Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

INVESTASI DALAM INVENTORY

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Semester Pendek


Mata Kuliah Manajemen Keuangan I

Dosen : Marlina Nurlestari,.S.E., M.M.

Oleh:

Nama : Deci Asgaresmi


NIM : 3402160348
Kelas : Manajemen B

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GALUH CIAMIS
2019

1
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rakhmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah
ini yang berjudul “Investasi Dalam Inventory” .
Penyusunan makalah ini dimaksud untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Manajemen Keuangan I. Dalam penyusunan makalah ini tentu saja penulis banyak
menemui kesulitan dan hambatan-hambatan tetapi berkat adanya dorongan dan bantuan
dari berbagai pihak yang akhirnya kesulitan dan hambatan itu dapat diatasi .
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
dan penulis mengharapkan kritik dan saran yang bisa memperbaiki penyusunan
makalah dimassa yang akan datang, penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya .

Ciamis, 31 Juli 2019


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................i


DAFTAR ISI ......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 1
1.3 Tujuan ...................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian, Jenis-Jenis dan Perputaran Persediaan (Inventory Trun Over) ....... 3
2.2 Persediaan Bahan Mentah (Raw Material Inventory) dan Persediaan
Barang Jadi (Finished Goods Inventory)............................................................ 7
2.3 Hubungan Skedul Aliran Kas dengan Skedul Penerimaan Bahan Mentah dan
Pengiriman Barang Jadi..................................................................................10
2.4 Biaya Inventory, Economical Order Quantity dan Reorder-Point ...............12
2.4.1 Biaya Inventory ...................................................................................12
2.4.2 Reorder Point ......................................................................................16
BAB IV PENUTUP
3.1.Kesimpulan ..........................................................................................................18
3.2.Saran ....................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam suatu fungsi manajerial yang sangat penting dalam operasional suatu
perusahaaan adalah pengendalian perusahaan (INVENTORY CONTROL), karena
kebijakan persediaan secara fisik akan berkaitan dengan investasi dalam aktifa lancar
disatu sisi dan pelayanan pada pelanggan disisi lain pengaturan tersediaan ini
berpengaruh terhadap semua fungsi bisnis (Operation, Markerting, dan Vinance).
Berkaitan dengan persediaan ini terdapat konflik kepentingan diantara fungsi bisnis
tersebut.
Vinance meghendaki tingkat persediaan yang rendah, sedangkan marketing dan
operasi menginginkan tingkat persediaan yang tinggi agar kebutuhan konsumen dan
kebutuhan produksi dapat dipenuhi berkaitan dengan kondisi diatas, maka perlu ada
pengaturan terhadap jumlah persediaan, baik bahan- bahan maupun produk jadi,
sehingga kebutuhan proses produksi maupun kebutuhan pelanggan dapat dipenuhi.
Tujuan pertama dari pengendalian persediaan adalah agar perusahaan selalu mempunyai
persediaan dalam jumlah yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dalam spesifikasi atau
mutu yang telah ditentukan sehingga continuitas uasaha dapat terjami (tidak terganggu).
Usaha untuk mencapai tujuan tersebut tidak terlepas dari prinsip – prinsip ekonomi,
yaitu jangan sampai biaya-biaya yang dikeluarkan terlalu tinggi. Baik persediaan yang
terlalu banyak, maupun terlalu sedikit akan menimbulkan membengkaknya biaya
persediaan

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Jelaskan pengertian, jenis dan perputaran persediaan barang ?
2. Jelaskan bahan mentah dan persediaan barang jadi?
3. Apa hubungan skedul aliran kas dengan skedul penerimaan bahan mentah dan
pengiriman barang jadi?
4. Jelaskan tentang biaya inventory, ekonomical order quatity dan reorder-poit?

1
1.3TUJUAN
Tujuan dalam penulisan ini yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian dan jenis serta perputaran persediaan barang
dagang
2. Untuk mengetahui bahan mentah dan persediaan barang jadi
3. Untuk mengetahui hubungan skedul aliran kas dengan skedul penerimaan
bahan mentah dan pengiriman barang jadi
4. Untuk mengetahui tentang biaya inventory, economical order quantiy dan
recorder-point.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian, Jenis-Jenis dan Perputaran Persediaan (Inventory Trun Over)


Inventory atau persediaan barang merupakan aktiva yang selalu dalam keadaan
berputar, dimana secara terus menerus mengalami perubahan. Masalah investasi dalam
inventory merupakan masalah pembelanjaan aktif ; seperti halya investasi dalam aktiva-
aktiva lainnya. Masalah penentuan besarnya investasi atau alokasi modal dalam
inventory mempunyai efek yang langsung terhadap kentungan perusahaan. Kesalahan
dalam penetapan besarnya investasi dalam inventory akan menekan keuntungan
perusahaan.
Adanya investasi dalam inventory yang terlalu besar dibandingkan dengan
kebutuhan akan memperbesar beban bunga, memperbesar biaya penyimpanan dan
pemeliharaan digudang, memperbesar kemungkinan kerugian karena kerusakan,
turunya kualitas, keusangan, sehingga semuanya ini akan memperkecil keuntungan
perusahaan.
Demikian pula sebaliknya, adanya investasi yang terlalu kecil yang terlalu kecil
dalam inventory akan mempunyai efek yang menekan keuntungan juga, karena
kekurangan material, perusahaan tidak dapat bekerja dengan luas produksi yang
optimal. Oleh karena perusahaan tidak bekerja dengan full-capacity, berarti bahwa
“capital assets” dan “direct labor” tidak dapat didaya gunakan dengan sepenuhnya.
Sehingga hal ini akan mempertinggi biaya produksi rata-ratanya, yang pada akhirnya
akan menekan keuntungan yang diperolehnya.
Dalam perusahaan perdagangan pada dasarnya hanya ada satu golongan
inventory, yang mempunyai sifat perputaran yang sama yaitu yang disebut
“merchandise inventory” (persediaan barang dangang).
Tingkat Perputaran Barang Perniagaan (Merchandise Turnover)
Dalam suatu periode tertentu dapat diketahui dengan cara sebagai berikut :
Dengan mengetahui “Turnover”-nya dapat ditentukan pula “hari rata-rata
penjualannya” atau “hari rata-rata barang disamping gudang”, yaitu dengan membagi
hari dalam satu tahun dengan persediaan rata-rata.

3
Untuk perhitungan yang teliti sering digunakan perhitungan 1 tahun = 365 hari.
Tetapi banyak juga yang hanya memperhitungkan hari kerjanya, dan ditentukan 1 tahun
= 300 hari kerja. Untuk pembicaraan selanjutnya disini akan digunakan perhitungan 1
tahun 360 hari.
Contoh 1.1
Persediaan barang 1/1-70............................................................................ Rp 20.000,00
pembelian selama 1 tahun.............................................................................. 380.000,000
+
Rp
400.000,00
Persediaan barang 31/12-70.............................................................................. 40.000,00

Harga pokok penjualan (cost goods sold)...................................................Rp 360.000,00
Dari data tersebut diatas dapatlah dihitung turnovernya sebagai berikut:

Dalam perusahaan produksi (pabrik) pada umumnya diadakan penggolongan dalam


3 golongan inventory utama, yaitu:
1. Persediaan bahan mentah (raw material inventory)
2. Persediaan barang dalam proses/barang setengah jadi (work in process/goods in
process inventory)
3. Persediaan barang jadi (finished goods inventory)
Masing massing golongan inventory tersebut dapat dihitung turnovernya dengan
rumus sebagai berikut :

1. Raw material turnover

Cost of material used (biaya bahan mentah yang dimaksudkan dalam proses
produksi/digunakan ) dapat diketahui dengan cara sebagai berikut:
→ persediaan bahan mentah permulaan tahun ditambah dengan jumlah bahan mentah
yang dibeli selama setahun setelah dikurangi dengan “retrun & allowance”, kemudian
dikurangi dengan persediaan bahan mentah akhir tahun.

4
2. Goods in process/work in process turnover

Cost of goods manufacture dapat diketahui dengan cara sebagai berikut:


→ Persediaaan work in process (W.I.P) pada permulaaan tahun ditamah dengan “cost of
raw materials used”, “direct labor”, dan “manufacturing overhead”, kemudian dikurangi
dengan persediaan W.I.P akhir tahun.

3. Finished goods turnover

Cost of goods sold (dalam manufacturing companies) dapat diketahui dengan cara
dengan cara sebagai berikut:
→ persediaan finished goods pada permulaan tahun ditambah dengan cost of goods
manufactured, kemudian dkurangi dengan persediaan finished goods pada akhir tahun.
Contoh 1.2
Raw Material Inventory
Persedian 1/1 Rp 30.000,00 Cost of row material used
Pembelian setahun 100.000,00 (ke W.I.P) Rp 120.000,00
Rp 130.000,00 Persedian 31/12 10.000,00
Rp 130.00,00

Row material turnover = 120000 =6x


(30.000+10.000) : 2

Work in Process (W.I.P) Inventory


Persedian 1/1 Rp 50.000,00 Cost of goods manufactured Rp 200.000,00
Row material used 120.000,00 Persedian 31/12 150.000,00
Direct labor 100.000,00
Manufacturing overhead 80.000,00
Rp 350.000,00 Rp 350.00,00

