Anda di halaman 1dari 35

PSAK 14

PERSEDIAAN

Ellyn Octavianty,SE.,MM

1
PENGERTIAN PERSEDIAAN
Definisi
Persediaan merupakan salah satu aset yang sangat penting bagi
suatuentitas baik bagi perusahaan ritel, manufaktur, jasa maupun
entitas lainnya. PSAK 14 (revisi 2008) mendefinisikan persediaan
sebagai aset yang; (i) tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha
biasa; (ii) dalam proses produksi untuk penjualan tersebut; (iii)
dalam bentuk bahan perlengkapan untuk digunakan dalam proses
produksi atau pemberian jasa.
Klasifikasi Persediaan
Klasifikasi persediaan antara satu entitas lain dapat berbeda-beda,
entitas perdagangan baik perusahaan ritel maupun perusahan grosir
mencatat persediaan sebagai persediaan barang dagang
(merchandise inventotry).
Sedangkan bagi entitas manufaktur, klasifikasi persediaan relatif
beragam. Misalnya perusahaan manufaktur yang memproduksi suku
cadang (spare part) otomotif dengan membeli material produk,
melakukan proses produksi, dan menjual suku cadang tersebut kepada
diler (dealer). Bagi perusahaan seperti ini, persediaan mencakup
persediaan barang jadi (finished goods inventory) yang merupakan
barang yang telah siap dijual, persediaan barang dalam penyelesaian
(work in process inventory) yang merupakan barang setengah jadi, dan
persediaan bahan baku (raw material inventory) yang merupakan
bahan ataupun perlengkapan yang akan digunakan dalam proses
produksi.
Bagi entitas jasa, biaya jasa yang belum diakui pendapatannya
diklasifikasikan sebagai persediaan. Berdasarkan Paragraf 18 PSAK 14
(revisi 2008), biaya persediaan pemberi jasa meliputi biaya tenaga kerja
Dan biaya personalia lainnya yang secara langsung menangani
pemberian jasa, termasuk personalia penyelia, dan overhead yang
dapat diatribusikan. Biaya tenaga kerja dan biaya lainnya yang terkait
dengan personalia penjualan dan administrasi umum tidak termasuk
sebagai biaya persediaan tetapi diakui sebagai beban pada periode
terjadinya.
Cakupan Barang dalam Persediaan
Klasifikasi dari barang dalam persediaan mencakup : (i) barang yang ada
pada suatu entitas dan merupakan miliknya; (ii) barang yang ada pada
suatu entitas tapi bukan miliknya; dan (iii) barang milik suatu entitas
tapi tidak ada di entitas tersebut.
Pada klasifikasi kedua dan ketiga sering kali suatu entitas mengalami
kesulitan dalam menentukan perpindahan hak kepemilikan atas barang.
Kesulitan penentuan tersebut terjadi pada barang dalam transit dan
barang konsinyasi.
Barang dalam Transit
Dalam proses pembelian barang, dapat saja terjadi dimana barang
masih berada pada posisi transit-belum diterima oleh pembeli tetapi
sudah dikirim oleh penjual-pada akhir periode fiskal. Pada dasarnya
suatu barang diakui sebagai persediaan oleh suatu entitas yang
memiliki tanggung jawab finansial terhadap biaya transportasi.
Tanggung jawab finansial ini dapat diindikasikan dari istilah
pengiriman ( shipping term ) yang biasanya diistilahkan sebagai free in
board (FOB).
Apabila barang dikirim dengan shipping term FOB Destination,
maka biaya transfortasi akan dibayarkan oleh penjual dan hak
kepemilikan tidak beralih sehingga pembeli menerima barang
tersebut, sehingga pengakuan persediaan tetap berada pada penjual
selama periode transit.
Sedangkan, apabila FOB Shipping Point maka biaya transfortasi akan
dibayar oleh pembeli dan hak kepemilikan beralih ketika barang dikirimkan,
sehingga pengakuan persediaan berada pada pembeli ketika periode
transit. Dalam praktiknya, istilah FOB menggunakan lokasi spesifik dimana
hak kepemilikan atas barang akan dialihkan. Contoh: PT Aman Sejahtera
indonesia membeli barang dari Bing Corp. Di China dengan FOB Jakarta.
Artinya biaya transaksi ditanggung oleh Bing Corp. Dan Bing Corp. Masih
menanggung resiko dan kepemilikan atas barang tersebut sampai dengan
barang tersebut sampai ke tangan PT Aman Sejahtera Indonesia.

