KOTA PROBOLINGGO
TAHUN 2013
VISI, MISI, MOTTO, KEBIJAKAN MUTU
KOTA PROBOLINGGO
VISI
MISI
MOTTO
KEBIJAKAN MUTU
Visi IGD
Misi IGD
Falsafah
Motto
PENDAHULUAN
Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis
segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut. Sesuai dengan pasal
32 Undang-undang Republik Indonesia no.36 tahun 2009 tentang kesehatan menyebutkan
bahwa dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun
swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan
pencegahan kecacatan terlebih dahulu. Dalam pelayanan kesehatan tersebut juga harus
dilengkapi dengan peralatan-peralatan medis dan non medis yang memadai sesuai dengan
jenis pelayanan yang diberikan dan juga harus memenuhi standar mutu, keamanan dan
keselamatan serta mempunya izin edar sesuai dengan ketentuan perundangundangan.
Dalam peraturan menteri kesehatan republik Indonesia nomor 147/menkes/per/I/2010
tentang perizinan rumah sakit menyebutkan bahwa untuk mendapatkan izin operasional,
rumah sakit harus memenuhi persyaratan yang meliputi : (1) Sarana dan prasarana, (2)
peralatan, (3) sumber daya manusia, dan (4) administrasi dan managemen. Salah satu
persyaratan izin rumah sakit lainnya adalah Rumah sakit memiliki kewajiban untuk
menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam sehari. Dalam melakukan
pelayanan juga harus membutuhkan sumber daya manusia yang berkompeten dalam
melakukan upaya kesehatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan.
Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan , khususnya dalam kasus Gawat Darurat,
Rumah Sakit telah dilengkapi dengan fasilitas dan peralatan sesuai yang dibutuhkan, namun
perlu disertai dengan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan secara terus menerus dari
tenaga kesehatan yang ada di IGD, sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan kegawat
daruratan.
1. RSUD dr Mohamad Saleh wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang memiliki
kemampuan:
a. Melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat
b. Melakukan resussitasi dan stabilisasi
2. RSUD dr Mohamad Saleh tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani kasus
gawat darurat.
3. RSUD dr Mohamad Salehmemberikan pelayanan keshatan 24 jam dalam sehari, 7 hari
dalam seminggu.
4. Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5 (lima) menit setelah sampai di IGD
5. Organisasi Instalasi Gawat Darurat didasarkan pada organisasi multidisiplin, multi
profesi dan terintegrasi, dengan struktur organisasi fungsional yang terdiri dari unsur
pemimpin dan unsur pelaksana, yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pelayanan
terhadap pasien gawat darurat di Instalasi Gawat Darurat, dengan wewenang penuh yang
dipimpin oleh dokter.
RSUD dr Mohamad Saleh Kota Probolinggo merupakan Rumah Sakit kelas B, dan
masuk dalam Klasifikasi pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level III, oleh karena itu RSUD
menyusun Pedoman IGD berdasar pada standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit,
Keputusan menteri Kesehatan RI no 856/Menkes/SK/IX/2009, yang dapat menjadi acuan
bagi petugas dalam memberikan dan mengembangkan pelayanan gawat darurat khususnya di
Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD dr Mohamad Saleh Kota Probolinggo.
1.2 TUJUAN
Tujuan Umum
Meningkatan Mutu pelayanan keperawatan gawat darurat di Rumah Sakit melalui Pedoman
Keperawatan Gawat Darurat di Rumah Sakit.
