Anda di halaman 1dari 12

Nama : Dea Mora Tanjung (0310162030)

Sem/Jur: VI/ Pendidikan Biologi-2

M. Kuliah: Evolusi

Memahami Evolusi dari Aspek Interaksi antara Makhluk Hidup dengan


Lingkungannya

A. Domestika, modifikasi, dan Variasi

Domestikasi adalah suatu budi daya yang menyebabkan perubahan genetik pada
tumbuhan ataupun hewan yang dilakukan oleh manusia. Proses domestikasi ini
membutuhkan waktu yang bertahun-tahun karena melibatkan sebuah seleksi dan pemuliaan
(perbaikan keturunan) yang menghasilkan sebuah varietas atau spesies baru (spesiasi).

Domestikasi bisa disebut sebagai bentuk evolusi akibat proses adaptasi dari
lingkungan liar ke lingkup kehidupan sehari-hari manusia. Oleh karena itu, spesies baru yang
terbentuk akan memiliki karakter yang berbeda dengan nenek moyangnya. Yuk, kita simak
penjelasan singkat untuk domestikasi pada hewan dan tumbuhan di dalam artikel ini.

Domestikasi hewan

Proses domestikasi pada hewan tampaknya sudah terjadi sejak zaman Mesolitikum
(10.000 SM). Menurut bukti sejarah tertua, anjing adalah hewan pertama yang didomestikasi
di daerah Asia Timur. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya kerangka-kerangka anjing
yang berusia 8000 dan 7000 SM. Selain itu, kerangka kucing peliharaan tertua yang berusia
6000 SM juga ditemukan di daerah Siprus.

Hewan ternak seperti domba dan kambing juga diyakini telah didomestikasi sejak
tahun 7000 SM. Hewan-hewan ini didomestikasi karena kebutuhan manusia saat itu.
Misalnya, anjing didomestikasi untuk keperluan berburu, kucing didomestikasi untuk
mengatasi gangguan tikus di lumbung padi, sedangkan domba dan kambing didomestikasi
untuk produksi pangan, bulu, susu, serta komoditas perdagangan.

Salah satu contoh evolusi dari anjing. Serigala diyakini merupakan nenek moyang dari
anjing. Morfologi dan karakternya berubah setelah terjadi domestikasi di berbagai negara
yang menyebabkan berbagai macam keanekaragaman spesies anjing di dunia (Sumber:
Discover Biology, Edisi Kedua, Bab ke-21, tahun 2002).
Pengadopsian hewan dari lingkungan liar ke lingkungan hidup manusia bisa menjadi
hal yang sulit karena perbedaan pakan ternak ataupun cara perawatan. Contohnya, herbivora
pemakan rumput lebih mudah untuk dikembangbiakkan daripada herbivora pemakan biji
karena biji juga termasuk salah satu bagian tumbuhan yang perlu didomestikasi.
Manusia melakukan domestikasi terhadap hewan untuk mengembangkan sifat
tertentu. Hewan yang dipilih untuk didomestikasi memiliki kriteria seperti mampu
berkembang biak di dalam penangkaran, tahan penyakit, tidak agresif, serta mampu bertahan
di segala cuaca.
Hewan yang telah didomestikasi memiliki perbedaan dengan nenek moyangnya, baik
dalam bentuk maupun sifat. Misalnya, sebelum didomestikasi, ayam liar hanya memiliki
berat sekitar 2 pounds saja dan hanya bertelur dalam jumlah yang sedikit tiap tahunnya.
Namun, setelah mengalami proses domestikasi kini ayam memiliki berat sampai
17 pounds dan bisa bertelur 200 butir atau lebih tiap tahunnya.

