Anda di halaman 1dari 165

DattarIsi

Tan gal : 9.!" /0;- / oj


1'0. 11JIlk :o.2.'TrS'/ pft/C-E:r
101

No. ;,. Is: 1!'O f2./y P


.I}e11/Hadiah :

PRAKATA
DAFfAR ISI
DAFfARGAMBAR
DAFfAR TABEL

BAB 1 MOTIVASI 1
A. PENDAHULUAN 2
B. MOTIF SEBAGAI KESIMPULAN, PENJELASAN DAN PREDIKTOR 3
C. BEBERAPA TEORI TENTANG MOTIVASI 4
1. TEORI DRIYE 4
2. TEORI-TEORI INSENTIF 6
3. TEORI OPONEN PROSES 6
4. TEORI TINGKAT-OPTIMAL 8
D. MOTIYASI BIOLOGIS 9
1. PENCETUS MOTIF BIOLOGIS 9
2. MOTIYASILAPAR 10
A. MENGAKTIFKAN MOTIYASI LAPAR 10
B. PENGHENTIANMAKAN - KENYANG 11
C. OTAK DAN MOTIVASI LAPAR 11
3. MOTIYASI HAUS 13
4. MOTIYASI SEKSUAL 14
A. HORMON SEKS DAN PERANPENGORGANISASIANNYA 14
B. HORMON SEKS DAN PERAN PENGGIATANNYA 15
C. STIMULUS LUAR, BELAJAR, DAN PERILAKU SEKSUAL 16

- -
---

E. MOTIF-MOTIF SOSIAL 16
1. PENGUKURAN MOTIF-MOTIF SOSIAL 17
A. TES PROYEKTIF 17
B. KUESIONER KEPRIBADIAN 17
C. TES SITUASIONAL 17
F. MOTIVASI BERPRESTASI 18
1. SUMBER DARI MOTIF BERPRESTASI 18
2. MOTIVASI BERPRESTASI DAN PERILAKU 18
3. MOTIVASI BERPRESTASI DALAM MASYARAKAT 21
G. MOTIVASI BERKUASA 21
1. MOTIVASI BERKUASA DAN PERILAKU 22
2. MACHIAVELLIANISME 23
H. MOTIVASI AGRESI 23
1. INSTRUMENTAL DAN AGRESI BERMUSUHAN 24
2. AGRESI SEBAGAI SUATU INSTING MANUSIA 24
3. SEBAB-SEBAB LINGKUNGAN DAN SOSIAL DARI
AGRESI MANUSIA 24
4. BELAJAR DAN AGRESI MANUSIA 26
5. MENGONTROL AGRESI MANUSIA 27
6. STIMULUS DAN KEBUTUHAN EKSPLORATORI 30
7. PENGARUH MOTIVASI 31
I. MOTIVASI AKTUALISASI DlRI 32
J. FRUSTRASI DAN KONFLIK DARI MOTIF 33
1. SUMBER-SUMBER FRUSTRASI 34
2. FRUSTRASI LINGKUNGAN 34
3. FRUSTRASI PRIBADI 35
4. FRUSTRASI YANG MENGHASILKAN KONFLIK 35
5. JENIS-JENIS KONFLIK 35
A. APPROACH-APPROACH CONFLICT 35
B. A VOIDANCE-AVOIDANCE CONFLICT 36
c. APPROACH-AVOIDANCE CONFLICT 37
D. KONFLIK APPROACH-AVOIDANCE GANDA 37
LATIHAN SOAL 38

BAB 2 EMOSI DAN STRESS


A. PENDAHULUAN
-
39
39
B. EKSPRESI DAN PERSEPSI TENTANG EMOSI 40
C. FISIOLOGI DARI EMOSI 41
D. BEBERAPA TEORI TENTANG EMOSI 46
1. EMOSI DAN KEADAAN TUBUH 46
A. TEORI JAMES-LANGE 46
B. TEORI CANNON-BARD 46
C. TEORI SCHACHTER-SIEGER (INTERPRETASI TENTANG
PEMBANGKITAN TUBUH) 47
2. TEORI PENILAIAN-KOGNITIF TENTANG EMOSI 48
3. TEORI TENTANG HUBUNGAN DIANTARA EMOSI 49
4. TEORI TENTANG EMOSI DAN MOTIVASI 50
LATIHAN SOAL 50

BAB 3 INTERAKSI SOSIAL 52


A. PENGERTIAN INTERAKSI SOSIAL 52
B. BEBERAPA ASPEK DAN SYARAT INTERAKSI SOSIAL 55
C. PERSEPSI SOSIAL 55
1. PEMBENTUKAN KESAN: 56
EVALUASI SEBAGAI KESAN PERTAMA 56
KESAN MENYELURUH 56
PRASANGKA POSITIF 58
2. ATRIBUSI: 58
DIMENSI SEBAB-AKIBAT 59
KAPAN ATRIBUT SEBAB-AKIBAT TERJADI? 60

D. PENGARUH SOSIAL (SOCIAL FACILITATION) 6!


PERILAKU MENOLONG 61
PRASANGKA DAN STEREOTIPE 62

-- -
---
- - -- -

BAB 8 ABNORMALIT AS 124


A. PENGERTIANABNORMALITAS ATAU GANGGUAN PERILAKU 125
PENYIMPANGAN DARI NORMA STATISTIK 125
PENYIMPANGAN DARI NORMA SOSIAL 125
PERILAKU MALADAPTIF 125
KESUSAHAN PRIBADI 126
NEUROSIS DAN PSIKOSIS 126
B. KLASIFIKASI GANGGUAN 126
C. GANGGUAN KECEMASAN 128
1. GANGGUAN KECEMASAN MENYELURUH DAN
GANGGUAN PANIK 128
2. PHOBIA 128
3. GANGGUAN OBSESIF-KOMPULASIF 129
D. GANGGUAN AFEKTIF 130
1. DEPRESI 130
2. EPISODE MANIK 131
3. GANGGUAN MANIK-DEPRESIF 131
E. GANGGUAN SKIZOFRENIA 131
1. PENGERTIAN 132
2. CIRI-CIRI SKIZOFRENIA 132
3. TIPOLOGI SKIZOFRENIA 135
F. GANGGUAN KEPRlBADlAN 135
NARSISTIS 136
KEPRIBADIAN TERGANTUNG 136
KEPRIBADIAN ANTISOSIAL 136
G. GANGGUAN PENYALAHGUNAAN OBAT DAN ALKOHOLISME 137
1. PENYALAHGUNAAN OBAT 137

2. PENGGOLONGAN OBAT BIUS 137

3. ALKOHOLISME 139
4. TAHAPAN DALAM ALKOLOISME 139
LATIHAN SOAL 140
BAB 9 BEBERAP A BENTUK TERAPI ABNORMALIT AS 141
A. KESEHATAN MENTAL DAN SEJARAHNYA 141
B. TERAPI-TERAPI MEDIS 143
1. PENGGUNAAN OBAT-OBATAN 143
2. ELECTROCONVULSIVE THERAPY (ECT) 143
3. BEDAH SYARAF (PSYCHOSURGERY) 144

I C. PSIKOTERAPI 144
/ D. PSIKOANALISIS 145
E. TERAPIEKSISTENSIAUHUMANISTIK 148
CLIENT-CENTERED
THERAPY 148
F. TERAPIPERILAKUAN 149

:
DESENSITISASISISTEMATIS 150

I PELATIHAN ASERTIF
LATIHAN SOAL
151
152

DAFTARPUSTAKA 153
Bab 1Motivasi

Pada bab ini akan dibahas mengenai:


A. Pendahuluan
B. Motif Sebagai Kesimpulan, Penjelasan dan Prediktor
C. Beberapa Teori Tentang Motivasi
1. Teori Drive
2. Teori-Teori Insentif
3. Teori Oponen Proses
4. Teori Tingkat-Optimal
D. Motivasi Biologis
1. Pencetus Motif Biologis
2. Motivasi Lapar
a. Mengaktifkan Motivasi Lapar
b. Penghentian Makan - Kenyang
c. Otak dan Motivasi Lapar
3. Motivasi Haus
4. Motivasi Seksual
a. Hormon Seks dan Peran Pengorganisasiannya
b. Hormon Seks dan Peran Penggiatannya
c. Stimulus Luar, Belajar, dan Perilaku Seksual
E. Motif-Motif Sosial
1. Pengukuran Motif-motif Sosial
a. Test Proyektif
b. Kuesioner Kepribadian
c. Test Situasional
F. Motivasi Berprestasi
1. Sumber Dari Motif Berprestasi
2. Motivasi Berprestasi dan Perilaku
3. Motivasi Berprestasi Dalam Masyarakat
G. Motivasi Berkuasa
1. Motivasi Berkuasa dan Perilaku
2. Machiavellianisme
H. Motivasi Agresi
1. Instrumental dan Agresi Bermusuhan
2. Agresi Sebagai Suatu Insting Manusia
3. Sebab-Sebab Lingkungan dan Sosial Dari Agresi Manusia
4. Belajar dan Agresi Manusia
5. Mengontro1Agresi Manusia
6. Stimulus dan Kebutuhan Eksp1oratori
7. Pengaruh Motivasi
I. Motivasi Aktualisasi Diri
J. Frustrasi dan Konflik dari Motif
1. Sumber-Sumber Frustrasi
2. Frustrasi Lingkungan
3. Frustrasi Pribadi
4. Frustrasi Yang Menghasilkan Konflik
5. Jenis-Jenis Konflik
a. Approach-Approach Conflict
b. Avoidance-Avoidance Konflik
c. Approach-Avoidance Conflict
d. Konflik Approach-Avoidance Ganda

A. PENDAHULUAN
Bayangkan seorang mahasiswa menyusuri jalan dan mengamati semua pemandangan
dan suara. Dia tidak dapat memberikan perhatian pada semua stimuli itu, karena itu dia hanya
merespon pada satu stimulus tertentu. Stimulus yang tidak biasa mungkin menimbulkan rasa
ingin tahunya - dia berhenti untuk melihat bangunan yang sedang dibongkar. Rasa ingin tahu
mungkin bukan hanya motif; jika dia pemah mengalami hari yang penuh kesulitan, dia
mungkin akan tinggal untuk menikmati peristiwa kehancuran itu. Dia puny a masa lalu yang
sarna tentang kehancuran terhadap profesomya, pacamya, atau masyarakat pada umumnya.
Akhimya, ketika dia melanjutkan perjalanannya, dia mungkin memperhatikan suatu
restoran dan menyadari bahwa dia lapar. Dia mungkin memikirkan kenyataan ini bahwa dia
telah melewati restoran ini berkali-kali sebelumnya dan tidak pemah menyadari bahwa ada
restoran disana - dia tidak lapar pada saat itu. Ketika dia memesan makanan dia merasakan
dirinya ada dorongan untuk mencoba menggoda pelayan. Dia menikmati hal itu, tapi pelayan
itu lelah dan sedang sakit kepala, sehingga pelayan itu menganggap dirinya membosankan.
Sehingga meski pelayan itu ingin mendapat "tip", dia berpura-pura tak acuh.
Kemudian ketika mahasiswa itu belajardikamamya dia berkonsentrasi pada pelajarannya.
Ketika dia mulai lelah, dia mendorong dirinya dengan berfikir tentang kemampuan yang dia
butuhkan untuk dapat masuk ke sekolah profesional. Dia mungkin berhenti sebentar untuk
berfikir tentang keluarganya dan berharap seandainya mereka menghargai betapa berat dia
telah bekerja untuk bisa sukses seperti yang mereka inginkan. Pada saat tidur, dia mungkin

2
.
punya suatu mimpi yang membingungkan - melihat dengan curiga seperti ayahnya -
menggoyangkan kepalanya dengan sedih ketika mendapatkan kembali kertas ujiannya,
pelayan restoran itu mengerling padanya, dan dia mengoperasikan suatu derek bangunan.
Dalam contoh ini, kita dapat melihat kerja motif-motif rasa ingin tahu, agresi, lapar, seks,
fatique (keletihan/kelelahan), sakit, prestasi, dan afeksi terhadap penerimaan, pikiran,
tindakan, bicara, belajar, dan bermimpi. Motif-motif ini berubah-ubah dan mengatur dirinya
sendiri dalam berbagai pola pada waktu yang berbeda. Beberapa dari motif pribadi selalu
bekerja, dan ... perilaku banyak dikontrol oleh mereka (diadaptasi dari Murray dalam
Morgan, 1986).
Seoranggadis inginmenjadidokter.Seoranglaki-lakiberusahauntuk memilikikekuasaan
politik. Seseorang mau mengalamipenderitaan yang panjanguntuk mendapatkan kebebasan.
Orang lain sangat rakus lapar dan hanya berfikir tentang makanan. Seorang anak yang
kesepian, maka dia berharap punya ternan. Seorang pria baru saja membunuh dan polisi
mengatakan bahwa motif pembunuhan itu adalah balas dendam. Seorang wanita bekerja
keras untuk mencapai rasa sukses dan kaya. Hal-hal tersebut adalah beberapa motif yang
memegang peran dalam perilaku manusia. Motif meliputi keseluruhan, mulai dari keinginan
mendasar, seperti lapar dan seks, ke hal yang rumit, yaitu motif-motifjangka panjang, seperti
ambisi politik, keinginan untuk melayani sesama, atau suatu kebutuhan untuk menguasai
lingkungan.
Contoh-contoh ini menunjukkan pada kita bahwa perilaku itu didorong dan diarahkan
ke tujuan. MereJgUngilmp.nunju~an pada kita ~hwa perilaku yang ingin mencapai tujuan
cenderung untuk menetap. Suatu isf menun'uk kekekuatan yang mendorong dan
--
mengarahkan keberhasilan perilaku yang.t~tap ke arah tujuan tertentu lse ut motivasi".

B. MOTIFSEBAGAI KESIMPULAN,PENJELASAN,DAN PREDIKTOR


Satu ciri penting dari motif adalah bahwa kita tidak emah men .f ini secara
lan~ Kita menyimpulkan keberadaan merek<fdari apa yang dikatakan orang tentang
cara mereka merasakan dan dari pengamatan bahwa orang dan binatang bekerja ke tujuan
tertentu. D~ngan katalai!h.mQriLdisimpulkan dad perilaku (segala sesuatu yang dikatakan
dan dilakukan). Contohnya, kita mungkin mengam(!t!bahwa seorang mahasiswa bekerja
keras membuat~~as, gag sinLkltliffiimiki~dapat menyimpulk:ansu~tu motif ~ntuk
~r~ - untuk menguasai tantangan, apapun tantangan itu. Tetapi tentu saja, jika kita
ingin mendapatkan alasan yangjelas tentang kesimpulan kita itu apakah motifberprestasi itu
benar, kita harus mengobservasi mahasiswa tersebut untuk mengetahui kemungkinan adanya
motif lain.
Jika kesimpulan tentang motif itu benar, kita memiliki satu alat yang powerful untuk
menerangkan perilaku. Kenyataannya, hampir semua eksplanasi kita tentang perilaku setiap
hari diambil dari masalah motif. Mengapa anda berada di perguruan tinggi? Jawabannya
selalu diberikan dalam kaitannya dengan motivasi anda. Anda disana karena anda ingin
(want) belajar, karena anda merasa bahwa anda butuh (need) suatu gelar sarjana untuk
mendapat pekerjaan yang baik, karena itu tempat yang baik untuk mendapat ternan dan

--
"menghubungkan" dengan keinginan (desire), atau mungkin karena belajar di perguruan
tinggi lebih menyenangkan daripada bekerja untuk hidup. Anda di perguruan tinggi mungkin
karena anda berfikir itu yang anda harapkan dan salah satu tujuan anda adalah untuk
menyesuaikan dengan harapan anda. Atau mungkin anda di perusahaan karena anda ingin
menghindari konsekuensi yang tidak menyenangkan yaitu tekanan sosial dari orang tua anda
atau orang lain. Kebanyakan keberadaan anda di perguruan tinggi dalam rangka merespon
kombinasi beberapa kebutuhan itu. Seseorang yang mengerti motif anda akan memahami
mengapa anda melakukan hal-hal itu. Hal inilah mengapa psikologi klinis dan kepribadian
yang mempelajari perilaku individu menempatkan banyak sekali penekanan dalam hal
motivasi. Kenyataannya, banyak teori kepribadian adalah teori-teori tentang motif seseorang
(lihat bab mengenai Kepribadian).
Motif jug~membantu kita membuatprediksi tentangperilaku. Jika kita menyimpulkan
motiTdaricontoh perilaku seseorang, danjikakesimpulan kita iiUbenar, kita ada dalam posisi
yang bagus untuk membuat prediksi tentang apa yang akan dilakukan orang dimasa yang
akan datang. Seseorang yang memiliki dorongan yang kuat untuk menyakiti orang 19in.akan
menunjukkan Keke:jamandalam banyaksituasiyap&berbeda;seseorang yang yang cenderung
memiliki !]1Otifbertemanakan mencari ternan itu dalam bll~yak situasi. Jadi, ketika motif
tidal( memberitahu kita apa yang sebenamya terjadi, mereka memberi kita suatu gagasan/ide
tentang serangkaian hal-hal yang ingin dilakukan seseorang. Seseorang dengan suatu
kebutuhan untuk berprestasi akan bekerja keras di sekolah, di bisnis, dalam permainan, dan
dalam banyak situasi. Jika psikolog atau orang lain tahu bahwa Parto mempunyai kebutuhan
berprestasi yang tinggi, maka rnereka dapat membuat prediksi akurat yang masuk akal
tentang bagaimana kebutuhanuntuk berpre~tasiitu akan diekspresikan dalam perilaku Parto:
"Lihat saja, Parto akan berusaha keras untuk mengalahkan Yuli pacamya dalam bermain
badminton". Motif adalah keadaan umum yang membuat kita dapat memprediksi perilaku
dalam banyak situasi yang berbeda.

C. BEBERAPA TEOR/ TENTANG MOT/VAS/


Barangkali salah satu cara untuk memahami konsep motivasi adalah melihat beberapa
teori yang mewakili. Teori motivasi berupaya untuk memberi serangkaian prinsip-prinsip
untuk memberi petunjuk pemahaman kita tentang dorongan, keinginan, kebutuhan, usaha,
dan tujuan yang datang dari motivasi.
Berikut ini akan disajikan beberapa teori mengenai motivasi, yaitu teori drive, teori-teori
insentif, teori oponen proses, dan teori tingkat-optimal.
1. Teori Drive
Teori "drive" bisa diuraikan sebagai "teori-teori dorongan tentang motivasi": perilaku
didorong kearah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri seseorang atau
binatang. Contohnya, Freud (1940/1949) mendasarkan ide-idenya tentang kepribadian pada
bawaan, atau dalam kelahiran, dorongan seksual dan agresif, atau drive (Teori ini akan
diterangkan secara lebih detail dalam bab Kepribadian). Secara umum, teori-teori drive

4
mengatakan hal berikut: ketika suatu keadaan dorongan internal muncul, individu didorong
untuk mengaturnya dalam perilaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi
intensitas keadaan yang mendorong. Pada manusia dapat mencapai tujuan yang memadai
yang mengurangi keadaan dorongan apabila dapat menyenangkan dan memuaskan.
Jadi motivasi dapat dikatakan terdiri dari
(I) suatu keadaan yang mendorong,
(2) perilaku yang mengarah ke tujuan yang diilhami oleh keadaan terdorong,
(3) pencapaian tujuan yang memadai, dan
(4) pengurangan keadaan terdorong dan kepuasaan subjektif dan kelegaan ketika tujuan
sudah tercapai.

Setelah keadaan itu, keadaan terdorong akan muncullagi untuk mendorong perilaku
kearah tujuan yang sesuai. Pengulangan kejadian yang baru saja diuraikan seringkali disebut
lingkaran motivasi (lihat gambar 1.1.)
Teori-teori drive berbeda dalam sumber dari keadaan terdorong yang memaksa manusia
atau binatang bertindak. Beberapa teori, termasuk teori Freud, dipahami oleh keadaan
terdorong sejak belum lahir, atau instingtif. Tentang perilaku binatang, khususnya ahli
ethologi telahmengusulkansuatupenjelasanmekanismedorongansejakkelahiran (Tinbergen,
Lorenz & Leyhausen dalam Morgan, dkk. 1986). Teori-teori drive yang lain telah
mengembangkan peran belajar dalam keaslian keadaan terdorong. Contohnya, dorongan
yang dipelajari (learned drives), seperti yang mereka sebut, keaslian dalam latihan seseorang
atau binatang atau pengalaman masa lalu dan yang berbeda dari satu individu ke individu
yang lain. Karena penggunaan minuman keras sebelumnya, ketagihan heroin, contohnya,
mengembangkan suatu dorongan untuk mendapatkan hal tersebut, dan karena itu mendorong

I. Driving state (set in


motion by bodily
needs or environmental
stimuli)

Gambar 1.1. Lingkaran Motivasional

Sumber: Morgan, dkk. (1986)

5
dalam arah itu. Dan dalam realisasi motif sosial, orang telah belajar dorongan untuk
kekuasaan, agresi, atau prestasi. Keadaan terdorong yang dipelajari itu menjadi ciri abadi dari
orang tertentu dan mendorong orang itu kearah tujuan yang memadai, orang lain mungkin
belajar motif sosial yang lain dan didorong kearah tujuan yang berbeda.
2. Teori- Teori Insentif
Teori drive tentang motivasi mungkin paling baik dite- rapkan untuk beberapa motif
biologis, seperti lapar, haus, seks. Tetapi disini, mereka menemui masalah. Contohnya,
misalnya kita membandingkan motivasi, perilaku yang mengarah ke tujuan dari dua
kelompok tikus yang mempunyai tingkat kelaparanyang sarna,tikus-tikus dari duakelompok
itu telah dilaparkan selama I hari. Satu kelompok diberi suatu makanan yang berselera
(misalnya, kue coklat batangan), sedangkankelompok lain diberi makanan tikus kaleng yang
sudah kedaluwarsa. Seperti yang anda harapkan, kelompok yang diberi kue coklat batangan
mungkin yang akan makan jauh lebih banyak daripada kelompok yang makan makanan
laborat.1s!{t~esl!~tutentan$ tujuan itu sendiri yanlJmemotivasi perilaku. Mungkin ini lebih
jelas dalam motif perilaku seksual; tikus (manusia juga) dltiinbulkan dan dimotivasi oleh
persepsi yang memadai tentang objek tujuan seksual. Jadi ciri stimulus dari tujuan kadang
dapat memicu suatu perilaku motivasi. Ini adalah ide dasar dibelakang teori incentive
motivation (Bolles Pfaffmann dalam Morgan, dkk. 1986).
Jadi, kebalikan dengan dorongan dari teori drive, teori insentif adalah "teori-teori
dorongan" tentang motivasi; karena ciri-ciri tertentu yang mereka miliki, objek tujuan
mendorong perilaku kearah tujuan tersebut. Objek-objek tujuan yang memotivasi perilaku
dikenal sebagai insentif. Satu b~wn pen.ting..gari. banyak teori ins~!11if-adalatrbahwa
individu-individu menghar~ kesenangan dari pencapaiandari apa yang JI1esekasebut
insentifpositip dan dari pen~indarandari apa.yangdisebut insentifnegatif. Dalam dunia
ker]a,-motivasi nampaknya lebih merupakan masalah insentif yang diharapkan - gaji,
bonus, vakansi, dan sejenisnya - daripada dorongan dan pengurangan dorongan itu.
----
3. Teori OponenProses
Pandangan hedonistik tentangperilakumengatakanbabwakitadimotivasi untukmencari
-- "

tujuan yang memberi kita perasaan emosi yang enak dan menghindari tujuan yang
menghasilkan ketTaakenakan. Teori proses oponen (opponent process = proses pelawan)
mengambil suatu pandangan hedonistik tentang motivasi. Tetapi ini adalah hanya suatu
permulaan karena teori itu mempunyai beberapa hal yang menarik untuk dikatakan tentang
apa yang menyenangkan dan apa yang tidak menyenangkan (Solomon & Corbit; Solomon
dalam Morgan, dkk. 1986). Karena apa yang dikatakan dalam teorinya berkisar tentang apa
yang menyenangkan dan apa yang tidak menyenangkan itu, teori ini mungkin juga
diklasifikasikan sebagai suatu teori tentang emosi (lihat bab tentang Emosi dan Stres).
Dasar dari teori ini adalah pengamatan bahwa banyak keadaan emosi-motivasi diikuti
oleh keadaan yang bertentangan atau berlawanan. Seperti dalam contoh berikut, perasaan
senang dan bahagia diikuti oleh perasaan khawatir dan takut.

6
Seorang wanita pekerja menemukan satu bongkahan yang menonjol dalam payudaranya.
Di tempat duduknya tiba-tiba ia menangis, atau dia melorot kelantai dan menangis.
Setelah beberapajam, pelan-pelan dia mendapatkan kembali ketenangannya, berhenti
menangis, dan mulai bekerja. Pada situasi ini, dia masih tertekan dan terganggu, tetapi
tidak lagi mengerikan dan kacau pikirannya. Dia memunculkan gejala-gejala yang
biasanya berkaitan dengan kecemasan yang dalam. Dalam keadaan ini, dia memutuskan
untuk menemui dokter. Beberapa jam kemudian dia masih di kantor, masih tertekan,
masih ketakutan; dia benar-benar seorang wan ita yang tidak bahagia. Dokter kemudian
membuat pengujian. Dia kemudian memberitahukan bahwa tidak ada kemungkinan
untuk kanker, sehingga tidak ada yang perlu ditakutkan, masalah dia hanyalah
pembengkakan kelenjar yang tidak perlu dikawatirkan.
Beberapa menit kemudian, wan ita itu meninggalkan kantor dokter, tertawa, menyapa
orang-orang yang ditemui, dan berjalan dengan irama yang tidak biasa. Dia dalam
keadaan suana hati yang euphoria meresapi kegiatannya sebagaimana dia mulai lagi
dengan tugas-tugas normalnya. Dia memancarkan kebahagiaan yang tidak dalam
karakternya. Tetapi, beberapa jam kemudian, dia bekerja dalam keadaan normalnya
dia. Ekspresi emosinya kembali normal. Dia kembali ke kepribadian yang dengan
mudah dikenali teman-temannya. Euphoria itu sudah pergi, dan tidak ada petunjuk
tentang pengalaman yang menakutkan dari hari itu (Solomon & Corbit dalam Morgan,
dkk. J986).

Proses ini dapat mengarah ke cara lain. Contohnya, seseorang yang menggunakan heroin
untuk pertamakalinya mungkin akan merasaka suatu perasaan menyenangkan yang intens,
diikuti oleh berkurangnya intensi menyenangkan, perasaan senang, dan kemudian oleh
perasaan ingin lagi (kecanduan) dan ketidaksenangan sebelum keadaan emosi motivasi
kembali ke normal atau baseline.

(a) +100
First few stimulations (b)
+100 After many stimulations

Peak of ~daPtion Steady level of Peak of


A
A'
Steady level of A'
Neutral _ _ _ _ ..J_ _ ____.. Neutral 0 - - -, -....--_.
Baseline
Ba~eline I"
\"
' Decay
ofB I "
Peak of B I "
"
Peakof B

Off On Off Off On Off


+100 +100
Time Time

Gambar 1.2. Proses-proses Oponen dalam Motivasi

Sumber: Morgan, dkk. (1986)

7
Gambar 1.2. a. menunjukkan jalan umum dari suatu keadaan emosi, dimulai dari
keadaan normal (baseline). Titik puncak dari keadaan emosional-motivasional (disebut
keadaan A) terjadi segera setelah situasi provokasi-emosi ditemukan. Catat bahwa keadaan
A dapat suatu keadaan emosi yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Kemudian,
dengan stimulus yang provokasi-emosi beradaptasi dan menurun ke keadaan tenang.
Ketika situasi provokasi-emosi berakhir, suatu reaksi sesudah terjadi dimana keadaan
emosional-motivasional adalah kebalikan dari keadaan A. Keadaan B (keadaan opponent)
perlahan-Iahan menurun sampai baseline kembali diraih. Jadi, urutan dari perubahan
emosional-motivasional akan seperti ini :

baseline - puncak keadaan A - penurunan keadaan A ke keadaan tetap/biasa/steady -


keadaan B - penurunan ke keadaan B ke baseline.

Sekarang, mungkin bahwa situasi emosional-provokasi yang sarna telah terjadi beberapa
kali (gambar L2.b.). Barangkali pengguna heroin dalam contoh terdahulu menemukan
meningkatnya kenikmatan dan dimotivasi (mungkin oleh harapan insentif-motivasi tentang
kesenangan) untuk mengulang pengalaman itu berkali-kali. Atau mungkin seorang penerjun
payung, setelah terjun pertama kali, dibujuk (mungkin oleh tekanan sosial) untuk terus ikut
terjun payung. Dengan penggunaan yang berulangkali, toleransi minum berkembang,
pengguna heroin akan mengalami kesenangan yang berkurang (keadaan A yang kurang),
sementara intensitas ketidaknimatan setelah respon (keadaan B) meningkat. Pertamakali,
pengguna heroin dimotivasi oleh harapan kesenangan yang meningkat, setelah menjadi
pengguna tetap, dia sekarang dimotivasi untuk menggunakan heroin supaya mengurangi
perasaan tidak enak dalam keadaan bebas obat. Dengan kata lain, pengguna tersangkut dan
dimotivasi untuk menggunakan obat. Setelah terjun berkali-kali, pengalaman penerjun
payung kurang merasa diteror (kurang dalam keadaan A) tetapi lebih ke keadaan emosi
motivasional yang sebaliknya dari gembira (keadaan B) setelah terjun. Sekarang, setelah
terjun di ketinggian yang lebih, proses seperti ini mungkin disebut perilaku mencari sensasi.
Teori ini memberi kita suatu cara berfikir tentang dasar dari beberapa motif yang
dipelajari. Pecandu heroin memerlukan suatu kebutuhan obat untuk tetap mempertahankan
keadaan yang tidak menyenangkan bila berhenti, beberapa orang memerlukan suatu kebutuhan
untuk sensasi supaya mendapatkan pengalaman setelah bahaya lewat.

4. Teori Tingkat-Optimal
Pada umumnya terdapat teori hedonistik yang mengatakan bahwa ada suatu optimal
tertentu, atau paling baik, tingkat dorongan yang menyenangkan (contohnya, Fiske & Maddi,
1961; Berlyne, 1971). Teori tingkat optimal mungkin disebut "just-right theory" (teori yang
baik-baik saja). lndividu dimotivasi untuk berperilaku dalam suatu cara untuk menca2-aitingkat
dorongan (arousal) yang optimal. Contohnya, jika dorongan itu terlalu rendah, seeorang akan
mencari situasi atau stimulus yang menaikkan dorongan itu; jika dorongan terlalu tinggi,
perilaku akan diarahkan ke arah penurunan dorongan. Bayangkan diri Anda sendiri dalam
situasi sibuk di kantor, terlalu banyak kejadian, dan Anda merasa didorong terlalu banyak.

8
Maka Anda akan menemukan diri Anda meletakkan gagang telpon di meja supaya mengurangi
beban. Dalam hal ini, Anda berperilaku ke arah tingkat arousal yang optimal.
(
D. MOTIVASI BIOLOGIS
Motivasi biologis secara luas adalah berakar dari fisiologis dari tubuh. Ada begitu
banyak motif, termasuk lapar, haus, suatu keinginan untuk seks, regulasi/peraturan suhu,
tidur, menghindari sakit,-cran Kebutunan akan oksigen. Bab ini akan memfokuskan pada
motivasi lapar, haus, dan keinginan tintiik seks, dimana sebelumnya akan dibahas terlebih
dahulu pencetus motif biologis.

1. Pencetus Motif Biologis


Banyak motif biologis adalah dicetuskan,§~bagial) d1!taqg dflri kondisi keseimbangan
fisiologis dari tubuh. Tubuh cenderung mempertahankan suatu keadaari-ekuilibriumlseimbang
yang disebut homeostatis dalam banyak sekali proses internal dari tubuh. Keseimbangan itu
penting bagi tubuh. Temperatur tubuh tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah, aliran
darah tidak boleh terlalu bersifat alkali atau terlalu asam, selalu harus cukup air dalam
jaringan tubuh, dan sebagainya.
Para ahli fisiologis telah menemukan banyak mekanisme otomatis yang mempertahankan
kondisi balance (seimbang) ini. Memperhatikan kontrol fisiologis otomatis terhadap temperatur
tubuh pada titik 98,6"F (37" C). Temperatur biasanya tetap di sekitar titik itu karena mekanisme
otomatis yang mengijinkan tubuh untuk panas atau dingin dengan sendirinya. Jika temperatur
tubuh terlalu tinggi, keringat dan penurunan yang dihasilkan oleh penguapan temperatur yang
lebih rendah. Jika temperatur tubuh terlalu rendah, getaran orang itu, menyebabkan tubuh
membakar minyak lebih cepat dan untuk membangkitkan panas yang lebih.
M~kanisme fisiologis otomatis yang mempertahankan keseimbangan ditamb.ahi oleh
perilaku yang dim()tivasi. Contohnya, menurunnya temperatur mengatahkan.ke perilaku
yang dimotivasi - misalnya, memakai sweater, menyalakan pemanas udara, menutup pintu,
dan !'>ebagainya.Ketika tubuh kekurangan zat-zat tertentu, misalnya ma~d;n air, proses
fisiologis yang otomatis bekerja untuk mengawetkan substansi-substansi yang kurang itu,
tetapi cepat atau lambat air dan makanan harus diperoleh dari luar. Disini kehilangan
keseimbangan menciptakan keadaan terdorong (drive state) yang mendorong seseorang atau
binatang mencari makanan dan air. Jadi keadaan motifbiologis ditimbulkan, secara luas, oleh
hilangnya keseimbangan, dan perilaku yang dimotivasi didorong oleh homeostatis yang
tidak seimbang membantu memulihkan kondisi seimbang.
_Hormon-hormon tertentu, atau "chemical messenger" (kurir kimia) beredar dalam darah
jpga penting dalam memunculkan beo-erapakeadaan tuoun iang dimotiv~i.C;ntohnya,
moti\T~seksual pada binatang tmgkaf rerrdTIh'berkaitan erat denganljp~k_a!..an hormon.
Tetapl. -pada manuS-ia, peOCetus-palmg-penung dari doroJlgan se.ks.ual a9<!laJLgLmulus
sensoris (stimulus _pancaindra) daripada tiIl1!:kata~hQ!JIlDlh
Stimulus sensoris atau insentif, juga 'memainkan suatu peran dalam munculnya keadaan
biologis yang dimotivasi, bau ikan yang lezat dapat menimbulkan rasa lapar pada seseorang

-- -- --
yangsecarabiologisbelumlapar,sangatkeluarjauhdarikeadaanseimbang.Mungkincontoh
terbaik dari keadaan terdorong oleh stimulasi indra adalah rasa sakit. Rasa sakit bertindak
sebagai motif dan dimunculkan hampir selurohnya oleh stimulasi pengindraan.
2. Motivasi Lapar
Tentu saja kita hams makan supaya hidup. Proses biologis yang menopang hidup
memperoleh energi mereka dan substansi kimia dari makanan. Jadi, dapat dimengerti, bahwa
lapar adalah motif dasar primer yang diperlukan untuk hidup. (Hal yang sarna juga terjadi
pada dorongan biologis lain, seperti haus dan regulasi temperatur). Apa yang mengaktifkan
rasa lapar? Bagaimana mengatur makanan yang masuk? Jawaban untuk pertanyaan ini tidak
mudah, karena dorongan lapar dan makan dipengarohi oleh banyak faktor.
Berikut akan dibahas mengaktifkan lapar, penghentian makan - kenyang, serta otak dan
motivasi lapar.
a. Mengaktitkan Motivasi Lapar
Eksperimen yang dilakukan di awal abad ini mengarah ke kesimpulan bahwa sumber
motiyasi lapar adalah kontrak otot perot. Ketika perot kosong, kontraksi terjadi, dan diindera;
kontraksi yang diindera dikatakan menjadi signal untuk perasaan lapar. Tetapi riset terbaro
telah menunjukkan bahwa orang mencatat perasaan normal terhadap lapar, meski ketika,
secara medis, syaraf dari perot telah dipotong atau perot benar-benar telah dipindah. Karena
itu kita haros melihat hallain dari kondisi tubuh yang memunculkan motivasi lapar dan
motivasi untuk makan.
Kebanyakan peneliti dari motivasi lapar sekarang percaya bahwa tingkatan atau tingkat
penggunaan substansi nutrisi yang larot yang beredar dalam darah adalah penting untuk
mengaktifkan pemberian makan. Mekanisme keseimbangan dalam pemberian makanan
nampaknya mencari persneling untuk mempertahankan tingkat substansi nutrisi, atau rata-
rata penggunaan nutrisi, dalam batas tertentu. Jika tingkatan atau rata-rata penggunaan turon
dari titik tertentu, disebut "set point", dorongan lapar muncul dan makanan diperlukan untuk
menaikkan tingkatan darah dari nutrisi kembali ke titik tertentu (set point).
Glukosa, atau "gula-darah" sekarang dipercaya sebagai substansi penting yang terlibat
dalam munculny~otivasi lapar dan mencari makanan. Telah lama diketahui bahwa
pemberian injeksi hormon insulin, dengan tingkatan yang lebih rendah dari sirkulasi gula
darah, akan menyebabkan lapardan makan. Observasi dan eksperimen menunjukkan bahwa
sinyal glukosa untuk lapar lebih dipacu oleh tingkat dimana glukosa telah dipakai oleh tubuh
daripada oleh tingkatan absolut dalam darah (Mayer dalam Morgan dkk., 1986). Tingkat
yang rendah dari penggunaan glukosa, seperti terjadi setelah peri ode waktu yang lama tanpa
makanan dan dalam diabetis, dikorelasikan dengan catatan perilaku lapardan makan; tingkat
penggunaan yang tinggi, seperti terjadi setelah makan, berhubungan dengan "kenyang" -
tidak adanya motivasi lapar. Tentu saja, glukosa, bukan satu-satunya bahan bakar tubuh.
Yang lain adalah free fatty acids dari the breakdown of fat stores dan keynotes dari
metabolismefreefatty acids. Peran dari bahan bakar ini dalam menstimulasi motivasi lapar

10
baru saja mulai dimengerti (Friedman dalam Morgan, dkk. 1986).Apakah faktor kritis dalam
mengaktifkan lapar adalah tingkat penggunaan glukosa atau tingkat penggunaan bahan bakar
lain, tubuh harus mempunyai suatu cara untuk mendeteksi/mengenali, atau memonitor,
tingkat penggunaan atau tingkatan yang menunjukkan lapar atau kenyang.
Dimana sel-sel yang mendeteksi tingkat penggunaan atau tingkatan bahan bakar tubuh?
Hipothalamus yaitu merupakan bagian dari otak yang secara kritis terlibat dalam motivasi
lapar dan dalam sejumlah motifbiologis lain. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa sel-
sel syaraf di daerah tertentu dalam hipothalamus berhubungan dengan feeding/pemberian
makan mungkin dapat memonitor tingkat penggunaan glukosa. Penelitian lain telah
mengusulkan bahwa reseptor/penerima untuk glukosa dan bahan bakar lain adalah dalam
hati/liver (Friedman & Stricker dalam Morgan, dkk. 1986) informasi tentang nutrisi darah
dibawa ke otak sepanjang jalan syaraf berhubungan dengan hati dan otak.
Tentu saja, motivasi lapar dan makan diaktifkan bukan hanya oleh faktor-faktor internal
saja. Thnda-tandadan bau makanan yang le:?:i:lt dapat m~n$ar~hka!lk~ mak'!.IL!)1eskipun
keadaan kebutuhan intemal(internal need) tidak ada. Dan tentu saja kita telah belajar makan
pada waktu-waktu tertentu saja bukan pada waktu yang lain.
b. PenghentianMakan - Kenyang
Pemulihan tingkatan dari makanan setelah makan beberapajam. Tetapi, tentu saja, kita
berhenti makan jauh sebelum pemulihan ini terjadi. Sehingga tubuh harus mempunyai
beberapa cara mengurangi motivasi makan dan berhenti makan adalah bebas dari faktor
aktivasi. Eksperimen telah menunjukkan bahwa perut terdiri dari reseptor-reseptor nutrisi
yang memberi rasa kenyang, yaitu suatu tanda untuk berhenti makan (Deutcsh dalam
Morgan, dkk. 1986).Tanda ken..Ya!!&yang lain mungkin dib~ hormDlLyangdisebut
cholecystokinin (CKK). Horman ini, yang terlibat dalam breakdown offats, muncul seketika
ketika makanan111encapai bagian dari usus di bawah perut. Injeksi CCK ke tikus yang
dilaparkan yang menyebabkan dia makan menyebabkan tikus-tikus ini berhenti makan dan
mulai grooming (seperti menggaruk-garuk gatal untuk mengambil kutu) dan perilaku lain
sebagai bagian dari tikus yang kenyang (Smith & Gibbs dalam Morgan, dkk. 1986). Tetapi
peran CCK sebagai hormon yang mengenyangkan telah dipertanyakan. Salah satu alasannya
adalah bahwa jumlah dari CKK dalam injeksi melebihi keadaan normal yang diperlukan
untuk kenyang (Deutch dalam Morgan, dkk. 1986); masalah lain adalah jumlah relatif dari
CCK dalam inie.~simembuat binatang merasa sakit (fan kare!!<iITi!I1.!en)'-ebabkankurang
nafsu I1]5lkan(Deutch & Hardy dalam Morgan, dkk. 1986).
c. Otak dan Motivasi Lapar
Hyphothalamus telah lama dipetimbangkan sebagai pengatur penting dari motivasi
lapar. Pekerjaan klasik di tahun 1940-an dan 1950-an (Hetherington & Ranson, Anand &
Brobeck dalam Morgan, dkk. 1986) menekankan sumbangan dua wilayah hyphothalamus
(VHM)-=-0teralHypnthnlnmus dipertimb~~gkanmeniadi suatu wilayah munculnya '!l0tivasi
~ jie.n~ngk.an Ventromedial Hypot~ala~~~ ~ikatak.an_.~rl~bat da~~entikan
~. Gagasan ini berdasarkan pada percObaanpada binatang dimana

11
- -

dua daerah itu dihilangkan dengan melukai atau memberi stimulasi listrik yang berarti
kebakaran kecil, berupa elektroda yang terjadi di otak. (Luka itu dibuat ketika binatang diberi
matirasa, stimulasi elektroda ditempatkan di otak mereka dan menyerang ke rongga-rongga
kecil dari tengkorak sehingga stimulasi rasa sakit yang lunak dapat diberikan ke mereka
ketika mereka sadar dari matirasa).
Stimulasi listrik dari hipothalamus lateral ditemukan untuk mendatangkan makan
(respon lain juga, tetapi dalam cerita lain); stimulasi ventromedial ditemukan untuk
menghentikan perilaku makan yang sedang berlangsung. Luka dibuat di dua daerah
ditemukan untuk mendapatkan efek yang berlawanan dari stimulasi itu. Binatang yang
mengalamikerusakal! di hipothalamu$ latexa1.!i~_aka~an makan alau-mimJU1-dan sedlFa
perlahan-lah,m mati karena kelapar.an kecuali diberi peniwatan khusus (Taitelbaum,
Anand & Brobek dalam Morgan, dkk. 1986). Ketika kerusakallclilakqkan di daerah
ventromedial, binatang mengembangkan nafsu mal<an yang rakl.U;.., mengkonsumsijumlah
mak~oan. yang besar-,dan mengalami kegernukan doogan c~pat. Dltemukan bahwaTikus
dengan kerusakan pada ventromedial beratnya akan menjadi dua atau tiga kali berat tikus
normal. Setelah acuan awal dari berat diperoleh, binatang dengan luka VHM mencapai
baseline berat yang baru dimana mereka mempertahankannya sendiri. Manusia yang
punya tumor otak atau kondisi lain yang menyerang daerah VHM makannya lebih banyak
dan menjadi kegemukan. (Tetapi kerusakan pada VHM tidak selalu menyebabkan
kegemukan).
Hasil dari studi awal ini diinterpretasikan sebagai indikasi bahwa LH adalah pusat
pemberian makan, dan VHM adalah pusat rasa kenyang. Kerja terbaru telah memperkuat
kerja sebelumnya dalam perilaku memberi makan tetapi telah menimbulkan pertanyaan
tentang interpretasi LH dan VHM sebagai kontrol pusat dari dorongan lapar. Pertama, daerah
otak yang lain, seperti misalny_aamygdala, memainkan peran penting dalam lapar dan makan
(Morgan & Kosman dalam Morgan, dkk. 1986). Kedua, pengaruh LH dan VHM dalam
makanan secara keseluruhan atau sebagian seharusnya adalah karena apa yang terjadi dalam
jalan serabut syaraf yang melewati wilayah hipothalamus lateral (Marshall dkk. dalam
Morgan, dkk. 1986) dan wilayah hipothalamus ventromedial (Gold dkk. dalamMorgan, dkk.
1986). Ketiga, setidaknya beberapa pengaruh dari terlukanya hipothalamus lateral nampaknya
menyebabkan tidak begitu banyak mengurangLmPtiva§i laparpada tingkat yang rendah yang
memunculkan dan menolak secara umum input indera khususnya yang datang darimakanan
(W olgin, dkk. dalam Morgan, dkk. 1986). Pandangan terbaru adalah bahwa pusat hipothalamus
klasik mungkin lebih tepat sebagai bagian dari sistem otak yang terlibat dalam memonitor
ketersediaan bahan bakar tubuh, mengontrol metabolisma, dan mendapatkan makanan yang
berhubungan dengan stimulus.
Dengan gagasan sistem dalam otak, beberapa hipotesa telah diusulkan untuk
memperkirakan pengaruh dari luka pada LH dan VHM. Untuk luka pada LH, syaraf menolak
hipotesis yang telah disebutkan. Hipotesis lain adalah bahwa luka pada LH dan VHM
mengubah set point dari berat badan. "Set Point" adalah seperti menetapkan temperatur
ruangan, tetapi kita sekarang sedang mengatur pemasukan makanan, bukan temperatur. Luka

12
padaLH mungkin menyebabkan set pointitu turun, sedangkan luka pada VHM menyebabkan
set point naik (Keesey & Powley dalam Morgan, dkk. 1986). Hipotesa lain penyebab makan
berlebihan setelah luka pada VHM mengubah metabolisma sehingga kebanyakan dari apa
yang dimakan diubah untuk gemuk (Friedman & Stricker dalam Morgan, dkk., 1986).
Semenjak sebagian besar persediaan nutrisi tubuh mengarah ke gemuk, binatang dengan luka
VHM hams makan lebih ban yak daripada yang biasanya mereka makan supaya
mempertahankan persediaan bahan bakar yang mereka butuhkan tubuh mereka pada tingkat
yang memadai.

~ivasnraus
Apa yang mendorong kita untuk minum ? (Apakah air?). Faktor-faktor stimulus
memainkan peran yang sangat besar dalam memprakarsai minum. Kita minum untuk
membasahi mulut yang kering atau rasa minuman yang enak. Dicetuskan oleh stmulus ini dan
insentif, kita cenderung minum lebih banyak daripada yang diperlukan tubuh, tetapi adalah
mudah bagi ginjal untuk membuang kelebihan cairan.
Tetapi tentu saja, karena mempertahankan tingkatan air adalah penting untuk hidup itu
sendiri, tubuh memiliki seperangkat proses homeostatis internal yang kompleks untuk
mengatur tingkat cairan dan perilaku minum. !ingkat air dalam tubuh dipelihara oleh
kejadiaQ-kejadianf-isialogisdalambeberapa hOl"mony~!PJhprmonanJi(jjW.?Jic. (ADm, yang
m~~tur pel!ghilangan air melalui ginjal. Tetapi mekanisme fisiologis yang terlibat dalam
mempertahankan tingkat air dalam tubuh tidak secara langsung terlibat dalam motivasi haus
dan minum.
Motivasi haus dan minum secara utama dicetuskan oleh dua kondisi dalam tubuh, yaitu
kehiHmganaIr dart sel-sel dan penurunan volume darah. Kettk:rairilrnmg oari calftUffii15uh,
air menTnggalkanbagian dalam dari seT-seJ,sehingga menyebabkan dehidrasi pada sel
tersebut. Di bagian dalam atau bagian depan dari hipothalamus adalah sel-sel syaraf yang
disebut osmoreceptor, yang menghasilkan impuls-impuls syaraf ketika mereka mengalami
dehidrasi. Impuls-impuls syaraf ini bertindak sebagai tanda (signal) untuk haus atau untuk
minum. Ini ditimbulkan oleh hilangnya air dari osmoreceptor yang disebut cellular dehydra-
tion thirst.Hilangnya air dari tubuh juga menyebabkan hypovolemia, atau suatu penurunan
dalam volume daraIl:Ketlka vol!!DJp. rlMll"]1Unin-;terJaoiJuga
penurunan pada tek1mandarah.
Tufullnya It:kiillar1<lC1rah
f!lenSlimulasiginjal untuk mengehiarkan et1zimyang dlsebut renlll. ~

Melalui beberapa proses, renin dilibatkan dalam pembentukan sUDstanslyang dikenal


sebagai angiotensin II yang beredar dalam darah dan mungkin tentang peran hormon ini
dalam darah (Stricker dalam Morgan, dkk. 1986).
Gagasan bahwa cellular dehydration dan hypovolemia menyumbang pada haus dan
minum disebutdouble -depletion hypotesis. Anda dapat melihat bagaimana kedua mekanisme
itu bekerja setelah bermain tenis yang membuat berkeringat, tubuh telah kehilangan air,
osmoreseptortelah mengalami dehidrasi, dan volumedarah telah menurun. Haus dimunculkan,
dan Anda minum untuk membasahi sel-sel Anda dan mengembalikan volume darah Anda ke
tingkat yang nOl"mal.

13
- ---

Mengapa minum berhenti? Tikus, anjing, monyet dan orang berhenti minum sebelum
keseimbangan tubuh mereka kembali. Karena itu harus ada semacam mekanisme yang
memonitor dalam mulut, perut, atau tekanan yang menunjukkan bahwa air sudah cukup
dikonsumsiuntuk memenuhikebutuhantubuh.Reseptordalam tubuhdan intestinenampaknya
mengerjakan tugas ini.
4. Motivasi Seksual
Peril<tku seksual sebagian tergantung pada.kolldis-i-f-isiologj~,yang disebut sebagai suatu
motif biologis. Tetapi tentu saja, seks jauh lebJh-.daH sckcdal Jurongan biologis. Meti-vasi
seksJlal adalaR-sosialkar~na motivasi ini melibatl<a~-Iain dan mem~e!0!-a~L.bagi
pengelQIDpokan sosial pada binatang tingkat tinggi - kumpulan baboon (yakian) dan
keluarga manusia, contohnya, dan perilaku seksual diatur oleh tekanan sosial dan keper-
cayaan agama. Seks dalam psikologi dipercayai sebagai bagian yang penting dari kehidupan
emosi kita; seks dapat menimbulkan kenikmatan intens, tetapi juga dapat memberi kita
penderitaan yang dalam dan menyebabkan kita terlibat dalam berbagai keputusan sulit. Teori
kepribadian dari Freud didasarkan pada emosi sebagai pusat dalam perilaku seks. karena itu,
ingat bahwa meski seks dalam bab ini disebut sebagai motif biologis, ada lebih banyak seks
daripada sekedar hormon dan respon fisiologis.
Bahkan ketika kita mempertimbangkan motivasi seksual dari sudut pandang biologis,
seks mempunyai ciri yang terangkai sebagai bagian dari dorongan biologis yang lain.
Pertama, seks bukan diperlukan untuk mempertahankan hidup individu, kecuali bahwa seks
diperlukan untuk kelangsungan hidup spesies itu. kedua, perilaku seksual tidak ditimbulkan
oleh kurangnya substansilzat-zat tertentu dalam tubuh. Ketiga, setidaknya pada binatang
tingkat tinggi, motivasi seksual mungkin lebih dipengaruhi ()tehinfomhisi pancaindera dari
lingkungan, yaitu insentif daripada oleh motif biologis yang lain.
Berikut ini akan dibahas mengenai: Hormon Seks dan Peran Pengorganisasiannya,
Hormon Seks dan Peran Penggiatannya, serta Stimulus Luar, Belajar, dan Perilaku Seksual.

a. Hormon Seks dan Peran Pengorganis~iannya


Estrogen, hormon seks pada wan ita, sebagian.besar berasal dari indun.s--t-eJuIltetapi
mereka jugaDemsal d;i kelenjar adrenal. Estradiol adaJah salah satu dari estr~geTLyang
paling perilmg. Androgens adalah hormon seks pada pria, dikeluarkan ke dala11}9a!"ahdari
testes dan kelenjar internal. Testosteron adalah androgen utama. Baik hormon seks pria
l}1aupun wan ita ada pada pria maupunwanita; hanyajumlah relatifh)'ayang-oerbeda.
Peran pengorganisasian dari horman seks ini harus dilakukan dalam- pengaIJlh struktur
tubuh dan otak,khususnya w.ilayahhipothafamus yang mengatur keluamyahormon. Disamping
seks seseorang itu adalah diturunkaniwarisan (gen-gen yang disebut kromosom seks memberi
dasar pertumbuhan pada bayi untuk berkembang menjadi pria atau wanita), organisasi tubuh
dan otak apakah itu pada laki-Iaki atau perempuan tergantung pada ada tidaknya hormon yang
memadai selama mas a kehidupan awal dalam kandungan. Gen-gen pada kromosom seks
mulai mengembangkan seks pada satu arah atau arah yang lain, dibawah pengaruh mereka,

14
fetus/janin dengan kromosom seks mulai mengembangkan janin dengan kromosom seks
laki-laki. Hormon ini kemudian berhubungan dengan perkembangan seksual selanjutnya
dad tubuh dan otak. Padakcl1idupan...kemudianyainLpadamasa pubertas, organ-org~n seks
..tumbuhdengan cepat:dan pengeluaran !!QDDonmemngkc1t..Ciri-ciri seksual kedua, yaitu
pembesarnn payudara, bentUk tu.l2.!ITCPita
suara, jumlah dan permukaan rambut muka,
berkefnbang diDawanpengaruh hOf{Ilonestrogen dan epdog~n.s.eJaDJa l1)a~HtR.u~rtai..

- Bukan hanya tubuh. unhl


mempen~n teta~ hpmp~ihlm
otak, nampaknY£l,...Gffit:ganidr
olfili hormon seks untuk
se.Qaggilaki-lakl.ataJLP-~PJ,J.all..J5:inijelas
dalam asus binatang tingkat yang lebih rendah, dimana organisasi anatomis dad bagian-
bagian tertentu dari otak - khususnya hipothalamus - dapat diubah oleh pemberian hormon
dalam kehidupan awal mereka (Gorski, dkk. dalam Morgan, dkk. 1986). Semenjak putaran
keluamya hormon dilibatkan dalam siklus menstruasi dikontrol oleh hipothalamus, jelas
bahwa otak pria dan perempuan, yang tidak punya putaran yang naik-turun, diorganisasi
dengan cara yang berbeda. Apakah ada perbedaan yang tidak kelihatan di wilayah otak selain
dad hipothalamus yang dapat menerangkan secara parsial perbedaan seks manusia dalam
berbagai kemampuan adalah topik yang sangat hangat.

b. Hormon Seks ~a~ Peran ~enggiatannya \


Apakah ii~t yang lebih.!ln~L atau tingkat yang normal dari sirkulasi hormon seks
dalam darah.-!!l_en~ktifkal!>
~!au IJlemicup~nla~!l~k~? Jawabannya adalah "ya" untuk
spesteSDetfna pada binatang tingkat lebih rendah. Ketika tingk~~'!.1!estrog~n d~la11ldarah
meningkat selama siklus reproduksi, bet!n~p',!Q.<.Lba~esies ada pada masa estrus}.atau
'p~s', (fan secara aktif ~ImnI1)engah!rp~riJakuseksualn¥a; k:,tika tidak pada mas~ estrus,
mereka----
secara umum tidak a~uhJ~~da_cumbuanspesies iantan.
Sebaliknya pada manusia perempuan, aktivasi perilaku seksual oleh estrogen adalah
problematik. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa puncak daya tarik seksual pada titik
tengah siklus menstruasi, ketika tingkat estrogen meningkat, penelitian lain menunjukkan
bahwa daya tarik seksuallebih besar terjadi segera diikuti oleh menstruasi, ketika tingkat
estrogen relatif rendah (Bancroft dalam Morgan dkk., 1986). Bahkan, setelah menopouse,
ketika ada pengurangan secara menyeluruh jumlah estrogen dalam sirkulasi darah, ada
perubahan kecil padadorongan seksual padakebanyakan wanita. Karena itu hubungan antara
hormon dan dorongan seksual pada wan ita tidak dibuktikan. Stimulasi ekstemal, ke~saan,
dan sikap na~e£lls!!Ya.menjat1i I~bih penting dad llada hormon dalam mpnga~laku
seksual pada Dan! g~clis dan wan ita.
..-
Pada pejantan ~hiJlaJang tingkatr~dah dan ~anusia -s~Ju dari
endr~estosterol!, harus ada untu' .. ilaku seksual. Peningkatan di
atas~lh~!!I~ ata~ hany~ .sedikit .£~
.~kan ti~~~C?r1adi.p~n-&.'lru~
motIVasldan penlaku seKsmItpna (Berman & DavIdson dalam Morgan, dkk. 1986). Pna
memDlifufikailr.ngImttest~er6ntertentu untuk mengatur perilaku seksual mereka. Kastrasi
pada binatang tingkat rendah dan pada pria mengurangi dorongan seksual pria. ~ya
pria dilengkapi dan dibuat siap untuk perilaku seksual oleh tingkat endrogen yang normal.
- ------
15
- -

Pemicu pada pria dengan tingkat endrogen yang normal nampaknya menjadi stimuli
ekstemal - khususnya isyarat-isyarat dari wanita bahwa dia tertarik pada seks.
c. - - - dan
Stimulus Luar, Belajar,
~ - Perilaku----
Seksual
St!JPulusJuar memainkan suatu peran pada perilaku seksual semua binatang, tetapi
stimulus luar itu terutama penting dalam'mengaktitkiii motivasi seksual pada binatang
ting~illinggi dan"'!p~nusia.Manusia yang secara hormonal siap digetafkan secara seksual
oleh perkataan orang lain, wajah, gaya, suara, cara berpakaian. dan wewangian orang lain.
DengankataJ~in, kebanyakan perilaku- seksual
- -- "dihidupkan" oleh stimulus
-- yang bertindak
sebagaiinsentif<!ta.!l
--- pellguat. - -
Belajar mempunyai banyak pengaruh terhadap penyebab dan ekspresi perilaku seksual
pada binatang tingkat tinggi dan manusia. Pada binatang tingkat rendah, perilaku seksual
cenderung sarna untuk semua anggota spesies, perilaku mereka stereotipe, reflektif, dan
otomatis, dan dipicu oleh stimulus tertentu yang memadai yaitu ketika kondisi hormonnya
sesuai. Sebaliknya, meski perilaku seksual manusia mempunyai dasar biologis (seperti
ditunjukkan di atas), ada banyak sekali variasi stimulus yang menyebabkan seseorang
berperilaku seksual dan pada cara mengekspresikan perilaku seksual. Kebanyakan vatiasi
dalam perilaku seksual manusia dipengaruhi oleh pengalaman belajar sebelumnya. Pengala-
man belajar sebelumnya itu penting, bukan hanya untuk perilaku seksual saja tetapi juga
penting untuk motif-motif sosial.

