Anda di halaman 1dari 14

ARSITEKTUR TRADISIONAL SUMBA

Mata kuliah Perkembangan Arsitektur Nusantara

BAB I PENDAHULUAN

Tak kenal maka tak sayang. Seperti itulah jika tidak mengenal arsitektur
tradisional Indonesia. Arsitektur tradisional Indonesia sangat beragam dan unik.
Beragam karena Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia. Antar suku kemungkinan memiliki tradisi berarsitektur yang berbeda, juga
bagaimana arsitektur tradisionalnya dapat beradaptasi dengan kondisi alam
setempat. Banyak pengetahuan berarsitektur yang bisa diperoleh dari arsitektur
tradisional Indonesia. Masing-masing arsitektur tradisional Indonesia juga memilki
keunikan. Unik bentuk-bentuknya sehingga gampang gampang susah mengenal dari
wilayah manakah arsitektur tersebut berasal. Bentuk atap rumah tradisional sering
menjadi acuan menebak ia berasal dari daerah mana di Indonesia.
Arsitektur Tradisional Sumba merupakan salah satu arsitektur tradisional
Indonesia yang memiliki bentuk atap yang sangat unik yaitu menjulang tinggi bak
sebuah menara lonceng. Atap yang tinggi mempunyai nilai simbolis sebagai tempat
bersemayam roh leluhurnya. Atap juga berfungsi sebagai ruang untuk menyimpan
benih-benih tanaman dan ruang untuk mengawetkan bahan makanan. Tidak hanya
bentuk atap yang unik tetapi nilai-nilai hidup yang diterapkan ke dalam arsitektur
tradisional Sumba juga sangat menarik.
Tulisan ini dibuat untuk membahas arsitektur tradisional Sumba mulai dari
lingkungan kampung adat sampai dengan rumah tradisional Sumba.
Pembuatan tulisan ini menggunakan metode kajian pustaka dan mencari
informasi di internet.

1
BAB II GAMBARAN UMUM SUMBA

 Lokasi
Pulau Sumba merupakan salah satu dari gugusan pulau-pulau di Propinsi Nusa
Tenggara Timur (Gambar 2.1). Secara geografis, Pulau Sumba berada pada 9⁰-10⁰
LS dan 119⁰-120⁰ BT dengan luas pulau ±11.153 km². Posisi Pulau Sumba berada
di sebelah selatan Pulau Flores dan Pulau Sumbawa serta berada di sebelah utara
benua Australia. Pantai selatan dan barat Pulau Sumba merupakan lautan lepas
Samudera Hindia sedangkan sebelah timur merupakan laut Sawu. Secara
administrasi Pulau Sumba terbagi atas 4 kabupaten yaitu kabupaten Sumba Barat,
Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, dan Sumba Timur.

Gambar 2.1 Lokasi Pulau Sumba, NTT


(Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2017/11/peta-desa-wisata-nusa-tenggara-timur)

 Budaya
Secara ras, suku Sumba merupakan campuran antara ras Mongoloid dan
Melanesoid. Mongoloid merupakan ras yang berasal dari Asia sedangkan Melanesoid
merupakan salah satu ras yang mendiami pulau Papua dan sekitarnya. Suku Sumba
merupakan suku yang menganut kepercayaan animisme dan dinamisme sebelum
agama yang lain masuk ke pulau Sumba. Kepercayaan Marapu memberikan
pengaruh besar terhadap arsitektur tradisional Sumba
 Kondisi alam
Pulau Sumba antara terdiri dari padang sabana, kering, dan kecepatan angin
cukup tinggi. Arsitektur Tradisional Sumba merupakan salah satu cermin bagaimana
suku Sumba memecahkan masalah iklim setempat dalam desain rumah
tradisionalnya.

2
 Latar Belakang Terbentuknya Arsitektur Tradisional Sumba
Arsitektur tradisional Sumba merupakan hasil ‘komunikasi’ antara aktifitas fisik
dan aktifitas sosial budaya dan kepercayaan (agama) masyarakat Sumba di
sepanjang sejarahnya dari masa lampau hingga saat ini serta penyesuaiannya
dengan kondisi dan potensi alami yang terdapat di Pulau Sumba (Gambar 2.2)

Gambar 2.2 Skema Komunikasi Elemen Pembentuk Arsitektur Tradional Sumba


(Sumber: Pemikiran Penulis)
Secara Sosial masyarakat Sumba terdiri dari beberapa suku (Gambar 2.3).
Masing-masing suku mempunyai kelompok kekerabatan yang disebut kabisu.
Masing-masing kabisu dapat menetap sendiri atau bersama-sama. Keputusan ini
berpegaruh terhadap penataan sebuah kampung adat. Jumlah kabisu yang
menempati sebuah kampung adat sama dengan jumlah natar dalam kampung adat
tersebut. Natar adalah halaman tengah dari kelompok rumah adat suatu kabisu.
Kesatuan sosial masyarakat Sumba tertinggi adalah kesatuan yang diikat oleh
kepercayaan Marapu.