Penjualan Konsinyasi
Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan penjualan, banyak
perusahaan yang saat ini menggunakan metode konsinyasi dalam
penjualannya. Perusahaan ritel sering kali menerima barang-barang
konsinyasi untuk dijual. Pada kerjasama penjualan konsinyasi ini pemilik
Barang (consignor) mengirimkan barang kepada penjual (consignee) , dimana
penjual setuju untuk menerima barang tanpa ada kewajiban apapun, kecuali
perawatan dan penjagaagn terhadap kehilangan dan kerusakan, hingga barang
tersebut terjual pada pihak lain.
Barang konsinyasi akan tetap menjadi milik pemilik barang dan pemilik
barang tetap akan mencatat barang tersebut pada persediaannya. Pihak penjual
akan dititipkan barang tersebut tidak mengakui barang itu dalam persediaannya.

Barang atas Penjualan dengan Perjanjian Khusus


Ketika transaksi penjualan dilakukan dan hak kepemilikan telah beralih,
maka seharusnya risiko dan manfaat dari kepemilikan juga beralih dari penjual
kepada pembeli.
Pada penjualan dengan perjanjian pembelian kembali maka pembeli tidak
dapat mengakui perjanjian tersebut sebagai penjualan dan tidak mengurangi
barang tersebut dari persediaannya. Untuk penjualan dengan tingkat
pengembalian tinggi maka penjual memiliki dua pilihan

7
Pertama adalah mencatat penjualan pada nilai penuh dan membentuk akun
penyisihan atas estimasi pengembalian penjualan, kedua adalah tidak mencatat
adanya penjualan hingga dapat diperkirakan tingkat pengembalian oleh pembeli.

PENGUKURAN PERSEDIAAN
Salah satu masalah utama terkait dengan perserdiaan adalah mengukur nilai
persediaan tersebut. PSAK 14 (revisi 20008) menyatakan diukur berdasarkan
biaya atau nilai realisasi neto, mana yang lebih rendah. Pada bagian ini akan
dijelaskan mengenai biaya yang termasuk dalam biaya persediaan, rumus biaya
yang digunakan oleh suatu entitas yang mencerminkan asumsi arus biaya yang
mencerminkan pengeluaran biaya persediaan, metode nilai realisasi neto, dan
metode lainnya.

Biaya Persediaan
Biaya persediaan meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain
yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini.
Biaya Pembelian
Biaya pembelian persediaan meliputi harga beli, bea impor, pajak lainnya
(kecuali yang kemudian dapat ditagihkan kembali kepada otoritas pajak), biaya
pengangkutan, biaya penanganan, dan biaya lainnya yang secara langsung dapat
diatribusikan pada perolehan barang jadi, bahan dan jasa. Diskon dagang, rabat,
dll yang serupa dikurangkan dalam menentukan biaya pembelian.
Biaya Konversi
Biaya konversi merupakan biaya yang timbul untuk memproduksi bahan baku
menjadi barang jadi atau barang dalam produksi. Biaya ini meliputi biaya yang
secara langsung terkait dengan unit yang diproduksi, termasuk juga alokasi
sistematis biaya overhead produksi yang bersifat tetap ataupun variabel yang
timbul dalam mengkonversi bahan menjadi barang jadi.
Biaya Lainnya
Biaya lainnya yang dapat dibebankan sebagai biaya persediaan adalah biaya
yang timbul agar persediaan tersebut berada dalam kondisi dan loksi saat ini.
Mis biaya desin, biaya praproduksi yang ditujukan untuk konsumen spesifik.
Sistem Pencatatan Persediaan dan Asumsi Arus Biaya