Domestikasi tumbuhan
Menurut sejarah, domestikasi tumbuhan telah lama dilakukan sejak 10.000 tahun yang
lalu di Mesopotamia. Bangsa Mesopotamia mengumpulkan biji-biji tumbuhan seperti
gandum, jelai, kacang-kacangan dan kacang polong, kemudian menanam dan
menumbuhkannya. Sejak terjadi domestikasi tumbuhan, manusia tidak lagi hidup dengan
berburu hewan atau mencari tumbuhan liar. Mereka mulai hidup menetap dan bercocok
tanam.

Tujuan manusia melakukan domestikasi pada tumbuhan tidak hanya untuk memenuhi
kebutuhan pangan, tetapi juga untuk bahan baku kain, dekorasi, atau komoditas
perdagangan. Tumbuhan yang didomestikasi akan mengalami perubahan baik pada bentuk
maupun karakter yang dimiliki. Salah satu contoh yang bisa dijelaskan adalah jagung (Zea
mays).
Para ahli berpendapat bahwa jagung yang dibudidayakan sekarang ini adalah bentuk
evolusi dari jagung liar (Teosinte). Jagung yang sekarang memiliki jumlah biji yang banyak
dengan tongkol yang tertutup, berbeda denganTeosinte yang hanya memiliki jumlah biji
yang sedikit dengan tongkol yang terbuka.
Perbandingan antara jagung liar (Teosinte) dan jagung modern yang dibudidayakan
saat ini (Zea Mays). Keduanya memiliki perbedaan yang sangat mencolok di morfologinya
(Sumber: Nicolle Rager Fuller, National Science Foundation).
Seiring berkembangnya teknologi, manusia pun melakukan pengembangan
domestikasi tumbuhan dengan cara menyisipkan gen yang dikehendaki atau melakukan
perkawinan silang sehingga tanaman budi daya saat ini banyak yang memiliki sifat tahan
terhadap hama, tahan terhadap penyakit, atau dapat bertahan dalam suhu tinggi maupun
rendah.

Sampai sekarang, domestikasi pada hewan dan tumbuhan masih terus dilakukan dan
dikembangkan oleh manusia. Tidak hanya terpaku pada hewan atau tumbuhan darat saja,
tetapi juga hewan atau tumbuhan yang berkembang biak di perairan, seperti ikan (misal:
gurame, bandeng), udang (misal: udang windu), dan alga (misal: makroalga merah).

Perubahan yang terjadi pada bentuk dan sifat akibat proses domestikasi tersebut
berbeda-beda tergantung dari masing-masing spesies dan budaya dari komunitas manusia
yang mengadopsinya. Dengan kata lain, manusia dapat mempengaruhi bentuk evolusi pada
tumbuhan dan hewan yang dapat mengakibatkan terjadinya keanekaragaman spesies di
dunia.

Domestikasi diartikan sebagai usaha untuk mengubah tanaman dan hewan liar menjadi
tanaman dan hewan yang dapat dikuasai dan bermanfaat bagi kehidupan manusia (Prawoto,
1986: 33).

Selama perjalanan sejarah, semenjak babak manusia petani dan peternak, usaha
domestikasi telah dimulai. Hasilnya yang dapat kita jumpai hingga kini baik melalui
teknologi sederhana maupun tingkat tinggi antara lain adalah:

- Berbagai varietas tanaman padi

- Berbagai hibrida tanaman perkebunan.

- Berbagai jenis anjing ras


- Babi

- ‘Strain’ bakteri yang dapat menghasilkan protein sel tunggal (‘strain’ ini
merupakan hasil rekayasa genetika terutama yang telah dilakukan oleh negara-negara maju).

- Dan sebagainya.

Makhluk hidup seperti yang disebut di atas seakan-akan telah mengalami


penyimpangan dari takdir mereka sebagai tanaman dan hewan liar sebagaimana mereka
berasal. Terlebih-lebih lagi penyimpangan terhadap takdir ini semakin jauh jika makhluk
hidup yang baru itu dihasilkan dari rekayasa genetika.