E. MOTIF-MOTIFSOSIAL
MotifSosial agalah keadaan motif yang komple\s:s,atau kebutuhan yang kompleks, yang
merbpaka:i1~er dari banyak tindakan manusia. Motif-motif itu dise~uuosial karena
mereka dipelajari dalaIl! kelompok, khususnya pada-kelompok keluarga ketikE-mereka
tumbuh sebagai anak, dan karena biasanya motif-motif ini melibatkan orang lain. Motif-
motif manusia ini dapat dipandang sebagai keadaan umum yang mengarah ke banyak
perilaku khusus. Tidak hanya membantu menentukan apa yang orang lakukan, motif-motif
ini tetap ada, tidak pemah terpuaskan sepanjang tahun. Tidak ada motif yang dapat segera
dipenuhi, sedangkan. motif ini_kemudian harus diarahkan ke hal lain. Contohnya, jika
seseorang mempunyai kebutuhan untuk berafiliasi - yaitu suatu kebutuhanulifu1<:berteman
~ diaakan membuat persahabatan dengan seseorang, tetapi ini tidak memtiaSkan mofitnya.
Orang itu didorong untuk berteman dengan. orang lain lagi dan tetap mempertahankan
persahabatan ini setelahpersahabatan ituterbentuk.Jadimotif sosialitu umum, memunculkan
ciri-ciri yang tetap pada seeorang, dan sejak motif ini dipelajari, kekuatan motif ini berbeda-
beda antara satu orang dengan orang lainnya. Akibatnya, motif-motif sosial adalah kompo-
nen penting dari kepribadian - ketahanan dan ciri berbeda di antara masing-masing orang.
Banyak motif sosial telah diusulkan.J'ie;amotif sosial yang paling e..entingadalah motif
u.ntukberafiliasi,
- - -- -~ -- ------
motif untuk kekuas<glD,@nmotif untuk berprestasi. -
Berikut ini akan dibahas Pengukuran Motif-motif Sosial, yang meliputi : Tes Proyektif,
Kuesioner Kepribadian, dan Tes Situasional.

16
1. Pengukuran Motif-motif~osial
Untul< menguk.!lr motif-motif sosial, atau k~_b~tuEan,ahli-ahli psikologi mencoba
menemukan tema-tmlQ.ll.!!l~n~~llan&.}!~1U~ng -cicf<i
pada contoh-contoh tindakan
dal1Tmapnasinya.Untuk menemukan tema ini, mereka menggunakan (1) tes-proYekTIfuntuk
mempelajari aktivitas imajinasinya, (2) ku~sionertertulis atau daftar isian, beri' rta yaan-
pert~J!anhmtangapa..y.an~eQ~ikn~an~p..2 c!'19(3~. -seJ:v..asi.pe.rlI.illill
nyata
paaasit~asi-situasi tertentuyangdidesainUI!tuk.we.t1Wooulkanekspresiluoti.f.:moti,f ~()sialnya.

~~s. 'pwyektif~
Tes-tes atau t arkan ada gagasan bahwa orang akan membaca
perasaan dan kebutuhan-kebutuhan ~e.ka..s.endi.ci..dalammateri yang ambigu (me~au
ti~n.iKtu~deskripsl ~era tentang materi-mate:i.te~s~butakan memunculkan motif-
--
motif sosial kar~na.I1)~reka akanmemproyeksibTrfhotir - ... m~~eJ5.~.ke.
materi-rnateri tadi.
Thematic Ayperception Test (TAT) adalah suatu tehl1jl<proye.ksiyang.sudah begitu
banyalCdlgu~J!!ili1.k mengukur..mDtlr=motif~lal.balam tes ini dan tes-tes lain yang
sej~serangkaian gambar yang sudah distandardisasikan menggambarkan berbagai orang
dalam berbagai situasi, dan orang yang sedang dites diminta untuk membuat cerita yang
menerangkan apa yang sedang terjadi pada gambar tersebut. Tema-tema motivasional
ditemukan melalui cerita-cerita tentang gambar tersebut. Contohnya, ketika melihat gambar
seorang pria yang duduk di meja, seseorang mungkin akan menguraikan suatu cerita tentang
bagaimana kerasnya pria itu bekerja untuk suatu prestasi tertentu. Ketika melihat gambar
seorang anak berdiri dengan sapu di depan toko, orang yang sarna mungkin akan membuat
cerita tentang keinginannya berprestasi seperti si anak tersebut. Tema-tema kerja dan prestasi
merefleksikan kebutuhan orang untuk berprestasi. Orang lain mungkin membuat cerita-
cerita yang merefleksikansuatukebutuhanuntuk berafiliasi,suatukebutuhan akankekuasaan,
atau beberapa kebutuhan sosial lainnya. Cerita-cerita dan tema-tema di dalamnya dapat
diberi skor, dan tingkat motif-motif sosial yang berbeda-beda dapat ditentukan.

b. Kuesio,!!.e!,.Keprib~ian
Be.berapa tes tertuli" rli<:phntkuesioner alau..inventori, telah dikembangkan untuk
mengukur kek~an dari motif-motif sosial. Inventori-inventori ini be!isi Q~tanyaan tentang
tipe~tipe <Ianprefe.r:~J!~iperil~ku .o!a}!g- mis~l!}ya->-p.p~.yang
aka_Q.l1)ereka~~1s:ukan
dan ingin
lakul<ll-':t.rul.d~
sit~-8ituasi tertentu..
c. Tes Situasional
~ketiga untuk mengukur motif-motif sosial adalah menciptakan situasi dimana
tindakan seseo"1!kan menampaKKa:fimotif.:liibtifdoOllnan 1]lereka.Contohnya, kebutuhan
untuk berafi1lasi bisa diukur dengan memberi seorang individu pilihan antara menunggu di
suatu ruang dengan orang lain atau menunggu di suatu ruang sendirian. Agresifitas seorang
anak dapat diukur dengan membiarkan mereka bermain dengan boneka dan mengobservasi
jumlah respon agresif yang mereka buat. Atau agresi dapat diukur dengan mencemooh
mereka untuk melihat apakah mereka akan membalas dengan cara yang kasar atau tidak.

17
F. MOT/VAS/ BERPRESTAS/
Kebutuhan untuk be restasi n.ach =~ of achievemen!2adalah salah satu dari motif-
motif SOSI eland dkk. dalam Morgan, dkk. 1986), dan riset untuk motif ini masih
berlangsung sampai saat ini (Spence dalam Morgan, dkk. 1986). Hasilnya, kita bisa tahu lebih
banyak tentang motif ini. Oranz_yang mempunyai kebutuhan untJIkberprestasi sangat kuat
W!!am berusaha supaya beip;estasi dan untUk memperballcl prestasi kerja mereka. Mereka
adalah orang-orang yang berorientasi tugas dan lebih suka melakukan pekerjaan-pekerjaan
yang ada tantangannya dan pada pekerjaan dimana prestasi mereka dapat dievaluasi dalam
beberapa cara, apakah dengan membandingkan prestasi mereka dengan orang lain ataukah
membandingkan dengan suatu standar kerja tertentu. Resminya, "prestasi adalah perilaku
yang berorientasi tugas yang mengijinkan prestasi individu dievaluasi menurut kriteria dari
dalam maupun kriteria dari luar, yang melibatkan individu berkompetisi dengan orang lain,
atau kalau tidak terlibat pada beberapa standard keunggulan" (Smith, Spence & Helmreich
dalam Morgan, dkk. 1986). Motif berprestasi dapat dilihat pada banyak bidang usaha
manusia -contohnya: pada pekerjaan, di sekolah, dalam rumah tangga, atau pada pertandingan
olah raga.
Dalam membahas motivasi berprestasi sebagai bagian dari motif sosial, maka kita akan
membahas: Sumber Dari MotifBerprestasi, Motivasi Berprestasi dan Perilaku, serta Motivasi
Berprestasi Dalam Masyarakat.

1... ~r Dari Motif ner.pTJ~stasi


----...-.
M_engapf!1>e..~eraQaorang memiliki kebutuhan berprestasi .yang tinggi? Sejak motif-
motif sosial termasuk kebutuhan untuk berpresrasi - OipelaJari secara luas, jawaban umum
biasanya adalah perbedaan dalam pengalaman di awal kehidupannya mengarah ke berbagai
macam motivasi berprestasi (dan motif-motif sosiallainnya). Lebih khusus lagi, a.!!-a.k.hdajar
meniru perilak!1 9nmg tua mereka dan orang-orang p'enting lainnya yang bertindak sebagai
model. ~lalui bclajar. del!g~. I11eng.amati(Bandura & Walters dalam MbrgaIl,Okk. 1986)
anak men~ambil atau mengadopsi ciri-ciri model, termasuk kebutuhan untuk berprestasi jika
m~~el mempun)'ai kebutuhan ini untuk suatu derajad yang dikenali.
Harapan orang tua untuk a!1ak-anak merel<:ajuga pentii1~ d-alam perkembangan motivasi
beJ:]2f~asi (Eccles cIalam Morgan,OKlrt986T:Jika orang tua mengharapkan anak-anak
rflereka bekerja keras dan berusaha untuk sukses, mereka akan mendorong anak -anak mereka
untuk melakukan hal itu dan memuji/menghargai mereka untuk perilaku yang mengarah ke
prestasi. Serangkaian harapan orang tua yang berhubungan dengan motivasi berprestasi
berkenaan dengan gagasan-gagasan ketika anak-anak harus menjadi mandiri dalam suatu
ketrampilan, misalnya: "mempertahankan kebenaran", "mengenal jalan-jalan di sekitar
kota", "bermain dengan pengawasan yang minimal", dan umumnya adalah melakukan
sesuatu secara mandiri.

2 Motivasi nerprestasi ~~n Perilaku


Tingkat dimana orang dengan motivasi berprestasi yang kuat dapat menunjukkan
perilaku yang berorientasi ke prestasi tergantung pada banyak faktor. Salah satu faktor itu

18
adalah - takut akan kegagalan - yang dikatakan menghambat pemunculan perilaku
berprestassi (Atkinson; Atkinson & Birch dalam Morgan, dkk. 1986). Untuk orang yang
takut gagal biasanya kebutuhan berprestasinya relatif rendah, motivasi berprestasi
mengekspresikan dirinya dalam berbagai cara (McClelland &Winter; Hoyenga & Hoyenga;
dalam Morgan, dkk. 1986).

1. Orang dengan n. ach tinggi lebih suka bekerja dengan tantangan yang moderat yang
menjanjikan kesuksesan. Mereka tidak suka melakukan pekerjaan yang mudah, dimana
tidak ada tantangan sehingga tidak ada kepuasan untuk kebutuhan berprestasinya,
mereka juga tidak suka melakukan pekerjaan yang sulit, dimana kemungkinan untuk
suksesnya kecil. Jadi orang dengan motif berprestasi tinggi adalah orang yang realistis
dalammemilihtugas,pekerjaan,dan lapangankerja,yaitumerekalebihsukamencocokkan
antara kemampuan mereka dan apa yang dituntut dari pekerjaan itu.
2. Orang dengan n. ach tinggi menyukai tugas-tugas dimana prestasi mereka dapat
dibandingkan dengan prestasi orang lain; mereka menyukai umpan balik mengenai
"bagaimana mereka melakukannya".
3. Orang dengan n. ach tinggi cenderung tetap mempertahankan pekerjaan yang sudah
mereka capai yang berhubungan dengan karir atau merefleksikan ciri pribadi mereka
(misalnya kecerdasan) yang dilibatkan untuk mencapai puncak.
4. Bila orang dengan n. ach tinggi sukses, mereka cenderung menaikkan tingkat aspirasi
mereka dalam cara yang realistis sehingga mereka akan terus bergerak ke tugas-tugas
yang lebih menantang dan lebih sulit.
5. Orang dengan n. ach tinggi senang bekerja dalam situasi dimana dia dapat mengontrol
hasilnya, mereka bukan penjudi.

Perilaku yang berhubungan dengan achievement ini ada pada pria dan wan ita yang
sukses dalam bisnis dan profesi. Tetapi banyak wan ita dengan n. ach tinggi tidak menun jukkan
ciri-ciri perilaku achievement dari pria. Contohnya, banyak wanita yang tinggi dalam n. ach-
nya menyukai pekerjaan yang mempunyai resiko moderato Jadi perbedaan dalam jenis
kelamin muncul dalam perwujudan kebutuhan untuk berprestasi. Untuk mencoba menghitung
perbedaan jenis kelamin ini, motif lain yaitu ketakutan akan kesuksesan (fear of success)
diulas untuk wanita.
Tes-tes y~ng dikembangkaunampaknYil l!nt~k meEunjukkan bahwa wanita percaya
bahwa prestasi sukses mereka akan mempunyai dampak negatif seperti menjadi tidak
populer dan perasa~n bahwa feminihitas mereka berkurang. Wanita ditemukan memandang
kesuksesan sebagai berlawanan-dengalrpetan mereka dalam budaya kita karena itu mereka
takut. Adanya pandangan seperti itu dapat menyebabkan perilaku yang mengarah ke prestasi
pada wanita berubah. Penelitian berikut mempertanyakan keberadaan motifuntuk menghindari
kesuksesan secara umum pada wanita (Tresemer dalam Morgan, dkk. 1986), tetapi ada bukti
bahwa beberapa wan ita, khususnya yang menerima pandangan tradisional ten tang peran
wanita dalam masyarakat dan kemudian berada dalam situasi kompetitif - mempunyai
perasaan takut akan kesuksesan (Patty & Safford dalam Morgan, dkk. 1986). Sehingga ada

19
perbedaan individual dalam motif takut akan kesuksesan. Kepercayaan tentang peran jenis
kelamin telah berubah akhir-akhir ini, dan sekarang sedikit wanita yang menunjukkan motif
takut akan kesuksesan yang kuat. Jika kecenderungan barn ini terus berlangsung, maka secara
umum, motivasi berprestasi pada wanita dapat diharapkan menjadi seperti pada kaum pria.

~ 3.20
e'" Low
;>
<:I
C
.[
.g
ebO
3.00 ~.. competitive
.... ....
High .. .. ..
competitive
13
'" 2.80
::E

2.60

Low work- High work- Low work- High work-


mastery mastery mastery mastery
Females Males
(a)

'" 25 I 4.50
Low
u'" '"
= competitive
=-0 .0
:a
"" 20 .u
4.00
=0
=-=
<:1- 13
'"
13g ::E
....
15 t
§
::2
3.50.- ;.....
High
competitive
10 3.00 .-

Low work- High work- Low work- High work-


mastery mastery mastery mastery
(b) (c)

Gambar 1.3. Beberapa Tingkat Kinerja

Tingkat tertinggi dari kinerja didapat dari orang yang memiliki motivasi berprestasi dan
sebaliknya pada orang yang rendah motivasi bersaingnya.
(a) adalah rerata tingkatan pada pria dan wanita
(b) adalah rerata pendapatan per tahun para pengusaha
(c) adalah tanda penghargaan dari penerbit yang diperoleh ilmuwan pria

Sumber: Morgan, dkk. (1986)

20
Dalam dunia bisnis, di sekolah, dan di berbagai profesi, diharapkan motivasi berprestasi
menjadi suatu prediktor penting untuk kesuksesan. Pandangan umum juga memprediksi
bahwa orang-orang yang paling sukses adalah orang-orang yang mempunyai dua motif yaitu
motivasi berprestasi dan motivasi berkompetisi yang kuat. Tetapi beberapa riset terbaru yang
menarik nampaknya mempertanyakan gagasan umum ini. Orang paling sukses yang diidenti-
fikasi dalam penelitian ini mempunyai skor tinggi pada motivasi berprestasi atau orientasi
tugas yang tinggi, tetapi rendah dalam motivasi berkompetisi (Spence & Helmerich dalam
Morgan, dkk. 1986). Contohnya, gambar di bawah ini memperlihatkan bahwa ada suatu pola
yang konsisten dimana tingkat prestasi yang paling tinggi ditentukan oleh orang-orang yang
tinggi dalam motivasi berprestasi - disebut kerja yang mengagurnkan - tetapi rendah
dalam motivasi berkompetisi. Gambar itujuga menunjukkan bahwa motivasi berkompetisi
memperbaiki prestasi orang-orang yang motivasi berprestasi atau kerja yang mengagumkan
rendah, tetapi merusak prestasi untuk orang yang motivasi berprestasi tinggi. Semakin
banyak ditemukan fakor-faktor yang mengubah perwujudan motif berprestasi ini.

3. Motivas~ Be.rprestasi ])!13m Masyarakat


rDiduga bahwa kebutuhan untuk berprestasi dihubungkan ke pertumbuhan ekonomi dan
bisnis masyarakat(McClellanddalamMorgan,dkk. 1986).Jadi,kalauparapenelitimenemukan
bukti motivasi dapat digunakan untuk membuat prediksi tentang pertumbuhan masyarakat
pada masyarakat itu.
Dengan mempelajari motivsi sosial yang diungkapkan dalam literatur kebudayaan
populer (khususnya buku anak-anak) dan menghubungkan hal tersebut dengan sejarah
perekonomian, para peneliti telah menemukan bahwa suatu tingkat yang tinggi pada motivasi
berkorelasi dengan berbagai indeks pertumbuhan ekonomi, seperti misalnya konsumsi
listrik. Studi-studi ini menunjukkan bahwa suatu kebutuhan untuk berprestasi datang
sebelum semburan pertumbuhan ekonomi naik dan turun di ekonomi negara Inggris antara
tahun 1550 dan 1850. Perubahan ekonomi diukur oleh perubahan dalam import batu bara.
Ketinggalan antara tingkat motivasi berprestasi dan perubahan ekonomi sekitar 50 tahun.
Untuk abad ke-20, para peneliti telah menemukan ketertinggalan yang lebih pendek.
Meskipun hubungan antara n ach dau p-ertumbuhanekonomi bersifat sugestif, iQi tidak
membuktlkanoafiwan. ac:bIDen-Yebabkan.p.~_rtumbuh~~kOnOilli:1(eduanya (;;. ach dan
pertumbU1TIIJrekulloml)dipeng~h fakto~-fakfflF-Iam.
TeTapr-pen-g~tahuan tentang
motif-motif sosial domin~am suatu masyarakat mungkin membantu kita memahami
sejarah dan meramalkan masadepan. Psikologi terapan terhadap sejarah dan kecenderungan
masa depan relatif baru, tetapi mungkin ini berubah menjadi suatu sumbangan besar.

G. MOTIVASI BERKUASA
-WIl1~dalam Morgan dkk. 1986) mendefinisikan kekuasaan sosial (social power)
sebagai "suatuJ<~m<1mpuan--atau
--
kapasitas.ruuJ.ieSe.or~ulltl,!Is..
menghaillkan (baik disadari
-- --~...,.~
atau tidak) pen_&<!ruh.-~a[Uhyan~ diha~~.2!<~npad~l?erila~~tau mottvasl orang lain".
Tujuan dari motivasi
- untuk berkuasa adalah rnernpengaruhi, mengontrol, membujuk,

21

- - ---
mengajak, memimpin, menarik orangJain,dan untuk menaikkan reputasi pribadinya dimata
orang lain. Orang dengan motivasiberkuasa yang kuat memperoTehkepuasan dari peneapaian
tujuan ini.
Motivasi berprestasi (istilah yang biasa digunakan needfor power atau n.ach) berbeda-
beda kekuatannya dari satu orang ke orang satunya lagi dan dapat diukur dari eerita yang
dibuat dalam tehnik gambar proyektif. Tingkat n.power pada diri seseorang direfleksikan
dalam tema-tema eerita tentang kontrollangsung dari orang lain, dalam eerita-eerita tentang
dampak emosional seseorang pada orang lain, dan berkenaan dengan reputasi orang dalam
eerita mereka.
Berikut ini akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan motifberkuasa, seperti: Motivasi
Berkuasa dan Perilaku serta Maehiavellianisme.

1. Motivasi Berkuasa dan Perilaku


Memberi tingkatan motivasi berkuasa pada seseorang dapat diukur seeara kasar, kita
dapat melihat bagaimana motif ini muneul dalam perilaku dengan menghubungkan skor tes
motivasi berkuasa dengan apa yang sebenarnya dilakukan dalam dunia nyata. Motivasi
berkuasa dapat ditunjukkan dalam berbagai eara; masalahekspresi ini sangat tergantung pada
status sosial ekonomi seseorang (Hoyenga & Hoyenga dalam Morgan dkk. ]986), jenis
kelamin (Hoyenga & Hoyenga dalam Morgan dkk. 1986),tingkat kedewasaan (Me Clelland
dalam Morgan dkk. 1986), dan tingkat ketakutan individu terhadap motif berkuasanya
sendiri(MeClellanddalamMorgandkk. 1986).Meskipundemikian,sejumlahpengelompokan
perilaku telah dihubungkan dengan tingginya n.power (Me Clelland dkk, Winter dalam
Morgan dkk. 1986).Berikut iniadalah beberapa eara dimana orang dengan motivasi berkuasa
tinggi mengekspresiRandirjnya (Hoyenga & Hoyenga dalam Morgan dkk. 1986):

I. Dengan tindakan yang impulsif dan agresif, khususnya oleh kaum pria dari golongan
sosial
-- ekonomi
- ---- rendah.
2. Dengan ikut serta dalam olah raga kompetitif, seperti hoki, sepak bola, d90bola basket,
terutama oTehorang-orang dari golongan sosial ekonomi menengah ke bawah dan
mabasiswa~
3. Dengan be~gabunKpadaorganisasi dan kantor saham dalam organisasi-organisasi ini.
4. Diantara kaum_pria, dengan menjadi peminum dan dominan dalam hal seksualitas
dengan perempuan. Kebutuhan berkuasa yang kuat pada pria, tetapi tidak pada kaum
wanita, dihubungkan dengan kestabilan dalam berkenean suatu pasangan; hanya 9% dari
pasangan tersebut dalam studi ini menikah, ketika pihak prianya punya n. power yang
tinggi, sedangkan 52 % pasangan lain menikah (Stewart & Rubin dalam Morgan dkk.
1986).
5. Dengan memperoleh dan mengumpulkan barang milikyseperti mobil-mobil idaman
(mobil-mobil sport adalah salah satu favoritnya), senjata, kaset stereo yang besar/rumit,
berbagai kartu kredit, dan barang lain sejenis.
6. Mereka berhubungan dengan orang-orang yang kurang populer dan yang mudah
dikontrol karena mereka tergantung pada dirinya untuk persahabatan itu.
22
7. Dengan memilih pekerjaan seperti mengajar, diplomat,bisnis-,-da~r.endeta- pekerjaan
dimana orang dengan n. power tinggi percaya bahwa mereka punya kesempatan untuk
mempengaruhi orang lain.
8. Dengan membangun dan mendisiplinkan tubuh mereka; ini nampaknya merupakan ciri
khusus dari wanita yang memiliki n. power tinggi.

2. ~acbiavellianisme,
Niccolo Machiavelli (dalamMorgan dkk. 1986), dalam bukunya "The Prince", memberi
beberapa saran praktis untuk para penguasa dalam hal mempertahankan kekuasaan. Dengan
jelas dia katakan penguasa seharusnya dari luar mengikuti peraturan-peraturan moral
konvensional tetapi secara diam-diam menggunakan praktek-praktek kecurangan dan
pemalsuan untuk mempertahankan kekuasaan mereka. Istilah "machiavelianisme" (Chris-
tine & Geis dalam Morgan dkk. 1986) telah diciptalsan dalampsikologi untu.kJl1.endeskripsikan
"'~-_. '-_.'. ~_. - - -----

orang yang menunjukkan motivasi berkuasa mereka d~ngal1. <;'-!!:amemanipufasi dan


mengeksploitasi orang lain dengan cara memperdayai dan menjahati T!}<?I]ka. Machiavelnisme
tidalc sarna. denganmofiVasTberkuasa;- Machiavelimerupakan .suatu strategi khusus pada
beberapa orang, julukan "para machiavel" digunakan untuk mengekspresikan motivasi
berkuasa mereka. Disamping itu, untuk menjadi~'Il1<lchiavel" uf!1_u.m.!lxa~it~ti~~an dengan
hubungan sosial yan&-kurang fiang~t, interaksi itu hanya untuk memenuhi moralitas
konvensionalmerekayang lemah.dan kurang tertaiikpada ideol6gi {Cnnsiie &;Geis dalam
Morgan dkk. 1986). Tes tertulis psikologi berdasarkan pada gagasan ini telah ditemukan
untuk mengidentifikasi "para machiavel". Riset laboratorium yang berikutnya menun jukkan
bahwa orang dengan skor tinggi pada tes Machiavelianisme, benar-benar menipu orang lain,
membuat dan menghancurkan hubungan pribadi dengan cara yang berlawanan, mengingkari
menipu dalam permainan laboratorium, berbohonguntuk menipu orang lain, sangatpersuasif
ketika berdebat tentang suatu masalah dimana mereka itu secara emosional terlibat, diterima
oleh orang lain dalam kelompoknya sebagai pemimpin, dan cenderung menjadi pemenang
dalam permainan laboratorium.

H. MOTIVASI AGRESI
Hampir semua akan setuju bahwa agresi adalah suatu motif dimana kita harus tahu lebih
banyak. Kita menyerang, melukai, dan kadang saling membunuh; kita agresif secara verbal
untuk menyakiti atau berusaha menghancurkan reputasi orang lain, dan perang nampaknya
selalu terjadi dimana saja- ada 14.600perang selama 5600 tahun yang dicatat dalam sejarah
(Montagu dalam Morgan dkk. 1986).
Berikut ini akan dibahas : Instrumental dan Agresi Bermusuhan, Agresi Sebagai Suatu
Insting Manusia, Sebab-Sebab Lingkungan dan Sosial Dari Agresi Manusia, Belajar dan
Agresi Manusia, Mengontrol Agresi Manusia, Stimulus dan Kebutuhan Eksploratori, dan
Pengaruh Motivasi.
1. Instrumental -
dan ~Agresi Bermusuhan
Istilah agresi sulit untuk d!~ikirkan, dan ada beberapa ketidaksepakatan mengenai apa
- -
23
y'ang sehaIl}s!}y_adi_s~-agresi dan apa yang-tid~. Suatu perbedaan seringkali dibuat a.!!J:ara
agresi bermusuhan (hostile aggression) dan agresi mshllmental (mstrrl1ilental aggression).
A~rtujuan .]UtllI(.melukar-6filRg-~ini. dahim_agresl instrumental (Bus~
dalam Morgan dkk. 1986) individu menggunakan agresi sebagai eara untuk memuaskan
motif-motif lain. Contohnya,seseorang mungkin menggunakan aneaiilai1Ui1t~k memaksa
orang- lam rnemenuhi keinginan mereka, atau seorang anak keeil menggunakan agresi
sebagai suatu eara memperoleh perhatian dari orang lain.
Fokus dalam bagian ini dalam hal agresi manusia adalah pada agresi bermusuhan. Suatu
definisi yang banyak ditemukan dan eoeok adalah bahw,!hostile aggression adalah "bentuk-
bentuk perilaku diarahkan ke tujuan untuk mclUkai atau menyakitl kehidupan oran-glain yang
dimotivasi untuk menghindari perlakuan seperti itu" (Baron dalamMorgan dkk. 1986). Perlu
dieatat bahwa definisi ini menunjukkan bahwa agresor eenderung melukai korban, meski
intensitas itu sulit dinilai. Kita harus yakin bahwa ada keinginan untuk melukai sebagai label
bagi suatu tindakan yang agresif.
Kita manusia mempunyai begitu banyak perbendaharaan perilaku agresif bermusuhan.
Agresif bisa dalam bentuk fisik atau verbal, pasif atau aktif, lang~ung atau tidak lan~sung
(Buss dalam Morgan dkk. 1986). Perbedaan frsik dan verbal adalah perbedaan an tara
menyakiti tubuh dan menyerang dengan kata-kata; perbedaan antara aktif dan pasif adalah
perbedaan antara tindakan yang nampak dan suatu kegagalan untuk bertindak; agresi
langsung berarti agresi kontak berhadapan langsung dengan orang yang diserang; sedangkan
agresi yang tidak langsung terjadi tanpa adanya kontak langsung. Perbedaan ini memberi
suatu kerangka kerja yang bermanfaat dalam mengkategorisasikan agresi bermusuhan
manusia yang sudah ada (lihat Tabel 1.1).

2. A.gresi S~i Suatu blstin~ Man~i~


Suatu gagasan yang berpengaruh tentang agresi manusia adalah bahwa agre~_
bagian dari "sif~atibinata.Qg" (Freud, Lorenz dalam Morgan dkk. 1986). Kita dikatakan
sarna-sarna memiliki suatu insting agresif seperti pada binatang tingkat renda-h. Jadi, agresi
manuslaoiKafakan sebagai suatu perilaku tipikal spes~, seperti sebula!1 p~da_binataJ1gyang
lainLlmplifi~i dari pandangan iniadalah seeara alamikita adalah binatang agresif, bertempur,
perang, dan pengl}aneuran telah dan akan berlanjut sebagai bagian utama dari sejarah
manusla-drplanet bUnE ini~
Adiilah benar bahwajJagian dari otak manusia dan binatang mengatur perwu judan agres i
dan bahwa tingkat hormon-hormon tertentu (misalnya: testosteron) dihubungkan dengan
agresi (Moyer~~Morgai1dklc 1986), hampir semua ahli psikologi menolak
pallifangan "sifat manusia" yang gelap dan pesimistis ini. Malahan para ahli psikologi ini
meneI<.ankan penllngnya faktor-faktor1ingkungan, sosial, aanbeliijaryang menyebabkan
~ITgaffir perilaku ag-resi (Bandura, Baron, Berkowite dalam Morgan dkk. 1986).

3. Sebab-Sebab _Lin_gkungan dan Sosial Dari Agresi Manusia


Frustrasi darisua!u_l!!..otifsej~k awal diusulkan sebagai sebab dasar dari agresi. Frustrasi
terjadiiretika perilaku yang dimotivasi dihalangi, atau ditutup, sehingga tuJuanltu tidal<.dapat

24
dicapai. Bentuk yang kuat dari hipotesa-fru~trasi-agresi (Dollard, dkk. dalam Morgan dkk.
1986), seperli yang baru saja arsebutkan, menyatakan bahwa frustrasi selah.}mengbasilkan
perilaku agresi, dim semua periIaku agresi selalu diseb@.k.~~ frustrasi. Te.tapi k}ta dapat
dengan mudah berfikir tentang pen-gecualian ten tang hipQtflsnfYIJ~i Elgr-Bxirlaill..mben-tuk
yang-kuat-ini. Comohnya, orang bfS'a bereaksi terhadap frustrasi dengan menarik diri dari
situ;sTitu, dengan cara menyerah, dengan menggunakan alkohol atau mabok-mabokan, atau
dalam bentuk yang lebih positif, misalnya dengan meningkatkan usaha untuk mengatasi
frustrasi tersebut. Dan, pada hal-hal tertentu, tidak semua agresi disebabkan oleh frustrasi.
AR£lkah frustrasi hasil. dari agresi atau tidak nampaknya tergantunl1.pada dua faktor.
Pertama. frustrasi .ter.sc;.but hariIs kuat (Harris dalam Morgan dkk. 1986). Sebagian,
kekuatan dari frustrasi ini tergantung pada harapan yang dimiliki seseorang untuk mencapai
tujuan; hambatan dariJ1arapan yang tinggi dapat menjadi suatu penghasut yan~ efu.kti£bagi
~(Worche~am Morgan--dkk i986).15atam hubungan ini, menarik untuk dicatat
bahwa penindasan masyarakat dan revolusi dihasut, bukan oleh kebanyakan anggota
masyarakat yang tertindas, tetapi oleh orang-orang yang disamping frustrasi, juga memiliki
harapan bahwa tujuan sosial yang mereka perjuangkan akan dapat dicapai. Kedua, frnstrasi
harns di!erimasebagai-basil-dari tindakal!yaJ!g§ewenang-wenang. Agresi lebih nampak
ketikafrustrasi diterima sebagai tidak dapat dibenarkan, dan-agreSItidak terjadi sarna sekali
jika penghalang dari motif dipertimbangkan benar oleh individu yang frustrasi (Zillmann &
Cantor dalam Morgan dkk. 1986).
BarangkaILYill!&- umum, sl!..mb_~.r ~gresi sehari-hari adalah Denghinaan verbal atau
penilaian negcili~rang lain (misalnya "da§.~r podQll':, ~I~n_sebagainya). Penghinaan
seperti itu mungkin tidak begitu menyakitkan. Tetapi jika penghinaan itu dianggap sangat
menyakitkan dan jika yang dihina merespon dengan tindakan yang membahayakan dialamatkan
ke yang menghina, ini berarti penghinaan itu diinterpretasikan sebagai suatu tindakan yang
agresif. Tindakan agresif ini memunculkan agresi pada orang yang dihina, dengan kata lain
orang ini merespon dengan agresi balik. Dalam situasi umum dimana kita berusaha
mempertahankan harga diri kita dimata orang lain, agresi balik untuk menghina adalah
seperti mengintensifkan agresi asli, dan lingkaran setan dari reaksi ini akhimya akan
mengarah ke agresi fisiko
P~n1..ebaQ§.QSia!lain yang pentwg.dariagresi manusia adalah kerelaan dengan suatu
o~~a yan~ n:e.nyuruh kita untuk men)!..erangorang lain. Contohnya, perintah atasan pada
bawahannya di korp angkatan bersen jata. Anggota angkatan bersen jata mempunyai peraturan
dimana bawahan harus patuh pada atasan.
Kondisi Y<l~ tid~!LIl)enyenangkan atau kondisi aversif.~enyebabkan ogQ.g_
cenderung berperilaku agresif. Temperatur yang tinggi di alas temperatur normal (Baron
oa1ani-Mo~an dU. I986)-;-suiua yang kuat (Donnerstein & Wilson dalam Morgan dkk. 1986),
dan dibawah kondisi-kondisi seperti crowding atau ramai (Freedman, Schopler & Stcokdale
dalam Morgan dkk. 1986) meningkatkan agresi, khususnya pada orang yang sudah marah
pada sesuatu hal. Menurut dugaan Berkowitz (dalam Morgan dkk. 1986) bahwa frustrasi
ketika efektif, sebagian terjadi karena perasaan yang tidak menyenangkan telah ada.

25
Tabel 1.1. Beberapa Bentuk Agresi Manusia

JENIS AGRESI CONTOR

Fisik, aktif, langsung menikam, memukul, atau menembak orang lain.


Fisik, aktif, tidak langsung membuat perangakap untuk orang lain, menyewa
seorang pembunuh untuk membunuh.
Fisik, pasif, langsung secara fisik mencegah orang lain memperoleh
tujuan yang diinginkan atau memunculkan
tindakan yang diinginkan (misalnya aksi duduk
dalam demontrasi).

Fisik, pasif, tidak langsung Menolak melakukan tugas-tugas yang seharusnya


(misalnya: menolak berpindah ketika melakukan
aksi duduk).
Verbal, aktif, langsung Menghina orang lain.
Verbal, aktif, tidak langsung menyebarkan gosip atau rumors yang jahat
tentang orang lain.
Verbal, pasif, langsung Menolak berbicara ke orang lain, menolak
menjawab pertanyaan, dB.
Verbal, pasif, tidak langsung tidak mau membuat komentar verbal (misalnya:
menolak berbicara ke orang yang menyerang
dirinya bila dia dikritik secara tidak fair).

Sumber: Morgan dkk. (1986)

Lingkungan lain yang berpengaruh, meski ini kontroversial, adalah hadirnya senjata di
situasi dimana agresi dih:mlpkan.mUI?:C~.
Dalam beberapa percobaanBerkowlfz- &'"I:ePage
atau Frodi (dalam Morgan dkk. 1986)dldapat adanya senjata seperti pistol ditemukan dengan
meningkatkan agresi dari orang yang marah. Tetapi studi lain dari Buss, Booker & Buss
(dalam Morgan dkk. 1986) tidak dapat menemukan apa yang disebut "pengaruh senjata"
tersebut.

4. Belajar dan Agresi Manusia


Teori belajar ..§..osiaL~enekankan peran imitasi terhadap perilaku orang lain sebagai
penyeb~Bandura dalam Morgan dkk. 1986). Baik pada percobaan di labonitorium
rnaupu~ kehidupan sehari-hari, orang yang baru saja melihat orang lain bertindak
agresif cenderung melakukan hal yang sama pada situasi yang mirip. Agresi bersifat menular.
Modeling Ealingyfektif jika perilaku agresif dilihat sebagai dapat dibenarkan dan
mendapat hadiah, 9.f!.njika pengamat sudah dalam keadaan marah. 'Modeling dikatakan

26
bekerja karena modeling memberi:
a. langsung menarik perhatian pengamat pada satu dari beberapa rangkaian perilaku yang
mungkin (agresi sebagai pengganti usaha untuk mengambil muka)
b. menunjukkan pada pengamat bahwa perilaku-perilaku tertentu itu baik-baik saja,
sehingga menurunkan halangan untuk agresi,
c. meningkatnya emosi dari pengamat dalam beberapa kondisi dapat memunculkan agresi
d. menunjukkan pada pengamat tindakan agresi tertentu yang bisa ditiru.
Televisi dan film memberi kita banyak sekali model-model agresi, dan pertanyaan
tentang sumbangan mereka terhadap perilaku agresi sudah banyak dipelajari (Geen dalam
Morgan dkk. 1986). Hasil dari studi-studi ini secara umum menunjukkan peningkatan agresi
yang moderat, khususnya diantara anak laki-Iakiyang melihat kekerasan di televisi atau film.
Tambahan untuk belajar sosial, klasikal kQl1.dis.iQning dan instf!!..menJaIJ.Q!!disioning
dapat menjadi sumber penting dari agresi manusi(l. Klasikal_kondisioning terjadi ketika
SfiiTiUi~stertentu_ata!!situ~i tertentu berpasangan satll deng~ lainnya. Confohnya, jika
sitrJasfyang menghasilkan agresi sering diuTang-ulangdengan hadirnya oeberapa stimulus,
seseorang bisa belajar untuk tidak menyukai dan menjadi agresif terhadap stimulus yang
telah menjadi pasangan dari situasi yang memunculkan agresi. Selain itu, generalisasi
perilaku agresi bisa menyebar hingga individu berperilaku agresif terhadap stimulus lain
yang mirip. Contohnya, jika seorang anak seringkali diperlakukan sewenang-wenang atau
seringakali dihina oleh ayahnya, maka ia akan belajar, melalui pengkondisian klasikal, untuk
memunculkan permusuhan terhadap ayahnya itu. Dan generalisasi artinya, anak laki-Iaki tadi
mungkin juga akan menunjukkan rasa permusuhan dan perilaku agresi pada figur-figur
otoritas, seperti polisi, guru, atasan, dan sejenisnya.
Pengk0!19..isiaJLin~trumental terjadi ketika oran~ dihadiahi.!di12~at untuk per.ilaku
~esi( mereka. Menurut prinsip intrumental kondisioning, perilaku yang dipoerkuat.akan
lebih blln.yakterjadi di kemudiao had. Jadi, jika agresi diperkuai - diberi ~anjaran ~ maka
ak<l1lJ11~n..w.dUes.pon
yang menjadi kebiasaan. Mungkin seorang gadis menemukan bahwa
perilaku agresif menyebabkan dia diterima oleh orang yang dia inginkan untuk dijadikan
ternan. Kebutuhannya untuk diterima akan dipuaskan dengan perilaku agresi, dan kepuasan
kebutuhan ini akan dihadiahi, atau diperkuat. Dengan demikian, agresi akan menjadi cara dia
bereaksi dalam banyak situasi.

5.~ Manusia-
Jika seorang peneliti nampaknya menganggap agresi pada manusia berakar pada belajar,
dan karena faktor-faktor sosial dan lingkungan tertentu, keberadaan potensial untuk perilaku
agresi ini dapat dihambat dan dikontrol. Mengubah pendorong agresi mungkin bisadiharapkan
menurunkan agresifitas dalam masyarakat kita. Contohnya, memiliki model agresif yang
lebih sedikit, d(l_ncontoh-contoh dimana agresif dihentikan mungkin melTJbantu. Meski
pOfensi untuk meombatasi agresi memberi kita harapan, tetapi akan sangat sulit
mempraktekkannya dalam perilaku nyata bagaimana mengontrol perilaku manusia yang
ditunjukkan oleh penelitian. Terdapat beberapa saran untuk itu, antara lain:

27
Hukuman untuk agresi adalah salah satu pendekatan klasik untuk mengontrol perilaku
manusia. Hukuman (punishm~adi ketika suatu kejadian diikuti atau bergantung pada
beberapa peruaku yang melmrunkankemungkinan perilaku itu akan terjadi lagi. Penghukum
itu biasanya adalah pikiran yang tidak perlu, kejadian-kejadian tidak menyenangkan yang
mengikuti perilaku, hukuman, denda, loss of social acceptance (kehilangan penerimaan
sosial), malu, dipenjara, dan hal sejenis lainnya. Ini dikenal secara luas di masyarakat kita
bahwa hukuman agresi akan mengurangi perilaku agresif, tetapi, hukuman mungkin tidak
seefektif yang diduga selama ini.
Hukuman tampaknya bekerja paling baik ketika hukuman itu kuat, ketika penyerang
secara relatif dapat menerima hukuman ini, ketika hal itu segera diikuti oleh perilaku agresif,
ketika dorongan untuk bertindak agresif relatif lemah, dan ketika orang menerima hukuman
yang sah dan memadai (Baron dalam Morgan dkk. 1986). Sebaliknya, hukuman mungkin
tidak begitu efektif jika dipandang sebagai kasus yang digunakan pada masyarakat banyak
sebagai alat untuk mengontrol kejahatan dan tindakan agresif lainnya. Jika hukuman
digunakan secara tidak efektif, ini malahan akan meningkatkan kecenderungan untuk
bertindak agresif. Hukuman adalah suatu bentuk frustrator, oleh karena itujustru mendorong
dan membuat marah orang yang dihukum. Lagipula, didalamnya sendiri, suatu tindakan yang
agresif memberi contoh untuk agresif.
Contoh pendekatan klasik lain unlE.~menguran~i ~emarahan-rnrn--agre-sifitasdisebut
katarsts:Katarsls mengarah-Irepelepasan suatu emosi, atau "membiarkannya keluar dari
si~t~m~ikofisis seseorang".Contohnya,seringkalidikatakanbahwakita dapat melampiaskan
kemarahandan agreSifitaskita keluar dari sistem kita dengan memu!<l!!~berteriak
pintu belakang, 11lene!l<!ap..&
--
anjing, atau melihat pertandingan boxing. Ketika katarsis
di

mungkin membantu kita mengurangi kemarahan kita untukjangka waktu yang pendek, ini
tidak berarti menurunkan kemungkinan bahwa kita akan bertindak agresif dan kemudian
melawan orang tertentu yang membuat kita marah. Hasil riset menunjukkan bahwa kita akan
memperoleh keringanan katarsis dari perasaan marah dan agresifkita pada seseorang hanya
setelah melampiaskan kemarahan dan agresifitas kita pada orang tersebut (contohnya,
Konecni & Ebbesen dalam Morgan dkk. 1986). Karena itu, dalam hal ini, katarsis hanya
dicapai setelah agresi terjadi - suatu cara yang tidak baik untuk mengontrol agresi.
Jika teori sosial mengatakan bahwa model agresif dapat menyebabkan tindakan agresif,
apakah model yang tidak agresif dapat mengurangi tindakan agresif? (Baron & Kepnerdalam
Morgan dkk. 1986).
Interpretasi yang kita buat tentang agresi yang diarahkan langsung ke kita membuat kita
cenderung membalasnya secara agresif. Contohnya, jika kita tahu, sebelum suatu serangan
mengenai kita, bahwa penyerang kecewa karena mempertimbangkan kontrolnya itu, kita
akan membiarkan perilaku agresifnya itu dan mengurangi perlawanan kita terhadap tindakan
agresinya (Zilmann & Cantor dalam Morgan dkk. 1986). Jadi pemikiran atau kognisi yang
kita milikitentang alasan perilakuagresif orang lain memainkansuatu peran dalam membantu
kita mengontrol agresivitas kita sendiri.

28
Pendekatan penting lain yang menarik untuk mengontrol agresi didasarkan pada
pemyataan bahwa emosi-emosi dan perasaan-perasaan tertentu tidak coeok dengan marah
dan agresi (Baron dalam Morgan dkk. 1986). Kemarahan itu bisa hilang ketika seseorang
dibujuk untuk tersenyum, merasakan empati pada objek yang mau di serang, atau mungkin
sedikit tertarik seeara seksual. Hasil dari studi laborat ini (Baron dalam Morgan dkk. 1986)
nampaknya menunjukkan emosi-emosi dan respon-respon seperti itu bertentangan dengan
kemarahan dan agresi dan hal itu berfungsi untuk mengurangi kemarahan dan agresi tersebut.
Studi lapangan juga mendukung pandangan bahwa kemarahan dan agresi dapat dikurangi
dengan respon yang berlawanan (Baron dalam Morgan dkk. 1986). Peneliti untuk studi
mereka memilih suatu simpang empat yang eukup sibuk dengan suatu lampu lalu-lintas.
Salah satu peneliti mengendarai mobil yang menunggu pada simpang empat itu untuk IS
menit setelah lampu hijau menyala; dari sisi lain, seseorang mengamati reaksi pengendara
pria (subjek penelitian) yang dipaksa hams menunggu. Bunyi klakson dan gesture yang
agresif dicatat oleh eksperimenter tersembunyi.
Ada tiga kondisi eksperimental (respon-respon yang tidak kompatibel) dan ada dua
kondisi kontrol dalam eksperimen ini. Dalam satu kondisi eksperimen (empati), seorang
wanita muda berjalan pineang melintasi jalan dengan kruk sebelum lampu hijau menyala;
dalam kondisi kedua (humor), gadis muda ini menyeberang jalan dengan memakai topeng
badut; pada kondisi ketiga (menimbulkan godaan seks seeara halus), gadis muda ini
menyeberang jalan dengan pakaian minim. Dalam kondisi yang dikontrol, tidak ada orang
yang menyeberang jalan; dalam kondisi yang dikontrollainnya (gangguan), seorang gadis
muda, yang berpakaian normal, melenggang melintas jalan. Dalam semua kasus ini, wanita
yang menyeberang jalan hilang dari pandangan begitu lampu hijau menyala dan IS menit
tertunda mulai.
Hasil eksperimen ini menunjukkan, dalam kondisi kontrol dimana tidak ada orang
menyeberang jalan, 90% pengemudi pria membunyikan bel, dalam kondisi kontrol dengan
gangguan, 89% pengemudi membunyikan bel. Tetapi ketika kondisi empati, bunyi klakson
tumn menjadi 57%, kondisi humor 50%, dan kondisi yang menimbulkan godaan seks 47%.
Perhitungan motivasi kita tidak akan lengkapjikakita tidak mendeskripsikan beberapa motif
yang paling menetap dan kuat dari semua motif yaitu motivasi untuk meneari variasi
stimulasi, untuk memproses informasi disekitar kita, untuk melakukan eksplorasi, dan untuk
menjadi efektif dalam menghadapi tantangan dari lingkungan.
Jika anda pemah mengamati seorang anak kecil, anda akan menyadari kekuatan dari
motivasi ini. Bayi yang hidup, ketika tidak sedang tidur atau makan, nampak didominasi oleh
kebutuhan untuk mengetahui, untuk melakukan eksplorasi, dan untuk menjadi efektif dalam
lingkungannya. Misalnya kita meletakkan dengan hati-hati seorang bayi keeil di tengah
mangan, jika dia tidak takut, dia akan mulai bergerak pelan-pelan, menyentuh dan memani-
pulasi berbagai objek disekitamya. Banyak dari benda-benda ini akan masuk ke mulutnya,
ini hanya eara dia mengindra dan melakukan eksplorasi terhadap dunia. Begitu benda itu
dirasa tidak bam lagi, dia akan pindah ke benda yang lain, demikian setemsnya.

29

-- -
Danbukanhanyabayi sajayangmemiliki motif-motifsemacamini. Kebutuhanuntuk
mengetahui dan untuk menjadi efektif tetap ada selama hidup, dan sulit untuk dipuaskan.
Meski kebutuhan-kebutuhan biologis dan sosial kita telah dipuaskan, kita terns menerns
melakukan kontak dengan lingkungan dan mengatur kegiatan yang membuat gelisah dan
terns diburn. Karena motif-motif itu terns menetap dan selalu ingin muncul dari satu tingkat
ke tingkat lainnya, kebutuhan untuk tahu dan untuk menjadi efektif ini dianggap sebagai
bawaanlinnate, sebagai bagian dari warisan spesies manusia.
6. Stimulus-dan -Kebutuhan Eksploratori
-Pikirkan berapa banyak waktu, usaha, dan uang yang dikeluarkan orang hanya untuk
melihat sesuatu, traveling, dan mengeksplorasi lingkungan. Kita mengunjungi suatu temp at
yang barn dan merasa tertarik, kita melihat televisi, film, kontes olah raga, dan bermain; kita
membaca surat kabar, buku, dan majalah. Kebutuhan stimulus dan kebutuhan eksplorasi ada
dibelakang semua kegiatan ini. Stimulus apa yang memuaskan kitadan kebutuhan eksploratori
tidak bertahan lama, dan kita mencari sesuatu yang barn. Observasi informasi seperti ini
memberi kita dasar untuk melakukan kontrol eksperimen pada stimulus dan kebutuhan
ekploratori.
Kekuatan insentif dari stimulus dalam lingkungan didemonstrasikan beberapa tahun
yang lalu dalam eksperimen dimana monyet diberi puzzle mekanis untuk dipecahkan.
Monyet ini tertarik dengan stimulus yang barn dalam puzzle ini. Mereka mengeksplorasinya
dan belajar memecahkan puzzle dengan memindahkan penjepit, menghilangkan pengait, dan
mengangkat engsel, dan tidak ada hadiah apapun setelah upaya mereka membongkar puzzle
tersebut (Harlow dalam Morgan dkk. 1986). Eksperimen lain tentang motivasi ingin tahu
juga menunjukkan bahwa monyet-monyet akan bekerja dan belajar ketika insentifnya
hanyalah diijinkan melihat keluar dari kandang ke lingkungan yang dengan panorama yang
beraneka ragam (Butler dalam Morgan dkk. 1986).
Monyet-monyet dalam eksperimen ini dimasukkan dalam kotak tertutup dengan dua
pintu kedl yang bersebelahan. Seekor monyet akan dengan tidak sengaja menyentuh
pintu itu. Masing-masing pintu mempunyai satu stimulus visual yang melekat padanya
(stimulus A dan stimulus B). Jika monyet dapat menekan pintu dengan stimulus A, maka
pintu terbuka dan monyet dapat melihat keluar beberapa men it. Jika monyet menekan
pintu stimulus B, pintu tidak akan terbuka. Jadi hadiah satu-satunya untuk membedakan
antara dua stimulus ini adalah kesempatan untuk melihat keluar ketika pintu terbuka
karena tekanan pada pintu yang benar.
Binatang itu segera siap belajar menghadapi perbedaan itu, hal ini menunjukkan bahwa
mereka dimotivasi oleh suatu kesempatan untuk melihat keluar. Ketika binatang be/ajar
mendorong pintu yang benar,jumlah dorongan dibuat tergantung pada apa yang dilihat
di luar. Jika ada pemandangan yang menarik di luar, misalnya monyet lain atau mainan
kereta yang bergerak, monyet lebih sering mendorong pintu yang benar. Jika pintu itu
tidak sering didorong, karena yang dilihat di luar hanyalah suatu pemandangan ruang
yang kosong.

30
MatmSia-jtJga IIlc;lI~aristimntas-i-;dan beberapa orangmenyebutnya "sens~i pencarian" yaitu
kecenderungan un.tukm.e.ncari tenltama~timulll~-s.!Lmulu~c!.~I!_ ~it\!asi-situasi yang
menggrrahkan. Dan meski kita bukan pencari sensasi (sensation seekers), kebanyakan dari
kita mempunyai kebutuhan untuk menjadi stimulus-stimulus yang baru atau asH. Menurut
satu teori yang berpengaruh (Berlyne dalam Morgan dkk. 1986), stimulus dari lingkungan
menggerakkan kita semua, dan masing-masing dari kita mempunyai tingkat yang optimal
dari penggerak yang kita cari. (Pencari sensasi mempunyai tingkatan tinggi yang sang at
optimal). Berada pada atau di dekat tingkatan optimal dari penggerak itu dapat menyenangkan;
berada terlalu tinggi atau terlalu rendah dari tingkat penggerak menghasilkan perasaan tidak
menyenangkan. Stimulus baru dan kompleks yang moderatlcukup, cukup baik dalam
meningkatkan tingkat penggerak ke arah optimal, yaitu tingkat yang dapat menyenangkan.
Suatu stimulus yang baru (misalnya novel) adalah stimulus yang berbeda dari yang kita
harapkan, stimulus yang kompleks adalah stimulus yang berisi sejumlah besar informasi
untuk dip roses .Untuk mencari tingkatan optimal dari penggerak, kita cenderung mencari dan
menyukai stimulus yang baru dan kompleks.

7. Pengaruh Motivasi
Kebutuhan stimulus dan eksploratori yang diterarlgkap dibagtan terakhir melibatkan
suatu usaha untuk mampu dalam menghadapi lingkun&1!.n.Motivasi dibalik kegiatan
kornpetensi iniQI~~huieffeGtall(;e niOdvatlon - suatu mot}fumum untuk bertindak secara
kompeten dan efektifketLka berinteraksi qenganlinghin~!1 (White dalam Morgan dkk'
1986). Moti vasi efektance memainkan peran penting dalam perilaku manusia. Tujuan-tu juan
dicapai, tetapi motivasi efektansi (effectance motivation) tidak terpuaskan, dia tetap mendorong
perilaku kearah penguasaan dan kompetensi baru.
Mungkin kita melihat lagi pada anak kecil yang sudah diperkenalkan dalam bagian awal
bab ini. Dari sudut pandang penggerak motivasi,jika bayi hanya maju secara perlahan-lahan
dalam hal berdiri, kita perhatikan seberapa banyak usaha yang dia lakukan supaya bisa
berdiri. Bayi itu berkali-kali mencoba berdiri sendiri, dan dia melakukan ini terus menerus,
tidak peduli apakah dia berhasil atau gagal, tidak peduli apakah orang lain memperhatikan
atau tidak. Usaha kecil dari bayi ini menggambarkan apa yang dimaksud dengaR-4fer.ta~e
motivation, bayi berusaha menguasai lingkungan dan mefljadi efektif di dalaml1j'~. Effectance
imr£r~tion juga bekerja dalam kehidupan rna-s-e1afiJutnya,tetapi disini akan sulit dikatakan
apakah perilakunya itu dimotivasi oleh effectance motivation atau oleh salah satu dari motif-
motif sosial, misalnya, motif berprestasi.
Suatu konsep yang mirip dengan effectance motivation adalah motivasi intrinsik,
dijelaskan sebagai suatu kebutuhan seseorang untuk merasa mampu dan self-determining
dalam menghadapi lingkungannya (Deci dalam Morgan dkk. 1986). Ini disebut intrinsik
karena tujuannya adalah efektifitas, kompetensi, dan penentuan diri dari internal feeling.
Sebaliknya, motivasi yang diarahkan kearah tujuan ekstemal dari seseorang, seperti uang,
atau tingkat dalam sekolah. Reward ekstrinsik memiliki kegunaan dalam menuntun perilaku
di dunia bisnis dan sekolah, tetapi rnendasarkan diri pada hal-hal tersebut kadangkala
melumpuhkan moti vasi intrinsik dan mengganggu kinerja (Condry, Lepper & Greene dalam

31
Morgan dkk. 1986). Dengan reward ekstrinsik, orang mengadopsi suatu strategi dengan cara
melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan minimum untuk mendapatkan kebutuhannya
sebagai pengganti kerja keras untuk "kesenangan" secara kreatif, dan untuk kepuasan yang
datang dari penguasaan dan pemahaman yang mendalam dari suatu masalah.

L MOnVASIAKTUALffiASIDIRI
Motif aktualisasi diri (Maslow dalam Morgan dkk. 1986)dihubungkan dengan motivasi
efektan dan motivasi intrinsik. AktualisasLdiri menunjuk ke kebutuhan pribadi untuk
mengembangkan potensi mereka; dengan kata lain "melakukan apa yang mereka mampu
melakukan". Karena itu, aktualisasi diri adalah orang yang meilggunaKan kemampuannya
secara menyeluruh/penuh. Tentu saja tujuan orang untuk mengaktualisasikan kemampuan
mereka secara optimal ini berbeda-beda dari satu orang ke orang lainnya. Untuk beberapa
orang, itu berarti prestasi di bidang ilmu atau kesusasteraan; untuk beberapa orang lainnya,
itu berarti kepemimpinan dalam bidang politik, masyarakat, atau agama; untuk orang lainnya
lagi, itu bisa berarti hidup bebas sepenuhnya tanpa terlalu dikendalikan oleh peraturan sosial.
Aktualisasi diri diduga menjadi kebutuhan tertinggi dalam hirarki ~ebutuhan atau motif
(Maslow dalam Morgan dkk. 1986). Dari kebutuhan tertinggi ke kebutuhan terendah,
kebutuhan dalam hirarki itu adalah:

Kebutuhan untuk aktualisasi diri (the need for self-actualization)

Kebutuhan akan hargadiri (esteem needs), seperti prestise, kesuksesan, dan menghargai
diri sendiri.

Kebutuhan akan rasa dimiliki dan dicintai (belongingness and love), seperti kebutuhan
untuk afeksi, afiliasi, dan identifikasi.

Kebutuhan akan rasa aman (safety needs), seperti kebutuhan untuk keamanan, stabilitas,
dan keteraturan.

Kebutuhan fisik (physiological needs), seperti lapar, haus, dan seks.

Urutan dimana kebutuhan ini didaftar adalah signifikandalam dua hal. Kebutuhan-kebutuhan
yang muncul dalam urutan, dari yang terendah sampai yang tertinggi, dengan kebutuhan fisik
sebagai kebutuhan pertama dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan yang terakhir, selama
seseorang berkembang secara normal. Dari rendah ke tinggi, ini juga urutan hal-hal yang
harus dipuaskan. Dengan kata lain, kebutuhan fisiologis harns dipuaskan terlebih dahulu
sebelum kebutuhan lain dapat ditemukan, kebutuhan akan rasa aman datang sebelum
kebutuhan yang lebih tinggi muncul. Contohnya, seseorang yang lapar disibukkan oleh
bagaimanacaranya mendapatkan makan.Dia tidakterlalu peduli dengan bagaimana makanan
besok dapat diperoleh (kebutuhan akan rasa aman); hanya disibukkan oleh kebutuhan
bagaimana mendapatkan makananhari ini.Tetapi begitu dia mendapatkan makan hari ini, dia
mulai khawatir kebutuhan akan rasa amannya, dan mulai memikirkan bagaimana agar

32
kebutuhan ini dapat dipenuhi; karena itu dia bergerak ke kebutuhan akan rasa aman. Sistem
yang sarna akan terjadi untuk tahap-tahap yang lebih tinggi. Jika seorang wan ita mempunyai
satu pekerjaan tetap, atau tahu bahwa dia akan mendapatkan pekerjaan lainnya bila ia
kehilangan pekerjaan satunya (kebutuhan akan rasa amannya terpenuhi), kebutuhan akan
rasa dimiliki dan dicintai datang kemudian. Dia sekarang dimotivasi oleh kebutuhannya
untuk sukses dan merasa diri berharga. Akhirnya, jika semua kebutuhannya telah terpenuhi,
tujuannya akan menjadi sesuatu dimana dia dapat melakukannya dengan baik dan
rnenikmatinya; dia akan dipuaskan oleh kebutuhannya untuk merealisasikan potensinya -
dia akan menjadi orang yang dapat mengaktualisasikan diri.
Kebanyakan dari kita tidak membuat kebutuhan untuk mencapai puncak tangga. Hampir
semua masyarakat, hampir seluruh waktu, kebutuhan fisiologinya dapat dipenuhi dengan
baik (meskipun di negara kita yang makmur (meskipun di negara kita yang makmur, banyak
orang kelaparan). Maka kita bergerak ke kebutuhan akan rasa aman, dan ini kebanyakan dari
kita dapat memenuhinya. Contohnya, keamanan kerja adalah hal paling penting untuk
banyak orang. Kita butuh merasa aman di jalan di kota dan rasa aman dari penggunaan
kekuasaan yang sewenang-wenangdari pemimpin-pemimin kita, polisi, atau aparat pemerintah
lainnya. Jika kebutuhan rasa aman kita dipuaskan, kita terus mencoba memenuhi kebutuhan
kita akan rasa afeksi, afiliasi, dan identifikasi - perasaan sebagai anggota dari masyarakat
atau anggota keagamaan, sekolah, atau perusahaan. Jika kita memenuhi kebutuhan ini, kita
bebas untuk melangkah ke hirarki kebutuhan yang lebih tinggi, yaitu kebutuhan akan self-
esteem (harga diri) dan aktualisasi diri. Tentu saja, situasi ini lebih lancar daripada yang
sebelumnya.
Banyak orang mencoba bergerak menuju tingkat yang lebih tinggi hanya untuk
menemukan, sebagaimana lingkungan sekitarnya telah berubah. Oleh karena itu kebutuhan
tingkat yang lebih rendah harus dipenuhi terlebih dahulu. Orang dapat mencoba memuaskan
beberapa kebutuhan pada saat yang sarna, yaitu kebutuhan akan self-esteem dan kebutuhan
akan aktualisasi diri. Meski motif yang lebih tinggi hanya dapat dipuaskan setelah kebutuhan
yang lebih rendah dipuaskan, motif yang lebih tinggi sering tetap tidak dipenuhi. Dengan kata
lain, tujuan dari motif yang lebih tinggi ini tidak tercapai, akan membuat orang merasa
frustrasi.

J. FRUS-TRASI DAN-KONFl-1K OARI-MOTIF


Jalan motivasi tidak selalu berjalan dengan lancar. Sesuatu terjadi yang mencegah kita
mencapai tujuan ke arah dimana kita didorong atau diarahkan. Istilahfrustrasi menunjuk ke
b~rilaku yang diarahkan ktl~~ Meski ada begitu banyak cara
dimana motif dapat dibuat frustrasi - yaitu dicegah dari kepuasan - konfIik diantara motif-
motif yang muncul bergantian mungkin menjadi alas an paling penting mengapa tujuan tidak
tercapai. Jika motif dibuat frustrasi, atau dibloking, sering menghasilkan perilaku dan
perasaan emosional. Orang yang tidak dapat mencapai tujuan penting mereka, merasa
tertekan, khawatir, takut, merasa bersalah, atau marah. Seringkali mereka frustrasi hanya
karena tidak dapat rnernperoleh kenikrnatan biasa dari hidup.

33

--
Suatu frustrasi dapat diskematisasikan dengan suatu diagram seperti gambar di bawah ini.

+
Gambar 1.4. Skema Frustrasi Karena Faktor Lingkungan dan Hambatan Personal

Suatu penghalanglpenghambat (garis vertikal) berdiri di antara individu dan tujuan (+)
yang menjadi perhatian individu tersebut. Penghalang dapat berupa orang lain atall objek
di dalam lingkungan, atau kurangnya kemampuan atau ketrampilan individu

Sumber: Morgan, dkk. (1986)

Gambar di atas dibuat oleh Kurt Lewin untuk membantu menggambarkan sumber dan
pengaruh frustrasi. Gambar itu mencatat lingkungan keseluruhan dari individu, dan gambar
vertikal merupakan penghambat tujuan. Dalam gambar ini, tujuan disimbolkan dengan tanda
positip (+) atau negatif (-), disebut valence (valensi). Tanda positip (+) menunjukkan suatu
tujuan dimana orang itu tertarik; tanda negatif (-) menunjukkan suatu tujuan yang ditolak,
misalnya: hukuman, ancaman, atau sesuatu yang ditakuti seseorang atau yang dipelajari
untuk dihindari. Anak panah digunakan untuk menunjukkan arah kekuatan motivasi yang
bekerja pada seseorang.
1. Sumber-Sumber Frustrasi
Secara umum, sumber frustrasi ditemukan dalam : (1) kekuatan lingkungan yang

--
membloking motif secara keseluruhan, (2) ketidakmampuanpri_badj yarigme~
mungkin mencapai tujuan, dan (3) konflik antara dan diantara motif.
2. Frustrasi Lingkungan
Dengan membuat suiit atau tidak mungkin bagi seseorang mencapai suatu tujuan,
hambatan lingkungan dapat membuat frustrasi pemuasan motif. Penghambat itu bisa sesuatu
yang bersifat fisik, misalnya: menutup pintu atau tidak punya uang. pe~lghamoaritujuga E>isa
orang, misalnya: orang tua, guru, atau polisi, yang mencegah kita mencapai tujuan.

34
3. Frustrasi Pribadi
Kdidakmampuan mencapai tujuan dapat menjadi sumber frustrasi. Ada banyak tujuan
yang tidak dapat dicapai karena ada diatas kemampuan orang tersebut. Contohnya. seorapg
anak mungkin bercita-cita mencapaiprestasi akademikyang tinggi tetapilqJSilngk~.!!l<lI!!I!.\l_,!n,
sehinggapresta1>inyahanya15iasa:-j)iils1i.iaja.
Dia niungklodimotivasi untuk bermain band di
~latinya,ikui bergalJung dengan team sepak bola sekolah, tercatat dalam klub tertentu,
atau bertindak sebagai pemimpin dalam suatu permainan dan dibuat frustrasi karena mereka
menginginkan tujuan itu, yaitu mempunyai tingkat aspirasi diatas kapasitas mereka untuk
mewujudkannya.

4. Frustrasi Yang Men2hasilkan~ol!f,!jk


-Suatu sumber penting dari frustrasi ditemukan dalam konflik motivasional dimana
perwujudan dari satu motif diganggu dengan perwujudan dari motif-motif yang lain.
Contohnya, dalam menunjukkan agresivitas, orang sering menemukan konflik ini. Di satu
sisi mereka takut akan ~iii1darLI!l~syarakat yang akandiperolehjika mereka melampiaskan
agreslvitasnya:lGr~a itu agresi berkOnniKdengatrlrebtttuhanuntuk dipuji masyarakat. Di
(je~asyarakat, motivasi seksual sering berkonflik dengan standar persetujuan
masyarakat akan perilaku seksual. Contoh konflik umum lainnya adalah kebutuhan untuk
mandiri dan kebutuhan untuk afiliasi atau aspirasi karir dengan realitas ekonomi. Hidup
penuh dengan konflik dan frustrasi muncul dari konflik-konflik tersebut.
5. Jenis-Jenis Konflik
Dari tiga sumber frustrasi umum yang diterangkan di atas, salah satu yang sering
men~-fR1stra8i yaDg..12~lingmeneta.Qd~m~meodaiam.E~~a Qrnng.ban.)'ak adalah
konflik motivasi. Jenis frustrasi ini dapat menjadi paling penting dalam menentukan
~ rintangan seseorang. Dalam analisis, nampak bahwajenis frustrasi ini dapat
muncul dari tiga jenis utalJlakonflik, yang disebut app~ch-approach, avoidance-avoid-
ance, ian approach-avoidance.
a. Approach-approach Conflict
AfJvroach-ap.nrnnrh rnnf7i~~Q~atQ.koDflik ~nt~r~ clll~ tlljuan yang pQsitif -
tujuan-tujuan secara bersama itu mempunyai d~<lYMa!ik)'.ang,.s.ama.
Contohnya, suatu konflik
~gis
" muncul ketika s;seorang l~pa~dan
.. ngantukpad<l §aat yang ~ama.lhla~. konteks
sosial, suatu konflik mungkin muncul ketika seeorang ingin pergi ke pawai politik dan ke
pesta renang yang jadwalnya pada malam yang sarna. Pepatah terkenal mengatakan bahwa
"seekor keledai lebih baik kelaparan hingga mati karena dia berada setengahjalan antara dua
tumpukan jerami dan tidak dapat memutuskan diantara keduanya". Sebenarnya, beberapa
keledai dan manusia benar-benar lapar sampai mati hanya karena mereka berada dalam
konflik diantara dua tujuan yang positif. Konflik-konflik seperti itu dipecahkan dengan
memuaskan satu tujuan dan kemudian tujuan lainnya. Contohnya, makan dan kemudian
pergi tidurjika seeorang bersamaan merasa lapar dan mengantuk, atau dengan cara memilih
satu tujuan dan membiarkan yang lainnya. Dibandingkan dengan situasi konflik lain, konflik

35
approach-approach biasanya mudah dipecahkan dan hanya sedikit menyita perilaku
emosional.

b..:-..Avoidance-avoidance Conflic~
_A voidance-avoidance conflictadalah konflikyang melibatkan dua tujuan negati~9an ini
S\latupengaiamanyangbiasa.Seoranganakharns mengerjakanpekerjaanrumah aritmatikan-;-
atau mendapatkan tamparan. Seorang siswa harns belajar untuk dua hari berikutnya untuk
satu ujian atau mendapatkankegagalan. Seorang wanitaharus mengerjakan suatu tugas yang
tidak dia sukai atau dia akan kehilangan pekerjaannya. Konflik-konflik seperti ini disingkat
dengan "memegang antara setan dan laut biru yang dalam". Kita semua mengerti bahwa kita
tidak menginginkan hal itu tetapi harus dikerjakan atau mendapatkan altematif yang lebih
tidak menguntungkan.
Dua jenis perilaku sepertinya menjadi mencolok dalam konflik avoidance-avoidance.
Satu adalah kebimbangan perilaku dan pikiran, berarti bahwa orang tidak konsisten antara
apa yang mereka lakukan dan pikirkan; pertama mereka melakukan sesuatu hal kemudian hal
lainnya. Kebimbangan terjadi karena kekuatan untuk mencapai tujuan meningkat bila orang
mendekat tujuan tersebut. Jika tujuan negatif didekati, individu akan semakinjauh dari tujuan
itu. Tetapi jika orang memilih melakukan hal yang mendekati tujuan, orang mendekat lagi
ke tujuan negatif lainnya, kembali ke sesuatu yang menjengkelkan. Individu seperti pemain
bola-basket, seorang pemain lari dari penghalang satu, ke penghalang lain, semakin dekat
dengan ring basket, semakin berat penghalangnya. Tetapi bila ia lari mundur, bahaya lain
muncul. Karena itu harus tetap bertahan dan berusaha maju ke daerah lawan, supaya bisa
mencetak angka. Situasi yang sama kita temui bila kita berhadapan dengan konflik avoid-
ance-avoidance.
Ciri penting kedua dari jenis konflik ini adalah usaha untuk lari dari situasi konflik ini.
Secara teoritis, seseorang dapat menghindarkan diri dari konflik avoidance-avoidance ini
dengan cara melarikan diri - dan memang benar, orang mencoba melakukan hal ini. Tetapi
dalam prakteknya, seringjustru adakekuatan negatifyang bertambah mengelilingi situasi ini
yang mencegah mereka untuk menghindari konflik ini. Contohnya, seorang anak yang tidak
mau mengerjakan pekerjaan rumah aritmatika dan dipukul, ia akan lari dari rumah. Tetapi
konsekuensi lari dari rumahjustru lebih buruk lagi dari pada altematifyang harus dia lakukan.
Orang dengan konflik avoidance-avoidence bisa mencoba arti yang berbeda dari
"melarikan diri" yaitu mereka mendasarkan diri pada khayalan untuk bebas dari ketakutan
dan kecemasan. Mereka banyak menghabiskan waktunya untuk berkhayal atau bermimpi,
menyulap suatu dunia imajinasi dimana disana tidak ada konflik. Atau mereka menciptakan
kembali dalam pikirannya dunia bebas masa kanak-kanak dulu, sebelum tugas-tugas tidak
menyenangkan dan konflik avoidance-avoidance ada. Cara meninggalkan situasi konflik ini
disebut regresi.
Banyak emosi yang intens dihasilkan dari konflik avoidance-avoidance ini. Jika dua
tujuan negatif menghasilkan ketakutan dan ancaman, orang yang menghadapi hal ini akan
mengalami ketakutan. Atau individu mungkin menjadi marah dan benci bila terjebak dengan
situasi dimana tujuannya bersifat negatif.

36
g
c. Approach-A voidance Conflict
Aproach-avoidance_c01ff1ictad;!@hIc~nfli~l'an~ paling,.~liLdipeJ;~n. Dalam j~is
konflik ini, seseorang teJtarik dan menolak objek tujuan yang sama. Karena v~sitif
/
dari tujuan ini, orangmendekatinya; tetapijika didekati, valensi negatifnya menjadi semakin J,
kuat. Jika, pada satu titik selama mendekati tujuan, aspek-aspek yang menghambat/negatif
menjadi lebih kuat daripada aspek-aspek positif, orang akan menghentikan usahanya
sebelum mencapai tujuan. Karena tujuan tidak tercapai, individu bisa menjadi frustrasi.
Sama dengan konflik avoidance-avoidance, penghambat biasa dalam konflik avoid-
ance-approach; orang dalam konflik ini mendekati tujuan hingga valensi negatif menjadi
semakin kuat, dan kemudian mereka mundur lagi. Tetapi, seringkali, valensi negatif tidak
begitu menghambat untuk menghentikan perilaku mendekat. Dalam kasus seperti ini, orang
mencapai tujuan, tetapi jauh lebih lambat dan dengan ragu-ragu daripada yang mereka
inginkan tanpa valensi negatif; dan sampai tujuan tercapai, ada frustrasi. Bahkan meski
tujuan sudahtercapai, individu tetap merasatidakmudahkarena valensinegatif mengikutinya.
Apakah seseorang frustrasi oleh pencapaian tujuan yang lambat atau karena sama sekali tidak
dapat mencapai tujuan, reaksi emosi seperti takut, marah, dan penolakan biasanya menemani
konflik avoidance-approach ini.
d. Konflik Approach-avoidance Ganda
. -Banyak-keputusa&pcftting dahull hiJup 11Ielibatkankonflik appmac~.avQidance.ganda
ini, yang berarti ada 9_eberapaJujJIan.dengan.me1ibatkan vHlemi-positifdan negatif. .MEngkin
seoran-g wanlt<!..1I1erencanakan untuk menil<ah. Pertamanya tujuan menikah mempunyai
valensl positifbaginya denganalasan stabilitas dan keamanan dankarenacImmenci':!tai pria
yang akan-diniKa11inya. Sebaliknya, menikah itu ditolaknya karena itu berarti penolakan
terhadap tawaran menarik dari pekerjaan baru di kota lain. Dengan memperhatikan karirnya,
wanita ini tetti:irik dengan pekerjaan barunya tetapi juga muneul penolakan karena masalah
yang bisa muncul dengan perkawinannya. Apa yang harns dia lakukan? Sebagian,jawabannya
tergantung pada kekuatan relatifkonflik approach-avoidance ganda ini. Setelah menghadapi
kebimbangan ini, dia mungkin akan memutuskan pertunangannya, jika jumlah total dari
valensi positif dikurangi valensi negatif dari karirnya, lebih besar daripada valensi negatif
dengan pernikahannya. Atau sebaliknya, jika valensi total dari menikah lebih banyak
daripada valensi karir, maka ia akan memilih untuk menikah. Jadi, apa yang dilakukan orang
dalam konflik approach-avoidance ganda tergantung pada kekuatan relatif dari valensi
positif dan valensi negatif yang terlibat.
Contoh pernikahan di atas menggambarkan satu eiri penting dari valensi negatif dalam
konflik approach-avoidance ganda. Valensi ini, yaitu hambatan untuk meneapai suatu
tujuan, umumnya diinternalisasi. Hambatan yang diinternalisasi seperti itu, atau valensi
negatif dari dalam, biasanya hasil dari latihan dalam nilai-nilai sosial yang pernah diterima
sesorang. Wan ita dalam eontoh itu belajar untuk menilai tujuan tentang suatu karir yang
mandiri, dan nilai ini kemudian menjadikan suatu konflik dengan tujuan untuk menikah.
Lebih umum lagi, hambatan yang diintemalisasi adalah nilai-nilai sosial yang menjadi suara

37
hati. Kita dimotivasi untuk melakukan sesuatu, tetapi kecenderungan ini akan dicek lagi oleh
nilai-nilai yang diinternalisasi yang kita miliki apakah ini "baik" atau "buruk'. Hambatan
internal umumnya lebih keras dihadapi daripada hambatan eksternal. Orang mungkin
menemukan cara menghindari kesulitan dari hambatan lingkungan atau hambatan luar, tetapi
mereka kesulitan lari dari hambatan dari dalam dirinya sendiri. Reaksi emosional yang
umumnya muncul dalam konflik approach-avoidance ganda dimana hambatan internal
memainkan peran menjadi akar dari banyak maslah perilaku. Dari sisi yang lebih positif, jika
kita memiliki pemahaman dari konflik kita sendiri dan hambatan yang diinternalisasi yang
muncul karena konflik itu, kita akan menjadi lebih bahagia dan mengalami distress yang
kurang dalam hidup kita.

LA TIHAN SOAL
1. Apakah motif itu? Jelaskan!
2. Apakah perbedaan antara want, need, dan desire itu? Jelaskan!
3. Bagaimana teori drive menerangkan tentang motivasi, jelaskan!
4. Jelaskan bagaimana teori incentifmenerangkan tentang motif!
5. Jelaskan bagaimana teori oponen proses menerangkan tentang motif!
6. Apakah teori tingkat optimal itu? jelaskan !
7. Apakah yang mendorong munculnya motif biologis? Jelaskan !
8. Penelitian yang terakhir tentang lapar mendapatkan kesimpulan bagaimana? Jelaskan!
9. Hormon apa yanKterlibat dalam motivasi haus? Jelaskan!
10. Apakah motivasi seksual itu hanya melulu memotivasi biologis saja? Jelaskan!
II. Apakah motivasi sosial itu? Jelaskan !
12. Jelaskan ciri-ciri dari orang yang mempunyai motif berprestasi tinggi !
13. Apakah Machiavelian itu ? Jelaskan !
14. Jelaskan ciri-ciri dari orang yang n. ach-nya tinggi !
15. Jelaskan mengapa perilaku agresif dapat terjadi karena proses modeling!
16. Bagaimana Maslow menerangkan mengenai motivasi aktualisasi diri ? Jelaskan !
17. Apa saja sumber frustrasi itu ? Jelaskan !
18. Ada 4 jenis konflik motivasi. Jelaskan dan beri contoh !

38
Bab2 EmosidanStress

Pada bab mengenai Emosi dan Stres ini akan dibahas antara lain adalah:
A. Pendahuluan
B. Ekspresi dan Persepsi Tentang Emosi
C. Fisiologi dari Emosi
D. Beberapa Teori Tentang Emosi
I . Emosi dan Keadaan Tubuh
a. Teori James-Lange
b. Teori Cannon-Bord
c. Teori Schachter-Sieger (Interpretasi Tentang Pembangkitan Tubuh)
2. Teori Penilaian-Kognitif Tentang Emosi
3. Teori Tentang Hubungan Diantara Emosi
4. Teori Tentang Emosi dan Motivasi
LATIHAN SOAL

A. PENDAHULUAN
Kita adalah manusia yang rasionaI. Kita mengutamakan cara berfikir rasional yang
berusaha memuaskan motifkita dengan cara yang intelegen. Sampai taraf tertentu kita hanya
berbuat seperti itu, tetapi kita juga manusia yang emosional - lebih emosional dari yang
sering kita sadari. Bahkan, hampir semua affair kehidupan sehari-hari diwamai dengan
perasaan dan emosi. Kenikmatan dan kesengsaraan, kegairahan dan kekecewaan, cinta dan
takut, daya tarik dan hal yang menjijikkan, harapan dan kecemasan - semua itu dan lebih
banyak lagi perasaan sering kita alami dalam kehidupan sehari-hari.
Hidup akan teras a kering tanpa perasaan-perasaan seperti itu. Mereka memberi warna
dan bumbu dalam kehidupan; mereka adalah saus yang menambah kesenangan dan
kenikmatan untuk hidup kita. Kita mengantisipasi pesta dan kencan kita dengan kesenangan;
kita mengingat dengan sinar yang hangat kepuasan yang kita dapatkan dari mendapatkan
prestasi yang baik, bahkan kita sering mengingat kembali sebagai hiburan kekecewaan yang
pahit di masa keciI. Dengan kata lain, bila emosi kita terialu intens dan terialu mudah
dipengaruhi, mereka dengan mudah menyebabkan kita dalam bahaya. Mereka dapat

39

- - -
rnernbengkokkan penilaian kita, rnengubah ternan rnenjadi rnusuh, dan rnernbuat kita
sengsara, seperti kita sakit demam.
Karena itu, apakah emosi itu? Ini bukaJ~_£.eJ:talJ.yaa~ngU1Udahuntuk dija~~Ada
begi'tubanyak definisl,-sebanyakorang yang menuliskannya. Al~~.anmen~. el11o~ibanyak
sekali definlsinya adalah karena emosi memI?unyai banyak sekali aspek! suatu emosi
memiliki banyak aspek pada ~atu hal. Berm;aha untuk sampai pada suatu deflnisi yang
.§f!l-prehensiftentangemosi (Kleinginna&KleinginnadalamMorgan dkk., 1986)menyatakan
bahwa emosl seharu~nya:
(1) mengatakan sesuatu tentang apa yang kita rasakan ketika kita sedang emosional,
(2) menyebut secara psikologis atau secara badaniah, dasar dari perasaan emosional,
(3) berpengaruh emosi dalam persepsi, pikiran, dan perilaku,
(4) menjelaskan dorongan, atau motivasional, perlengkapan dari emosi-emosi tertentu
seperti takut dan marah,
(5) menunjuk ke cara bagaimana emosi diekspresikan dalam bahasa, ekspresi wajah, dan
gesture (bahasa tubuh).
B. EKSPRESI DAN PERSEPSI TENTANGEMOSI
Emosi seseorang mempunyai dampak yang besar pada orang lain ketika seseorang
mengekspresikannya dalam cara yang dapat diterima oleh orang lain. Ketika kita menerima
respon-respon emosional dari orang lain, kita merespon dalam cara yang benar, mungkin
dengan ekspresi emosi kita sendiri. Contohnya, jika salah satu ternan saya memenangkan
suatuhadiahdan menunjukkan kebahagiaan,sayamungkinjuga merespondengankegembiraan
ju~~; atau tergantung pada persepsi saya tentang situasi itu, mungkin saya iri. Kita seringkali
berdasar pada contoh-contoh ekspresi emosi dari orang lain untuk membuat pendapat kita
tentang kepribadian mereka. Contohnya, kalau sayamenangkap bahwa atasan saya seringkali
menunjukkan ketidakadilan pada anak buahnya tetapi menjadi bersikap asal bapak senang
(ABS) terhadap atasan dia, saya tahu tentang kepribadiannya dan dapat merencanakan
tindakan saya menurut kepribadian atasan saya tersebut.
Kita menerima emosi orang laindari banyaksumber. Suaraadalah salah satupenghubung
ekpresi emosi. lerit3JLmenu~kkan ketakutan ata':.k~~airahan,rintihan menunjukkan sakit
~ahagiaa~~ isakan menuriJukkai1k~p-edihan,dan gelak tawa ~~unjukkan
kegembiraan 1mrO-J(enikmatan.Suara yang gemetar atau patah-patahnfungkin berarti
kepedihan yang dalam; suara yang keras, nadanya tinggi, dan tajam biasanya berarti
kemarahan. Tentu saja, apa yang secara nyata dikatakan juga suatu isyarat yang penting
mengenai emosi yang sedang dirasakan oleh orang lain.
Di samping apa yang dikatakan dan cara orang mengatakannya adalah faktor utama
dalalllrP~~s~~~~e~eri1os~g~ digun~kan-se~agai cue (tanda) dalam
mengmterpIeta§l~mosl orang lam. Hal pen!mg dlantara lsyarat-Isyarat tubuh nonverbal
adalah ekspresi muka. Pada"abad ke~19, Charles Qarwin mengatakan bahwa dasar dari
eKSpreSlwajah dart~mosi-emosi tertentu itu ada sebelum lahir atau bawaan, dansekarang
kita tahu denganQ.as.tibahwa itu b~nar.Suatu studi lltama (Izard dalam Morgan Okk., 1986)

40
menuniukkan bahwaekpsresi waiah, yaQg.dis.elm.t.emQ~i-emosi primer adalah bawa!!.D-sejak
lahir. Ini diketahui dari eksperimen mengenai ekspresi berbagai waja~or-aktor
aaTa-mberbagai emosi. Orang yang berasal dari budaya Eropa dan Asia dapat memberi
penilaian dengan tepat ekspresi emosi yang diperlihatkan padanya. Hasil yang sarna didapat
pada orang-orang dari New Guinea yang punya sedikit sekali kontak dengan budaya barat.
Mereka dengan sangat mengagumkan dapat dengan tepat menggambarkan ekspresi emosi
dari gambar-gambar yang ditunjukkan padanya. Dan sebaliknya, mahasiswa-mahasiswa
Amerika juga dapat dengan tepat menguraikan ekspresi emosi orang-orang New Guinea
yang ditunjukkan pada mereka. Mungkin kesamaan dalam cara orang mengekspresikan
emosinya dengan muka mereka, memberi seperangkat isyarat yang reliabel untuk digunakan
mengevaluasi keadaan emosi dibalik ekspresi itu.
Bukan hanya ekspresi wajah, tetapi kQ...ntekssitJ13Sidim~na suatuoomsrrerjadi, memberi
kita injQrm~siIlntnk rneRilaitm10siyang...sedang...diek&presikap. Tentu saja, orang hampir
semua benar dalam penilaian mereka ketika ekspresi wajahdankonteks situasi keduanya ada,
dan memberi informasi. Karena hal ini tipikal dalam kehidupan sehari-hari kita, maka kita
biasanya baik dalam membuat penilaian tentang emosi. Tetapi, kadangkala, ekspresi wajah
dan konteks peristiwa memberi kita tanda yang berlawanan. Dalam kasus seperti ini,
pengalaman menunjukkan bahwakita cenderung lebih mendasarkan diri pada ekspresi wajah
atau perilaku nonverballainnya daripada konteks peristiwa dalam kita membuat penilaian
(Frijda dalam Morgan dkk., 1986).
Meski kita seringkali tepat dalam menyimpulkan emosi dari ekspresi wajah dan tanda-
tanda lain, beberapa komplikasi harus disebutkan. Salah satunya adalah QGlajardapat
meng~bah~esi-emosi meski emosi yang primer sekalipun. Orang bisa belajar menekan
ekpsresi dari suatu emosi. Dan belajar memainkanperan besar dalam ekspresi menjadi emosi
yang lebih halus atau tidak kentara, seperti perasaan kagum atau iri hati. Orang belajar
mengekspresikan emosi-emosi ini dalam cara yang berbeda. Sehingga kecuali kalau kita tahu
keistimewaan seseorang, maka akan sulit bagi kita untuk mengetahui dengan tepat emosi apa
yang sedang diekspresikan oleh orang tersebut. Faktor kedua yang menyebabkan komplikasi
dari persepsi emosi adalah bahwa orang sering mengel.s'p~~~ka9...!?~berapa emosi dalam
waktu bersamaan, campuran ---
emosi ini - --- -
sulit untuk dinilai.
-

C. FISIOLOGI DARI EMOSI


Bila kita sedang berga.ir.ah,senang a(au marah,kita mellgalm]Ji.beJ?erapa hal yang terjadi
d~lam tubuh kita, tetapi kita biasanya tidak sadar bahwa..semJI~ ihl£e..daog.terjadi. Observasi
langsung -aengan menggunakan alat pencatat telah memberi informasi ilmiah tentang
kejadian-kejadian secara fisik ketika dalam keadaan emosi. Para ahli psikofisiologi, yang
mempelajari kejadian-kejadian seperti ini, dapat mengukur detak jantung, tekanan darah,
aliran darah ke berbagai bagian dalam tubuh, kegiatan dari perut dan enzim gastrointestinal,
tingkat berbagai substansi, seperti hormon dalam darah, tingkat dan kedalaman dari pemafa-
san, dan kondisi-kondisi secara fisik lainnya ketika dalam keadaan emosi.

41
Berikut ini akan dibahas Sistem Syaraf Otomatis, Pola dad.Respon Tubuh KetikaEmosi,
Otak dan EmosiLsert!lA~~q~~bangBi)- ~

Eye
Tear
glands
Salivary
glands

Spinal cord

Lungs

Peripheral
blood
vessels Liver

Sweat
glans Arenal
glands
Smoth
Kidneys
muscle
of skin Small
intestine

Colon

Bladder
Sympathetic - Sex organs
. Parasympathetic-

Gambar ILL Skema Sistem Syaraf Otonom

Sumber: Morgan dkk. (1986)

Sistem Syara( QjQD1atis. Dari studi oleh para ahli psikofisiologi, kita tahu bahwa I;>anyak
perubahan tubuh yan~ terjadi pada waJ<:~utubuh dalam keadaan emosi dihasilkan oleh
aktlvitas darr6agian dari slstem ~yaraf yang disebut sistem otonomik.

42
Sistem ini adalah bagian dari sistem syaraf tepi, tetapi, seperti akan kita lihat nanti, kegiatan
ini ada dibawah kendali sistem syaraf pusat (lihat gambar n.l.). Sistem otonomi terdiri dari
banyak syaraf yang berasal dari otak dan tulang belakang ke otot -otot halus dari berbagai organ
tubuh, ke hati, ke kelenjar-kelenjar tertentu, dan ke pembuluh darah yang melayani baik tubuh
bagian dalam dan bagian luar. Sistem syaraf Q!.onomimempunyai dua bagian, salah satunya
dalah sistem
-' simpatetik, ,yang aktif <:elamak€\adaaAtcrb!lAgHnd'''" m~nyiapkan tubuh ~untuk
tindakan . dengan men in katk . enaikkan tekanan darah,
menaikkan tingkatan gula darah a~ me(laikkan tingkat honnon-hof!1!91! tertentu a am darah.
Observasi !DeJmAjillanbtrltwainiada1ab_b~aD d,,, ~Stems¥araf 9t.?nomi yang menjadi aktif
--
dalam banyak emosi yang kuat, khususnya takut dan marah. - - --
Dalam emOSl, si~m <:impatehk Ilj~nyebabkan...Q.erhentinyah_OI!!1<?n!!p0~phrine
-- -
(adrenalin), dan norepinephrine (noradrenalin). Impuls-impuls syaraf dalamsistem simpatetik
yang mencapai bagTandalam darTlcelenjar adrenalin, berlokasi dibagian atas dari ginjal,
membangkitkan sekresi dari hormon ini, yang kemudian pergi ke dalam darah dan bersirkulasi
di seluruh tubuh. Epj.nepr~n m0mpengamhi .banyak struktur dalam tubuh. Dalam hati,
epineprin membantu menggerakkan glukos,?:(g4J~darah.) kedalam damh dan iti.lmembuat
energi rriencapalohik-aan 0101.Epiiieprin juga menl~babkanjantung de.taknya lebih keras.
(Pemoedahan mengglihaKan epinepnneuntUkmenstimulasi kerja jantung ketika hati sudah
melemah atau berhenti). Jadi epineprine mengganti dan menguatkan banyak kegiatan dari
sistem simpatetik dalam berbagai organ dalam. Dalam otot rangka, ephineprine membantu
memobilisasi sumber-sumber gula sehingga otot dapat menggunakan gula itu lebih cepa1.
Pengaruh utama dari norepenephrine adalah untuk constict pembuluh darah tepi dan karena
itu menaikkan tekanan darah.
B~gian lain dari sistem B.~.m:<!.foto!lo~d~sebut sistem para, simpale1ik.,...cenderung
menjadi aktif ketika sedang kale~.~an ~.UeJss.l<~b~lik~~I)...Kan.sistel!l..S.imp~t~ti.k.lsistem
parasimpateJik:m:eJakukan bany.<!k.b.atyan&meE.!P.<lnt!l1J1~J1),b~mgl.lDdal:l.[l.l~l)gb~mat
gudang
energi tubuh. Contohnya, ~i.stem parasimpat.etik me_l1urunkan detak jantung! m~.!1gu.mng.i
tekanan darah, mengalihkan darah ke alat pencemaanmakanan.J adi.banyak dari..peng.aruh
kegl'Man sistem parasimpatetik..berlawanan dengan pengarub .dari kegiatan sistem syaraf
simpmeffk.
'---rf<ilamsituasi yang aktif atau dalamkeadaan emosional yang bangkit, kegiatan simpatetik
men'onTol; sedangkanCIaIain Keacfaan tenang, aktivitas- parasimpatetik nienjadi dominan.
Tetapi kedua ~istem itu..dapat inenjadiaktif dalam banyaksituasi emosional; pola ,dari ciri
alffivit<rssecara fisik dari emosi bercampur den.gan aktivitas parasimpatetik dan simpatetik.
Contohnya, dalam keadaan marah, detak jantung meningkat (pengaruh simpatetik), dan
aktivitas perut mepiogkat (eeQgaruh parasimp.<~Jetik). .-

Pola dari Respon Tubuh Ketika Emosi. Aktivitas terjadi dalam sistem hormonal tubuh dan
terjadi baik dalam sistem syaraf tepi yang otomatis maupun bagian yang somatik selama
situasi emosionaI. Kita telah menguraikan sistem syaraf otomatis. Sistem syaraf somatik
adalah hapian dari sistem syaraf tepi vang mengaktifkan otot bergarislberhdang dari tubuh,

43
contohnya: otot tangan, lengan, dan otot pemafasan. Jadi, perubahan dalam pemafasan,
tekanan otot, dan sikap badan yang nampak dalam emosi ditimbulkan karena aktivitas dari
sistem syaraf somatik.
Pola perubahan tubuh yang mengikuti emosi, yaitu emosi takut dan marah. Perubahan
tubuh yang mengikuti emosi ini sebagian besar karena meningkatnya aktivitas dalam sistem
syaraf simpatetik; aktivitas ini membantu tubuh menghadapi situasi yang menakutkan,
karena itu pol a dari aktivitas dalam emosi ini dikenal sebagai reaksi darurat (emergency),
atau flight-or-flight (repson lari atau lari). Contohnya, dalam dua situasi marah dan takut,
denyut jantung biasanya meningkat, pembuluh darah dalam otot melebar sehingga tubuh
lebih siap untuk bertindak, gula darah dimobilisasi dari hati, hormon epinephrine dan
norepenephrin dikeluarkan dari kelenjar adrenal, pupil mata melebar, pembuluh darah tepi
dari kulit mengerut; sehingga mengurangi kemungkinan pendarahan dan membuat darah
lebih banyak digunakan oleh otot. Ketegangan otot dan tingkat pemafasan yang diperantarai
oleh sistem syaraf somatis cenderung meningkat dalam keadaan takut dan marah.
Kebalikan dengan reaksi darurat ketika ketakutan dan marah adalah reaksi tubuh ketika
dalam keadaan tenang, yaitu suatu keadaan emosional yang meditatif. Reaksi ini mengulas
apa yang disebut dengan respon relaksasi. Pola dari respon tubuh selama relaksasi termasuk
menurunnya aktivitas pada sistem syaraf simpatetik dan somatik, bersamaan dengan naiknya
kegiatan sistem syaraf parasimpatetik. Sejauh aktivitas simpatetik dan somatik ini selaras,
respon relaksasi hampir selalu berlawanan dengan reaksi darurat.
Perubahan tubuh yang baru saja diuraikan adalah bagian dari respon keadaan darurat dan
relaksasi secara umum. Tetapi apakah ada pola tertentu dari respon tubuh yang berbeda dalam
berbagai emosi yang berbeda-beda? Studi awal (Ax; Funkenstein dalam Morgan dkk., 1986)
menunjukkan bahwa takut dan marah dicirikan oleh pola respon yang berbeda. Sekarang
nampaknya pola respon tubuh yang berbeda bisa muncul dalam sejumlah emosi dan pola-pola
itu dihubungkan dengan ekspresi wajah dari emosi (Ekman dkk dalam Morgan dkk., 1986). .

Para aktor diminta menirukan ekspresi wajah bawaan yaitu kebahagiaan, muak,
terkejut, marah, takut, dan sedih. Seorang aktor memamerkan ketakutan. Ekspresi ini
berlangsung selama 10 detik dan dilakukan pengukuran detakjantung, temperatur kulit
tangan (suatu pengukuran aliran darah dalam tepi tubuh), daya tahan kulit, dan tekanan
otot lengan bawah. Pola respon detak jantung dan temperatur tubuh berbeda untuk
ekspresi wajah yang berbeda. Contohnya, detak jantung menurun ketika wajah
menampakkan kegembiraan, muak, dan terkejut, tetapi meningkpt selama menampukkan
kemarahan, takut, dan sedih. Temperatur kulit berbeda antara marah dan antara takut
dan sedih.

Di bagian lain dalam eksperimen, seseorang membayangkan satu emosi dari en am emosi
yang dari pengalaman masa lalu yang mereka rasakan. Mereka hanya diminta memperha-
tikan satu emosi saja yang dirasakan saat itu, yaitu emosi yang dirasa paling intensif.
Berdasarkan pada perubahan tekanan kulit dalam kondisi ini, kesedihan dapat dibedakan dari
emosi negatif lainnya, misalnyajijik, marah, dan takut.

44
Percobaan yang baru saja diterangkan menunjukkan bahwa:
I. emosi khusus dapat menghasilkan perubahan tubuh secara khusus
2. gerakan otot wajah sangat berhubungan dengan respon adaptif internal tubuh dalam
emosl.
Jadi, perwujudan keluar dan kedalam dari keadaan emosi berjalan beriringan.

Otak dan Emosi. Otak~e~gsi dan evaluasi sit1!fl~i.Y.a_l!.8


meningtatkan
emosi. Jika suatu "si'ftiasidlhasilkan dalam suatu keadaan emosi, otak mengontrol pola
~tik
-
dan otonomi sebagai ciri aktivitas emosi; dengan kata lain, otak mengontrol ~r~si
fisiologis dari emosi. Tentu saja, otak juga terlibat dalam mengarahkan perilaku yang
..

didororig oleh keadaan emosi dan ini perlu untuk perasaan emosional yang kita miliki.
Sejumlah struktur dalam inti otak secara langsung melibatkan pengaturan dan
pengkoordinasian pola-polaaktivitas ciri dari emosi yang lebihkuat, khususnya takut, marah,
dan kesenangan. Inti ini bagian dari otak termasuk hipothalamus dan suatu kelompok yang
kompleks yang dikenal dengan namasistem limbik. Istilah limbik berasal dari bahasa Latin
yang artinya "batas". Struktur dari sistem ini berbentuk cincin atau lingkaran diseputar
batang otak dari otak bawah. Percobaan-percobaan telah menunjukkan bahwa kerusakan
dalam struktur sistem limbik ini menghasilkan perubahan besar perilaku emosi binatang,
membuat binatang buas menjadi jinak atau binatang jinak menjadi buas. Stimulasi pada
bagian-bagian tertentu dari sistem limbikdan hipothalamus menghasilkan pola-pola perilaku
yang sangat mirip dengan emosi yang terjadi secara alamiah. Stimulasi listrik di bagian
sistem limbik dan hipothalamus, seperti halnya bagian otak lainnya, disenangi binatang dan
menyenangkan bagi manusia (Heath dalam Morgan, dkk., 1986).
Keadaan keterbangkitan bagian dari emosi dilakukan untuk meningkatkan kegiatan dari
sel-sel otak dalam cerebral korteks, sistem limbik, dan hipothalamus. Aktifitas sel-se\ di
daerah otak ini secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh serabut-serabut syaraf
yang menyebar dari daerah inti otak- formasi retikuler- mencapai semua daerah otak yang
terlibat dalam pengaturan emosi. Ketikakegiatan serabut-serabutdari formasi retikuler harus
naik atau mendaki, untuk mencapai daerah otak yang lebih tinggi terlibat emosi, pengaktifan
bagian dari formasi retikuler disebut ARAS (ascending reticuler activating system). Suatu
ketika, ketika anda tidak bisa rileks, arahkan ARAS anda. ARAS secara mendasar terlibat
untuk membuat kita tetap terjaga, berjaga-jaga dan curiga.

Arousal (Pembangkit). Banyak emosi mempunyai komponen pembangkit. Ketika kita


emosional, kita sering merasa bergairah. Beberapa teori telah berpendapat bahwa semua
emosi adalah hanya tingkat dimana seseorang atau binatang dihasut. Meski tidak semua
orang setuju dengan gagasan ini, tingkat keterbangkitan adalah bagian penting dari
emosionalitas. Contohnya,tingkatyang tinggidalamketerbangkitan adalahdalam kemarahan,
ketakutan dan kenikmatan, sedangkan tingkat keterbangkitan yang rendah adalah kesedihan
dan depresi.

45
D. BEBERAPA TEORI TENTANG EMOSI
Ahli psikologi, fisiologis dan filsafat telah bekerja untuk merumuskan beberapa prinsip
umum untuk pedoman kita berfikir tentang emosi. Gagasan umum ini adalah teori-teori
tentang emosi, dan ada banyak hal tentang emosi. Tidak semua teori emosi memiliki dasar
yang sarna. Ada yang menekankan hubungan antara keadaan tubuh seseorang dengan emosi
yang mereka rasakan. Ahli lain berusaha mengklasifikasikan dan menerangkan emosi yang
mereka rasakan. Sedangkan yang lainnya lagi mencoba menerangkan bagaimana emosi
terlibat dalam perilaku, terutama bagaimana mereka ini dihubungkan dengan motivasi.
1. Emosi dan Keadaan Tubuh
Berikut ini akan dibahas tiga teori yang berkaitan dengan Emosi dan Keadaan Tubuh.

a. Teori James-Lange
Emosi yang dirasakan adalah persepsi tentang perubahan tubuh. Salah satu dari teori
paling awal dalam emosi dengan ringkas dinyatakan oleh Psikolog Amerika William James:
"Kita merasa sedih karena kita menangis, marah karena kita menyerang, takut karena kita
gemetar". Teori ini dinyatakan di akhir abad ke-19 oleh James dan psikolog Eropa yaitu Carl
Lange, yang membelokkan gagasan umum tentang emosi dari dalam ke luar. Diusulkan
serangkaian kejadian dalam keadaan emosi: (1) kita menerima situasi yang akan menghasilkan
emosi, (2) kita bereaksi ke situasi tersebut, (3) kita memperhatikan reaksi kita.
Persepsi kita terhadap reaksi itu adalah dasar untuk emosi yang kita alami. Sehingga
pengalaman emosi - emosi yang dirasakan - terjadi setelah perubahan tubuh; perubahan
tubuh (perubahan internal dalam sistem syaraf otomatis atau gerakan dari tubuh) memunculkan
pengalaman emosional.
Agar teori ini berfungsi, harus ada suatu perbedaan an tara perubahan internal dan
eksternal tubuh untuk setiap emosi, dan individu harus dapat menerima mereka. Di samping
ada bukti perbedaan pola respon tubuh dalam emosi tertentu, khususnya dalam emosi yang
lebih halus dan kurang intens, persepsi kita terhadap perubahan internal tidak terlalu teliti.
Karena itu, teori James-Lange dipertanyakan.
b. Teori Cannon-Bard
Emosi yang dirasakan dan respon tubuh adalah kejadian yang berdiri sendiri-sendiri. Di
tahun I920-an, teori lain tentang hubungan antara keadaan tubuh dan emosi yang dirasakan
diajukan oleh Walter Cannon, berdasarkan pendekatan pada riset emosi yang dilakukan oleh
Philip Bard. Teori Cannon-Bard menyatakan bahwa emosi yang dirasakan dan reaksi tubuh
dalam emosi tidak tergantung satu sarna lain, keduanya dicetuskan secara bergantian.
Menurut teori ini, kita pertama kali menerima emosi potensial yang dihasilkan dari dunia
luar; kemudian daerah otak yang lebih rendah, seperti hipothalamus diaktifkan. Otak yang
lebih rendah ini kemudian mengirim out put dalam dua arah: (1) ke organ-organ tubuh dalam
dan otot-otot eksternal untuk menghasilkan ekspresi emosi tubuh, (2) ke korteks cerebral,
dimana pola buangan dari daerah otak lebih rendah diterima sebagai emosi yang dirasakan.

46
Kebalikan dengan teori James-Lange, teori ini menyatakan bahwa reaksi tubuh dan
emosi yang dirasakan berdiri sendiri-sendiri dalam arti reaksi tubuh tidak berdasarkan pada
emosi yang dirasakan. Teori ini telah mengarahkan ke riset besar-besaran, meskipun kita tahu
bahwa hipothalamus dan daerah otak di bagian lebih bawah terlibat dalam ekspresi emosi,
tetapi kita tetap masih tidak yakin apakah persepsi tentang kegiatan otak lebih bawah ini
adalah dasar dari emosi yang dirasakan.
c. Teori Schachter-Singer (Interpretasi Tentang Pembangkitan Tubuh)
Teori kontemporer ini menyatakan bahwa emosi yang kita rasakan adalah benar dari
interpretasi kita tentang sesuatu yang membangkitkan/menaikkan keadaan tubuh. Schachter
dan Singer berpendapat bahwa keadaan tubuh dari keterbangkitan emosional adalah sarna
untuk hampir semua emosi yang kita rasakan dan itu terjadi jika ada perbedaan psikologis
dalam pola respon tubuh. Ketika terjadi perubahan dalam tubuh yang membingungkan, teori
ini mengatakan bahwa terdapat emosi lain yang dapat dirasakan dari naiknya kondisi tubuh.
Orang dikatakan memiliki perbedaan subjektif dalam emosi karena perbedaan dalam cara
mereka mengartikan atau mempersepsikan keadaan psikologis mereka. Dengan kata lain,
pemberian keadaan terbangkit (arousal), kita merasakan emosi yang nampaknya cocok
dengan siuasi dimana kita menemukan diri kita sendiri.
Rangkaian kejadian dalam memproduksi perasaan emosi menurut teori ini adalah: (I)
persepsi dari situasipotensialyang menghasilkanemosi, (2)keadaantubuh yang terbangkitkan
dengan hasil dari persepsi ini yang ambigius (mendua), dan (3) interpretasi dan menamai
keadaan tubuh sehingga cocok dengan situasi yang diterima.

James-Lange Theory Cannon-Bard Theory Schachter-Singer Theory

Perception of an environmental situation


which might result in emotion

Reaction to the situation with specific


patterns of bodily activity

Perception of pattern of bodily Patterns of lower Patterns of bodily


activity rcsulls in a felt emotions.a brai n acti vi ty activity expressing
differcnt one for each pattern of perceived in the emotion
bodily activity cerebral cortex
as felt emotion

Gambar 11.2. Ringkasan Tiga Teori Berdasarkan


Hubungan Antara Emosi dan Keadaan Tubuh

Sumber: Morgan dkk. (1986)

47
2. Teori Penilaian-Kognitif Tentang Emosi
Uraian Teori Scahchter-Singer yang baru saja kita bahas sering disebut teori kognitif
karena teori itu melibatkan pikiran untuk mengetahui sebab dari keadaan yang diterima dari
keterbangkitan. Teori kognitiflain adalahteori dari Richard Lazarus dan koleganya (Morgan,
1986). Teori ini menekankan pada penilaian informasi dari beberapa sumber. Ketika
penilaian melibatkan kognisi, atau pemrosesan informasi dari lingkungan, tubuh, dan
ingatan, dan dengan demikian teori ini adalah teori kognitif. Teori ini menyatakan bahwa
emosi yang kita rasakan hasil dari penilaian, atau evaluasi tentang informasi yang datang dari
situasi lingkungan dan dari dalam tubuh. Ingatan masa lalu berhadapan dengan situasi yang
sarna, kecenderungan untuk menanggapi dengan cara tertentu, dan mempertimbangkan
konsekuensi tindakan yang mungkin hasil dari keadaan emosi masuk ke dalam penilaian.
Hasil dari penilaian yang kompleks dari semua informasi ini aalah emosi seperti yang
dirasakan.
Peran dari penilaian dalam emosi telah diteliti dalam banyak percobaan. Salah satu
penelitian paling terkenal tentang eksperimen ini menggambarkan hubungan antara emosi
yang dirasakan dan penilaian situasi lingkungan (Spiesman dkk. dalam Morgan, 1986).
Subjek siswa ditunjukkan suatu film yang menghasilkan emosi menggambarkan situasi
upacara orang Aborigin Australia. Upacara ini melibatkan operasi kasar dalam organ
seks anak umur 13 dan 14 tahun. Tiga sound track berbeda disiapkan dan mengikuti
pemutaran film. Satu kelompok siswa mendengar suara "trauma", yang didesain untuk
meningkatkan detail-detail yang penuh lumuran darah. Kelompokkedua mendengarkan
suara "denial" yang disiapkan untuk memudahkan subjekbahwa film tidak mengganggu
mereka. Kelompokketiga mendengarsound track "intelektualisasi", dimana upacara itu
dipandang dari sudut pandang ilmiah seorang ahli antropologi. Kelompok keempat
melihat film tanpa suara.
Denyut jantung dan konduktor kulit yaitu GSR (galvanic skin response) diukur ketika
film sedang diputar. Ditemukan bahwa reaksi stres- misalnya tinggi dalam konduktor
kulit - tertinggi untuk sound track trauma, kemudian diikuti gambar bisu, dan tingkat
yang terendah adalah untuk denial dan intelektualisasi. Jadi sound track menyebabkan
subjek membuat penilaian situasi yang berbeda dari stimulus yang sarna yaitu film.
Orang yang melakukan percobaan menyimpulkan bahwa reaksi emosi yang berbeda
pada stimulus yang sarna terjadi karena perbedaan dalam penilaian subjek terhadap
stimulus.

Penilaian kembali (reaprraisal) terhadap situasi yang secara potensial menghasilkan


emosi adalah bagian penting dari teori kognitif. Reappraisal juga suatu cara menghadapi
situasi yang stresful. Orang yang menilai kembali emosi yang dihasilkan situasi dengan
penyangkalan ("ini bukan benar-benar stresful, berfikirlah positip"), intelektualisasi ("ini
semua menarik"), reaksi formasi ("ini bukan hal yang membuat stres, dan kenyataannya, ini
adalah pengalaman belajar yang menakjubkan") atau mekanisme pertahanan diri yang
normal lainnya, bisa membuat kita mampu mengurangi intensitas perasaan emosi yang
mengganggu dan mengikuti situasi yang menekan.
48
3. Teori Tentang Hubungan Diantara Emosi
Plutchik (dalam Morgan dkk., 1986) menyatakan bahwa emosi berbeda dalam tiga hal:
1. intensitas
2. similaritas/kemiripan antara satu emosi dengan emosi lainnya
3. polaritas atau oppositeness (kebalikan/arti yang berlawanan).

Dia menggunakan tiga dimensi - intensitas, similaritas, dan polaritas - untuk


menggambarkan suatu model spasial yang menunjukkan hubungan diantara emosi.

Gambar 11.3.Diagram Teoritis Suatu Model Yang Menggambarkan


Dimensi Emosi Manusia

Sumber: Morgan dkk. (1986)

Ada delapan segmen dari modelnya ini (grief, sadness, dan pensiveness ada dalam satu
segmen) mewakili delapan emosi primer. Plutchik menyatakan bahwa emosi primer ini
ditarik dari proses evolusi dan karena itu mempunyai nilai adaptif.
Dalam setiap segmen emosi primer, variasi terkuat ada dipaling atas dari segmen, yang
secara progresif variasinya melemah menuju bawah. Contohnya, benci lebih kuat daripada
muak, kemudian muak lebih kuat daripada bosan. Akhimya similaritas dan polaritas diantara
emosi-emosi primer ditunjukkan oleh pengaturan dari segmen-segmen itu. Contohnya,
segmen duka citalkesedihan, adalah polarisasil kebalikan dari segmen luar biasa gembira.
Emosi-emosi yang berlawanan diletakkan saling berlawanan, sedangkan emosi yang mirip
diletakkan berdekatan. Karena orang jarang mengalami emosi yang benar-benar mumi,
model ini memungkinkan kita memberi gambaran yang baik tentang emosi yang berlawanan
dan bercampur.

49
-- ---

4. Teori Tentang Emosi dan Motivasi


Garis batas antara motif dan emosi sering hanya tipis sekali. Contohnya, takut adalah
suatu emosi, tetapi juga suatu motif yang mendorong perilaku karena orang mengatur
perilaku mereka mengarah ke tujuan ketika mereka takut. Suatu teori tentang motivasi dan
emosi yang dikemukakan oleh Leeper (dalam Morgan, 1986) menyatakan bahwa hampir
semua perilaku kita yang terus menerus atau yang mengarah ke tujuan adalah bernada
emosional dan bahwa nada emosionallah yang memberi motivasi untuk serangkaian perilaku
yang panjang. Contohnya, motif mendorongperilaku orangdalam pekerjaan mereka mungkin
adalah pemenuhan emosi untuk melakukan pekerjaan yang baik, kepuasan untuk dihargai
oleh ternan dan kolega, atau kenikmatan menguasai sesuatu yang baru. Leeper berpendapat
bahwa:

jenis paling mendasar dalam riset ten tang emosi yang perlu dilakukan adalah meneliti
tentang peran motif - peran mereka adalah membangkitkan dan meneruskan aktivi-
tas, dalam memproduksi reaksi eksplorasi, dalam menimbulkan keinginan untuk belajar,
dalam membantu menghasilkan belajar pemecahan masalah, dalam. menghasilkan
kemauan untuk tetap bertahan mencapai beberapa tujuan, dan sebagainya.

Teori lain (Tomkins dalam Morgan, 1986) berpendapat bahwa emosi menyediakan
energi untuk motif-motif. Tomkins berpendapat bahwa motif atau drive hanya memberi
informasi tentang beberapa kebutuhan atau kondisi tubuh. Drive memberi tahu kita bahwa
makanan diperlukan, minuman diperlukan, suatu kebutuhan seksual ada, dan sebagainya.
Menyertai drive ini adalah emosi (Tomkins menyebutnya "affect"), seperti kenikmatan,
kesenangan, atau distres, yang memberi energi untuk drive ini, emosi ini memperkeras drive
dengan memberi mereka kekuatan motivasional yang kuat.

SOAL LATIHAN
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat dari sejumlah jawaban yang tersedia dengan
memberi tanda silang di depan huruf jawaban tersebut.

I. Sifat dari emosi adalah:


a. subjektif b. objektif
c. sulit diekspresikan c. selalu ambigius.
2. Emosi seseorang dapat diketahui dari, kecuali:
a. cara bicaranya b. ekspresi muka
c. bahasa isyarat d. gesture
3. Reaksi tubuh selalu menyertai keadaan emosi itu merupakan aktivitas dari:
a. sistem syaraf otonom b. sistem syaraf simpatetis
c. sistem syaraf pusat d. sistem syaraf tepi.

50
4. Sistem yang mengatur keadaan keterbangkitan yang mengikuti munculnya emosi
adalah:
a. Ascending reticular activating system
b. Asscending recticuler activating systems
c. Reticular asceding activating system
d. Recticular asscending activating system
5. Teori dari James-Lange berpendapat bahwa:
a. orang takut karena lari
b. orang lari karena takut
c. orang belum tentu takut meskipun lari
d. orang yang lari pasti takut.
6. Teori Cannon-Bard berpendapat bahwa:
a. emosi yang kita rasakan adalah hasil dari persepsi kita terhadap perubahan yang ada
dalam tubuh kita ketika kita emosi.
b. perubahan dalam tubuh dan perasaan yang kita rasakan terjadi hampir bersamaan.
c. perubahan tubuh sarna banyaknya dengan emosi yang kita rasakan.
d. perasaan emosional hasil dari penilaian kita tentang situasi lingkungan dan keadaan
dari tubuh kita.
7. Teori penilaian kognitif tentang emosi menyatakan bahwa:
a. emosi yang kita rasakan adalah hasil dari persepsi kita terhadap perubahan yang ada
dalam tubuh kita ketika kita emosi.
b. perubahan dalam tubuh dan perasaan yang kita rasakan terjadi hampir bersamaan.
c. perubahan tubuh sarna banyaknya dengan emosi yang kita rasakan.
d. perasaan emosional hasil dari penilaian kita tentang situasi lingkungan dan keadaan
dari tubuh kita.
8. Yang menyatakan bahwa emosi itu hasil dari proses evolusi adalah:
a. James-Lange b. Cannon-Bard
c. Schachter-Singer d. Plutchik
KUNCI JAWABAN:
1. a 5. a
2. c 6. a
3. a 7. b
4. a 8. d

51
Bab3/nteraksiSosia/

Pada bab ini akan dibahas mengenai:


A. Pengertian Interaksi Sosial
B. Beberapa Aspek dan Syarat Interaksi Sosial
C. Persepsi Sosial
1. Pembentukan Kesan:
Evaluasi sebagai Kesan Pertama
Kesan Menyeluruh
Prasangka Positif
2. Atribusi: Dimensi Sebab-Akibat, Terjadinya Sebab-Akibat
D. Pengaruh Sosial
1. Pengaruh Sosial (Social Facilitation)
2. Perilaku Menolong
3. Prasangka dan Stereotipe
E. Daya Tarik Interpersonal
1. Prinsip Dasar Daya Tarik Interpersonal:
Penguatan
Pertukaran Sosial
Asosiasi
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi:
Karakter Pribadi
Kesamaan
Keakraban
Kedekatan
LATIHAN SOAL

A. PENGERT/AN/NTERAKS/ SOS/AL
Dalam kehidupan nyata yang kita alami sehari-hari, kita tidak dapat memungkiri adanya
saling hubungan atau interaksi sosial, baik antar individu, antar kelompok, dan bahkan antar
bangsa. Hubungan tersebut senantiasa diwamai oleh adanya nuansa-nuansa yang beragam
seperti misalnya perbedaan latar belakang,perbedaan sikap,perbedaan kebiasaan, perbedaan

52
bahasa, perbedaan budaya, dan sebagainya. Di dalam interaksi sosial dapat terjadi suatu
bentuk komunikasi, dimana kedua belah pihak selain tukar-menukar informasi,juga tercakup
saling pengaruh-mempengaruhi serta adanya ekspresi emosi tertentu yang sifatnya non-
verbal.
Interaksi sosial menurut Mar'at (1982) adalah suatu proses dimana individu
memperhatikan dan merespons individu lainnya, sehingga mendayatkan balasan ~qatu
tingkahlaku tertentu.Reaksiyangterjadiini-berartibahwaindividumemperhatikanorang
yang memberi stimulus~n adanya J>eihatian terh~dap stimulus tersebut
terjadilah suatu hubungan yang disebut sebagai interaksi sosial. _
Kelley dkk. (dalam Sears dkk., 1992) mendefinisikan "hubungan"sebagai sesuatu yang
terjadi apabila dua orang saling mempengaruhi satu sarna lain, dan bila terjadi yang satu
mempengaruhi yang lain.
Levingerdan Snoek (dalam Sears dkk., 1992)mencoba menerangkan hubungan tersebut
melalui suatu model yang disebut model interdependensi. Dalam model ini di8..~barkan
dua individ~ dall 0, dalam1readaanyangsaIlngbergantung antara yang satu dengan yang
lain yang mengalami peningkatan dalam enam 1ahapan:

Zero contact
(dua orang yang belum
mempunyai hubungan) o p

Menyadari
sikap atau kesan
satu pihak 00 P 0

CD
Konlak pennukaan
Sikap atau kesan
dua pihak
P 0

Mutualitas (suatu
kontinuum)
Perpotongan minor OJ P o

Perpotongan moderat
CD P 0

Perpotongan mayor CJ) P 0

Gambar IIT.I. Model Interdependensi Levinger dan Snoek

Sumber: Sears dkk. (1992)

53
Zero Contgct,..ke~rang Wdan 0) tersebut sarna sekali tidak menyadari kehadiran
satu-----
S1imaGin. ~

./'"- Menyadari, tahap yang terjadi ketika salah satumulai menyadari atau merasakan sesuatu
yang diha.dapinya, meski belum adakontak langsung. Beberapa sl[atdalam tahap menyadari
adalah:
pembentukan kesan dengan cara mengamati penampilan dan perilaku
mencari informasi dari pihak ketiga (misalnya blind date)
dapat sepihak (seperti terlihat dalam gambar) maupun dua pihak (dua orang yang sudah
saling kenaI secara kebetulan bertatapan).

Fungsi "menyadari" inimenjadi penting, jikakita mendapatkan kesan yang baik tentang
seseo[a~&.. sebingga n:mngkin akan mengambil inisiatif untuk berinterak~i d~ngannya.
Pengalaman mengesankanjuga akan kita peroleh, bila yang kitajumpai adalah orang-orang
yang menarik, seperti bintang film atau penyanyi.
Kontak P ermukaan (dasar). Pada t,:h}]?ini oral1g~udah mulai berinteraksi, bisa melalui
percakapan atau s_uratmenyurat. Kontak dasar merupakan awal dari suatu interdependensi
dan bahkan dari suatu hubungan. Kontak dasar ini biasanya singkat dengan topik pembicaraan
dangkal, sehingga dampak yang ditimbulkan kedua belah pihak sangat terbatas, serta dibatasi
oleh peran sosial tertentu. Misalnya: ketika kita berbasa-basi dengan pelayan toko atau ketika
bercakap-cakap-dengan-penumpang pesawat yang duduk di sebelah.kita.
Apa~ngkat interdependensi makin meningkat, maka orang akan memasuki tahap
m~gan), yang merupakan suatu kontinuum interdependensi, dari yang
i!ltensi~asnya kU!]!Dg.kuat(ditandai dengan sedikit perpotongan di antara dua buah lingkaran)
sampai intensltasnya yang paling-kuat (ditandai dengan perpotongan yang semakin besar).
Contoh pentahapan di bawah ini adalah hubungan antara dua yang orang yang saling
berkenalan, sampai akhimya menjadi suatu bentuk hubungan persahabatan.
Sua!Uhubungan dapat dikatakanhubungan erat apabila memenuhi beberapa persyaratan.
Pertama, terdapat.frekuensi-interaksi yang tinggi untuk waktu yang relatif panjang. Kedua,

hUbung~nat~ng
bersaha akan erat melibiltkan beragam
mendisku~ikan berbagai bentuk kegiatan
topik dan atau peristiwa.
mengikuti Dua orangHalyang
berbagai kegiatan. ini
berlawanan dengan hubungan dangkal yang hanya terbatas pada satu kegiatan ataupun satu
pokok pembicaraan.
Ketiga, saling peng.aruh-mempengaruhi yang amat kuat antara kedua orang tersebut.
Kita akan segera me!u.m!l<ansindiran dari seorang pramuniaga, namun akan gelisah sampai
berminggu-minggu memikirkan komentar dari ternan baik kita. Selanjutnya kedua orang
yang interdepenClensl yan£amat kuat-akan memiliki emosi yang kuat pula. Persahabatan
merupakan sumber potensial bagi perasaan-perasaan seperti cinta, kasih-sayang, dan perhatian
(dalam arti positit), serta rasa marah, cemburu, putus asa (dalam arti negatit).

54
B. BEBERAPA ASPEK DAN SYARAT /NTERAKS/ SOS/AL

1. Aspek-aspek Interaksi Sosial


Menurut Mar' at (1982)salah satuaspekyangterdapatdalarnproses interaksisosial adalah
komunikasi proses persepsi, proses belajar, proses pengalaman, danframe of reference.
Di dalam komunikasi, interaksi sosial mengikutsertakan pengaruh dua arah yang saling
mempengaruhi dan saling dipengaruhi. Dalam proses ini terlihat bahwa stimulus pertama
menghasilkan respon A, dan kemudian respon A ini menjadi stimulus A, sehingga akan
dijawab kemudian oleh respon B, sehingga terjadi hubungan yang saling pengaruh-
mempengaruhi. Setiap respon mengalarni proses persepsi yang diikuti oleh aktivitas
pemahaman terhadap objek, penghayatan, interpretasi, dan memberikan penilaian. Semua
proses ini ditentukan oleh komponen-komponen dari sikap. Dengan sendirinya komponen-
komponen sikap ini dipengaruhi oleh proses belajar, proses pengalaman, dan pembentukan
frame of reference sesorang. Di dalam proses interaksi sosial selalu menyertai pula proses
belajar sendiri, sosialisasi, dan pengambilan keputusan yang relevan. Respon yang dihasilkan
pada umumnya tergantung pada bentuk dari hubungan dan komunikasi antar kelompok. Pada
umumnya terdapat empat klasifikasi dari responsyang dipelajari melalui proses belajar, yaitu
(Mar'at, 1982):
1. Tin~kah taku kultural
2. Tingkah laku yang identik yang merupakan stereotipe berdasarkan stimulus yang sarna,
misalnya jika ada stimulus tambahan akan diikutsertakan respons stereotipe untuk
melarikan diri.
3. Tingkah laku yang bersifat personal, berarti respons yang diberikan tergantung pada
kemauan dan motivasi seseorang.
4. Tingkah laku yang bersifat non-sosial, yaitu terjadinya tingkah laku yang menyimpang
dari norma-norma sosial.
2. Beberapa Syarat Interaksi SosiaI.
Menurut Mar'at (1982) interaksi sosial dapat terjadi apabila memenuhi dua aspek yaitu
adanya kontak sosial dan komunikasi. KQD.tak...sQs.ialda.Qatbersif<\tpOliitifmaupun negatif
yang amat bergantung dari predisposisi sikapseseora!!KY~ng,.m~I1unjukkan adanyakesediaan
atau penolakan. Di samping itu, kontak sosial juga dapat bersifat primer atau sekunder.
Primer dalam arti individuyang terlibat bertemu langsung (face toface), sedangkan sekunder
dalam arti melalui media tertentu. Dapat dikatakan bahwa komunikasi dalam kontak sosial
merupakan proses dimana setiap pihak menggunakan simbol-simbol dengan cara-cara
tersendiri. Dalam proses ini seolah-olah memungkinkan terjadinya penyebaran pengalaman
informasi antar individu atau kelompok.

c. PERSEPS/ SOS/AL
Tiga orang mahasiswi yang berasal dari tiga daerah yang berbeda, masing-masing
Melayu (Sumatera Utara), Palembang (Sumatera Selatan), dan Bugis (Sulawesi Seiatan)
bertemu untuk pertama kalinya dalam daftar ulang mahasiswa baru fakultas psikologi.

55

- --
- --

Mereka memutuskan untuk tinggal dalam pondokan yang sama. Sepanjang masa kuliahnya
mereka menghabiskan waktunya bersama-sama untuk saling mengetahui sebanyak-
banyaknya: makanan enak apa yang berasal dari daerahnya? Bagaimana dengan keadaan
keluarganya masing-masing?

Pengetahuan seseorang terhadap orang lain dan harapan atas orang lain tersebut pertama
kali ditentukan oleh kesan yang kit a bentuk dari orang lain tersebut. Apabila dua orang saling
bertemu dalam sekejap, mereka saling membentuk kesan yang dalam dan akan menentukan
perilaku mereka satu sarna lain (Sears dkk., 1992).
1. Pembentukan Kesan
Menurut Se~. (1992) individu £end~J:ll!!KmeInbentuk kesan panjang lebar atas
orang lain berdasarkan informasi y~g terbatas. Hanya de!1ga!1_I1!~lilglt
dari potret atau secara
ra;;gsungpelama-beberapa-saat saja,seseorang 'Sudah cenderung menilal sebagrnn besar
kara~ orang yang diamatinya-ters-ebut. Beberapa orang tidak percaya dengan pendapat ini,
meski demikian individu umumnya menilai orang lain dari segi intelegensi, usia, latar
belakang, ras, agama, pendidikan, kejujuran, dan sebagainya.

Evaluasi: K~san Pertama. Menurut Sears dkk. (1992) aspek pertama yang p~ng
dan kuat~dalcilievaluasi: ap..*ahkita akan menyukai atau tidak roenyukai seseorang? Kesan
~apaldililat claribeberapa indikasi seperti: dia barangkali ingin bersahabat, senang
ngobrol, periang, atau ramah. - ~
Secara formal dimensi evaluatif merupakan dimensi terpenting di antara sejumlah
dimensi dasar yang mengorganisasi kesan gabungan tentang orang lain. Terdapat banyak
penelitian yang pada akhimya menyimpulkan bahwa evaluasi merupakan dimensi dasar
terpenting dari persepsi seseorang. Rosenberg,Nelson, dan Vivekanathan (dalam Sears dkk.,
1992) menemukan bahwa orang mengevaluasi orang lain sesuai dengan kualitas intelektual
atau yang berhubungan dengan tugas terpisah mereka, dan kualitas sosial atau hubungan
interpersonal mereka, paling tidak untuk beberapa waktu. Meski demikian perbedaan ini
tidak merubah ciri dasamya yaitu: manusia pertama-tama akan berpikir sesuai dengan rasa
suka atau tidak suka jika melihat orang lain.

Kesan Menyeluruh. Untuk menjelaskan bagaimana orang mengevaluasi terhadap orang


lain, dapat ailakukan
-- dari "kesanyang
....- diterima secara keseluruhan". Sears dkk. (1992)
membagi kesan menyeluruh tersebut menjadi dua, yaitu model penyamarataan dan model
menaI11bahkan. -.
Pertama, Model Penyamarataan. Bagaimana kita dapat menyusun potongan-potongan
informasi yang terpisah-pisah menjadi suatu kesan menyeluruh yang sederhana? Misalkan,
ketika anda bertemu dengan seorang wanita yang bertubuh tinggi, tomboy, sportif, cuek, dan
senang bercanda?
Para ahli psikologi mempunyai dua pandangan yang berbeda, yang satu lebih menekankan
kepada segi belajar, sementara yang lain menekankan pada faktor kognitif. Pendekatan

56
belajar tersebut kemudian dikembangkan Anderson (dalam Sears dkk., 1992) menjadi
prinsip penyamarataan. Cara kerjanya adalah sebagai berikut: dalam contoh di atas,
katakanlah seorang gadis X yang bertubuh tinggi, tomboy, sportif, dan senang bercanda-
namun sekaligus juga cuek dan sangat mandiri. Andaikan seorang pemuda Y diminta untuk
membuat "tingkatan evaluasi rasa suka" terhadap gadis X tadi yang berkisar dari 10+ (sangat
positit) sampai -10 (sangat negatif. Maka pemuda Y merasa bahwa tubuh yang tinggi dan
sportif adalah kualitas yang menguntungkan baginya, sehingga akan mendapatkan angka
maksimum (+10); sementara tomboy dan senang bercanda adalah cukup menguntungkan
dengan nilai +6 dan +5; cuek agak kurang menguntungkan (-4); dan sangat mandiri sangat
tidak menguntungkan (-9). Evaluasi secara menyelurnh dapat diperoleh pemuda Y, sebagai
berikut:

Evaltiasi
Gadis X >Pemuda¥

tinggi +10
sportif +10
tomboy +6
senang bercanda +5
cuek -4
sangat mandiri -9

kesan menyelurnh + 18/6 =+3


(cukup positit)

Gambar 111.2.Evaluasi Pemuda Y Terhadap Gadis X


Sumber: Sears dkk. (1992), diolah

Jadi dapat dikatakan bahwa evaluasi Pemuda Y terhadap Gadis X adalah cukup positif (+3).
Kedua, Model Menambahkan. Model menambahkan (additive model) menyatakan
bahwa individu mempersatukan ~otongan:-potongan informas!.yang terpisaIi-pisah dengan
jalan menambahkan nilai ukuran dan bu~annya dengan membuat rata-rata. Apabila seseorang
dikonfrontasikan dengan dua potong informasi dari sisi nol yang sarna, dimana salah satu
lebih ekstrim dari yang lainnya. Misalnya, Dewi sangat menyukai Anung (+6), akan tetapi
kemudian Dewi mengetahui informasi barn ten tang Anung yang tidak begitu menguntungkan
seperti misalnya bahwa Anung "sangat berhati-hati" (+1). Berdasarkan "model
penyamarataan", maka rasa senang Dewi akan berkurang karena nilai reratanya adalah +3,5,
yang lebih rendah dari evaluasi aslinya terhadap Anung. Berdasarkan "model menambahkan",

57

--- --- -- -
maka Dewi akan lebih menyukai Anung karena penambahan infonnasi positif kepada kesan
yang sudah ada akan membuatnya lebih menguntungkan.
Konsistensi.]!!QiYiducenderungmembentuk~arakteri~tiky~onsisten s~ara evaluatif
terhadapindividulainn-ya,meskihanyamemilikisedikitinfoQ11~si. Kitacenderungmemandang
oran~ konsisten dari kedalamannya. Karena evaluasi merupakan dimenasi paling
penting di dalam persepsi manusia, sehingga kita cenderung akan menilai "baik" dan
"buruk", dan bukan keduanya (Sears dkk., 1992).
Berdasarkan evaluasi dengan pendekatan ini, makakit<Lakan..Jnelihat"€.fftlain yang
konsis~eqganny.a. Ji~a ~eseor:angberSItatmenyenangkan,dia hal1Jsmenarik,.cerdas,
murah hatiLdan.-Setemsnya.Sementara bila buruk, maka dia hams licik, berwajah buruk, dan
aneh. Kecenderungan terhadap konsistensi ini disebut sebagai "Efek Halo". Oi dalam efek
h~-¥<U1g telab.dilabel baik selalu dikelilingi oleh suasanapOSffifda~ keoahkannya
~ada orang yang dilabel buruk selalu dipandang memiliki kualitas yang buruk (Efek Halo
Negatif) (Sears dkk" 1992). -
Prasaggka.Positif. Prasangka positif menurut Sears (dalam Sears dkk., 1992) adalah
kecen~ngan menilai orang lain secara positif sehingga mengalahk~n~valuasi negatif.
Misalnya pada studi dimana mahasi"swasebagian besar memberikan nilai positif terhadap
profesornya dengan nilai di atas rata-rata, meski para mahasiswa tersebut telah mengalami
berbagai pengalaman baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan dengan
profesornya tersebut selama kuliahnya. Ada hipotesis rasional untuk berprasangka secara
posit~yai!:~yang oleh Matlin dan Stang (dalam Sears dkk., 1992) disebut sebagai prinsip
Pol~a. Berdasarkanpendapat ini,maka orang akan merasa lebih senang apabila dikelilingi
oleh hal-hal yang baik, pengalaman menyenangkan, masyarakat yang ramah, cuaca yang
cerah, dan sebagainya. Bahkan ketika mereka sakit atau rumahnya runtuh sekalipun, mereka
akan tetap menilai situasinya selalu baik.
2. Atribusi
Pembentukan kesan mengenai orang lain merupakan salah satu kegiatan utama dalam
interaksi sosial. Kegiatan utama yang kedua adalah memahami makna dan sebab perilaku
orang lain tersebut (Atkinson dkk" 1993).Oleh karena itu dalam pembahasan inilah kita akan
memperdalam masalah atribusi.
Pada bagian terdahulu telah dibahas bagaimana individu membentuk kesan terhadap
individu yang lain berdasarkan informasi yang terbatas. Lebih jauh di dalam menilai
"keadaan intern" orang lain, bagaimana kita dapat mengetahui motif, kepribadian, emosi,
atau sikap orang lain tersebut? Kita tidak memiliki infonnasi langsung mengenai keadaan
intern tersebut. Yang dapat kita lakukan adalah dengan menilai petunjuk ekstern yang
terbatas seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh, hal-hal yang pernah dikatakan tentang
keadaan intern sebelumnya, perilaku yang pernah kita ingat di masa lalu, dan seterusnya. Kita
harus mengambil kesimpulan atas dasar informasi tidak langsung yang diperoleh dari
petunjuk ekstern (Sears dkk., 1992).

58
Pengambilan kesimpulan tentang keadaan intern merupakan bagian dari proses yang
lebih umum untuk menjelaskan perilaku orang lain dan diri kita sendiri disebut sebagai
membuat atribusi sebab-akibat. Apabila terdapat sesuatu yang menyakiti hati kita, kemudian
kita menanyai diri kita sendiri mengapa hal itu dapat terjadi. Adakalanya kita menyimpulkan
bahwa hal itu disebabkan oleh keadaan intern permanen tertentu sebagai penyebabnya,
seperti perasaan dendam orang kepada kita.

Dimensi Sebab Akibat. Dalam dimensi sebab akibat ini , pembahasan akan dikategorikan
menjadi tiga: Tempat Sebab-Akibat. Kestabilan & Ketidakstabilan, dan Kemampuan
Mengendalikan.
Pertama, Tempat Sebab-Akibat. Menurut Sears dkk. (1992) masalah pokok paling
umum dalam persepsi sebab akibat adalah menentukan apakah suatu perlaku tertentu dapat
disimpulkan sebagai akibat dari faktor intern atau ekstern. Lebih tepatnya: berada pada posisi
mana sebab-akibattersebut?Misalnyaketika seorangmahasiswamengajak kencan mahasiswi
yang sudah dianggap sebagai ternan yang akrab, tetapi mahasiswi tersebut menolak karena
akhir minggunya sibuk sekali. Apa sebenarnya hakikat dari penolakan tersebut? Barangkali
hal itu disebabkan karena keadaan intern, seperti misalnya sang mahasiswi tidak tertarik
dengan mahasiswa itu, sehingga lebih tertarik untuk mengerjakan tugas-tugas lainnya. Atau
bisa jadi karena faktor ekstern, ia memang memiliki tugas lain. Atribusi intern mencakup
semua penyebab intern seseorang seperti mood, sikap, ciri kepribadian, kemampuan,
kesehatan, keinginan, dan sebagainya. Sementara atribusi ekstern akan mencakup semua
penyebab ekstern seseorang seperti tekanan dari luar, kondisi keuangan, situasi sosial, cuaca,
dan sebagainya. Jadi, apakah sang mahasiswi tersebut benar-benar sibuk (atribusi ekstern)
atau baru saja memutuskan tidak tertarik dengan sang mahasiswa (atribusi intern)?
Kedua, Kestabilan dan Ketidakstabilan. Dimensi ini lebih menekankan kepada
penyebabnya, apakah stabil atau tidak stabil? Maksudnya adalah apakah penyebab tersebut
merupakan bagian menarik yang relatif tetap dari lingkungan ekstern atau pembawaan intern
seseorang. Ditinjau dari intern-ekstern, maka terdapat beberapa penyebab yang stabil atau
tidak stabil, yaitu:
a. Penyebab ekstern stabil: peraturan, undang-undang, peran jabatan, larangan, dan
sebagainya.
b. Penyebab ekstern yang tidak stabil: cuaca
c. Penyebab intern stabil: pelawak Amerika Woody Allen, yang memiliki bakat humor
yang stabil atau petinju Julio Cesar Chaves
d. Penyebab intern tidak stabil: John McEnroe atau Mike Tyson yang dapat mencapai
prestasi dengan ketidakstabilannya.

Weiner (dalam Sears dkk., 1992) mengembangkan skema penyebab perilaku prestasi untuk
menilai keberhasilanatau kegagalansesorangberdasarkankombinasi dari dimensi kestabilan-
ketidakstabilan dan dimensi intern-ekstern.

59
iTempat KtmdaliSebenarnya

.Ekstern

Stabil Kemampuan Kesulitan tugas


Tidak Stabil Usaha Berhasil

Gambar 111.3.Skema Klasifikasi Perilaku Prestasi Menurut Weiner


Sumber: Sears dkk. (1992), diolah

Ketiga, Kemampuan Mengendalikan. Kita dapat mengamati beberapa kasus, dimana


beberapa orang dapat mengendalikan dan beberapa orang lagi tidak dapat mengendalikan
atau di luar kemampuannya. Kemampuan dan ketidakmampuan dalam mengendalikan dapat
secara bersama-sama dengan kendali tempat dan kestabilan. Misalnya, penyebab intern tidak
stabil seperti usaha biasanya dipandang sebagai dapat dikendalikan: seorang mahasiswa
dapat memutuskan untuk belajar giat atau justru memutuskan tidak belajar. Sementara
penyebab intern stabil seperti kemampuan justru jarang dilihat sebagai kemampuan yang
dapat dikendalikan. Orang yang berbakat sering dipandang tidak menguasai kemampuannya
tersebut. Kadangkalakemampuan dapatdianggap dapatdikendalikan,seperticontoh beberapa
orang yang sukses yang dianggap telah mengembangkan kemampuannya melalui kerja keras
dalam jangka waktu yang lama. Adapun keberhasilan itu sendiri sering dianggap dapat
dikendalikan, meski dianggap tidak dapat dikuasai.

Kapan Atribusi Sebab-Akibat Terjadi?


Dalam kehidupan sehari-hari ternyata jikalau kita amati akan terdapat banyak sekali
kejadian-kejadian atauperistiwa-peristiwa sebab-akibat.Akan tetapi kecenderungan manusia
pada umumnya tidak memusingkannya. Hal ini menurut Sears dkk. (1992) disebabkan
karena manusia cenderung kikir terhadap sumber kognitifnya, sehingga kebanyakan mereka
akan mengambil jalan pintas dan menghindari kerja kognitif yang luas dan kreatif.
Manusia baru memiliki rasa ingin tahu setelah suatu peristiwa atau kejadian yang
istimewa terjadi. Penjelasan mengenai perjalanan rembulan dan matahari banyak dilakukan
pada saat terjadinya gerhana. Khalayak ramai menghendaki penjelasan yang paling rasional
untuk menganalisis kerusuhan-kerusuhan yang baru saja terjadi. Beberapa hasHpenelitian
mendukung pendapat tersebut. Lau dan Russell (dalam Sears dkk., 1992) menemukan bahwa
hasil yang tak terduga pada pertandingan sepakbola yang sudah diramalkan sebelumnya akan
menimbulkan banyaknya penjelasan sebab-akibat di kolom-kolom surat kabar. Selain itu
peristiwa buruk yang pernah menimpa juga akan mengilhami pencarian atribusi sebab-
akibat. Taylor (dalam Sears dkk., 1992) menemukan bahwa 95% penderita kanker dalam

60
subjek penelitiannya telah membuat kesimpulan tentang apa yang menjadi penyebab
penyakit mereka.

D. PENGARUH SOSIAL (SOCIAL FACILITATION)


Pada tahun 1898, Triplett melakukan penelitian terhadap para pembalap sepeda dengan
mengkaji catatan waktu kecepatannya. Hasilnya adalah bahwa pembalap yang berlomba
dengan pembalap lain akan menghasilkan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
berlaga sendiri dengan menggunakanjam pencatat. Selanjutnya Triplett mengkaji lebihjauh
dengan melakukan penelitian psikologi sosial dengan eksperimen di laboratorium terhadap
anak-anak. Hasilnya adalah anak-anak akanbekerja lebih cepat dalamkeadaan koaksi (ketika
anak lain juga melakukan hal yang sama berada di sekitarnya), bila dibandingkan dengan
bekerja sendiri (Atkinson, 1993).
Beberapa waktu setelah studi Triplett mengenai koaksi, dimana hanya dengan kehadiran
penonton yang pasif saja sudah cukup untuk meningkatkan prestasi seseorang. Penonton di
sini bukanlah sebagai koaktor. Menurut Dashiell (dalam Atkinson dkk., 1993) kehadiran
seorang penonton akan memiliki pengaruh yang sama bila dibandingkan dengan kehadiran
koaktor. Kedua dampak baik dari penonton maupun koaktor tersebut kemudian disebut
sebagai kemudahan sosial.
Akan tetapi dalam kasus lain pengaruh sosial berupa kemudahan sosial tersebut dapat
juga menjadi membingungkan. Menurut Dashiell (dalam Atkinson, 1993) terdapat temuan
lebih banyak kesalahan pada saat tugas perkalian dilakukan dengan koaktor dan penonton,
bila dibandingkan dengan jika subjek mengerjakannya sendiri. Atau dapat dikatakan bahwa
dalam suatu penelitian, kualitas prestasi akan menurun meski kualitasnya meningkat.
Sementara pada penelitian yang lain kualitas prestasi meningkat pada saat terdapat koaktor
atau penonton. Bagaimana ini dapat terjadi?
Atkinson dkk. (1993) mencoba memberikan penjelasan bahwa perilaku yang
menunjukkan peningkatan prestasi dengan adanya koaktor atau penonton biasanya meliputi
respons terlatih yang tinggi maupun respons naluriah seperti makan. Dalam berperilaku
seperti ini individu seringkali jawaban yang paling sering atau yang paling dominan adalah
jawaban yang paling tepat. Perilaku yang menghasilkan prestasi kurang baik adalah respons
yang paling sering atau yang paling dominan dapat menjadi salah.

Perilaku Menolong. Perilaku menolong (prosocial behavior) seringkali dihubungkan


dengan altruisme. Altrusime sendiri adalah tindakan sukarela yang dilakukan seseorang atau
sekelompok orang untuk menolong orang lain tanpa mengaharapkan imbalan apapun,
kecuali telah memberikan suatu kebaikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa suatu
perilaku altriustis atau tidak bergantung kepada tujuan si penolong (Sears, 1992a). Seseorang
pengemudi mobil yang melihat terjadinya kecelakaan sebuah mobil terjungkal di pinggir
jalan raya. Ia kemudian melihat seorang ibu yang terluka di kepalanya, tidak sadarkan diri di
dalam mobil yang terjungkal itu. Ia menghentikan mobilnya lalu mengangkat ibu tersebut
dari dalam mobil yang terjungkal ke suatu rumah di dekat jalan raya tersebut. Dengan

61

- -
memberikan bantuan semampunya, pengemudi tersebut akhimya meneruskan perjalannya
yang masih panjang, karena sudah adayang berwenang menanganinya. Tindakan pengemudi
tersebut adalah tindakan altruistis.
Perilaku menolong mencakup lebih luas ketimbang altruisme, yang meliputi segala
bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa
mempedulikan motif-motif si penolong. Beberapajenis perilaku prososial bukan merupakan
tindakan altruistis. Misalnyajika anda memberikan sumbangan yang besar pada malam amal
yang diadakan oleh suatu kelompok di dalam tempat kerja anda, dengan harapan agar anda
akan memperoleh kesan yang baik di hadapan atasan anda. Dalam kondisi seperti ini, maka
tindakan anda bukanlah tindakan altruistis yang sebenarnya. Perilaku menolong berkisar
pada tindakan altruisme yang tidak mementingkan diri sendiri atau tanpa pamrih sampai
dengan tindakan menolong yang sepenuhnya (100%) dimotivasi oleh kepentingan diri
sendiri (Rushton dalam Sears dkk., 1992a).

Prasangka dan Stereotipe. Di dalam berinteraksi dengan orang lain kita terkadang tidak
dapat lepas dari apa yang disebut sebagai prasangka dan stereotipe. Prasangka menurut
Mar' at (1984) adalah dugaan-dugaan yang memiliki nilai ke arah negatif, namun dapat pula
dugaan tersebut bersifat positif. Dugaan tersebut umumnya mengarah pada penilaian negatif
yang diwamai oleh perasaan y<!ngmuncul sesaat. Di dalam interaksi sosial, prasangka
memiliki relevansi dengankomponen afektifyang bersifat negatif terutama bila dihubungkan
dengan kelompok minoritas dan kelompok etnis (Mar'at, 1984).
MenurutWolf (dalamMar' at, 1984)prosesterbentuknyaprasangkamerupakanprasangka
sosial yang memiliki konotasi negara dalam hubungannya antara mayoritas dan minoritas.
Oleh karena itu, Mar' at (1984) menjabarkan beberapa faktor penentu prasangka, yaitu antara
lain:
1. Kekuasaan faktual yang terlibat hubungan antara mayoritas dan minoritas
2. Fakta tentang perlakuan terhadap kelompok mayoritas dan minoritas
3. Fakta mengenai kesempatan usaha pada mayoritas dan minoritas
4. Fakta mengenai unsur geografis, dimana keluarga minoritas menduduki daerah-daerah
tertentu
5. Posisi dan peranan dari sosial ekonomi yang pada umumnya dikuasai oleh kelompok
minoritas
6. Potensi energi eksistensi dari kelompok minoritas dalam mempertahankan hidupnya

Adapun beberapa hipotesa yag menjadi penyebab terjadinya prasangka antara lain adalah:
1. Adanya ketegangan situasi yang senantiasa relatif dan bersifat individual atau kelompok
sentris
2. Dalam tiap-tiap kelompok akan selalu terdapat minoritas
3. Adanya persaingan yang menimbulkan prasangka

62
Kedua adalah stereotipe. Stereotipe adalah persepsi terhadap suatu objek yang tidak
dapat diubah atau kaku (Chaplin, 1995), yang sifatnya terlalu umum dan seringkali keliru
(Atkinson dkk., 1993).
Dalam membahas baik prasangka maupun stereotipe, kita tidak dapat lepas dari mental
set dan konsep interaksi sosial. Permasalahan yang akan muncul dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu: image dan sikap (Mar' at, 1984).
Image menyangkutpersepsisosialsehinggatiaphubunganantarmanusia, antarkelompok,
dan antar bangsa telah ada suatu mental set tersendiri tentang opini, sistem nilai, norma,
konsep tertentu. Hubungan ini akan mengarah kepada komponen emosional yang relevan
dengan hubungan interaksi ini.
Sikap terhadap pengertian-pengertian sinonim yang sebenarnya adalah prasangka dapat
diidentifikasikan dengan sikap yang merupakan predisposisi sosial. Di samping prasangka
tersebut dapat pula disamakan dengan opini atau kepercayaan (belief).

E.' DAYA TARIK INTERPERSONAL


Dalam berinteraksi dengan orang lain untuk pertama kalinya, pertanyaan yang seringkali
muncul adalah apakah mereka menyukai kita atau sebaliknya kita akan menyukai mereka?
Setelah perjumpaan awal, perhatian kita seringkali terfokus pada bagaimana memelihara dan
mengarahkan hubungan yang tercipta berdasarkan daya tarik awal untuk selanjutnya dapat
akan menimbulkan keintiman dan bahkan cinta. Para ahli psikologi ternyata telah banyak
mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi daya tarik seseorang terhadap orang lain. Hal ini
disebabkan karena manusia akan berusaha untuk memprioritaskan hubungan antarpribadi
sepanjang hidupnya. Kecenderungan untuk berafiliasi (keinginan untuk berada bersama
dengan orang lain) memang cukup kuat bagi kebanyakan orang. Hal ini sebenarnya sudah
terjadi semenjak masa bayi, dimana bayi mulai membangun rasakasih sayang yang kuat pada
satu orang dewasa atau lebih.

1. Prinsip Dasar Daya Tarik Interpersonal


Pada bagian terdahulu telah dibahaspenilaian sebagaikesanpertama dalam berhubungan
dengan orang lain. Mengapakita menyukai atau tidak menyukai orang lain? Pada bagian ini
akan dibahasbeberapaprinsipyangberusaha menjelaskanmengapaakhirnyakitamemutuskan
untuk berteman atau tidak berteman dengan orang lain. Beberapa prinsip tersebut adalah:
Penguatan, Pertukaran Sosial, dan Asosiasi.

Penguatan. Prinsip dasar dari teori belajar adalahpenguatan (reinforcement). Kita menyukai
orang lain dengan cara memberi ganjaran sebagai penguatan dari tindakan atau sikap kita.
Salah satu tipe ganjaran yang penting adalah persetujuan sosial, dan banyak penelitian
memperlihatkan bahwa kita cenderung menyukai orang lain yang cenderung menilai kita
secara positif (Sears, 1992).

63

--- --
Pertukaran Sosial. Pandangan ini menyatakan bahwa rasa suka kita kepada orang lain
didasarkan pada penilaian kita terhadap kerugian dan keuntungan yang diberikan seseorang
kepada kita. Sesuai dengan teori pertukaran sosial, kita menyukai seseorang apabila kita
mempersepsi bahwa interaksi kita dengan orang itu sifatnya menguntungkan, yaitu apabila
ganjaran akan kita terima lebih besar dari pada kerugiannya. Teori ini juga menekankan
bahwa kita membuat penilaian komparatif, menilai keuntungan yang kita peroleh seseorang
dibandingkan dengan keuntungan yang kita peroleh dari orang lain (Sears dkk., 1992).

Asosiasi. Prinsip yang amat berguna di dalam "clasical conditioning" adalah asosiasi. Kita
menjadi suka kepada orang yang diasosiasikan (dihubungkan) dengan pengalaman yang
baik/bagus dan tidak suka kepada orang yang diasosiasikan dengan pengalaman buruk/jelek
(Clore & Byrne dalam Sears dkk., 1992). Hasil penelitian May dan Hamilton (dalam Sears
dkk., 1992) menunjukkan bahwa mereka tertarik pada dampak latar belakang musik yang
bagus dan jelek terhadap daya tarik interpersonal. Pertama-tama, mereka menentukan jenis
musik yang paling disukai (musik rock) dan yang paling tidak disukai (musik klasik) oleh
para mahasiswi. Kemudian mereka meminta mahasiswi lain untuk menilai potret seorang
pria yang tidak dikenal. Sementara para mahassiwi itu membuat penilaian mereka,
diperdengarkan musik rock, musik klasik, atau sarna sekali tidak diperdengarkan musik.
Hasilnya menunjukkan bahwa mahasiswi menilai potret pria itu kurang baik apabila potret
itu diasosiasikan dengab musik yang tidak disukai; dan menilai pria itu sangat baik bila
potretnya diasosiasikan dengan musik yang disukai.
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Apa yang mempengaruhi daya tarik seseorang? Faktor-faktor apa sajakah yang
mempengaruhi rasa suka kita kepada orang lain? Berikut ini akan dibahas empat faktor
penentu perasaan suka seseorang kepada orang lain, yaitu karakter pribadi, kesamaan,
keakraban, dan kedekatan.
1. Karakter Pribadi
Daya tarik seseorang bagi orang lain, pada dasarnya dapat kita bagi menjadi dua hal:
yang bersifatfisik (wajah,rambut, tubuh)danyang bersifatnon-fisik (kepribadian,intelegensi,
minat dan hobby). Tidak ada jawaban yang tunggal untuk pertanyaan: mengapa kita lebih
menyukai seseorang dari pada orang lain?
Para ahli telah berusaha mengidentifikasikan beberapa karakteristik umum yang
mempengaruhi rasa suka seseorang kepada orang lain. Karakter umum tersebut antara lain
adalah ketulusan, kehangatan personal, kompetensi, dan daya tarik fisiko
Ketulusan. Norman Anderson (dalam Sears dkk., 1992)dalam studinya membuat daftar 555
kata sifat yang digunakan untuk menggambarkan orang. Kemudian dia meminta para
mahasiswa untuk menunjukkan sejauhmana mereka akanmenyukai seseorangyang memiliki
masing-masing karakter ini. Hasilnya menunjukkan bahwa para mahasiswa tahun 1960-an
ternyata lebih memilih ketulusan sebagai sifat yang paling dihargai. Dari delapan kata sifat
teratas, enam di antaranya adalah tulus, jujur, setia, terus terang, terbuka, dan dapat
dipercaya; dimana kesemuanya itu berkaitan dengan ketulusan.
64
Dua hal pokok lain yang muncul dalam daftar karakteristik yang sangat menyenangkan
adalah kompetensi dan kehangatan pribadi, dimana keduanya akan dibahas berikut ini.

Kehangatan Personal. Kehangatan merupakan karakteristik pokok yang mempengaruhi


pesan pertama kita mengenai orang lain. Apa yang membuat orang lain nampak hangat dan
ramah? Atau sebaliknya apa yang membuat orang lain tampak dingin? Hasil penelitian
Folkes dan Sears (dalam Sears dkk., 1992) menunjukkan bahwa seseorang nampak hangat
dan ramah apabila dia menyukai hal tertentu yang sedang dibicarakan, memujinya, dan
menyetujuinya. Dengan kata lain memiliki sikap yang positif terhadap terhadap orang atau
benda. Sebaliknya, orang yang dingin adalah bila mereka tidak menyukai hal tersebut,
meremehkannya, mengatakan hal itu mengerikan, dan biasanya mencelanya.

Kompetensi. Pada umumnya kita menyukai orang yang trampil secara sosial, cerdas, dan
kompeten. Tipe konsistensi tertentu yang bermakna sangat bergantung pada sifat hubungan
kita dengan orang lain. Kita akan lebib tertarik berhubungan dengan ternan yang dapat
memperbaiki komputer kita yang rusak, profesor yang dapat menerangkan sesuatu dengan
cara yang lebih sederhana, atau pembicara yang dapat membuat pembicaraannya menjadi
menarik. Orang yang lebih memiliki kompetensi pada umumnya lebih dihargai untuk diajak
menjalin hubungan dari pada yang tidak berkemampuan (dalam Sears dkk., 1992) .

Daya Tarik Fisik Seperti membaca suatu majalah, maka hal pertama yang akan kita
perhatikan pada orang lain adalah wajah atau penampilan fisiknya. Menurut Walster dkk.
(dalam Sears dkk., 1992),rasa suka seseorang berkaitan erat dengan daya tarik fisiknya. Baik
pria maupun wanita yang dianggap menarik akan lebih disukai. Hal ini disebabkan karena
adanya "efek halo", dimana kita cenderung mengasumsikan bahwa orang yang menarik
secara fisik juga memiliki sejumlah karakteristik lain yang menyenangkan, seperti hangat
dan berkepribadian menyenangkan. Efek lain selain efek halo adalah "efek pancaran
kecantikan", dimana orang akan merasa senang bila dilihat bersama dengan seorang pacar
atau ternan yang sangat menarik, karena mereka berpikir bahwa hal itu akan meningkatkan
atau mempertinggi citra mereka sendiri.
Hasil penelitian Dion dan Berscheid (dalam Atkinson dkk, 1993) menunjukkan bahwa
daya tarik fisik temyata tidak terbatas pada masalah kencan dan perjodohan. Anak laki-Iaki
yang rupawan (usia 5-6 tahun) temyata lebih populer ketimbang anak-anak yang kurang
begitu menarik. Orang dewasa sekalipun akan lebih terpengaruh terhadap daya tarik fisik
seorang anak, baik secara fisik maupun persepsi terhadap perilakunya.
2. Kesamaan
Faktor lain yang mempengaruhi hubungan interpersonal adalah kesamaan. Ada dua
pepatah kuno (keduanya dari barat): "burung sebulu berkumpul bersama" dan " orang
berlawanan itu menarik dan orang yang sedangjatuh cinta senang menyebutkan perbedaan-
perbedaan yang ada". Agaknya pepatah yang kedua tersebut sebagian besar adalah salah
dibandingkan dengan pepatah pertama. Mengapa? Karena kita cenderung menyukai orang

65

- --
yang sarna dengan kita dalam sikap, nilai, minat, hobby, latar belakang, dan kepribadian.
HasH penelitian Rubin (dalam Atkinson dkk, 1993) menunjukkan bahwa lebih dari 99%
pasangan suami-istri di AS terdiri dari ras yang sarna, mirip satu sarna lain, memiliki
kesamaan ciri sosiologis (usia, ras, agama, pendidikan, dan kelas sosial), kesamaan secara
fisik (tinggi, warna mata), serta ciri psikologis (intelegensi).
Penelitian Kandel (dalam Sears dkk., 1992) tentang persahabatan 2.000 siswa sekolah
menengah, menggambarkan adanya faktor kesamaan dalam latar belakang etnis, agama,
politik, kelas sosial, pendidikan, dan usia. Setiap siswa mengidentifikasikan "temannya yang
terbaik di sekolah" dan melengkapi kuesioner tentang latar belakang dan sikapnya sendiri.
Sebagian besar ternan yang paling baik memiliki kesamaan dalam jenis kelamin, tingkat
kelas, usia, dan ras.
Menurut Sears dkk. (1992) dalam hal berpacaran dan pernikahan, kecenderungan untuk
memilih pasangan yang mempunyai kesamaan disebut sebagai "prinsip kesesuaian" (match-
ing principle). Amat tidak wajar apabila ada seorang gadis aktivis hak-hak azasi wanita
menikah dengan seorang pengusaha yang telah beristri. Atau seorang aktor yang berpacaran
dengan atlit. Pacar dan suami/istri cenderung sesuai dengan karakteristik fisik dan sosialnya.
Mengapa kesamaan menjadi sedemikian penting dalam daya tarik interpersonal?
Menurut Rubin (dalam Sears dkk., 1992) terdapatdua penjelasan utama yaitu: kesamaan
biasanya mendatangkan ganjaran dan keterkaitan antara kesamaan - rasa suka dengan teori
keseimbangan kognitif.
Pertama,orangyangmernilikikesamaandengankitacenderungmenyetujuidanmendukung
keyakinan kita tentang kebenaran kebenaranpandangankita. Sementara sebaliknya,kita akan
merasa tidak senang bila menjumpai orang yang tidak sependapatdengan kita, yang mencela
keyakinankita, danmenentangselerasertapenilaiankita.Kesamaannilaidanminat merupakan
dasar untuk melakukan altivitas bersama dengan orang lain.
Kedua, menurut teori keseimbangan kognitif, orang berusaha mempertahankan
keselarasan dan konsistensi di antara sikap mereka, mengatur rasa suka dan rasa tidak suka
mereka menjadi seimbang. Menyukai seseorang dan pada saat yang sarna menentang orang
itu mengenai masalah yang fundamental merupakan hal yang secara psikologis tidak
menyenangkan. Kita memaksimalkan keseimbangan kognitif dengan menyukai orang yang
mendukung pandangan kita dan tidak menyukai orang yang menentangnya.
3. Keakraban
Menurut Atkinson dkk. (1993) salah satu alasan bahwa kedekatan dapat menimbulkan
rasa senang pada seseorang adalah bahwa kedekatan dapat meningkatkan keakraban. Hal ini
merupakan suatu fenomena yang umum. Fenomena ini oleh Sears dkk. (1992) dapat
dijelaskan dengan apa yang disebut sebagai efek eksposur belaka (the mere exposure). Efek
ini merupakan suatu fenomena dimana keseringan berhadapan dengan seseorang dapat
meningkatkan rasa sukakita terhadap orang lain. HasHpenelitian Zajonc dkk. menunjukkan
bahwa makin sering subjek melihat suatu wajah, semakin besar rasa suka mereka terhadap
wajah tersebut dan semakin besar kemungkinan mereka untuk menyukai orang itu.

66
4. Kedekatan
Menurut Atkinson dkk. (1993) salah satu prediktor terbaik mengenai apakah dua orang
dapat berteman atau tidak adalah seberapa jauh jarak tempat tinggal mereka. Kenyatannya,
biladua orang yang tinggal dalam hanyadalamjarak 10blok,jauh lebihkecil kemungkinannya
untuk berteman bila dibndingkan dengan bila mereka tinggal bersebelahan satu sarna lain.
Hasil penelitian Rubin (dalam Atkinson dkk., 1993)di atas buku nikah 5.000 perkawinan
di Philadelphia pada tahun 1930-an menunjukkan bahwa sepertiga dari pasangan itu tinggal
di antara lima blok dari perumahan mereka. Menurut Schiffenbauer dan Schiavo (dalam
Atkinson dkk., 1992) kedekatan hanya meningkatkan intensitas reaksi awal. Akan tetapi
karena seringkali perjumpaan pertama menyangkut hal-hal yang paling netral sampai yang
menyenangkan, hasil kedekatan yang paling seringdapat dipertahankan adalahpersahabatan.
Mengapa kedekatan dapat menimbulkan rasa suka? Terdapat tiga faktor yang
menghubungkanantarakedekatandan daya tarikinterpersonal,yaitu:pertama,kedekatan
biasanya meningkatkan keakraban. Kedua, kedekatan sering berkaitan dengan kesamaan.
Kita seringkali memilih untuk tinggal dan bekerja dengan orang yang kita kenaI, dan
selanjutnyakedekatan geografis kita akan meningkatkankesamaan kita. Faktor ketiga adalah
bahwa orang yang dekat secara fisik lebih mudah didapat daripada orang yang jauh (Sears
dkk., 1992).
SOAL LATIHAN
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat dari sejumlah jawaban yang tersedia dengan
memberi tanda silang di depan huruf jawaban tersebut.
1. Cakupan interaksi sosial dapat berupa:
a. antar individu b. antar kelompok
c. antar bangsa d. semua benar
2. Di dalam interaksi sosial, bentuk komunikasi yang terjadi antara lain kecuali:
a. tukar-menukar informasi c. ekspresi emosi tertentu
b. saling pengaruh-mempengaruhi d. atribusi.
3. Model Interdependensi dikemukakan oleh:
a. Mar'at b. Kelley dkk.
c. Levinger dan Snoek d. Tripplet.
4. Jika dua orang sarna sekali tidak menyadari kehadiran satu sarna lain dalam konteks
interaksi disebut dengan istilah:
a. Zero Contact b. Kontak Permukaan
c. Menyadari d. blind date
5. Sarna dengan no. 4. ketika orang sudah mulai berinteraksi, bisa melalui percakapan
maupun surat menyurat dengan istilah:
a. Zero Contact b. Kontak Permukaan
c. Menyadari d. blind date

67
6. Komunikasi langsung secaraface toface termasuk dalam:
a. komunikasi sekunder c. a dan b benar
b. komunikasi primer d. a dan b salah
7. Dalam apakah kita akan menyukai atau tidak menyukai seseorang, disebut sebagai:
a. Kesan awal b. Evaluasi
c. Pembentukan kesan d. semua benar.
8. Beberapa model untuk menjelaskan kesan menyeluruh antara lain:
a. Model Penyamarataan c. a dan b benar
b. Model Menambahkan d. a dan b salah
9. Kecenderungan melihat orang yang telah dilabel baik selalu dikelilingi oleh suasana
positif dan kebalikannya pada orang yang dilabel buruk selalu dipandang memiliki
kualitas yang buruk disebut sebagai:
a. Efek Halo b. Prasangka Positif
c. Prinsip Pollyana d. Atribusi.
10. Kecenderungan orang yang merasa lebih senang apabila dikelilingi oleh hal-hal yang
baik, pengalaman menyenangkan, masya- rakat yang ramah, cuaca yang cerah, dan
sebagainya disebut sebagai:
a. Efek Halo b. Prasangka Positif
c. Prinsip Pollyana d. Atribusi.
11. Kecenderungan menilai orang lain secara positif sehingga mengalahkan evaluasi negatif
disebut:
a. Efek Halo b. Prasangka Positif
c. Prinsip Pollyana d. Atribusi.
12. Dimensi sebab akibat dapat dikategorikan menjadi tiga kecuali:
a. Tempat Sebab-Akibat c. Kestabilan & Ketidakstabilan
b. Konsisntensi d. Kemampuan Mengendalikan.
13. Salah satu contoh penyebab intern yang stabil:
a. petinju Julio Cesar Chaves c. petinju Mike Tyson
b. petenis John McEnroe d. salah semua.
14. Salah satu contoh penyebab intern yang tidak stabil:
a. petinju Julio Cesar Chaves c. Mike Tyson
b. Woody Allen d. salah semua.
15. Faktor-faktor yang mempengaruhi mempengaruhi daya tarik seseorang antara lain
kecuali:
a. karakter pribadi b. kesamaan
c. keakraban d. komunikasi.

68
Bab4 SikapManusia

Pada bab ini akan dibahas mengenai:


A. Pengertian Sikap
B. Komponen atau Struktur Sikap
lnteraksi Antar Komponen Sikap
Hubungan Antara Sikap dan Perilaku
C. Pembentukan Sikap
D. Teori-teori Mengenai Perubahan Sikap
E. Pengukuran Sikap
F. Hubungan Antara Sikap, Persepsi, dan Kognisi Lingkungan
LATIHAN SOAL

A. PENGERTIANSIKAP
Ada banyak definisi mengenai sikap dalam berbagai versi (Azwar, 1995). Selanjutnya
dikatakan oleh Azwar bahwa sikap dapat dikategorikan ke dalam tiga o.r.ientasLp.emikiran.
yaitu: yang berorientasi kepada respon, yang berorientasi kepada kesiapan respon, dan yang
berorientasi kepada skema triadit.
Pertama: yang berorientasi kepada respon. Orientasi ini diwakili oleh para ahli seperti
Louis Thurstone, Rensis Likert, dan Charles Osgood. Dalam pandangan mereka, sikap
adalah suatu bentuJ<_ataureaksil?eLasaan.Secara lebih operasional siIsaJ?!erhadap_suatU
objek
adalah perasaan mend,!kungatau memihak (favourable) maupun perasaan tidak_m~dukung
--
atau tioakmen1TI1ak(unfavq~T4ble)terhadap objet<terse,btJt(Berkowitz dalam Azwar, 1995).
Kedua : yang berorientasi kepada kesiapan respon. Orientasi ini diwakili oleh para ahli
seperti Chave, Bogardus, LaPierre, Mead, dan Allport. Konsepsi yang mereka ajukan
temyata lebih kompleks. Menurut pandangan orientasi ini, sikap merupakan kesiap-an_!!.!!!J!k
bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-ca~atertentu. KesI;pan ini berariTkecenderungan
pOteiisialuntUk bereaksrdengan cara tertentu apabila individu dihadapkan kepada suatu
stimulus yang menghendaki adanya respons. SikaF oleh La Pierre (dalam Azwar, 1995)
dikatakan ~ebagaisuatu pol~ pesua1<u,tepden.siatau kes!apan antisipatiLp.redisposisi untuk
menyesuai~al1dili dalam situasi sosia1atau secara sederhana sikap adalah respons terhad.ap
sfimun sosial yang telah terkondisikan.