Tujuan Khusus
1. Meningkatkan pengetahuan Perawat tentang pelayanan gawat darurat
2. Meningkatkan ketrampilan Perawat tentang pelayanan gawat darurat
3. Meningkatkan kemampuan perawat dalam hal pemberian asuhan keperawatan gawat
darurat
BAB II
STANDAR TENAGA
Jenis Tenaga
Dokter Spesialis Spesialis 4 Besar + Anestesi On Site
1. Spesialis Bedah Umum
2. Spesialis Anak
3. Spesialis Obsgyn
4. Spesialis Penyakit Dalam
5. Spesialis Anestesi
Spesialis On Call
1. Spesialis Kulit Kelamin
2. Spesialis THT
3. Spesialis Syaraf
4. Spesialis Orthopedi
5. Spesialis Paru dan Pernafasan
6. Spesialis Mata
7. Spesialis Gigi dan Mulut
8. Spesialis Kesehatan Jiwa
9. Spesialis Radiologi
Dokter Umum On Site 24 jam
(+Pelatihan Kegawat Daruratan) GELTS,
ATLS, ACLS, dll
Perawat Kepala (S. Kep, Ns) Jam Kerja/Di Luar Jam Kerja
(+ Pelatihan Kegawat Daruratan : PPGD,
BTLS, BCLS)
Perawat On Site 24 jam
(+ Pelatihan Kegawat
Daruratan/Emergency Nursing)
Non Medis, terdiri dari : On Site 24 jam
1. Bagian Keuangan
2. Satpam
3. Pekarya
BAB III
A. PERENCANAAN
Menentukan macam, mutu, dan jumlah alat yang dibutuhkan dalam pelayanan gawat
darurat
1. Peralatan kesehatan
Alat kesehatan yang digunakan untuk mendiagnosa, menangani, monitor, dan
mengevakuasi (proses rujukan) serta alat medis pendukung untuk penanggulangan
penderita gawat darurat
a. Trauma (bedah)
b. Non Trauma (jantung, interna, kebidanan, anak dan neonatus, neurologi dan
psikiatri)
2. Obat-obatan emergency
a. Kegawatdaruratan Jantung
b. Kegawatdaruratan interna
c. Kegawatdaruratan kebidanan
d. Kegawatdaruratan anak dan neonatus
e. Kegawatdaruratan neurologi dan psikiatri
B. PENGANGGARAN
1. Membuat perkiraan biaya
2. Barang yang diperlukan dan jumlahnya, harga satuan dan harga total harus disusun
dalam bentuk tabel
C. PENGADAAN
Pengadaan peralatan, obat, bahan medis habis pakai sesuai kebutuhan :
1. Ada buku pedoman pelayanan gawat darurat Depkes
2. Ada peralatan, obat, bahan medis habis pakai sesuai dengan buku pedoman (kecuali
pneumatik trousers, pacemaker, CVP tidak menjadi persyaratan
3. Ada obat emergency yang selalu siap
Ada daftar obat-obat yang mudah diidentifikasi dan letak obat mudah diambil.
D. PENYIMPANAN
Peralatan disimpan dalam dua tempat :
1. Tempat penyimpanan utama atau cadangan dimana persediaan disimpan tetapi tidak
digunakan
2. Tempat penggunaan setelah digunakan
Untuk menyimpanan peralatan, diperlukan ketrampilan berikut:
1. Catatan penerimaan barang baru dan pengeluaran barang
2. Membuat neraca buku-stok (persediaan) atau buku besar
E. DISTRIBUSI
Peralatan dapat dikeluarkan untuk digunakan bila diperlukan. Terdapat tiga prosedur
administrasi yang berkaitan dengan pengeluaran peralatan, antara lain:
1. Catatan di buku besar (menuliskan pengeluaran barang tersebut dalam buku besar
persediaan)
2. Surat/kupon pengeluaran barang harus ditandatangani
3. Catatan inventaris dari bagian yang menerima dan menggunakan peralatan
F. PENGHAPUSAN
1. Pemeliharaan dan perbaikan alat
2. Ada protap pemeliharaan, pemeriksaaan, dan perbaikan alat secara berkala
3. Ada jadual pemeriksaan dan pemeliharaan alat
4. Ada bukti pelaksanaan dan pemeliharaan
5. Ada bukti kalibrasi alat
6. Ada prosedur penggantian kerusakan alat dan kadaluarsa obat
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN (PATIENT SAVETY)
Keselamatan pasien di Rumah Sakit adalah sistem pelayanan dalam suatu Rumah
Sakit yang memberikan asuhan pasien menjadi lebih aman, termasuk di dalamnya mengukur
risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko terhadap pasien, analisa insiden, kemampuan untuk
belajar & menindaklanjuti insiden serta menerapkan solusi untuk mengurangi risiko. "Safety
is a fundamental principle of patient care and a critical component of hospital quality
management." (World Alliance for Patient Safety, Forward Programme WHO, 2004). Oleh
karena itu diperlukan komitmen tenaga medis untuk menjaga keselamatan pasien ,kompeten
dan etis dalam keperawatan(CNA, 2002). Keselamatan pasien merupakan suatu sistem yang
sangat dibutuhkan mengingat saat ini banyak pasien yang dalam penanganannya sangat
memprihatikan,dengan adanya sistem ini diharapkan dapat meminimalisir kesalahan dalam
penanganan pasien baik pada pasien UGD, rawat inap maupun pada pasien poliklinik
(PERSI,2006).