Gambar 2.3 Orang Sumba


Kepercayaan asli masyarakat Sumba disebut Marapu, mempercayai bahwa roh-
roh leluhurnya tidak pergi meninggalkan mereka selamanya, bahwa roh-roh tersebut
masih berada di tengah-tengah kehidupan mereka yang masih hidup untuk
melindungi, menolong, memberi arahan, dan juga mengawasi mereka. Kepercayaan
Marapu berpengaruh besar dalam arsitektur tradisional Sumba mulai dari penataan
kampung sampai dengan rumah tradisionalnya.

3
BAB III ARSITEKTUR TRADISIONAL SUMBA

Arsitektur tradisional Sumba terdapat dalam skala makro berupa permukiman


tradisional Sumba dan skala mikro dalam rumah tradisional Sumba.
A. Permukiman Tradisional Sumba
Terdapat lima hal yang dapat dilihat dari permukiman tradisional Sumba yaitu
unsur-unsur pembentuk permukiman tradisional, pola permukiman, hirarki ruang
kampung, bentuk permukiman, dan orientasi permukiman.
Unsur Pembentuk Permukiman Tradisional
Pembentuk permukiman tradisional Sumba yaitu dinding pagar, gerbang, natar,
dan rumah tradisional.
 Dinding pagar. Dinding pagar terbuat dari batu karang atau batu kali yang tersedia
di lingkungannya, berdimensi cukup tebal dan tinggi. Dimensi seperti ini bertujuan
sebagai benteng pertahanan dan penanda batas teritori sebuah kabisu atau
beberapa kabisu yang menempati suatu permukiman adat.
 Gerbang. Gerbang adalah pintu masuk ke dalam kampung adat (Gambar 3.1).
Gerbang masuk ke dalam kampung adat hanya ada satu buah, biasanya terletak
pada arah Utara-Barat (Barat Laut). Alasan untuk mengontrol keamaan menjadi
dasar pertimbangan untuk jumlah gerbang yang hanya satu buah.

Gambar 3.1 Pintu gerbang kampung adat Ratenggaro Sumba


(Sumber: Kusumawati, dkk., 2007, p:15)

 Natar. Natar adalah halaman tengah suatu permukiman tradisional Sumba. Jumlah
natar dalam suatu permukiman tradisional Sumba sama dengan jumlah kabisu
yang menempati permukiman tersebut (Gambar 3.2). Kabisu-kabisu yang tinggal

4
Gambar 3.2 Kampung adat dihuni satu kabisu (kiri); Kampung adat dihuni beberapa kabisu (kanan)
(Sumber: google earth)
dalam suatu permukiman tradisional Sumba memiliki ikatan kekerabatan yang
sangat kuat sehingga bisa tinggal bersama-sama dalam suatu permukiman
tradisional. Jika dalam suatu perkampungan adat hanya tedapat satu natar saja
maka hanya terdapat satu kabisu yang menempati perkampungan tersebut.
Apabila jumlah natar ada tiga dalam suatu perkampungan tradisional maka
terdapat tiga kabisu yang menetap dalam perkampungan tersebut. Natar
merupakan pusat orientasi untuk menghadapkan rumah-rumah tradisional Sumba.
Dijadikan pusat orientasi karena pada natar sering dilakukan acara adat, ritual adat,
dan yang paling penting adalah terdapat kuburan batu tempat leluhurnya dikubur.
Bagi suku Sumba, sebuah kehormatan ketika meninggal dunia, jasadnya bisa
dikubur di natar. Pada natar terdapat pula beberapa simbol penting bagi kehidupan
masyarakat adat Sumba yaitu batu kubur, muricana, dan batu bantal (Gambar 3.3).
Bagi masyarakat adat, ruang natar merupakan ruang yang sakral dalam suatu
kampung adat.