69
Ketiga yang berorientasi kepada skema triadik. Menurut pandangan orientasi ini, sikap
merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling
berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek. Secord dan
Backman (dalam Azwar, 1995) mendfinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal
perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap
suatu aspek di lingkungan sekitamya.
Menurut Azwar (1995), di kalangan para ahli Psikologi Sosial dewasa ini terdapat dua
pendekatan dalam mengklasifikasikan sikap. Yang pertama adalah yang memandang sikap
sebagai kombinasi reaksi antara afektif, perilaku, dan kognitif terhadap suatu objek. Pendekatan
pertama ini sarna dengan pendekatan skema triadik, kemudian disebut juga dengan pendekatan
tricomponent.
Yang kedua adalah yang meragukan adanya konsistensi an tara ketiga komponen sikap
di dalam membentuk sikap. Oleh karena itu pendekatan ini hanya memandang perlu
membatasi konsep dengan komponen afektif saja.

B. KOMPONEN ATAU STRUKTUR SIKAP


Berdasarkan definisiyang berorientasikepada skema triadikdi atas, maka sikap merniliki
tiga komponen. Ketiga komponen tersebut oleh Mar'at (1984) dikembangkan lagi menjadi:
1. Komponen Kognisi yang berhubungan dengan beliefs (kepercayaan atau keyakinan),
ide, dan konsep;
2. Komponen Afeksi yang berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang;
3. Komponen Konasi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku.

Mann (dalam Azwar, 1995) menjelaskan bahwa komponen kognitifberisikan persepsi,


kepercayaan, dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen
ini dapat disamakan dengan pandangan (opini), terutama apabila menyangkut masalah isu
atau problem yang kontroversial. Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap
objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar
paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang.
Sementara itu komponen perilaku berisi kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi
terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.

Interaksi Antar Komponen Sikap. Menurut para ahli psi~ologi sosial, interaksi antar
komponen sikap adalah selaras dan konsisten. Hal ini disebabkan karena ketika dihadapkan
dengan suatu objek sikap yang sarna, maka ketiga komponen tersebut seharusnya akan
membentuk pola arah sikap yang seragam. Apabila salah satu dari komponen sikap tidak
konsisten satu sarna lain, maka akan terjadi ketidakselarasan yang menyebabkan terjadinya
mekanisme perubahan sikap sedemikian rupa sehingga konsistensi akan tercapai kembali
(Azwar, 1995).

Hubungan Antara Sikap dan Perilaku. Sikap selalu dikaitkan dengan perilaku yang
berada di dalam batas kewajaran dan kenormalan yang merupakan respon atau reaksi
70
terhadap suatu stimulus (Azwar, 1995), meski sikap pada hakikatnya hanyalah merupakan
predisposisi atau tendensi untuk bertingkah laku, sehinggabelum dapat dikatakan merupakan
tindakan atau aktivitas (Mar' at, 1984).
Ajzen dan Fishbein (dalam Azwar, 1995) berusaha mengembangkan suatu pemahaman
terhadap sikap dan prediksinya terhadap perilaku. Mereka mengemukakan teori Tindakan
Beralasan (theory of reasoned action). Teori ini mengatakan bahwa sikap mempengaruhi
perilaku lewat suatu proses pengambilankeputusanyangteliti danberalasan, serta dampaknya
terbatas hanya pada tiga hal, yaitu:
a. perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum, tetapi oleh sikap spesifik terhadap
sesuatu;
b. perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh norma-norma subjektif;
c. sikap terhadap suatu perilaku bersama-sama norma-norma subjektif membentuk suatu
intensi atau niat untuk berperilaku tertentu.

Gambar IV.1. di bawah ini mencoba untuk memperjelas hubungan di antara ketiganya.

Sikap terhadap
perilaku

Intensi untuk PERILAKU


berperilaku

Normacnorma
stlbjektif

Gambar IV.t. Teori Tindakan Beralasan Menurut Ajzen dan Fishbein


Sumber: Azwar (1995)

Pad a gambar IV .1. tampak bahwa intensi merupakan fungsi dari dua determinan besar,
yaitu sikap terhadap perilaku (dalam arti personal) dan persepsi individu terhadap tekanan
sosial untuk melakukan suatu perbuatan atau untuk tidak melakukan suatu perbuatan apabila
ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia
melakukannya.

c. PEMBENTUKANSIKAP
Sik~~al sese~ang dapat terbent1Jkdeng(!na~~~!aksi sosial. Interaksi sosi&l
di sini tidak hanya_bersifat kontak atau hubungan sosial belaJca,meramJcanJUga terdapat
saling pengaruh-mempengaru-hiantar individu yang terjadi secara timbal balik, sehingga
akan.--
mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu (Azwar, 1995).

71
Dalam berintarksi sosial, reaksi individu membentuk pola sikap tertentu terhadap
berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Bebera..va faktor yang mempengaruhi
pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi,'Kebudayaan, orang 1al12.y_af:1golang~ap
penting, media massa, institusi/lembaga, serta faktor emosional dalam diri individu (Azwar,
1995).

Pengalaman Pribadi. P~1!L1!!!lan~ang telah lalu ma!!P~nJ~ng sedang kita alami ternyata
memiliki pengaruh pada penghayatan kita terhadap suatuo6}eK pSiKoTogistertentu.
MtddIebrook( dalam Azwar, 1995)mengatakanbahwa tidak adanya pengalaman sarna sekali
terhadap suatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek
tersebut. Selanjutnyadikatakan oleh Azwar (1995)bahwapembentukan kesan atau tanggapan
terha~cfbjekmerupakan proses yang kompleks dalam diri individu yang m~
ina[Y.idu..i~ff~efsangkutan,- siftiasl dlinana tanggapall.lersebu.tterbentuk, dan..ciri.-ciri
.erl5jektifyang diriiiIiKistimulus.--Dlehkarena itu sebagai dasar pembeiilukan sikap, maka
pengalaman pfi'6adi harusfiillfueninggalkan kesan yang kuat. Karenanya sikap akan lebih
mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan
faktor emosional, dimana penghayatan akan pengalaman akan mendalam dan lebih lama
membekas.

Kebudayaan. K~<!y<!an yang berkembang dimana seseorang hidup dan dibesarkan


mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap. Sebagai contoh, misalnya sikap
orang desa-aengan orang kota terhadap kebebasan dalam pergaulan antara muda-mudi
barangkali memiliki perbedaan yang amat tajam. Orang kota cenderung memiliki sikap yang
lebih permisif dibandingkan orang desa yang masih memegang teguh norma-norma. Di lain
pihak apabila seseorang tinggal di dalam lingkungan yang sangat mengutamakan kehidupan
berkelompok, maka akan sangat mungkin apabila ia memiliki sikap yang negatif terhadap
kehidupan yang individualistis yang mementingkan perorangan. Tanpa kita sadari bersama,
kebudayaan ternyata telah menanamkan pengaruh yang kuat terhadap sikap terhadap
berbagai macam hal. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena
kebudayaan tersebut yang berperan di dalam memberi corak pengalaman-pengalaman
individu yang menjadi anggotanya.

Orang Lain Yang Dianggap Penting (Si~nificant others). S~rang yang dianggap p~nJing
adalah orang.xangkita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah laku dan opini kija,
orang yang yang tidak ingin kita kecewakan, dan orang yang berarti khusus (SignfJicant
others). MereKalIll, yang a.ntarala.madalah orangtua, pacar; suami/istri, ternan dekat, gurti,
pemimpin; akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap seseorang terhadap sesuatu hal.
Pada umumnya individu.cenderung memiliki sikap yang searah (konformis) dengan orang
yang dianggapnya penting. Hal ini disebabkan oleh dua hal, yaitu adanya motivasi untuk
berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik terhadap orang yang dianggapnya
penting tersebut.

72
Media Massa. Media massa merupakan salah satu bentuk media a~~saraI12komunikasi yan!
memiliki beragam bentuk seperti media cetak (suratI<:amir;-maIalah) dan media eleKtronik
facJiO,televisi, internet). Media massa memiliki pengaruh besart~rhadap pembentuKan opml /

danKepercayaanotallg.Dalam penyampaian informasi, media massa membawa pula pesan-


pesan sugesti yang dapat mempengaruhi opini penerima. Informasi baru mengenai sesuatu
hal dapat memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap informasi
terse but. Pesan-pesan sugestif yang disampaikan apabila cukup kuat, maka akan memberi
dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuk suatu sikap tertentu.
Institusi/Lembaga Pendidikan dan Agama. I,&I!1bagil.pendiQika.nmaupun agama sebagai
suatu sistem ternyatlt !!l~!!!iliki pengaruh. dal~m-Eembentukan sikap seseorang. Hal ini
diseoabkan karena keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri
individu. Pemaham,!n baik dan bl!lJJk,salah ataubenar,.garis pemisah.ant(,lra y'ang tidak boleh
dan yang bOleh, semuanya merupakan hal-hal yang dipeIOleh daxi.t?t~Jldi<;Ul<aii..din lemoaga
keag~. Konsep moral dan ajaran agama, pada hakikatnya amat menentukan sistem
kepercayaan sehingga pada akhirnya konsep tersebut akan ikut berperan dalam menentukan
sikap seseorang terhadap suatu hal.

Faktor Emosional. Pandangan yang menyatakan bahwa faktor emosional sebagai pembetuk
sikap sangat dipengaruhi oleh teori Freud. Suatu sikap terrentu..terkadmerupak.au
~ suatu
pernyataan yang dilandasi oleh emosi yang fungsinya sebagai semac<1.I1lpenyalumIJJl1lstrasi
atau pengalihan bentuk mekanismepertahanan ego. Sikap yang dipengaruhi emosi ini dapat
bersifat sementara ataupun menetap (persisten/tahan lama). Salah satu contoh bentuk sikap
yang didasari oleh faktor emosional adalah prasangka. Oleh Harding dkk. (dalam Azwar,
1995) prasangka didefinisikan sebagai sikap yang tidak toleran, tidak fair, atau tidak
favorable terhadap sekelompok orang. Prasangka ini menurut Azwar (1995) seringkali
merupakan bentuk sikap negatif yang didasari oleh kelainan kepribadian pada orang-orang
yang sangat frustrasi.

D. TEORI-TEORI MENGENAI PERUBAHAN SIKAP


Para a1111psikologi sosial ban yak tertarik untuk mengembangkan teori-teori mengenai
sikap. D~QuJ(U ini pembahasan teori mengenai ~jkap hanya akan disajikan ke dalam
empat teori, yaitu: Teori Keseimbangan, Teori Konsistensi Kognitif-Afektif, Teori
.---
K-etidak~e§~a;ia1.1,
dan Teori Atribusi.

Teori Keseimban~n. Teori Keseimbangan semula gi'p~~~~(lI~~.l!ei9.er. Men~rut


Sears dkk. (1992) terdapat tiga hal pokok yang berb.eda dalam gagasan konsi~!~~i kogniill,
yaitu teori kesei.!!l9,!ngan, te9_ukonsistensikognitif-afektif, teori ketidaksesuaian (disonance
tfleory). Ke~ yang terakhir akan dibahas belakangan.
Teori keseimbangan meliputitekanan konsistensi q} illltaX4akib'!H!ki9.at<:Iill'!m.ill.!em
kognitifYal!K.§e<:leXQana(lieiderdaIamsearsdkk~ 1995). Sistem tersebut terdiri dari dari dua
objek, hubungan antara kedua objek tersebut, dan penilaian individu tentang. objek-objek
tersebut.

73

- - -
'~
. r \~~
c ~ ~ Menurut Sears dkk. (1995) terdapat tiga penilaian, yakni: p"~niJaianindiv.idu tentang
oljeKaan tentang hubungan o~j~k satu sarna la~n. Dengan kata l~inJ perasaan sesorang (P,
untuk orang) ten~an8..~ra~~lain (0, untuk orang lain) dan perasaan-perasaan mereka teEtang
objek (X, untuk sesuatu). Sebagai contoh, pertimbangankanlah sikap seorang murid te.rhadap
s~oranggl!!J,l danll~~aarrrnereka bersima tentang abortus. Bila kita membatasi pada
perasaan positif-negatif yangsecferhana, maka terdapat beberapa gabungan unsur-unsur ini.
Hal ini dapat dilihat pada gambar IV .2., yaitu dengan simbol P, 0, dan X yang secara berturut-
turut murid (orang), guru (orang lain), dan abortus (objek sikap). Tanda panah menunjukkan
arah dari perasaan, dan tanda minus berarti perasaan negatif. Diagram pertama memperlihatkan
bahwa murid menyukai gurunya dan bahwa keduanya mendukung abortus.
Situasi scirnhang Siluasi tidak scimhang

Murid

Q~
{j X
G~
Aborlus

~ .~
~~
~ afif
Gambar IV.2. Model Keseimbangan
Sumber: Sears dkk. (1995)

Terdapat delapan kemungkinan pola antara dua orang dengan satu objek. Berdasarkan
model ini, struktur yang tidak seimbang cenderung menjadi seimbang melalui perubahan
dalam satu unsur atau lebih.

74
Pengertian tentang gaya keseimbangan muneulnya dari teori Gestalt tentang organisasi
persepsi. Sebagaimana yang telah ketahui bahwa orang berusaha untuk memperoleh "bentuk
yang bagus" dalam persepsi mereka tentang benda mati. Hubungan yang seimbang di antara
dua orang bersifat "coeok"; hubungan itu "sepadan", membuat gambaran yang pantas, masuk
di akal, dan penuh arti. Motif utama yang mendorong seseorang ke arah keseimbangan adalah
usaha untuk memperoleh pandangan tentang hubungan sosial yang selaras~ sederhana, logis,
dan penuh arti. Jadi dapat dikatakan bahwa suatu sistem yang s~imbang to/jadi apabila
seseorang sependapat dengan orang lain yang disukainya atau tidak sependapa( dengan orang
yang tidak disukainya. Sementara itu, ketidakseimbangan terjadi apabila seseorang tidak
sependapat dengan orang yang disukaiatau sependapat dengan orang yang tidak disukai.
Suatu sistem akan seimbang apabila satu atau dua di antara hubungan di antara hubungan-
hubungan tersebut bersifat positif (Sears dkk. 1995).
Suatu sistem yang tidak seimbang eenderung berubah menjadi seimbang. Perubahan
dapat terjadi melalui berbagai eara. Seseorang dapat mengubah hubungan afeksi sesedikit
mungkin dan tetap menghasilkan sistem yang seimbang. Beberapa hubungan dapat diubah
. untuk menghasilkan keseimbangan.
Teori Konsistensi Kognitif-Afektif. Teori Konsistensi Kognitif-Afektif berusaha
menjelaskan bagaimana seseorang berusaha membuat kognisi mereka konsisten dengan
afeksinya. Jadi berdasar t~ori ini dapat dikatakan bahwa pengetahuan ataupun keyakimm
seseoranjUemang;;-atu fakta tertentu sebagian ditentukan oleh pilihan afeks'i~ya,begitu pula
sebaliknya (Sears dkk. 1995). Teori Konsistensi Kognitif-Afektif ini dikemukakan oleh
Rosenberg(dalamAzwar, 1995)yangmemandangbahwakomponenkognitifsikaptidak
saja sebagai apa yang diketahui mengenai objek sikap, akan tetapi meneakup pula apa yang
dipereayai mengenai hubungan antara objek sikap itu dengan nilai-nilai penting lainnya
dalam diri individu.
Pendek~t(m
~_.. te~)fiini menjadi
. mefl~r:ik,Jc~!el}amenurut
.,.. Seas§ dkk,.1(292) penilaian
seseora.!:!,g.tcrhadap
ie.suatu k~adian akan mempen.,g.aruhikeya~il1anl!~. ~ag(li~tohnya
llirafahketika £eseQrangakan mencoba untuk jajan di suatu restoran bakmi yang namanya
~~b .panyak dikenal dimana-mana, terpaksa mengembangkan sikap negatifnya terhadap
-.yarungbakmi tersebut karena sebagian dari teman-temannya mengatakan bahwa warung
bakmi tersebut tidak halal. Kendatipun orang tersebut belum pernah meneoba jajan ke
warung tersebut, ia tetap bersikap negatif. Ia akan meneari kognisi yang diperlukan untuk
mendukung penilaian negatifnya. Kognisi yang diperolehnya akan selalu konsisten dengan
pilihan afektifnya.

Teori Ketidaksesuaian (Dissonance Theory). Teori Ketidaksesuaian menjelas_kan bahwa


sTkapakan berubah untuk mem.pertahankan konsfstenslnya d~.ng~nperilaku nyatanya. Teori
i~Qq1e.ngal1.l1iLQ.kh tead .ketidaksesuaian kognitif darLL~Q.!lE~ti.u~~r. Pendekatan
teari ini difokuskan kepada dua sumber'pokok inkonsistensi an tara sikap dan perilaku, yaitu
akibat dari pengambilan keputusan dan akibat dari perilaku yang saling bertentangan dengan
sikap (counterattitudinal behavior). Pada umumnya, suatu pengambilan keputusan

75
menimbulkan beberapa inkonsistensi, karena tindakan memutuskan tersebut memiliki arti
bahwa seseorang harus membuang sesuatu yang diinginkan (segala sesuatu yang diputuskan
untuk dilakukan) dan menerima sesuatu yang tidak diinginkan (bahkan pilihan terbaik pun
masih mengandung beberapa kelemahan). Apabila sesorang berperilaku yang bertentangan
dengan sikapnya, maka inkonsistensi antara sikap dan perilaku akan muncul. Inkonsistensi
semacam ini dilukiskan sebagai hasil ketidaksesuaian kognitif, yang dapat dikurangi dengan
berbagai macam cara. Salah satu cara yang menarik adalah dengan cara dengan mengubah
sikap agar sesuai dengan perilakunya.

Teori Atribusi. (Attribution Theory).Teori atribusitemyata diterapkanpula dalam mengkaji


inkonsistensi sikap-perilaku. Pada umumnya para ahli psikologi berasumsi bahwa orang
menetapkan sikap mereka sendiri dengan mempertimbangkan bermacam-macam kognisi
dan afeksi dalam kesadaran mereka. Akan tetapi menurut Ben (dalam Sears, 1992) individu
mengetahui sikapnya sendiri bukan melalui peninjauan ke dalam dirinya sendiri, tetapi
mengambil kesimpulan dari perilakunya sendiri dan persepsinya tentang situasi. Implikainya
adalah bahwa perubahan perilaku yang dilakukan seseorang memungkinkan timbulnya
kesimpulan pada orang tersebut bahwa sikapnya telah berubah. Bila tiba-tiba seseorang
menyadari bahwa dirinya belajar psikologi faal setiap malam, maka ia akan mengambil
kesimpulan bahwa ia pasti menyukai mata kuliah itu.

E. PENGUKURAN SIKAP
Menurut Mar'at (1984) sikap adalah masalah yang banyak dibahas di dalam cabang
psikologi sosial karena memiliki kegunaan praktis. Oleh karena itu diperlukan adanya upaya
untuk memahami sikap dan perilaku seseorang, yaitu melalui pengukuran (measurement)
dan pengungkapan (assesment) sikap.
Sebagai landasan utama dari pengukuran sikap adalah pendefinisian sikap yang
dikemukakan terdahulu dimana sikap terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau
memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavourable)
terhadap objek tersebut. Beragam teknik dan metode telah dikembangkan oleh para ahli
dalam upayanya untuk mengungkap sikap manusia. Berikut ini akan dibahas satu persatu
metode-metode pengungkapan sikap, yaitu pengamatan perilaku, wawancara langsung,
pengungkapan langsung, dan skala sikap.

Pengamatan Perilaku. Pengamatan langsung dilakukan terhadap tingkah laku individu


mengenai objek psikologis tertentu. Cara ini penggunaannya amat terbatas, karena amat
bergantung dengan jumlah individu yang diamati dan berapa banyak aspek yang diamati.
Semakin banyak faktor-faktor yang harus diamati, maka makin sukar serta makin kurang
objektif pengamatan terhadap tingkah laku individu. Selain itujuga apabila tingkah laku yang
diinginkan terhadap objek psikologis tertentu seringkali tidak terjadi sesuai dengan yang
diinginkan, maka hasil pengamatan belum dapat dikatakan menggambarkan keadaan yang
objektif (Mar' at, 1984).

76
Wawancara Langsung. Untuk mengetahui bagaimana perasaan seseorang terhadap objek
psikologi yangdipilihnya, makacarayangpaling mudahdilakukanadalahdengan menanyakan
secara langsung melalui wawancara (direct questioning). Asumsi yang mendasari metode ini
ada dua yaitu: individu merupakan orang yang paling tabu mengenai dirinya sendiri dan
manusia akan mengemukakan secara terbuka apa yang dirasakannya (asumsi
keterusterangan). Oleh karena itu dalam metode ini,jawaban yang diberikan dapat dijadikan
indikator sikap seseorang (Azwar, 1995).Jawaban yang diperoleh dapat pula dikategorikan
dimana individu memiliki sikap yang sesuai ataupun sikap yang tidak sesuai dengan objek
psikologis ataupun tidak dapat menentukan sikap sarna sekali (ragu-ragu). Kelemahan dari
cara ini adalah apabila individu yang diberi pertanyaan tidak dapat menjawab sarna sekali
sehingga kita tidak dapat mengetahui pendapat atau sikapnya (Mar' at, 1984).

Pengungkapan Langsung. Suatu metode pengembangan dari wawancara langsung adalah


pengungkapan langsung (direct assessment) yang dilakukan secara tertulis dengan
menggunakan baik item tunggal maupun ganda (Ajzen dalam Azwar, 1995).
Prosedur pengungkapan langsung dengan item tunggal sangat sederhana. Responden
diminta menjawab langsung suatu pertanyaan sikap secara tertulis dengan memberi tanda
setuju atau tidak setuju. Kebebasan responden lebih dijamin dalam menjawab per- tanyaan,
karena ia tidak harus menuliskan nama atau identitasnya. Sebagai contoh, untuk mengetahui
sikap para mahasiswa tehadap kampanye penggunaan kondom untuk mencegah tertularnya
AIDS dan HIV, diberikan pertanyaan sebagi berikut:

UNTUK MENCEGAH BERJANGKITNYA VIRUS H I V DAN PENYAKIT A IDS,


MAKA PERLU DIKAMPANYEKAN SECARA TERBUKA PENGGUNAAN ALAT
KONTRASEPSI KONDOM

1234567
Setuju :-:-:-:-:-:-:-:-: tidaksetuju

Dari garis kontinum setuju/tidak setuju di atas, maka kita dapat mengetahu posisi kesetujuan
dan ketidaksetujuan seseorang.
Bentuk lain dari item tunggal adalah menggunakan kata sifat yang berlawanan secara
ekstrim pada suatu kontinum sepuluh, seperti terlihat di bawah ini:

KAMPANYE PENGGUNAAN KONDOM

I 2 3 4 5 6 7 8 9 10
suka: -: -: -: -: -: -: -: -: -: -: benci

77
Salah satu pengungkapan langsung dengan menggunakan item ganda adalah skala perbedaan
semantik yang mula-mula dikembangkan o1eh Osgood dkk. Teknik ini dirancang untuk
mengungkap perasaan yang berkaitan dengan suatu objek sikap. Menurut Osgood dkk.
(dalam Azwar, 1995) di antara banyak faktoryang berkaitan dengan sikap, yang paling utama
adalah dimensi evaluasi, dimensi potensi, dan dimensi aktivitas. Dimensi-dimensi tersebut
disajikan dengan menggunakan sepasang kata sifat yang bertentangan satu sama.lain. Oleh
karena itu dengan memilih dimensi dan kata sifat yang relevan dengan objek sikap, kita dapat
meletakkan pasangan kata sifat tersebut pada suatu kontinum sebagai berikut:

LINGKUNGAN KAMPUS GUNADARMA

1 2 3 4 5 6 7
bersih .. -------
.. .. .. .. .. .. .. kotor
. .. .. .. .. .. .. .. berantakan
rap I . -------
. .. .. .. .. .. .. ..
nyaman . ------- tidak nyaman
teratur .. .
-------
. .. .. .. .. .. tidak teratur

Skala Sikap. Skala sikap adalah kumpulan pertanyaan mengenai objek sikap. Dari respon
subjek pada pertanyaan tersebut kemudian dapat diambil kesimpulan mengenai arah dan
intensitas seseorang. Pada beberapa bentuk skala dapat pula diungkap mengenai keluasan
dan konsistensi sikap (Azwar, 1995). Pertanyaan-pertanyaan atau item yang membentuk
skala sikap kemudian dikenal dengan nama statement. Statement sendiri didefinisikan
sebagai pernyataan yang menyangkut objek psikologi (Mar' at, 1984).
Menurut Azwar (1995) dalam penyusunan skala sikap sebagai instrumen pengungkapan
sikap individumaupunsikapkelompokternyatabukanlahsesuatuhal yangmudah. Kendatipun
sudah mela1uiprosedur dan langkah-langkah yang sesuai dengan kriteria, suatu skala sikap
ternyata masih tetap memiliki kelemahan, sehingga tujuan pengungkapan sikap yang
diinginkan tidak seluruhnya dapat tercapai.

F. HUBUNGAN ANTARA SIKAP, PERSEPSI, DAN KOGNISI LINGKUNGAN


Sikap merupakan suatu evaluasi positif atau negatif terhadap objek atau permasalahan
tertentu yang berhubungan dengan lingkungan. Sikap ini dipengaruhi oleh persepsi dan
kognisi lingkungan, akan tetapi sikap terhadap lingkungan ini mampu pula mempengaruhi
persepsi dan kognisi lingkungan (Holahan, 1982). Dinamika dari ketiga konsep ini akan
diperjelas dengan pembahasan berikut ini.
Menurut Shaver (dalam Mar' at, 1984) predisposisi untuk bertindak positif atau negatif
terhadap objek tertentu (atau sikap) mencakup komponen kognisi, afeksi, dan konasi.
Komponen kognisi akan menjawab apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang objek.
Komponen afeksimenjawab pertanyaan tentang apayang dirasakan (positif/negatif) terhadap
objek. Dan komponen konasi akan menjawab pertanyaan bagaimana kesediaan/kesiapan

78
untuk bertindak terhadap objek. Selanjutnya dikatakan oleh Mar' at, bahwa ketiga komponen
itu tidak berdiri sendiri, akan tetapi menunjukkan bahwa manusia merupakan suatu sistem
kognitif. Hal ini berarti bahwa yang dipikirkan seseorang tidak akan terlepas dari perasaannya.
Masing-masing komponen tidak dapat berdiri sendiri, namun merupakan interaksi dari
ketiga komponen tersebut secara kompleks. Aspek kognisi merupakan aspek penggerak
perubahan karena informasi yang diterima menentukan perasaan dan kemauan untuk
berbuat.

Persepsi merupakan proses pengamatan seseorang yang berasal dari komponen kognisi,
yang ban yak dipengaruhi oleh faktor personal individu (seperti minat, kepentingan,
pengetahuan, kebiasaan mengamati, dan pengalaman), faktor sosial dan budaya, dan faktor
lingkungan fisik (Fisher dkk., 1984; Mar' at, 1984; Gifford, 1987; dan Iskandar, 1990).
Melalui komponen kognisi akan timbul ide, kemudian konsep mengenai apa yang dilihat.
Berdasarkan nilai dan norma yang dimiliki pribadi sesorang, akan terjadi keyakinan terhadap
objek tersebut (Mar' at, 1984).

Faktor Personal Faktor Faktor


Individu Sosial Budaya

\ /
r PERSEPSI

K Kognisi
E
P +
Objek Faktor
R Psiko- I-- Lingkung-
I logis an Fisik
B Afeksi valua____________
A :
.. (positif/negatif)
D
I Konasi Kecenderungan
A Bertindak
N
STKAP

Gambar IV.3. Hubungan Antara Sikap, Kognisi, dan Persepsi


Sumber: Mar'at (1984), diolah.

Pad a tahap selanjutnya komponen afeksi memberikan evaluasi emosional (positif atau
negatif) terhadap objek. Lalu, komponen konasi yang berperan dalam menentukan kesediaanl
kesiapan jawaban berupa tindakan. Atas dasar inilah, maka situasi yang semula kurang atau

79
tidak seimbang menjadi seimbang kembali. Keseimbangan dalam situasi ini berarti bahwa
antara objek yang dilihat sudah sesuai dengan penghayatannya, dimana unsur milai dan
norma dirinya dapat menerima secara rasional dan emosional. Jika situasi ini tidak tercapai,
maka individu menolak dan reaksi yang timbul adalah sikap apatis, acuh tak acuh, atau
menentang sampai ekstrim (memberontak). Keseimbangan ini dapat kembali jika persepsi
dapatdiubah melaluikomponenkognisi.Terjadinyakeseimbangan iniakan melaluiperubahan
sikap, dimana ketiga komponennya mengolah masalahnya secara baik (Mar' at, 1984).

LA TIHAN SOAL

1. Beragamnya definisi mengenai sikap ternyata dapat diorientasikan ke dalam tiga


pemikiran, yaitu:
a. yang berorientasi kepada teori, yang berorientasi kepada kesiapan aplikasi, dan
yang berorientasi kepada skala sikap.
b. yang berorientasi kepada perilaku, yang berorientasi kepada kesiapan aplikasi, dan
yang berorientasi kepada skema triadik.
c. yang berorientasi kepada respon, yang berorientasi kepada kesiapan respon, dan
yang berorientasi kepada skema triadik.
d. yang berorientasi kepada kognitif, yang berorientasi kepada kesiapan afektif, dan
yang berorientasi kepada konatif.
2. Salah satu dari ketiga komponen sikap adalah Komponen Kognisi yang berhubungan
dengan:
a. beliefs, ide, stereotipe, persepsi dan konsep
b. kehidupan emosional dan perasaan seseorang
c. kecenderungan bertingkah laku
d. semuanya (a,b,c) benar.
3. Jikalau kita dihadapkan kepada suatu permasalahan yang kontroversial, misalnya dalam
hal pembangunan PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir), maka kita diharapkan
agar dapat memberikan sikap terhadap hal yang kontroversial tadi. Sikap semacam ini
seringkali disebut sebagai:
a. persepsi b. kepercayan
c. stereotipe d. pandangan (opini).
4. Sikap sosial seseorang dapat terbentuk dengan adanya interaksi sosial. lnteraksi sosial
dapat bersifat kontak atau hubungan sosial dan saling pengaruh-mempengaruhi antar
individu. Dalam berintarksi sosial beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan
sikap antara lain adalah :
a. pengalaman pribadi
b. orang lain yang dianggap penting
c. faktor emosional dalam diri individu
d. semuanya (a,b,c) benar.

80
5. Di dalarn kasus Perang Teluk antara Arnerika Serikat dan sekutunya dengan lrak, kedua
pernirnpin dari kedua belah pihak tersebut yaitu Presiden George Bush (AS) dan
Presiden Sadarn Hussein (Irak) sarna-sarnarnernilikisikap yang sangat dipengaruhi oleh
emosi. Kedua pernirnpinini sarna-sarnapunya argurnentasiyang sangat berlawanan dan
keduanya juga sarna-sarna ngotot rnernpertahankan pendapatnya sendiri bahwa pihak
lawanlah yang bersalah. Sikap kedua orang ini disebut dengan:
a. prasangka b. persepsi
c. stereotipe d. kepercayaan.
6. Tanpa adanya pengalarnan sarna sekali terhadap suatu objek psikologis cenderung akan
rnernbentuk terhadap objek tersebut.
a. sikap negatif b. sikap positif
c. sikap yang favourable d. sikap yang unfavourable
7. Orang yang berarti khusus yang dapat rnernpengaruhi sikap kita disebut sebagai :
a. Significant others c. Orang kunci (key person)
b. Preference group d. Orang yang dianggap penting
8. Pemaharnan baik dan buruk, salah atau benar, garis pernisah antara yang tidak boleh dan
yang boleh temyata dapat rnenentukan sistern kepercayaan seseorang, sehingga pada
akhimya akan ikut berperan dalarn rnenentukan sikap seseorang terhadap suatu hal.
Pemyataan ini rnengandung unsur dalarn kornponen sikap.
a. afektif b. konatif
c. kognitif d. sernua benar
9. Salah satu faktor sebagai pernbetuk sikap adalah situasi ernosional seseorang. Pendapat
ini sangat dipengaruhi oleh:
a. Teori Belajar b. Teori Kognitif
c. Teori Gestalt c. Teori Freud

10. Teori sikap yang banyak dipengaruhi teori Gestalt ten tang organisasi persepsi adalah:
a. Teori Keseimbangan b. Teori Konsistensi Kognitif-Afektif
c. Teori Ketidaksesuaian d. Teori Atribusi.

11. Teori yang berusaha rnenjelaskan bagairnana seseorang berusaha rnernbuat kognisi
rnereka konsisten dengan afeksinya adalah:
a. Teori Keseirnbangan b. Teori Konsistensi Kognitif-Afektif
c. Teori Ketidaksesuaian d. Teori Atribusi.

12. Teori sikap yang rnenjelaskan bahwa sikap akan berubah untuk rnernpertahankan
konsistensinya dengan perilaku nyata adalah:
a. Teori Keseirnbangan b. Teori Konsistensi Kognitif-Afektif
c. Teori Ketidaksesuaian d. Teori Atribusi.

81

--- - ---
13. Teori tersebut di bawah ini amat dipengaruhi oleh teori ketidaksesuaian kognitif dari
Leon Festinger.
a. Teori Keseimbangan b. Teori Konsistensi Kognitif-Afektif
c. Teori Ketidaksesuaian d. Teori Atribusi.
14. Landasan utama dari pengukuran sikap adalah definisi sikap yang mengarah kepada :
a. perasaan mendukungataumemihak(favourable)maupunperasaan tidakmendukung
atau tidak memihak (unfavourable)
b. yang berorientasi kepada respon
c. a dan b benar
d. a dan b salah.
15. Metode pengungkapan sikap yang paling sempurna adalah dengan menggunakan :
a. pengamatan perilaku c. pengungkapan langsung
b. wawancara langsung d. skala sikap.
16. Kelemahan metode wawancara langsung adalah:
a. jumlah subjek penelitian
b. banyaknya aspek yang akan diungkap
c. individu yang diberi pertanyaan tidak dapat menjawab sama sekali
d. semuanya (a, b, c) benar.
17. Kelemahan metode pengamatan perilaku adalah:
a. jumlah subjek penelitian
b. banyaknya aspek yang akan diungkap
c. a dan b benar
d. a dan b salah.
18. Dalam skala sikap kita akan menemukan jawaban yang sudah harus disediakan
sebagaimana di bawah ini:

1234567
Setuju :-:-:-:-:-:-:-: tiaksetuju

Kita dapat mengetahui posisi kesetujuan dan ketidaksetujuan seseorang dari jawaban
tersebut di atas dari garis yang disebut sebagai:
a. Range b. kontinum
c. semantik d. skala 7
19. Dalam skala sikap kita mengenal istilah skala perbedaan semantik yang diperkenalkan
oleh:
a. Louis Thurstone b. Rensis Likert
c. Charles Osgood d. Ajzen dan Fishbein

82
20. Perhatikan skala sikap di bawah ini:
Lingkungan rumah tinggal saya:

I 2 3 4 5 6 7
bersih .. -------.. .. .. .. .. .. .. kotor
rap. .. -------.. .. .. .. .. .. .. berantakan
.. -------.. .. .. .. .. .. ..
nyaman tidak nyaman
teratur .. -------.. .. .. .. .. .. .. tidak teratur

Skala sikap sebagaimana yang disajikan di atas adalah salah satu contoh dari:
a. Skala Thurstone b. Skala Likert
c. Skala Osgood d. Skala LaPiere

83
Bab5 Pengukuran
danTesPsikologi

Pada bab ini akan dibahas beberapa hal antara lain adalah:
A. Definisi Tes Psikologi
B. Jenis-jenis Tes
1. Tes Prestasi
2. Tes Kemampuan (Ability Tests)
3. Tes Kepribadian
C. Karakteristik Tes Yang Baik
1. Reliabilitas
2. Validitas
3. Norma
D. Pengukuran Intelegensi
E. Testing Untuk Bakat-Bakat Tertentu
1. Bakat-Bakat Sekolah
2. Bakat dan Minat dalam Pekerjaan
3. Tes-Tes Pencil-And-Paper
F. Metode-Metode Proyektif
G. Pengukuran Perilaku
H. Masalah Checklist
LATIHAN SOAL

A. DEFINISI TES PSIKOLOGI


'!~ psikol()gi adalah suatu teknik yang terstruktur yang di&..u!la~anuntu_kJD~ngbasilkan
satu contoh perilaku terpilih. Contoh perilaku ini digunakan uIltuk membuaLkesimpulan
tentang atribut-atribut psikologis dan seseorang yang sedang dite~. Beberapa contohatribut
orangaaarafiTriiJegensi, self esteem (hargadiri), needforachievemef!:t(kebutuhan berprestasi),
d~bagamya. Tes ini ada beberapa jenis. Beberapa tes melibatkan situasi open-ended
den~~sti.mulus ~t~nd1lr(misalnya: serangkaian gambar); cara ini sering digunakaILUDtuk
me!lgeluarkan respon-respOll..}'.angbersifafEribadi (seperti misalnya komposisi cerita dalam
merespon g~J11bar-ga.mQi!!1-Tes-tes yang lain melibatkan situasi yang sangat terstruktur
dimana rentang jawaban yang mungkin sempit dan jawabannya hanya benar atau salah.

84
Tes-tes bukan sesuatu yang gaib atau sesuatu yang misterius. Ada eara standar untuk
mengl1asilkansampe~rilaku 0!!lng.Tetapi pengukuran perilaku infdIpertimbangkan 1ebih
informatif daripada pengukuran berdasarkan observasi yang £leakdari perilaku seseorang.
~i~i khus~s eara pengukuran se.l?ertiini ad_ala!!.
(Morgan dkk., 1986):
1'_..Serag!!m. Prosedur ditentukan seeara tepat sehiQ.ggates!eryaog herhe.daakanrnengikuti
- l~kah-langkah yang sarnasetiap ~ali mereka me1aksanakantes. Ini berarti bahwa hasil
tes dari orang yang oerbeoa Tiifauorang yang sarna dites pada saat yang berbeda) dapat
dibandingkan see£Iralangsung.
2. Objektjf. Aturanuntuk penilaiandiuraikandenganjelas, sepertiaturanuntukpelaksanaan
~. Jadi, masukansubjektif dari tester diminimalkan dan potensi adanya bias pribadi
dalam skoring tes selalu dapat dikontrol.
3. Dapat diinter'p.!etasikan. Tes-tes yang lebih baik telah dijadikan subjek penelitian
. --- -~~~~t skor te.s punya arti unttlK a.hHp_sjkologi. Conlohnya, penelitian -mungkin
menunjukkan apa ciri-eiri daXi9.fllPg.Y'!.Qgeen.derupg dihubungkan dengan skor yang
rend'ah atau tinggi.

B. JENIS-JENIS TES
Tes telah dikembangkanuntukmengukurkarakteri~tjk-kaJ;:.~teristik ataueiri-eirimanusia
yang-oaiiYaksekali. bi antara tes-tes yang paling banyak digunakan adalah tes yang didesain
untuKffiengufciii apa yang telah dipelajarf orang yaitu ketrampllan-ketrampilan seperti
membaca dan aritmatik dan informasi umum tentang apa yang sudah dicapai seseorang.Tes
prestasi ini telah dikembangkan dan distandardisir untuk tingkat pendidikan yang merentang
dari prasekolah sampai perguruan tinggi. Tes prestasi ini lebih banyak dipakai olehpara
pendidilsQ.~ada oleh para psikolog. Para psikolog lebih suka menggunakan tes ability (tes
kemampuan) dan tes' kepribadian (Morgan dkk., 1986). Dengan demikian Morgan
mengklasifikasikan tes menjadi 3 jenis, yaitu:
a. tes prestasi
b. tes ability (kemampuan)
c. tes kepribadian.

Sementara itu Saifudin Azwar (1987) membagi tes menjadi 4 jenis, yaitu:
a. Tes yang mengukur intelegensi umum (general intelligence tests) yang biasa dikenal
sebagai tes IQ. Tes ini merupakan tes standar yang sudah harus niemenuhi berbagai
persyaratan kualitas.
p. Tes yang mengukur kemampuan khusus (special ability test). Tes jenis ini disebut juga
tes bakat...dandimaksudkan untuk mengungkap kemampuan potensial atau kermrmptian
yan&belum muncul pada diri subjek. Dari hasil tes jenis ini diharapkan dapat diperoleh
suatu prediksi mengenai keberhasilan subjek dibidang tertentu, apabila ia diberi
kesempatan untuk menunjukkan prestasinya di bidang tersebut.
c. Tes yang mengukur prestasi (achievement test). Tes prestasi dimaksudkan sebagai alat
untuk mengungkap kemampuan aktual sebagai hasil belajar.

85
d. Tes yang mengungkap aspek kepribadian (personality assesement). Hasil pen~~~uran
kepribadian dinyatakan dalam bentuk deskripsi kualitatif yang kemudian diikuti oleh
kategorisasi menurut aspek kepribadian mana yang diungkap. -
1. Tes Prestasi
1'~s.prestasi menurut Saifudin Azw_ar(1987) bertujuan untuk mengukur prestasi atau
hasil yang dieapai siswa dalam belajar. Dalam pendidikan formal pentingnya tes prestasi
fidak dapat disangsikan lagi.
Fttllgsiutama tes prestasi di sekolah adalah untuk mengukur prestasi belajar sisw_a(Ebel
dalam Azwar, 1987).
Norman E~Gronlund (dalam Azwar, 1987) merumuskan beberapa prinsip dasar dalam
pengukuran prestasi, yaitu:
(1). Tes prestasi harus mengukur hasil belajar yang telah dibatasi seearajelas sesuai dengan
!ujuan instruksional. Artinya suatu tes prestasi harus membatasi tujuan ukuran.
(2). Tes prestasi harus mengukur suatu sampel yang representatif dari hasil belajar dan dari
materi yang dieakup oleh program instruksi atau pengajaran.
(3). Tes prestasi harus berisi item-item dengan tipe yang paling eoe~k guna mengukur ha$il
belajar yang diinginkan.
(4). Tes prestasi harus diraneang agar coeok dengan tujuan penggunaan hasilnya.
(5). Tes prestasi harus dibuat sereliabel mungkin dan kemudian harus ditafsirkan hasilnya
dengan hati-hati.
(6). Tes prestasi harus digunakan untuk meningkatkan belajar para siswa.

Tes prestasi mempunyai keterbatsan terutama karena objek ukur tes prestasi.ada1ah. aspek
mental psikologis. Berbeda dengan pengukuran aspek fisik yang dapat dilakukan dengan
akurasi dan keeermatan yang tinggi dan de.ngan alat yang jauh Jebih mudah dibuat, maka
pengukuran aspek mental psikologis tidak pemah dapat meneapai keeermatan yang sangat
tinggi. Demikian halnya dengan tes prestasi.
Ada beberapaeontoh tes prestasi yang eukup terstandardisasikan yaitu TP A (Tes Potensi
Akademik), TOEFL (Test Of English Foreign Language). Contoh lain yang lebih sederhana
adalah NEM dan IPK.

2. Tes Kemampuan (Ability Tests)


Testing kemampuan difokuskan pada pertanyaan apa yang dapat dilakukan dengfll!.9asi I
terbagu~ dad seseoran.z. Dengan kata lain, tes kemampuan didesain untuk mengulmr
kapa~it'!$ atill!jJotensiseseorang datiIJa.9a untuk mengukur prestasi nyata. Dengan kata lain,
feS-kemampuan tetap tidak dapat mengukur -h-allain selain apa yang dikerjakan orang
terhadap tes itu sendiri. Dengan ~emikian, setiap tes adalah tes prestasi/achievemElt. Untuk
mengatasi masalah In'i, p~n tes kemampuan seringkali meneoba mengukur skill dan
pengetahuan dimana pengambil tes (peserta) terbanyak telah mempunyai kesempatan yang
sarna untuk belajar. Contohnya, pertanyaan-pertanyaan yang diambil untuk ketrampilan
dalam memeeahkan masalah-masalah umum atau pengetahuan bahasa dari orang pribumi

86
dapat membantu membedakan orang dengan kemampuan tinggi dalam bidang bahasa ini dari
orang dengan kemampuan lebih rendah yang telah memiliki kesempatan sarna untuk
mempelajari ketrampilan-ketrampilan yang berhubungan dengan hal tersebut. ~n
lainnya adalah memasukkan tugas-tugas yang biasanya tidak begitu dikenalkedalam tes-tes
yang paring banyak dipakai. Contohnya, orang mungkin diminta untuk mengingat dan
menggunakan daftar simbol-simbol tidak masuk akal yang telah ditugaska!ldengan beberapa
artyYang berubah-ubah. Simbol @ mungkin digunakan untuk menandai anjing, simbol $
untuk menandai kucing, dan sebagainya. Karena setiap orang akan belajar simbol-simbol ini
un~lJla kalinya, maka perbedaan peifOrmance (kinerja) individu-akan menunjukkan
perbedaan kemampuanindividual dalamjenis tugas ini.Dengan metode seperti ini,penyusun-
penyusun tes kemampuan mencoba untuk meminimalkan pengaruh pengalaman orang
dimasa lalu sehingga tes ini mengukur secara lebihbaik kapasitas atau potensi yang benar dari
seseorang.
.--
Beberapa tes.kemampuan benar-benar disebut tes kemamrman. Kebanyakan disebut tes
.

intelegensi atau test aptitude (bakat). Dua istilah ini perlu dibedakan satu dengan yang
lainnya. rntelegensi mungkin dibuat untuk banyak kemampuan, tetapi istilah ini seringkali
digunakan untuk menunjuk ke kapasitas menyeluruhuntuk belajar dan memecahkan masalah.
Suatu tes intelegensi yang baik mengukur kapasitas
, seperti potensi seorang anak untuk
belajardi sekolahataukemampuanorangdewasauntuk mengatasimasalah-masalahintelektual
umum. AptJ..ttude(bakat) biasanya menunjuk kepada kemampuan untuk mempelajari satu
jenis tertentu dari ketrampilan yang diperlukan dalam suatu situasi tertentu. Contohnya, kita
bisameng-etesNikat seseorang untuk belajar bagaimana membuat gambar mekanis, belajar
bagaimanaseorangpilotdalam pesawatitu,ataubelajarbagaimanamenjualsecarameyakinkan.
3. Tes Kepribadian
Kepribadianseseorangitutermasukjuga ciri-ciricaraberfikir,merasakanatauberperilaku.
Tes-tes kepritmdian didesain untuk menunjukkan beberapa dari pola-pola karakteristik ini.
Beberapa tes kepribadian mengukur sikap, yaitu cara seseorang menanggapi orang lain,
benda, ~tau s~secara emosional atau secara rasional. Beberapa tes kepribadian mengukur
minat, misalnya minat terhadap pekerjaan. Tes kepribadian yang lain didesain untuk
mengukur keadaan emosional seseorang, atau mengukur pola perilaku yang menyimpang
atau abnormal dan menunjukkan penyimpangan psikologis.

c. KARAl5I£BIs:FIK-TESYANG-BA/K
Banyak segi dari kemampuan dan kepribadian menarik minat ahli psikologi, dan tes-tes
ini telah direncanakan untuk mengukur banyak segi tadi. Karen a itu, langkal:1.penting pextama
dalam kebanyakan tes psikologi adalah memili~syatu tesI~u1ijeTas-jelas difol<u~k1l,I}.~cJa
Remamplian afau kepdbadian tertentu. Langkah penting lainnya adalah meyakinkan diri
bahwa tes yang telah dipilih itu akan, memberi informasi yang benar-..b.enarbernilai.
.. - ---

Ada tigaciri paling penting dalam memilih suatu tes psikologi, yaitu.(l.}t:e.liaQjJitas,
(2)
v~alidi.tas., dan (3) norI1!.a.

87

- -
1. Reliabilitas
~ang baik hams tinggi reliabilitasnya. ~niberarj!1J~l1wa
tes haru~rnemheri ~sil
yang samames1:i ~ilak!!.kal!'Q~hJ~stefyang berbe_d~atau diskQrQlehQrangyang..b~da,
~.Dtuk tesyang diberikan berbeda, dan orang yang ~ama melakukan tes pada waktu yang
berbedap'!~.H!!ya.hams te.!.illlsamfl. Reliabilitas biasanya dicek dengan membandingkan
sera~gkaian skor-skor yang berbeda.

Reliability of two tests Validity of two lovability test


Smith's test Jones' test
High High High Excellent
-, ,-, ,-, c
,g
' OS
c

If
...

. :
'80
c

j tj = j .. >
:g
.3
---' · L...J L...J
Low Low Low Poor
High validity
High reliability .
Jones'test Smith'stest
High High High Excellent
II

jtjtj i 11 .D
>"
.3
---.J L-J L-J L-J
Low Low Low Poor
Low reliability Low validity
(A) (B)

Gambar V.1. Contoh Reliabilitas dan Validitas Tes

Sumber: Morgan dkk. (1986)

Sutrisno Hadi (1989) menyebutkan bahwa reliabilit.asbisa diuji dengan tiga cara yaitu:
1. test retest: artinya subjek yang sarna dites dua kali dan skomya dibandingkan.
2. split-hdlJ: artinya subjek hanya dites sekali tetapi skor item dibelah menjadi dua,
misalnya: genap-ganjil.
3. ~uk.para1el: artinya suatujenis tes memiliki bentuk paralei (misal bentuk A & B) dan
-- kedua bentuk tersebut sudah diuji terlebih dulu reliabilitasnya.

88
2. Validitas
~inya tes harus benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitasj!aUng
ban¥ak diukur dengan menyelidiki bagaimana skor tes itu berhubungan dengan beberapa
kriterium, yaitu beberapa perilaku, prestasi pribadi. atau lcarakteristik-karakteristiJsyang
- ":ukkan ciri-ciri yang ingin di ukur dari tes tersebut.
Untuk me~g"ulivaliditas ada 2jeniskriterium yang digunakan.(Hadi. 1982)~Y<iitu:
..!!.:..kriteri_':lml!lar (validitas eksternal):
yaitu kriterium yang diambil dari luar alat tes itu
Misaln)'a: tes ketelitian kerja diujj validitasnya dari prestasi kerja.
.12:. tcriterium dalal]l (validitas internal): - -
diambil dari hasil keseluruhan pengukuran (total skor) sebagai kriteriumnya.
Misalnya: intelegensi itu terdiri darifaktor-faktor sebagai berikut, yaitu daya analisis,
.daya klasifikasi,daya ingatan,daya pemahaman,daya kritik, dan sebagainya.Maka
jawaban terhadapdayaanalisadicocokkan denganhasiltes intelegensisecarakeseluruhan.
~~m~inya: jika faktor daya analisa merupakan bagian dari intelegensi, maka jika
seseorang tinggi intelegensinya maka daya analisanya juga tinggi.

Ada 5 jenis validitas:


rr. Face Valldl.tl -
Face validity atau validitas tampang dimiliki ketika suatu alat ukur kelihatannya
benar-benar mengukur apa yang hendak diukur.
Misalnya: tes bahasa Inggris, soalnya berupa tulisan dalam bahasa Inggris. Tes
kepribadian, soalnya menanyakan masalah kebiasaan-kebiasaan, atau
kecenderungan-kecenderungan perilaku, bukan menanyakan jumlah mobil yang
dimiliki dan sebagainya.

2). Logical- validity


Konsep validitas logik bertitik tolak dari kosntruksi teoritik tentang faktor-faktor
yang hendak diukur oleh suatu alat pengukur. Dari konstruksi teoritis ini dilahirkan
definisi-definisi yang digunakan oleh pembuat tes sebagai pangkal kerja dan
sebagai ukuran valid tidaknya pengukur (tes) yang dibuatnya. !<arena itu validitas
logika kadang-kadang disebut juga construct validity (validitas konstruksi), atau
validity by definition.

3). Facf(Jrial Validity


Penilaian terhadap validitas faktor suatu alat pengukur harus ditinjau dari segi
apakah item-item yang disangka mengukur faktor-faktor tertentu telah benar-benar
dapat memenuhi fungsinya mengukur faktor-faktor yang dimaksudkan. Untuk
dapat menyelesaikan penilaian ini dapat ditempuh dua jalan:
a). dengan kriterium internal: mengecek kecocokan antara item-item dengan
keseluruhan item.

89
b). dengan kriterium eksternal: mengecek apakah item-item itu menunjukkan hal
yang sarna dengan item-item dari alat pengukur lain yang telah dipandang
memiliki validitas yang tinggi untuk mengutip faktor yang dimaksud.

4). Content Validity


Content validity (validitas isi), artinya tes itu harus berisi item-item yang memang
mau diukur oleh tes tersebut.

5). Empirical Validity


yaitu seberapaderajadkesesuaian antara apayang dinyatakan oleh hasil pel!.gukuran
dengan keadaan yang sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari. Misaln..ya:skor tes
kecakapan memimpin dengan keberhasilan memimpin perusahaan. _
Untuk mengetahui validitas empiris ini, kita tidak bisa langsung mengetahuinya.
Ada waktu tertentu untuk mengetahui kebenaran dari validitas empirik ini, sehingga
bisa disebut sebagai kriteria untuk memprediksi kesuksesan dimasa yang akan
datang.

3. Norma
Norma adalah serangkaian skor yang ditetapkan oJeh kelompok-kelompok yang
representatif dari orang-orang yang dituju oleh tes tersebut. Skor-skor yang diperoleh dari
kelompok-kelompok ini memberi suatu dasar untuk melakukan interpretasi skor individu
lain.

D. PENGUKURAN INTELEGENSI
Setiap teori tentang pengorganisasian dan sifat dari intelegensi tentu saja menyebabkan
cara yang berbeda dalam mengestimasi kem~mpuan mentaTmanusia.-Misalnya saja, teori.Q
faktor berpendapat bahwa skor tunggal akan menunjukkan intelegensi seseorang secara
memadai. Sedangkan teori multifaktortentang intelegensi berpendapat bahwa perlu membuat
~ubte;.subieS"untuk mengukur berbagai faktor kemampuan. Contohnya, Guilford dan
. kawan-kawannya telah bekerja dengan sangat cemerlang bertahun-tahun untuk
mengembangkan satu sub tes untuk masing-masing sel dari 120 sel dalam model tiga
dimensinya.
Sedangkanteori-teoriyangberorientasiprosesmenekankanpola-polakhusus, komponen-
komponen proses, kapasitas atau skill yang perlu diukur dalam tes intelgensi. Tes intelegensi
yang paling dikenal dan paling banyak digunakan tidak mengakar pada teori tertentu, tetapi
tes-tes tersebut menggunakan subtes-subtes, dan mereka menghasilkan skor keseluruhan.
~~ntelegensi paling penting adalah Stanford-Binet Intelligenc.fl--5~n tiga
tes yan~lah gikemba~~1! oleh Davjd Wechsler ul!tukt!ga kelompok umur yang beri?ecl.a,
yaitu
---tes untuk anak prasekolah, untuk anak-anak, dan untuk orang dewasa.