Ciri atau karakteristik makhluk hidup yang dapat diketahui melalui indera kita disebut
sebagai Fenotip, sebenarnya merupakan pengejawantahan dari faktor-faktor bawaan atau
faktor dalam disebut sebagai Genotip, yang telah terpadu dengan faktor lingkungan. Jika
Fenotip dinyatakan sebagai P, Genotip sebagai G, dan lingkungan sebagai E, maka
salinghubungan antara faktor-faktor tersebut dapat dirumuskan sebagai P = G + E.

Sebagai contoh, bunga dahlia yang tumbuh di dataran tinggi mempunyai bunga yang
amat menarik karena ukurannya besar dengan daun-daun yang hijau lebat. Jika kita
bertempat tinggal di dataran rendah ingin sekali memiliki tanaman seperti itu tumbuh di
halaman atau kebun rumah kita, kekecewaanlah yang akan kita temui. Umbi dahlia yang
diambil dari tanaman dahlia yang berbunga besar dan berdaun hijau lebat itu setelah ditanam
di kebun kita pada akhirnya tumbuh menjadi tanaman dahlia berbunga kecil dan berdaun
kecil-kecil juga. Faktor penyebabnya adalah adanya perbedaan yang amat menyolok yang
disebabkan karena perbedaan beberapa kondisi di dataran tinggi yang berbeda dengan di
dataran rendah seperti: suhu udara, kelembaban udara, kerapatan udara, dan juga tekstur dan
struktur tanah, dan sebagainya, yang kesemuanya itu merupakan faktor lingkungan. Jadi
menurut rumus di atas adalah E, sehingga pemunculan ciri (fenotip) tanaman dahlia di dua
tempat tersebut memang berbeda seperti rumus berikut:
- Dataran tinggi : P = G + E

- Dataran rendah : P’ = G + E’

Karena E berbeda, biarpun G keduanya sama, maka P sebagai hasil interaksi antara G
dan E menjadi berbeda pula.

Seandainya kemudian tanaman dahlia berbunga kecil itu telah menghasilkan alat
reproduksi, umbinya ditumbuhkan kembali di tempat asalnya, tumbuhlah tanaman seperti
semula. Jadi ciri yang tampak karena lingkungan yang berbeda itu hanya bersifat sementara,
tidak baka atau perubahan itu disebut sebagai modifikasi.

Pada populasi makhluk hidup kita sering menjumpai individu-individu yang satu sama
lain memiliki perbedaan sifat pada bagian-bagian tubuh tertentu. Pada populasi manusia,
misalnya, kita mengenal empat macam golongan darah A, B, AB, dan O, setiap orang
bergolongan satu diantara empat golongan tersebut. Bila ditinjau secara genetik, perbedaan
golongan darah itu disebabkan oleh perbedaan genotip, yaitu pasangan alel gen yang
menentukan golongan darah seseorang. Perbedaan fenotip dalam populasi makhluk hidup
yang didasari oleh perbedaan genotipnya disebut sebagai variasi.