Dalam melakukan pencatatan persediaan, teknis pencatatan


persediaan terkait juga dengan sistem pencatatan yang digunakan
oleh entitas. Entitas dapat menggunakan sistem periodik atau sistem
perpetual. Sistem periodik merupakan sistem pencatatan persediaan
dimana kuantitas persediaan ditentukan secara periodik yaitu hanya
pada saat perhitungan fisik yang biasanya dilakukan stock opname.
Sedangkan sistem perpetual merupakan sistem pencatatan
persediaan di mana pencatatan yang up-to-date terhadap barang
persediaan selalu dilakukan setiap terjadi perubahan nilai persediaan.

Perbedaan pencatatan persediaan dengan menggunakan sistem


perpetual dan sistem periodik dijelaskan sebagai berikut:
Sistem Persediaan Perpetual Sistem Persediaan Periodik

Persediaan awal, 100 unit pada harga Rp6.000

Akun persediaan menunjukkan saldo persediaan Akun persediaan menunjukkan saldo persediaan
sebesar Rp600.000 sebesar Rp600.000

Pembelian 900 unit pada harga Rp6.000


Persediaan Rp. 5,400,000 Persediaan Rp. 5,400,000
utang dagnag Rp. 5,400,000 utang dagnag Rp. 5,400,000

Penjualan 600 unit pada harga Rp12.000


Piutang dagang Rp. 7,200,000 Piutang dagang Rp. 7,200,000
penjualan Rp. 7.200,000 penjualan Rp. 7.200,000

Beban pokok penjualan Rp. 3,600,000 Tidak di jurnal


persediaan Rp. 3,600,000

Penjurnalan pada akhir periode, saldo akhir persedian 400 unit pada harga Rp6.000
Tidak ada jurnal Persediaan (akhir) Rp. 2,400,000
Akun persediaan menunjukan saldo akhir : Beban pokok penjualan Rp. 3,600,000
(Rp.600,000 + Rp. 5.400.000-Rp.3,600,000)= pembelian Rp. 5,400,000
Rp.2,400,000 Persedian awal Rp. 600,000
Asumsi arus biaya yang digunakan oleh suatu entitas ini
dapat saja berbeda dengan arus fisik dari barang
persediaanya. Standar akuntansi tidak mengatur bahwa
suatu entitas harus memilih asumsi arus biaya yang sesuai
dengan arus fisik persediaan. Pada dasarnya suatu entitas
akan mempertimbangkan dampak pemilihan asumsi arus
biaya tesebut dalam laporan laba rugi.
Terdapat tiga alternatif yang dapat dipertimbangkan oleh
suatu entitas terkait dengan asumsi arus biaya, yaitu:
metode identifikasi khusus, masuk pertama keluar
pertama, rata-rata tertimbang .

Sebagai ilustrasi, PT Putih yang merupakan perusahaan


ritel memiliki transaski pembelian dan penjualan
produknya pada bulan Mei sbt:
Tanggal Pembelian Penjualan Saldo Unit
Persediaan
1 Mei 2011 6.000 unit@Rp2.800

5 Mei 2011 12.000 unit @Rp3.000 18.000 unit

12 Mei 2011 14.000 unit @Rp3.200 32.000 unit

20 Mei 2011 15.000 unit 17.000 unit

30 Mei 2011 8.000 @3.300 25.000 unit


Berdasarkan data diatas, maka dapat dihitung jumlah persediaan
akhir bulan Mei adalah 25,000. sedangkan nilai biaya barang
yang tersedia untuk dijual adalah sebesar Rp.124,000,000 yang
berasal dari penjumlahan persediaan barang awal dan nilai
pembelian
((6,000*2,800)+(12,000+3,000)+(14,000*3,200)+(8,000*3,300)).
Dalam penentuan nilai persedaiaan akhir seumlah 25,000 unit
tersebut perusahaan menentukan harga mana yang dipakai