W.I.P turnover = 200000 =2x


(50.000+150.000): 2

5
Finished Goods Inventory
Persedian 1/1 Rp 200.000,00 C.G.S Rp 300.000,00
W.I.P 200.000,00 Persedian 31/12 100.000,00
Rp 400.000,00 Rp 400.00,00

Finished goods turnover = 400.000 =2x


(200.000+100.000) : 2
Tinggi rendahnya inventory mempunyai efek yang langsung terhadap besar
kecilnya modal yang diinvestasikan dalam inventory. Makin tinggi turnovernya, berarti
makin cepat perputarannya, yang berarti makin pendek waktu terikatnya modal dalam
inventory, sehingga untuk memenuhi volume sales atau cost of goods sold tertentu
dengan naiknya turnovernya dibutuhkan jumlah modal yang kecil.
Apabila modal yang digunakan untuk membelanjai inventory tersebut modal
asing, maka kenaikan inventory turnover akan memperkecil beban bunganya dan
apabila yang digunakan modal sendiri, maka kelebihan modal tersebut dapat
diinvestasikan pada aktiva lainnya yang lebih efisien.
Contoh 1.3
Perusahaan “ASTIT” selama setahun mempunyai “cost of goods sold” sebesar
Rp2.000.000,00 dan average inventory sebesar Rp500.000,00. Tingkat perputaran atau
turnovernya disini ialah 4x. Apabila kemudian dengan penjualan yang lebih hati-hati
dan lebih bijaksana, turnovernya dapat dinaikan misalnya menjadi 5x, dan modal yang
digunakan untuk membelanjani inventory tersebut adalah modal asing dengan bunga
10% setahun, maka keuntungan finansial yang diperoleh perusahaan tersebut berupa
penghematan bunga sebesar Rp10.000,00 setahun. Dengan turnover 5x, berarti bahwa
modal yang diperlukan untuk diinvestasikan dalam inventory adalah :

400.000,00

Apabila turnovernya 4x, maka modal yang diperlukan adalah :

500.000,00

6
Dengan demikian maka perusahaan tersebut dengan makin tingginya
turnovernya mendapatkan penghematan bunga sebesar 10% (500.000 – 400.000) = Rp
10.000,00 setahunnya.
Disamping keuntungan tersebut masih ada pula keuntungan lainnya antara lain
dalam bentuknya makin kecilnya biaya-biaya penyimpanan digudang, makin kecilnya
kemungkinan kerugian karena kerusakan, keusangan, turunya harga dan makin kecilnya
biaya asuransinya.

2.2 Persediaan Bahan Mentah (Raw Material Inventory) dan Persediaan Barang Jadi
(Finished Goods Inventory)
Untuk melangsungkan usahanya dengan lancar maka kebanyakan perusahaan
merasakan perlunya mempunyai persediaan bahan mentah. Besar kecilnya persediaan
bahan mentah yang dimiliki perusahaan yang ditentukan oleh berbagai faktor, antara
lain :
1. Volume yang dibutuhkan untuk melindungi jalannya perusahaan terhadap
gangguan kehabisan persediaan yang akan menghambat atau mengganggu jalannya
proses produksi.
2. Volume produksi yang direncanakan, dimana volume produksi yang direncanakan
itu sendiri sangat tergantung kepada volume sales yang dirrencanakan.
3. Besarnya pembelian bahan mentah setiap kali pembeliaan untuk mendapatkan
biaya pembelian yang minimal.
4. Estimasi tentang fluktuasi harga bahan mentah yang bersangkutan diwaktu-waktu
yang akan datang.
5. Peraturan-peraturan pemerintah yang menyangkut persediaan material.
6. Harga pembelian bahan mentah.
7. Biaya penyimpanan dan resiko penyimpanan digudang.
8. Tingkat kecepatan material menjadi rusak atau turun kualitasnya.

