok opname). Oleh karena itu, setiap jenis barang dibuat
kartu, dan setiap mutasi persediaan dicatatdalam kartu, baik harga maupun jumlah
barang (kuantitas), sehingga pengendalian persediaan menjadi sangat mudah, yaitu
dengan melakukan pencocokan antara kartu persediaan dan hasil invetarisasi fisik.

Sebagai contoh :
a. Pada tanggal 2 januari 2016 Tuan Yahya membeli 4.000 karung semen
@Rp40.000,00 per karung dari PT Semen Cibinong.
b. Pada tanggal 5 januari 2016 Tuan Yahya menjual 3.000 karung semen
@Rp45.000,00 kepada PT Maju.
Ayat jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut :
a. Pada saat pembelian
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Persediaan 160.000.000
Untang Dagang 160.000.000
b. Pada saat penjualan
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Piutang Dagang 135.000.000
Penjualan 135.000.000

Harga Pokok Penjualan 120.000.000


Persediaan 120.000.000

2. Sistem Periodik
Dalam sostem periodik, persediaan dihitung dengan malakukan inventarisasi pada
akhir periodik, hasiil perhitungn tersebut dipakai untuk menghitung harga pokok
penjualan. Contoh sebagaimana disebutkan tersebut selanjutnya dapat dibuat ayat
jurnal sebagai berikut :
a. Pada saat pembelian
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Pembelian 160.000.000
Untang Dagang 160.000.000

b. Pada saat penjualan

Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)


Piutang Dagang 135.000.000
Penjualan 135.000.000

Untuk sistem periodik, ayat rnal yang berhubungan dengan Hrag Pokok tidak dibuat
karena Harga Pokok penjualan dihitung secara periodik pada akhir periode akuntansi.
E. PENETAPAN PERSEDIAAN DAN PELAPORAN DALAM LAPORAN
KEUANGAN
Pada umumnya, nilai persediaan dinyatakan dalam neraca/laporan posisi keuangan
sebesar harga pokok atau harga perolehannya. Harga pokok perolehan meliputi seluuh
biaya yang sevara lansung atau tidak langsung terjadi, sebagai contoh biaya
pengangkutan dan premi asuransi. Nilai persediaan dineraca/ alporan posisi keuangan
dan dilaporan laba rugi tersebut saling berhubungan. Gambaran hubungan dan pengaruh
keduanya terlihat seperti perhitugan berikut.

(dalam jutaan rupiah)


Th. 2016 Th. 2017
I. Neraca/Laporan Posisi Keuangan
ASET
Kas................................................ Rp. 22.000.000 Rp. 25.000.000
Piutang.......................................... Rp. 30.000.000 Rp. 30.000.000
Persediaan..................................... Rp. 40.000.000 Rp. 60.000.000
Aset Lainnya................................ Rp. 290.000.000 Rp. 302.000.000

Rp. 382.000.000 Rp. 417.000.000


Th. 2016 Th. 2017

LIABILITAS DAN EKUITAS


Liabilitas.......................................... Rp. 50.000.000 Rp. 50.000.000
Ekuitas Saham................................. Rp. 262.000.000 Rp. 262.000.000
Saldo Laba...................................... Rp. 70.000.000 Rp. 105.000.000

Rp. 382.000.000 Rp. 417.000.000


II. Laporan Laba Rugi
2016 2017
Penjualan 300.000 300.000
Harga Pokok Penjualan 30.000 40.000
Persediaan Awal 140.000 165.000
Jumlah Barang Tersedia 170.000 205.000
Persediaan (40.000) (60.000)
HPP (130.000) (145.000)
Laba Bruto 170.000 155.000
Biaya Operasional (120.000) (120.000)
Laba Bersih 50.000 35.000
Saldo Laba Awal 20.000 70.000
Saldo Laba Akhir 70.000 105.000

F. METODE PENILAIAN PERSEDIAAN

Penetapan besarnya nilai persediaan akhir atau harga pokok penjualan dapat
mengunakan metode berikut ini.
1. berdasarkan harga perolehan
a. Metode Identifikasi khusus
Metode ini berasumsi bahwa arus batang harus sama dengan arus biaya, sehingga
setiap kelompok barang diberi identifikasi dan dibuat kartu.
b. Metode Masuk Pertama (First In First Out-FIFO)
Metode ini mendasarkan pada asumsi bahwa barang yang masuk pertama akan
dikeluarkan pertama.
Tgl Uraian Pembelian Pemakaian/HPP Saldo
Kuant HS Kuant HS Jumlah Kuant HS Jumlah
(unit) (Rp) (unit) (Rp) (Rp) (unit) (Rp) (Rp)

2/1 saldo - - - - - 200 10.000 2.000.000


10/1 Pembelian 400 11.500 - - - 200 10.000 -
400 11.500 6.600.000
15/1 Pemakaian - - 200 10.000 -
100 11.500 3.150.000
18/1 Pembelian 100 12.500 - - - 300 11.500
100 12.500 4.700.000
24/1 Pembelian 200 12.000 - - - 300 11.500
100 12.500
200 12.000 7.100.000
30/1 Pemakaian - - 300 11.500 - 200 12.000 2.400.000
100 12.500 4.700.000

Berdasarkan rincian diatas dapat ditetapkan sebagai berikut.


 Total pemakaian atau Harga Pokok Penjualan Rp3.150.000.000,00
+ Rp4.700.000.000,00 = Rp7.850.000.000,00
 Persediaan Akhir 200unit x Rp12.000.000,00 = Rp2.400.000.000,00

c. Masuk Terakhir Keluar Pertama (Last In First Out-LIFO)


Cara ini digunakan dengan mendasarkan pada asumsi bahwa arus pembebanan ke Harga
Pokok Penjualan berdasarkan pada harga pembelian terakhir.
Pembelian Pemakaian/HPP Saldo
Tgl Uraian
Kuant HS Kuant HS Jumlah Kuant HS Jumlah
. (Rp) . (Rp) (Rp) . (Rp) (Rp)
(unit) (unit) (unit)

2/1 Saldo 200 10.000 2.000.000


10/1 Pembelian 400 11.500 200 10.000
400 11.500 6.600.000
15/1 Pemakaia 300 11.500 3.450.000 200 10.000
n 100 11.500 3.150.000
18/1 100 12.500 200 10.000
Pembelian 100 11,500
100 12.500 4.400.000
24/1 200 12.000 200 10.000
Pembelian 100 11,500
100 12.500
200 12.000 6.800.000
30/1 100 11.500
Pemakaia 100 12.500
n 200 4.800.000
12.000

Dari data di atas dapat diterapkan sebagai berikut.


Harga Pokok Pemakaian atau Penjualan bulan Januari
Per 18 Januari
Rp3.450.000.000,00
Per 24 Januari
Rp4.800.000.000,00
Total
Rp8.250.000.000,00
Persediaan (200 unut x Rp10.000.000,00) Rp2.000.000.000,00
d. Metode Rata-Rata (Average)
Dengan metode rata-rata pembebanan ke harga pokok untuk barang yang dijual atau
untuk persediaan ahir menggunakan hara rata-rata. Metode harga rata-rata terdiri atas.
1. Rata-rata Sederhana(Simple Average)
Harga rata-rata dihitung dengan cara menjumlahkan harga pokok per unit (tanpa
mengalihkan jumlah barang) dibagi dengan banyaknya uang.

Contoh:
2 Januari Persediaan awal 200 unit @ Rp10.000.000,00 = Rp2.000.000.000,00
10 Januari pembelian 400 unit @ Rp11.500,00 = Rp4.600.000.000,00
18 Januari pembelian 2100 unit @ Rp12.500,00 = Rp1.250.000.000,00
24 Januari pembelian 200 unit @ Rp12.000.000,00 = Rp2.400.000.000,00

= Rp46.00.000
4
= Rp11.500.000,00
Nilai Persediaan Per 31 Januari= 200 x Rp11.500.000,00 = Rp2.300.000.000,00

2. Rata-rata Bergarak (moving average)


Seperti pada perhitungan rata-rata tertimbang, pembebanan ke harga pokok
penjualan dilakukan setiap terjadi pembelian. Metode ini digunakan pada
perpetual. Untuk lebih jelasnya dapat diikuti pada contoh sebagai berikut.
(dalam ribuan)

Pembelian Pemakaian/HPP Saldo


Tgl Uraian
Kuant HS Kuant HS Jumlah Kuant HS Jumlah
. (Rp) . (Rp) (Rp) . (Rp) (Rp)
(unit) (unit) (unit)

2/1 Saldo 200 10.000,00 2.000.000,0


10/1 Pembelian 400 11.500,00 600 11.000,00 6.600.000,0

15/1 Pemakaian 300 11.000,00 3.300.000,00 300 11.000,00 3.300.000,0

18/1 Pembelian 100 12.500,00 400 11.375,00 4.550.000,0

24/1 Pembelian 200 12.000,00 600 11.583,33 6.950.000,0

30/1 Pemakaian 400 11.583,00 4.633.333,33 200 11,583,33 2.316.666,6

Harga pokok penjualan bulan Januari adalah Rp 7.933.333.33

Persediaan akhir (200 unit x Rp11.583.33) Rp 2.316.666,67

2. Brdasarkan Estimasi
Penetapan besarnya nilai persediaan akhir dapat dilakukan dengan mendasarkan
estimasi pada:

a. Metode Laba Kotor (Laba Bruto)


Pada metode ini nilai persediaan akhir di hitung mundur dan biasanya
digunakan dalam keadaan khusus. Sebangai contoh, perusahaan dalam kondisi
terbakar, sehingga sulit menetapkansecara fisik nilai persediaan akhir.
Contoh:
Data yang diperoleh dari buku perusahaan yang dapat diselamatkan sebagai
berikut.
Total penjualan Rp20.000.000,00
Pembelian Rp10.000.000,00
Persediaan awal barang Rp16.000.000,00

Laba kotor penjualan 40% dari harga jual.

Besarnya Nilai Persediaan Akhir dihitung sebagai berikut.

Total Penjualan Rp20.000.000,00


Laba kotor(40% x Rp20.000.000,00) Rp 8.000.000,00 -
Harga pokok penjualan Rp12.000.000,00
Barang tersedia untuk dijual
(Rp16.000.000 + Rp10.000.000) Rp26.000.000,00
Taksiran nilai persediaan akhir Rp14.000.000,00
(Rp26.000.000,00 – Rp12.000.000,00)

b. Metode Eceran (Ritel)


Dalam metode eceran, penetapan nilai persedian akhir bedasarkan pada harga
berlaku dipasar (market value). Harga pokok persediaan distimasi atas dasar hubungan
antara harga pokok dengan harga jual eceran untuk persediaan yang sama dengan cara
mengakumulasi semua harga eceran diperoleh dengan menggunakan penjualan dengan
harga eceran persediaan yang tersedia untuk dijual pada periode yang sama. Metode pada
umumnya digunakan oleh perusahhan dagang eceran, sebai contoh supermarket (took serba
ada), dan
perusahaan harus mempunyai catatan harga jual Barang.
Contoh
Harga Pokok Harga jual .
Pesediaan awal Rp 30.000.000,00 Rp 50.000.000,00
Pembelian Rp390.000.000,00 Rp550.000.000,00
Barang tersedia Rp420.000.000,00 Rp600.000.000,00
Presentase Harga Pokok terhadap harga Jual (Cost Ratio Retail Ratio)
420.000.000,00 x 100% = 70%
600.000.000,00

Taksiran Persediaan barang akhir dapat dihitung sebagai berikut.

Barang Tersedia dijual Rp600.000.000,00


Penjualan Rp520.000.000,00
Persediaan Barang Akhir(Dasar harga Jual) Rp 80.000.000,00
Taksiran persediaan barang akhir
70% x Rp80.000.000,00 Rp56.000.000,00
Perhitungan Harga pokok penjualan adalah sebagai berikut

Persediaan Awal Rp 30.000.000,00


Pembelian Rp390.000.000,00 +
Barang tersedia Rp420.000.000,00
Persediaan akhir Rp 56.000.000,00 -
Harga pokok penjualan Rp364.000.000,00

Apabila dua metode tersebut dibandingkan, terlihat bahwa metode laba kotor
menggunakan Current Period Ratio
G. METODE PENELITIAN LAINYA
a. Harga terendah antara perolehan dan harga pasar(Lower of Cost or Market
Whichever is Lower=LOCOM)
Kenyataan yang ada di perusahaan bahwa barang di Gudang secara fisik
mengalami kerusakan sehingga manfaatnya tidak lagi sepadan dengan harga
pokok atau akibat lainya seperti perubahan tinggkat harga. Oleh karena itulah
umumnya persediaan dinyatakan sebesar harga yterendah antara harga perolehan.
Selisih penurunan tersebut diakui sebagai kerugian pada saat terjadinya.
Sebagai gambaran dicontohkan sebagai berikut :
(dalam ribuan rupiah)
Harga Harga Total
No Jenis Jumla pokok pokok Harga Harga LOCOM
. barang h per pasar per Pokok pasar (Rp) (Rp)
unit unit(Rp) unit(Rp) (Rp)

1 A 500 10.000 9.000 5.000.000 4.500.000 4.500.000


2 B 400 15.000 20.000 6.000.000 8.000.000 6.000.000
3 C 200 8.000 9.000 1.600.000 1.800.000 1.600.000
4 D 300 12.000 7.000 3.600.000 2.100.000 2.100.000
16.200.000 16.400.000 14.200.000

Besar nilai persediaan akhir dengan menggunakan LOCOM terbesar Rp14.200.000,00

b. Nilai jual
Terhadap produk yang harga jual dapat ditentukan secara pasti, tetapi harga
perolehannya sulit diterapkan, maka nilai persediaan ditetpkan sebesar harga jual
dikurangi taksiran biaya-biaya penjualan yang dapat terjadi. Metode ini digunakan untuk
menetapkan persediaan produk pertanian atau logam mulia.

Akuntansi Pajak
Dari sisi praktik akuntansi komersial dan akuntansi pajak, tidak ada perbedaan
prinsip dalam metode pencatatannya, sehingga metode pencatatan yang dapat digunakan
adalah sistem perpetual, baik rata-rata maupun FIFO, atau metode pencatatan fisikal
(kolektif) yang telah dijelaskan dalam penjelasan pasal 10 ayat (6) Undang-Undang
pajak penghasilan. Namun demikian mengacu pada hutang tubuh pasal 10 ayat (6)
Undang-Undang ajak penghasilan tersebut bahwa persediaan dan pemakaian persediaan
untuk menghitung harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan.
1. Dilakukan secara rata-rata, atau
2. Dengan cara mebdahulukan persediaan yng diperoleh pertama.
Menetpakan besarnya nilai persediaan atau nilai pemakain persediaan menurut
praktik akuntansi komersial yang mempunyai lebih banyak pilihan. Dalam hal
penggunaan metode penilaian persediaan juga disyaratkan adanya taat asas.
Untuk kepentingan perhitungan pajak pengahsilan, Pasal 10 ayat (6) Undang-Undang pajak penghasilan
menyatakn bahwa persediaan harus dinilai berdasarkan harga perolehan. Sebagai contoh, pada bualn
desember 2011 PT Baruna telah melakukan pembelian brang dengan perjanjian seperti diatas dengan
harga pembelian Rp300.000.000,00. Barang tersebut diterima pada bulan maret tahun 2012 dan pada
bulan desember bulan 2011 hrag turun menjadi Rp100.000.000,00 sesuai praktik akuntansi komersial,
kerugian sebesar Rp200.000.000,00 dibebankan sebagai kerugian tahun 2011 dengan ayat jurnal sebagai
berikut.

Tgl Akun Debet (Rp) Kredit( Rp)


Kerugian Perubahan Harga 200.000.000
Persediaan 200.000.000

Praktik akuntansi pajak tidak mengakui kerugian sebesar Rp200.000.00,00 karena


pajak melihat fakta riil (nyata-nyata) dan tidak menerima antisipasi kerugian. Pajak akan
mengaki sebagai kerugian apabila barang yang dijual tersebut yang memang benar-benar
mengalami kerugian.
Persediaan harga pokok karena dasar penilaian persediaan dan pengukuran harag
pokok barang yang dijual akan mengakibatkan persediaan niali perusahaan pada aset
lancar dan harga pokok barang yang ditetapkan sebagai pengurang penghasilan. Dari sisi
Undang-Undang pajak penghasilan juag berbeda dalam metode penilaian persediaan
yang digunakan dibidang Standar Akuntansi keuangan (SAK). Pebedaan tersebut dapat
digambrkan sebagai berikut.
1. Data muatsi barang dagangan PT Maju tahun 2014, 2015, 2016 secara rinci adalah
sebagai berikut.
No. keterangan Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
unit Harga/ unit unit Harga/ unit unit Harga/ unit
(Rp) (Rp) (Rp)

1 Persediaan awal - - 3000 4000


2 Pemberlian ke-1 4000 10.000 2000 17.000 3500 20.000
3 Pembelian ke-2 4000 15.000 3000 20.000 2000 25.000
4 Penjualan ke-1 3000 2000 2500
5 Penjualan ke-2 2000 2000 4000
6 Persediaan akhir 3000 4000 3000

Persediaan metode LIFO dalam penilaian persediaa dan memilih menggunakan


metode FIFO dalam penilaian persediaan untuk kepentingan fiskal. Harga jual setiap
unit sebesar Rp30.000,00 untuk tahun 2014, Rp40.00,00 untuk tahun 2015, dan
Rp50.000,00 utuk tahun 2016.
Perhitungan harga pokok barang yang dijual
a. Menggunakan metode LIFO
no keterangan Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
(Rp) (Rp) (Rp)

1 Persediaan awal - 30.000 47.000


2 Pemebelian ke-1 40.000 34.000 70.000
3 Pembelian ke-2 60.000 60.000 50.000
4 Barang tersedia untuk dijual 100.000 124.000 167.000
5 Persediaan akhir (30.000) (47.000) (30.000)
6 Harga pokok barang dijual 70.000 77.000 137.000

Perhitungan persediaan akhir.


1) Persediaan akhir tahun 2014 = 3.000 x Rp10.000,00 = Rp30.000.000,00
2) Persediaan akhir tahun 2015 = 3.000 x Rp10.000,00 =
Rp30.000.000,00 1.00 x Rp17.000,00 =
Rp17.000.000,00 Rp47.000.000,00
3) Persediaan akhir tahun 2016 = 3.000 x Rp10.000,00 = Rp30.000.000,00

b. Mengunakan metode FIFO

no keterangan Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016


(Rp) (Rp) (Rp)

1 Persediaan awal - 30.000 47.000


2 Pemebelian ke-1 40.000 34.000 70.000
3 Pembelian ke-2 60.000 60.000 50.000
4 Barang tersedia untuk dijual 100.000 139.000 182.000
5 Persediaan akhir (45.000) (77.000) (70.000)
6 Harga pokok barang dijual 55.000 62.000 112.000

Perhitungan persediaan akhir tahun


1) Persediaan akhir tahun 2104 = 3.000 x Rp15.000 = Rp45.000.000,00
2) Persediaan kahir tahun 2015 = 1.000 x Rp17.000 =
Rp17.000.000,00 3.000 x Rp20.000 =
Rp60.000.000,00 Rp77.000.000,00
3) Persediaan akhir tahun 2016 = 1.000 x Rp20.000 =
Rp20.000.000,00 2.00 x Rp25.000 =
Rp50.000.000,00 Rp70.000.000,00
c. Perhitungan laba kotor penjualan untuk laporan keuangan komersial
No. Keterangan Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Total
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp)

1 Hasil penjualan 150.000 160.000 325.000 635.000


2 Harga pokok barang (70.000) (77.000) (137,000) (248.000)
dijual

3 Laba kotor 80.000 188.000 188.000 351.000


d. Perhitungan laba kotor penjualan untuk laporan keuangan fiskal
No. Keterangan Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Total
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp)

1 Hasil penjualan 150.000 160.000 325.000 635.000


2 Harga pokok barang (55.000) (62.000) (112,000) (229.000)
dijual

3 Laba kotor 95.000 98.000 213.000 406.000

e. Gambaran aset pajak tanguhannya tampak tahun 2014


No. Keterangan Laba komersial Laba fiskal Selisih
1 Laba sebelum pajak 80.000 95.000 (15.000)

2 Pajak penghasilan kini 11.750 11.750 0


3 Manfaat pajak tangguhan 1.500 0 1.500
4 Beban pajak penghasilan 10.250 11.750 (1.500)
5 Laba bersih 69.000 83.250 (13.500)
6 Pph terhutang 11.750 11.750 0
7 Aset pajak tangguhan 1.500 0 1.500

Apabila diperhatikan, laba kotor sesuai laporan keuangan fiskal lebih besar
dibanding laba kotor sesuai laporan keuangan komersial berturut ditahun 2014, 2015,
dan 2016. Beban pajak penganghasilan menjadi lebih besar. Perbedaan-perbedaan
sebagai perbedaan waktu yang dapat dikurangkan yang diakuinya sebagai aset pajak
tangguhan dalam masa-masa tersebut seperti yang digambarkan pada tahun2014 dan
tahun 2015 dan seterusnya.
Aset pajak tangguhan = 10% x Rp15.000.000,00 = Rp 1.500.000,00 pengakuannya pada akhir tahun
2014 dengan ayat jurnal.

Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)


Beban pajak penghasilan 10.250.000
Aset pajak tangguhan 1.500.000
Pajak penghasilan kini 11.750.000
Uraian tersebut dalam cara yang sama pada butir “e ” akan menghasilkan perhitungan
untuk tahun 2014 dan tahun 2015 sebagi berikut.

No. Keterangan Tahun 2014 Tahun 2015


Akuntansi Fiskal Akuntansi Fiskal
1 Laba sebelum pajak 83.000 98.000 188.000 213.000
2 Pajak penghasilan kini 12.000 12.200 46.400 46.400
3 Pajak tangguhan 1.500 0 2.500 0
4 Beban pajak 10.700 12.200 43.900 46.400
penghasilan

5 Laba bersih 72.300 85.000 144.100


6 Pph terhutang 12.200 12.200 46.400 46.400
7 Aset pajak tangguhan 1.500 0 2.500 0

Ketentuan yang menyangkut akuntansi persediaan untuk kepentingan akuntansi


komersial berlaku untuk kepentingan fiskal. Undang-Undang pajak penghasilan tidak
mewajibkan menggunakan metode fisik sebagai dasar perhitungan, tetapi meyarankan
untuk menggunakan metode perpetual.
Dalam perusahaan industri alokasi biaya dapat digunakan metode harga pokok penuh
full costing) atau menggunakan variable costing. Penggunaan metode harga pokok
penuh dapat digunakan biaya standar setiap terjadi penyimpangan akan teralokasi ke
harga pokok penjualan. Namun, Undang-Undang pajak penghasilan ini tidak
memperkanankan biaya produksi tidak langsung sebagi beban periode. Demikian halnya
menghapuskan nilai persediaan tidak diperkenankan, kecuali apabila niali persediaan
tersebut nyata-nyata secara fisik tidak dapat dijual atau digunakan dalam kegiatan
perusahaan (defect) yang biasa dikategorikan rusak, cacat, atau usang.

Anda mungkin juga menyukai