Anda di halaman 1dari 9

Angkatan ’20-an atau Angkatan Balai Pustaka

Disebut Angkatan Dua Puluhan karna novel yang pertama kali terbit adalah novel Azab dan
Sengsara yang diterbitkan pada tahun 1921 oleh Merari siregar. Disebut pula sebagai Angkatan
Balai Pustaka karna karya-karya tersebut banyak diterbitkan oleh penerbit Balai Pustaka.

 Contoh ciri-ciri dan karya penting pada angkatan ’20-an


Cirri-ciri Karya Penting pengarang
Puisinya berupa syair dan Azab dan Sengsara Merari Siregar
pantun
Sitti Nurbaya Marah Rusli
Alirannya bercorak romantic

Soal kebangsaan belum Salah Asuhan Abdul Muis


mengemuka
Sengsara Membawa Nikmat Tulis Sutan Sati
Gaya bahasa masih
menggunakan perumpamaan

 Angkatan ’30-an atau Angkatan Pujangga Baru


Istilah Angkatan Pujangga Baru untuk karya-karya yang lahir tahun ’30-’40-an, diambil dari
majalah Pujangga Baroe yang terbit tahun 1933. Disebut sebagai Angkatan Tiga Puluhan sebab
sngkatan ini lahir pada tahun ’30-an.

 Contoh ciri-ciri dan karya penting pada angkatan ’30-an

Cirri-ciri Karya Penting pengarang


Dinamis Layar Terkembang S.T. Alisyahbana
Belenggu Armin Pane
Individualistis Indonesia Tumpah Muhammad Yamin
Darahku
Tidak persoalkan Nyanyian Sunyi & Amir Hamzah
tradisi sebagai temanya Buah Rindu

Hasil karya bercorak


kebangsaan

 Periode ‘45
Disebut juga sebagai Angkatan Chairil Anwar kerna perjuangan Chairil Anwar dalam
melahirkan angkatan ’45 ini. Disebut juga sebagai angkatan kemerdekaan karna dilahirkan pada
tahun Indonesia memproklamirkan kemerdekaan.

 Contoh ciri-ciri dan karya penting pada periode ‘45


Ciri-ciri karya pengarang
Aku Chairil Anwar
Tiga Menguak Chairil Anwar,
Bebas
Takdir Asrul Sani, Riayi Apin

Individualistis Atheis Achdiat Karta


Mihardja
Dari Ave Maria ke Idrus
Universitalitas
Jalan Lain Roma

realitas Surat Kertas Hijau Sitor Situmorang


dan Wajah Tak
Bernam

 Angkatan ‘66
Nama Ankatan ’66 dicetuskan oleh Hans Bague Jassin melalui bukunya yang berjudul Angkatan
’66 bersamaan dengan kondisi politik Indonesia yan tengah kacau akibat PKI.

 Contoh ciri-ciri karya penting pada Angkatan ‘66


Ciri-ciri Karya pengarang

Kebanyakan tentang Pagar Kawat Toha Mochtar


protes terhadap social Berduri
dan politik Tirani dan Benteng Taufiq Ismail
Mulai dikenal gaya
epic pada puisi Pariksit Goenawan
Mohammad
Banyak Para Priayi Umar Kayam
penggunaan gaya
retorik dan slogan Mata Pisau dan Supardi Joko
Peluru Kertas Damono
Cerita dengan
berlatar perang

 Angkatan ’70-an
 Sekitar tahun ’70-an, muncul karya-karya sastra yang lain dari sebelumnya yang dimana tidak
menekankan pada makna kata yang kemudian digolongkan kedalam jenis sastra kontemporer.

Contoh ciri-ciri dan karya penting pada angkatan ’70-an

Ciri-ciri karya pengarang


Diabaikannya unsur O, Amuk, Kapak Sutardji Calzoum Bachri
makna Hukla Leon Agusta
Wajah Kita Hamid Jabar
Penuh semangat Catatan Sang F. Ibrahim
eksperimentasi Koruptor
Dandandik Ibrahim Sattah
Beraliran surealistik

Dalam drama, pemain


sering improvisasi

 Angkatan ’80-an
Karya sastra Indonesia pada setelah tahun 1980 ditandai dengan banyaknya roman pecintaan
karya sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut.

 Contoh ciri-ciri dan karya pada Angkatan ’80-an

Ciri-ciri karya pengarang


Didominasi oleh Pulau Buru Pramoedya Ananta
roman percintaan Toer
Burun- Burung Y.B Mangun Wijaya
Konvensional : tokoh Manyar
antagonis selalu kalah Boko Darman Moenir

Tumbuh sastra
beraliran pop Ronggen Dukuh Ahmad Tohari
Paruk
Lupus Hilman Hariwijaya
Karya sastra
tersebar luas diberbagai
majalah dan penerbitan
umum

 Angkatan Reformasi
Munculnya ankatann ini ditandai dengan dengan maraknya karya sastra yang bertemakan seputar
reformasi. Sastrawan Angkatan Reformasi merefleksikan keadaan social dan politik yang terjadi
pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru.

 Contoh ciri-ciri dan karya pada Angkatan Reformasi

Ciri-ciri karya pengarang


Bertemakan social- Puisi Pelo Widji Thukul
politik
Resonansi Indonesia Ahmodun Yosi
Penuh kebebasan Herfanda
ekspresi dan pemikiran
Di Luar Kota Acep Zamzam
Noer
Menampilkan
sajak-sajak peduli
bangsa Abad yang Berlari Afrizal Malna

Religious dan nuansa Opera Kecoa N. Rianto


sufistik

 Angkatan 2000
Angkatan ini ditandai dengan oleh karya-karya yang cenderung berani an vulgar dan kebanyakan
mengadopsi begitu saja moral pergaulan bebas ala remaja Amerika. Tetapi pada masa ini,
muncul jua fiksi-fiksi islami.

 Contoh ciri-ciri dan karya pada Angkatan 2000

Ciri-ciri karya Angkatan


Karya cenderung vular Saman Ayu Utami

Mulai bermunculan Atas Nama Malam Seno umira Ajidarma


fiksi-fiksi islami
Supernova Dewi Lestari
Muncul cyber sastra di
internet Pulau Cinta di Peta Raudal Tanjung Banua
Buta
Bahasa
kerakyatjelataan Ayat-Ayat Cinta Habiburrahman
El-Shirazy
SITI NURBAYA
Karya Marah Rusli
Roman Angkatan Balai Pustaka
Penerima hadiah tahunan pemerintahan RI tahun 1969
Siti Nurbaya adalah anak Baginda Sulaiman ,seorang saudagar kaya,sedangkan Samsul Bahri
anak Penghulu Sutan Mahmud. Mereka sudah akrab sejak kecil karena sama-sama orang Padang
yang tinggal beretangga. Setelah dewasa ,mereka saling jatuh cinta sehingga sama-sama sepi dan
rndu ketika harus berpisah karena Samsul Bahri melanjutkan sekolah ke Jakarta.
Melihat keberhasilan Baginda Sulaiman,Datuk Maringgih merasa iri lalu menyuruh anak
buahnya untuk menghancurkan harta kekayaan Baginda Sulaiman. Baginda Sulaiman jatuh
miskin sehingga tak mampu membayar hutangnya kepada datuk Maringgih.
Datuk Maringgih mengancam akan memenjarakan baginda sulaiman kalau tak membayar
hutang. Atau sebagai gantinyaharus menyerahkan siti Nurbaya untuk diperistri. Demi
keselamatan orang tuanya,Siti Nurbaya mau menjadi istri Datuk Maringgih. Hal ini
diberitahukan kepada samsul Bahri sehingga ia pun sangat marah kepada Datuk Maringgih.
Pada suatu liburan ,Samsul Bahri pulang dan menemui Siti Nurbaya. Pertemuan ini diketahui
oleh Datuk Maringgih sehingga menimbulkan keributan yang menyebabkan Baginda Sulaiman
yang sedang sakit,jatuh dan meninggal. Siti Nurbaya diusir lalu tinggal di rumah bibinya. Samsul
bahri juga diusir oleh ayahnya karena dianggap tidak senonoh. Samsul Bahri lari ke Jakarta.
Siti nurbaya henak menyusul kekasihnya dengan naik kapal. Hal ini diketahui oleh Datuk
Maringgih,maka ia pun menyuruh anak buahnya untuk membunuh Siyi Nurbaya. Usaha ini
gagal. Datuk Maringgih mengirim fitnah ke pelabuhan mengatakan bahwa siti Nurbaya
mencuri,sehingga Siti Nurbaya ditangkap dan dipulangkan untuk diadili. Siti Nurbaya
dinyatakan tidak bersalah,ia bebas. Datuk Maringgih tidak puas. Ia menyuruh seseorang untuk
menjual lemang beracun kepada Siti Nurbaya. Siti Nurbaya meninggal karena lemang beracun
itu. Bibinya sangat sedih dan meninggal.
Di Jakarta Samsul Bahri frustasi dan mencoba bunuh diri namun tak berhasil. Sepuluh tahun
kemudian ia masuk tentara Belanda untuk mencari kematian dan namanya ia ganti mejadi Letnan
Mas.
Letnan Mas dikirim ke Padang untuk menumpas pemberontakan anti pajak yang dipimpin Datuk
Maringgih. Letnan Mas berhasil membunuh Datuk Maringgih,namun Datuk Maringgih sempat
menebas pedangnya ke kepala Letnan Mas. Letnan Mas dirawat di rumah sakit. Sebelum
meninggal,kepada Sutan Mahmud ia sempat minta maaf dan minta dikuburkan di samping Siti
Nurbaya. Atas kematian Letnan Mas,yang tidak lain adalah anaknya,Samsul Bahri,Sutan
Mahmud sangat menderita sampai akhirnya meninggal. Kono di Bukit Padang terdapat kuburan
mereka berderet,Baginda Sulaiman,Siti Nurbaya,Samsul Bahri,Sutan Mahmud.

Tiga Menguak Takdir

Kalau kami bitjara tentang kebudajaan Indonesia, kami tidak ingat kepada melap-lap hasil
kebudajaan lama sampai berkilat dan untuk dibanggakan, tetapi kami memikirkan suatu
penghidupan kebudajaan baru jang sehat.
- Surat Kepercayaan Gelanggang (hal. xi)

Tiga Menguak Takdir adalah cita-cita dari ketiga penggagasnya: Chairil Anwar, Rivai Apin, dan
Asrul Sani. Ide dasar atas terbitnya buku ini sudah ada di kepala mereka sejak satu setengah tahun
sebelum mereka mendirikan 'Gelanggang'. Gelanggang sendiri adalah sebuah rubrik kebudayaan
yang mengisi warta mingguan 'Siasat'. Tabloid Siasat mulanya diasuh oleh Chairil Anwar dan Ida
Nasution. Kemudian, dilanjutkan oleh Rivai Apin, Asrul Sani, Siti Nuraini, dan terakhir oleh
Ramadhan K.H.

Gelanggang bisa diartikan sebagai termpat berkumpulnya sastrawan Angkatan '45. Pada waktu itu,
Chairil-Rivai-Asrul hendak menjadikan Gelanggang sebagai suatu kumpulan kesenian
(Kunstkring). Tetapi, setelah melalui berbagai diskusi dan pertukaran pikiran, mereka menemukan
bahwa belum ada suatu dasar yang menjiwai pertanggungjawaban atas takdir mereka yang berada
dalam kumpulan itu. Mereka membutuhkan sebuah angkatan untuk menamai kelompok
Gelanggang ini. Angkatan ini tidak saja harus ada, tapi juga harus mempunyai pandangan hidup,
suatu tujuan takdir.

Pada dasarnya, baik Chairil Anwar, Rivai Apin, maupun Asrul Sani, menempuh jalan kesenian
yang berbeda. Mereka punya jalan masing-masing, yang melatarbelakangi penciptaan karya-karya
mereka. Bersatunya mereka dalam Gelanggang tidak lantas membuat setiap dari mereka harus
mengikuti haluan salah seorang lainnya. Melainkan, ketiganya telah berupaya untuk menempuh
jalan konsensus dan saling menghargai masing-masing pribadi.

"Pendekatan ini tidak berarti menuruti salah satu garis atau garis dari salah seorang dari kami,
tapi dalam saling menghargai segi-segi yang dihadapi masing-masing. Garis dasar yang satu,
bagi kami apriori, tidak usah dipertengkarkan lagi." Demikian, Asrul Sani menulis.

Kumpulan puisi ini membawa kita menyelami pemikiran dan perasaan Chairil Anwar, Rivai Apin,
dan Asrul Sani. Dengan segenap perbedaan, mereka bersatu demi mencapai cita-cita yang mereka
sebut sebagai 'suatu tujuan takdir'. Lantas, 'takdir' seperti apa yang sebenarnya mereka
perjuangkan?

Generasi Gelanggang yang selanjutnya dikenal dengan sebutan Angkatan '45 lahir dan berawal
dari kecamuk dan kegetiran atas Perang Kemerdekaan. Kemenangan atas perang akan
mengantarkan kemerdekaan. 'Surat Kepercayaan Gelanggang' pun menyuratkan bahwa revolusi di
tanah air kami sendiri belum selesai.

Tekanan perasaan dan pikiran semasa itu serta keadaan ekonomi yang mengguncang, telah
memenjarakan kemerdekaan mereka. Puisi, lantas menjadi jalan keluar sebagai jalan pembebasan.
Rivai Apin sendiri memaknai kemerdekaan kebebasan sebagai kebebasan berkata, berpikir, atau
berekspresi yang harus diperjuangkan sendiri. Sedangkan, Asrul Sani, memaknainya dengan
pengembaraan ke dunia luas dan alam bebas, seperti tertulis dalam puisinya, 'Surat Untuk Ibu'.

Pembebasan juga tidak hanya dimaknai sebagai pengembaraan jasmani, tetapi juga pengembaraan
pikiran. Pengembaraan yang mendaparkan Rivai Apin dalam kehidupan yang tak kenal siang.
Tercatat dalam sajak "Anak Malam". Puisi juga menjadi media apresiasi mereka terhadap para
pejuang yang telah mengorbankan nyawa, demi tercapainya kemerdekaan. Chairil Anwar
menulisnya dalam "Antara Krawang - Bekasi" dan Asrul Sani dengan "Sebagai Kenangan kepada
Amir Hamzah, Penyair yang Terbunuh".
Tiga Menguak Takdir terbit pertama kali tahun 1950 oleh Balai Pustaka. Pada tahun yang sama
pula, "Surat Kepercayaan Gelanggang" diterbitkan di majalah. Surat itu seakan menjadi jawaban
atas Polemik Kebudayaan generasi Pujangga Baru. Pernyataan sikap yang demikian itu seolah
memutus generasi sebelumnya. Sebuah upaya dan usaha untuk menguak takdir selanjutnya telah
ditegakkan. Sebuah angkatan baru telah dibentuk. Chairil-Rivai-Asrul menegaskan sikap
kepengarangan dan gerak estetika mereka dalam buku ini. Sajak-sajak mereka berkatalah dengan
sendirinya.

Catatan Personal

Seandainya saya mengenal buku ini 11-12 tahun yang lalu, tentu saya tidak akan terlalu
kebingungan dalam menjawab soal-soal Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Saya terus terang
merasa kesulitan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar generasi Pujangga Baru, Tabloid/majalah
Siasat, Angkatan '45, Surat Kepercayaan Gelanggang, dan segenap persoalan sastra Indonesia di
masa itu. Saya belum membaca sendiri seperti apa buku-buku yang sering menjadi pertanyaan
dalam soal-soal ujian. Misalnya, Atheis, Tiga Menguak Takdir, Kerikil Tajam dan Yang Terampas
dan Yang Putus, hingga Olenka karya sang maestro Budi Darma.

Saya sendiri perlu melakukan penelitian (observasi, lebih tepatnya) lebih lanjut dan mendalam
untuk menemukan jawaban atas pertanyaan saya sendiri terhadap Tiga Menguak Takdir. Yaitu,
apa dasar bagi Chairil Anwar, Rivai Apin, dan Asrul Sani, yang menjadi alasan penentu karya-
karya yang ditampilkan dalam Tiga Menguak Takdir? Saya yakin bahwa ketiganya sudah memiliki
satu buku kumpulan puisinya yang paling lengkap. Lalu, bagaimana ketiganya melakukan seleksi
atau pemilihan atas karya-karya mereka sendiri untuk ditampilkan dalam Tiga Menguak Takdir?
Saya rasa, saya masih harus mengkajinya dengan mencermati tanda zaman waktu itu; zaman
perang kemerdekaan.

Overall, bisa dibilang, penemuan buku ini bagi saya pribadi adalah menguak takdir atas diri saya
lebih dari satu dekade kemarin. Barangkali, ada maksud tersendiri mengapa saya harus baru bisa
menamatkan Tiga Menguak Takdir ini usai Tragedi Crane yang jatuh di Mekkah sana. Ya,
barangkali.

Judul : Tiga Menguak Takdir


Penulis : Chairil Anwar, Rivai Apin, dan Asrul Sani
Penerbit : Balai Pustaka
Tahun : 2013
Tebal : 82 hal.
Genre : Sastra Indonesia

Pengarang : Trisnoyuwono (5 Desember 1926) Penerbit : Djambatan Tahun : 1963 Herman dan
toto adalah dua sahabat karib. Keduanya termasuk pemuda pejuang yang sudah sejak tahun 1946
melakukan tugas penyelundupan ke daerah musuh. Kali ini pun keduanya mendapat tugas dari
Markas Besar Tentara di Yogyakarta untuk pergi ke Semarang mencari berita tentang
keberadaan Kapten Kresna yang kini tak diketahui nasibnya. Diperkirakan, kapten itu tertangkap
pihak Belanda dan ditahan di Markas IVG di daerah Jawa Tengah yang terkenal keganasannya.
Untuk menjalankan tugas itu, Herman dan Toto menyamar sebagai pedagang dan bergabung
dengan pedagang lainnya pergi ke Semarang. Ternyata, akibat laporan dua orang penduduk desa
yang menjadi mata-mata Belanda, penyamaran kedua pemuda itu dapat diketahui. Di jalan antara
Magelang dan Ambarawa, pihak Belanda menyergap mereka. Esok harinya, kedua pemuda itu
dibawa ke Markas IVG di Salatiga; sebuah kamp tawanan yang sudah terkenal dengan siksaan-
siksaan kejinya. Di kamp inilah Herman dan Toto diperiksa secara ketat oleh seorang sersan
pribumi bernama Djajusman. Sersan itulah yang kemudian banyak melakukan berbagai
penyiksaan terhadap Herman, Toto, dan para tawanan lainnya. “Herman mengalami siksaan yang
mengerikan. Ia ditelanjangi, disiram kopi panas, dilistrik hingga meraung-raung seperti anjing
kena jerat, dan Herman yang terus tabah, akhirnya tak ubahnya dengan boneka sinyo Mechael
yang tidak disukai lagi, dibanting-banting, dirobek-robek dan dicampakkan” (hlm. 21).
Seminggu lamanya kedua pejuang itu diinterogasi dan disiksa. Sekali waktu pemeriksaan
dihadiri seorang letnan Belanda dan –anehnya- pemeriksaan justru lebih “manusiawi”. Namun,
Herman tak juga dibebaskan. Toto juga mengingkari segala tuduhan hingga akhirnya Sersan
Djajusman kewalahan. Mereka pun lalu dipindahkan ke penjara umum yang dipimpin Sersan
Mayor Koenen. Pemimpin penjara ini selalu melakukan kewajibannya dengan bersih dan selalu
berpedoman pada perikemanusiaan. Ia dibantu oleh Boy, seorang kopral Belanda yang berbadan
besar dan serba kasar dalam sikap dan sifat. Mula-mula kedatangan Herman dan Toto dalam
kamp itu disambut dengan kecurigaaan tawanan lain. Akan tetapi, setelah mereka berkenalan
dengan Parman –yang ternyata dialah Kapten Kresna- suasana pun berubah menjadi lain. Kepada
tawanan lain, Parman mengaku priayi dan guru, memperkenalkan kedua pemuda itu sebagai
kawannya. Di kamp ini, Herman dan Toto ditempatkan sekamar dengan Pak Lurah, Harjono,
Gimin, Parman, Usman, Wahab, dan Umar. Selain tahanan pria, kamp ini juga memuat tahanan
wanita sehingga tidaklah mengherankan jika banyak terjadi kisah cinta yang terjalin di sana.
Parman atau Kapten Kresna adalah seorang yang cerdik dan licin; penyamarannya sebagai guru
di Yogya dipercayai semua orang. Serma Koenen yang gemar bermain catur dengannya pun
tampak akrab dan sayang kepadanya. Dengan hadirnya Herman dan Toto, Parman lalu menyusun
siasat agar mereka berdua dapat melarikan diri dari kamp yang begitu ketat dikungkung pagar
kawat berduri. Akhirnya, pada suatu malam, dengan berbekal sebuah catut yang berhasil dicuri
Parman sewaktu ia bermain dengan Pieter Koenen di kamar sersan mayor Belanda, kedua
pemuda itu mencoba melarikan diri. Sungguh malang, ternyata usaha pelarian itu tidak
sepenuhnya berhasil sesuai rencana mereka. Toto tertembak dan tewas saat itu juga dengan tubuh
bermandikan darah, dengan tangan masih menggenggam catut itu. Namun, Herman berhasil
meloloskan diri dengan membawa surat rahasia Kapten Kresna. Sementara itu, catut yang berada
dalam genggaman tangan Toto kini dijadikan barang bukti. Serma Koenen sadar bahwa catut itu
miliknya. Oleh karena itu, tidak salah lagi jika catut itu telah dicuri oleh seseorang yang sudah
biasa keluar-masuk kamarnya, yaitu Parman. Dengan barang bukti itu, Parman tak dapat lagi
menyangkal. Kopral Boy segera memerintahkan untuk menembak mati Parman. Menjelang
pelaksanaan hukuman mati bagi Parman, Koenen yang merasa telah gagal melaksanakan
tugasnya, bunuh diri dengan cara menembak dirinya. Ia amat kecewa terhadap Parman yang
telah dipercayainya, ternyata lebih suka membela bangsanya. Setelah mengetahui sersan
mayornya bunuh diri, Kopral Boy memerintahkan menembak mati Parman. Kematian Parman
ternyata menumbuhkan perasaan malu para tawanan lainnya. Parman yang oleh sesame tawanan
lain dianggap tidak memperlihatkan diri sebagai pejuang, ternyata seorang pejuang sejati. Para
tawanan itu sadar bahwa mereka adalah bangsa Indonesia yang mempunyai tanggung jawab
untuk membela bangsa dan negaranya. *** Pagar Kawat Berduri karya Trisnoyuwono ini
merupakan kisah revolusi yang terjadi sekitar tahun 1949. Pada tahun 1963, novel perjuangan ini
dilayarperakkan dengan judul yang sama hasil garapan sutradara Asrul Sani dan Perusahaan Film
Kedjora. Setahun kemudian, novel ini memperoleh penghargaan sebagai pemenang hadiah sastra
Yayasan Yamin. Studi terhadap novel Pagar Kawat Berduri sejauh ini baru dilakukan oleh Djwa
Hong Nio (FS UI, 1963) dan Suharni (FS UGM, 1974). Keduanya masih berupa skripsi sarjana
muda yang belum mendalam. Terima kasih telah berkunjung di web kami. Pembaca yang baik
selalu memberikan komentar, kritik, dan saran karena sangat kami butuhkan untuk membangun
dan memberikan yang terbaik bagi anda sahabat Imbas. Jangan lupa bookmark kami agar anda
selalu dapat memantau web edukasi materi bahasa indonesia dan karya sastra ini. Terimakasih

Source: https://www.ilmubahasa.net/2015/01/pagar-kawat-berduri.html#
Disalin www.ilmubahasa.net, Gudangnya Materi Ilmu Bahasa, Media Karya Sastra dan
Informasi.

Anda mungkin juga menyukai