Anda di halaman 1dari 22

BAB III

DASAR TEORI

3.1. Sistem Penyaliran Tambang


Penyaliran adalah suatu cara untuk mengeringkan atau mengeluarkan air
yang terdapat atau menggenangi suatu daerah tertentu. Sedangkan sistem
penyaliran tambang adalah rangkaian unit kerja dari alat/bagian pada sistem
penyaliran yang dimaksudkan untuk mengendalikan air tambang. Upaya ini
dilakukan untuk mencegah terganggunya aktivitas penambangan akibat adanya
genangan air dalam jumlah yang berlebihan di lokasi penambangan, terutama
pada musim hujan. Selain itu, sistem penyaliran tambang ini juga dimaksudkan
untuk memperlambat kerusakan alat, sehingga alat-alat mekanis yang digunakan
pada daerah tersebut mempunyai umur yang lama.
Penanganan masalah air dalam suatu tambang terbuka dapat dibedakan
menjadi dua yaitu:
1. Mine Drainage, merupakan upaya untuk mencegah masuk dan mengalirnya
air ke lokasi penambangan. Hal ini umumnya dilakukan untuk penanganan air
tanah dan air yang berasal dari sumber air permukaan.
2. Mine Dewatering, merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah
masuk ke lokasi penambangan, terutama untuk penanganan air hujan.

3.2. Siklus Hidrologi


Hukum kekekalan energi menyatakan bahwa, energi tidak dapat diciptakan
dan tidak dapat dimusnahkan, tapi dapat berubah wujud, begitu juga dengan air.
Air di bumi volumenya selalu tetap dari waktu ke waktu, namun dapat berubah
wujud sesuai dengan kondisi lingkungan dimana dia berada. Air mengalami
perputaran melalui serangkaian peristiwa yang berlangsung secara terus menerus
dan membentuk suatu siklus yang dikenal dengan siklus hidrologi.
Siklus hidrologi merupakan proses kontinyu dimana air bergerak dari bumi
ke atmosfer dan kemudian kembali ke bumi lagi (Bambang Triatmojo, 2009).
Siklus hidrologi menunjukan gerakan air di permukaan bumi. Selama

16
berlangsungnya siklus hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke
atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak
pernah habis, air tersebut akan tertahan sementara di sungai, waduk atau danau,
serta dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia atau makhluk lain
(Chay Asdak, 1995).

Kondensasi
Presipitasi
Evaporasi air hujan

Run-off Transpirasi
Infiltrasi Evaporasi air
danau, kolam Evaporasi air laut
MukaAir Tanah
Evaporasi air
AliranAir Tanah sungai

Danau
MataAir AliranAir Tanah Sungai Laut

Sumber : Suripin, sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan,2004

Gambar 3.1
Siklus Hidrologi

Tahapan siklus hidrologi dimulai dari penguapan air di laut dan badan-
badan air lainya. Perubahan air menjadi uap ini disebabkan oleh energi panas
matahari. Uap air yang terkondensasi tersebut akan terbawa oleh angin melintasi
daratan yang bergunung maupun datar dan apabila keadaan atmosfer
memungkinkan, sebagian dari uap air tersebut akan turun menjadi hujan maupun
salju. Sebelum mencapai permukaan tanah, air tersebut akan tertahan oleh tajuk
vegetasi. Sebagian dari air hujan tersebut akan tersimpan di permukaan tajuk/daun
selama proses pembasahan tajuk, dan sebagian lainnya akan jatuh ke atas
permukaan tanah melalui sela-sela daun (throughfall) atau mengalir ke bawah
melalui permukaan batang pohon (steamflow). Sebagian kecil air hujan tidak akan

17
pernah sampai di permukaan tanah, melainkan terevaporasi kembali ke atmosfer
selama dan setelah berlangsungnya hujan.
Air hujan yang dapat mencapai permukaan tanah, sebagian akan masuk
terserap ke dalam tanah. Sedangkan air hujan yang tidak terserap ke dalam tanah
akan tertampung sementara dalam cekungan-cekungan permukaan tanah untuk
kemudian mengalir diatas permukaan ke tempat yang lebih rendah (run off),
untuk selanjutnya masuk ke sungai. Air infiltrasi akan tertahan di dalam tanah
oleh gaya kapiler yang selanjutnya akan membentuk kelembaban tanah. Apabila
kelembaban tanah sudah cukup jenuh maka air hujan yang baru masuk ke dalam
tanah akan bergerak secara horizontal untuk selanjutnya pada tempat tertentu
akan keluar lagi ke permukaan tanah dan akhirnya mengalir ke sungai, air hujan
yang masuk kedalam tanah tersebut akan bergerak vertikal ke tanah yang lebih
dalam dan menjadi bagian dari air tanah. Air tanah tersebut, terutama pada
musim kemarau, akan mengalir pelan-pelan ke sungai, danau atau tempat
penampungan air alami lainya.
Tidak semua air akan terinfiltrasi masuk ke dalam tanah lalu mengalir ke
sungai atau danau, melainkan ada sebagian air yang terinfiltrasi akan tetap tinggal
dalam lapisan tanah bagian atas untuk kemudian di uapkan kembali ke atmosfer
melalui permukaan tanah dan melalui permukaan tajuk vegetasi (transpiration).
Siklus ini akan terjadi secara berulang-ulang sepanjang musim dan sepanjang
tahun.