90
Evaluation

Convergent production

Operations J Divergent production

Memory

Cognition

Units

Classes

Relations
Products
(
Systems
Transformations

Implication

Figural

Symbolic
Contents
Semantic

{ Behavioral

Gambar V.2. Model Intelegensi Guilford (Model Kubus)

Sumber: Morgan dkk. (1986)

E. TESTING UNTUK BAKAT-BAKAT TERTENTU


1[n~~ bak~-bak:at tenentu terdapat beberapa tes antara lain adalah tes untuk: Bakat
Sekolah, Bakat dan Minat dalam Pekerjaan, dan Tes-tes Pencil-And-Paper.
1. Bakat-bakat Sekolah
Jika kita mencoba meramalkan/memprediksi kesuksesan dalam latihan akademik~-maka
kita bicara mengenai bakat sekolah. Tes yan~~~lin~ dik~nal untuk maskud ini adalah SAT
J§..dlOlasticAptitude Test), yaitu tes yangdiberikan ke siswa Yilngingin masuk perguruan
tinggi. Jenis tes ini biasanya mengungkap biikalkhusus sesual dengan profesi yang hendak
mereka masuki. Banyak sekolah profesional dan program pascasarjana yang menuntut
pelamar untuk menempuh suatu tes sebagai syarat masuk. Misalnya TPA (Tes Potensi
Akademik) dan TOEFL. P

2. Bakat dan Minat dalam Pekerjaan


Para ahli psikologi sering menunjuk tes kemampuan yaitu tes intelegensi dan tes
kemampuan akademik sebagai kemampuan kognitif. Kemampuan-kemampuan tersebut
memang dibutuhkan untuk melanjutkan sekolah, dan tingkatan tertentu dalam pendidikan

91
merupakan persyaratan untuk memasuki pekerjaan tertentu. Ketika seseorang, kemampuan-
kemampuan di atas menjadi berkurang tingkat kepentingannya. Justru ada beberapa
kemampuan yang diperlukan dalam pekerjaan tidak termasuk dalam kemampuan kognitif.
Misalnya: kesehatan dan ketajaman penglihatan.
Banyak tes ditujukan untuk pekerjaan-pekerjaantertentu.Contohnya, tes untuk mekanik,
ada tes untuk operator mekanik, ada tes untuk pekerja perakitan.
Tes-tes psikomotor adalah kelas umum kedua dari tes bakat pekerjaan (Vocational-
aptitude test). Mereka memasukkan tugas-tugas psikomotorik seperti ketrampilan tangan,
kekuatan otot, keeepatan respon, dan koordinasi banyak gerakan kedalam satu kesatuan.
Sehingga untuk tes semaeam ini jelas merupakan tes psikomotorik semata yang tidak ada
kaitannya dengan kemampuan mekanik.
Tes-tes bakat pekerjaan digunakan baik untuk menyeleksi karyawan, danjuga digunakan
oleh konselor-konselor pekerjaan untuk membantu mereka mengukur bakat mereka untuk
berbagai jenis pekerjaan yang berbeda. Para pembimbing karir sering menggabungkan
berbagai tes supaya bisa mengetes berbagai bakat. Contoh tes battery yang khusus untuk
pekerjaan adalah DAT (Differential Aptitude Test).
3. Tes-Tes Pencil-And-Paper
. Jenis paling coeok dalam pengukuran yang bisa digunakan untuk berbagai tujuan

psikologis adalah tes pencil and paper, baik dalam bentuk kuesioner maupun inventory
(daftar pertanyaan). Tes-tes jenis ini dapat diberikan dengan eepat dan biaya murah pada
sejumlah besar orang. Dan sebagai konsekuensinya, para psikolog harus meng"konstruk"
sejumlah besar variasi tes.
a. Kuesioner
Tes pencil and paper untuk karakteristik kepribadian biasanya dalam bentuk kuesioner,
berupa pertanyaan atau pernyataan sederhana denganjawaban "ya" atau "tidak", atau benar
atau salah.
Tes-tes seperti ini sering dipilih karena item-item mereka nampak valid, atau memiliki
face validity. Tetapi nampaknya saja, bisa menipu. Karena itu perlu diuji dulu validitasnya,
bila ingin yakin apakah tes tersebut benar-benar valid atau hanya sekedar nampak valid.
b. MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory)
Tes kepribadian yang sudah terbukti valid untuk banyak tujuan pemakaian adalah
MMPI. MMPI kadang digunakan dengan maksud untuk menentukan diagnostik apa yang
tepat diberikan pada orang yang sedang mengalami masalah psikologis. Tetapi, tes ini juga
seringkali digunakan untuk mengukur karakteristik pribadi dari orang yang perilakunya tidak
menyimpang terlalu kentara. Untuk menginterpretasi tes ini, para psikolog harus melihat
pada profil total, bukan hanya sebagian dari skala.
Contoh tes paper and pencillainnya adalah 16PF (The 16 Personality Factor Question-
naire). Tes inidikembangkan olehRaimondCatelldan koleganya.Semuladia mengumpulkan
4500 kata sifat yang dapat diterapkan pada perilaku manusia, dan kemudian dikuranginya
92
hingga tinggal170 sifat. Kemudian dia menggunakan prosedur statistik yaitu tehnik analisis
faktoruntuk mengidentifikasipengelompokan 170faktor tadi,dan ditemukan mengelompok
menjadi 16 dan disebut oleh Cattel sebagai karakteristik kunci.

F. METODE-METODEPROYEKTIF
Tidak seperti tes paper and pencil, dimana orang yang dites diminta untuk memilih
sejumlah alternatif yang telah disediakan, tes proyektif didesain dengan sengaja untuk
memunculkan respon-respon individual. Kebanyakan tes-tes jenis ini kemudian disebut
metode proyektif.
Metode proyektifdidasarkan pada hipotesisproyektif yang diambildari teori kepribadian
Freud. Gagasan dasar adalah bahwa cara orang merespon pada situasi kabur atau ambigu
sering merupakan proyeksi perasaan dan motif-motif yang disembunyikan.
Contoh dari metode proyektif ini adalah Tes Rorschach, dan TAT (Thematic Appercep-
tion Test). Interpretasi hasil tes proyektif ini lebih memerlukan kepandaian seorang seniman
daripada seorang ilmuwan. Karena itu masalah validitas untuk tes proyektif merupakan
masalah yang sulit untuk dijawab.

G. PENGUKURAN PERILAKU
Pengukuran perilaku melibatkan beberapa metode, dimana masing-masing met ode
tersebut bertujuan untuk mendapatkan beberapa aspek perilaku individual yang bisa diamati.
Umumnya metode ini tidak peduli terhadap sifat dan proses mental, alasannya karena sifat
dan proses mental itu tidak dapat dilihat secara langsung. Metode pengukuran perilaku punya
dua ciri umum:
a. mereka didesain untuk memunculkan kondisi-kondisi stimulus yang berkaitan dengan
perilaku sasaran khusus. Contohnya: keadaan seperti apa yang memicu kemarahan
tetangga?
b. Mereka melibatkan penelitian dengan cermat secara langsung - misalnya: mengobservasi
perilaku seseorang, atau setidaknya membicarakan deskripsi khusus dari perilaku dan
situasi dimana itu terjadi.

H. MASALAH CHECKLIST
Satu metode behavioral yang menjadi populer adalah masalah checklist. Beberapa
checklist digunakan untuk detail-detail khusus dari perbedaan individual dalam satu bidang
masalah tertentu. Contohnya, satu checklist tentang ketakutan mungkin mendaftar objek-
objek dan situasi-situasi yang dihindari banyak orang (misal: bicara didepan orang banyak,
ular, pergi ke dokter gigi) dan meminta orang untuk menunjukkan mana yang dia hindari.
Ahli terapi perilaku sering meminta pasien mengisi ckecklist ini diawal terapi dengan maksud
membantu terapi memutuskan masalah khusus perilaku mana yang perlu di-treatmellt
(diperiakukan), dan membantu membuat urutan penanganan. Jadi checklist bisa diatur dan
digunakan sebagai informasi yang berasal dari klien itu sendiri, selain checklist dari anggota
keluarga yang lain, atau orang lain yang signifikan, misalnya: guru atau terapis.

93
I. TEKNIK-TEKNIK CONTOH PERILAKU
Kebanyakan ahli pengukuran perilaku percaya bahwa penting bagi pengamat untuk
mengobservasi perilaku seseorang yang terjadi secara wajardalamkehidupan yang sebenarnya.
Karena observasi langsung seperti ini dapat dilakukan, para psikolog sering meng- usahakan
mengamati perilaku dalam situasi laboratorium yang penuh batasan, yang didesain menjadi
percobaan yang analogi dengan kehidupan nyata. Baik pengamatan kehidupan nyata maupun
pengamatan dalam laborat, tidak lepas dari masalah. Misalnya, mengamati perilaku dalam
situasi nyata akan sangat sulit karena begitu ban yak faktor yang mempengamhi perilaku dan
kit a tidak mampu mengontrol faktor-faktor tersebut, sehinggaketika peri 1aku yang kita amati
terjadi, kita ragu-ragu untuk menentukan secara pasti faktor apa yang menjadi penyebabnya.
Sebaliknya, pengamatan di laborat, membuat perilaku menjadi tidak wajar, karena mereka
tahu bahwa perilakunya diamati, dan tanpa sadar setiap orang ingin menunjukkan hasil ideal
dimata orang lain. Sehingga banyak perilaku yang muncul pada saat eksperimen, ternyata
dalam kehidupan sehari-harinya iajarang sekali muncul, bahkan tidak pernah.
Meskipun demikian, metode pengukuran perilaku menunjukkan reliabilitas yang tinggi
dan validitas yang baik. Kritik terhadap metode pengukuran perilaku ini yaitu bahwa dengan
metode ini kita hanya menangkap bagian permukaan saja (yang nampak saja) dan orang yang
kita amati perilakunya hanya memberitahu kita sedikit tentang kepribadian atau karakterisitik
dari dalam. Pendukung pengukuran perilaku kembali mengingatkan bahwa kita hams belajar
mengukur perilaku yang nampak sebelum mencoba menyimpulkan inner karakteristik yang
tidak dapat kita lihat.

LATIHAN SOAL
1. Ada 3 kriteria supaya pengukuran disebut baik. Jelaskan !
2. Morgan menggolongkan tes menjadi 3 jenis. Jelaskan dan beri contoh !
3. Berikan contoh tes yang mengukur intelegensi umum !
4. Berikan contoh tes yang mengukur prestasi !
5. Berikan contoh tes yang mengukur aspek kepribadian !
6. Gronlund menerangkan beberapa prinsip dasar dalam mengukur prestasi. Jelaskan !
7. Apakah reliabilitas itu ? Jelaskan !
8. Cara menguji reliabilitas ada beberapa cara. Jelaskan !
9. Apakah validitas itu ? Jelaskan I
10. Ada beberapa cara menguji validitas. Jelaskan !
I 1. Berikan 2 contoh tes pencil and paper!

94
Bab 6 TesIntelegensi

Dalam bab ini akan dibahas beberapa materi, antara lain:


A. Definisi Tes Intelegensi
B. Beberapa Sifat Tes Intelegensi
1. Tes Individual dan Tes Klasikal
2. Hubungan Antara Intelegensi dengan Kreativitas
3. Bebas Budaya dan Penggunaan Pada Anak Khusus
C. Syarat-syarat Tes Yang Baik
1. Keandalan (Validitas)
2. Keterandalan (Reliabilitas)
LATIHAN SOAL

A. DEFINISITES INTELEGENSI
Apabila anda sebagai psikolog ingin menguji perbendaharaan kata pada anak-anak,
ketelitian seorang akuntan, atau koordinasi tangan dan mata bagi pilot, maka anda tentu akan
menguji kinerja (performance) mereka dengan tes psikologi, masing-masing adalah tes
rangkaian kata, tes penjumlahan matematika, dan tes motorik. Masing-masing tes tersebut
dapat dibagi-bagi lagi menjadi beberapa sub tes. Lalu apa yang dimaksud dengan tes
psikologi?
Tes psikologi pada dasamya adalah sampel perilaku yang diambil pada suatu saat
tertentu. Tes seringkali dibedakan menjadi tes prestasi dan tes bakat. Tes prestasi digunakan
untuk mengukur ketrampilan yang telah dicapai/dipelajari dan menunjukkan apa yang dapat
dilakukan sesorang pada saat ini, sedangakn tes bakat adalah untuk memprediksi apa yang
dapat dilakukan seseorang apabila dilatih. Perbedaan ini akhimya tidak dianggap sebagai
perbedaan, melainkan dianggap sebagai begian dari suatu kesatuan (Atkinson dkk., 1993).
Suatu tes psikologi dalam mengukur sampel perilaku harus memiliki sifat standar dan
objektif. Standardisasi berhubungan dengan keseragaman tes dalam hal administrasi dan
skoring, sementara objektivitas berhubungan dengan standardisasi, terutama dalam hal
administrasi, skoring, dan interpr~asi skor yang hams tidak bergantung kepada penilaian
subjektif dari pengujinya (Anastasi, 1988). Keseragarnan tes beserta validitas dan reliabi-
litasnya akan dibahas dalam sub bab terakhir dalam babini.

95
Intelegensi atau kecerdasan sering diasosiasikan dengan kecerdikan, kemengertian,
kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk menguasai sesuatu, kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan situasi atau lingkungan tetentu, dan sebagainya. Lalu apa pengertian
intelegensi itu?
Pada tahun 1982, Sternberg dkk. merancang suatu studi untuk menemukan keberagaman
orang-orang di dalam mendefinisikan intelegensi. Subjek penelitiannya adalah duakelompok
yang berbeda, yaitu orang awam dan para ahli psikologi yang secara khusus mengkaji
mengenai intelegensi. Pada kedua kelompok tersebut, para peneliti memberikan daftar
beberapa orang dengan beberapa karakteristik tertentu dan kemudian diminta untuk menilai
keragaman kemampuan yang didasarkan kepadakarakteristik tersebut. Hasilnya menunjukkan
bahwa pada kebanyakan orang awam mengira bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk
memecahkan masalah secara praktis, kemampuan verbal, dan kompetensi sosial. Kemampuan
untuk memecahkan masalah secara praktis termasuk di dalamnya penggunaan logika,
menghubungkan ide-ide, dan pandangan kepada masalah secara keseluruhan. Kemampuan
verbal meliputi penggunaan dan pemahaman bahasa secara lisan dan tulisan dengan cara
yang baik. Kompetensi sosiallebih menekankan kepada interaksi yang baik dengan orang
lain, yaitu tentang pemikiran yang terbuka pada perbedaan jenis manusia dan menun jukkan
minat dalam topik-topik yang beragam. Sementara itu para pakar psikologi menyebutkan
bahwa intelegensi dapat diperoleh dari intelegensi verbal, kemampuan dalam memecahkan
masalah, dan intelegensi praktis. Ini berarti terdapat hubungan yang dekat dengan pendapat
orang awam. Perbedaan pemikiran utama di antara dua kelompok tersebut adalah satu
penekanan, dimana awam menekankan kompetensi sosial, semen tara para pakar tidak
mempertimbangkan hal tersebut sebagai hal yang esensial dalam intelegensi. Di lain pihak,
para pakar mempertimbangkan motivasi sebagai faktor yang penting, dimana motivasi ini
tidak terlihat di daftar yang diberikan oleh orang awam (Morris, 1990).
Banyak ahli yang berbeda pendapat dalam mendefinisikan apa itu intelegensi. Seperi
misalnya pada pertentangan antara kubu Spearman dan kubu Thurstone/Guilford, yang
kemudian dikenal dengan dua buah teori mengenai lumpers (gumpalan) dan splitters
(pecahan) (Mayr dalam Morris, 1990). Spearman berpendapat bahwa intelegensi adalah
kemampuan urn urn untuk berpikir dan mempertimbangkan. Sementara Thurstone melihat
kecerdasan sebagai suatu rangkaian kemampuan yang terpisah. Thurstone meyakini
bahwa kemampuan seperti numerik, ingatan, dan kefasihan berbicara, secara bersama-sama
akan membentuk perilaku pandai. Bahkan Guilford lebih tegas mengatakan bahwakecerdasan
terbentuk dari 120 faktor yang berbeda-beda. Perdebatan seperti ini masih tetap aktual sampai
kini.
J.P. Guilford (dalam Morris, 1990) membedakan tiga macam kemampuan mental dasar,
yaitu: operation (tindakan berpikir), contents (istilah-istilah dari hal-hal yang kita pikirkan,
seperti kata-kata atau simbol-simbol), dan product (ide-ide yang dapat kita hasilkan). Lihat
Gambar V.2. pada bab 5.
Menurut Morgan dkk. (1984) setiap teori ten tang intelegensi di atas tentunya akan
membawa pengaruh pada perbedaan cara dalam pengukuran untuk memperkirakan

96
kemampuan mental seseorang. Sebagai contoh, teori Faktor G akan menyarankan bahwa
skor tunggal akan dapat mewakili intelegensi secara adekuat. Sementara ahli-ahli lain yang
menyarankan perbedaan perangkat dari faktor-faktor memisahkannya ke dalam subtes-
subtes. Kita kenaI dua buah tes intelegensi individual yang terbaik yaitu Binet dan Wechsler.

B. BEBERAPA SIFAT TES INTELEGENSI


Menurut Atkinson dkk. (1993) intelegensi oleh beberapa pakar psikologi dipandang
sebagaikapasitasumum untukmemahamidan menalarsesuatuyangkemudiandiejawantahkan
ke dalam berbagai cara. Asumsi Binet adalah meski suatu tes intelegensi terdiri dari berbagai
macam butir soal (yang mengukur kemampuan seperti rentang ingatan, berhitung, dan kosa

Tabel VI.I. Beberapa Contoh Item-item dalam Skala Intelegensi Stanford-Binet

Usia TUGAS

2 Menyebut bagian-bagian tubuh: Kepada anak ditunjukkan sebuah kertas yang besar
dan diminta untuk menunjukkan berbagai bagian tubuh.
3 Ketrampilan visual motorik: Kepada anak ditunjukkan sebuah jembatan yang
disusun dari tiga balok dandiminta untuk membangun jembatan seperti itu; Dapat
meniru sebuah lingkaran.
4 Analogi yang berlawanan: Mengisi titik-titik dengan kata yang tepat jika di-
tanya:"Saudara laki-Iakiseorang pria adalah ; Saudaraperempuan adalah seorang ;
Siang hari terang, malam hari.........
Penalaran: Menjawab dengan tepat jika ditanya:
"Mengapa kita memerlukan rumah?"
"Mengapa kita memerlukan buku?"
5 Perbendaharaan kata: mendefinisikan kata seperti:
bola, topi, dan tungku.
Ketrampilan visual motorik: Dapat meniru gambar sebuah persegi empat.
6 Konsep angka: Dapat memberikan 9 buah balok kepada penguji jika diminta
melakukannya.
8 Ingatan tentang cerita:Mendengarkan sebuah ceritadan menjawab pertanyaan tentang
cerita tersebut
14 Kesimpulan: Penguji melipat sehelai kertas beberapa kali, menggunting sudutnya
setiap kali melipat.
Subjek ditanya tentang cara menetapkanjumlah lubang yang akan terjadi bila kertas
itu dibentangkan.
Dewasa Perbedaan: Dapat menjelaskan perbedaan antara "kesengsaraan dan kemiskinan";
(15 th. "watak ke dan reputasi"
ke atas) Ingatan tentang angka yang dibalik: Dapat mengulang enam angka secara mundur
(dalam susuna terbalik) setelah dibaca keras oleh penguji.

Sumber: Atkinson dkk.(1993)

97
kata) seperti dalam tes Binet, akan tetapi anak yang cerdas akan cenderung mendapatkan skor
yang lebih tinggi dari pada anak yang bodoh. Dengan demikian, Binet dan Simon lalu
berasumsi bahwa tugas yang berbeda-beda tersebut menggali kecakapan atau kemampuan
dasar. Dalam intelegensi kecakapan tersebut jika mengalami perubahan dan kekurangan
akan mempengaruhi kehidupan praktis. Kecakapan ini berupa daya timbang, akal sehat, cita
rasa praktis, inisiatif, dan kecakapan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi. Menimbang
dengan baik, memahami dengan baik, menalar dengan baik, kesemua- nya itu merupakan
kegiatan intelegensi yang sangat penting.
David Wechsler (dalam Atkinson dkk., 1993) meski dengan tes intelegensi dengan
beragam skala, juga meyakini bahwa intelegensi merupakan himpunan kapasitas untuk
bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan berhubungan dengan lingkungan
secara efektif.

Tabel VI.2. Beberapa Contoh Item-item dalam WISC


(Wechsler Intelligence Scale for Children)

TES URAIAN

Skala verbal
Information Pertanyaan-pertanyaan tentang infonnasi yang umum: misalnya, "Satu kilo-
gram sarna dengan berapa pon?"
Comprehension Mengukur infonnasi praktis dan kemampuan untuk mengevaluasi pengalaman
masa lampau; misalnya, Mengapa kita perlu menabung?"
Arithmetic Soal-soal verbal yang mengukur penalaran aritmetika
Similarities Menanyakan kesamaan objek atau konsep tertentu (misalnya: telur & benih);
mengukur pemikiran abstrak.
Digit Span Serangkaian angka yang disajikan
(Deret angka) secara auditoris (misalnya 7-5-6-3-8) diulang dari depan atau dari belakang;
mengukur perhatian dan ingatan luar kepala
Vocabulary Mengukur pengetahuan kita

Skala performance
Digit symbol Tugas pengkodean yang diberi batas waktu dimana angka diasosiasikan
dengan berbagaimacam bentuk tanda; mengukur kemampuan belajar menulis.
Picture Bagian yang hilang dari gambar yang completation tidak lengkap hams dicari
dan disebutkan; mengukur kemampuan untuk memahami dan menganalisis
pola.
Block design Susunan yang tergambar hams ditim dengan menggunakan balok; mengukur
kemampuan untuk memahami dan menganalisis pola.
Picture Serangkaian gambar hams disusun arrangement menjadi cerita yang hidup
dengan urutan ke kanan; mengukur pemahaman tentang situasi sosial.
Object Potongan-potongan kayu hams disatukan assembly untuk membentuk suatu
benda yang sempurna;mengukur kemampuanyang berkaitandengan hubungan
bagian-keselumhan.

Sumber: Atkinson dkk.(1993)

98
Beberapa sifat intelegensidi atasadalahsifat-sifatyang bersifatteknisdalamhubungannya
dengan penyusunan tes intelegensi. Beberapa sifat lain dari tes intelegensi dan hasil
pengukurannya antara lain adalah sebagai berikut:
a. Tes individual dan tes klasikal;
b. Hubungan antara intelegensi dengan kreativitas;
c. Bebas budaya dan penggunaan pada anak khusus.
1. Tes Individual dan Tes KIasikal
Pada bagian terdahulu dikatakan bahwates Binetdan tesWechsler adalah tes kemampuan
individual, karena kedua tes tersebut dilaksanakan pada satu individu oleh seorang penguji
yang dilatih secara khusus. Sementara itu kitajuga mengenal tes kemampuan klasikal, yang
dapat dilakukan terhadap sejumlah orang dengan satu orang penguji, serta biasanya dalam
bentuk tertulis. Tes kemampuan yang bersifat klasikal tersebut berfungsijika sejumlah orang
harus segera dievaluasi, sementara hanya terdapat sedikit orang penguji. Salah satu bentuk
tes klasikal adalah SPM (Standard Proggresive Matrices).
2. Hubungan Antara Intelegensi Dengan Kreativitas
Menurut Atkinson dkk. (1993) tes intelegensi umum (seperti Binet dan Wechsler)
ternyata berkorelasi cukup tinggi dengan prestasi belajar di sekolah, serta berkorelasi yang
lebih rendah dengan prestasi intelektual di kemudian hari (bila dibandingkan prestasi
belajar). Akan tetapi tes intelegensi tidak dapat mengukur aspek penting dari intelegensi yaitu
pemikiran kreativitas atau pemikiran orisional.
Dalam suatu pemecahan masalah umumnya meliputi dua fase yaitu mencari beberapa
alternatif dan kemudian memilih salah satu alternatif tersebut yang tampaknya dianggap
paling tepat. Fase yang pertama dapat diasumsikan sebagai pemikiran divergen, dimana
pemikiran individu menyebar pada sejumlah alur yang berbeda. Sedangkan yang kedua
diasumsikan sebagaipemikiran konvergen, dimana pengetahuandan aturan logika digunakan
untuk memperkecil kemungkinan guna memperoleh kemungkinan pemecahan masalah
yang tepat.
Sebagian besar tes intelegensi menekankan kepada pemikiran konvergen, yang
menyajikan masalah yang memiliki jawaban tepat yang dirumuskan dengan baik. Tes-tes
intelegensi tradisional tersebutumumnya tidakdapat menggalikemampuan berpikirdivergen
pada subjek yang dikenai tes.
Dua pertanyaan mendasar yang kemudian muncul: apakah kemampuan yang diukur
melalui tes kreativitas berbeda dengan tes yang diukur melalui tes intelegensi umum?
Apakah skor pada tes intelegensi tersebut dapat memprediksi prestasi kreatif dalam
kehidupan sehari-hari?
Menurut Atkinson dkk. (1993) kemamapuan yang akandigali melalui tes intelegensi dan
tes kreativitas tampaknya akan selalu tumpang tindih. Untuk suatu populasi, tes intelegensi
cenderung berkorelasi positif dengan skor pada tes kreativitas; dimana orang yang memiliki
IQ di atas rata-rata cenderung mencapai skor di atas rata-rata pada tes kreativitas. Akan tetapi

99
pada tahap intelegensi tertentu (IQ sekitar 120), terdapat korelasi yang rendah antara skor
intelegensi dengan skor kreativitas. Beberapaindividu yang memiliki skoryang sangat tinggi
pada tes intelegensi akan memperoleh skor yang rendah pada tes kreativitas. Sedangkan
individu yang memiliki intelegensi sedikit di atas rata-rata akan memperoleh skor yang tinggi
pada tes kreativitas. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada distribusi bagian atas, kreativitas
tidak tergantung pada intelegensi.
Lalu apakah hasHtes kreativitas dapat diprediksi sebagai alat untuk melihat kreativitas
dalam kehidupan sehari-hari?
Menurut Kogan danPankove (dalam Atkinsondkk., 1993)kita hanya dapat berspekulasi
tentang apakah tes kreativitas dapat memprediksi prestasi kreatif yang sebenamya. Beberapa
penelitian jangka panjang telah dilakukan, yang hasilnya tidak menggembirakan. Salah
satunya menyimpulkan bahwa terdapat korelasi yang rendah antara skor berpikir divergen
dengan kecakapan ekstrakurikuler yang membutuhkan bakat dalam hal kepemimpinan,
drama, seni, atau ilmu pengetahuan pada siswa-siswa sekolah lanjutan.

Tabel VI.3. Beberapa Contoh Item-item dalam Tes Kreativitas

1. Penggunaan yang tidak biasa (Guilford, 1954)


Sebutkansebanyaktnungkin .penggunaan:
a. tusukgigi
b. batubara
c. p~njepitkerta$
2. A.kibat(GQilford, 1954)
Bayangkan §emua hal yang mungkio terjadi bila tiba-tibahukum nasional dan
hukum daerah dihapuskan
3. A.s()siasijauh (Mednik, 1962)
Carila.hkatakeempa.tyal1gdhpa.tdia.Sosiasika.ndengan setiap kata dari ketiga.kata.
di bawah ini:
a. tikus- biru -pondok
b. keluar - anjing- kucing
c. roda -listrik- tinggi
d. heran - garis"ulangtahQn
4. A.$osiasikhta (Getzels dal1Jackson, 1962)
Tuli§kan sebanyakmllngkip makna setiap kata.di bawah ini:
a. itik
b. saku
c. bllbungan
d. adil

Sumber: Atkinson dkk.(1993)

100
Agaknya untuk memperoleh prestasi kreatif, dibutuhkan keduanya baik kreativitas
untuk berpikir divergen maupun intelegensi untuk berpikir konvergen. Para peneliti yang
melakukan penelitian terhadap para ilmuwan dan seniman menyimpulkan bahwa faktor
kepribadian seperti kebebasan berpendapat, motifberprestasi, inisiatif, dan adanya toleransi
terhadap ambiguitas (kemenduaan), merupakan syarat penting bagi prestasi kreatif, yang
kesemuanya itu tidak dapat diukur melalui tes kreativitas (Atkinson dkk., 1993).
3. Bebas Budaya dan Penggunaan Pada Anak Khusus
Menurut Atkinson dkk. (1993) penampilan seseorang dalam suatu tes amat tergantung
pada kebudayaan mana seseorang itu dibesarkan. Hal ini akan nyata benar terutama pada tes
verbal yang membutuhkan pemahaman bahasa tertentu.
Suatu tes umumnya memang dirancang untuk mengukur intelegensi pada orang yang
berada di dalam kebudayaan dimana tes tersebut dirancang. Suatu tes yang bebas budaya
(culture fair) dikembangkan dengan cara meminimalkan penggunaan bahasa, ketrampilan,
dan nilai-nilai yang berbeda-beda dari kebudayaan satu dengan yang lain. Suatu contoh dari
tes bebas budaya adalah Goodenough-Harris Drawing Test. Dalam tes ini subjek diminta
menggambar manusia semampunya (semaksimal yan£dia dapat). Gambar manusia tersebut
diskor dari proporsi, ketepatannya, dan kelengkapannya yang kesemuanya itu dapat diwakili
dari bagian tubuh, detil pakaian, dan sebagainya. Bukannya diskor dari bakat artistiknya
(Morris, 1990).
Contoh lain dari tes bebas budaya adalah Standard Progressive Matrices, yang berisikan

.
60 rancangan. Subjek diminta untuk memilih dari 6 sampai 8 pilihan jawaban dari setiap
pertanyaan.
Pilih salahsatu huruf di bawah ini sebagai penutup yang terbaik untuk melengkapi pola
gambar

a b c
+ .::::.
EZ)
+ +
d
+
+
......
e
CD
v
f

I+~) CD ~tt>
Gambar VI.I. Salah Satu Item dalam SPM (Standard Progressive Matrices)

Sumber: Morris (1990).

Cattel (dalam Morris, 1990) mengembangkan Culture Fair Intelligence Test (CFIT), yang
berusaha mengkombinasikan beberapa pertanyaan pemahaman verb engetahuan yang bebas
budaya. Dengan membandingkan skor-skor dalam dua macam pertanyaan, maka faktor
budaya dapat dikesampingkan.

101
Pilihlah salah satu item untuk melengkapi rangkaian empat gambar di sebelah kiri

Gambar VI.2. Salah Satu Item dalam CFIT (Culture Fair Intelligence Test)

Sumber: Morris (1990)

Anak yang tuli akan membutuhkan waktu lebih lama untuk mempelajari kata-kata dari pada
anak normal. Para imigran atau tenaga kerja asing yang berprofesi sebagai pengacara atau
insinyur tentu akan membutuhkan waktu yang lama dalam mempelajari bahasa Indonesia.
Bayi di bawah tiga tahun tentu akan mengalami kesulitan dalam menjawab beberapa
pertanyaan verbal. Lalu munculpertanyaan: bagaimanakitamengukurdengan tes intelegensi
terhadap orang-orang seperti itu?
Cara yang digunakan adalah dengan meminimalkan penggunaankata-kata, yaitu dengan
perform ace test atau tes kinerja, yang merupakan tes non-verbal. Salah satu contoh tes
kinerja yang pertama kali dikembangkan adalahpada tahun 1866adalahSeguin Form Board,
yang merupakan suatupuzzle yang dipakai pada anak-anak yang mengalami retardasi mental.
Tes kinerja lainnya yang terkenal adalahPorteus Maze, yang berupajaringan jalan yang rumit
dan memiliki tingkat kesulitan yang bertingkat (Morris, 1990).
Bagi anak-anak yang masih kecil, salah satu tes yang paling efektif digunakan adalah
Bayley Scales of Infant Development. Skala Bayley digunakan untuk mengevaluasi
perkembangan kemampuan anak dari umur 2 bulan hingga 1,5 tahun. Skala-skalanya
meliputi persepsi, memori, komunikai verbal, dan beberapa skala motorik seperti duduk,
berdiri, berjalan, dan ketangkasan. Skala Bayley inijuga dapat digunakan untuk mendeteksi
tanda-tanda awal dari kerusakan sensorisdan neurologis, gangguan emosional, dan kesulitan
beradaptasi dengan lingkungan fisik (Morris, 1990).

c. SYARAT-SYARAT TES YANG BAlK


Sebuah tes dapat dikatakan baik apabila skornya dapat dikatakan sudah sahih (valid) dan
andal (reliable).

1. Keandalan (Validitas)
Validitas berasal dari kata validity yang berarti sejauhmana ketepatan dan kecermatan
suatu tes dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai validitas
yang tinggi apabila tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya, yang sesuai dengan maksud
dikenakannya tes tersebut. Suatu tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan
tujuan diadakannya pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas yang rendah.
Sisi lain dari konsep validitas adalah kecermatan pengukuran. Suatu tes yang validitasnya

102
tinggi bukan saja akan rnenjalankan fungsi ukurnya dengan tepat, akan tetapi harus juga
rnerniliki kecermatan tinggi (Azwar, 1989).
Estirnasi validitas suatu pengukuran pada urnurnnya dinyatakan secara ernpiris oleh
suatu koefisien yang kernudian disebut koefisien validitas. Koefisien ini dinyatakan oleh
korelasi antara distribusi skor tes yang bersangkutan dengan distribusi suatu skor suatu
kriteria. Kriteria ini dapat berupa skor tes lain yang rnernilikifungsi yang sarna,dan dapat pula
berupa ukuran-ukuran yang lain yang relevan (Azwar, 1989).
Apabila suatu tes diberi sirnbol X dan skor kriteria diberi sirnbol Y, rnaka koefisiensi
korelasi antara tes dan kriteria rnerupakan suatu koefisien validitas dengan sirnbol 'XY
(Azwar, 1989).
2. Keterandalan (Reliabilitas)
Reliabilitas berasal dari kata reliability, yang berasal dari kata rely (=dipercaya) dan
ability (=kernarnpuan). Suatu tes dapat dikatakan reliabel apabila rnerniliki reliabilitas yang
tinggi.
Reliabilitas seringkali rnerniliki beragarn istilah lain seperti keterpercayaan, keterandalan,
keajegan, konsistensi, kestabilan, dan sebagainya yang kesernuanya itu rnengacu kepada
konsep reliabilitas yang berarti sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Artinya
hasil ukur yang dapat dipercaya apabila dalarn beberapa kali pengukuran terhadap kelornpok
subjek yang sarna akan diperoleh hasil yang relatif sarna,jikalau aspek yang diukur dalarn diri
subjek rnernang belurn berubah. Pengertian relatif tersebut rnenunjukkan bahwa terdapat
toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kecil di antara hasil pengukuran. Apabila perbedaan
hasil pengukuran tersebut besar dari waktu ke waktu, rnaka tes tersebut tidak dapat dipercaya
atau tidak reliabel (Azwar, 1989).
Untuk rnengukur reliabilitas dapat dilakukan dengan perolehan dua nilai dari orang yang
sarna pada tes yang sarna, yakni dengan cara rnengulanginya atau dengan rnernberikan dua
bentuk tes yang berbeda tetapi setara. Jika setiap individu dapat rnencapai skor yang kurang
lebih sarna pada kedua pengukuran tersebut, rnaka berari bahwa tes tersebut reliabel. Meski
suatu tes dapat dikatakan reliabel, beberapa perbedaan dapat rnuncul di antara kedua karena
adanya perbedaan peluang dan kesalahan pengukuran. Oleh karena itu, dibutuhkan pengukuran
statistik mengenai tingkat hubungan di antara seperangkat pasangan skor. Tingkat hubungan
tersebut ditetapkan dengan koefisien korelasi (Atkinson dkk., 1993).
Menurut Azwar (1989) koefisien korelasi dilambangkan dengan huruf r. Apabila skor
pada tes pertarna diberi larnbang X dan skor yang kedua (paralelnya) diberi larnbang X' , rnaka
koefisien korelasi antara keduanya diberi larnbang rxx" dirnana sirnbol ini kernudian
digunakan sebagai sirnbol koefisien reliabilitas.
Secara teoritis, besarnya koefisien reliabilitas berkisar dari 0 sarnpai I. Akan tetapi pada
kenyataannya koefisien korelasi sebesar 1 tidak akan pernah dijurnpai. Di sarnping itu,
rneskipun koefisien korelasi dapat saja positif (+) rnaupun negatif (-), akan tetapi hal
reliabilitas koefisien yang besarnya kurang dari 0 tidak ada, karena interpretasi reliabilitas
selalu rnengacu kepada koefisien yang positif (Azwar, ] 989).

103
Apabila koefisien reliabilitas sebesar rxx.=l, berarti adanya konsistensi yang sempurna
pada alat ukur yang bersangkutan. Konsistensi sempurna ini tidak akan pernah terjadi, karena
dalam pengukuran psikologis, manusia merupakan sumber error yang potensial (Azwar,
1989).
Selain validitas dan reliabilitas, suatu tes yang baik juga harus memenuhi syarat
keseragaman prosedur tes. Untuk menghindari pengaruh variabel yang mengganggu,
maka suatu tes harus seragam di dalam prosedur. Keseragaman tersebut meliputi: instruksi,
batas waktu (speed test atau power test), dan cara skoring. Dalam instruksi misalnya,
penjelasan yang diberikan oleh penguji mengenai cara penyajian materi tes seyogyanya harus
bersifat standar dari waktu ke waktu (Atkinson dkk., 1993).
Akan tetapi tidak semua variabel yang mengganggu dapat kita kendalikan dengan baik,
seperti misalnya penampilan umum (ekspresi wajah, nada suara, pakaian, dan sebagainya),
jenis kelamin dan suku bangsa penguji juga akan mempengaruhi hasil tes subjek (Atkinson
dkk., 1993) . Apabila seorang anak perempuan dari Jawa Tengah mengerjakan tes dengan
hasil buruk ketika diuji oleh seorang penguji pria dari Batak, harus dipertimbangkan pula
bahwa kecemasan dan motivasi anak tersebut mungkin akan berbeda apabila diuji oleh
penguji perempuan dari Jawa.

LA TIHAN SOAL

1. Suatu tes psikologi dalam mengukur sampel perilaku harus memiliki sifat standar dan
objektif. Pernyataan ini dikemukakan oleh:
a. Anastasi b. Terman
c. Guilford d. Atkinson
2. Tes psikologi padadasarnyahanyamengambil beberapadari perilaku secarakeseluruhan,
sehingga dapat dikatakan hanya mengambil perilaku.
a. populasi b. sampel
c. aspek d. unsur
3. Tes yang digunakan untuk mengukur ketrampilan yang telah dicapai/dipelajari dan
menunjukkan apa yang dapat dilakukan sesorang pada saat ini disebut:
a. tes kepribadian b. asesmen
c. tes bakat d. tes prestasi
4. Tes untuk memprediksi apa yang dapat dilakukan seseorang apabila dilatih adalah:
a. tes kepribadian b. asesmen
c. tes bakat d. tes prestasi
5. Syarat yang berhubungan dengan keseragaman tes dalam hal administrasi dan skoring
disebut
a. validitas b. reliabilitas
c. standar d. objektif

104
6. Teori mengenai lumpers (gumpalan) dalam intelegensi dipelopori oleh :
a. Spearman b. Thurstone
c. Guilford d. Terman
7. 120 faktor yang berbeda-beda dalam intelegensi dipelopori oleh
a. Spearman b. Thurstone
c. Guilford d. Terman
8. Aktivitas-aktivitas mental melibatkan operation,content, dan product dipelopori oleh:
a. Spearman b. Thurstone
c. Guilford d. Terman
9. Tes Binet dan tes Wechsler adalah tes yang bersifat
a. individual b. klasikal
c. kinerja - d. bebas budaya
10. Tes Standard Progressive Matrices adalah tes yang bersifat
a. individual b. klasikal
c. kinerja d. bebas budaya
11. Dalam suatu pemecahan masalah diperlukan:
a. pemikiran divergen yang dapat diukur dengan IQ
b. pemikiran konvergen dapat diukur dengan IQ
c. a dan b benar
d. a dan c salah

12. Faktor yang paling banyak berpengaruh terhadap prestasi kreatif adalah:
a. IQ b. CQ
d. IQ dan CQ d. Faktor kepribadian
13. Suatu tes yang bebas budaya (culturefair) dikembangkan dengan cara:
a. meminimalkan penggunaan bahasa
b. meminimalkan penggunaan ketrampilan
c. meminimalkan penggunaan nilai-nilai
d. a, b, c benar.
14. Contoh dari tes bebas budaya :
a. Goodenough-Harris Drawing Test
b. Standard Progressive Matrices
c. Culture Fair Intelligence Test
d. a, b, c benar

105

---
15. Contoh dari tes kinerja:
a. Goodenough-Harris Drawing Test
b. Standard Progressive Matrices
c. Culture Fair Intelligence Test
d. Puzzle dan Maze
16. Sebuah tes dapat dikatakan baik apabila :
a. skomya sudah sahih (valid)
b. skomya sudah andal (reliable)
c. standar dan objektif
d. sernua benar
17. Apabila suatu tes telah dapat rnelakukan fungsi ukumya, rnaka tes dapat dikatakan
rnernpunYal
a. validitas yang tinggi
b. reliabilitas yang tinggi
c. objektivitas yang tinggi
d. standardisasi yang tinggi
18. Suatu tes dapat dilihat dari sejauh mana hasil ukur yang dapat dipercaya apabila dalarn
beberapa kali pengukuran terhadap kelornpok subjek yang sarna akan diperoleh hasil
yang relatif sarna,jikalau aspek yang diukur dalarn diri subjek rnernang belurn berubah.
Kepercayaan tersebut disebut sebagai tes.
a. validitas b. reliabilitas
c. objektivitas d. standardisasi
19. Korelasi antara distribusi skor tes yang bersangkutan dengan distribusi suatu skor suatu
kriteria disebut dengan:
a. koefisien validitas b. koefisien reliabilitas
c. objektivitas d. standardisasi
20. Perolehan dua nilai dari orang yang sarna pada tes yang sarna, yakni dengan cara
rnengulanginya atau dengan rnernberikan dua bentuk tes yang berbeda tetapi setara,
disebut sebagai:
a. koefisien validitas b. koefisien reliabilitas
c. objektivitas d. standardisasi
21. Koefisien reliabilitas sebesar rxx'=I, berarti adanya konsistensi yang sernpuma pada alat
ukur yang bersangkutan. Konsistensi sernpuma ini tidak akan pemah terjadi, karena :
a. item tes arnbigius b. human error
c. jurnlah item tidak rnernadai d. jurnlah subjek tidak rnernadai

106
KUNCI JAWABAN:
I. A 6. All. C 16. D
2.B 7.C 12.D 17. A
3. D 8. C 13. D 18. B
4.C 9.A 14.D 19. A
5. C 10. B 15. D 20.B
21. B

107
Bab 7 Kepribadian
danPengukurannya

Kepribadian dan Pengukurannya


Dalam bab ini akan dibahas beberapa materi, antara lain:
A. Penduluan
B. Pengertian Kepribadian
C. Pembentukan Kepribadian
I. Pengaruh Biologis
2. Pengalaman
a. Pengalaman Umum
b. Pengalaman Unik
D. Teori-teori Kepribadian
I. Pendekatan Tipologis dan Trait
2. Pendekatan Psikodinamika
3. Teori Social-Learning
4. Pendekatan Fenomenologis
E. Konsistensi Kepribadian
F. Pengukuran Kepribadian
LATIHAN SOAL

A. PENDAHULUAN
Kepribadian dari sudut pandang psikologi adalah suatu bidang studi empiris yang sangat
kompleks dan terus berkembang sampai saat ini. ~n u~,!m~dari st\!djjnjad_,!lah!!!ltuk
mengetahui pol;! tingkablills.!!_manusi,!,untu~etahui sejauhmal1a seseorang itu berbedll
~yang laiQ, a!au un~uk mengetahuis~jauhn!~na seti_apmanus~a ~ik. !?engan derllikian
psikologi kepribadian itu merupakan s~atu bidang ilmu yangterutamamemp~ pprbedaan
individu, yaitu suatu karakteristik yang membedakan satu individu dengan indivi~ yang
lain. - -
Beberapa kesulitan yang ditemui dalam mempelajari kepribadian (Irwanto, dkk, 1996):
I. tidak mudah!Denemukan hubungan sebab akibat yang jelas dan tetap antara su~tQJ)Q}a
perilaku dengan faktor-faktor penyt;babnya. Dalam situasi y~mgoerbeda faktor yang
sarna bisamel11mbulkan reak-siyangoerbeda. -

108
2. Perilaku tidak selalu mencerminkan keadaan dalam diri individu yang se~mya.
B~erapa budaya tertentu misalnya, lI}eng&arkan'pact'! anggota-angg~ya untuk
menyembuyikan perasaan-perasaan tertelliIJaZ~IhubunganSQ~ialteta.Qbarmonis.
3. _Perilak~ tidal<selalu disadarlOieh yang bersa~utaI.!.dan penyebab:Q.en.Je!?abnya
tidak
selalUdapat9iJ.c~l}dalika!J. ---

Di luar kesulitan-kesulitan tersebut, penelitian-penelitian di bidang ini telah mengalami


banyak kemajuan dan metode-metode yang digunakan telah semakin berkembang.
B. Pengertian Kepribadian
Dalam bahasa Inggris, kepribadian disebut personality. Istilah ini berasal dari bahasa
Yunani "persona", yang berarti topeng. Istilah ini lalu diadopsi oleh orang-orang Roma dan
mendapatkan konotasi baru yaitu "sebagaimana seseorang nampak dihadapan orang lain".
Konotasi ini seakan-akan menunjukkan bahwa kepribadian bukanlah diri orang tersebut
yang sebenamya. Konotasi seperti ini sudah banyak berubah. Yangjelas bahwa para psikolog
dan filsuf mulai sepakat bahwa manifestasi kepribadian dapat dilihat dari:
1. kenyataan yang bersifat biologis (Umwelt)
2. kenyataan psikologis (Eigenwelt)
3. kenyataan sosial (Mitwelt).

Ketiga kenyataan tersebut menggejala menjadi satu kesatuan (whole) yang disebut
kepribadian.
Pandangan seperti itu sarnadengan pendapat yang dikemukakan oleh Gordon W. Allport
(1897-1967) yang menyatakan bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dari sistem-
sistem psikofisik dalam diri individu yang menentukan penyesuaian yang unik terhadap
lingkungan.
Kata dinamis menunjukkan bahwa kepribadian bisa berubah-ubah, dan antar berbagai
komponen kepribadian (yaitu sistem-sistem psikofisik) terdapat hubungan yang erat.
Hubungan-hubungan itu terorganisir sedemikan rupa sehingga secara bersama-sama
mempengaruhi pola perilakunya dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

C. PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
Menurut Atkinson dkk (1993) ketika bayi lahir, ia membawa potensialitas tertentu.
Karakteristik fisik, seperti wama mata dan wama rambut, bentuk tubuh, bentuk hidung
seseorang pada dasamya ditentukan pada saat konsepsi (pertemuan antara sel telur dan
sperma). Intelegensi dan kemampuan khusus tertentu, seperti bakat musik dan seni, dalam
beberapa hal juga tergantung pada hereditas (faktor keturunan). Aria bukti buk-ti-yang
sem~ ~aJ.c bahw~erbedaan !~<!kti.fitas.emosiQl}almungkin bersifat bawaan. Penelitian
pada bayi yang baru lahir (Thomas dan Chess dalam Atkinson, dkk, 1993) menemukan
bahwa perbedaan karakteristik seperti tingkat keaktifan, rentang perhatian, kemampuan
untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan, dan suasana hati pada umumnya,
dapat diamati segera setelah kelahiran. Salah seorang bayi mungkin mempunyai karakteristik

109

- - - -
aktif, mudah terganggu dan mau menerima objek serta orang baru; bayi yang lain mungkin
pasif, tekunberkonsentrasipada suatuaktivitas,dantakutpadahal-hal yangbaru. Karakteristik
temperamen awal ini cenderung bertahan dalam diri anak yang perkembangannya diikuti
selama lebih dari 20 tahun.
Bentuk-bentuk fisik tertentu, misalnya: gemuk-kurus, tinggi-pendek, adalah diturunkan
dari orang tua. Tetapi ada juga ciri-ciri fisik yang unik yang kita bawa sejak lahir, termasuk
di dalamnya ciri-ciri faali seperti kapasitas otak, kelengkapan dan kepekaan indera tertentu,
dan sebagainya.
Orang tua mungkin memberikan respon yang berbeda terhadap bayi yang mempunyai
karakteristik berbeda.Dalam hal ini,terjadiproses timbalbalikyang memperkuatkarakteristik
kepribadian yang ada sejak lahir. Misalnya seorang bayi yang berhenti menangis bila
ditimang dan di dekap erat akan lebih menyenangkan untuk digendong daripada bayi yang
memalingkan kepalanya dan tetap menangis. Akibatnya, bayi pertama akan lebih sering
digendong daripada bayi kedua; predisposisi awallebih diperkuat oleh respon orang tua.
Predisposisi biologis yang dibawa sejak lahir akan dibentuk melalui pengalaman yang
diperoleh dalam proses perkembangan. Sebagiandari pengalaman ini bersifat umum, dialami
oleh sebagian besar orang tua yang dibesarkan dalam budaya atau sub budaya tertentu;
pengalaman yang lain bersifat unik bagi seseorang.
L ~engaruh Biolo~
Kenyataan bahwa perbedaan suasana hati dan tingkat keaktifan dapat diamati segera
setelah kelahiran menunjukkan adanyapengaruh faktorgenetik. Penelitian tentang pewarisan
karakteristik kepribadian difokuskan pada penelitian tentang anak kembar.
Loehlin dan Nichols (dalam Atkinson, dkk, 1993), meneliti 139 anak kembar yang
mempunyaijenis kelaminsama(berusiarata-rata55bulan)dinilaioleh ibumereka berdasarkan
beberapa karakteristik kepribadian tertentu. Kembar identik dinilai jauh lebih serupa dalam
hal reaktivitas emosional, tingkat aktivitas, dan kemampuan sosial, dibandingkan kembar
fraternal. Jika tes kepribadian diberikan pada orang ~~~a, biasanya kembar identik
memberikan jawaban yang lebih mirip daripada ~mbar fraterna

-
Namun, kemiripan ini mungkin disebabkan karena kembar identik sering mendapatkan
perIakukan yang lebih mirip dibandingkan kembar fraternal. Menurut Wil1p.rman(dalam
Atkinson, 1993) ~a-p~ene1i!.i.an-yang m~l"~andi_ngk<lnanak kembm: yang c:liasuh
terpisah dan anak k~bar yang djasuhbersamatidakmenemukanpetunjuk bahwa.l?tmgaSlIhan
secaraterplsi'lhmenurunkankemiripankepiibadian mereka.Sebaliknyaad~~ber~eWQjuk
~keIhbaridentikyang diasuh secara terpisah lebih mirip daripada kembarjdentik yang
diasuh bersama.
Meskipun penelitian tentang anak kembar menunjukkan bahwa beberapa karakteristik
kepribadian diwariskan, tidak terdapat bukti bahwa karakteristik ini ditentukan oleh gen-gen
tertentu. Mungkin kesamaan tubuh dan fisiologis pada kembar identik menyebabkan
timbulnya kemiripan kepribadian.

110
2. Pengalarnan
,,-
Faktorlain yangbesarpengaruhnyaterhadapkepribadianadalahhasilhubungankita
~gan lingkunganata.!l-IJenzalamJ!n.
Para ahlimembedakanduamacampengalamanyang
mempengaruhikepribadianmanusia,yaitu:pengalamanumumdan penga!amanunik. --
a. Pengalarnan Urnurn (Common Experience)
Semua keluarga dalam suatu budaya tertentu memiliki keyakinan, kebiasaan, dan nilai
yang umum. Selama perkembangannya, anak belajaruntuk melakukan perilaku dengan cara
yang diharapkan oleh budaya tersebut. Salah satu harapan itu berkaitan dengan peranan
seksual. Sebagian besar budaya mengharapkan perilaku yang berbeda antara pria dan wanita.
Peranan seksual bisa berbeda dari budaya yang satu ke budaya yang lain, tetapi dalam setiap
budaya dianggap hal yang wajarbila anak laki-lakidan anakperempuan memiliki kepribadian
yang berlainan hanya karena yang satu laki-laki dan yang lain perempuan.
Tekanan budaya dan tekanan sub budaya menentukan beberapa kemiripan kerpibadian.
Meskipun demikian, kepribadian seseorang tidak aka_n~I"!lahdapat di'p!'e,piksisepenuhnya
dari penget'!.huantentang keJ~mPO!<0imanaorang itu di1.:?~s~rkan!kar~na:
(l).~daya terhadap indiyidu tidak ~ama,lcarenadisampaikan oleh orang tua dan
orang lain yang mungkin tidakmemiliki-kesamaan.-nilaidankebiasaan;
(2) indivldu mempunyai pengalaman yang bersifat_uniL

Dengan demiki:m pen~!!!an yang umum adalah pengalaman yang dihayati oleh
hampir s~mua anggot&m~arakat atau bahkan oleFt-semuamilllusfa.setiap.- masyarakat
serafiI punya nilai-nilai, prinsip-prinsip moral, cara-cara hldup yang dihayati oleh semua
anggota masyarakat. Ada nilai-nilai yang bersjfat universal, misalnya: hormat pada orang
tua, sehingga setiap manusia dididik untuk menJ;di manusla yarigbTsamenghormati orang
filaTiyaatau orang yang lebih tua. Pengalaman umum ini menjadi bagian dari diri seseorang
yang sarna dengan banyak orang lain di sekitamya.
b. Pengalarnan Unik
Setiap orang bereaksi terhadap tekanan sosial dengan caranya sendiri. Seperti yang telah
kita ketahui, perbedaan perilaku individual mungkin disebabkan oleh perbedaan biologis.
Perbedaan itu mungkinjuga berkembang dari ganjaran dan hukuman yang ditetapkan orang
tua pada perilaku anak dan dari tipe model peranan yang diberikan orang tua. Bahkan
meskipun tidak menyerupai ayah ibunya, dari lingkllnganrumahnya, anak akan dipengaruhi
oleh orang tuanya itu.
Di luar warisan biologis yang unik dan cara penyampaian budaya yang tertentu, individu
dibentuk oleh pengalaman khusus. Penyakit yang disertai pemulihan dalam waktu lama, bisa
menimbulkan kegemaranuntuk dirawatdanpenantiankesembuhan tersebut secara mendalam
dapat mempengaruhi kepribadian. Kematian orang tua dapat mengganggu identifikasi
peranan seksual yang lazim. Kecelakaan traumatis, kesempatan untuk mempertontonkan
kepahlawanan, meninggalkan ternan karena pindah ke luar negeri - pengalaman pribadi

111
semacam ini, yang tidak terbatas jumlah danjenisnya, dapat mempengaruhi perkembangan
seseorang.
Di samping itu, sejak lahir seorang anak sudah membawa ciri-ciri tertentu serta
kecendurangan-kecenderungan tertentu, maka reaksinya terhadap lingkungan atau reaksi
lingkungan terhadapnya bersifat khas. Pengalamanunik ini menentukan bagian dirinya yang
bersifat khas, unik, dan tak ada duanya.
Pengalaman umum dan pengalamanunik seseorang berinteraksi dengan potensi bawaan
membentuk kepribadian. Bagaimana hal ini terjadi, dan bagaimana cara terbaik untuk
menggambarkan kepribadian yang terbentuk, merupakan pokok bahasan dari berbagai
macam teori.

D. TEORI-TEORI KEPRIBADIAN
Teori-teori kepribadian terdiri dari Pendekatan Tipologis dan "Trait", Pendekatan
Psikodinamika, Teori Social-Learning, dan Pendekatan Fenomenologis.
1. Pendekatan Tipologis dan "Trait"--
Pendekatan tipologis dan "trait" terhadap kepribadian berusaha memisahkan dan
memberikan sifat dasar individu yang mengarahkan perilaku sehingga bisa dikelompokkan
dalam klasifikasi tertentu. Pendekatan ini memusatkandiri pada kepribadian umum dan lebih
banyak berkaitan dengan pendeskripsian kepribadian dan meramalkan perilaku, tetapi
kurang memperhatikan segi proses serta perkembangannya.
Pendekatan tipologis pernah dilakukan oleh Hipocrates-(460-377 SM), seorang Bapak
Ilmu~dokter~pada abad IV SM. Ia mendasarkan tipologinya pada cairan-cairan tubuh
yang mempengaruhi temperamen seseorang. Ia membagi kepribad!!!nmenjadie.mpC!.ttipe
menurut nama caira~!!leropen-garuhiny.a,
-------.-..------

a. melan~ipengaruhi
)'atlU:.. -
oleh empedu hitam (murung, depresit)
6-:- sanil!ini~ dipengaruhi oleh darah (gembira, optimistik)
c. khglaik-dipengaruhi oleh empedu kuning (mudah marah)
d. phiegmatik dipengaruhi oleh cairan lendir (tenang, lamban, tidak mudah dirangsang).

Pada tahun 1935 seorang ahli bernama Kretchmer mengemukakan teori kepribadian
yang didasarkan pada bentuk tubul1§.eseora!l~-rebyang. berberitiik tul1uhgemuk dgn
bulat digolongkan seb~gai~n~!".Q~itu orang-orangyang mudah bergaul..p.eriang,dan
saritai.-S"edimgkanorang:-orang..)'ang..
tinggikurus. digolongkan sebagai e.c.t.offlQrpl)
yaitu
orang.yanKsangat serius, St;nangmenyendiri, §.elalumenjagajarak deIl~an orang lain, dan
amC!LP~a. Kemudian oraQ..&£.faIl~ yaIlg berbadan tegal:?dan atletis digolongkan sebagai
Mesomorph, agak cerewet, agresif, dan sangat aktif secara fisikoPendekatan ini populer
cukup lama, tetapi saat ini sudah tidak digunakan lagi.