Evolusi pada hakekatnya perubahan yang dialami oleh makhluk hidup pada tingkat
populasi. Menurut Weisz (1965: 431) puncak perubahan di dalam proses evolusi ini ditandai
dengan terbentuknya spesies baru dan jenis baru ini dalam kategori taksonomik menempati
tingkatan yang lebih tinggi dari pada jenis asalnya. Pembentukan jenis baru ini dikenal
dengan istilah spesiasi. Kumpulan makhluk hidup yang tergolong dalam satu jenis
dinamakan populasi yang bersama-sama memiliki unggun gena (gen pool). Di dalam unggun
gena satu dengan yang lain aliran gena (gen flow) dengan perantaraan perkawinan
(Interbreeding) dalam anggota populasi, akan tetapi antar unggun gena satu dengan yang lain
aliran gena tidak dapat berlangsung. Hal ini berarti jika aliran gena tidak dapat berlangsung,
maka kedua makhluk hidup itu berbeda jenis atau antara keduanya memiliki unggun gena
yang berbeda. Oleh karena itu masalah utama tantang spesiasi adalah terjadinya penghalang
(barier) reproduktif antara makhluk hidup (Weisz, 1965: 431)
B. Ketergantungan makhluk hidup dengan Lingkungannya
Hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya dipelajari dalam cabang
biologi yang disebut ekologi lingkungan pada makhluk hidup pada dasarnya meliputi
lingkungan fisik dan lingkungan biotik. Lingkungan fisik antara lain meliputi keberadaan
mineral, cahaya, kelembaban, suhu dan keasaman (pH); sedangkan lingkungan biotik
meliputi semua makhluk hidup, tumbuhan dan hewan, yang mempunyai hubungan dengan
makhluk hidup yang bersangkutan dalam komunitas biotik.
Di dalam komunitas biotik makhluk hidup satu sama lain tergantung, baik langsung
maupun tidak langsung, selama perjalanan hidup masing-masing. Biarpun antara sesama
makhluk hidup itu saling tergantung, mereka juga bersaing (berkompetisi) untuk
memperoleh sumber daya yang menunjang kehidupannya. Kompetisi ini dalam rangka
memperoleh makanan, mineral dan air, cahaya dan untuk wilayah kehidupannya
(teritorial).
Untuk menjelaskan lebih lanjut tentang hubungan antara makhluk hidup dengan
lingkungannya, dapat dipergunakan konsep-konsep biologik tentang habitat dan relung
(Nasia = niche). Habitat adalah tempat kehidupan makhluk hidup di dalam komunitas
biotik. Istilah habitat dapat mengacu kepada wilayah yang luas, seperti padang pasir,
perairan laut atau wilayah yang sangat sempit seperti usus manusia sebagai tempat hidup
berbagai macam bakteri pembusuk. Maka boleh dikatakan bahwa habitat merupakan
“alamat” makhluk hidup dalam komunitas biotik.
Relung adalah tempat hidup yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup dalam
melakukan fungsi-fungsi kehidupannya, sehingga relung merupakan bagian yang lebih
sempit dalam suatu habitat yang dan memiliki kekhususan bagi makhluk hidup. Istilah
relung mengacu pada peranan makhluk hidup itu di dalam lingkungan biotiknya. Sebagai
contoh dalam hal makanan, pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimanakah cara makhluk
hidup memperoleh makanan, apakah mineral-mineral yang telah di serap oleh tumbuhan
dapat dikembalikan lagi ke lingkungan, apakah makhluk hidup itu sebagai produsen atau
konsumen? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat membantu kita untuk
memahami istilah relung tersebut bila habitat boleh dipadankan (diasosiasikan) dengan
kata alamat, maka relung di padankan dengan kata profesi makhluk hidup dalam
lingkungan biotiknya. Oleh sebab itu, pengertian istilah relung selain meliputi keadaan
fisik dan kimia, juga meliputi faktor-faktor biotik yang diperlukan oleh makhluk hidup
untuk memelihara kehidupan dan perkembangbiakan (Baker, 1968 : 228-229)
Kalau kita meninjau berbagai komunitas biotik makhluk hidup, kita akan
memperoleh kenyataan bahwa populasi-populasi penyusun komunitas satu dengan
komuunitas lainnya tidaklah sama. Disamping itu seandainya antara komunitas satu
dengan komunitas lainnya terdapat populasi jenis tertentu yang sama pada kedua
komunitas itu, biasanya distribusi dan kelimpahan (abudance) populasi dalam keduanya
tidak sama. Dalam hal penyebaran (distribusi) dan kelimpahan makhluk hidup, ahli ekologi
kebangsaan Amerika, yaitu Shelford, mengemukakan sebuah hukum yang dikenal sebagai
hukum toleransi “kelimpahan atau penyebaran makhluk hidup dikontrol (dipengaruhi) oleh
faktor-faktor yang melebihi tingkat toleransi maksimum dan minimum bagi makhluk
hidup”.
Faktor-faktor ini lebih dipusatkan pada keadaan iklim, topografi dan kebutuhan-
kebutuhan biologi tumbuhan dan hewan. Jadi makhluk hidup dibatasioleh beberapa faktor
yang berada di atas atau di bawah tingkatan yang dibutuhkan olehnya. Keadaan tersebut
mungkin berupa banyak atau sedikitnya cahaya, tinggi atau rendahnya kelembaban udara,
banyak atau sedikitnya mineral yang terlarut dalam air tanah, banyak atau sedikitnya
predator dan cukup atau kurangnya tempat perlindungan diri, sedikit atau
berkecukupannya faktor-faktor yang membantu keseimbangan nutrien, banyak atau
sedikitnya makhluk hidup lain yang merupakan patogen, dan sebagainya