Dalam pada itu banyak perusahaan merasakan perlunya untuk mempunyai


“persediaan minimal” dari bahan mentah yang harus dipertahankan untuk menjamin
kontinuitas usahanya, dan persediaan tersebut ialah apa yang disebut persediaan
besi/persediaan inti/persediaan minimal bahan mentah (safety stock). Adapun faktor-

7
faktor yang mempengaruhi besar-kecilnya safety stock suatu perusahaan adalah sebagai
berikut:
1. Risiko Kehabisan Persediaan
Besar kecilnya resiko kehabisan persediaan tergantung kepada:
a. Kehabisan para leveransir menyerahkan barangnya kepada kita, apakah mereka biasa
menyerahkan barangnya sesuai dengan skedul yang gtelah ditentukan sebelumnya,
berarti risiko kehabisan persediaan adalah kecil, yang ini berarti bahwa kita tidak perlu
mempunyai safety stock yang besar. Sebaliknya apabila leveransir sering tidak menepati
janjinya, berarti risiko kehaboisan persediaan adalah besar, maka dirasakan perlunya
untuk mempunyai safety stock yang besar.
b. Besar kecilnya jumlah bahan mentah yang dibeli setiap saat. Kalau jumlah bahan
mentah yang dibeli setiap saat besar, berarti bahwa persediaan rata-rata diaas safety
stock selama suatu periode tertentu adalah besar, maka risiko kehabisan persediaan
adalah kecil, sehingga kita tidak perlu mempertahankan safety stock yang besar.
c. Dapat diduga atau tidaknya dengan tepat kebutuhan bahan mentah untuk produksi.
Apabila untuk menghasilkan barang jadi tertentu dapat ditentukan kdengan mudah
besarnya kebutuhan bahan mentahnya dengan tepat, maka resiko kehabisan persediaan
adalah kecil. Tetapi apabila besarnya bahan mentah tidak mudah ditetapkan atau selalu
berubah-ubah untuk menghasilkan sejumlah tertentu barang jadi (bahan mentah yang
tidak dengan standar) maka risiko kehabisan persediaan barang disini adalah besar,
sehingga perlulah kita mempunyai safety stock yang besar.

2. Hubungan Antara Biaya Penyimpanan Digudang di Satu Pihak dengan Biaya-


Biaya Ekstra yang Harus Dikeluarkan Sebagai Akibat dari Kehabisan Persediaan
di lain Pihak
Yang merupakan biaya eksra yang hars dikeluarkan apabila kehabisan
persediaan antara lain ialah biaya pesanan pembelian darurat, biaya ekstra yang
diperlukan agar supaya para leveransil suka segera menyerahkan produknyakepada kita,
kemungkinan kerugian karena ada stagnasi produksi dan lain-lain. Apabila ternyata
biaya-biaya ekstra yang harus dikeluarkan karena kehabisan persediaan lebih mahal
daripada biaya penyimpanannya, maka perlu adanya safety stock yang besar.

8
Sebaliknya apabila biaya penyimpanannya lebih mahal maka tak perlu kita mempunyai
safety stock yang besar. Jumlah investasi dalam safety stock yang sebaik-bainya ialah
pada tingkat dimana tambahan biaya penyimpanan adalah sama besarnyadengan biaya
ekstra karena kehabisan persediaan.
Perusahaan disamping mempertahankan persediaan minimal bahan mentah, bagi
perusahaan tertentu juga perlu mempertahankan adanya persediaan minimalbarang jadi
untuk menghadapi pesanan-pesanan ekstra diatas pesanan normal. Besarnya persediaan
minimal atau safety stock barang jadi ini tidak sama bagi setiap perusahaan. Seperti
halnya pada uaraian tentang persediaan minimal bahamn mentah, maka disinipun kita
harus memperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi besar kecilnya persediaan
minimal barang jadi yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan. Adapun faktor-
faktor yang mempengaruhi besar kecilnya persediaan minimal barang jadi terutama
adalah sebagai berikut:
1. Sifat penyesuaian skedul produksi dengan pesanan ekstra
Adakalanya suatu perusahaan sering mendapatkan pesanan ekstra diatas pesanan
normal. Selama perusahaan tersebut dapat dengan mudah menyesuaiakan skedul
produksinya dengan pesanan-pesanan ekstra tersebut tanpa mengakibatkan adanya
tambahan biaya ekstra, maka perusahaan ini begitu memerlukan adanya persediaan
yang besar. Sebaliknya bila perusahaan tersebut tidak dapat segera menyesuaikan
skedul produksinya dengan pesanan ekstra, maka dirasakan perlu baginya untuk
mempertahankan persediaan barang jadi yang relatif besar dibandigkan
denganperusahaan lain yang dapa dengan mudah menyesuaikan skedul produksiya.
2. Sifat persaingan indusrti
Apabila suatu perusahaan termasuk dalam industri dimana penyerahan pesanan yang
dapat merupakan bentuk persaingan umumya, maka bagi jenis perusahaan ini perlu
mempertahankan adanya persediaan barang jadi yang relatif lebih besar. Dalam
hubungannya dengan salesnya dibandingkan dengan perusahaan lain dimana bentuk
persaingan utamanya terletak pada harga atau kualitas.
3. Hubungan antara biaya penyimpanan digudang (carrying cost) dengan biaya karena
kehabisan persediaan (stockout cost)
Biya karena kehabisan persediaan atau stockout cost mungkin dalam bentuknya biaya
ekstra pproduksi, kehilangan kesempatan mendapatkan keuntungan karena tidak dapat