112
Endomorph Ectomorph Mesomorph

Gambar VII.t. Tipologi Kepribadian Menurut Kretchmer

Sumber: Irwanto dkk. (1996)

Pendekatan tipologis yang saat inil2.,!nj'~kdhrunakan adalah tipoJ<?~iIntrovert-Ekstrovert


yang mula-mula dikembangkan oleh.Carl Gustav Jung (1875 - 1961) lalu dilanjutkan oleh
H.J. I3yesenck. Jung pada tahun 1921 menerbitkan bukunya Psychological Types. Dalam
~kunya-l1U1a mengatakan bahwa kepribadian m,lnusia dapat dibagi m.:njadi d.ua
kecenderungan
- - '-
ekstrim
~-
berdasarkan reaksi individu terh~cJ~ppengalamannva.
Pada kutub ekstri!!ll'ertama adalah kecenderungan introverS!1 ):'aitllroenarik diri dan
tenggelam dalam pengalaman-pengaIamanbatInnya sendiri. Orang yang mempunyai
kecenderungan ini biasanya tertutujJ, tidak terJalu memperhatikan orang lain, dan agak
pe-J1dlam.Kiifub ekstrim yang lain adalah ekstraversi yaitu membuka diri dalam kontak
derigaftorang-orang, peristiwa-peristiwa, dan benda-heRd~tdisekitarnya.
Jung menambah empat fungsi psikis yang mempengaruhi tipologinya, yaitu sensasi dan
intuisi ~ebagai faktor yang mempengaruhi bagaimana individu mencerna infoi'iTIasldari
lingkungannya, serta berfikiLdan merasa sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi
pertimbangan-pertimbangannya dalam menghadapi pengalaman.
Bila keempat fungsi psikis tersebut kita gabungkan ke dalam kategori ekstravesi-
introversi, maka akan terdapat delapan tipologi kepribadian.
Kalau tipologi Jung terkotak-kotak secara kaku, maka Eyesenck beranggapan bahwa
ekstroversi-introversi merupakan dua kutub dalam satu skala. Kebanyakan orang akan

Extrovert Orang kebayakan Introvert

Gambar VII.2. Skala Kepribadian Ekstrovert-Introvert Menurut Eysenk

Sumber: Jrwanto dkk. (1996)

113
berada di tengah-tengah skala itu, hanya sedikit orang yang benar-benar ekstrovert atau
introvert.
Eysenck juga menambahkan dua dimensi baru yaitu stability (keajegan) dan instability
(ketakajegan) atau neurotisme. Jika kedua dimensi ini digabungkan maka akan terbentuk
suatu salib sumou yang memlhki empat bidang. Oalam tiap-tiap bidang terdapat ciri-ciri
kepribadiantertentu.KarenapendekatansepertiiniEysenckdianggapmenjalankanpendekatan
tipologi dan "trait" sekaligus.

INTROVERT
pasif pendiam
hati-hati tidak sosial
penuh perhatian penuh keengganan
damai pesimis
terkontrol bersahaja
mantap kaku
temperamen stabil pencemas
kalem suasana hati labi

--STABIL TIDAK STABIL--

kepemimpinan mudah tersinggung


bebas gelisah
lincah agresif
mudah bergaul muah ipengaruhi
responsif impulsif
aktif bicara optimis
sosial aktif
EKSTROVERT

Gambar VII.3. Oimensi Keajegan Kepribadian Oalam Skala Ekstrovert-Introvert

Sumber: Irwanto dkk. (1996)

Pendekatan yang didasarkan pada trait juga berusaha mendeskripsikan kepribadian.


Suatu traitlldalahlcJlrakteristikindividu yang sifatnya secara relatif tetap dan konsisten serta
berada dari orang yang..satlldengan yang lainnya. Teoritisi yang melakukan pendekatan ini
salah satunya adalah Gordon W. Allport.
Cattell telah melakukanberbagaipenelitianuntuk menemukanciri-ciridalamkepribadian
manusia.UntukmemperolehsemuatraityangdipelajariCattellmenggunakantiga sumberdaya,
yaitu: life record data (L-data); questionnaire data (Q-data), dan objective test data (OT-
data) dan semua data tersebut kemudian dianalisis menggunakan metode statistik yang amat
kompleks seperti analisis faktorial dan multivariat.

114
Semua data yang terkumpul disebutnya personality sphere )'2ng terdiri dari berbagai
traitSJ3eDerapatrait hanyadimiliki oleh orang-orang tertentu. Trait seperti ini disebut source
traits, membedakan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Source traits
tadi dalam perilaku sehari-hari tercermin dalam perilaku-perilaku yang nampaknya sarna
dengan orang-orang lain, ini yang disebut sebagai surface traits.
Pada tahun 1936,Allport dan Odbert mendaftar 17.953 kata dalam bahasa Inggris yang
digunakan untuk melukiskan perilaku manusia. Setelah dikurangi oleh kata-kata yang
mempunyai arti tumpah tindih, tinggal171 kata. Setiap kata dalam daftar ini dianggap dapat
mewakili suatu trait. Kemudian Allport berusaha mengelompokkan trait itu ke dalam tiga
kategori besar, yaitu:
(1). Cardinal traits
Ada traits yang amat dominan sehingga hampir semua perilaku manusia dapat ditelusuri
kembali ke arah traits ini. Traits yang sangat luas cakupannya tetapi sangat berpengaruh
ini disebut cardinal traits dan biasanya diberi istilah mengikuti nama dari seorang tokoh
sejarah, seperti Christlike; Machiavellian; Nixonian, dan sebagainya.
(2). Central Traits
Kategori kedua adalah central traits, suatu ciri-ciri kepribadian yang cukup menonjol
tetapi tidak seluas cardinal traits. Istilah yang digunakan untuk melukiskan traits ini
sarna dengan yang dipakai dalarn suatu surat rekomendasi yang baik atau yang
dipakai seorang rater (orang yang dijadikan penilai) dalam menilai tingkah laku
seseorang. Menurut Allport,jarang ada orang yang memiliki lebih dari 12 central traits.
(3). Secondary Traits
Kategori terakhir adalah secondary traits, ciri-ciri yang hanya berpengaruh pada situasi-
situasi yang am at terbatas, seperti: "senang coklat", "suka mobil", dan sebagainya.

Pada umumnya pendekatan tipologi trait dikritik karena secara metodologis diragukan
reliabilitas pengambilan istilah-istilah yang dipakai untuk melukiskan trait. Selain itu per-
tanyaan filosofis muncul. Apakah kepribadian kita sarna dengan sejumlah trait yang kita
miliki? Ada ahli yang mengajukan 5 traits, tetapi adajuga yang lebih dari 20.
2. Pendekatan Psikodinarnika
Teori kepribadian yang bersifat psikodinamik berasal dari para ahli yang sangat
dipengaruhi oleh Sigmund Freud (1856-1939), Bapak Psikoanalisis yang sangat terkenal.
Teori psikologi Freud didasarkan atas keyakinannya bahwa dalam diri manusia terdapat
suatu energi psikis yang sangat dinamis. Sebagaimana hukum konservasi energi, Freud juga
beranggapan bahwa energi psikis bersifat kekal, tidak bisa dihilangkan, dan bila dihambat
akan mencari saluran lain.
Energi psikis inilah yang mendorong individu untuk bertingkah laku. Menurut
psikoanalisis energi psikis itu berasumsi pada fungsi psikis yang berbeda, yaitu: Id, Ego, dan
Super Ego.

115
ld merupakan bagian yang paling primitif dalam kepribadian. ld merupakan sumber
energi utama yang memungkinkan manusia untuk bertahan hidup. Dari Id inilah nanti ego
dan superego berkembang.ld terdiridari dorongan-doronganbiologisdasar sepertikebutuhan
untuk makan, minum, buang air besar, menghindari rasa sakit, dan memperoleh kenikmatan
seksual. Freud juga beranggapan bahwa agresivitasmerupakan suatu dorongan biologis, oleh
karena itu ada dalam ld.
Karena agresifitas mengancam kelangsungan hidup organisma, sedang dorongan-
dorongan lainjustru bermaksud menjarninkelangsungan hidupnya,maka Freud beranggapan
bahwa dalam ld terdapat dua jenis energi yang bertentangan yaitu insting kehidupan dan
insting kematian. lnsting kehidupan ini disebut libido. Kedua macam insting ini sangat
mempengaruhi kehidupan individu.
Dorongan-dorongan dalam ld selalu ingin segera dipuaskan, dan dalam pemuasannya ld
selalu berusaha untuk menghindari pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan.
Cara pemuasan dorongan seperti ini disebut menuruti suatu prinsip kesenangan. Ada dua
cara pemuasan .Pertama, pemuasan dilakukan lewat refleks-refleks yang memang sudah ada
sejak anak dilahirkan (misalnya: refleks menghisap). Melalui refleks-refleks ini ketegangan
yang timbul karena munculnuya dorongan atau kebutuhan dapat diturunkan (dikurangi).
Kedua, dengan cara menyajikan gambaran mental tentang objek yang diinginkan. lni disebut
proses primer, dan pengalaman yang dipero1eh disebut wish-fulfillment (pemenuhan
harapan).
Semakinanakberkembang,proseskepribadianbukanmerupakansaranayang memuaskan
untuk memenuhi kebutuhan dan mengurangi tegangan. Dorongan untuk mendapat objek
kebutuhan yang sebenamya makin kuat. Oleh karena itu, individu harus secara realistis
berhubungan dengan lingkungan. la harus dapat membedakan objek imajiner dengan objek
yang sebenamya dalam lingkungan. Kebutuhan ini menghasilkan suatu sumber energi psikis
baru yang disebut ego.

Ego adalah bagian "eksekutif' dari kepribadian. la berfungsi secara logis/rasional berdasarkan
prinsip kenyataan (reality principle) dan proses sekunder yaitu suatu proses log is untuk
melihat pada kenyataan (reality testing) dalam usahanya memenuhi cara pemuasan dorongan
Id secara realistis. Fungsi Ego ini berguna untuk menyaring dorongan-dorongan yang ingin
dipuaskan oleh Id berdasarkan kenyataan.
Pendidikan oleh orang tua maupun masyarakat atau lembaga pendidikan formal pada
tahap-tahap perkembangan selanjutnya membantu individu mengembangkan sumber energi
yang lain, yaitu super ego.
Super ego adalah gambaran intemalisasi nilai dan moral masyarakat yang diajarkan
orang tua dan orang lain pada anak. Pada dasamya super ego merupakan hati nurani
(concience) seseorang. Superego menilai apakah suatu tindakan itu benar atau salah. Super
ego mewakili nilai-nilai ideal. Oleh karena itusuperego selalu berorientasi pada kesempumaan.
Cita-cita diri- nyapun diarahkan pada nilai-nilai ideal itu sehingga setiap orang memiliki
suatu gambaran ten tang dirinya yang paling ideal (Ego ideal). Hadiah atau hukuman yang

116
diterima sehubungan dengan nilai-nilai ideal itu akan membentuk dalam dirinya suara hati
(concience).
Bersama-sama dengan ego, super ego mengatur dan mengarahkan tingkah laku manusia
yang bermaksud memuaskan dorongan-dorongan dari Id, yaitu melalui aturan-aturan dalam
masyarakat, agama, atau keyakinan-keyakinan tertentu mengenai perilaku yang baik dan
buruk.
Selain membagi struktur kepribadian berdasarkanenergi psikisnya, Freudjuga membagi
aktivitas mental individu dalam beberapa tingkatan berdasarkan sejauhmana individu
menyadari gejala-gejala psikis yang timbul.
Pertama adalah tingkat sadar atau kesadaran (consious leve!). Pada tingkat ini aktivitas
mental bisa kita sadari setiap saat seperti berfikir, dan persepsi. Sebagian dari ego dan super
ego kita selalu berada pada tingkatan ini.
Kedua, adalah tingkat prasadar (preconsious leve!), dimana kita bisa menyadari gejala-
gejala psikis yang timbul hanya bila kita memperhatikannya. Gejala-gejala seperti itu adalah
memori, pengetahuan-pengetahuan yang telah dipelajari, dan lain-lain. Sebagian besar ego
dan super ego berada dalam tingkatan ini, yaitu pengetahuan yang telah kita simpan dalam
memori dan norma-norma moral yang tidak kita butuhkan dalam situasi sehari-hari.

TINGKAT SADAR
---------------------

TINGKAT PRASADAR
----------------------

TINGKAT TIDAK DlSADARI

Gambar VIlA. Struktur Kesadaran Menurut Freud

Sumber: Irwanto dkk. (1996)

117
Ketiga adalah tingkat tidak disadari (unconscious level), dimana timbulnya gejala-gejala
psikis sarna sekali tidak kita sadari, sulit untuk dijelaskan. Gejala-gejala seperti itu misalnya
dorongan-dorongan moral, pengalaman-pengalaman yang memalukan, harapan-harapan
yang irasional,dorongan-doronganseksualyangtidaksesuaidengannorma-normamasyarakat,
dan lain-lain. Kecuali dalam situasi khusus, misalnya dalam rangka suatu konseling atau
psikoterapi, atau usaha-usaha yang benar-benar diarahkan untuk mencari gejala-gejala
seperti itu, maka kita tidak menyadarinya. Dari tingkat inilah dorongan-dorongan Id kita
bermuara.

LlNGKUNGAN IR LUAR
INIVIDU

t
GO ~a~r____

- -
I \__ _ ---
--~--
SUPEREGO
L- -1
_ ,_ O r-::-\ _ __
_ _ _ _ ~"' --
'\ /
--------------------- ~ Todakdisadari

Gambar VII.S. Struktur Kepribadian Menurut Freud

Sumber: Irwanto dkk. (1996)

Tingkatan tak disadari ini merupakan objek studi utama psikoanalisa. Ini dikatakan oleh
Freud sendiri pada tahun 1942:"Psikoanalisa bertujuan tak lebih untuk mencapai dan dapat
mengungkap kehidupan mental yang tidak disadari". Freud yakin bahwa banyak perilaku
manusia yang didorong oleh bagian ini. Dalam perkembangan selanjutnya, teori Freud
mengalami banyak perubahan, baik oleh dirinya sendiri, maupun oleh para pengikutnya
seperti Alfred Adler, Karen Homey, Eric Fromm, dan lain-lain. Perubahan penting yang
dilakukannya sendiri adalah mengenai konsep libido.
Pada mulanya Freud beranggapan bahwa libido ini berasal dari dorongan seksual
semata. Tetapi akhimya Freud sendiri beranggapan bahwa libido merupakan dorongan
kehidupan yang jauh lebih luas daripada dorongan-dorongan seksual.
Para pengikut Freud seperti Karen Homey dan Erick Fromm, menekankan pentingnya
pengaruh lingkungan sosial terhadap perkembangan kepribadian individu. Hal ini tidak
disinggungsecara luas oleh Freud bahkanada kesan bahwaia lebih mengandalkanpada
dorongan-dorongan yang bersifat biologis.
Teori psikoanalisisFreud mempunyaidampakyang luarbiasaterhadapilmupengetahuan.
Meskipun demikian banyak kritik dilontarkan karena iajuga memakai metode introspeksi,
yang sulit dibuktikan kebenarannya secara empiris, dan observasinya dilakukan hanya
terhadap pasien-pasien yang terganggu emosinya. Oleh karena itu, teori kepribadian agak

118
diragukan. Kritik lain yang ditemukan adalah besarnya peranan libido sebagai dorongan
seksual dan biologis dasar dalam menentukan perilaku. Tetapi konsep ini telah ia perbaiki.
Pendekatan psikoanalisis sekarang menekankan peranan ego. Menurut pandangan ini,
ego berkembang tidak tergantungdari id danmenampilkanfungsi lain disamping menemukan
cara realistik untuk memuaskan impuls id. Fungsi ego ini adalah: (1) belajar bagaimana
mengatasi lingkungan, dan (2) memberi makna pengalaman. Pemuasan ego mencakup
eksplorasi, manipulasi, dan kompetensi penampilan. Pendekatan ini lebih mengait konsep
ego pada proses kognitif.
3. Teori "Social-Learning"
Teori kepribadian yang mendasarkan pada sosial learning menekankan besarnya
pengaruh dari lingkungan atau keadaan-keadaan situasional terhadap perilaku. Tokohnya
Rotter, Dollard, Miller, danBandura. Para ahliiniberpandanganbahwaperilaku merupakan
hasilinteraksi yangterus menerusantaravariabel-variabelpribadidan lingkungan.Lingkungan
membentuk pola-pola berperilaku melalui proses belajar; sedangkan variabel-variabel
pribadi mempengaruhi pola-pola dalam lingkungan . Individu atau suatu pribadi dan situasi
saling mempengaruhi.
Pola perilaku individu dibentuk berdasarkan suatu proses kondisioning. Orang-orang
disekitar individu membentuk perilakunya dengan ganjaran dan hukuman. Bila ini terjadi,
maka individumembentukpolabertingkahlakumelaluisuatupengalamanlangsung(mendapat
hadiah dan hukuman langsung). Tetapi perilaku juga bisa terbentuk melalui pengalaman
tidak langsung, yaitu melalui pengamatan terhadap perilaku orang lain di sekitarnya atau
disebut modelling.
Para teoritisi social learning beranggapan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh:
(a) ciri-ciri khusus dari situasi yang dihadapi;
(b) penafsiran individu terhadap situasi tersebut; dan
(c) penguatan yang pernah dialami pada tingkah lakunya dalam situasi serupa.

Faktor(b) mempunyaiarti pentingdalamteori ini.Penafsiranindividu sangatdipengaruhi


oleh perkembangan kognitif seseorang serta pengalaman-pengalaman dimasa lalu dalam
situasi yang serupa. Kedua hal ini dimasukkan dalam variabel-variabel pribadi (person
variable).
Para teoritisi sosial learning mempunyai keyakinan mendalam bahwa organisme
adalah suatu subjek yang aktif. Oleh karena itu, ia tidak pernah membiarkan ligkungan
mempengaruhi dirinya begitu saja. Ia juga merubah lingkungan itu sedemikian rupa
sehingga pengaruh lingkunganyang ia terima merupakanpengalaman yang telah dipengaruhi
oleh karya-karyanya. Para teoritisi menyebut lingkungan seperti itu sebagai self-generated
environment.
Karena teori social learning sangat menekankan pada determinan lingkungan atau
kondisi-kondisi situasional dari perilaku, maka kritik yang dilontarkan adalah kepribadian
sudahkehilanganpribadi(person)-nya.Bahkanteoriinimemberikesankuatbahwakepribadian

119
itu mudah berubah karena sangat ditentukan oleh sikon yang dihadapi individu. Teori ini
memang punya dampak kuat dalam psikoterapi, yaitu dengan berkembangnya teknik-teknik
modifikasi perilaku, tetapi gagal untuk menjelaskan ciri-ciri perilaku yang bersifat menetap.
4. Pendekatan Fenomenologis
Atkinson dkk (1983) menyatakan bahwa teori kepdbadian yang mendekati objek
studinya secara fenomenologis sebenarnya terdiri dad berbagai teori yang berbeda, tetapi
mereka mempunyai dasar yang sama, yaitupellgalamall subjektij, yaitu pandangan pribadi
individu terhdap dunianya. Mereka juga disebut beraliran humanistik karena teori-teorinya
menekankan pada kualitas-kualitas yang membedakan manusia dari binatang (kebebasan
untuk memilih ataufreedom of choice dankemampuanuntuk mengarahkanperkembangannya
sendiri atauself directioll). Banyakahlijuga menyebut teori mereka sebagai "selftheorities",
karena teori-teori mereka memang membahas pengalaman-pengamalan batin, pribadi, yang
berpengaruh terhadap proses pendewasaan did seseorang. Tokoh-tokoh utama pendekatan
ini adalah C.R. Rogers dan A.H. Maslow.
Seperi Freud, Rogers mengembangkanteorinyadari penelitian tentang orang-orang yang
mengalamigangguanemosional(RogersdalamAtkinsondkk, 1993).Rogersterkesanpadaapa
yang dilihatnya sebagaikecenderunganbawaan individuuntuk bergerak kearah pertumbuhan,
kematangan, dan perubahan positip. Dalam terapi Iloll-directive atau terapi cliellt-celltered-
nya, Rogers berasumsi bahwa setiap individu mempunyai motivasi dan kemampuan untuk
berubah dan bahwa kita adalah pakar yang paling baik untuk did kita sendiri. Peranan terapis
adalahuntukmenjadi"papangema"padasaatindividumenjajagidanmenganalisismasalahnya.
Pendekatan ini berbedadengan pendekatanpsikoanalisis;dimana terapismenganalisis riwayat
pasien untuk menentukan masalahnya dan merancang tindakan perbaikan.
Konsep yang paling penting dalam teori kepribadian Rogers adalah self. Selfterdiri dari
semua gagasan, persepsi dan nilai yang menentukan karakteristik I atau me; serta mencakup
kesadaran tentang "siapa saya" dan "apa yang dapat saya lakukan". Sebaliknya, self yang
dihayati ini akan mempengaruhi persepsi seseorang tentang dunia maupun perilakunya.
lndividu yang mempunyai konsep did kuat dan positip akan memandang dunia dengan cara
yang sangat berbeda dibandingkan individu yang mempunyai konsep diri lemah. Konsep diri
tidak selalu mencerminkan realitas; orang yang sangat terpandang dan sukses mungkin
memandang dirinya sendiri sebagai orang yang gagal.
Menurut Rogers, individu mengevaluasi setiap pengalaman dalam kaitannya dengan
konsep diri ini. Orang ingin melakukan perilaku dengan cara yang sesuai dengan citra
dirinya; pengalaman dan perasaan yang tidak sesuai akan menimbulkan ancaman dan
mungkin ditolak masuk ke kesadaran. Pada dasamya ini adalah konsep represi Freud,
meskipun Rogers merasa bahwa represi semacam itu tidak perlu dan tidak permanen.
Sedangkan Freud berpendapat bahwa represi itu tidak bisa dihindari dan bekerja di bawah
sadar individu.
Semakin luas kawasan pengalaman yang harus ditolak karena tidak sesuai dengan
konsep diri, semakin besarjurang antaraselfdanrealitas,dan semakinbesarpulakemungkinan

120
timbulnya kecemasan. Orang yang citradirinyatidak sesuaidengan perasaan dan pengalaman
pribadinya harus mempertahankan diri terhadap kebenaran, karena kebenaran akan
menimbulkan kecemasan, Bila ketikdaksesuaian ini menjadi terlampau besar, pertahanan
akan runtuh, dan menimbulkan kecemasan atau bentuk gangguan emosional lainnya.
Sebaliknya, orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik, memeiliki konsep diri yang
sesuai dengan pikiran, pengalaman, dan perilaku; self tidak kaku tetapi fleksibel dan dapat
berubah ketika mengasimilasi pengalaman dan gagasan baru.
Self yang lain dalam teori Rogers adalah ideal self. Kita semua mempunyai konsepsi
tentang jenis orang bagaimana yang kita cita-citakan. Semakin dekat ideal self dengan diri
yang sebenarnya, semakin puas dan bahagia orang itu. Kesenjangan yang besar antara ideal
self dan diri yang sebenarnya akan menyebabkan orang merasa tidak bahagia dan tidak puas.
Jadi ada dua jenis ketidaksesuaian yang dapat berkembang; pertama, antara self dan
pengalaman realitas; kedua, antara self dan ideal self.
Self berkembang dari evaluasi perilaku individu dari lingkungannya. Sejak kedl anak
selalu dievaluasi perilakunya oleh orang tuanya. Apabila anak berperilaku sesuai harapan
orang tua, anak akan mendapat pujian. Sebaliknya, bila ia berperilaku yang menentang atau
tidak sesuai dengan kemauan orang tua, ia akan dihukum, atau dikritik. Dengan cara seperti
ini anak belajar dari pengalaman mana tindakan yang dianggap pantas dan mana yang tidak.
Menurut Rogers, kekuatan dasaryang memotivasi organisma manusia adalah aktualisasi
diri, yaitu kecenderungan untuk memuaskan, mengatualisasikan, mempertahankan, dan
mengembangkanorganisma.Organismayang sedangtumbuhberusahauntukmengembangkan
potensinya dalam batas-batas hereditasnya. Orang tidak selalu mengerti tindakan mana yang
mengarah pada pertumbuhan dan tindakan mana yang bersifat represif. Tetapi, bila itujelas,
orang akan memilih bertumbuh daripada mengalami represi.
Karakteristik individu yang mampu mengaktualisasikan diri, diteliti oleh Abraham
Maslow. Ia memulai penyelidikannya dengan cara yang tidak lazim. Maslow memilih
beberapa fogur historis terkenal yang dianggapnya self actualizer.
Kritik yang diajukan pada pendekatan fenomenologis ini adalah sulitnya memeriksa
kebenaran-kebenaran teori-teori mereka secara objektif. Selain itu, memang tidak banyak
penelitian oleh para ahli yang mendukung pendekatan mereka.
Kritik lain yang disampaikan adalah sehubungan dengan kurang jelasnya kriteria
aktualisasi diri serta kaburnya hubungan antara "aku"Jself sebagai pelaku dengan konsep
diri. Kehidupan sehari-hari menunjukkan bahwa orang yang menganggap dirinya sebagai
orang yang jujur dan berdisiplin (konsep diri), tidak selalu bertingkah laku secara konsisten
seperti itu. Memang jelas konsep diri sangat mempengaruhi perilaku, tetapi situasi dan
kondisi dalam lingkungan juga besar pengaruhnya.

E. KONSISTENSI KEPRIBADIAN
Penelitian longitudinal tentang individu menunjukkan konsistensi karakteristik
kepribadian yang cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Block (dalam Atkinson, dkk,

121
1993) terhadap 100 subjek dalam kurun waktu 35 tahun menunjukan bahwa beberapa ciri
kepribadian menunjukkan konsistensi sepanjang waktu, terutama terhadap subjek dewasa
(30-50 tahun). Kalaupun ada perubahan yang cukup berarti, biasanya terjadi pada masa
remaja.
Akan tetapi perubahan saat ini sangat cepat dan kadang radikal, karena itu saat ini
beberapa peneliti mulai skeptis akan keajegan kepribadian ini. Situasi yang dihadapi
seseorang bisa saja berubah sangat drastis. Beberapa studi yang dilakukan dalam jangka
pendek menunjukkan bahwa pola perilaku sangat situasional,konsistensinya keci!. Temuan-
temuan ini memperkuat teori kepribadian dari social learning .

F. PENGUKURAN KEPRIBADIAN
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sebenarnya seiringkali melakukan pengukuran terhadap
kepribadian seseorang. Hanya saja kita melakukannya berdasarkan ciri-ciri stereotipe dari
ciri-ciri kelompok dimana orang tersebut ikut sebagai anggotanya. Misalnya: orang kota itu
individualis, orang Jawa halus, orang Medan pelit, dan sebagainya.
Kita juga cenderung hanya menilai orang dari berdasarkan salah satu ciri tertentu yang
kita sukai atau tidak kita sukai. Penilaian dengan cara ini sangat menyesatkan dan disebut
hallo effect. Selain itu kita cenderung mengharapkan penilaian baik-buruk pada ciri-ciri
pribadi tertentu.
Pengukuran kepribadian dibisang psikologi tidak bermaksud untuk menerapkan label
nilai-nilai moral (value label), tetapi untuk mendeskripsikan perilaku seperti apa adanya. Ada
tiga metode pengukuran kepribadian, yaitu:

a. Metode Observasi
Seorang pengamat yang sudah terlatih dapat melakukan observasi terhadap perilaku
yang terjadi dalam keadaan normal/wajar, situasi eksperimen, maupun dalam konteks
suatu interview.
Informasi yang diperoleh melalui metode ini bisa dicatat pada suatu bagan yang sudah
dibakukan, seperti pada rating scale (skala rating). Menggunakan skala rating ini,
penilaian pengamat terhadap suatu perilaku dapat dicatat secara sistematis.
Selain itu, bila dilakukan suatu interview (wawancara) terstruktur, alat pencatat seperti
tape recorder atau peralatan pembantu lain sudah sangat membantu.
b. Metode Inventori
Metode ini mengandalkan pada hasil observasi subjek terhadap dirinya sendiri. Suatu
inventori (personality inventory) merupakan pertanyaan-pertanyaan atau pemyataan-
pemyataan yang harns diisi atau dipilih oleh subjek berdasarkan ciri-ciri yang ia anggap
adadalam dirinyasendiri.Alat-alatsemacamitu,misalnya:MMPI (MinesotaMultiphasic
Personality Inventory) yang terdiri dari 550 pertanyaan. Selain itu ada CPI (California
Psychological Inventory), Guilford-Zimmerman Temperament Survey, Sixteen
Personality Questionnaire (16 PF) yang dikembangkan oleh Catell, dan lain-lain.

122
EPPS (Edwards Personal Preference Schedule) merupakan contoh inventori yang
banyak digunakan di Indonesia.
c. Teknik Proyektif
Cara lain yang banyak digunakan untuk mengukur kepribadian adalah dengan teknik
proyektif. Asumsi dasarnya adalah bahwa untuk memperoleh gambaran yang bulat
tentang seseorang diperlukan kebebasan untuk mengekspresikan diri. Tes proyektif
yang digunakan dalam metode ini biasanya berupa suatu rangsang (berbentuk gambar)
yang sifatnya sangat ambigu, tidakjelas. Bila dihadapkan dengan situasi semacam ini,
individu akan mencoba menerapkan persepsinya yang sudah dipengaruhi oleh berbagai
pengalamannya di masa lampau. Ekspresinya didalam mengungkapkan apa yang dilihat
bisacukup bebas karena gambar itu bisa ditafsirkan sesuka hati individu. Tes Rorschach
(Tes Ro) mempunyai rangsang dengan taraf ambiguitas yang cukup tinggi. Rangsang-
rangsang dalam tes Ro adalah berupa bercak-bercak tinta. Tes Ro ini cukup populer di
Indonesia.

TAT (Thematic Apperseption Test) yang dikembangkan oleh H. Murray di Universitas


Harvard pada tahun 1930-an juga mempunyai rangsang yang ambigu. Tetapi rangsang-
rangsang di TAT lebih terstruktur karena menggunakan gambar-gambar yang cukup jelas
tentang seseorang dalam situasi tertentu.
Selain itu, terdapat dua tes yang disebut Draw A Man (DAM) dan Wartegg, yang
meminta subjek untuk menggambar sesuatu. Kemudian kualitas gambar diteliti mengenai
bentuk garisnya dan tanda-tanda tertentu yang dianggap mempunyai petunjuk psikologis.
LA TIHAN SOAL

1. Jelaskan mengapa kepribadian itu suIit dipelajari !


2. Manifestasi kepribadian dapat dilihat dalam gejala apa saja ? Jelaskan !
3. Jelaskan proses terbentuknya kepribadian !
4. Bagaimana pengaruh biologis pada kepribadian itu ? Jelaskan !
5. Bagaimana pengaruh faktor pengalaman pada kepribadian itu? Jelaskan !
6. Ada pendapat yang menyatakan bahwa cairan tubuh itu mempengaruhi tipe kepribadian
seseorang. Jelaskan pendapat tersebut !
7. Bagaimana pendekatan tipologis ekstrovert -introvert menerangkan mengenai kepribadian
itu, jelaskan !
8. Allport mengelompokkan trait menjadi 3 kelompok besar. Jelaskan !
9. Bandura dkk. menekankan "teori sosial learning" dalam menerangkan mengenm
kepribadian. Jelaskan !
10. Jelaskan pendapat Carl Rogers tentnag kepribadian !
II. Ada 3 met ode dalam melakukan pengukuran kepribadian. Jelaskan !

123

-- -
Bab8 Abnormalitas

Pada bab ini akan dibahas mengenai:


A. Pengertian Abnormalitas atau Gangguan Perilaku
Penyimpangan Dari Norma Statistik
Penyimpangan Dari Norma Sosial
Perilaku Maladaptif
Kesusahan Pribadi
B. Klasifikasi Gangguan
C. Gangguan Kecemasan
Gangguan Kecemasan Menyeluruh dan Gangguan Panik
Phobia
Gangguan Obsesif-Kompulasif
D. Gangguan Afektif
Depresi
Episode Manik
Gangguan Manik-Depresif
E. Gangguan Skizofrenia
Ciri-ciri Skizofrenia
Kekacauan Pikiran dan Perhatian
Kekacauan Persepsi
Kekecauan Afektif
Penarikan Diri dari Realita
Delusi dan Halusinasi
F. Gangguan Kepribadian
Narsistis
Kepribadian Tergantung
Kepribadian Antisosial
G. Gangguan Penyalahgunaan Obat dan Alkoholisme
Adiksi dan Habituasi
Penyalahgunaan Obat
Penggolongan Obat Bius
Alkoholisme
LATIHAN SOAL

124
A. PENGERTIANABNORMALITASATAU GANGGUANPERILAKU
Kebanyakan dari kita pemah mengalami saat-saat dimana kita merasa eemas, tertekan,
marah, gugup, dan sebagainya. Dalam menghadapi hidup yang kian kompleks, manusia
terkadang tidak dapat atau sanggup menghadapinya dengan mudah. Adalah suatu hal yang
muskiljikalau dalam keseluruhan hidupnya, manusia tidak pemah mengalami saat-saat sulit
seperti itu, apalagi di dalam era perubahan sosial dan teknologi yang kini berkembang
sedemikian eepat. Akan tetapi kebanyakan orang bisa jadi tidak benar-benar "putus asa",
karena mereka dapat mengatasi masalah dan melanjutkan hidup dengan semestinya. Lalu apa
definisi dari perilaku abnormal?
Perilaku abnormal (abnormal behavior) bagi para ahli psikologi seringkali disebut
dengan gangguan perilaku (behavior disorder), atau adajuga yang menyebutnya lagi dengan
mental illness (Morgan dkk., 1984).
Untuk mendefinisikan abnormalitas tersebut Atkinson dkk. (1992) meneoba
membandingkannya antara perilaku abnormal dengan perilaku normal. Oleh karena itu eara
mendefinisikannyadapatdilakukandenganbeberapaeara.Beberapaeara untukmendefinisikan
perilaku abnormal antara lain adalah: penyimpangan dari norma statistik, penyimpangan dari
norma sosial, perilaku maladaptif, dan kesusahan pribadi.

Pe.nyimpangan Dari Norma Statistik. Kata abl'lQrmalQf!1li11J?erC!.-rti "g! luar normal".


~befinisi abnormailtas dlcfas.arkanke~ada -penyim.pang.ankurve normal dalam statis!i..k.
Pendefinisian ini bar~ngkali !llenladi leniah~1:arena ~a~.i orang yang eerdas ~tau sangat
gembira akan dapat digolongkan sebagai abnormal. Oleh karena itu, pen'entuan abnormal
dengan eara ini masih perlu ditambah dengan indikator lain.

Penyimpangan Dari Norma Sosial. Setiap masyarakat temyata memiliki patokan tertentu:
untuk peri laku yang dapat diterima ataupun perilaku yang menyimpang (abnormal). Peri laku
menyimpang tersebut di dalam masyarakat umumnya tidak dapat diketahui dari norma
statistiknya.
Peril~~!!'yang dianggap normal oleh suatu mas~ara!<.atbisajadi dian~a1> abJLQOJlalQ.!eh
masyarnkat lain.Wsamya,1!e.ri!al<.JJPolia!ldri bagi kebanyakan ma~yarakat di dunia dianggap
sebagai abnormal, sementara bagi masyarakat gurun di Nepal, dimana pria umumnya bekerja
berhari-hari meninggalkan istrinya, perilaku poliandri (satu wan ita dengan banyak suami)
dianggap normal-normal saja. Jadi, baik perilaku normal maupun abnormal temyata berbeda-
beda dari kebudayaan satu dengan kebudayaan lainnya.

Perilaku Maladaptif. Para ahli dapat memberikan definisi perilaku abnormal berdasarkan
hal-hal yang menyimpang;'1ThiTcseear~ ~1aiistik maupun norma sosiaI.Krife"na terpenting
adalah bagaimana perilaku terse but berpengaruh pada pribadi seseorang dan/atau kelompok.
Oleh karena itu (>erilaku abnormal kemudian disebutperilaku l11aladaptif (tidak dapat
menyesuaikan diri dengan keadaan), yang memiliki dampak yang merugikan dan
membahayakan orang lain atau masyarakat.

125
Kesusahan Pribadi. Kriteria kee~'!t untukmenil~~?normalitas a.~alahadalah dari sudut
p~,!~anID!1!
sub1~ktifseseoran~dan buk~l!!}Yaperilakuorapg Iersebut. Umumnya orang yang
didiagnosis menderita ".sakitji~a;'men~alamipenderitaan batlI1~g "aKur;~_elaluknawatir,
baiinnya menderita, ~elisah, tidak dapat tidur, nafsu makan hilang, mengalami berbagai
"!acam ra~a salcit.daD nyeri. Terkadang penderitaan batin hanyalah merupakan gejala
abnormalitas, dimana perilaku penderita tampak normal-normal saja bagi orang awam.
Dari keempat kriteria di atas, maka tidak diperoleh jawaban yang memuaskan. Dalam
banyak halkeempatnyaharusdipertimbangkanbersamauntuk menilaiabnormalitasseseorang.

Neurosis dan Psikosis Neur:Q~il'_ataugangguanjiwa adalah gejala:yangumum yang dialami


-
oleh manusia
-.. pad~ ~~[Clft~rteJl.1u.~is m~nca),.llp£~lomppok
-"- gangguan~Qg..dhandai
den~~n.mstrl?~s,k~~m.~~~Ih.k~~edihan. atau gangguan malad<fu1iflctinyfmg pada tingkat
tertentu perlu.dirumah.sakit~_a11'lndividu umumnya masih dapat berhubungan dan berfungsi
di masyarakat, meskipun tidak dalam kapasitas yang penult. Sementara itu, psikosis meliputi
gangguaJlYillJg..lebihserius. Perilaku dan proses berpikir indivjdu sudah.rn~l)gaIClmi~uan
~de!TIiki_Clnrupa, sehingga suda.b tidak ada iagi kOAtakdengan relitas. lndividu juga tidak
dapat berungsi di masyarakat. Oleh karena itu, penderita psikosis tersebut perlu untuk
dirumahsakitkan.

B. KLASIFIKASIGANGGUAN
Beberapa perilaku dapat diklasifikasikan atau digolongkan sebagai perilaku abnormal.
Berdasarkan sifatnya, perilaku abnormal dapat digolongkan menjadi empat:
(1) yang bersifat akut dan sementara, yang disebabkan oleh peristiwa yang penuh dengan
stres;
(2) yang bersifat kronis dan selama-Iamanya;
(3) yang disebabkan oleh penyakit atau kerusakan pada sistem saraf;
(4) yang merupakan akibat dari lingkungan sosial yang tidak menguntungkan dan/atau
pengalaman belajar yang keliru.

Keempat sifat tersebut dapat saling tumpang tindih dan saling berinteraksi di dalam
menghasilkan perilaku abnormal. Individual differences menj(}dikanadanya 1ce.1,11!!kill!Q.?ri
~ ..-

individu, sehingga tidak ada dua orang yang l1lengalami kehidupannya se~arcqam,Lper~i§.
Namun, terdapat beberapa kesamaan yang dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori
(Atkinson dkk., 1992).
Menurut Atkinson dkk. (1992) terdapat beberapa keuntungan dan kelemahan dari
penggolongan terhadap perilaku abnormal. Keuntungannya antara .lain adalah jika kita

~emukan
jt-,!_c!al?~t .l2eJ:bagai-mfteftm-perilakua1>!lQI:mAI~i1Dg
memilah-milahkannyadengan meJl1i(~{Ci
m~ngelo!Tlpokkan ~~_babyangberhe.aa;Fe..<!a,
individu-individu tersepJJt menurut
kesamaanperilakunya dan kemudian mencari ~esamaan lainnya. Misalnya diagnosis t.~ap

-
~angguan ski~ofr~i'l telah_cu.k!.Jp banyak menunjukkan perilaku seseorang, sehingga
seorangpasien
-- yang memiliki gejala
- serupa dengan pasien lain cfapatoiberikan terapi.t~tu
yang serupa pula bila telah diketahui bahwa cara tersebut ada manfaatnya.
126
Kerugiannya ~dalah di~.12C!ikanny.a.konsepindividual differences, sehingga ciri-ciri
khusus pada pasien diabaikan pula. Klinisi berharap bahwa pasien akan cocokdengan
pengclOmpokan (diagnos'is) tertentu. Penilaian terhadap pasien juga cenderung tidak dapat
membedakan antara perilaku yang muncul dengan individu-nya.

Teknik Klasifikasi. Klasifikasi gangguan jiwa atau yang kemudian dikenal dengan istilah
diagnosis yang digunakan oleh para ahli jiwa di Amerika Serikat adalah Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder, Fourth-Edition atau DSM-IV.
Berdasarkan DSM-IV, diagnosis yang ditegakkan mencakup beberapa hal. Menurut
American Psychiatric Association (1994), diagnosis menurut DSM-IV disebut sebagai
Multitaxial Assessment, diklasifikasikan menjadi 4 aksis, yaitu:

Axis Classification Number of


Classificatiol1

Axis I Clinical Disorders 16


Other Condition That May Be
a Focus of Clinical
Attention

Axis II Personality Disorder 12


Mental Retardation

Axis III General Medical Condition 16


Axis IV Psychological and 9
Environmental Problems

Axis V Global Assessment of scales:


Functioning (GAS) I - 100

Tabel VIII.t. Multitaxial Assessment Menurut APA

Sumber: American Psychiatric Association (1994), diolah.

Di Indonesia yang digunakan adalah PPDGJ (Pedoman Penggolongan dan Diagnosa


Gangguan Jiwa). Diagnosis berdasarkan PPDGJ ini juga ditegakkan berdasarkan Lima
Aksis. Kelima aksis tersebut adalah:

Aksis I & II : seluruhnya dapat dilihat di dalam klasifikasi PPDGJ;


Aksis II gangguan ciri kepribadian tertentu;
Aksis III gangguan fisik;
Aksis IV taraf stres psikososial;
Aksis V taraf tertinggi dari fungsi penyesuaian dalam satu tahun terakhir.

127
C. GANGGUAN KECEMASAN
Gangguan keeemasan meneakup sekelompok gangguan dimana keeemasan merupakan
gejala utamanya, yang be!.ll-Eakecemasan menyeluruh & 8..l!n.E.8uan
panik ataupuQ keeemasan
yang dialami .li~fh1drvidu ~rii§~~ 'mne~endaTIkanp~rilal<u_m11Iadaptif tertentu yang
dIarainInya (phobia ~ gangguan obsesif-kompulsif). Pada bagian berfkut, keempat jenis
keeemasan akan dibahas satu-persatu.

1. Gangguan Kecemasan Menyeluruh dan Gangguan Panik


S~seQrang.'y'angmen-z~\1amigangguan lceeemasan rn~n.yeluruh(generalized anxiety

khawatir ~~~:-d5<rllng
.'. -
disorder) setiap hari hidupnya dalam keadaan tegang. Penderita merasa serba salah atau
-

mgmbe&:i,.reak~iy~~g .bWebihan.terhadap .£tres ~Q&.JiDgan.


,_. -
KeTUhanfisik yang muneul antara lain adalah: tidak tenang, tidur terganggu, kelelahan, sakit
kepala, pening, dan jantung berdebar-debar. Selain itu, penderita terus-menerus
mengkhawatirkan segala maeam masalah yang mungkin terjadi dan sulit sekali untuk
berkonsentrasi atau mengambil keputusan. Jika keputusan diambil, maka yang akan muneul
kemudian adalah kekhawatiran lebih lanjut (Atkinson dkk., 1992).
~ng mengalamU5:~ee":las~n menyeluruh juga dapatmengalarnj serangan
panik (panic attaCK), §uatu keadaan seeara tiba-tiba pen)lD,qe_nK.alLkeprihatinan atau teror
yailiakut dan melu~p-Iuap. Pada saat serangan panik tiba, penderita merasa yakin bahwa
~suatu yangmengeman akan terjadi. Serangan ini umumnya juga ditandai dengan
gejala-gejala fisik seperti: kehabisan nafas, berkeringat, otot-otot bergetar, pusing, dan
rasa muak. Oalam serangan panik ini, penderita takut bahwa dirinya akan mati (Atkinson
dkk., 1992).
Orang y-anK.meJ!gal~mLKa!1gguan .!cyeemaSiJD..haikkecemasan m~!!yell!.rul! maupun
gangguan panik biasanya tidak mengetahui sebabnya meng,ap(i rn~[el5~terc~kamketakutan,
se1i1~as.aniDjQ!§e2\l~ g~~_n_ ";'ll~g~lJnJ2ang<!e!!&anbebas" ,~masan yang tidak
jelas pe~ebabnya: stimulusatauperistiwaapa~(Atkinsondkk., 1992). -
2. Phobia
Gangguan
_. - . -
Phobia memiliki _.karakter
-'-, yang berb~a_
. ... cJ~!!.&.a.!1
~angguan
-----------
menyeluruh dan gangguan panik, karenaperiyebab muneulnya phobia adalah stimulus atau
kecemasan

situasi tertentu yang menurut ~~.~anyak~!1 <?!angadalahbiasa dan-iidak'berbahaya.Penderita


pnobla, Iceiikiimenghadapi stimufiis 'atau peristiwa' tertentu biasanya menyadari bahwa
ketakutannya tidak rasional, tetapi dia tetap merasakan bahwa munculnya kecemasan yang
hanya dapat diredakan apabila dia dapat menghindarinya (Atkinson dkk., 1992).
Sebagian besar dari manusia takut pada ular atau binatang melata lainnya, dokter,
ataupun kematian. Beberapa orang mungkin memiliki phobia tertentu, meski masih dapat
bersikap normal pada hal-hal lain. Oalam taraf yang berat dan serius, dimana phobia
seseorang menjadi kian meluas dan eukup banyak mengganggu aspek kehidupan, maka
phobia dapat berkaitan dengan gangguan obsesif atau kompulsif (Atkinson dkk., 1992).
Beberapa Macam Phobia. Beberapa maeam phobia antara lain adalah (Atkinson dkk.,
1992; Chaplin, 1995):

128
Acrophobia ketakutan pada ketinggian v
Agoraphobia ketakutan pada temp at terbuka V
Clausrtophobia ketakutan pada temp at tertutup v
Hemaphobia ketakutan pada darah ,
Nyctophobia ketakutan pada kegelapan '
Enophobia ketakutan pada orang asing ,...,
Zoophobia ketakutan pada binatang tertentu v
Phobia Sekolah phobia pada anak kecil yang takut berpisah dengan orangtuanya,
karena harus sekolah.,;

3. Gangguan Obsesif-Kompulsif
Penderita
, Gangguan Obsesif.,Kompl!lslf !.l1~rasakan..keterpaksaan berpjkk tentan&.hal-
..-

h<]lyang tidak ingin mere~a £ikirkan atau melaku.kanhal-l1aLyan.g..tidak


mereka inginkiln.
Obsesi m~ruJ2akangangguan terus-menerusdaripikiran at~ubayangallya"-gtidak diinginkan.
Kompulsi adalah desakan yang tidak tertahankan yntu}(me1ak!l~antertentu. Pikiran obsesif
dapat dikaitkan dengan tindakan kompulsif. Misalnya pikiranpenderita tentan& kuman
penyakit, maka perilaku kompulsinyaa.?alah mencuci alat-alat makan berkali-kali sebelum
dipakai atau mencuci koran sebelum dibaca (Atkinson dkk., 1992).
Kita seringkali juga mengalami adanya pikiran yang mencekam dalam taraf yang
normal, seperti misalnya "Apakah kompor tadi telah saya matikan?" atau "Apakah pintu
rumah sudah saya kunci?". Pada penderita Obsesif-Kompulsif, pikiran mencekam dan
desakan untuk melakukan sesuatu telah memenuhi benaknya tetapi tidak dapat
mengendalikannya dengan baik. Penderita ini bisa menjadi cemas jika mencoba menahan
kompulsinya, dan merasa lega begitu tindakannya dilakukan (Atkinson dkk., 1992).

Gambar VIII.t. Kartun Seorang Penderita Kompulsif

Sumber: Atkinson dkk. (1993)

129
D. GANGGUAN AFEKTIF
Gangguan afektif merupaka~gmm past!la(~k~iJ!w:1osi2
atau ~o9d (~asana hati)
seseorang. Penderita gangguan ini dapat mengalami depresi atau manik (kegirangan yang
tidak wajar) afiiUdap-atbergiinlHinantaramanik dan depresif (Atkinson dkk., 1992).
1. Depresi
Setiap orang hampir_pernahmengalami depresi pada saat-saat tertentu, s~pertimisalnya
sedih,~~_n1jpa~a aKfivTtas-apapun
-~skl me~enangk_aI)..Situasi ya~ menjadi
penyebab utama depresi adalah kegagalan di sekolah di tempat kerja, atau kegagalan dalam
hal cinta. Depresi dianggap abnormal ketika depresi tersebut di luar kewajaran dan berlanjut
sampai saat dimana kebanyakan orang sudah dapat pulih kembali (Atkinson dkk., 1992).

Kehidupan Keluarga; Seorang anakberusia 7 tahun mengalami masalah dengan persepsinya.


Gambar yang dibuat menggambarkan situasi keluarga dimana anggota keluarganya
bepergian keluar rumah untuk aktivitas hadan, sehingga satu sama lain menjadi terisolasi.

Gambar VIII.2. Gambar Seorang Anak Penderita Depresi

Sumber: Meyer & Salmon (1984)

- --
Depresi gada orang norm&...d.~.atdiartikan
... "'--"..- . sebagai
_..,~- keadaan--- murungikesedihan, patah
hati, danJ2at'!.h.~emangat)
__ yang
_,.._ ditandai dengan perasaan
0"- .~._ ",. tidik puas, 11]~nurunnya
' .._ aktiyita~,
~~sE!e di.dalam men.ghadaQimasa datang. Sedang'ka.n.~.depr~)ii~~<;;~ra abnormal
dapat diartikan sebagat ketidakmauan yang ekstrim untuk merespons stiIl1ulusdan disertai
menurunnya nilaj qirj, ketidakmampuan, delusi, dan putus asa (Chaplin, 1995).
Penderita depresi tidak mampu mengambil keputusan untuk memulai suatu kegiatan
atau memusatkan perhatiannya kepada sesuatu yang menarik. Dalam taraf yang ekstrim,
penderita dapat disertai adanya kecemasan dan bisajadi mencoba untuk bunuh diri (Atkinson
dkk., 1992).
130
2. Episode Manik
Manik dapat diartikan §eg~~i tingl<.~lJ.ll!k1Lb~ra!!&.keras...Qej1m.k~~~~,
tidak terkontrol,
yang disertai dengan tidakan motorikyangberlebihan dan IJeril~u impul~Jf(Chaplin, 1995).
Dalrrni beberapa Iiii perilaku manik berlawanan dengan depresl. Gangguan ini dapat
dikategorikan lagi menjadi episode manik ringan (hipomania) dan episode parah (mania)
(Atkinson dkk., 1992).
Pada episode ringan, penderita penuh dengan energi, antusias, dan percaya diri. Dia
berbicara tems-menems, berpindah dari satu kegiatan ke kegiatan lain tanpa memikirkan
istirahat yang cukup. Ia juga membuat rencana-rencana besar tanpa diimbangi dengan
pelaksanaannya. Perilaku manik dibandingkan dengan orang normal seringkali lebih
mengekspresikan kebencian daripada kegembiraan.
Pada episode parah (mania), penderita amat bersemangat dan hams selalu aktif. Mereka
dapat melangkah bolak-balik, menyanyi, berteriak, atau memukul-mukul dinding selama
berjam-jam. Jika orang lain akan mengganggu aktivitasnya, maka ia akan marah dan menjadi
ganas. Impuls (termasuk seksual) segera hams diekspresikan dalam bentuk tindakan atau
kata-kata. Penderita ini selain mengalami disorientasi, juga sering mengalami delusi.
3. Gangguan Manik-Depresif
Beberapa individu dapat mengalami manik saja, tetapi kebanyakan individu yang
mengalami episode manik juga mengalami saat-saat depresi. Siklus episodenya dapat
berganti-ganti antara episode manik dengan episode depresif, serta sering menunjukkan
perilaku norma di antara kedua episode tersebut. Gangguan Manik-Depresif seringkali
disebut dengan istilah gangguan bipolar, karena penderita beralih dari satu kutub perasaan
ke kutub perasaan lainnya (Atkinson dkk., 1992).

E. GANGGUAN SKIZOFRENIA
Dalam suatu pertengkaran, Vicent van Gogh pernah melemparkan sebuah gelas absinta
kepada temannya Paul Gaugiun, seorang pelukis asal Perancis. Kemudian Gauguin membawa
pulang seniman gila itu dan menidurkannya. Pada malam berikutnya, van Gogh mendatangi
Gauguin dengan membawa pisau silet. Akan tetapi tiba-tiba ia kembali ke kamarnya. Dan
di situ ia memotong sebagian telinganya (tepatnya pada bagian atas) karena luapan rasa
bersalah. Potongan telinga tadi diberikannya kepada seorang pelacur yang bernama
Rachel. "Jaga baik-baik benda ini, " katanya dalam surat terakhir van Gogh kepada
saudaranya yang ditemukan pada saat van Gogh meninggal dunia. fa menulis, "Nah,
karyaku, aku meresikokan kehidupanku untuknya, pikiranku setengah tenggelamkarenanya"
(Prabowo, 1995).

Fenomena yang dial ami oleh pelukis terkenal dari Belanda, Vincent van Gogh di atas
mempakan fenomena klasikpenderita gangguan skizofrenia. Peristiwa "memotong telinganya
sendiri" sampai sekarang masih menjadi perdebatan sejumlah ahli hingga kini.
Lalu apa yang dimaksud dengan gangguan skizofrenia?

131
1. Pengertian
Skizofrenia adalah satu istilah untuk beberapa gangguan yang ditandai dengan kekacauan
kepribadian, distorsi terhadap realitas, ketidakmampuan untuk berfungsi dalam kehidupan
sehari-hari (Atkinson dkk., 1992), perasaan dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya,
wahamldelusi, dan gangguan persepsi (PPDGJ, 1983).
Gangguan Skizofreniaini terdapat pada semuakebudayaan dan mengganggu di sepanjang
sejarah, bahkan pada kebudayaan-kebudayaan yang jauh dari tekanan modem sekalipun.
Umumnya gangguan ini muncul pada usia yang sangat muda, dan memuncak pada usia antara
25-35 tahun. Gangguan yang muncul dapat terjadi secara lambat atau datang secara tiba-tiba
pada penderita yang cenderung suka menyendiri yang mengalami stres (Atkinson dkk.,
1992).
Berdasarkan hasil penelitian di Eropa dan Asia, maka prevalensi penderita skizofrenia
adalah 0,2% sampai 1%. Semen tara di Indonesia berdasarkan survei di beberapa rumah sakit
adalah 0,05% sampai 0,15% (PPDGJ, 1983).
2. Ciri-ciri Skizofrenia
Penderita Skizofrenia menderita penyakitnya secara cepat atau lambat, dengan gejala-
gejala yang bermacam-macam. Beberapa ciri utama penderita Skizofrenia yang tidak selalu
muncul pada setiap penderitanya antara lain adalah (Atkinson dkk., 1992):
a. Kekacauan Pikiran dan Perhatian
b. Kekacauan Persepsi
c. Kekacauan Afektif
d. Penarikan Diri dari Realita
e. Delusi dan Halusinasi
Kekacauan Pikiran dan Perhatian
Menurut Atkinson dkk. (1992) kekecauan pikiran di sini merupakan kesulitan umum
untuk menyaring stimulus yang relevan.Padakebanyakan orang normal pemusatan perhatian
dapat dilakukan secara efektif.Dariberagamnyainformasiyang masuk, kita dapat menyeleksi
stimulusmanayangrelevan.Sementarapadapenderitaskizofreniakemampuaninimenghilang,
karenajika ia menghadapi banyak stimulus pada waktu yang bersamaan, maka ia sulit untuk
mengambil makna dan menyeleksi masukan-masukan yang beragam terse but.
Ketidakmampuan menyaring stimulus ini ditandai dengan pembicaraan yang tidak berujung
pangkal.
Kekacauan Persepsi
Pada penderita skizofrenia akut seringkali mengalami bahwa dunia tampak berbeda
baginya. Suara terdengar lebih keras, wama terlihat lebih mencolok, dan tubuhnya terlihat
tidak sarna (misalnya tangan tampak lebih panjang atau lebih pendek, kaki sangat panjang,
dan mata tampak keluar dari wajah). Beberapa penderita sudah tidak dapat mengenali dirinya
sendiri di dalam cermin atau melihat bayangannya sendiri seperti bayangan rangkap tiga
(Atkinson dkk., 1992).

132
Kekacauan Afektif
Penderita skizofrenia umumnya tidak dapat memberikan respons emosional yang
normal dan wajar. Mereka seringkali pasif dan tidak responsif terhadap situasi-situasi yang
seharusnya membuat mereka sedih atau gembira. Kadang-kadang mereka mengungkapkan
perasaan yang tidak sesuai dengan situasi atau pikiran yang diungkapkan (Atkinson dkk.,
1992).

Gambar VIII.3. Fragmentasi Persepsi

Gambar ini dibuat oleh seorang wan ita penderita skizofrenia yang mengalami kesu/itan
dalam menghayati wajah sebagai satu keseluruhan

Sumber: Atkinson dkk. (1993)

Penarikan Diri dari Realita


Selama mengalami penderitaan skizofrenia seseorang cenderung menarik diri dari dari
pergaulan dengan orang lain dan cenderung asyik dengan dunianya sendiri (khayalan dan
pikirannya sendiri). Keasyikan dengan diri sendiri tersebut seringkali disebut dengan
autisme. Keasyikan terhadap diri sndiri dapat menjadi amat intens, sehingga penderita
mengalami disorientasi waktu (tidak tahu hari, tanggal, dan bulan) dan disorientasi tempat
(tidak tahu dimana dia berada). Penarikan diri dari realita ini pada penderita yag akut dapat
bersifat sementara. Sedangkan pada penderita kronis, penarikan diri dapat bertahan dan
berkembang sedemikian rupa, sehingga penderita menjadi tidak responsif pada peristiwa-
peristiwa ekstemal, tetap diam dan tidak bergerak selama berhari-hari, serta harus dirawat
seperti bayi (Atkinson dkk., 1992).

133

--- -- -
- -

Gambar VIllA. Gambar Seorang Anak Penderita Autisme

Sumber: Meyer & Salmon (1984)

Delusi dan Halusinasi


Delusi adalah suatu perasaan keyakinan atau kepercayaan yang keliru, yang tidak dapat
diubah lewat penalaran atau dengan disajikannya fakta-fakta. Delusi yang sifatnya menetap
dan sistematis akan berakibat menjadi abnormal (Chaplin, 1995). Delusi pada penderita
skizofrenia berupa keyakinan bahwa kekuatan eksternal mencoba mengendalikan pikiran
dan tindakannya.Delusitersebutjuga meliputikeyakinanbahwapikirannyadapat dipancarkan
pada dunia sekelilingnya, sehingga merasa bahwa pikiran-pikirannya dapat diketahui oleh
sekelilingnya (Atkinson dkk., 1992).
Beberapajenis delusi pada penderita skizofrenia antara lain adalah delusi paranoid dan
waham kebesaran. Delusiparanoid atau delusi persekusi adalah adanya keyakinan penderita
bahwa ada orang atau kelompok tertentu mengancam atau secara diam-diam merencanakan
akan melawan penderita. Sementara waham kebesaran adalah keyakinan bahwa dirinyalah
yang kuat atau yang terpenting (Atkinson dkk., 1992).
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan yang keliru atau palsu, dimana penderita
menghayati gejala-gejala yang dikhayalkan sebagai hal yang nyata. Halusinasi adakalanya
dialami juga oleh orang normal (Chaplin, 1995). Pada penderita skizofrenia, delusi bisa
berdiri sendiri maupun berkaitan dengan halusinasi. Halusinasi pada penderita skizofrenia
bisa secara auditoris, visual, maupun sensoris. Halusinasi auditoris biasanya merupakan
suara-suara yang mengatakan kepada penderita tentang sesuatu yang harus dilakukannya.

134
Halusinasi visual adalah keyakinan melihat suatu objek tertentu yang tidak biasa, misalnya
melihat makhluk aneh atau malaikat. Sementara halusinasi sensoris tidak banyak terjadi,
misalnya keyakinan bahwa terdapatbau busukyang terpancar dari tubuh penderita (Atkinson
dkk., 1992).

3. Tipologi Skizofrenia
Menurut Baron (1989) Skizofrenia dapat dikategorikan lagi menjadi empat yaitu:
Disorganized Schizofrenia, Paranoid Schizofrenia, Catatonic Schizofrenia, & Undifferenti-
ated Schizofrenia. Masing-masing tipe Skozofrenia tersebut akan dijabarkan berikut ini:
Disorganized Schizofrenia
Disorganized Schizofrenia seringkali disebut dengan istilah Skizofrenia Hebefrenik
(kacau), dimana ciri yang menonjol adalah ketololan dan inkoherensi. Para penderita
seringkali tertawa atau menangis keras-keras untuk sebab yang tidak jelas dan berceloteh
tanpa makna dalam beberapajam. Beberapa di antaranya kadang-kadang mengalami delusi
dan halusinasi, meski kabur dan tidak jelas (Baron, 1989).
Paranoid Schizofrenia
Pada tipe ini, penderita mengalami delusi persekusi, yaitu adanya keyakinan melihat
orang-orang berkomplotan untuk merusak atau menyerang penderita dimana saja berada.
Mereka juga mengalami waham kebesaran. Dari kedua delusi tersebut, delusi penderita
makin terinci dan sistematis, sehingga pada suatu titik tertentu penderitaannya tersebut
seperti suatu alur dalam novel (Baron, 1989).
Catatonic Schizofrenia
Penderita skizofrenia katatonik banyak mengalami kejadian-kejadian aneh dan ganjil
(bizzare) secara menyeluruh. Penderita ini menunjukkan salah satu perilaku dari "dingin"
(beku total) atau justru mudah sekali terangsang. Seringkali mereka berada di antara kedua
sifat tersebut. Misalnya duduk seperti orang lumpuh untuk beberapa waktu yang lama,
kemudian secara tiba-tiba diinterupsi dengan suatu tindakan tertentu.Tipe ini merupakan tipe
skizofrenia yang jarang terjadi (Baron, 1989).
Undifferentiated Schizofrenia
Skizofreniajenis iniadalahbagipenderitayang tidakdapat dikategorikanpada skizofrenia
tipe yang lain, termasuk di dalamnya skizofrenia yang menunjukkan adanya gangguan pada
pikiran, persepsi, emosi, meski tidak terlihat aneh pada tipe yang lainnya (Baron, 1989).

F. GANGGUAN KEPRIBADIAN
Gangguan Kepribadian adalah pola-pola perilaku maladaptif yang sifatnya kronis, dan
sepenuhnya tidak merasakan bahwa dirinya mengalami gangguan (Meyer dan Salmon,
1984). Beberapa ciri lain penderita gangguan kepribadian antara lain adalah: kepribadian
rnenjadi tidak fleksibel, tidak wajar atau tidak dewasa dalarn menghadapi stres atau di dalam

135

- -
memecahkan masalah. Mereka umumnya tidak kehilangan kontak dengan realitas dan tidak
menunjukkan kekacauan perilaku yang mencolok seperti pada penderita skizofrenia. Penderita
ini biasanya dialami oleh para remaja dan dapat berlangsung sepan jang hidup (Atkinson dkk.,
1992). Beberapa bentuk gangguan kepribadian antara lain adalah Narsistis, Kepribadian
Tergantung, dan Kepribadian Antisosial.
Narsistis
Narsistik atau cinta pada diri sendiri digambarkan sebagai orang yang memiliki rasa
kepentingan diri yang melambung dan dipenuhi dengan khayalan-khayalan sukses, selalu
mencari puj ian dan perhatian, serta tidak peka terhadap kebutuhan orang lain, malahan justru
seringkali mengeksploitasinya (Atkinson dkk., 1992).
Kepribadian Tergantung
Kepribadian tergantung atau dependent personality disorder ditandai dengan adanya
orientasi hidup yang j2asif, tidak mampu mengambil keputusan atau menerima tanggung
jawab, cenderung/men~kan diri sendiri, dan selalu berharap memperoleh dukungan
orang lain (AtkiJ}sondkk., 1992).
Kepribadian Antisosial
Daribeberapajenis gangguankepribadian,kepribadianantisosial ataupsikopath agaknya
yang paling sering dikaji dan diagnosisnya paling handal. Para penderita umumnya hanya
sedikit sekali memiliki tanggungjawab, moralitas, dan perhatian kepada orang lain. Perilaku
mereka hampir seluruhnya ditentukan oleh kepentingan mereka sendiri. Mereka tidak
terbiasa menggunakan hati nuraninya. Jika pada orang yang normal menyadari bahwa suatu
"kesenangan" pada usia muda terkadang harus bisa ditunda untuk kepentingan orang lain,
maka tidak demikian halnya dengan penderita psikopath, yang cenderung hanya
memperhatikan kemauannya sendiri.Perilakunya impulsif,segeramemuaskan keinginannya,
dan tidak dapat menahan frustrasi (Atkinson dkk., 1992).
Kepribadian Antisosial sebenamya merupakan istilah yang tidak tepat, karena ciri-ciri
penderitanya tidak menggambarkan perilaku atau tindakan antisosial. Perilaku antisosial
disebabkan oleh beberapa hal, termasuk di dalamnya menjadi anggota gang atau tindakan
kriminal, kebutuhan akan status dan perhatian, hilangnya kotak dengan realita, dan
ketidakmampuan mengendalikan impuls. Kebanyakan kenakalan remaja yang disertai
dengan kriminalitas berkaitan dengan kepentingan keluarga (ekonomi) atau kepentingan
kelompok (gang). Sementara pada kepribadian antisosial hampir tidak berperasaan dan
agaknya tidak merasa bersalah dan mau menyesalinya, meski tindakan yang mereka lakukan
menyakitkan orang lain (Atkinson dkk., 1992).
Dua ciri yang paling umum penderita kepribadian antisosial adalah tidak dimilikinya
rasa cinta (empati kurang, tidak setia) dan perasaan bersalah atau guilty feeling (Atkinson
dkk., 1992).

136
G. GANGGUAN PENYALAHGUNAAN OBA T DAN ALKOHOLISME
Sebelummembahasmengenaigangguanpenyalahgunaanobatdangangguanalkoholisme,
ada baiknya kita bahas terlebih dahulu adiksi dan habituasi yang akan banyak terjadi pada
penderita penyalahgunaan obat dan alkoholisme.

Adiksi dan Habituasi Adiksi atau kecanduan/ketagihan adalah keadaan bergantung secara
fisik pada suatujenis obat bius. Pada umumnya kecanduan tersebut akan menambah toleransi
terhadap obat bius, ketergantungan fisik, dan ketergantungan psikologis (Chaplin, 1995).
Ketergantungan psikologis itulah yang kemudian disebut sebagai habituasi. Keadaan adiksi
biasanya ditandai dengan adanya toleransi, penambahan dosis secara terus-menerus untuk
mendapatkan dampak yang sarna, dan withdrawal atau penarikan diri dari masyarakat
apabila pemberian obat bius tersebut dihentikan (Atkinson dkk., 1992; Chaplin, 1995).
Habituasi (ketergantungan psikologis) mengacu kepada kebutuhan yang berkembang
melalui belajar. Orang yang terbiasa menggunakan obat untuk meredakan kecemasannya
dapat menjadi kecanduan pada obat tertentu, meski tidak terdapat adanya kebutuhan secara
fisiko Misalnya para pemain sepakbola yang menggunakan obat-obatan tertentu untuk
mengurangi rasa sakit akibat cedera kaki, akan ketagihan dalam pemakaian obat-obat
tersebut meski ia tidak mengalami cedera lagi.
Baik adiksi maupun habituasi tersebut dapat terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi
alkohol, obat bius, dan narkotika (Atkinson dkk., 1992).

1. Penyalahgunaan Obat (Drug Abuse)


Menurut Chaplin (1995) penyalahgunaan obat (dalam hal ini adalah obat bius) adalah
penggunaan obat bius sampai derajat sedemikian rupa, sehingga mengakibatkan rusaknya
kemampuan penyesuaian diri secara sosial, kesehatan secara fisik dan mental. Semen tara
kecanduan obat bius (drug addiction) adalah penggunaan obat bius sebagai kebiasaan yang
disertai dengan ketergantungan psikologis dan fisiologis.

2. Penggolongan Obat Bius


Obat bius biasanya digolongkan dalam beberapa bagian: Obat Penawar, Opiate Narcot-
ics, Stimulans, Obat Penenang, dan Halusinogen. Penggolongan obat bius yang disertai
dengan pengaruh yang ditimbulkan bagi penggunanya akan dibahas berikut ini (Chaplin,
1995).

Obat Penawar
Obat penawar mencakup alkohol, barbiturate/obat bius tidur (phenobarbital, nembutal,
seconal), hidrat khloral, dan bromidal. Secara medis obat penawar ini digunakan untuk
merangsangistirahat,relaksasi,tidur,mengurangi/menghilangkankecemasan,dan meredakan
kejang-kejang atau ketegangan. Ketergantungan penderita dapat secara fisiologis maupun
psikologis disertai konsumsi yang makin parah, sehingga menyebabkan toleransi dan
ketergantungan silang dengan obat-obat lain yang sejenis, serta adanya dampak potensial

137
(potential effect), yang ditandai dengan satu jenis obat bius justru akan menonjolkan
pengaruh pada obat bius lainnya yang sejenis.
Opiate Narcotics
Opiate Narcotics mencakup obat bius seperti candu/opium, morfin, kodein, serta obat
sintetis seperti demeroldan methadon.Obat biusjenis ini dapat menimbulkankeadaan euforia
(perasaan senang dan keenakan), rasa muak, rasa kantuk, apati, dan letargi (kelesuan). Secara
medis obat jenis morfin, kodein, dan demerol dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit.
Ketergantungan psikologis pada pecandu obat-obatanjenis ini akan menjadi amat kuat
dan sukar untuk disembuhkan. Sementara ketergantungan secara fisiologis paling kuat
pengaruhnya adalah dari jenis heroin, yang berdampak terhadap masalah sosial yang serius
(pengasingan diri).
Stimulans
Stimulans (obat perangsang) yang paling umum digunakan adalah nikotin, kafein,
amphetamine (benzedrine,dexedrine, dan mathadrine), dan kokain. Nikotin (pada tembakau)
dan kafein (pada kopi dan teh) dipakai secara umum dan luas oleh masyarakat. Beberapa ahli
berpendapat bahwa tingkat ketergantungan pada nikotin dan kafein terdapat pada para
pecandu obat-obatan lain jenis ini.
Amphetamine banyak digunakan untuk mengobati narkolepsi, depresi, obesitas, dan
anak hiperaktif. Obat ini memiliki efek menenangkan, menekan atau menghilangkan rasa
lapar (bagi kegemukan), bertambahnya kesiagaan, insomnia, dan euforia. Penggunaan
secara kronis akan memberikan efek lekas tersinggung dan marah, berkurangnya bobot
badan, agitasi (mudah gelisah, bingung, bergejolak, dan terhasut) reaksi paranoid, dan
pengasingan diri.
Obat Penenang (Tranquilizers)
Obat penenang mencakup perantara anti psikotik (chloromazine, reserpine, dan garam
lithium) dan obat anti kecemasan (valium, miltown, dan equanil). Obat jenis ini berfungsi
untuk mengurangi atau menghilangkan ketegangan, menekan delusi dan halusinasi, dan
menyembuhkan gejala-gejala psikosis. Obat jenis ini banyak digunakan di RSJ, dan dalam
taraf yang ringan digunakan juga di masyarakat luas dengan resep dokter bagi penderita
gejala psikosis yang masih ringan.
Halusinogen (Psychedelics)
Halusinogen mencakup LSD (lysergicacid diethymide), mescaline (dari kaktus peyote),
psilocybin (dari jamur Mexico), hashish (dari rami-rami Indian), dan marijuana (dari
Canabis sativa). Obat halusinogen dapat menimbulkan atau mempertinggi gambaran-
gambaran visual, meningkatkankesadaransensorisdankecemasan, terganggunyakoordinasi,
dalam beberapa kasus menimbulkan perasaan yang tergantung. Secara medis penggunaan
obat ini hanya untuk penelitian eksperimen belaka. Sementara pada masyarakat luas, karena

138
kemudahan diperolehnya menyebabkan penggunaannya tidak dapat dikendalikan, terutama
dari jenis marujiana, yang dapat menimbulkan reaksi mirip psikosis berupa halusinasi.
3. Alkoholisme
Alkoholisme dapat diartikan sebagai kekacauan dan kerusakan kepribadian yang
disebabkan karena nafsu untuk minum yang bersifat kompulsif, sehingga penderita akan
rninum rninuman beralkohol secara berlebihan dan dijadikan kebiasaan (Chaplin, 1995).
Pengertian alkoholisrne tersebut juga mencakup tidak dapat dikendalikannya kernampuan
berpantang atau adanya perasaan tidak dapat hidup tanpa minurn (Atkinson dkk., 1992).
4. Tahapan dalam Alkoholisme
Penderita Alkoholisme umumnya melewati empat tahap yang meliputi: Pra Alkoholik,
Prodormal, Gawat, Kronis (Atkinson dkk., 1992).
a. Pra Alkoholik
Patahap ini individu minum-rninum bersarna-sama ternan sebayanya dan terkadang
minum agak banyak untuk meredakan ketegangan dan rnelupakan masalah yang
dialaminya. Minum dalam jurnlah yang banyak makin sering, dan pada saat rnencapai
kemelut, individutersebut menarnbahjumlah minumannyauntuk mendapatkan pengaruh
alkohol yang dianggapnya rnembantu.
b. Prodormal
Pada tahap ini individu minum secara sembunyi-sembunyi. Ia masih tetap sadar dan
relatif koheren tetapi kemudian tidak lagi dapat mengingat kejadian-kejadian yang
pernah dialaminya. Ia merasa asyik dengan minuman keras dan menyesalkan hal itu,
tetapi selalu gelisah kapan dan dimana ia akan memperoleh minuman berikutnya.
c. Gawat
Pada tahap ini, semuakendali hilang. Penderita akan minum dan rnelanjutkannya sampai
pingsan atau sakit. Pergaulan sosial rnenjadi makin buruk dan ia terang-terangan
melakukannya di hadapan keluarga, teman-teman atau di kantor. Penderita pada tahap
ini mulai minum pada pagi hari, lalu minum terus-rnenerus sampai berhari-hari tanpa
mengindahkan aturan makannya. SeWaktu-waktuia dapat "berpuasa minurn" (selama
berminggu-minggu sarnpai berbulan-bulan), akan tetapi begitu ia minum, maka pola
keseluruhannya akan dimulainya lagi. Sebutan "gawat" diberikan karena jika ia tidak
mendapat pertolongan, maka ia akan beranjak menjadi pecandu alkohol yang kronis.
d. Kronis
Pada tahap ini hidup penderita hanya untuk minum, minum terus-menerus tanpa
berhenti. Kondisi tubuhnya sudah terbiasa dengan alkohol, sehingga ia mengalami
gejala-gejala penarikan diri tanpa alkohol dan gejala-gejala gangguan fisiologis. Orang
ini sudah tidak memperhatikan penampilan diri dan hubungan sosialnya, sehingga
hidupnya berkeliaran di jalan-jalan.

139

-- --
LATIHAN SOAL
1. lndikator-indikatorapayang dapat dijadikan ukuran untuk membedakan orang yang
berperilaku normal dan orang yang berperilaku abnormal?
2. Apa perbedaan antara psikosis dengan neurosis?
3. Gejala-gejala apa yang menandai berkembangnya kecemasan menyeluruh menjadi
serangan panik?
4. Terdapat beberapa jenis phobia, sebutkan tiga di antaranya!
5. Ciri-ciri apa yang menandainya berkembangnya gangguan dan obsesifmenjadi obsesif-
kompulsif!
6. Sebutkan dan jelaskan secara singkat beberapa gangguan afeksi!
7. Sebutkan beberapa ciri utama dari Skizofrenia!
8. Apa bedanya delusi dengan halusinasi!
9. Apa yang dimaksud dengan:
a. SkizofreniatipeParanoid
b. Skizofrenia tipe Katatonik.
10. Sebutkan dan jelaskan secara singkat beberapa gangguan kepribadian!

140
Bab9 BeberapaBentukTerapiAbnormalitas

Pada bab ini akan dibahas mengenai:


A. Kesehatan Mental dan Sejarahnya
B. Terapi-terapi Medis
Penggunaan Obat-obatan
Electroconvulsive Therapy (ECT)
Bedah Syaraf (Psychosurgery)
C. Psikoterapi
D. Psikoanalisis
E. Terapi EksistensiallHumanistik
Client-Centered Therapy
D. Terapi Perilakuan
Desensitisasi Sistematis
Pelatihan Asertif
LATIHAN SOAL

A. KESEHATAN MENTAL DAN SEJARAHNYA


Anggapan lama di Cina, Mesirmaupun Yahudi kuno mengenai seseorang yang mengalarni
gangguanjiwa adalah karena dikuasai oleh rohjahat, yang dapat disembuhkan dengan doa,
mantera, sihir, dan penggunaan obat-obatan alami tertentu. Jika cara pengobatan ini tidak
dapat menyembuhkan, maka langkah berikutnya adalah upaya agar roh jahat tersebut tidak
kerasan hidup di dalam tubuh penderita. Cara yang dilakukan terkadang ekstrim, yaitu
_

dengan cara mencambuk, membiarkan lapar, atau melemparinya dengan batu sampai
penderita meninggal dunia (Atkinson dkk., 1993).
Kemajuan pemikiran dalam upaya menyembuhkan penderita gangguan jiwa adalah
ketika Hippocrates, seorang dokter Yunani Kunomenolak anggapan bahwa adanya rohjahat.
Ia berpendapat bahwa gangguan terjadi karena adanya kekacauan ketidakseimbangan cairan
dalam tubuh penderita. Hippocrates dan beberapa pengikutnya (para dokterdari Yunani dan
Romawi) mengajukancara penyembuhanyang lebihmanusiawi.Mereka lebihmementingkan
lingkungan yang menyenangkan, olah raga, aturan makan yang teratur, pijat/mandi yang
menyejukkan; di samping beberapa pengobatan yang kurang menyenangkan seperti:

141
mengeluarkan darah, penggunaan obat pencahar, dan pengekangan mekanis (Atkinson dkk.,
1993).
Perkembangan yang telah dimulai oleh Hippocrates dan kawan-kawannya tersebut
sayangnya tidak diikuti dengan perkembangan lebih lanjut, sehingga pada abad pertengahan
kemudian berkembang lagi adalah cerita takhayul primitif dan adanya key akin an ten tang
setan. Para penderita gangguan jiwa dianggap berada dalam kelompok setan yang memiliki
kekuatan gaib untuk dapat menimbulkan bencana dan kecelakaan bagi orang lain. Mereka ini
lalu diperlakukan secara kejam, karena adakeyakinan bahwa dengan memukul, membuatnya
lapar, dan menyiksa, setan yang merasuk di dalamnya yang akan menderita. Kekejaman ini
memuncak pada abad ke-15, 16, dan 17, karena pada masa itu sedang berlangsung pengadilan
ilmu sihir yang akhirnya menghukum mati ribuam penderita (Atkinson dkk., 1993).

Lahirnya Rumah Sakit Jiwa


Pada akhir abad pertengahan, banyak rumah sakit didirikan untuk menanggulangi para
penderita penyakit jiwa. Rumah sakit ini bukanlah merupakan pusat perawatan dan
penyembuhan, melainkan merupakan semacam penjara dimana para penghuninya dirantai di
dalam sel yang gelap dan kotor, serta diperlakukan secara tidak manusia wi (seperti binatang).
Pada tahun 1792 ada kabar menggembirakan ketika Phillipe Pinel ditempatkan pada
sebuah rumah sakit jiwa di Paris. Pinel membuat semacam eksperimen dengan cara melepas
rantai yang mengikat penderita. Di luar dugaan orang-orang yang skeptis, yang menganggap
Pinel gila karena keberaniannya melepas rantai "binatang" tersebut, percobaan Pinel justru
menun jUkkan hasil yang lebih baik. Ketika akhirnyadilepas dari kekangannya, lalu ditempatkan
di tempat yang bersih dan bercahaya, diperlakukan dengan baik, banyak penderita yang
dulunya dianggap tidak dapat disembuhkan memperlihatkan kemajuan yang pesat sehingga
akhirnya diperbolehkan untuk meninggalkan rumah sakitjiwa (Atkinson dkk., 1993).
Pada awal abad ke-20, dicapai kemajuan besar dalam bidang obat-obatan dan psikologi.
Pad a tahun 1905, gangguan fisik yang dikenal sebagai general paresis terbukti memiliki
penyebab yang sifatnya fisik, yaitu infeksi sifilis yang diderita sebelum timbulnya gejala
gangguan terse but. General paresis ditandai dengan adanya penurunan fungsi mental dan
fisik seseorang secara lambat, perubahan kepribadian, serta adanya delusi dan halusinasi.
Tanpa pengobatan para penderita penyakit ini akan meninggal dalam beberapa tahun. Pada
masa itu, general paresis merupakan lebih dari 10% penyebab timbulnya penyakit jiwa,
namun pada saat ini hanya sedikit kasus yang dilaporkan berkat efektivitas penisilin sebagai
obat untuk menyenbuhkan sifilis (Dale dalam Atkinson dkk.' ] 993).
Penemuan general paresis tersebut meyakinkan paraahli bahwa penyakit jiwa berpangkal
pada gangguan biologis. Sementara itu pada saat yang hampir bersamaan dua orang ahli yang
berbeda juga telah meletakkan dasar pijakan yang penting. Sigmund Freud dan para
pengikutnya meletakkan dasar pemahaman penyakit jiwa sebagai gangg{,1anyang berkaitan
dengan faktorpsikologis, semen tara Ivan Pavlov telah berhasil menunjukkan bahwa binatang
dapat terganggu secara emosional bila dipaksa mengambil keputusan di luar kemampuan
mereka (Atkinson dkk., 1993).

142
Kemajuan-kemajuan pengetahuan di atas agaknya tidak mempengaruhi pandangan
masyarakat, bahwa rumah sakitjiwa itu adalah sesuatu yang horor dimana para penghuninya
dihinggapi rasa takut. Adalah Clifford Beers, mantan penderita gangguan manik depresif
sehingga pemah dirumahsakitkan selama 3 tahun. Selama perawatannya di rumah sakitji wa,
Beers memang tidak lagi mendapat perlakuan dirantai dan disiksa, akan tetapi karena
penderitaannya ia pemah memakai baju pengikat (straitjacket) untuk mengendalikan
pemberontakannya. Kurangnya dana pada rumah sakit jiwa pada umumnya menyebabkab
suatu rumah sakit jiwa menjadi penuh sesak dengan barak-barak, makanan dengan gizi
rendah, serta para pembezoek yang tidak simpatik;kesemuanya itu menyebabkan rumah sakit
jiwa menjadi sesuatu tempat yangjauh dari menyenangkan.Setelah sembuh, Beermenuliskan
semua pengalamannya di rumah sakitjiwa tersebut dalam buku yang terkenal pada waktu itu:
A Mind That Found Itself (1908). Beers tiada henti-hentinya bekerja untuk mendidik
masyarakat tentang penyakit jiwa serta membantu mengorganisasi Komite Nasional untuk
Kesehatan Jiwa. Pada tahun 1950, organisasi ini lalu bergabung dengan dengan dua
kelompok lain untuk membentuk Asosiasi Nasional Kesehatan Jiwa. Gerakan ini temyata
berpengaruh besar pada pencegahan dan pengobatan gangguan jiwa.

B. TERAPI-TERAPI MEDIS
Dalam upaya untuk menyembuhkan gangguan perilaku atau abnormalitas, maka para
terapsi yang berlatar belakang medis, umumnya menggunakan terapi obat-obatan, kejutan
eIektrokonvulsif, dan pembedahan saraf. Berikut ini akan dibahas ketiga bentuk terapi medis
tersebut.

1. Penggunaan Obat-obatan
Terapi obat-obatan merupakan terapi yang paling efektif di antara terapi medis lainnya,
terutama dalam mengubah suasana hati (mood) dan perilaku. Obat-obatan sebagaimana telah
dibahas pada bab terdahulu dapat digolongkan menjadi: Obat Penawar, Opiate Narcotics,
Stimulans, Obat Penenang, dan Halusinogen.
Dari beberapa jenis obat bius di atas, yang umumnya digunakan antara lain adalah Obat
Penenang (Tranquilizers) yang berfungsi sebagai obat anti kecemasan dan anti psikosis, dan
beberapa dari jenis Stimulans sebagai anti depresi.
Terapi obat-obatan pada mulanya ditemukan pada tahun I950-an, ketika beberapa
penderita skizofrenia menunjukkan kemajuan. Mereka yang tidak tenang dan meronta-ronta
tidak lagi harus dikekang denganjaket pengekang, delusidan halusinasijuga dapat dikurangi,
sehingga penderita menjadi responsif dan fungsional. Barak-barak rumah sakitjiwa menjadi
lebih rapi, karena penderita dapat segera dipulangkan. Beberapa tahun kemudian, penemuan
obat-obatan anti psikosis dan anti depresi menimbulkan dampak serupa dan amat
menguntungkan rumah sakit jiwa pada masa itu.
2. Electroconvulsive Therapy (ECT)
Electroconvulsive Therapy (ECT) adalah suatu terapi berupa aliran listrik ringan yang
dialirkan ke dalam otak untuk menghasilkan suatu serangan yang serupa dengan serangan

143
epilepsi. Terapi ini kemudian dikenal juga dengan istilah terapi electroshock. ECT ini amat
populer pada tahun 1940sampai 1960-an, sebelum obat-obatan anti psikosis dan anti depresi
ditemukan. Pada saat ini ECT hanya digunakan pada penderita depresi berat, jika penderita
tidak dapat diobati dengan terapi obat.
ECT menjadi perdebatan yang kontroversial karena beberapa alasan. Pada masa awal
populemya ECT, penggunaannya tidak pandang bulu untuk mengobati berbagai gangguan
perilaku seperti alkoholisme dan skizofrenia. Hasilnya pun dipertanyakan oleh beberapa
kalangan. Pada saat ini ECT merupakan pengalaman yang menakutkan bagi penderita.
Penderita seringkali tidak bangun untuk beberpa waktu yang lama setelah aliran listrik
dialirkan ke dalam tubuhnya, mengalami ketidaksadaran sementara, serta seringkali juga
menderita kerancuan pikiran dan kehilangan ingatan setelah itu. Adakalanya, kekejangan
otot akan menyertai serangan otak yang menyebabkan terjadinya cacat fisik pada penderita.
Pada saat ini, ECT tidak begitu menyakitkan dan lebih manusiawi. Pasien pada mulanya
diberi obat bius ringan dan kemudian disuntik dengan penenang otot. Aliran listrik sangat
lemah dialirkan ke otak melalui kedua pelipis atau pada pelipis yang mengandung belahan
otak yang tidak dominan. Aliran listrik ringan tersebut dibutuhkan untuk menghasilkan
serangan otak, yang berfungsi terapis, dan bukan karena serangan listriknya. Penenang otot
berfungsi mencegah kekejangan otot tubuh dan kemungkinan terjadinya luka. Setelah itu
penderita bangun beberapa menit dan tidak mengingat apa-apa tentang pengobatan yang baru
saja dilakukan. Kerancuan pikiran dan hilangnya ingatan hampir tidak terjadi, karena aliran
listrik hanyadiberikan pada belahan otak yang tidakdominan. Umumnyapenderita mendapat
enam kali ECT dalamjangka waktu dua minggu (Atkinson dkk., 1993).
3. Bedah Syaraf (Psychosurgery)
Pada bedah syaraf cara yang dilakukan adalah dengan merusak area tertentu dengan
memotong serabut syaraf atau dengan penyinaran ultrasonik. Yang paling sering adalah
rusaknya serabut yang yang menghubungkanfrontallobe dengan sistem limbik atau dengan
area hipothalamus tertentu. Sistem limbik dan hipothalamus memang memainkan peran
penting di dalam emosi.
Terapi ini juga merupakan prosedur yang kontroversial, karena memiliki beberapa efek
yang negatif. Bedah syarafdengancara terdahulutemyata memilikiefek penderita berperilaku
santai dan ceria, sehingga tidak lagi bersifat agresif dan terganggu pikiran akan bunuh diri.
Akan tetapi otak mereka begitu rusaknya, sehingga tidak dapat lagi berfungsi secara efisien.
Sementara teknik bedah syaraf modem agaknya memiliki efek terganggunya intelektual
penderita, terutamajika diberikan untuk mengobati depresi berat atau rasa sakit yang hebat.
Teknik bedah syaraf inijuga belum terbukti efektifuntuk mengatasi skizofrenia dan obsesif-
kompulsif.

c. PSIKOTERAPI
Psikoterapiadalahperawatandanpenyembuhanterhadapgangguandan penyakitjiwa
dengancarayanglebihpsikologisdaripadafisiologismaupunbiologis.Istilahini mencakup

144
beberapa macam teknik yang kesemuanya itu dimaksudkan untuk membantu individu yang
emosinya terganggu, sehingga mereka dapat mengembangkan cara yang lebih bermanfaat
dalam menghadapi orang lain. Terdapat beberapa perbedaan teknik yang digunakan di dalam
psikoterapi. Meski demikian, teknik-teknik dalam psikoterapi kebanyakan memiliki ciri
yang sarna, yaitu adanya komunikasi antara klien (penderita) dengan terapi. Klien didorong
untuk dapat mengungkapkan rasa takut, emosi, dan pengalaman-pengalamannya yang tidak
menyenangkan secara bebas tanpa ada rasa takut dan malu dicemooh oleh terapisnya. Di lain
pihak, seorang terapis juga harns memiliki simpati dan empati, serta mencoba membantu
klien mengembangkan cara efektif untuk menangani masalahnya (Atkinson dkk., 1993).
Terdapat banyak sekali teknik atau metode psikoterapi akan tetapi beberapa teknik yang
sudah banyak digunakan adalah Psikoanalisis, Terapi EksistensialIHumanistik, dan Terapi
Perilakuan.
Obat-obatan

Terapi ECT (Electroconvulsive Therapy)


Medis
-f Bedah Syaraf
(Psychosurgery)

Terapi

Psikoanalisis*

HumanistiklEsistensial*

Perilakuan*

Psiko Gestalt
terapi
Analisis Transaksional

Rasional-Emotif

Realitas

Gambar IX.t. Beberapa Jenis Terapi


D. PSIKOANALISIS
Dasar dari terapi psikoanalisis adalah konsep dari Sigmund Freun dan beberapa
pengikutnya. Tujuan dari psikoanalisis adalah menyadarkan individu dari konflik yang tidak
disadari serta mekanisme pertahanan (defense mechanism) yang digunakan untuk

145
mengendalikan kecemasan. Apabila motif dan rasa takut yang tidak disadari telah diketahui,
maka hal-hal tersebut dapat diatasi dengan cara yang lebih rasional dan realistis
Dalam bentuknya yang asli, terapi psikoanalisis bersifat intensif dan panjang lebar.
Terapis dan klien umumnya bertemu selama 50 menit beberapa kali dalam seminggu sampai
beberapa tahun. Oleh karena itu agar dapat lebih efisien, maka pertemuan dapat dilakukan
dengan pembatasan waktu dan penjadwalan waktu yang tidak terlalu sering (Atkinson dkk.,
1993).

Teknik. Teknik-teknik dalam Psikoanalisis disesuaikan untuk meningkatkan kesadaran,


memperoleh pemahaman intelektual atas tingkah laku klien, serta untuk memahami makna
dari beberapa gejala. Kemajuan terapeutik diawali dari pembicaraan klien ke arah katarsis,
pemahaman, hal-hal yang tidak disadari, sampai dengan tujuan pemahaman masalah-
masalah intelektual dan emosionaI. Untuk itu diperlukan teknik-teknik dasar psikoanalisis,
yaitu: Asosiasi Bebas, Penafsiran, Analisis Mimpi, Resistensi, dan Transferensi (Corey,
1995).
Asosiasi Bebas
Asosiasi Bebas merupakan teknik utama dalam psikoanalisis. Terapis meminta klien
agarmembersihkan pikirannyadari pikiran-pikiran dan renungan-renungan sehari-hari, serta
sedapat mungkin mengatakan apa saja yang muncul dan melintas dalam pikiran. Cara yang
khas adalah dengan mempersilakan klien berbaring di atas balai-balai sementara terapis
duduk di belakangnya, sehingga tidakmengalihkan perhatian klienpada saat-saat asosiasinya
mengalir dengan bebas (Corey, 1995).

Gambar IX.2. Cara Untuk Mencapai Teknik Asosiasi Bebas

Sumber: Morgan dan King (1976)

146
Asosiasi bebas merupakan suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman
masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatis masa lalu,
yang kemudian dikenal dengan katarsis. Katarsis hanya menghasilkan perbedaan sementara
atas pengalaman-pengalaman menyakitkan pada klien, tetapi tidak memainkan peran utama
dalam proses treatment (Corey, 1995).
Penafsiran (Interpretasi)
Penafsiran merupakan prosedur dasar di dalam menganalisis asosiasi bebas, mimpi-
mimpi, resistensi, dan transferensi. Caranya adalah dengan tindakan-tindakan terapis untuk
menyatakan, menerangkan, dan mengajarkan klien makna-makna tingkah laku apa yang
dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi, dan hubungan terapeutik itu
sendiri. Fungsi dari penafsiran ini adalah mendorong ego untuk mengasimilasi bahan-bahan
baru dan mempercepat proses pengungkapan alam bawahsadar secara lebih lanjut.Penafsiran
yang diberikan oleh terapis menyebabkan adanya pemahaman dan tidak terhalanginya alam
bawah sadar pada diri klien (Corey, 1995).
Analisis Mimpi
Analisis mimpi adalah prosedur atau cara yang penting untuk mengungkap alam bawah
sadar dan memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area masalah yang tidak
terselesaikan. Selama tidur, pertahanan-pertahanan melemah, sehingga perasaan-perasaan
yang direpres akan muncul ke permukaan, meski dalam bentuk lain. Freud memandang
bahwa mimpi merupakan "jalan istimewa menuju ketidaksadaran", karena melalui mimpi
tersebut hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan tak sadar dapat diungkapkan.
Beberapa motivasi sangattidakdapatditerimaoleh seseorang,sehinggaakhimya diungkapkan
dalam bentuk yang disamarkan atau disimbolkan dalam bentuk yang berbeda (Corey, 1995).
Mimpi memiliki dua taraf, yaitu isi laten dan isi manifes. Isi laten terdiri atas motif-motif
yang disamarkan, tersembunyi, simbolik,dan tidak disadari. Karena begitu menyakitkan dan
mengancam, maka dorongan-doronganseksualdanperilakuagresiftak sadar(yangmerupakan
isi laten) ditransformasikan ke dalam isi manifes yang lebihdapat diterima, yaitu impian yang
tampil pada si pemimpi sebagaimana adanya. Sementara tugas terapis adalah mengungkap
makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol yang terdapat dalam isi
manifes. Di dalam proses terapi, terapis juga dapat meminta klien untuk mengasosiasikan
secara bebas sejumlah aspek isi manifes impian untuk mengungkap makna-makna yang
terselubung (Corey, 1995).
Resistensi
Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien
mengemukakan bahan yang tidak disadari. Selama asosiasi bebas dan analisis mimpi, klien
dapat menunjukkan ketidaksediaanuntuk menghubungkanpikiran,perasaan,dan pengalaman
tertentu. Freud memandang bahwa resistensi dianggap sebagai dinamika tak sadar yang
digunakan oleh klien sebagaipertahanan terhadap kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang
akan meningkatjika klien menjadi sadar atas dorongan atau perasaan yang direpres tersebut
(Corey, 1995).

147
Dalam proses terapi, resistensi bukanlah sesuatu yang harus diatasi, karena merupakan
perwujudan dari pertahanan klien yang biasanya dilakukan sehari-hari. Resistensi ini dapat
dilihat sebagai sarana untuk bertahan klien terhadap kecemasan, meski sebenamya menghambat
kemampuannya untuk menghadapi hidup yang lebih memuaskan (Corey, 1995).
Transferensi
Resistensi dan transferensi merupakan dua hal inti dalam terapi psikonalisis. Transferensi
dalam keadaan normal adalah pemindahan emosi dari satu objek ke objek lainnya, atau secara
lebih khusus pemindahan emosi dari orangtua kepada terapis. Dalam keadaan neurosis,
merupakan pemuasan libido klien yang diperoleh melalui mekanisme pengganti atau lewat
kasih sayang yang melekat dan kasih sayang pengganti. Seperti ketika seorang klien menjadi
lekat dan jatuh cinta pada terapis sebagai pemindahan dari orangtuanya (Chaplin, 1995).
Transferensi mengejawantah ketika dalam proses terapi ketika "urusan yang tidak
selesai" (unfinished business) mas a lalu klien dengan orang-orang yang dianggap berpengaruh
menyebabkan klien mendistorsi dan bereaksi terhadap terapis sebagaimana dia berekasi
terhadap ayah/ibunya. Dalam hubungannya dengan terapis, klien mengalami kembali
perasaan menolak dan membenci sebagaimana yang dulu dirasakan kepada orangtuanya.
Tugas terapis adalah membangkitkan neurosis transferensi klien dengan kenetralan,
objektivitas, keanoniman, dan kepasifan yang relatif. Dengan cara ini, maka diharapkan klien
dapat menghidupkan kembali masa lampaunya dalam terapi dan memungkinkan klien
mampu memperoleh pemahaman atas sifat-sifat dari fiksasi-fiksasi, konflik-konflik atau
deprivasi-deprivasinya, serta mengatakan kepada klien suatu pemahaman mengenai pengaruh
mas a lalu terhadap kehidupannya saat ini (Corey, 1995).

E. TERAPI EKSISTENSIAUHUMANISTIK
Dasardari terapiHumanistikadalahpenekanankeunikansetiapindividusertamemusatkan
perhatian pada kecenderungan alami dalam pertumbuhan dan pewujudan dirinya. Dalam
terapi ini para ahli tidak mencoba menafsirkan perilaku penderita, tetapi bertujuan untuk
memperlancar kajian pikiran dan perasaan seseorang dan membantunya memecahkan
masalahnya sendiri. Salah satu pedekatan yang dikenal dalam terapi Humanistik ini adalah
Terapi yang berpusat kepada klien atau Client-Centered Therapy.
Client-Centered Therapy
Client-Centered Therapy adalah terapi yang dikembangkan oleh Carl Rogers yang
didasarkan kepada asumsi bahwa klien merupakan ahli yang paling baik bagi dirinya sendiri
dan merupakan orang yang mampu untuk memecahkan masalahnya sendiri. Tugas terapis
adalah adalah mempermudah proses pemecahan masalah mereka sendiri. Terapis juga tidak
mengajukan pertanyaan menyelidik, membuat penafsiran, atau menganjurkan serangkaian
tindakan. Istilah terapis dalam pendekatan ini kemudian lebih dikenal dengan istilah
fasilitator (Atkinson dkk., 1993).
Untuk mencapai pemahaman klien terhadap permasalahan yang dihadapi, maka dalam
diri terapis diperlukan beberapa persyaratan antara lain adalah: empati, rapport, dan ikhlas.

148
Empati adalah kemampuan memahami perasaan yang dapat mengungkapkan keadaan klien
& kemampuan mengkomunikasikan pemahaman ini terhadap klien. Terapis berusaha agar
masalah yang dihadapi klien dipandang dari sudut klien sendiri. Rapport adalah menerima
klien dengan tulus sebagaimana adanya, termasuk pengakuan bahwa orang tersebut memiliki
kemampuan untuk terlibat secara konstruktif dengan masalahnya. Ikhlas dalam arti sifat
terbuka, jujur, dan tidak berpura-pura atau bertindak di balik topeng profesinya (Atkinson
dkk., 1993). Selain ketiga hal tersebut, di dalam proses konseling harus terdapat pula adanya
jaminan bahwa masalah yang diungkapkan oleh klien dapat dijamin kerahasiaannya serta
adanya kebebasan bagi klien untuk kembali lagi berkonsultasi atau tidak sarna sekali jika
klien sudah dapat memahami permasalahannya sendiri.
Menurut Rogers (dalam Corey, 1995), pertanyaan "SiapaSaya?" dapat menjadi penyebab
kebanyakan seseorang datang ke terapis untuk psikoterapi. Kebanyakan dari mereka ini
bertanya: Bagaimana sayadapat menemukan diri nyata saya? Bagaimana saya dapat menjadi
apa yang saya inginkan? Bagaimana saya memahami apa yang saya yang ada di balik dinding
saya dan menjadi diri sendiri? Oleh karena itu tujuan dari Client-Centered Therapy adalah
menciptakan iklim yng kondusif bagi usaha membantu klien untuk menjadi pribadi yang
dapat berfungsi penuh. Guna mencapai tujuan tersebut terapis perlu mengusahakan agar klien
dapat menghilangkan topeng yang dikenakannya dan mengarahkannya menjadi dirinya
sendiri.

F. TERAPI PERILAKUAN
Terapi Perilakuan mencakup sejumIah metode terapi yang be~beda-bada yang kesemuanya
itu didasarkan kepada teori-teori belajar. Para ahli behaviorist beranggapan bahwa perilaku
maladaptif merupakan cara untuk menanggulangi stres yang sudah "terbiasa" pada diri
seseorang, sehingga beberapa teknik perilakuan yang dikembangkan dalam percobaan dapat
digunakan untuk menggantikan respons maladaptif tersebut dengan respon baru yang lebih
tepat. Jika terapis psikoanalis berkaitan dengan pemahaman konflik masa lalu, maka terapi
perilakuan lebih memusatkan langsung kepada perilaku itu sendiri (Atkinson dkk., 1993).
Dua aliran utama yang menjadi pijakan dalam metode-metode dan teknik-teknik
pendekatan terapi yang didasarkan kepada terori belajar adalah Pengkondisian Klasik dan
Pengkondisian Operan. Pengkondisian Klasik atau pengkondisian responden dari Pavlov,
padadasarnya melibatkan stimulus tak berkondisi (UCS) yang secara otomatis membangkitkan

UCS » UCR
(makanan kucing) (pengeluaran air liur kucing)

CS » CR
(menjalankan pembuka (pengeluaran air liur kucing)
kaleng listrik)

Gambar IX.3. Model Pengkondisian Klasik

149

----- ---
respons berkondisi (CR), yang sarna dengan respons tak berkondisi (VCR) apabila
diasosiasikan dengan stimulus berkondisi (CS), sehingga lambat laun CS mengarahkan
kemunculan CR (Corey, 1995).
Pengkondisian Operan melibatkan pemberian ganjaran (reward) kepada individu atas
ppemunculan tingkahlakunya (yang diharapkan) pada saat tingkah laku itu muncul.
Pengkondisian operan ini dikenal dengan istilah "pengkondisian instrumental", karena
memperlihatkan bahwa tingkah laku instrumental dapat dimunculkan oleh oleh organisme
yang aktif sebelum perkuatan (reinforcement) diberikan untuk tingkah laku tersebut (Corey,
1995).
Berdasarkan kedua aliran dalam teori belajar tersebut di atas, maka para ahli kemudian
mengembangkan beberapa teknik atau metode terapi. Beberapa tekniklmetode terapi yang
didasarkan kepada teori belajar antara lain dapat dilihat dalam gambar sebagai berikut

Oesensitisasi Sistematis*

Assertive Training*

Modeling

Terapi Gestalt
Peril aku an
Terapi Implosif

Terapi Aversi

Positive Reinforcement, dsb.

Gambar IX.4. Beberapa Jenis Terapi Perilakuan

Berikut ini akan dibahas dua di antara beberapa tekniklmetode terapi perilakuan, yaitu
Oesensitisasi Sistematis dan Assertive Training.
Desensitisasi Sistematis
Oesensitisasi Sistematis adalah salah satu teknik yang digunakan untuk menghilangkan
tingkah laku yang diperkuat secara negatif, serta memunculkan tingkah laku atau respons
yang berlawanandengantingkahlakuyang akandihilangkantersebut.Teknik inimengarahkan
agar klien dilatih untuk menampilkan suatu respons yang tidak konsisten dengan kecemasan
yang dialaminya (Corey, 1995).
Wolpe (dalam Corey, 1995), seorang ahli yang pertama mengembangkan teknik
desensitisasi sistematis, mengajukan argumen bahwa segenap tingkah laku neurotik adalah
ungkapan dari kecemasan serta kecemasan tersebut menurutnya dapat dapat dihilangkan

150
dengan respons-respons yang secara inheren berlawanan dengan respons tersebut. Dengan
menggunakan pengkondisian klasik, maka kekuatan stimulus yang menyebabkan kecemasan
dapat dilemahkan, dan gejala kecemasan dapat dikendalikan dan dihapus melalui penggantian
stimulus.

Di dalam menerapkan teknik Desensitisasi Sistematis, dikenal dua unsur utama yang
tidak dapat dipisahkan dari teknik ini, yaitu: relaksasi dan hirarki kecemasan.

Relaksasi adalah suatu prosedur pelatihan bagi individu untuk melemaskan otot -otot (Martin
dan Pear, 1992). Melalui latihan relaksasi, individu belajarmengkerutkan dan mengendurkan
otot, misalnya dimulai dari otot leher, wajah, otot tubuh, terus sampai ke bawah ke
pergelangan kaki sampai kaki itu sendiri. lndividu dapat belajar bagaimana rasanya otot
tersebut dalam keadaan benar-benar rileks (dibandingkan dengan dalamkeadaan tegang) dan
dapat membedakan beberapa tingkatan ketegangan (Atkinson dkk., 1993).

Hirarki Kecemasan adalah sejumlah situasi atau stimulus yang membuat orang mengalami
kecemasan. Keseluruhan situasi ini disusun mulai dari yang tidak membuat seseorang
merasakan kecemasan sampai dengan yang paling membuatnya ketakutan (Atkinson dkk.,
1993).Misalnya, seorang gadis yang mengalami ketakutan ketika menghadapi seekor kecoa.
Dibantu dengan terapis, ia dapat menyusun suatu hirarki dari mendengar cerita mengenai
kecoa (ringan) sampai dengan ketika ia menghadapi kecoa tersebut (berat).

Prosedur Desensitisasi Sistematis. lndividu yang mengalami phobia belajar untuk rileks
dan hirarki kecemasan telah disusun, maka desensitisasi dimulai. Penderita duduk dengan
mata tertutup di kursi yang nyaman dengan seorang terapis menguraiakn situasi yang tidak
membuatnya begitu mencemaskan. Jika dia dapat membayangkan dirinya berada dalam
situasi tersebut tanpa adanya ketegangan otot yang meningkat, terapi akan melanjutkan hal
atau situasi lain yang sudah tersusun dalam hirarki. Jika penderita mengalami kecemasan
pada saat membayangkan suatu situasi dengan tingkat tertentu, maka dia dilatih untuk
mengkonsentrasikan pada situasi rileks, sehingga dengan melakukannya berkali-kali
kecemasan penderita akan dapat dinetralkan (Atkinson dkk., 1993).
Pelatihan Asertif
Beberapa orang merasa cemas dalam berbagai situasi sosialkarena tidak tahu bagaimana
bagaimana "berbicara secara terus terang" tentang apa yang meraka rasakan benar atau
"mengatakan tidak" jika orang lain berusaha memanfaatkan mereka. Misalnya "ketika
seseorang mendahului anda ketika anda sedang antri membeli karcis" atau "atasan anda
mengkritik anda dengan tidak benar".
Dengan memberikan latihan responsyang tegas, seorang klien tidak hanya mengurangi
kecemasannya akan tetapi sekaligus juga mengembangkan teknik penanggulangan yang
efektif. Latihan asertif diberikan secara bertahap, dimulai dari latihan permainan peran
dengan terapis sampai dengan menghadapi situasi kehidupan yang sebenarnya (Atkinson
dkk., 1993).

151
DattarTabel

TABEL 1.1. BEBERAPA BENTUK AGRESI MANUSIA 26


TABEL VLl. BEBERAPA eONTOH ITEM-ITEM DALAM SKALA
INTELEGENSI STANFORD-BINET 97
TABEL VL2. BEBERAPA eONTOH ITEM-ITEM DALAM WISe
(WECHSLER INTELLIGENCE SCALE FOR CHILDREN) 98
TABEL VL3. BEBERAPA eONTOH ITEM-ITEM DALAM TES KREATIVITAS 100
TABEL VIlLI. MULTITAXIALASSESSMENTMENURUT APA 127
DattarGambar

GAMBARI.I. LINGKARAN MOTIVASIONAL 5


GAMBAR 1.2. PROSES-PROSES OPONEN DALAM MOTIVASI 7
GAMBAR 1.3. BEBERAPA TlNGKAT KINERJA 20
GAMBAR 1.4. SKEMA FRUSTRASI KARENA FAKTOR LINGKUNGAN
DAN HAMBATAN PERSONAL 34

GAMBAR 11.1. SKEMA SISTEM SYARAF OTONOM 42


GAMBAR 11.2. RlNGKASAN TIGA TEORI BERDASARKAN HUBUNGAN
ANTARA EMOSI DAN KEADAAN TUBUH 47
GAMBAR 11.3. DIAGRAM TEORITIS SUATU MODEL YANG MENGGAMBARKAN
DIMENSI EMOSI MANUSIA 49

GAMBAR III.t. MODEL INTERDEPENDENSI LEVINGER DAN SNOEK 53


GAMBAR 111.2. EVALUASI PEMUDA Y TERHADAP GADIS X 57
GAMBAR III.3. SKEMA KLASIFIKASI PERILAKU PRESTASI MENURUT WEINER 60

GAMBAR IV. I. TEORI TlNDAKAN BERALASAN MENURUT AJZEN DAN FISHBEIN 71


GAMBAR IV.2. MODEL KESEIMBANGAN 74
GAMBAR IV.3. HUBUNGAN ANTARA SIKAP, KOGNISI, DAN PERSEPSI 79

GAMBAR V.l. CONTOH RELIABILITAS DAN VALIDITAS TES 88


GAMBAR V.2. MODEL INTELEGENSI GUILFORD (MODEL KUBUS) 91

GAMBAR VI. I. SALAH SATU ITEM DALAM SPM (STANDARD PROGRESSIVE


MATRICES) 101
GAMBAR V1.2. SALAH SATU ITEM DALAM CFIT
(CULTURE FAIR INTELLIGENCE TEST) 102

GAMBAR VIl.t. TIPOLOGI KEPRIBADIAN MENURUT KRETCHMER tl3


GAMBAR VIL2. SKALA KEPRIBADIAN EKSTROVERT-INTROVERT
MENURUT EYSENK 113
GAMBAR VII.3. DIMENSI KEAJEGAN KEPRIBADIAN DALAM SKALA
EKSTROVERT-INTROVERT 114
GAMBAR VIlA. STRUKTUR KESADARAN MENURUT FREUD 117
GAMBAR VIIS STRUKTUR KEPRIBADIAN MENURUT FREUD 118

GAMBAR VIlLI. KARTUN SEORANG PENDERITA KOMPULSIF 129


GAMBAR VIIL2. GAMBAR SEORANG ANAK PENDERITA DEPRESI 130
GAMBAR VIIL3. FRAGMENTASI PERSEPSI 133
GAMBAR VIllA. GAMBAR SEORANG ANAK PENDERITA AUTISME 134

GAMBAR IX.I. BEBERAPA JENIS TERAPI 145


GAMBAR IX.2. CARA UNTUK MENCAPAI TEKNIK ASOSIASI BEBAS 146
GAMBAR IX.3. MODEL PENGKONDISIAN KLASIK 149
GAMBAR IXA. BEBERAPA JENIS TERAPI PERILAKUAN 150

- ---- -- - ----
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association. 1994. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders. Fourth Edition. Washington: APA.
Anastasi, A. 1988. Psychological Testing. Sixth Edition. New York: Macmillan Publishing
Co.
Atkinson, RL., Atkinson, Re. & Hilgard, E.R 1993. Pengantar Psikologi. Alih bahasa:
Nurjanah Taufiq. Jakarta: Erlangga.
Azwar, S. 1989. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Edisi ke-l. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Azwar, S. 1995. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Edisi ke-2. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Baron, RA. 1989. Psychology: The Essential Science. Boston: Allyn & Bacon.
Chaplin, C.P. 1995. Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah: Kartini Kartono. Jakarta:
Rajawali Pers.
Corey, G. 1995. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Eresco.
Davidoff, L.L. 1988. Psikologi Suatu Pengantar. Edisi Kedua. Alih Bahasa: Mari Juniati.
Jakarta: Erlangga.
Irwanto dkk. 1996. Psikologi Umum: Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Mar' at. 1984. Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya. Bandung: Ghalia Indo-
neSia.
Martin, G. & Pear, J. 1992. Behavior Modification: What It Is and How To Do It? New
Jersey: Prentice-Hall.
Meyer, RG. & Salmon, P. 1984. Abnormal Psychology. Boston: Allyn and Bacon
Morgan, C.T. & King, RA. 1976. Introduction To Psychology. Tokyo: McGraw Hill.
Morgan, C.T., King, RA., Weisz, J.R. & Schopler, J. 1986. Introduction To Psychology:
International Edition. Singapore: McGraw Hill.
Morris, e.G. 1990. Psychology An Introduction. Seventh Edition. New Jersey: Prentice-
Hall International Inc.
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia. Edisi III. 1983.
Yogyakarta: RSJ Lalijiwa Pakem.
Prabowo, H. 1995. Seni Psikopatologi Sebagai Alat bantu Terapi. Edisi Revisi. Makalah
(tidak diterbitkan). Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.

153
Sears, D.O., Freedman, J.L., & Peplau, L.A. 1992. Psikologi Sosial Jilid I. Edisi Kelima.
Alih Bahasa: Michael Adryanto & Savitri Soekrisno. Jakarta: Erlangga.
Sears, D.O., Freedman, J.L., & Peplau, L.A. 1992a.Psikologi Sosial Jilid II. Edisi Kelima.
Alih Bahasa: Michael Adryanto & Savitri Soekrisno. Jakarta: Erlangga.

154

Anda mungkin juga menyukai