PSAK 14 (Revisi 2008) tidak lagi memperbolehkan perusahaan


menggunakan metode masuk terakhir keluar pertama ( Last In
First Out- LIFO)
Metode Identifikasi Khusus
Identifikasi khusus biaya artinya biaya-biaya tertentu yang
diatribusikan ke unit persediaan tertentu. Berdasarkan metode ini
maka suatu entitas harus mengidentifikasikan barang yang dijual
dengan tiap jenis dalam persediaan secara spesifik.
metode ini pada dasarnya merupakan metode yang paling ideal
karena terdapat kecocokan antara biaya dan pendapatan (matching
cost against revenue), tetapi karena dibutuhkan pengidentifikasian
barang persediaan secara satu persatu, maka biasanya metode ini
hanya diterapkan pada suatu entitas yang memiliki persediaan
sedikit, nilainya tinggi dan dapat dibedakan satu sama lain, seperti
galeri lukasian. Dengan menggunakan metode identifikasi khusus
maka perhitungan persediaan menggunakan sistem perpepetual
akan sama dengan perhitungan dengan menggunakan sistem
periodik.
Berdasarkan ilustrasi PT BangBang, maka pada saat penjualan harus
ditentukan harga yang digunakan untuk masing-masing unit dalam penjualan
sebesar 15.000 unit tersebut. Dengan demikian dapat diketahui harga untuk
masing-masing unit dalam persediaan akhir. Apabila diasumsikan bahwa dari
persediaan akhir sejumlah 25.000 unit terdiri atas 9.000 unit @Rp3.000,8.000
@Rp3.200 dan 8.000 unit @ Rp3.300, maka perhitungan nilai persediaan akhir
dan beban pokok penjualan PT BangBang dengan menggunakan metode
identifikasi khusus dengan sistem periodik maupun perpetual adalah sbt:
Tanggal JumlahUnit
Jumlah Unitdan
danUnit
Unit
Biaya
Biaya Total Biaya
Total Biaya

Mei2011
5 mei 2011 9.000 unit
9,000 unit @ Rp3.000
Rp. 3,000 Rp27.000.000
Rp. 27,000,000
12 Mei
12 mei 2011
2011 8.000 unit
8,000 @ Rp3.200
Rp. 3,200 Rp25.600.000
Rp.25,600,000
Mei 2011
30 mei 2011 8.000 unit
8,000 @ Rp3.300
Rp. 3,300 Rp26.400.000
Rp.26,400,000
Persediaan akhir
Persediaan akhir 25.000
25,000 Unit Rp79.000.000
Rp.79,000,000
Biaya barang
Biaya barangyang
yangtersedia
tersediauntuk
untuk dijual
dijual Rp124.000.000
Rp.124,000,000
Dikurangi:
Dikurangi persediaan akhir
: persediaaan akhir Rp(79.000.000)
Rp.(79,000,000)
Beban Pokokpenjualan
Beban pokok Penjualan Rp45.000.000
Rp.45,000,000
Metode Biaya Masuk Pertama Keluar Pertama
Metode Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP) atau First In First Out
(FIFO) mengasumsikan persediaan yang pertama dibeli akan dijual atau
digunakan terlebih dahulu sehingga unit yang tertinggal dalam
persediaan akhir adalah yang dibeli atau diproduksi kemudiaan. Metode
ini merupakan metode yang relatif konsisten dengan arus fisik dari
persediaan terutama untuk industri yang memiliki perputaran
persediaan tinggi.
Salah satu kelebihan dari metode ini adalah dari sisi relevansi nilai
persediaan yang disajikan dalam Laporan Posisi Keuangan perusahaan.
Hal ini dikarenakan nilai persediaan yang disajikan merupakan nilai yang
didasarkan pada harga yang paling kini.
Penggunaan metode ini menghasilkan Laporan Posisi Keuangan yang
sesuai dengan nilai kini perusahaan. Sedangkan kelemahan dari
penggunaan metode ini adalah tidak merefleksikan nilai laba yang paling
akurat kerena metode ini kurang cocok antara biaya dengan
pendapatan.
Dalam metode ini, biaya persediaan mengacu pada harga
pembelian yang lebih dahulu, sehingga biaya tersebut
tidak cocok dengan pendapatan yang diperoleh
perusahaan. Signifikansi dari ketidakcocokan ini akan
bergantung pada tingginya perputaran persediaan
perusahaan dan cepatnya perubahan harga barang.
Semakin tinggi tingkat perputaran persediaan dan harga
barang mengalami inflasi tinggi dalam waktu yang cepat,
maka laba yang dicatat perusahaan dapat menjadi lebih
besar dari yang sesungguhnya (overstated).
Berdasarkan ilustrasi PT Bang Bang maka perhitungan nilai
persediaan akhir dan beban pokok penjualan PT BangBang
dengan menggunakan MPKP berdasarkan sistem periodik
adalah sbt:
Tanggal
*Jumlah Unit dan Unit Biaya Total Biaya
5 mei 2011 3,000 unit Rp.3,000 Rp. 9,000,000