Gambar 3.3 Batu kubur, muricana, dan batu bantal


(Sumber: http://far-horizon.com/travel-holidays-indonesia/sumba-island-culture-traditions/)

 Rumah tradisional Sumba. Rumah berbentuk rumah panggung dengan ukuran


atap sangat tinggi. Masing-masing rumah dalam kampung adat memiliki nama
sesuai dengan peran dan fungsi atau tugas yang diemban oleh penghuninya dalam

5
kabisu tersebut. Rumah kepala kampung disebut uma katoda, dan wakil kepala
kampung disebut uma kere.
Pola Permukiman
Pola permukiman kampung adat berbentuk cluster. Rumah-rumah di susun tidak
mengikuti pola tertentu, namun tetap memperhatikan arah hadap bangunan ke arah
natar.
Hirarki Ruang
Hirarki ruang dalam perkampungan adat di susun dari dalam ke luar. Patokan
membuat hirarki adalah kubur/arca batu muricana dan natar. Dua elemen ini bagi
masyarakat adat memiliki nilai yang tinggi sehingga penataan kampung adat diatur
dari nilai yang lebih tinggi ke rendah. Hirarki penataan dari dalam ke luar yaitu
muricana, natar sebagai pusat orientasi bangunan rumah tradisional, pagar batu
(Gambar 3.4).

Gambar 3.4 Skema kesatuan tata ruang dan hirarki pada perkampungan kampung adat Sumba
(Sumber: Kusumawati, dkk., 2007, p:14)

Bentuk Permukiman
Bentuk permukiman kampung adat Sumba ada umumnya berbentuk persegi
atau lonjong yang dikelilingi oleh pagar tembok yang tebal dan tinggi.
Orientasi Permukiman
Pola kampung adat Sumba pada umumnya berorientasi ke arah Utara-Selatan,
dengan arah Selatan sebagai arah utama (Gambar 3.5) Oleh sebab itu rumah kepala
kampung (kepala kabisu) terletak di selatan menghadap ke Utara. Rumah kepala
kampung disebut uma katoda. Rumah wakil kampung adat (anak laki tertua dari
kepala kabisu) atau disebut uma kere terletak di sebelah utara menghadap ke selatan.
Deretan rumah adat sebelah Barat diperuntukkan bagi anak nomor urut genap, dan
deretan rumah adat sebelah timur oleh anak nomor urut ganjil. Seluruh rumah adat
tersebut mengelilngi dan menghadap natar yang menjadi pusat orientasi kampung
adat tersebut.

6
Gambar 3.5 Orientasi Permukiman Kampung adat Ratenggaro Sumba
(Sumber: Kusumawati, dkk., 2007, p:12)
B. RUMAH TRADISIONAL SUMBA
Dalam masyarakat tradisional Sumba, rumah merupakan bagian dari upaya
adaptasi terhadap lingkungan dan budaya (Gambar 3.6). Lingkungan alam Pulau
Sumba yang merupakan padang sabana, kering, dan kecepatan angin di atas rata-
rata. Pertimbangan terhadap kecepatan angin dan kondisi alam yang kering membuat
orang Sumba membangun rumahnya untuk mengatasi masalah tersebut. Rumah
dalam adat Sumba selain sebagai temat tinggal juga menggambarkan fungsi-fungsi
sosial.
Dalam budaya bermukim suku Sumba terdapat 3 tipe Rumah Tradisional suku
Sumba yaitu rumah adat, rumah dusun atau rumah tinggal, dan rumah kebun. Masing-
masing rumah memiliki fungsi yang berbeda-beda. Fungsi rumah adat sebagai tempat
untuk melaksanakan ritual-ritual adat. Rumah dusun atau rumah tinggal sebagai
tempat tinggal sehari-hari. Dan rumah kebun sebagai tempat beristirahat saat sedang
berada di ladang/kebun. Untuk saat ini, dari ke tiga tipe rumah tersebut yang masih
dapat ditemui yaitu rumah adat dan rumah dusun.

Gambar 3.6 Rumah Tradisional Sumba di kampung Ratenggaro


(Sumber: http://exploresumba.com/villages/ratenggaro/)

7
 Kosmologi dan Simbolisme pada Rumah Tradisional Sumba
Dalam kepercayaan Marapu yang merupakan kepercayaan asli suku Sumba,
dunia terbagi dalam 3 bagian yaitu dunia atas (uma deta), dunia tengah (uma bei),
dan dunia bawah (kali kambunga). Dunia atas, diyakini sebagai tempat para dewa dan
arwah leluhur. Dunia tengah sebagai tempat kehidupan manusia. Dan dunia bawah
merupakan tempat tinggal hewan/binatang. Kepercayaan ini diwujudkan dalam
bangunan rumah tradisional Sumba.