9
memenuhi pesanan. Apabila inventory carrying costnya lebih kecil daripada stockout
costnya perusahaan dapat mempertahankan persediaan barang jadi yang lebih besar.
Jumlah investasi dalam persediaan minimal barang jadi lebih besar. Jumlah investasi
dalam persediaan minimal barang jadi yang sebaiknya ialah pada tingka dimana
tambahan carrying cost sama besarnya dengan tambahan stockout cost.
2.3 Hubungan Skedul Aliran Kas dengan Skedul Penerimaan Bahan Mentah dan
Pengiriman Barang Jadi
Bagaiman hubungan antar skedul aliran kas dengan kedatangan bahan mentah dan
pengiriman bahan jadi?
Apaila pembelian bahan mentah dilakukan dengan tunai maka saat masuknya bahan
mentah secara fisik kedalam perusahaan adalah bersamaan saat aliran kas keluar.
Demikian pula apabila penjualan barang jadi dilakukan dengan tunai maka saat
keluarnya barang jadi dari gudang adalah bersamaan dengan saat aliran kas masuk.
Tetapi apabila pembelian bahan mentah maupun penjualan barang jadi dilakukan
secara kredit maka saat masuk ke atau keluarnya barang secara fisik tidaklah bersamaan
dengan saat aliran kas keluar atau aliran kas masuk. Dalam hubungan ini financial
officer lebih berkepintingan pada saat terjadinya aliran uang keluar atau aliran uang
masuk daripada saat masuk atau keluarnya barang secara fisik. Dalam pembelian secara
kredit, saat aliran kas keluarnya (cash outflow) adalah lebih kemudian daripada saat
datangnya barang secara fisik. Estimasi aliran kas keluar yang terjadi kaena pembelian
bahan mentah secara kredit dapat disusun dalam skedul pembayaran utang atau
“schedule of future payments”.
Misalnya suatu perusahaan pada permulaan tahun mempunyai saldo utang karena
pembelian kredit pada bulan desember tahun sebelumya yang harus dibayar dalam
bulan januari sebesar Rp 5.000,00. Pembelian bahan mentah didasarkan pada syarat
pembayaran dalam waktu 30 hari setelah barang diterima. Direncanakan setiap
bulannya akan dibeli bahan mentah dengan kredit sebagai berikut : Januari Rp 4.000,00,
Februari Rp 6.000,00 , Maret Rp 8.000,00, April Rp 7.000,00, Mei Rp 8.000,00, Juni
Rp 3000,00.
Skedul dari aliran kas keluar dan penerimaan bahan mentah dari contoh tersebut di
atas dapat dilihat pada Tabel 2.1 dibawah ini.

10
Tabel 2.1.
Skedul Aliran Kas Keluar dan Penerimaan Bahan Mentah
Uraian Januari Februari Maret April Mei Juni
Bahan yang Rp 3.000,00
akan dibeli

Rp 4.000,00 Rp 6.000,00 Rp 8.000,00 Rp 7.000,00 Rp 8.000,00


Kas yang
dibutuhkan
untuk
membayar
utang
pembelian
bahan mentah Rp 5.000,00 Rp 4.000,00 Rp 6.000,00 Rp 8.000,00 Rp 7.000,00 Rp 8.000,00

Bagaimana hubungan antara “cash flows” dengan ppersediaan barang jadi?


Seperi halnya pada pembelian bahan mentah, perusahaan besar pada umumnya
menjual produk akhirnya dengan kredit, yang berarti pada saat penjualan adalah berbeda
pada saat penerimaan kas atau “cash inflow”. “cash inflow” yang terjadi karena
penjualan barang jadi dapat direncanakan dengan menyusun scedule of future receipt”
atau skedul penerimaan piuang.
Misalnya suatu perusahaan pada permulaan tahun mempunyai saldo piutang
karena penjualan barang jadi yang dijual pada bulan Desember tahun sebelumnya
sebesar Rp 10.000,00. Syarat pembayaran ditetapkan satu bulan setelah barang diterima.
Direncanakan penjualan kredit setiap bulannya sebagai berikut : Juanuari Rp 8.000,00,
Februari Rp 10.000,00, Maret Rp 12.000,00, April Rp 14.000,00, Mei Rp 15.000,00 dan
Juni Rp 14.000,00. Skedul dari aliran kas masuk dan penjualan dari barang jadi dari
contoh tersebut diatas dapat dilihat pada tabel 2.2.

11
Tabel 2.2
Skedul Aliran Kas Masuk dan Pengiriman Barang Jadi
Uraian Januari Februari Maret April Mei Juni
Barang yang Rp
akan dijual 14.000,00

Rp 8.000,00 Rp Rp Rp Rp
10.000,00 12.000,00 14.000,00 15.000,00
Kas yang
diharapkan
akan diterima
karena
penjualan Rp Rp Rp Rp Rp
barang jadi 10.000,00 Rp 8.000,00 10.000,00 12.000,00 14.000,00 15.000,00

2.4 Biaya Inventory, Economical Order Quantity dan Reorder-Point


2.4.1 Biaya Inventory
Biaya inventory sebagian merupakan biaya variable dan sebagian lainnya
merupakan biay atetap. Biaya inventory yang bersifat variable adalah biaya yang
berubah-ubah karena ada perubahan jumlah inventory yang ada di dalam gudang. Biaya
tersebut akan naik kalau kita meningkatkan jumlah persediaan yang disimpan. Adapun
jenis biaya ini antara lain dalam bentuknya biaya modal yang di tanamkan dalam
persediaan tersebut, biaya asuransi, biaya atau upah buruh yang mengurusi penerimaan
barang. Adapun biaya inventory yang bersifat tetap adalah elemen-elemen biaya
inventory yang relative tetap jumlah totalitasnya dalam jangka pendek dengan tidak
memandang adanya variasi yang normal dan jumlah persediaan yang disimpan,
misalnya depresiasi /penyusutan ruangan yang digunakan, biaya pemelihraan gudang,
pajak, pemanasan, buruh penjaga gudang. Dengan demikian maka biaya inventory
merupakan pencampuran dari biaya variable dan biaya tetap.
Untuk tujuan perencanaan-perencanaan penentuan besarnya inventory yang akan
dipertahankan oleh perusahaan kita hanya memperhatikan yang variable saja dari biaya-

12
biaya inventory tersebut yang secara langsung akan terpengaruh oleh perencanaan
tersebut.

2.4.2. Economical Order Quantity


Economical order quantity (EOQ) adalah jumlah kuantitas barang yang dapat
diperoleh dengan biaya yang minimal, atau sering dikatakan sebagai jumlah pembelian
yang optimal. Dalam menentukan besarnya jumlah pembelian yang optimal ini kita
hanya memperhatikan biaya variable dari penyediaan persediaan tersebut, baik biaya
variabel yang sifat perubahannya searah dengan perubahan jumlah persediaan yang
dibeli/disimpan maupun biaya variabel yang sifat perubahannya berlawanan dengan
perubahan jumlah inventory tersebut. Biaya variable dari inventory pada prinsipnya
dapat di golongkan dalam:
1. Biaya-biaya yang berubah-ubah sesuai dengan frekuensi pesanan, yang kini sering
dinamakan “procurement costs” atau “set-up costs”,
2. Biaya-biaya yang berubah-ubah sesuai dengan besarnya “average inventory” yang ini
sering disebut “storage” atau “carrying costs”.
“procurement” atau “set-up cost”
Procurement costs adalah biaya-biaya yang berubah-ubah sesuai dengan
“frekuensi pesanan”, yang ini terdiri dari:
1. Biaya selama proses persiapan.
a. Persiapan-persiapan yang diperlukan untuk pesanan.
b. Penentuan besarnya kuantitas yang akan dipesan.
2. Biaya pengiriman pesanan.
3. Biaya pengiriman barang yang dipesan.
a. Pembongkaran dan pemasukan ke gudang.
b. Pemeriksan material yang diterima.
c. Mempersiapkan laporan penerimaan.
d. Mencatat ke dalam “material record cards”.
4. Biaya-biaya processing pembayaran.
a. Auditing dan pembandingan antara laporan penerimaan dengan pesanan yang asli.
b. Persiapan pembuatan cheque untuk pembayaran.
c. Pengiriman cheque dan kemudian auditingnya.

13
“ set-up cost” akan makin besar apabila “ order quantity” makin kecil.
“storage” atau “ Carrying Cost”
Carrying cost adalah biaya yang berubah-ubah sesuai dengan besarnya
inventory. Penentuan besarnya carrying cost di dasarkan pada“ average inventory” , dan
biaya ini dinyatakan dalam presentase dari nilai dalam rupiah dari average inventory.
Biaya-biaya yang termasuk dalam carrying cost adalah:
1. Biaya penggunaan /sewa ruanagan gudang.
2. Biaya pemeliharaan material dan allowances untuk kemungkinan rusak.
3. Biaya untuk menghitung/ menimang barang yang dibeli.
4. Biaya asuransi
5. Biaya absolescence
6. Biaya modal
7. Pajak dari persediaan dalam gudang
“ Carrying cost” akan makin kecil apabila jumlah material yang dipesan makin kecil.
Cara untuk menentukan besarnya EOQ
Besarnya EOQ dapat ditentukan dengan berbagai cara, dan antara lain yang
banyak digunakan ialah dengan rumus sebagai berikut:

R = jumlah (misalnyadalam unit) yang dibutuhkan selama satu periode tertentu,


misalnya
1 tahun.
S = biaya pesanan setiap kali pesan.
P = harga pembelian perunit yang dibayar.
1 = biaya penyimpanan dan pemeliharaan di gudang di nyatakan dalam persentase
dari nilai
rata- rata dalam rupiah dari persediaan.
Dalam hal ini kita harus menyadari bahwa pembelian berdasarkan EOQ hanya
dibenarkan kalau syarat-syaratnya dipenuhi. Adapaun syarat utamanya adalah:
1. Harga barang pembelian bahan perunitnya konstan
2. Setiap saat kita membutuhkan bahan mentah selalu tersedia di pasar, dan jumlah
produksi yang menggunakan bahan mentah tersebut stabil yang ini berarti kebutuhan
bahan mentah tersebut relative stabil sepanjang tahun.

14
Contoh 2.4
Biaya pnyimpanan dan pemeliharaan di gudang ( carrying cost) adalah 40% dari
nilai average inventory. Biaya pesanan ( procurement cost) adalah Rp 15,00 setiap kali
pesanan. Jumlah material yang dibutuhkan selama setahun sebanyak 1200 unit dengan
harga Rp 1,00 per unitnya.

= 300 unit
Ini berarti bahwa cara pembelian yang paling ekonomis ialah pembelian barang
sebanyak 300 unit setiap kali pesanan, yang ini berate bahwa kebutuhan material
sebanya 1200 unit selama satu tahun akan dipenuhi dengan 4 kali pesanan a 300 unit.
Pada jumlah pesanan inilah tercapai pembelian yang minimal. Sebenarnya kebutuhan
material sebanyak 1200 unit itu dapat dipenuhi dengan sebagai cara, yaitu:
1. Satu kali pesanan sebanyak 1200 unit.
2. Dua kali pesanan sebanyak 600 unit setiap kali pesan
3. Tiga kali pesanan sebanyak 400 unit untuk setiap kali pesan
4. Empat kali pesanan sebanyak 300 unit setiap kali pesanan
5. Eanam kali pesanan sebanyak 200 unit setiap kali pesanan
6. Sepuluh kali pesanan sebanyak 120 unit setiap kali pesanan
7. Dua belas kali pesanan sebanyak 100 unit setiap kali pesanan
Berdasarkan EOQ, cara pembelian yang paling efisien ialah pembelian sebanyak 300
unit setip kali pesanan.
Untuk lebih jelasnya disertakan perhitungan economical order quantity dengan
table 2.3 padahal berikut ini.
Tabel 2.3
Perhitungan Economical Order Quantity

Hubungan antara biaya pesanan, biaya penyimpanan barang digudang dan


jumlah biaya selama suatu periode dapat digambarkan dengan grafik pada halaman
berikutnya.

Kitapun dapat menetapkan besarnya EOQ berdasarkan besarnya biaya penyimpanan per
unit, yaitu dengan menggunakan rumus :

15
Dimana C adalah besarnya biaya penyimpanan per unit.
Contoh :
Jumlah material yang dibutuhkan selama setahun = 1.600 unit
Biaya pesanan sebesar rp100,00 setiap kali pesanan
Biaya penyimpanan per unit = Rp0,50
Besarnya EOQ adalah :

2.4.2 Reorder Point


Untuk melengkapi uraian mengenai “safety stock” dan “economical order quantity”
perlulah diuraikan sedikit mengenai “reorder point”. Dimaksudkan dengan “reorder
point” ialah saat atau titik dimana harus diadakan pesanan lagi sedemikian rupa
sehingga kedatangan atau penerimaan material yang dipesan itu adalah tepat pada waktu
dimana persediaan diatas safety stock sama dengan nol. Dengan demikian diharapkan
datangnya material yang dipesan itu tidak akan melewati waktu sehingga akan
melanggar safety stock. Apabila pesanan dilakukan sudah melewati “reorder point”
tersebut, maka material yang dipesan akan diterima setelah perusahaan terpaksa
mangambil material dari safety stock.
Dalam penentuan/penetapan “reorder point” haruslah kita memperhatikanfaktor-faktor
sebagai berikut :
1. Penggunaan material selama tenggang waktu mendapatkan barang (procurement lead
time)
2. Besarnya “safety stock”
Dimaksudkan dengan pengertian “procurement lead time” adalah waktu dimana
meliputi saat dimulainya pelaksanaan usaha-usaha yang diperlukan untuk memesan
barang, sampai barang/material tersebut diterima dan ditempatkan dalam gudang
perusahaan.
Cara Menetapkan “Reorder Point”
Reorder point dapat ditetapkan dengan berbagai cara, antara lain dengan :
1. Menetapkan jimlah penggunaan selama “lead time” dan ditambah dengan presentase
tertentu. Misalnya ditetapkan bahwa safety stock sebesar 50% dari penggunaan selama

16
”lead time”, dan ditetapkan bahwa “lead time”-nya adalah 5 minggu, sedangkan
kebutuhan material setiap minggunya adalah 40 unit.
Reorder Point = (5 x 40) + 50% (5 x 40)
= 200 + 100
= 300 unit
2. Dengan menetapkan penggunaan selama “lead time” dan ditambah dengan
penggunaan selama periode tertentu sebagai saffety stock, misalkan kebutuhan selama 4
minggu.
Reorder Point = (5 x 40) + (4 x 40)
= 200 + 160
= 360 unit
Dari contoh yang terakhir ini dapatlah dikatakan bahwa “reorder point”-nya adalah pada
jumlah 360 unit, yang ini berarti bahwa pesanan harus dilakukan pada waktu jumlah
persediaan tinggal 360 menit. Apabila pesanan, baru dilakukan sesudah persediaan
tinggal 300 unit, maka ini berarti bahwa pada saat barang yang dipesan datang,
perusahaan terpaksa sudah mengambil material dari safety stock sebesar 60 unit. Pada
waktu barang yang dipesan datang persediaan dalam gudang tinggal 100 unit (yaitu 300
– 200), padahal safety stock telah ditetapkan sebesar 160 unit. Dengan demikian safety
stock disini sudah terlanggar. Apabila pesanan dilakukan pada waktu persediaan sebesar
360 unit, maka pada waktu barang yang dipesan datang, persediaan didalam gudang
masih 160 unit (yaitu 360 – 200), persis sama besarnya dengan besarnya safety stock,
yang ini berarti bahwa safety stock tidak terlanggar. Hubungan antara “reorder point”,
“safety stock” dan “economical order quantity” dari contoh tersebut diatas dapatlah
digambarkan sebagai berikut :

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Persediaan merupakan bagian utama dari modal kerja dan aktiva yang selalu
dalam keadaan berputar, dimana secara terus menerus mengalami perubahan.
Persediaan meliputi 3 macam yang utama yaitu : 1) bahan baku, (2) barang dalam
proses, dan (3) barang jadi. Metode pembelian yang ekonomis (Economic Order
Quantity) adalah jumlah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang
minimal.
Persediaan barang mentah minimal diperlukan untuk menjamin kontinuitas
produksi. Persediaan ini dikenal dengan persediaan besi. Persediaan barang jadi
minimal diperlukan untuk menjaga apabila ada pesanan ekstra yang melebihi volume
pesanan normal.
Biaya dapat digolongkan menjadi Biaya Penyimpanan (Biaya Gudang, Biaya
Asuransi, Pajak Kekayaan, Biaya Modal, Penyusutan dan keusangan), Biaya
Pemesanan (Biaya memesan atau biaya penyetelan mesin (setup cost), Biaya
pengiriman, Potongan harga karena jumlah pembelian besar), dan Biaya persediaan
(Kehilangan penjualan, kehilangan kepercayaan pelanggan, Gangguan jadwal produksi).
EOQ merupakan konsep yang paling penting dalam pengendalian persediaan bahan
mentah, barang dalam proses, dan barang jadi.

3.2 Saran
Bagi perusahaan penentuan investasi dalan persediaan sangatlah penting karena
sangat mempengaruhi laba yang akan diperolah perusahaan. Oleh kerena itu penentuan
investasi persediaan dilakukan sebaik mungkin.
Bagi mahasiswa mempelajari investasi persedian sangatlah bermanfaat karena
sangatlah penting jika nanti terjun dalam dunia usaha.

18
DAFTAR PUSTAKA

Riyanto, Bambang.Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan.2011.Yogyakarta


http://ari-suwandi.blogspot.co.id/2010/12/makalah-manajemen-
keuangan.html.(2017.03.03)

19

Anda mungkin juga menyukai