3.3. Metode Penyaliran Tambang


Air dalam jumlah yang besar merupakan permasalahan besar dalam
pekerjaan penambangan, baik secara langsung maupun tidak langsung
berpengaruh terhadap produktivitas.
Pengertian dari sistem penyaliran tambang adalah suatu usaha yang
diterapkan pada daerah penambangan untuk mencegah, mengeringkan, atau
mengeluarkan air yang masuk ke daerah penambangan. Upaya ini dimaksudkan
untuk mencegah terganggunya aktivitas penambangan akibat adanya air dalam
jumlah yang berlebihan, terutama pada musim hujan. Selain itu, sistem penyaliran
tambang ini juga dimaksudkan untuk memperlambat kerusakan alat serta

18
mempertahankan kondisi kerja yang aman, sehingga alat-alat mekanis yang
digunakan pada daerah tersebut mempunyai umur yang lama.
Sumber air yang masuk ke lokasi penambangan, dapat berasal dari air
permukaan tanah maupun air bawah tanah. Air permukaan merupakan air yang
terdapat dan mengalir di permukaan tanah, meliputi air limpasan permukaan, air
sungai, rawa atau danau yang terdapat di daerah tersebut, air buangan (limbah),
dan mata air. Sedangkan air bawah tanah merupakan air yang terdapat dan
mengalir di bawah permukaan tanah meliputi air tanah dan air rembesan.
Penanganan masalah air dalam suatu tambang terbuka dapat dibedakan
menjadi dua yaitu :
3.3.1. Mine Drainage
Merupakan upaya untuk mencegah masuknya air ke daerah penambangan.
Hal ini umumnya dilakukan untuk penanganan air tanah dan air yang berasal dari
sumber air permukaan, tindakan ini juga disebut usaha preventif. Cara yang biasa
digunakan untuk mencegah air permukaan adalah dengan membuat saluran
terbuka disekeliling tambang. Beberapa metode Mine drainage sebagai berikut:
1) Metode Siemens
Pada tiap jenjang dari kegiatan penambangan dibuat lubang bor kemudian ke
dalam lubang bor dimasukkan pipa dan di setiap bawah pipa tersebut diberi
lubang-lubang. Bagian ujung ini masuk ke dalam lapisan akuifer, sehingga air
tanah terkumpul pada bagian ini dan selanjutnya dipompa ke atas dan dibuang
ke luar daerah penambangan.
2) Metode Pemompaan Dalam (Deep Well Pump)
Metode ini digunakan untuk material yang mempunyai permeabilitas rendah
dan jenjang tinggi. Dalam metode ini dibuat lubang bor kemudian dimasukkan
pompa ke dalam lubang bor dan pompa akan bekerja secara otomatis jika
tercelup air. Kedalaman lubang bor 50 - 60 m.
3) Metode Elektro Osmosis
Pada metode ini digunakan batang anoda serta katoda, ketika elemen- elemen
dialiri arus listrik maka air pori akan mengalir menuju katoda (lubang bor)
yang kemudian terkumpul pada ceruk lalu dipompa keluar.
4) Small Pipe With Vacuum Pump

19
Cara ini diterapkan pada lapisan batuan yang impermiabel (jumlah air sedikit)
dengan membuat lubang bor. Kemudian di masukkan pipa yang ujung
bawahnya diberi lubang-lubang. Antara pipa isap dengan dinding lubang bor
diberi kerikil-kerikil kasar (berfungsi sebagai penyaring kotoran) dengan
diameter kerikil lebih besar dari diameter lubang. Di bagian atas antara pipa
dan lubang bor di sumbat supaya saat ada isapan pompa, rongga antara pipa
lubang bor kedap udara sehingga air akan terserap ke dalam lubang bor.