Standar VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai keselamatan
pasien
Standar:
1. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan
pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.
2. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria:
7.1. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk
memperoleh data dan informasi tentang halhal terkait dengan keselamatan pasien.
7.2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada.
4.2 Sasaran Keselamatan Pasien
Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit
yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu
kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang
digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan
dari Joint Commission International (JCI). Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah
mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian
yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari
konsensus berbasis bukti dan keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem
yang baik secara intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan
bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan pada solusi-solusi yang
menyeluruh. Enam sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya hal-hal sebagai berikut :
Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien
Standar SKP I
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/meningkatkan ketelitian
identifikasi pasien.
Maksud dan Tujuan Sasaran I
Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi di hampir semua
aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada
pasien yang dalam keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar
tempat tidur/kamar/ lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibat situasi lain.
Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu: pertama, untuk
identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan; dan
kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut. Kebijakan
dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses
identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat,
darah, atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis;
atau pemberian pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan
sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor
rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code, dan lain-lain. Nomor
kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau
prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas berbeda di lokasi yang berbeda di
rumah sakit, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang operasi termasuk
identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk
Mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan
situasi untuk dapat diidentifikasi.
Elemen Penilaian Sasaran I
1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor
kamar atau lokasi pasien.
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan
klinis.
4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur.
5. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada semua
situasi dan lokasi.
Formulir 1
FORMAT LAPORAN INSIDEN KE TKPRS
Rumah Sakit………………….
RAHASIA, TIDAK BOLEH DIFOTOCOPY, DILAPORKAN MAXIMAL 2 x 24 JAM
LAPORAN INSIDEN KNC, KTC, KTD DAN KEJADIAN SENTINEL
I . DATA PASIEN
Nama : ...............................................................................................................
No MR : ............................................ Ruangan : .................................................
Umur * : 0-1 bulan > 1 bulan – 1 tahun > 1 tahun – 5 tahun > 5 tahun – 15 tahun
> 15 tahun – 30 tahun > 30 tahun – 65 tahun > 65 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
Penanggung biaya pasien :
Pribadi Asuransi Swasta ASKES Pemerintah Perusahaan* JAMKESMAS
Jaminan Kesehatan Daerah
Tanggal Masuk RS : ………………..........….............….......... Jam ….................…………......
...................................
Penerima Laporan:
...................................
Tgl Lapor :................................... Tgl terima :...................................
Formulir 2
LAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN
Laporan ini hanya dibuat jika timbul kejadian yang menyangkut pasien. Laporan
bersifat anonim, tidak mencantumkan nama, hanya diperlukan rincian kejadian,
analisa penyebab dan rekomendasi.
Untuk mengisi laporan ini sebaiknya dibaca Pedoman Pelaporan Insiden
Keselamatan Pasien (IKP), bila ada kerancuan persepsi, isilah sesuai dengan
pemahaman yang ada.
Isilah semua data pada Laporan Insiden Keselamatan Pasien dengan lengkap.
Jangan dikosongkan agar data dapat dianalisa.
Segera kirimkan laporan ini langsung ke Komite Nasional Keselamatan Pasien
(KNKP).
A. Latar Belakang
Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh masyarakat
maka tuntutan pengelolaan program kesehatan dan keselamatan kerja di RS (K3RS) semakin
tinggi karena SDM Rumah Sakit, pengunjung/pengantar pasien, pasien dan masyarakat
sekitar RS ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja,
baik sebagai dampak proses kegiatan pemberian pelayanan maupun kondisi sarana dan
prasarana yang ada di RS yang tidak memenuhi standar.
Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya Pasal 165 :
“ Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya
pencegahan, peningkatan dan pengobatan, serta pemulihan bagi tenaga kerja”. Berdasarkan
pasal di atas maka pengelola tempat kerja di RS mempunyai kewajiban untuk menyehatkan
para tenaga kerjanya. Salah satunya adalah melalui upaya kesehatan kerja disamping
keselamatan kerja. RS harus menjamin kesehatan dan keselamatan baik pasien, penyedia
layanan atau pekerja maupun masyarakat sekitar dari berbagai potensi bahaya di RS. Oleh
karena itu, RS dituntut untuk melaksanakan Upaya Kesehatan dan keselamatan Kerja (K3)
yang dilaksanakan secara terintegrasi dan menyeluruh sehingga resiko terjadinya Penyakit
Akibat Kerja (PAK) dan Keselakaan Akibat Kerja (KAK) di RS dapat dihindari.