Gambar 3.7 Kosmologi dunia disimbolkan secara vertikal dalam rumah adat Sumba
Sumber: Tim Peneliti Widya Mandira, 1992 dalam repository.petra.ac.id/16223/1/SUMBA_LPPM-
LAP_AKHIR.pdf

Kepercayaan Marapu bahwa dunia terbagi atas tiga bagian diwujudkan dalam
struktur rumah adat Sumba yaitu bagian atap menara (uma deta) melambangkan
dunia atas,ruang dalam rumah (uma bei) melambangkan tempat tinggal manusia, dan
kolong rumah (kali kambunga) melambangkan tempat tinggal hewan (Gambar 3.7).
 Interior Rumah Tradisional Sumba
Pada tata ruang dalam rumah tradisional (ruang tempat tinggal), memiliki
pembagian secara vertikal dan hirarki secara horisontal.
Pembagian ruang dalam secara vertikal dibagi ke dalam 6 bagian (Gambar 3.8)
yaitu, Lapisan teratas disebut uma dalo adalah loteng tempat menyimpan bibit dan
bahan makanan yang unggul (1); Padembahano adalah loteng panas di atas para-ara
api (2); Pedalolo adalah loteng tempat menyimpan makanan sehari-hari (3);
Katendeng merupakan tahta untuk duduk dan tidur Penghuni rumah (4); Tabolo
merupakan balai perempuan (5); dan Katonga tana merupakan balai untuk pijakan
kaki sebelum memasuki rumah (6).

8
Gambar 3.8 Skema ruang interior rumah tradisional Sumba secara vertikal
(Sumber: Kusumawati, dkk., 2007, p:9)
Hirarki secara horisontal dari ruang dalam rumah tradisional dibuat
berdasarkan nilai tertinggi ke nilai terendah. Ruang yang memiliki nilai tertinggi ke
rendah yaitu ruang dapur, berikut adalah ruang mata marapu, dan yang terakhir yaitu
ruang-ruang yang lain (Gambar 3.9).

Gambar 3.9 Hirarki ruang interior rumah tradisional Sumba


(Sumber: Kusumawati, dkk., 2007, p:35)
Ruang dapur memilki nilai tertinggi karena dalam kepercayaan marapu yang
merupakan agama animisme dan dinamisme, tempat adanya cahaya api dan api
yang panas dipandang sebagai sumber kehidupan (Gambar 3.10). Ruang dapur dan
tungku api yang diletakkan di tengah-tengah bangunan menjadi sumber dan pusat
kehidupan karena dari sana api menghangatkan seisi rumah dari yang udara dingin,
memberi cahaya pada malam hari yang gelap, makanan diolah untuk memberi
makan seisi rumah, mengawetkan bahan makanan dan pada puncak atap yang tepat
berada di atas dapur diyakini sebagai tempat tinggal para dewa dan roh nenek
moyang atau leluhurnya. Hirarki ke dua adalah ruang Mata Marapu merupakan
ruang yang dipakai untuk melakukan ritual Marapu dan merupakan ruang sakral
dalam rumah. Dan ruang yang menempati nilai rendah adalah ruang-ruang lain
dalam rumah karena di sana penghuni melakukan aktifitas-aktifitas sehari-hari.

9
Gambar 3.10 Tungku api dan lemari pengawet makanan di atas tungku (kiri); Ruang dapur tempat
tungku api dan ruang di bawah atap menara untuk menyimpan bahan makanan atau benih untuk
ditanam (tengah); Aktifitas penghuni rumah dekat dapur (kanan)
(Sumber: repository.petra.ac.id/16223/1/SUMBA_LPPM-LAP_AKHIR.pdf )

 Perkembangan dalam Arsitektur Tradisional Sumba


Terdapat tiga perkembangan utama yang dialami arsitektur tradisional Sumba
Yaitu pada ruang interior, material penutup atap, dan elemen natar berupa kubur batu.
Perkembangan dalam ruang interior (Gambar 3.11). Pada awalnya ruang
dalam rumah tradisional Sumba yang dipakai untuk tinggal sehari-hari merupakan
ruang besar tanpa sekat dengan perapian yang terletak di tengah-tengah rumah dan
satu-satunya area yang diberi sekat adalah ruang mata marapu. Dalam
perkembangannya saat ini, ruang besar tersebut pada beberapa rumah adat sudah
diberi sekat pemisah antar ruang. Perkembangan ruang setelah diberi pembatas
memberi batas yang jelas untuk ruang-ruang antara lain yaitu (A) Ruang Dapur; (B,F)
Ruang laki-laki; (C,O,J) Ruang orang tua; (D) Ruang tamu; (E) Ruang untuk
melakukan ritual marapu; (G,K) Ruang/balai Perempuan; (H) Tempat tidur laki-laki; (I)
Teras belakang; (L) Ruang Mata Marapu; dan (M ) Teras depan.