12 mei 2011 14,000 3,200 44,800,000

30 mei 2011 8,000 3,300 26,400,000

Persediaan akhir 25,000 80,200,000

Biaya barang yang tersedia untuk dijual 124,000,000


Dikurangi : persediaaan akhir
Beban pokok penjualan (80,200,000)
43,800,000
Apabila PT BangBang menggunakan sistem perpetual
untuk perhitungan persediaan, maka nilai persediaan
akhir dan beban pokok penjualan akan sama dengan nilai
yang dihasilkan berdasarkan sistem periodik. Hal ini
dikarenakan adanya kecocokan antara biaya dan
pendapatan atas penjualan barang, dimana harga yang
sama akan digunakan sebagai biaya barang yang masuk
pertama dan kemudian harga tersebut juga yang akan
digunakan untuk barang yang keluar pertama.
Perhitungan nilai persediaan dan beban pokok penjualan
PT BangBang dengan menggunakan metode MPKP
berdasarkan sistem perpetual adalah sbt:
Tanggal Pembelian Penjualan Saldo

1 mei 6,000@Rp.2,800
2011

5 mei 12,000@Rp.3,000 Rp. 6,000@Rp.2,800 Rp. 52,800,000


36,000,000
12,000@rp. 3,000

12 mei 14,000@Rp. Rp. 6,000@Rp. 2,800 Rp. 97,600,000


3,200 44,800,000
12,000@ Rp.3,000

14,000@Rp. 3,200

20 mei 6,000@Rp.2,800 Rp. 3,000 @Rp.3,000 Rp. 53,800,000


43,000,000
9,000@ Rp. 14,000@Rp. 3,200
3,000
30 mei 8,000@3,300 Rp. 26,400,00 3,000@Rp.3,000 Rp.
80,200,000
14,000@Rp.3,200

8,000@Rp.3,300
Metode Rata-Rata Tertimbang
Metode rata-rata tertimbang digunakan dengan menghitung biaya
setiap unit berdasarkan biaya rata-rata tertimbang dari unit yang
serupa pada awal periode dan biaya unit serupa yang dibeli atau
diproduksi selama suatu periode. Perusahan dapat menghitung rata-
rata biaya secara berkala atau pada saat penerimaan kiriman.
Untuk menghitung biaya persediaan dengan menggunakan metode
rata-rata perunit yaitu dengan membagi biaya barang yang tersedia
untuk dijual dengan unit yang tersedia untuk dijual. Persediaan akhir
dan beban pokok penjualan dihitung dengan dasar harga rata-rata
tersebut.
Berdasarkan ilustrasi PT BangBang sebelumnya, maka perhitungan nilai
persediaan akhir dan beban pokok penjualan PT Bang Bang dengan
menggunakan rata-tata berdasarkan sistem periodik adalah sbt:
Tanggal Unit Harga Total Biaya

1 mei 2011 6,000 Rp.2,800 Rp. 16,800,000


5 mei 2011 12,000 3,000 36,000,000
12 mei 2011 14,000 3,200 44,800,000
30 mei 2011 8,000 3,300 26,400,000
Barang tersedia untuk dijual 40,000 124,000,000
Biaya rata-rata per unit Rp.124,000,000 3,100
40,000
Jumlah persedian akhir 25,000 unit
Nilai persediaan akhir 25,000*Rp.3,100 77,500,000
Barang tersedia untuk dijual 124,000,000
Nilai persediaan akhir 77,500,000
Beban pokokpenjualan 46,500,000
Ketika suatu entitas menggunakan metode rata-rata tertimbang dengan
sistem perpetual maka nilai rata-rata dihitung setiap ada pembelian. Apabila
terjadi penjualan, maka beban pokok penjualan atau biaya persediaan yang
digunakan merupakan nilai rata-rata yang paling kini. Berikut ilustrasi dari
perhitungan nilai persediaan akhir dan beban pokok penjulan PT Bang-Bang
dengan menggunakan metode rata-rata bersadarkan sistem perpetual.

Tanggal Pembelian Penjualan Saldo


1 mei 6,000@Rp.2,80 Rp. 16,800,000
2011 0

5 mei 12,000@Rp.3,000 Rp. 18,000@Rp.2,9 52,800,000


36,000,000 33

12 mei 14,000@ Rp.3,200 Rp. 32,000@ Rp. 97,600,000


44,000,000 3,050

20 mei 15,000@Rp.3,050 17,000@Rp.3,0 51,850,000


= Rp.45,750 50

30 mei 8,000@Rp. 3,300 Rp. 25,000@Rp.3, 78,250,000


26,000,000 130
24
Nilai Realisasi Neto dan Penurunan Nilai Persediaan

Persediaan diukur berdasarkan nilai yang lebih rendah antara


nilai yang berdasarkan biaya dan nilai realisasi neto ( net realizable
value - NRP). Nilai realisasi neto merupakan estimasi harga jual
dalam kegiatan usaha biasa dikurangi estimasi biaya penyelesaian
dan estimasi biaya yang diperlukan untuk membuat penjualan.
Persediaan akan dinilai pada nilai realisasi netonya apabila biaya
persediaan (yang didapat dari penggunaan metode identifikasi
khusus, MPKP atau rata-rata) lebih tinggi dari estimasi nilai yang
akan diperoleh kembali. Nilai persediaan biasanya diturunkan ke
nilai realisasi neto secara terpisah untuk setiap unit dalam
persediaan. Namun demikian, dalam beberapa kondisi, penurunan
nilai persediaan mungkin lebih sesuai jika dihitung terhadap
kelompok unit yang serupa atau berkaitan.

25
Sebagai Ilustrasi, misalkan PT Naro memiliki persediaan barang belum jadi dengan nilai
biaya sebesar Rp9.500.000 dengan harga jual sebesar Rp10.000.000. Untuk
menyelesaikan barang tersebut dibutuhkan biaya sebesar Rp500.000 dan biaya
penjualan sebesar Rp2.000.000 . Maka perhitungan NRV adalah sbt:

Nilai jual persediaan Rp. 10,000,000


Dikurangi : Estimasi biaya penyelesaian Rp. 500,000
Estimasi biaya penjualan Rp. 2,000,000 Rp. 2,500,000
NRV Rp. 7,500,000

Nilai persediaan Rp. 7,500,000


BiyaRp. 9,000,000
Kerugian penurunan nilai persediaan (Rp.2,000,000)