C. Pengaruh makhluk hidup terhadap lingkungannya


Pengaruh antara dua makhluk hidup disebut simbiosis. Simbiosis ada yang disebut
simbiosis mutualisme, simbiois komensalisme dan simbiosis parasitisme.
1. Komensalisme : Hubungan timbal balik antara dua makhluk hidup yang keduanya tidak
diuntungkan juga tidak dirugikan. Contohnya anggrek menepel pada tanaman lain
2. Mutualisme : Hubungan timbal balik antara dua makhluk hidup yang saling
menguntungkan. Contohnya kerbau dan jalak
3. Parasitisme: Hubungan timbal balik antara dua makhluk hidup yang satu diuntungkan
dan yang lain dirugikan. Contohnya benalu yang menempel pada tanaman lain
D. Interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya
1. Interaksi antar Individu
Setiap organisme hidup ditempat tertentu atau habitat tertentu. Pada tempat tersebut
hidup organisme lain yang sejenis. Organisme sejenis yang hidup disuatu tempat dalam
kurun waktu tertentu disebut populasi. Jumlah individu sejenis yang hidup disuatu tempat
persatuan luas menunjukkan kepadatan populasi. Lokasi ditemukan individu-individu
sejenis pada suatu tempat menunjukkan penyebaran atau distribusi populasi.
Bertambahnya anggota populasi berarti kebutuhan hidup akan ikut bertambah. Jika
kebutuhan tersebut tidak terpenuhi ditempat hidupnya akan terjadi persaingan atau
kompetensi. Interaksi kompetisi antar individu dalam populasi disebut kompetisi
intraspesifik. Adanya kompetensi mengakibatkan ada individu yang memperoleh
kebutuhan yang lebih sedikit sehingga akan mengakibatkan migrasi (perpindahan ketempat
lain) atau kematian.

2. Interaksi antar Populasi


Bentuk interaksi antar populasi dapat berupa predasi, kompetensi, simbiosis.
a) Predasi
Interaksi dari dua individu dalam populasi berbeda spesies berupa makan dan dimakan atau
satu spesies memakan spesies lainnya, individu yang memakan disebut predator dan yang
dimakan disebut mangsa.
Perbedaan simbiosis predasi dengan simbiosis parasitisme yaitu pada simbiosis
parasitisme, parasit biasanya tidak membunuh induk inangnya karena jika induk inang
mati, maka parasit juga akan ikut mati.
Contoh : harimau memakan kelinci. Harimau sebagai predator dan kelinci sebagai mangsa
b) Kompetisi
Hubungan dua populasi yang hidup bersama dan saling mempengaruhi, akibat adanya
kebutuhan-kebutuhan akan bahan yang sama, sedangkan ketersediaan bahan tersebut
terbatas.
Contoh : beberapa ekor kambing dan sapi yang bersama-sama makan rumput di padang
rumput.
c) Simbiosis
Hubungan khusus antar makhluk disebut simbiosis. Simbiosis dapat dibedakan menjadi
empat, yaitu simbiosis mutualisme, simbiosis parasitisme, simbiosis komensalisme, dan
simbiosis netralisme.
1. Simbiosis Mutualisme
Bila dua spesies mahluk hidup, hidup bersama maing-masing mendapat keuntungan dan
kedua polpulasi dapat berkembang dengan baik tetapi jika keduanya terpisahkan masing-
masing tidak dapat menjalankan hidup dengan baik. Dalam mutualisme hubungan tersebut
mutlak diperlukan bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup kedua populasi.
Contoh :
a. Simbiosis antara kerbau dengan burung jalak. Burung jalak memperoleh makanan
berupa serangga-serangga kecil yang menempel pada tubuh kerbau, sedangkan
kerbau diuntungkan dengan hilangnya serangga-serangga kecil yang mengganggu