Gambar 3.11 Ruang interior awal rumah tradisional Sumba (kiri); ruuang interior rumah tradisional
Sumba setelah dibatasi penyekat
(Sumber: Sumber: Kusumawati, dkk., 2007, p:35)

10
Perkembangan pada material penutup atap. Pada awalnya material atau bahan
bangunan yang dipakai untuk membuat rumah tradisional Sumba merupakan bahan
yang tersedia pada alam Sumba. Salah satunya adalah bahan penutup atap berupa
rumput alang-alang. Bahan-bahan tersebut masih dipakai sampai sekarang namun
terdapat beberapa rumah yang telah mengganti penutup atapnya dengan bahan seng.
Hal ini dikarenakan pengaruh dari luar yaitu adanya bahan yang baru yang mudah
dan cepat dalam pemasangannya serta mudah dalam perawatan (Gambar 3.12).

Gambar 3.12 Material alang-alang untuk atap, material asli (kiri); Material seng untuk atap,
material buatan (kanan)
Perkembangan pada natar yaitu batu kubur. Pada awalnya batu-batu kubur
tersebut memakai material batu alam yang berasal dari Pulau Sumba yang dalam
proses pengambilan memerlukan tenaga dan waktu serta proses pengangkutan ke
kampung adat. Namun saat sekarang batu-batu alami tersebut telah digantikan
dengan membuat batu kubur dari beton.
 Bahan Bangunan Rumah Tradisional Sumba
Bahan yang dipakai membuat rumah tradisional Sumba yaitu batu alam untuk
membuat pondasi. Jenis pondasi berupa umpak; batang kayu utuh untuk membuat
kolom-kolom rumah; Kayu untuk balok induk dan balok anak; bambu untuk penutup
lantai, bambu untuk dinding, dan alang-alang untuk penutup atap (Gambar 3.13).

11
Gambar 3.13 Pondasi rumah tradisional Sumba(kiri atas); Struktur kolom, balok lantai dan penutup
lantai dari kayu dan bambu (kanan atas); empat kolom utama penyanggah atap dari batang kayu utuh
(kiri bawah); penutup dinding dari bambu(bawah tengah); penutup atap dari alang-alang (kanan
bawah)
 Proses Konstruksi Rumah Tradisional Sumba
Terdapat empat tahap proses Konstruksi rumah tradisional Sumba, berturut-turut
yaitu empat tiang utama yang terletak di tengah-tengah didirikan, atap menara yang
tinggi dibangun, dan diselesaikan dengan bagian rumah yang lain sampai rumah
tradisional selesai dikerjakan (Gambar 3.14)

Gambar 3.14 Proses konstruksi Rumah Tradisional Sumba

12
BAB IV KESIMPULAN

Arsitektur Tradisional Sumba merupakan arsitektur yang berpusat kepada


kepercayaan religi marapu yang mempercayai roh nenek moyang selalu selalu
tinggal di tengah2 mereka, yang menolong, menjaga tetapi juga mengawasi
mereka. Hal ini terlihat pada:
1. Lingkup kampung, Orientasi utama kampung ke Natar. Hal ini dikarenakan
pada natar terdapat arca dan kubur yang terbuat dari batu sebagai tempat
kuburan leluhur dan tempat melakukan ritual-ritual adat.
2. Lingkup bangunan Rumah Tradisional Sumba:
- Secara Horisontal: Sejak awal terdapat batasan yang jelas antara ruang mata
marapu dengan ruang yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa ruang tersebut
merupakan ruang yang sakral.
- Secara Vertikal: Ruang marapu terletak di bagian teratas dari atap yang
menjulang tinggi. Dan berada tepat di atas ke empat tiang yang dianggap
sakral dalam rumah tradisional Sumba.

13
DAFTAR PUSTAKA

Kusumawati, dkk., 2007, Jejak Megalitik Arsitektur Sumba, Yogyakarta, Graha Ilmu

Internet:
http://repository.a.ac.id/16223/1/SUMBA LPPM-LAP AKHIR.pdf

Gambar-gambar:

https://gpswisataindonesia.info/2017/11/peta-desa-wisata-nusa-tenggara-timur

google earth

http://far-horizon.com/travel-holidays-indonesia/sumba-island-culture-traditions/

http://exploresumba.com/villages/ratenggaro/)

-------------------------------

Penyusun

Nama : Frida Desy Athaboe (162411561)


FT. Arsitektur Widyamataram Yogyakarta
Tahun Ajaran : 2017/2018
Judul Tulisan: Arsitektur Tradisional Sumba

14

Anda mungkin juga menyukai