3.3.2. Mine Dewatering,


Merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah masuk ke daerah
penambangan. Upaya ini terutama untuk menangani air yang berasal dari air
hujan. Beberapa metode penyaliran mine dewatering adalah sebagai berikut:
1) Sistem Kolam Terbuka
Sistem ini diterapkan untuk membuang air yang telah masuk ke daerah
penambangan. Air dikumpulkan pada ceruk, kemudian di pompa keluar dan
pemasangan jumlah pompa tergantung kedalaman penggalian.
2) Cara Paritan
Penyaliran dengan cara paritan ini merupakan cara yang paling mudah, yaitu
dengan pembuatan paritan (saluran) pada lokasi penambangan. Pembuatan
parit ini bertujuan untuk menampung air limpasan yang menuju lokasi
penambangan. Air limpasan akan masuk ke saluran–saluran yang kemudian di
alirkan ke suatu kolam penampung atau di buang langsung ke tempat
pembuangan dengan memanfaatkan gaya gravitasi.
3) Sistem Adit
Cara ini biasanya digunakan untuk pembuangan air pada tambang terbuka
yang mempunyai banyak jenjang. Saluran horisontal yang di buat dari tempat
kerja menembus ke shaft yang di buat disisi bukit untuk pembuangan air yang
masuk ke dalam tempat kerja. Pembuangan dengan sistem ini biasanya mahal,
disebabkan oleh biaya pembuatan saluran horisontal tersebut dan shaft.

3.4. Faktor – Faktor Dalam Sistem Penyaliran Tambang

20
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam merancang sistem
penyaliran pada tambang terbuka adalah :
3.4.1. Curah Hujan
Hujan merupakan air yang jatuh ke permukaan bumi dan merupakan uap air
di atmosfir yang terkondensasi dan jatuh dalam bentuk tetesan air. Sistem
penyaliran tambang dewasa ini lebih ditujukan pada penanganan air permukaan,
ini karena air yang masuk ke dalam lokasi tambang sebagian besar adalah air
hujan.
Air tambang akan ditampung dalam ceruk, selanjutnya dikeluarkan dengan
pompa melalui jalur pemompaan ke kolam pengendapan (settling pond). Air
limpasannya (overflow) akan dibuang atau dialirkan ke luar lokasi tambang atau
ke sungai terdekat dan lumpur endapannya (underflow) dibersihkan secara
berkala.
Curah Hujan adalah jumlah atau volume air hujan yang jatuh pada satu
satuan luas, dinyatakan dalam satuan mm. 1 mm berarti pada luasan 1 m2 jumlah
air hujan yang jatuh sebanyak 1 Liter. Sumber utama air permukaan pada suatu
tambang terbuka adalah air hujan.
Penentuan Curah Hujan Rencana dapat dilakukan dengan beberapa metode,
metode yang dipakai dalam penelitian adalah metode Gumbell, yaitu teori yang
digunakan untuk penentuan distribusi curah hujan rencana yang dilakukan
menggunakan cara Partial dengan data curah hujan maksimum atau yang
didasarkan atas distribusi normal (distribusi harga ekstrim). Cara partial yaitu data
yang diambil dari data curah hujan yang nilainya melebihi data lainnya. Gumbell
beranggapan bahwa distribusi variable-variabel hidrologis itu tidak terbatas,
sehingga digunakannya data-data distribusi dengan harga yang paling besar
(Maksimum).
Persamaan Gumbell :
Persamaan Gumbel tersebut adalah sebagai berikut:
x
Xr  X  (Yr  Yn) ........................................................................................(3.1)
n

Keterangan :
Xr = hujan harian maksimum dengan periode ulang tertentu (mm)

21
X = curah hujan rata-rata (mm)
 x = standar deviasi nilai curah hujan dari data
δn = standar deviasi dari reduksi variat, tergantung dari jumlah data (n)
Yr = nilai reduksi variat dari variabel yang diharapkan terjadi pada PUH
Yn = nilai rata-rata dari reduksi variat, tergantung dari jumlah data
Xt = X + k . S ............................................................................................... (3.2)
k = (Yt – Yn) / Sn ......................................................................................... (3.3)
Keterangan :
Xt = Curah hujan rencana (mm/hari) ; k = Reduced variate factor
X = Curah hujan rata – rata (mm/hari) ; Yt = Reduced variate
Yn = Reduced mean S = Standart deviation
Sn = Reduced standart deviation

1. Reduced Mean
Nilai reduced mean dapat diterapkan dengan menggunakan rumus sebagi
berikut:
  (n  1  m)  ..................................................................(3.4)
Yn   ln  ln  
  n  1 
Keterangan :
n = jumlah sample
m = urutan sample (m = 1,2,3,…)

2. Reduced Variate
Besarnya nilai reduced variate (Yt) dapat ditentukan dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
Yt = -In [-In (T – 1)/T] .................................................................................. (3.5)

dengan :
T = Periode ulang (tahun)

3. Reduced Standart Deviation


Nilai dari Reduced Standart Deviation ditentukan dengan rumus sebagai
berikut :

 Y  2
n  Yn ............................................................................... (3.6)
Sn 
n 1

22
  x  x
2

S  ............................................................................... (3.7)
n 1

Dari perumusan distribusi Gumbel di atas, hanya harga curah hujan rata-rata
dan standar deviasi nilai curah hujan yang diperoleh dari hasil pengolahan data.
Sedangkan harga-harga selain itu diperoleh dari tabel tetapan, dalam hubunganya
dengan jumlah data dan periode ulang hujan.
3.4.2 Periode Ulang Hujan
Curah hujan biasanya terjadi menurut pola tertentu dimana curah hujan
biasanya akan berulang pada suatu periode tertentu, yang dikenal dengan Periode
Ulang Hujan. Periode ulang hujan adalah periode (tahun) dimana suatu hujan
dengan tinggi intensitas yang sama kemungkinan bisa terjadi lagi. Kemungkinan
terjadinya adalah satu kali dalam batas periode (tahun) ulang yang ditetapkan.
Penentuan periode ulang hujan dilakukan dengan menyesuaikan data dan
keperluan pemakaian saluran yang berkaitan dengan umur tambang serta tetap
memperhitungkan resiko hidrologi. Dapat pula dilakukan perhitungan dengan
metode distribusi normal menggunakan konsep peluang.
Tabel 3.1.
Periode Ulang Hujan Recana

Keterangan Periode ulang hujan

Daerah terbuka 0–5


Sarana tambang 2–5
Lereng–lereng tambang dan penimbunan 5 – 10
Ceruk utama 10 – 25
Penyaliran keliling tambang 25
Pemindahan aliran sungai 100
Sumber : Rudy Sayoga Gautama,1999

Penentuan periode ulang dan resiko hidrologi dihitung dengan


menggunakan rumus :
1 TL
Pt  1  (1  ) ...............................................................................................
Tt

(3.8)

23
Keterangan :
Pt = Resiko hidrologi (kemungkinan suatu kejadian akan terjadi minimal satu kali
pada periode ulang tertentu).
Tt = Periode ulang (dalam penelitian ini digunakan periode ulang 6 tahun).
TL = Umur tambang (11 tahun).
Penetapan periode ulang hujan sebenarnya lebih ditekankan pada masalah
kebijakan dan resiko yang perlu diambil sesuai dengan perencanaan. Menurut
Rudy Sayoga Gautama (1999), Acuan untuk menentukan PUH dapat dilihat pada
Tabel 3.1.

3.4.3 Intensitas curah hujan ( I )


Derajat curah hujan biasanya dinyatakan oleh jumlah curah hujan dalam
suatu satuan waktu dan disebut intensitas hujan. Biasanya satuan yang digunakan
adalah mm/jam. Jadi intensitas hujan yaitu jumlah presipitasi/curah hujan yang
jatuh ke permukaan dalam waktu tertentu biasanya dalam waktu relatif singkat.
Intensitas curah hujan biasanya dinotasikan dengan huruf “I”. Keadaan curah
hujan dan intensitas menurut Suyono Sosrodarsono dan Takeda K., (1983)
diklasifikasikan sebagai berikut: (Tabel 3.2).

Tabel 3.2.
Keadaan Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan

Intensitas Curah Hujan (mm) Kondisi


Keadaan Curah Hujan
1 jam 24 jam
Hujan sangat ringan <1 <5 Tanah agak basah atau dibasahi sedikit
Hujan ringan 1-5 5 – 20 Tanah menjadi basah semuanya
Hujan normal 5 -10 20 – 50 Bunyi curah hujan terdengar
Air tergenang diseluruh permukaan tanah
dan bunyi keras kedengaran dari
Hujan lebat 10 -20 50 – 100 genangan
Hujan sangat lebat > 20 > 100 Hujan seperti ditumpahkan
Sumber : Ir. Sosrodarsono dan Kensaku Takeda

Intensitas curah hujan ditentukan berdasarkan rumus mononobe, karena data


yang tersedia di daerah penelitian hanya terdapat data curah hujan harian.
Rumus mononobe :

24
2/3
R24  24 
I    ................................................................................................(3.9)
24  t 

Keterangan :
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
t = Lama waktu hujan atau waktu konstan (jam)
R24 = Curah hujan maksimum (mm).
3.4.4 Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area)
Daerah tangkapan hujan adalah luasnya permukaan, yang apabila terjadi
hujan, maka air hujan tersebut akan mengalir ke daerah yang lebih rendah menuju
ke titik pengaliran.
Air yang jatuh ke permukaan, sebagian meresap ke dalam tanah, sebagian
ditahan oleh tumbuhan dan sebagian lagi akan mengisi liku-liku permukaan bumi,
kemudian mengalir ke tempat yang lebih rendah.
Daerah tangkapan hujan merupakan suatu daerah yang dapat mengakibatkan
air limpasan permukaan mengalir kesuatu tempat (daerah penambangan) yang
lebih rendah. Penentuan luas daerah tangkapan hujan berdasarkan peta topografi
daerah yang akan diteliti . Daerah tangkapan hujan ini dibatasi oleh pegunungan
dan bukit-bukit yang diperkirakan akan mengumpulkan air hujan sementara.
Setelah daerah tangkapan hujan ditentukan, maka diukur luasnya pada peta
kontur, yaitu dengan menarik hubungan dari titik-titik yang tertinggi disekeliling
tambang membentuk poligon tertutup, dengan melihat kemungkinan arah
mengalirnya air, maka luas daerah penelitian dihitung dengan menggunakan
software Autucad 2007 sehingga didapatkan luas daerah tangkapan hujan dalam
m2.
3.4.5 Air Limpasan
Air limpasan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas
permukaan tanah menuju sungai, danau atau laut. Aliran itu terjadi karena curah
hujan yang mencapai permukaan bumi tidak dapat terinfiltrasi, baik yang
disebabkan karena intensitas curah hujan atau faktor lain misalnya kelerengan,
bentuk dan kekompakan permukaan tanah serta vegetasi.
a. Aspek-aspek yang berpengaruh
- Curah hujan = curah hujan, intensitas curah hujan dan frekuensi hujan

25
- Tanah = jenis dan bentuk toprografi
- Tutupan = kepadatan, jenis dan macam vegetasi.
- Luas daerah aliran
Untuk memperkirakan debit air limpasan maksimal digunakan rumus
rasional, yaitu :

Q = 0,278. C . I .A............................................................................................(3.10)

Keterangan :
QMax = debit air limpasan maksimum (m3/detik)
C = koefisien limpasan
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
A = Luas daerah tangkapan hujan(km2)

3.4.6 Koefisien limpasan (C)


Koefisien limpasan merupakan bilangan yang menunjukkan perbandingan
besarnya limpasan permukaan, dengan intensitas curah hujan yang terjadi pada
tiap-tiap daerah tangkapan hujan. Koefisien limpasan tiap-tiap daerah berbeda
(lihat Tabel 3.3). Dalam penentuan koefisien limpasan faktor-faktor yang harus
diperhatikan adalah :
1) Kerapatan vegetasi
Daerah dengan vegetasi yang rapat, akan memberikan nilai C yang kecil,
karena air hujan yang masuk tidak dapat langsung mengenai tanah,
melainkan akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan, sedangkan tanah yang
gundul akan memberi nilai C yang besar.
2) Tata guna lahan
Lahan persawahan atau rawa-rawa akan memberikan nilai C yang kecil
daripada daerah hutan atau perkebunan, karena pada daerah persawahan
misalnya padi, air hujan yang jatuh akan tertahan pada petak-petak sawah,
sebelum akhirnya menjadi limpasan permukaan.
3) Kemiringan tanah
Daerah dengan kemiringan yang kecil (<3%), akan memberikan nilai C
yang kecil, daripada daerah dengan kemiringan tanah yang sedang sampai

26
curam untuk keadaan yang sama. Jika terdapat perbedaan macam
penggunaan lahan maka harga C dapat ditentukan dengan rumus :
n

C A i i
C i 1
n

A
i 1
i

Keterangan :
A = Luas daerah tangkapan hujan(km2)
C = koefisien limpasan
Tabel 3.3.
Harga Koefisien Limpasan

Kemiringan Kegunaan Lahan Koefisien Limpasan

- Persawahan rawa-rawa 0,2


Datar
- Hutan, perkebunan 0,3
Kemiringan < 3%
- Permukiman 0,4
- Hutan, perkebunan 0,4
Agak miring - Pemukiman 0,5
(3-15%) - Vegetasi ringan 0,6
-Tanah gundul 0,7
- Hutan
- Pemukiman 0,6
- Vegetasi ringan 0,7
Curam
- Tanah gundul, 0,8
Kemiringan > 15%
penambangan 0,9
1,0
- Inpit
Sumber : Sayoga G, 1999

3.5. Saluran Terbuka dan Ceruk (Sump)


Curah hujan yang relatif tinggi pada tambang di indonesia berakibat
pentingnya penanganan air hujan yang baik agar produktifitas tambang tidak
menurun. Oleh karena itu dibutuhkan penanganan air limpasan yang baik,
diantaranya dengan membuat ceruk dan saluran terbuka.

3.5.1. Saluran Terbuka


Saluran Terbuka berfungsi untuk menampung dan mengalirkan air ke tempat
pengumpulan (kolam penampungan atau saluran) atau tempat lain. Bentuk saluran
terbuka, umumnya dipilih berdasarkan debit air, tipe material serta kemudahan
dalam pembuatannya. Sumber air utama pada tambang terbuka adalah air hujan,

27
walaupun kadang kontribusi air tanah juga tidak dapat diabaikan dalam
menentukan debit air.
Dalam merancang bentuk saluran terbuka, beberapa hal yang perlu
diperhatikan antara lain, dapat mengalirkan debit air yang direncanakan dan
mudah dalam penggalian saluran serta tidak lepas dari penyesuaian dengan bentuk
topografi dan jenis tanah. Bentuk dan dimensi saluran juga harus
memperhitungkan efektifitas dan ekonomisnya.
Saluran yang ekonomis adalah saluran yang dapat melewatkan debit
maksimum untuk luas penampang basah, kekasaran, dan kemiringan tertentu.
Dalam sistem penyaliran terdapat beberapa bentuk penampang penyaliran yang
dapat digunakan. Bentuk penampang saluran terbuka diantaranya bentuk persegi
panjang, bentuk segitiga, dan bentuk trapesium. Berikut adalah beberapa macam
penampang saluran dengan rumus dan dimensinya :
1) Bentuk persegi panjang
Luas penampang basah (A) = 2d2
Lebar dasar saluran (b) = 2d
Keliling Basah (P) = 4d

Jari-jari hidrolis (R) =

Sumber: Sayoga, 1999


Gambar 3.2
Penampang Saluran Terbuka Bentuk Persegi Panjang
2) Bentuk segitiga

28
Sudut tengah = 90o z =1

Luas penampang basah (A) = d2

Keliling basah (P) =

Sumber: Sayoga, 1999


Gambar 3.3
Penampang Saluran Tebuka Bentuk Segitiga
3) Bentuk trapesium

α = 60° z =

Luas penampang basah (A) = d2

Lebar dasar saluran (b) =2 d

Jari-jari hidrolis (R) =

Lebar permukaan saluran (B) =b+2.z.d

29
Sumber: Sayoga, 1999
Gambar 3.4
Penampang Saluran Terbuka Bentuk Trapesium

Bentuk penampang saluran umumnya dipilih berdasarkan debit air, tipe


material pembentuk saluran serta kemudahan dalam pembuatanya. Saluran air
dengan penampang bentuk segi empat atau segi tiga biasanya untuk debit air yang
kecil, sedangkan penampang bentuk trapesium untuk debit yang besar.
Bentuk penampang saluran yang paling sering digunakan dan umum
dipakai adalah bentuk trapesium. Bentuk trapesium dipilih dengan alasan yaitu
mudah dalam pembuatannya, ekonomis, efisien dan mudah dalam perawatannya,
serta stabilitas kemiringan dindingnya dapat disesuaikan menurut keadaan daerah.
Kemiringan dinding saluran tergantung pada macam material atau bahan
yang membentuk tubuh saluran. Harga koefisien kekasaran menurut manning
dapat dilihat pada Tabel 3.4, sebagai berikut :
Tabel 3.4
Harga Koefisien Kekasaran Dinding Saluran Terbuka

Tipe dinding saluran N


Semen 0,01 – 0,014
Beton 0,011 – 0,016
Bata 0,012 – 0,02
Besi 0,013 – 0,017
Tanah 0,02 – 0,03
Gravel 0,022 – 0,035
Tanah yang ditanam 0,025 – 0,04

30
Sumber: Sayoga, 1990

Dimensi saluran terbuka yang akan digunakan adalah bentuk trapesium.


Penentuan dimensi saluran terbuka dengan menggunakan rumus manning:

Qmax = 1/n . S1/2 . R2/3 . A ...................................................…………..(3.11)

Keterangan:
Qmax = Debit air yang akan dialirkan (m3/s)
n = Koefisien kekasaran manning
S = Kemiringan dasar saluran (%)
R = Jari-jari hidrolik (m)
A = Luas penampang saluran (m2)

3.5.2. Ceruk (Sump)


Ceruk tambang berfungsi sebagai tempat penampungan sementara air dan
lumpur sebelum dipompa ke luar tambang. Ceruk tambang dibedakan menjadi
dua macam, yaitu ceruk tambang permanen dan sementara. Ceruk tambang
permanen adalah ceruk yang berfungsi selama penambangan berlangsung, dan
umumnya tidak berpindah tempat. Sedang ceruk sementara berfungsi dalam
rentang waktu tertentu dan sering berpindah tempat.
Dimensi ceruk tambang tergantung pada kuantitas (debit) air limpasan,
kapasitas pompa, volume, waktu pemompaan, kondisi lapangan seperti kondisi
penggalian terutama pada lantai tambang (floor) dan lapisan batubara serta jenis
tanah atau batuan di bukaan tambang. Volume ceruk ditentukan dengan
menggabungkan grafik intensitas hujan yang dihitung dengan teori Mononobe
versus waktu, dan grafik debit pemompaan versus waktu. ( lihat Gambar 3.6 )

31
Sumber : Ir. Sosrodarsono dan kensaku Takeda
Gambar 3.5
Grafik Penentuan Volume Ceruk Air Tambang

Setalah ukuran ceruk diketahui tahap berikutnya adalah menentukan lokasi


ceruk di bukaan tambang (Pit). Pada prinsipnya ceruk diletakkan pada lantai
tambang (Floor) yang paling rendah, jauh dari aktifitas penggalian batubara,
jenjang disekitarnya tidak mudah longsor, dekat dengan kolam pengendapan,
mudah untuk dibersihkan.
3.6. Pompa dan Pipa
3.6.1. Pompa
Pompa berfungsi untuk mengeluarkan air dari tambang. Sesuai dengan
prinsip kerjanya, pompa dibedakan atas:
1) Reciprocating Pump
Bekerja berdasarkan torak maju mundur secara horizontal di dalam silinder.
Keuntungan jenis ini adalah efisien untuk kapasitas kecil dan umumnya dapat
mengatasi kebutuhan energi (julang) yang tinggi. Kerugiannya adalah beban
yang berat serta perlu perawatan yang teliti. Pompa jenis ini kurang sesuai
untuk air berlumpur karena katup pompa akan cepat rusak. Oleh karena itu
jenis pompa ini kurang sesuai untuk digunakan di tambang.
2) Centrifugal Pump
Pompa ini bekerja berdasarkan putaran impeller di dalam pompa. Air yang
masuk akan diputar oleh impeller, akibat gaya sentrifugal yang terjadi air akan
dilemparkan dengan kuat ke arah lubang pengeluaran pompa. Pompa jenis ini
banyak digunakan di tambang, karena dapat melayani air berlumpur,
kapasitasnya besar dan perawatannya lebih muda.

32
3) Axial Pump
Pada pompa aksial, zat cair mengalir pada arah aksial (sejajar poros) melalui
kipas. Umumnya bentuk kipas menyerupai baling-baling kapal. Pompa ini
dapat beroperasi secara vertikal maupun horizontal. Jenis pompa ini
digunakan untuk julang yang rendah.
Debit pompa ditentukan berdasarkan spesifikasi maupun dengan
pengukuran aktual. Debit berdasarkan spesifikasi pompa dapat diketahui
berdasarkan pompa yang telah ada, berdasarkan kecepatan pompa, efisiensi dan
head pompa, kemudian dihubungkan dalam grafik spesifikasi pompa.

3.6.2. Pipa
Pipa berfungsi sebagai sarana untuk mengeluarkan zat cair dari suatu tempat
menuju tempat lainnya. Zat cair yang mengalir dalam pipa akan mengalami
gesekan pada dinding sebelah dalam pipa. Besar kecilnya gesekan yang terjadi
dipengaruhi oleh jenis zat cair yang mengalir dan jenis pipa yang digunakan.

3.6.3. Perhitungan Julang Total Pompa


Dalam pemompaan dikenal istilah julang (head), yaitu energi yang
diperlukan untuk mengalirkan sejumlah air pada kondisi tertentu. Semakin besar
debit air yang dipompa, maka head juga akan semakin besar. Head total pompa
untuk mengalirkan sejumlah air seperti yang direncanakan dapat ditentukan dari
kondisi instalasi yang akan dilayani oleh pompa tersebut, sehingga julang total
pompa dapat dituliskan sebagai berikut:
HT = hs + hv + Hf1 + Hf2 + Hf3 ……..………..………………………..……… (3.12)
Keterangan :
HT = head total pompa (m)
hs = head statis pompa (m)
hv = velocity head (julang kecepatan keluar) (m)
hf1 = friction loss (kerugian karena gesekan) (m)
hf2 = shock loss (kerugian karena belokan pipa dan sambungan pada pipa) (m)
hfs = head Katup isap (kerugian karena katup isap pada pipa) (m)

Perhitungan berbagai julang pada pemompaan :


a) Head statis (hs)

33
h s  h 2  h1 ...……………………...........……...................................................
(3.13)
Keterangan :
h1 = elevasi sisi isap (m)
h2 = elevasi sisi keluar (m)

b) Head kecepatan (hv).


v2
hv  ……….........….............................................................................
2g

( 3.14)
Keterangan :
v 2 = kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)
g = kecepatan gravitasi bumi (m/detik2)

c) Head gesekan (hf1)


 Lv 2 
h f 1  f   ...………………….......…......................................................(3.15)
 2 Dg 

Keterangan :
f = koefisien gesek (tanpa satuan)
v = kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)
L = panjang pipa (m)
D = diameter pipa (m)
g = kecepatan gravitasi bumi (m/detik2)

Angka koefisien gesekan f dicari dengan menggunakan persamaan:


λ = 0,020 + 0,0005/D.....……….….................................................….(3.16)
Keterangan :
k = koefisien kekasaran pipa ( lihat Tabel 3.5 )
D = Diameter dalam pipa

Tabel 3.5
Koefisien Kekasaran Pipa

Bahan Koefisien kekasaran pipa (mm)

34
Baja : baru 0,01
lapisan plastik non poros 0,03
Besi tuang : baru 0,1 – 1,00
lapisan bituman 0,03 – 0,10
lapisan semen 0,03 – 0,10
Polyethylene 0,03 – 0,10
Kuningan, tembaga 0,10
Aluminium baru 0,15 – 0,16
Beton : baru centrifuge 0,03
baru rata 0,20 – 0,50
tanah yang telah diolah 1,00 – 2,00
Semen asbes baru 0,03 – 0,10
Bahan dari batu/kaca 0,10 – 1,00
(Sumber ; Sularso dan Haruo T., 1991)

d) Head belokan (hf2)


 v2 
h f 2  k   ...…………………………...................................................….(3.17)
 2g 

Keterangan :
k = koefisien kerugian pada belokan
  D    
3, 5 0 ,5

k  0,131  1,847   x  …….........................................………..


  2 R    90 

(3.18)

Keterangan :
v = Kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)
g = Kecepatan gravitasi bumi (m/detik2)
R = jari-jari lengkung belokan (m)
θ = sudut belokan pipa
D
R
1 ..………………….............................................…………….….(3.19)
tan 
2

e) Head katup isap (hf3)


 v2 
h f 3  f   ...………………………….…............................................…..(3.20)
 2g 

35
Keterangan :
f = koefisien kerugian pada katup isap (lihat Tabel 3.8)
v = Kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)
g = Kecepatan gravitasi bumi (m/detik2)

Tabel 3.6
Koefisien Kerugian Pada Katup Isap

Diameter (mm)
Jenis katup
100 150 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 2000
Katup sorong 0.14 0.12 0.10 0.09 0.07 0.00
Katupkupu−kupu 0.6 - 0.16 (bervariasi menurut konstruksi dan diameternya)
Katup putar 0.09 - 0.026 (bervariasi menurut diameternya)
Katup cegah kipas ayun 1.20 1.15 1.10 1.00 0.98 0.94 0.92 0.90 0.88
Katup kepak - - - - - - - - - 0.9 - 0.5
Katup isap (dengan
saringan) 1.97 1.91 1.84 1.78 1.72
Sumber ; Sularso dan Haruo T., 1991

3.6.4. Kapasitas Pompa


Kapasitas   pompa   adalah   banyaknya   cairan   yang   dapat   dipindahkan   oleh

pompa   setiap   satuan   waktu   (Haruo   Tahara,   2000).   Dinyatakan   dalam   satuan

volume per satuan waktu, seperti :

1) Barel per day (BPD) 

2) Galon per menit (GPM) 
3
3) Cubic meter per hour (m /hr)

Batas atas kapasitas suatu pompa pada umumnya tergantung pada kondisi berikut 

(Haruo Tahara, 2000) :

a) Berat   dan   ukuran   terbesar   yang   dapat   diangkut   dari   pabrik   ke   tempat

pemasangan. 

b) Lokasi pemasangan pompa dan cara pengangkutannya. 

c) Jenis penggerak dan cara pengangkatannya. 

d) Pembatasan pada besarnya mesin perkakas yang dipakai untuk mengerjakan

bagian­bagian pompa

36
e) Pembatasan pada performansi pompa. 

3.6.5. Daya Poros dan Efisiensi Pompa

1)    Daya Air

Daya air adalah energi yang secara efektif diterima oleh air dari pompa per

satuan waktu (Haruo Tahara, 2000), yang dapat ditulis sebagai berikut :

Pw  Q H ……………………………..….................................................. (3.21)

Keterangan:
γ : Berat air per satuan volume (kgf/l)
Q : Kapasitas (m3/min)
H : Head total pompa (m)
Pw: Daya air (kW)
3 3
Dimana γ dinyatakan dalam kN/m  dan Q dalam m /s. 

2)    Daya Poros

Daya poros yang diperlukan untuk menggerakkan pompa adalah sama dengan
daya   air   ditambah   kerugian   daya   di   dalam   pompa   (Haruo   Tahara,   2000).
dinyatakan sebagai berikut :
P
P  w ............................................................................................... (3.22)
p
dimana :

P : Daya poros sebuah pompa (kW)

ηp: Efisiensi pompa (pecahan)

37

Anda mungkin juga menyukai