Berdasarkan ilustrasi diatas maka entitas akan melaporkan nilai persediaan di Laporan
Posisi Keuangan perusahaan sebesar Rp7.500.000 dan mencatat kerugian penurunan
nilai persediaan pada laporan Laba Rugi sebesar Rp2.000.000.
26
Ketika suatu entitas memiliki kelompok produk yang
sejenis, penerapan penilaian persediaan dengan
menggunakan metode nilai yang lebih rendah
antara nilai yang berdasarkan biaya dan nilai
realisasi neto dapat diterapkan untuk barang secara
individual maupun kelompok. Penerapan secara
kelompok dapat menghasilkan nilai yang berbeda
dengan penerapan secara individual karena terdapat
kemungkinan adanya saling off set antar kelompok,
seperti yang diilustrasikan pada contoh PT GuraGura
berikut:

27
Terendah antara Biaya dan NRV

Biaya NRV Pos Individual Kelompok Total


Persediaan
Pakaian
Pakaian Wanita Rp160.000.000 Rp260.000.000 Rp.
160,000,000
Pakaian Pria Rp200.000.000 Rp220.000.000 Rp.
220,000,000
Pakaian anak- Rp100.000.000 Rp 80.000.000 Rp.460,000,000
anak
Total Pakaian Rp460.000.000 Rp540.000.000
Peralatan
Rumah Tangga
Peralatan Rp180.000.000 Rp144.000.000 Rp.144,000,000
dapur
Peralatan Rp190.000.000 Rp184.000.000 184,000,000
Kebun
Hiasan Rumah Rp100.000.000 Rp 90.000.000 90,000,000
Tangga
Total Peralatan Rp470.000.000 Rp418.000.000 418,000,000
Rumah Tangga
Total Rp930.000.000 Rp958.000.000 858,000,000 878,000,000 930,000,000
28
Apabila PT PT GuraGura menggunakan metode nilai
terendah antara biaya dan NRV untuk pos individual maka
jumlah yang tertera dala akun persediaan adalah
Rp858.000.000 dan bila metode tersebut diterapkan
secara kelompok maka nilai persediaan akan meningkat
menjadi Rp878.000.000 dan bila metode ini diterapkan
secara total maka nilainya menjadi Rp930.000.000.
Dengan menggunakan metode ini nilai terndah antara
biaya dan NRV maka entitas harus melakukan pencatatan
terkait dengan dampaknya terhadap laba karena terdapat
penyesuaian dalam nilai beban pokok penjualan yang
dicatat. Terdapat dua metode yang dapat dipilih. Yaitu
metode beban pokok penjualan dan metode kerugian.

29
Sebagai ilustrasi PT Bogorku mencatat nilai beban pokok
penjualan ( sebelum penyesuaian ke NRV) sebesar Rp95.000.000.
Sedangkan nilai saldo akhir persediaan adalah sebesar
Rp75.000.000 berdasarkan nilai biaya dan Rp70.000.000
berdasarkan NRV. Maka perbedaan pencatatan penyesuaian
antara kedua metode tersebut adalah sbt:
Metode Beban Pokok Penjualan Metode Kerugian

Penurunan nilai persediaan dari nilai biaya menjadi NRV

COGS Rp. 5,000,000 Kerugian penurunan nilai oersediaan Rp. 5,000,000


persediaan Rp.5,000,000
Persediaan Rp.5,000,000

30
Dengan menggunakan metode kerugian, entitas dapat pula
menggunakan akun penyisihan selain mengkredit akun persediaan,
dengan nama akun “ penyisihan penurunan nilai persediaan pada NRV “
dengan menggunakan akun penyisihan ini maka penilaian persediaan
yang disajikan pada neraca adalah nilai persediaan yang berdasarkan
NVR di mana niali tersebut adalah nilai persediaan berdasarkan biaya
dikurangi dengan penyisihan.

Melanjutkan contoh PT Bogorku, apabila periode berikutnya terdapat


peningkatan NRV menjadi Rp72.000.000 maka pencatatan yang
dilakukan dengan menggunakan metode kerugian adalah sbt:

Penyisihan penurunan nilai perediaan pada NRV Rp. 5,000,000


Pembalikan kerugian persediaan Rp. 5,000,000

31
PENGGUNAAN METODE LAIN DALAM VALUASI
PERSEDIAAN
Metode Laba Bruto
Metode ini menghitung persediaan dengan mengestimasikan jumlah
persediaan akhir berdasarkan nilai barang yang tersedia untuk dijual,
penjualan dan presentase laba bruto, metode ini biasanya dipakai
untuk mengestimasikan nilai persediaan ketika entitas mengalami
kebakaran atau bencana alam yang merusak sebagian besar persediaan
perusahaan.
Sebagai ilustrasi, PT Ungu memiliki persediaan awal sebesar
Rp15.000.000 dan pembelian sebesar Rp60.000.000 yang keduanya
pada nilai biaya. Penjualan pada harga penjulan adalah sebesar
Rp90.000.000. Margin perusahaan dari harga penjualan adalah sebesar
30%.

32
Berikut perhitungan persediaan berdasarkan metode laba bruto:
Persediaan awal (pada nilai biaya) Rp. 15,000,000
Pembelian (pada nilai biaya) Rp. 60,000,000
Barang tersedai untuk dijual(pd nilai biaya) Rp. 75,000,000
Penjualan (pada harga penjualan) Rp. 90,000,000
Dikuragi : Laba Neto (30%*Rp.90,000,000) Rp. 27,000,000
penjualan (pada niali biaya) Rp. 63,000,000
perkiraan nialai persediaan (pada nilai biaya) Rp. 12,000,000

33
Metode Ritel
Metode ritel merupakan metode pengukuran nilai persediaan dengan
menggunakan rasio biaya untuk menurunkan nilai persediaan akhir
yang dinilai berdasarkan nilai ritel menjadi nilai biaya.
Metode ini banyak dipakai oleh entitas perdagangan yang memiliki
banyak sekali jenis barang dengan nilai perbarangnya tidak besar
seperti supermarket dan department store. Entitas perdagangan dapat
menghitung persediaan fisik pada harga ritel atau mengestimasi
persediaan akhir ritel dan kemudian menggunakan rasio cost to retail
untuk mengestimasi nilai persediaan pada nilai biaya. Karena, metode
ritel ini juga dapat digunakan untuk mengestimasi nilai persediaan
untuk keperluan pelaporan keuangan interim apabila perusahaan tidak
melakukan stock opname. Metode ini dapat digunakan dalam asumsi
arus biaya yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu MPKP atau biaya
rata-rata.
34
PENGUNGKAPAN
Terkait dengan persediaan, maka dalam penyajiannya pada laporan keuangan suatu
entitas harus mengungkapan beberapa hal sbt:
1. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan, termasuk
rumus biaya yang digunakan.
2. Total jumlah tercatat persediaan dan jumlah nilai tercatat menurut klasifikasi yang
sesuai bagi entitas
3. Jumlah tercatat persediaan yang dicatat dengan nilai wajar dikurangi biaya untuk
menjual
4. Jumlah tercatat persediaan yang diakui sebagai beban selama periode berjalan
5. Jumlah setiao penurunan nilai yang diakui sebagai pengurang jumlah persediaan
yang diakui sebagai beban dalam periode berjalan.
6. Jumlah dari setiap pemulihan dari setiap penurunan nilai diakui sebagai
pengurang jumlah persediaan yang diakui sebagai beban dalam periode berjalan.
7. Kondisi atau peristiwa penyebab terjadinya pemulihan nilai persediaan yang
diturunkan
8. Nilai tercatat persediaan yang diperuntukkan sebagai jaminan kewajiban.

35

Anda mungkin juga menyukai