2. Simbiosis Parasitisme
Simbiosis parasitisme adalah hubungan antar makhluk hidup yang hanya
menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak lain.
 Contoh :
a. Tanaman benalu yang menempel pada pohon lain. Benalu yang menempel pada
tanaman inang akan menyerap makanan yang dihasilkan tanaman inang, akibatnya
tanaman inang akan mati karena makanannya diserap oleh benalu.
2. Kutu yang hidup pada tubuh hewan. Kutu yang hidup di tubuh hewan mendapatkan
makanan dengan menyedot darah hewan, akibatnya hewn akan kehilangan darah dan
merasa gatal karena ada kutu di tubuhnya.
3. Simbiosis Komensalisme
Simbiosis komensalisme adalah hubungan antar makhluk hidup yang menguntungkan
satu pihak sedangkan pihak lainnya tidak diuntungkan dan tidak dirugikan.
 Contoh :
a. Simbiosis antara tanaman anggrek dengan pohon inangnya. Anggrek
membutuhkan pohon yang tinggi sebagai tempat menempel agar memperoleh sinar
matahari, sedangkan pohon tidak diuntungkan dan tidak dirugikan karena anggrek
hanya menempel dan dapat membuat makanannya sendiri.
4. Simbiosis Netralisme
Bila antara dua spesies individu baik dalam keadaan terpisah maupun berkumpul
tidak terjadi saling merugikan atau saling menguntungkan.
 Contoh : ayam dengan kambing di halaman rumput

3. Interaksi antar Komponen Biotik dan Abiotik


Pada tingkat ekosistem individu atau populasi memiliki peran yang khas dalam kaitan
interaksinya dengan lingkungan biotik dan abiotiknya. Ke khasan fungsi individu atau
populasi dalam ekosistem disebut Niche (relung).
Berdasarkan ke khasannya suatu individu atau populasi dibedakan mejadi prosusen
konsumen, dekomposer atau pengurai dan deterivot.
a). Produser
Produser adalah makhluk hidup yang mampu menghasilkan bahan organik dari bahan
anorganik. Proses tersebut hanya dapat dilakukan oleh tumbuhan yang berklorofil dengan
cara fotosintesis. Contohnya adalah ganggang, lumut, dan tumbuhan hijau.
b). Konsumer
Konsumer berarti pemakan. Semua hewan dan tumbuhan tak berklorofil (misalnya tali
putri) termasuk konsumer. Konsumer memakan bahan organik yang dihasilkan oleh
produser karena konsumer tidak mampu mengubah zat anorganik menjadi zat organik.
c). Dekomposer
Dekomposer adalah pengurai sampah atau bangkai, contohnya bakteri pembusuk dan
jamur. Dekomposer menguraikan bahan organik menjadi bahan-bahan
Daftar Pustaka

Backer, C,A. And Brink. 1968.Flora Of Java (Spermatophytes only). Vol III. Netherland.
Woltres-Noordhoof. V. Groningen

Douglas J. Futuyma,1983 Science on Trial, New York: Pantheon Books,hlm. 197

Said Munif Hassan.2014, Pengantar Biologi Evolusi. Makassar: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai