2. A. Abas Salim
Pengertian risiko menurut A.Abas Salim adalah ketidakpastian (uncertainly) yang mungkin
melahirkan peristiwa kerugian.
3. Soekarno
Pengertian risiko menurut Soekarno adalah ketidapastian atas terjadinya suatu peristiwa
4. Herman Darmawi
Pengertian risiko menurut Herman Darmawi adalah penyebaran/penyimpana
5. Herman Darmawi
Pengertian risiko menurut Herman Darmawi adlah sesuatu hasil (outcome) yang berbeda dengan
yang diharapkan.
7. Isto
Pengertian risiko menurut Isto adalah bahaya yang dapat terjadi akibat sebuah proses yang
berlangsung atau kejadian yang akan datang.
9. Subekti
Pengertian risiko menurut Subekti adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena
suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak.
15. Wideman
Pengertian risiko menurut Wideman adalah ketidakpastian yang menimbulkan akibat yang
merugikan.
Pengertian Risiko
Risiko
Risiko merupakan suatu keadaan adanya ketidakpastian dan tingkat ketidakpastiannya terukur
secara kuantitatif. Risiko juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan ketidakpastian, di mana jika
terjadi suatu keadaan yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan suatu kerugian. Resiko
berhubungan dengan ketidakpastian ini terjadi oleh karena kurang atau tidak tersedianya cukup
informasi tentang apa yang akan terjadi. Sesuatu yang tidak pasti (uncertain) dapat berakibat
menguntungkan atau merugikan.
Seluruh kegiatan yang dilakukan baik perorangan atau perusahaan mengandung risiko. Kegiatan
bisnis sangat erat kaitannya dengan risiko. Risiko dalam kegiatan bisnis juga dikaitkan dengan
besarnya pengembalian yang akan diterima oleh pengambil risiko. Semakin besar risiko yang
dihadapi umumnya dapat diperhitungkan bahwa pengembalian yang diterima juga akan lebih
besar.
Menurut Griffin (2002:715), risiko adalah ketidakpastian tentang peristiwa masa depan
atas hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan.
Menurut Hanafi (2006:1), risiko adalah bahaya, akibat atau konsekuensi yang dapat
terjadi akibat sebuah proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang.
Sedangkan Menurut Vaughan (1978), risiko memiliki beberapa arti dan definisi, yaitu:
1. Risk is the chance of loss (risiko adalah kans kerugian). Chance of loss berhubungan
dengan suatu exposure (keterbukaan) terhadap kemungkinan kerugian. Dalam ilmu
statistik, chance dipergunakan untuk menunjukkan tingkat probabilitas akan munculnya
situasi tertentu. Dalam hal chance of loss 100%, berarti kerugian adalah pasti sehingga
risiko tidak ada.
2. Risk is the possibility of loss (risiko adalah kemungkinan kerugian). Istilah
possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada di antara nol dan satu.
Namun, definisi ini kurang cocok dipakai dalam analisis secara kuantitatif.
3. Risk is uncertainty (risiko adalah ketidakpastian). Uncertainty bersifat subjective dan
objective. Subjective uncertainty merupakan penilaian individu terhadap situasi resiko
yang didasarkan pada pengetahuan dan sikap individu yang bersangkutan. Objective
uncertainty akan dijelaskan pada dua definisi risiko berikut.
4. Risk is the dispersion of actual from expected results (risiko merupakan penyebaran
hasil aktual dari hasil yang diharapkan). Ahli statistik mendefinisikan risiko sebagai
derajat penyimpangan sesuatu nilai di sekitar suatu posisi sentral atau di sekitar titik rata-
rata.
5. Risk is the probability of any outcome different from the one expected (risiko
adalah probabilitas sesuatu outcome berbeda dengan outcome yang diharapkan).
Risiko bukan probabilitas dari suatu kejadian tunggal, tetapi probabilitas dari beberapa
outcome yang berbeda dari yang diharapkan.
Jenis-jenis Risiko
Menurut Hanafi (2006:6), terdapat dua jenis risiko secara umum, yaitu:
a. Risiko murni (pure risk)
Risiko murni adalah ketidakpastian terjadinya suatu kerugian atau dengan kata lain hanya ada
suatu peluang merugi dan bukan suatu peluang keuntungan. Risiko murni adalah suatu risiko
yang bilamana terjadi akan memberikan kerugian dan apabila tidak terjadi maka tidak
menimbulkan kerugian namun juga tidak menimbulkan keuntungan. Risiko ini akibatnya hanya
ada dua macam: rugi atau break event, contohnya adalah pencurian, kecelakaan atau kebakaran.
Risiko spekulasi adalah risiko yang berkaitan dengan terjadinya dua kemungkinan, yaitu peluang
mengalami kerugian finansial atau memperoleh keuntungan. Risiko ini akibatnya ada tiga
macam: rugi, untung atau break event, contohnya adalah investasi saham di bursa efek, membeli
undian dan sebagainya.
Sedangkan menurut Jorion (1997), terdapat beberapa tiga jenis risiko pada suatu perusahaan,
yaitu:
Risiko bisnis adalah risiko yang dihadapi oleh perusahaan atas kualitas dan keunggulan pada
beberapa produk pasar yang dimiliki oleh perusahaan. Risiko seperti ini hadir karena adanya
ketidakpastian dari aktivitas-aktivitas bisnis seperti inovasi teknologi serta desain produk dan
pemasaran.
Risiko strategi muncul karena adanya perubahan fundamental pada lingkungan ekonomi atau
politik. Risiko strategi sangat sulit untuk dihitung karena berhubungan dengan hal-hal makro di
luar perusahaan, seperti kebijakan ekonomi, iklim politik dan lain-lain.
Risiko finansial merupakan risiko yang timbul sebagai akibat adanya pergerakan pada pasar
finansial yang tidak dapat diperkirakan. Risiko ini berkaitan dengan kerugian yang mungkin
dihadapi dalam pasar finansial, seperti kerugian akibat pergerakan tingkat suku bunga atau
adanya kegagalan (defaults) dalam obligasi finansial.
Baca Juga
1. Unacceptable Risk, adalah risiko yang tidak dapat diterima dan harus dihilangkan atau
bila mungkin ditransfer kepada pihak lain.
2. Undesirable Risk, adalah risiko yang memerlukan penanganan/ mitigasi risiko sampai
pada tingkat yang dapat diterima.
3. Acceptable Risk, adalah risiko yang dapat diterima karena tidak mempunyai dampak
yang besar dan masih dalam batas yang dapat diterima.
4. Negligible Risk, adalah risiko yang dampaknya sangat kecil sehingga dapat diabaikan.
Sumber-sumber Risiko
Menurut Godfrey (1996), terdapat sumber-sumber risiko yang perlu diketahui dan diidentifikasi
sebagai langkah awal penanganan risiko, yaitu sebagai berikut:
Daftar Pustaka
Jorion, P. 1997. Value at Risk. Chicago: Irvine.
Griffin, R.W. 2002. Management jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Hanafi, Mamduh. 2006. Manajemen Resiko. Yogyakarta: YKPN.
Vaughan, E.J dan Curtis M. Elliot. 1978. Fundamentals of Risk and Insurance.
Toronto: John Wiley & Sons Inc.
Godfrey, Patrick S., Sir William Halcrow and Partners Ltd. 1996. Control of Risk: A
Guide to the Systematic Management of Risk from Construction. London: CIRIA.
BAGIKAN ARTIKEL INI
Pengertian Risiko
Risiko adalah suatu keadaan terdapat ketidakpastian dan tingkat ketidakpastiannya bisa
diukur dengan kuantitatif. Risiko juga bisa diartikan dengan suatu keadaan ketidakpastia,
yan gmana apabila terjadi sesuatu keadaan yang tidak diinginkan bisa menimbulkan suatu
kerugian. Risiko berkaitan dengan ketidakpastian ini terjadi karena kurang atau tidak
tersediannya cukup informasi mengenai apa yang akan terjadi. Sesuatu yang tidak pasti
(uncertain) bisa ber akibat dengan keuntungan atau kerugian.
Semua kerugian yang dilakukan secara individu atau perusahaan didalamnya terdapat
risiko. Aktivitas bisnis berhubungan erat dengan risiko. Risiko dalam aktivitas bisnis juga
dihubungkan dengan besarnya pengembalian yang akan diperoleh oleh pengambil risiko.
Semakin besar risiko yang dihadapi, seringkali bisa diperhitungkan jika pengembalian yang
didapat juga akan semakin besar.
Jenis-Jenis Risiko
Ada dua jenis risiko secara umum yang dikemukakan oleh Hanafi (2006:6)
Menurut Jorion (1997) ada dua jenis risiko di suatu perusahaan yakni:
Sumber-Sumber Risiko
Sumber-sumber risiko Menurut Godfrey (1996) terdapat sumber risiko yang harus diketahui
dan diidentifikasi sebagai langkah permulaan menangani risiko, yaitu:
Politik (Political)
Contoh: Kebijaksanaan pemerintah, opini publik, berubahnya ideologi, peraturan,
kekacauan perang, terorisme, kerusuhan
Lingkungan (Environment)
Contoh: Pencemaran, kebisingan, perizinan, opini publik, kebijakan didalam
perusahaan, perundangan yang berhubungan dengan lingkungan, dampak
lingkungan
Perencanaan (Planning)
Contoh: Syarat-syarat perizinan, kebijakan dan praktik, tata guna lahan, dampak
sosial dan ekonomi, pendapat publik.
Pemasaran (Market)
Contoh: Permintaan (perkiraan), persaingan, keusangan, kepuasan konsumen,
mode
Ekonomi (Economic)
Contoh: Kebijakan keuangan, perpajakan, inflasi, suku bunga, nilai tukar
Keuangan (Financial)
Contoh: Kebangkrutan, keuntungan, asuransi, risk share
Alami (Natural)
Contoh: Kondisi tanah tidak seperti dugaan, cuaca, gempa, kebakaran dan ledakan,
temuan situs arkeologi
Proyek (Project)
Contoh: Definisi, strategi, pengadaan, persyaratan untuk kerja, standar
kepemimpinan, organisasi kedewasaan, komitmen, kompetensi dan pengalaman,
perencanaan dan pengendalian kualitas, rencana kerja, tenaga kerja dan sumber
daya, komunikasi dan budaya.
Teknis (Technic)
Contoh: Kelengkapan desian, efisiensi operasional, keandalan
Manusia (Human)
Contoh: Kesalahan, tidak kompeten, kelalaian, kelelahan, kemampuan
berkomunikasi, budaya, bekerja dalam kondisi gelap atau malam hari
Kriminal (Criminal)
Contoh: Kurang aman, perusakan, pencurian, penipuan, korupsi, pemalakan
Keselamatan (Safety)
Contoh: Peraturan kesehatan dan keselamatan kerja, zat berbahaya, bertabrakan,
keruntuhan, kebanjiran, kebakaran dan ledakan.
Manajemen Risiko –
Identifikasi Risiko
General, Management Article
Identifikasi Risiko adalah usaha untuk menemukan atau mengetahui risiko – risiko yang mungkin timbul
dalam kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan atau perorangan.
a. Mengetahui kemungkinan – kemungkinan terjadinya suatu kerugian dan harus berhati – hati atas
kemungkinan timbulnya setiap kerugian dan hal ini merupakan tugas utama seorang manajer risiko.
b. Memperkirakan frekuensi dan besar kecilnya risiko sehingga dapat diperkirakan kemungkinan
kerugian maksimum dari risiko yang berasal dari berbagai sumber.
c. Memutuskan pemakaian metode pengolahan risiko yang terbaik dan paling ekonomis,apakah
dengan jalan menghapuskan, mengurangi, membatasi, menanggung sendiri, memindahkan atau
mengkombinasikan metode – metode tersebut.
2. Pengamatan dan Survey (menggunakan questionnaire, inspeksi langsung, dan interaksi dengan unit
kerja)
3. Pengacuan (Benchmarking)
4. Pendapat ahli.
1. Dokumen Internal
· Laporan keuangan, strategi dan rencana, standar dan prosedur operasi, dokumen SDM, surat
perintah, dll.
· Merupakan target pencarian yang pertama dalam identifikasi risiko tetapi seringkali tidak semua
dokumen tertata dengan baik.
2. Dokumen Eksternal
· Misalnya: koran, majalah, data publikasi, statistic keuangan dan ekonomi, dan sumber lainnya.
· Harus bisa memilah dan memilih informasi yang penting bagi perusahaan.
· Contoh: karyawan yang mengoperasikan mesin selama bertahun-tahun dapat menjadi narasumber
yang kompeten.
· Masalahnya karyawan seringkali tertutup dan berpersepsi semakin banyak risiko di unit kerjanya,
semakin buruklah cara kerja mereka. Ini tentu saja salah. Tidak ada hubungan antara jumlah risiko dan
kualitas kerja.
4. Pihak Eksternal Perusahaan (konsumen, pemasok, pengamat, tenaga ahli, pesaing, dll)
· Melalui Focus Group Discussion yang melibatkan mereka yang dianggap ahli.
· Kriteria ahli: (a) secara rutin menangani obyek yang sedang diidentifikasi risikonya; (b) orang di
sekitarnya yang berpengaruh atau bisa mempengaruhi, misalnya atasannya atau rekan kerjanya; dan (c)
ahli dalam bidang akademik mengenai obyek ybs.
Jenis Informasi
Jenis Informasi Masa Lalu Saat Ini Trend ke Depan Dampak pada Risiko yang Dapat Mu
Perusahaan
2. Informasi Keuangan
Laporan Keuangan dapat dijadikan rujukan untuk identifikasi risiko, misalya dengan melakukan ALK
dengan rasio-rasio keuangan.
3. Informasi Proses
Didasarkan atas aliran produk dari awal proses hingga akhir. Biasanya perusahaan memiliki diagram alur
produksi.
Identifikasi risiko dimulai dari unit yang kecil hingga yang paling besar (perusahaan), misalnya risiko Unit
Penjualan dan Unit Periklanan menjadi risiko Bagian Pemasaran, dst. Pertanyaannya apakah semua
risiko harus kita identifikasi? Idealnya, ya. Namun, dalam kenyataannya, sulit untuk
melakukannya. Risiko bisa muncul di mana saja dan kapan saja, tidak ada habis-habisnya. Proses
identifikasi menyeluruh juga akan memakan biaya, energi, dan waktu. Tentu saja, ini menjadi tidak
efektif.
Untuk mengatasi keterbatasan tersebut kita menerapkan Hukum Pareto. Ahli ekonomi Vilfredo Pareto
(1848-1923) mengamati, pada umumnya, 80% kekayaan negara dikuasai oleh hanya 20% penduduk.
Kalau kita terapkan ini dalam manajemen risiko, kita bisa mengatakan, “80% kerugian perusahaan
disebabakan oleh hanya 20% risiko yang krusial”. Artinya, jika kita mampu menangani risiko yang krusial
(20%) kita dapat menghindari 80% kerugian perusahaan.
Namun demikian, kita tetap perlu mengevaluasi juga titik-titik yang dianggap tidak krusial (tidak kritis)
karena di dalam proses yang tidak kritis tersebut mungkin ada risiko yang cukup potensial, karena risiko
yang bersifat dinamis.
Penyimpangan aliran dokumen atau tidak lengkapnya otorisasi , atau menyimpangnya pihak yang
member otorisasi, menunjukkan adanya risiko.
Kita dapat melakukan survey terhadap aliran dokumen atau mengevaluasi proses aliran dokumen untuk
melihat titik kritis dan mengidentifikasi risiko. Evaluasi proses aliran dokumen memang lebih mudah
tetapi sebaiknya pastikan ada tidaknya risiko berdasarkan data historis maupun pendapat para ahli.
5. Informasi Kontrak
Misalnya: kontrak dengan karyawan, pemasok, konsumen, pemerintah, kontraktor, dsb. Risiko dapat
timbul dari loop hole (celah) yang ada dalam kontrak yang dapt dimanfaatkan para pihak. Analisis
kontrak sebaiknya melibatkan ahli hukum.
Misalnya yang mau diidentifikasi adalah Unit Penjualan, maka risk ownernya adalah unit penjualan.
Setiap unit memberikan layanan (atau menghasilkan produk) kepada unit yang lain atau kepada
pelanggan. Dalam menghasilkan produk/jasa ini, setiap unit melakukan berbagai aktivitas. Dengan
memahami proses bisnis, kita bisa mengetahui aktivitas-aktivitas yang ada pada suatu unit risiko. Pada
umumnya, proses bisnis terdiri dari 2 kelompok aktivitas, yakni aktivitas utama dan aktivitas pendukung.
Yang dikatakan “krusial” atau “kritis” adalah apabila unit risiko tidak dapat menghasilkan produk atau
jasa oleh karena aktivitas yang bersangkutan terganggu atau tidak berjalannya aktivitas dengan
semestinya. Aktivitas yang tidak krusial dapat ‘diabaikan’ karena pengaruhnya tidak signifikan pada
produk atau jasa yang dihasilkan.
4. Menentukan barang dan orang yang ada pada aktivitas krusial tersebut.
5. Menentukan bentuk kerugian yang dapat terjadi pada barang dan orang dari aktivitas krusial
tersebut.
· Bentuk kerugian pada orang à cedera, sakit, meninggal, hilang, demonstrasi, mogok kerja, berhenti
bekerja, berhalangan, dll.
· Bentuk kerugian pada barang à rusak, hilang, tidak sesuai, usang, terbakar, tidak berkualitas,
dicuri, diselewengkan, tak tertagih, dll.
· Risiko Operasional
o Manusia à kompetensi, moral, selera.
Mengetahui penyebab risiko sangat penting karena penanganan risiko yang sama akan berbeda jika
penyebabnya berbeda. Misalnya, penanganan risiko kebakaran karena listrik berbeda dengan karena
tabung gas yang meledak.
Berisi dua hal penting, yakni Pernyataan Risiko dan Penyebab Risiko. Untuk mengetahui apakah itu
sebuah risiko ingat kembali 3 karakteristik risiko:
Sumber: nonnababybelle.blogspot.com
BAB 1
PENDAHULUAN
Berbagai faktor dari lingkungan, baik itu konsumen, perantara, pesaing, pemerintah dan faktor
lingkungan lainnya akan memberikan pengaruh kepada perusahaan baik pengaruh yang positif
berarti memberikan peluang atau dorongan, atau pengaruh yang negatif, berarti memberikan
hambatan atau ancaman kepada perusahaan. Selanjutnya ketika pengaruhnya positip atau negatif,
sejauhmana pengaruh positip atau negatif tersebut kepada perusahaan. Semua itu tentu harus
diperhatikan, dianalisis dan didiagnosis, namun tetap saja ketidak pastian itu tidak bisa kita rubah
100% menjadi sesuatu yang pasti. Hanya dengan perhatian yang memadai, melalui analisis dan
diagnosis yang tepat diharapkan manajemen perusahaan akan bisa memprediksi lebih tepat
kemungkinan risiko yang terjadi, sehingga akan dapat meminimalkan kerugian dari resiko tersebut
bila hal-hal yang tidak diharapkan terjadi, karena sudah diprediksi sebelumnya dan disiapkan
antisipasinya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Risiko berhubungan dengan ketidakpastian. Ketidakpastian ini terjadi oleh karena kurang atau tidak
tersedianya cukup informasi tentang apa yang akan terjadi. Sesuatu yang tidak pasti (uncertain)
dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Menurut Wideman, ketidakpastian yang
menimbulkan kemungkinan menguntungkan dikenal dengan istilah peluang (Opportunity),
sedangkan ketidak pastian yang menimbulkan akibat yang merugikan dikenal dengan istilah risiko
(Risk). Terdapat beberapa pengertian risiko dari para ahli, diantaranya :
a. Menurut Arthur Williams dan Richard, M.H mengatakan bahwa risiko adalah suatu variasi dari
hasil-hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu.
b. Menurut Prof Dr.Ir. Soemarno, M.S Risiko merupakan suatu kondisi yang timbul karena
ketidakpastian dengan seluruh konsekuensi tidak menguntungkan yang mungkin terjadi.
c. Menurut Sri Redjeki Hartono bahwa risiko adalah suatu ketidakpastian dimasa yang akan dating
tentang kerugian.
Dari beberapa pengertian diatas dapat diartikan bahwa risiko sebagai suatu keadaan yang dihadapi
seseorang atau perusahaan dimana terdapat kemungkinan yang merugikan. Jadi Identifikasi Resiko
dapat dijabarkan sebagai proses dimana perusahaan secara terus menerus mengidentifikasi
kerugian property, liability, personal sebelum terjadinya suatu peristiwa yang dapat menimbulkan
kerugian atau kerusakan (penyebab langsung terjadinya kerugian). Kegiatan pengidentifikasian
adalah hal yang sangat penting bagi seorang manajer. Sebab seorang manajer yang tidak
mengidentifikasi semua kerugian potensial tidak akan dapat menyusun strategi yang lengkap untuk
menanggulangi semua kerugian potensial tersebut.
Jadi daftar kerugian potensial sangat bermanfaat bagi kegiatan pengelolaan bisnis secara
keseluruhan, tidak hanya di bidang penanggulangan risiko saja. Sedang manfaat daftar kerugian
potensial bagi Manajer Risiko antara lain:
a. Mangingatkan manajer risiko tentang kerugian-kerugian yang dapat menimpa bisnisnya.
b. Sebagai tempat mengumpulkan informasi yang akan menggambarkan dengan cara apa dan
bagaimana bisnis-bisnis khusus yang dapat dimanfaatkan untuk menanggulangi risiko potensial
yang dihadapi bisnisnya.
c. Sebagai bahan pembanding dalam me-review dan mengevaluasi program penanggulangan
risiko yang telah dibuat, yang dapat mencakup premi yang sudah dibayar. Pengamanan-
pengamanan yang telah dilakukan kerugian-kerugian yang timbul dan sebagainya.
Dengan melihat jenis dan kondisi dan kerugian potensial yang yang demikian itu, maka seorang
manajer harus selalu :
a. mempelajari dan mengevaluasi peristiwa-peristiwa kerugian yang telah diderita.
b. Mengikuti dan mempelajari peristiwa-peristiwa kerugian yang dilaporkan lewat publikasi-
publikasi
c. Menghadiri pertemuan-pertemuan para manajer di dalam intern perusahaan. Pertemuan
dengan Manajer-manajer di tingkat regional, nasional maupun internasional.
2.4 Metode Pengidentifikasian Risiko
Dalam mengidentifikasi risiko ada beberapa metode yang dapat digunakan, antara lain:
a. Menggunakan daftar pertanyaan (questionair) untuk menganalisa risiko yang dari jawaban-
jawaban terhadap pertanyaan tersebut diharapkan dapat memberikan petunjuk-petunjuk tentang
dinamika informasi khusus, yang dapat dirancang secara sistematis tentang risiko yang menyangkut
kekayaan maupun operasi perusahaan.
b. Menggunakan laporan keuangan, yaitu dengan menganalisa neraca, laporan pengoperasian
dan catatan-catatan pendukung lainnya, akan dapat diketahui/diidentifikasi semua harta kekayaan,
hutang piutang dan sebagainya. Sehingga dengan merangkaikan laporan-laporan tersebut dan
berdasarkan ramalan-ramalan anggaran keuangan akan dapat menentukan penanggulangan risiko
di masa mendatang.
c. Membuat flow-chart aliran barang mulai dari bahan mentah sampai menjadi barang jadi akan
dapat diketahui risiko-risiko yang dihadapi pada masing-masing tahap dari aliran tersebut. Dari flow-
chart tersebut akan dapat diidentifikasikan kemungkinan kerugian pada masing-masing tahap.
Untuk melakukan pekerjaan itu semua seorang manager tidak dapat melakukan sendiri, manajer
bisa menugaskan anak buahnya atau menggunakan jasa pihak ketiga, seperti: konsultan
manajemen, broker asuransi, perusahaan-perusahaan asuransi dan sebagainya. Penggunaan jasa
dari pihak ketiga disamping ada kelemahannya, juga ada untungnya, karena umumnya pihak ketiga
itu sudah profesional di bidangnya, sehingga hasilnya akan lebih lengkap dan lebih obyektif. Sedang
kelemahannya antara lain biayanya tidak murah, sedang bila menggunakan jasa broker/perusahaan
asuransi identifikasinya akan lebih diarahkan pada risiko potensial yang dapat dialihkan, terutama
yang sesuai dengan bidangnya.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Risiko merupakan suatu keadaan yang dihadapi seseorang atau perusahaan dimana terdapat
kemungkinan yang merugikan. Oleh karenanya, identifikasi resiko dapat dijabarkan sebagai proses
dimana perusahaan secara terus menerus mengidentifikasi kerugian property, liability, personal
sebelum terjadinya suatu peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian atau kerusakan (penyebab
langsung terjadinya kerugian). Kegiatan pengidentifikasian adalah hal yang sangat penting bagi
seorang Manajer. Sebab dalam pengidentifikasian risiko akan menghasilkan daftar kerugian
potensial yang sangat penting bagi seorang manajer untuk dapat menyusun strategi yang lengkap
guna menanggulangi semua kerugian potensial tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Manajeme Resiko
Pengertian Tentang Risiko
Kata risiko banyak digunakan dalam berbagai pengertian dan sudah biasa dipakai dalam
percakapan sehari-hari oleh kebanyakan orang. Misalnya: “Bersepeda motor di atas jalan yang
sangat ramai besar risikonya”, orang secara intuitif mengerti maksudnya. Tetapi pengertian
yang di pahami secara intuitif ini, hanya memuaskan jika dipakai dalam percakapan sehari-hari.
Manajemen risiko merupakan pengetahuan yang badan teorinya masih muda. Itulah sebabnya
kita menemukan banyak kontradiksi dalam pengertian tentang konsep risiko.
Istilah (risk) risiko memiliki berbagai definisi. Risiko dikaitkan dengan kemungkinan kejadian
atau keadaan yang dapat mengancam pencapaian tujuan dan sasaran organisasi.Vaughan
(1978) mengemukakan beberapa definisi risiko sebagai berikut:
• Risk is the chance of loss (Risiko adalah kans kerugian).
Chance of loss berhubungan dengan suatu exposure (keterbukaan) terhadap kemungkinan
kerugian. Dalam ilmu statistik, chance dipergunakan untuk menunjukkan tingkat probabilitas
akan munculnya situasi tertentu. Sebagian penulis menolak definisi ini karena terdapat
perbedaan antara tingkat risiko dengan tingkat kerugian. Dalam hal chance of loss 100%,
berarti kerugian adalah pasti sehingga risiko tidak ada.
• Risk is the dispersion of actual from expected results (Risiko merupakan penyebaran hasil
aktual dari hasil yang diharapkan).
Ahli statistik mendefinisikan risiko sebagai derajat penyimpangan sesuatu nilai disekitar suatu
posisi sentral atau di sekitar titik rata-rata.
• Risk is the probability of any outcome different from the one expected (Risiko adalah
probabilitas sesuatu outcome berbeda dengan outcome yang diharapkan). Menurut definisi di
atas, risiko bukan probabilita dari suatu kejadian tunggal, tetapi probabilita dari beberapa
outcome yang berbeda dari yang diharapkan.
Dari berbagai definisi diatas, risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk
(kerugian) yang tidak diinginkan, atau tidak terduga. Dengan kata lain, kemungkinan itu sudah
menunjukkan adanya ketidakpastian.
Sumber Risiko
Hazard menimbulkan kondisi yang kondusif terhadp bencana yang menimbulkan kerugian. Dan
kerugian adalah penyimpangan yang tidak diharapkan. Walaupun ada beberapa overlapping
(tumpang tindih) di antara kategori-kategori ini, namun sumber penyebab kerugian (dan risiko)
dapat diklasifikasikan sebagai risiko sosial, risiko fisik, dan risiko ekonomi. Menentukan sumber
risiko adalah penting karena mempengaruhi cara penanganannya.
1. Risiko Sosial
Sumber pertama risiko adalah masyarakat, artinya tindakan orang-orang menciptakan kejadian
yang menyebabkan penyimpangan yang merugikan dari harapan kita. Contohnya: Dengan
berkembangnya toko-toko swalayan, maka tokowan menghadapi risiko besarnya pencurian
(shoplifting). Akan tetapi tidak semua pencuri itu adalah orang luar melainan juga penggelapan
dan penyalahgunaan oleh pegawainya sendiri.
2. Risiko Fisik
Ada banyak risiko fisik yang sebagiannya adalah fenomena alam, sedangkan lainnya
disebabkan kesalahan manusia. Contohnya antara lain:
• Kebakaran, kebakaran adalah penyebab utama cidera, kematian dan kerusakan harta.
• Cuaca, Iklim adalah risiko yang serius. Kadang-kadang hujan terlalu banyak sehingga panen
kena banjir dan sungai meluap.
• Petir, menyebabkan kebakaran yang selanjutnya merusakan harta, membunuh atau
mencederai orang.
• Tanah longsor, telah umum menjadi sumber kerusakan harta. Semakin padatnya daerah
kota maka semakin banyak rumah dibangun diatas tanah yang labil.
3. Risiko Ekonomi
Banyak risiko yang dihadapi perusahaan itu bersifat ekonomi.contoh-contoh risiko ekonomi
adalah inflasi, fluktuasi local, dan ketidakstabilan perusahaan individu, dan sebagainya.
Mengidentifikasikan Risiko
Sebelum memanajemeni risiko, maka harus dapat diketahui adanya risiko itu, berarti
membangun pengertian tentang sifat risiko yang dihadapi dan dampaknya terhadap aktivitas
perusahaan. Dalam keadaan tidak diidentifikasikan semua risiko, berarti perusahaan yang
bersangkutan menanggung risiko tersebut secara tidak sadar.
Pengidentifikasian risiko merupakan proses penganalisisan untuk menemukan secara
sistematis dan secara berkesinambungan risiko (kerugian yang potensial) Yang menentang
perusahaan. Untuk itu diperlukan:
• Pertama: Suatu checklist dari pada semua kerugian potensial yang mungkin bisa terjadi
pada umumnya pada setiap perusahaan
• Kedua: untuk menggunakan checklist itu diperlukan suatu pendekatan yang sistematik untuk
menetukan mana dari kerugian potensial yang tercantum dalam checklist itu yang dihadapi oleh
perusahaan yang sedang dianalisis.
Manajer risiko seharusnya menjalankan sendirikedua langkah itu, kalau tidak, ia harus percaya
saja pada jasa agen asuransi, broker, atau konsultan.
Klasifikasi Kerugian
Salah satu alternatif system pengklasifikasian kerugia dalam suatu checklist adalah sebagai
berikut:
A. Kerugian Hak Milik (Property losses)
• Kerugian langssung yang dihubungkan dengan kebutuhan untuk mengganti atau reparasi
atau kehilangan harta.
• Kerugian tidak langsung, seperti keharusan untuk menghancurkan sisa gedung yang rusak
akibat kerugian langsung
• Kerugian pendapatan (net income), seperti penghentian kegiatan sementara yang
disebabkan oleh suatu kerugian dimana tidak boleh ditempatinya ruangan kerja.
B. Kewajiban Mengganti Kerugian Orang Lain (Liability Losses)
• Karena rusaknya hak milik orang lain atau terlukanya orang lain.
C. Kerugian Personaia (Personnel Losses)
• Kerugian bagi perusahaan, karena kematian, cacat, atau mengundurkan dirinya pegawai,
langganan atau pemilik.
• Kerugian bagi keluarga pegawai, yang disebabkan oleh kematian, cacat, atau
pemberhentian.
PENGERTIAN MANAJEMEN RISIKO
a. Menurut Smith, 1990 Manajemen Resiko didefinisikan sebagai proses identifikasi,
pengukuran,
dan kontrol keuangan dari sebuah resiko yang mengancam aset dan penghasilan dari sebuah
perusahaan atau proyek yang dapat menimbulkan kerusakan atau kerugian pada perusahaan
tersebut.
b. Menurut Clough and Sears, 1994, Manajemen risiko didefinisikan sebagai suatu
pendekatan yang komprehensif untuk menangani semua kejadian yang menimbulkan kerugian.
c. Menurut William, et.al.,1995,p.27 Manajemen risiko juga merupakan suatu aplikasi dari
manajemen umum yang mencoba untuk mengidentifikasi, mengukur, dan menangani sebab
dan akibat dari ketidakpastian pada sebuah organisasi.
Dorfman, 1998, p. 9 Manajemen risiko dikatakan sebagai suatu proses logis dalam usahanya
untuk memahami eksposur terhadap suatu kerugian.
Tindakan manajemen resiko diambil oleh para praktisi untuk merespon bermacam-macam
resiko. Responden melakukan dua macam tindakan manajemen resiko yaitu mencegah dan
memperbaiki. Tindakan mencegah digunakan untuk mengurangi, menghindari, atau
mentransfer resiko pada tahap awal proyek konstruksi. Sedangkan tindakan memperbaiki
adalah untuk mengurangi efek-efek ketika resiko terjadi atau ketika resiko harus diambil (Shen,
1997).
Manajemen resiko adalah sebuah cara yang sistematis dalam memandang sebuah resiko dan
menentukan dengan tepat penanganan resiko tersebut. Ini merupakan sebuah sarana untuk
mengidentifikasi sumber dari resiko dan ketidakpastian, dan memperkirakan dampak yang
ditimbulkan dan mengembangkan respon yang harus dilakukan untuk menanggapi resiko
(Uher,1996).
Pendekatan sistematis mengenai manajemen risiko dibagi menjadi 3 stage utama, yaitu
(Soeharto, 1999):
1. Identifikasi resiko
2. Analisa dan evaluasi resiko
3. Respon atau reaksi untuk menanggulangi resiko tersebut
Hal ini menimbulkan ide untuk menerapkan pelaksanaan Manajemen Risiko Terintegrasi
Korporasi (Enterprise Risk Management).
Manajemen Risiko dimulai dari proses identifikasi risiko, penilaian risiko, mitigasi,monitoring dan
evaluasi.
Risiko dapat terjadi pada pelayanan, kinerja, dan reputasi dari institusi yang bersangkutan.
Risiko yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kejadian alam,
operasional, manusia, politik, teknologi, pegawai, keuangan, hukum, dan manajemen dari
organisasi.
Suatu risiko yang terjadi dapat berasal dari risiko lainnya, dan dapat disebabkan oleh berbagai
faktor. Risiko rendahnya kinerja suatu instansi berasal dari risiko rendahnya mutu pelayanan
kepada publik. Risiko terakhir disebabkan oleh faktor-faktor sumber daya manusia yang dimiliki
organisasi dan operasional seperti keterbatan fasilitas kantor. Risiko yang terjadi akan
berdampak pada tidak tercapainya misi dan tujuan dari instansi tersebut, dan timbulnya
ketidakpercayaan dari publik.
Risiko diyakini tidak dapat dihindari. Berkenaan dengan sektor publik yang menuntut
transparansi dan peningkatan kinerja dengan dana yang terbatas, risiko yang dihadapi instansi
Pemerintah akan semakin bertambah dan meningkat. Oleh karenanya, pemahaman terhadap
risiko menjadi keniscayaan untuk dapat menentukan prioritas strategi dan program dalam
pencapaian tujuan organisasi.
Risiko dapat dikurangi dan bahkan dihilangkan melalui manajemen risiko. Peran dari
manajemen risiko diharapkan dapat mengantisipasi lingkungan cepat berubah,
mengembangkan corporate governance, mengoptimalkan penyusunan strategic management,
mengamankan sumber daya dan asset yang dimiliki organisasi, dan mengurangi reactive
decision making dari manajemen puncak.
Menurut COSO, risk management (manajemen resiko) dapat diartikan sebagai ‘a process,
effected by an entity’s board of directors, management and other personnel, applied in strategy
setting and across the enterprise, designed to identify potential events that may affect the entity,
manage risk to be within its risk appetite, and provide reasonable assurance regarding the
achievement of entity objectives.’Definisi risk management di atas dapat dijabarkan lebih lanjut
berdasarkan kata-kata kunci sebagai berikut:
a. On going process
Risk management dilaksanakan secara terus menerus dan dimonitor secara berkala. Risk
management bukanlah suatu kegiatan yang dilakukan sesekali (one time event).
b. Effected by people
Risk management ditentukan oleh pihak-pihak yang berada di lingkungan organisasi. Untuk
lingkungan institusi Pemerintah, risk management dirumuskan oleh pimpinan dan pegawai
institusi/departemen yang bersangkutan.
Sebagaimana dijelaskan pada Gambar 1, risiko terjadi pada unit-unit dari suatu organisasi
berkenaan dengan aktivitas dari masing-masing unit. Risiko terdapat pada tindakan manajemen
dalam memamfaatkan sumber daya yang dimiliki (asset) dan proses operasi berikut aktivitas
pengendalian yang ada. Risiko-risiko kritis dan signifikan yang tidak tertangani akan berdampak
pada pencapaian tujuan-tujuan dari setiap unit. Kegagalan pencapaian tujuan pada unit akan
berpengaruh langsung pada tidak terpenuhinya tujuan organisasi.
Menurut Darmawi, (2005, p. 11) Manfaat manajemen risiko yang diberikan terhadap
perusahaan dapat dibagi dalam 5 (lima) kategori utama yaitu :
a. Manajemen risiko mungkin dapat mencegah perusahaan dari kegagalan.
b. Manajemen risiko menunjang secara langsung peningkatan laba.
c. Manajemen risiko dapat memberikan laba secara tidak langsung.
d. Adanya ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan oleh adanya perlindungan
terhadap risiko murni, merupakan harta non material bagi perusahaan itu.
e. Manajemen risiko melindungi perusahaan dari risiko murni, dan karena kreditur pelanggan
dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang dilindungi maka secara tidak langsung
menolong meningkatkan public image.
Manfaat manajemen risiko dalam perusahaan sangat jelas, maka secara implisit sudah
terkandung didalamnya satu atau lebih sasaran yang akan dicapai manajemen risiko antara lain
sebagai berikut ini (Darmawi, 2005, p. 13).
a. Survival
b. Kedamaian pikiran
c. Memperkecil biaya
d. Menstabilkan pendapatan perusahaan
e. Memperkecil atau meniadakan gangguan operasi perusahaan
f. Melanjutkan pertumbuhan perusahaan
g. Merumuskan tanggung jawab social perusahaan terhadap karyawan dan masyarakat.
Manajemen Resiko
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen_risiko
http://www.bppk.depkeu.go.id/index.php/2008050881/jurnal-akuntansi-pemerintah/manajemen-
risiko-di-lingkungan-pemerintah-pengantar-aplikasi-pada-unit-unit-departemen-
keuangan/pengertian-manajemen-risiko.html
http://s1manajemen.multiply.com/journal/item/7?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/09/manajemen-resiko-definisi-dan-manfaat.html
Frekuensi dan besarnya KTD tak diketahui secara pasti sampai era 1990-an, ketika berbagai Negara melaporkan
dalam jumlah yang mengejutkan pasien cedera dan meninggal dunia akibat medical error. Menyadari akan
dampak error pelayanan kesehatan terhadap 1 dari 10 pasien di seluruh dunia maka World Health
Organization (WHO)menyatakan bahwa perhatian terhadap Keselamatan Pasien sebagai suatu endemis.
Organisasi kesehatan dunia WHO juga telah menegaskan pentingnya keselamatan dalam pelayanan kepada
pasien: “Safety is a fundamental principle of patient care and a critical component of quality management.” (World
Alliance for Patient Safety, Forward Programme WHO, 2004), sehubungan dengan data KTD di Rumah Sakit di
berbagai negara menunjukan angka 3 – 16% yang tidak kecil.
Sejak berlakunya UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No. 29 tentang Praktik Kedokteran,
muncullah berbagai tuntutan hukum kepada Dokter dan Rumah Sakit. Hal ini hanya dapat ditangkal apabila Rumah
Sakit menerapkan Sistem Keselamatan Pasien. Sehingga Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI)
membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) pada tanggal 1 Juni 2005. Selanjutnya Gerakan
Keselamatan Pasien Rumah Sakit ini kemudian dicanangkan oleh Menteri Kesehatan RI pada Seminar Nasional
PERSI pada tanggal 21 Agustus 2005, di Jakarta Convention Center Jakarta.
KKP-RS telah menyusun Panduan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien bagi staf RS untuk mengimplemen-
tasikan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Di samping itu pula KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) Depkes
telah menyusun Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang akan menjadi salah satu Standar Akreditasi Rumah
Sakit.
Pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan RI mengeluarkan Permenkes 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit sebagai pedoman bagi penerapan Keselamatan Pasien di rumah sakit. Dalam permenkes 1691 tahun
2011 dinyatakan bahwa rumah sakit dan tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit wajib melaksanakan program
dengan mengacu pada kebijakan nasional Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
(1) Setiap rumah sakit wajib membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TKPRS) yang ditetapkan oleh
kepala rumah sakit sebagai pelaksana kegiatan keselamatan pasien.
(2) TKPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada kepala rumah sakit.
(3) Keanggotaan TKPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari manajemen rumah sakit dan unsur dari
profesi kesehatan di rumah sakit.
1. Mengembangkan program keselamatan pasien di rumah sakit sesuai dengan kekhususan rumah sakit tersebut;
2. Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit;
3. Menjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi, pemantauan (monitoring) dan penilaian
(evaluasi) tentang terapan (implementasi) program keselamatan pasien rumah sakit;
4. Bekerja sama dengan bagian pendidikan dan pelatihan rumah sakit untuk melakukan pelatihan internal
keselamatan pasien rumah sakit;
5. Melakukan pencatatan, pelaporan insiden, analisa insiden serta mengembangkan solusi untuk pembelajaran;
6. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada kepala rumah sakit dalam rangka pengambilan kebijakan
keselamatan pasien rumah sakit; dan
7. Membuat laporan kegiatan kepada kepala rumah sakit.
Dalam pelaksanaannya, Keselamatan Pasien akan banyak menggunakan prinsip dan metode manajemen risiko mulai
dan identifikasi, asesmen dan pengolahan risiko. Diharapkan, pelaporan & analisis insiden keselamatan pasien akan
meningkatkan kemampuan belajar dan insiden yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian yang sama di
kemudian hari.
Risiko adalah “peristiwa atau keadaan yang mungkin terjadi yang dapat berpengaruh negatif terhadap perusahaan.
perusahaan.” (ERM) Pengaruhnya dapat berdampak terhadap kondisi :
Risiko klinis adalah semua isu yang dapat berdampak terhadap pencapaian pelayanan pasien yang bermutu
tinggi, aman dan efektif.
Risiko non klinis/corporate risk adalah semua issu yang dapat berdampak terhadap tercapainya tugas pokok dan
kewajiban hukum dari rumah sakit sebagai korporasi.
Kategori risiko di rumah sakit ( Categories of Risk ) :
Jika risiko sudah dinilai dengan tepat, maka proses ini akan membantu rumah sakit, pemilik dan para praktisi untuk
menentukan prioritas dan perbaikan dalam pengambilan keputusan untuk mencapai keseimbangan optimal antara
risiko, keuntungan dan biaya.
Menjamin bahwa rumah sakit menerapkan system yang sama untuk mengelola semua fungsi-fungsi manajemen
risikonya, seperti patient safety, kesehatan dan keselamatan kerja, keluhan, tuntutan (litigasi) klinik, litigasi
karyawan, serta risiko keuangan dan lingkungan.
Jika dipertimbangkan untuk melakukan perbaikan, modernisasi dan clinical governance, manajemen risiko
menjadi komponen kunci untuk setiap desain proyek tersebut.
Menyatukan semua sumber informasi yang berkaitan dengan risiko dan keselamatan, contoh: “data reaktif”
seperti insiden patient safety, tuntutan litigasi klinis, keluhan, dan insiden kesehatan dan keselamatan kerja, “data
proaktif” seperti hasil dari penilaian risiko; menggunakan pendekatan yang konsisten untuk pelatihan,
manajemen, analysis dan investigasi dari semua risiko yang potensial dan kejadian aktual.
Menggunakan pendekatan yang konsisten dan menyatukan semua penilaian risiko dari semua jenis risiko di
rumah sakit pada setiap level.
Memadukan semua risiko ke dalam program penilaian risiko dan risk register
Menggunakan informasi yang diperoleh melalui penilaian risiko dan insiden untuk menyusun kegiatan
mendatang dan perencanaan strategis.
Proses manajemen risiko
Identifikasi risiko adalah usaha mengidentifikasi situasi yang dapat menyebabkan cedera, tuntutan atau kerugian
secara finansial. Identifikasi akan membantu langkah-langkah yang akan diambil manajemen terhadap risiko
tersebut.
Instrument:
Brainstorming
Mapping out proses dan prosedur perawatan atau jalan keliling dan menanyakan kepada petugas tentang
identifikasi risiko pada setiap lokasi.
Membuat checklist risiko dan menanyakan kembali sebagai umpan balik
Penilaian risiko (Risk Assesment) merupakan proses untuk membantu organisasi menilai tentang luasnya risiko yg
dihadapi, kemampuan mengontrol frekuensi dan dampak risiko risiko. RS harus punya Standard yang berisi
Program Risk Assessment tahunan, yakni Risk Register:
Operasional
Finansial
Sumber daya manusia
Strategik
Hukum/Regulasi
Teknologi
Manfaat manajemen risiko terintegrasi untuk rumah sakit
1. Informasi yang lebih baik sekitar risiko sehingga tingkat dan sifat risiko terhadap pasien dapat dinilai dengan
tepat.
2. Pembelajaran dari area risiko yang satu, dapat disebarkan di area risiko yang lain.
3. Pendekatan yang konsisten untuk identifikasi, analisis dan investigasi untuk semua risiko, yaitu menggunakan
RCA.
4. Membantu RS dalam memenuhi standar-standar terkait, serta kebutuhan clinical governance.
5. Membantu perencanaan RS menghadapi ketidakpastian, penanganan dampak dari kejadian yang tidak
diharapkan, dan meningkatkan keyakinan pasien dan masyarakat.
Risk Assessment Tools
Standar:
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan
termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
Kriteria:
Standar:
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan
pasien.
Kriteria:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien yang merupakan partner
dalam proses pelayanan. Karena itu, di rumah sakit harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan
keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut
diharapkan pasien dan keluarga dapat:
Standar:
Rumah Sakit menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga
dan antar unit pelayanan.
Kriteria:
3.1. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis,
perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit
3.2. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya
secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik
dan lancar.
3.3. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk memfasilitasi dukungan
keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak
lanjut lainnya.
3.4. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat tercapainya proses
koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.
Standar IV. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Standar:
Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja
melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan
kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria:
4.1. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan
tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat,
dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Rumah Sakit”.
4.2. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait dengan: pelaporan
insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.
4.3. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua insiden, dan secara proaktif
melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi.
4.4. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan
sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin.
Standar:
1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara terintegrasi dalam
organisasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit “.
2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan pasien dan program
menekan atau mengurangi insiden.
3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan
pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.
4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja
rumah sakit serta meningkatkan keselamatan pasien.
5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah sakit dan
keselamatan pasien.
Kriteria:
5.1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
5.2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden.
5.3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintegrasi dan
berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.
5.4. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah,
membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
5.5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden termasuk penyediaan
informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah “Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss) dan “Kejadian
Sentinel’ pada saat program keselamatan pasien mulai dilaksanakan.
5.6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya menangani “Kejadian Sentinel”
(Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf
dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”.
5.7. Terdapat kolaboratoriumorasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola
pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan antar disiplin.
5.8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit
dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
5.9. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi
efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan
implementasinya.
Standar:
1. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan
jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.
2. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan
memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien.
Kriteria:
6.1. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat
topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing.
6.2. Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan in-service
training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
6.3. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna
mendukung pendekatan interdisipliner dan kolaboratoriumoratif dalam rangka melayani pasien.
Standar VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai keselamatan
pasien
Standar:
1. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan pasien untuk memenuhi
kebutuhan informasi internal dan eksternal.
2. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria:
7.1. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data
dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
7.2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi
yang ada.
Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran
menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari
konsensus berbasis bukti dan keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara intrinsik
adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara
umum difokuskan pada solusi-solusi yang menyeluruh.
Kesalahan karena keliru pasien terjadi di hampir semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan.
Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi,
tidak sadar; bertukar tempat tidur/kamar/lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori; atau akibat situasi lain.
Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan: pertama untuk identifikasi pasien sebagai
individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan
terhadap individu tersebut.
Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratoriumoratif dikembangkan untuk memperbaiki proses
identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah/produk darah;
pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; memberikan pengobatan atau tindakan lain.
Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama
pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code, dan lain-lain.
Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga
menjelaskan penggunaan dua identitas yang berbeda pada lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan
rawat jalan, unit gawat darurat, atau kamar operasi, termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu
proses kolaboratoriumoratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur agar dapat memastikan
semua kemungkinan situasi dapat diidentifikasi.
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi
kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau
tertulis. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan
atau melalui telpon. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil
pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telpon ke unit pelayanan.
Rumah sakit secara kolaboratoriumoratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan
dan telepon termasuk: mencatat/(memasukkan ke komputer) perintah secara lengkap atau hasil pemeriksaan oleh
penerima perintah; kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan;
dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur
pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read back) bila
tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU.
Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen harus berperan secara kritis untuk
memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang
sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan
dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip
(Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).
Obat-obatan yang sering disebutkan dalam issue keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat
secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih
pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat-). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak
mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih
dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau
mengeliminasi kejadian tsb adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai
termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi.
Rumah sakit secara kolaboratoriumoratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk membuat daftar
obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur juga
mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi
serta pemberian laboratoriumel secara benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area tersebut,
sehingga membatasi akses untuk mencegah pemberian yang tidak disengaja/kurang hati-hati.
Salah-lokasi, salah-prosedur, salah pasien pada operasi, adalah sesuatu yang mengkhawatirkan dan tidak jarang
terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara
anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur
untuk verifikasi lokasi operasi. Di samping itu pula asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan
medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan
yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible handwriting) dan pemakaian singkatan adalah
merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi.
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratoriumoratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang
efektif di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti
yang digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s
Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada tanda yang dapat dikenali. Tanda itu
harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator /orang yang akan melakukan
tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan
disayat. Penandaan lokasi operasi ditandai dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur
(jari tangan, jari kaki, lesi), atau multipel level (tulang belakang).
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan
peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan
besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk
pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah (blood stream infections) dan
pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis).
Pokok eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman
hand hygiene bisa di baca di kepustakaan WHO, dan berbagai organisasi nasional dan intemasional.
Rumah sakit mempunyai proses kolaboratoriumoratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang
menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang sudah diterima secara umum untuk implementasi
petunjuk itu di rumah sakit.
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera pasien rawat inap. Dalam konteks
populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang diberikan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi
risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa
termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu
berjalan yang digunakan oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan di rumah sakit.
Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas
pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko
bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan yang komprehensif untuk menuju keselamatan
pasien, sehingga tujuh langkah tersebut secara menyeluruh harus dilaksanakan oleh setiap rumah sakit. Dalam
pelaksanaan, tujuh langkah tersebut tidak harus berurutan dan tidak harus serentak. Pilih langkah-langkah yang
paling strategis dan paling mudah dilaksanakan di rumah sakit. Bila langkah-langkah ini berhasil maka kembangkan
langkah-langkah yang belum dilaksanakan. Bila tujuh langkah ini telah dilaksanakan dengan baik rumah sakit dapat
menambah penggunaan metoda-metoda lainnya.
Uraian Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah sebagai berikut:
1) Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan peran dan akuntabilitas individual bilamana ada
insiden.
2) Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di rumah sakit.
1. Bagi Unit/Tim:
1) Pastikan rekan sekerja anda merasa mampu untuk berbicara
3) Demonstrasikan kepada tim anda ukuran-ukuran yang dipakai di rumah sakit anda untuk memastikan semua
laporan dibuat secara terbuka dan terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat.
Pimpinan melakukan ronde keselamatan pasien (patient safety walk around) secara rutin, diikuti berbagai unsure
terkait. Setiap timbang terima antar shift dilakukan briefing untuk mengidentifikasi risiko keselamatan pasien dan
debriefing untuk meminitor risiko tersebut.
Membangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan Pasien di rumah sakit. Pimpinan
memilih dan menetapkan champion disetiap unit/bagian sebagai motor penggerak pelaksanaan program keselamatan
pasien di RS.
3) Prioritaskan Keselamatan Pasien dalam agenda rapat Direksi/Pimpinan maupun rapat-rapat manajemen rumah
sakit
4) Masukkan Keselamatan Pasien dalam semua program latihan staf rumah sakit anda dan pastikan pelatihan ini
diikuti dan diukur efektivitasnya.
1. Untuk Unit/Tim:
1) Nominasikan “penggerak” dalam tim anda sendiri untuk memimpin Gerakan Keselamatan Pasien
2) Jelaskan kepada tim anda relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi mereka dengan menjalankan gerakan
Keselamatan Pasien
Mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikas dan asesmen hal yang potensial
bermasalah.
2) Kembangkan indikator-indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko yang dapat dimonitor oleh
direksi/pimpinan rumah sakit;
3) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan insiden dan asesmen risiko
untuk dapat secara proaktif meningkatkan kepedulian terhadap pasien.
1. Untuk Unit/Tim:
1) Bentuk forum-forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan isu-isu Keselamatan Pasien guna memberikan
umpan balik kepada manajemen yang terkait;
2) Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses asesmen risiko rumah sakit;
3) Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan akseptabilitas setiap risiko, dan ambillah
langkah-langkah yang tepat untuk memperkecil risiko tersebut;
4) Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke proses asesmen dan pencatatan risiko
rumah sakit.
Memastikan staf dapat melaporkan kejadian/ insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada Komite Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
1. Untuk Rumah Sakit:
Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden ke dalam maupun ke luar, yang harus dilaporkan ke
Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
1. Untuk Unit/Tim:
Berikan semangat kepada rekan sekerja anda untuk secara aktif melaporkan setiap insiden yang terjadi dan insiden
yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, karena mengandung bahan pelajaran yang penting.
2) Pastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi yang benar dan jelas bilamana terjadi insiden.
3) Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar selalu terbuka kepada pasien dan
keluarganya.
1. Untuk Unit/Tim:
1) Pastikan tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan keluarganya bila telah terjadi insiden
2) Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana terjadi insiden, dan segera berikan kepada
mereka informasi yang jelas dan benar secara tepat
3) Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada pasien dan keluarganya.
Mendorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul.
2) Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas criteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (root
cause analysis/RCA) yang mencakup insiden yang terjadi dan minimum satu kali per tahun melakukan Failure
Modes and Effects Analysis (FMEA) untuk proses risiko tinggi.
1. Untuk Unit/Tim:
1) Diskusikan dalam tim anda pengalaman dari hasil analisis insiden.
2) Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di masa depan dan bagilah pengalaman
tersebut secara lebih luas.
2) Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang system (struktur dan proses), penyesuaian pelatihan staf
dan/atau kegiatan klinis, termasuk penggunaan instrumen yang menjamin keselamatan pasien.
4) Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
5) Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden yang dilaporkan.
Untuk Unit/Tim:
1) Libatkan tim anda dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat asuhan pasien menjadi lebih baik dan
lebih aman.
2) Telaah kembali perubahan-perubahan yang dibuat tim anda dan pastikan pelaksanaannya.
3) Pastikan tim anda menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang dilaporkan.
1. Kejadian Tidak Diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien.
2. Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat KNC adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke
pasien.
3. Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak
timbul cedera.
4. Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan
cedera, tetapi belum terjadi insiden.
5. Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius.
7. Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien, Analisis dan Solusi
Pelaporan insiden adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien, analisis dan
solusi untuk pembelajaran. Sistem pelaporan insiden dilakukan secara internal di rumah sakit dan eksternal kepada
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) sampai
terbentuknya Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Dalam Pasal 17 permenkes no 1691 tahun 2011
ayat (1) menyatakan “Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang telah ada dan dibentuk oleh Perhimpunan
Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) masih tetap melaksanakan tugas sepanjang Komite Nasional Keselamatan
Pasien Rumah Sakit belum terbentuk”
Laporan Insiden keselamatan pasien Internal adalah pelaporan secara tertulis setiap kondisi potensial cedera dan
insiden yang menimpa pasien, keluarga pengunjung, maupun karyawan yang terjadi di rumah sakit. Laporan insiden
keselamatan pasien eksternal KKP-RS. Pelaporan secara anonim dan tertulis ke KKP-RS setiap Kondisi Potensial
cedera dan Insiden Keselamatan Pasien yang terjadi pada pasien, dan telah dilakukan analisa penyebab, rekomendasi
dan solusinya.
Pelaporan insiden bertujuan untuk menurunkan insiden dan mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan
keselamatan pasien dan tidak untuk menyalahkan orang (non blaming). Setiap insiden harus dilaporkan secara
internal kepada TKPRS dalam waktu paling lambat 2×24 jam sesuai format laporan.
TKPRS melakukan analisis dan memberikan rekomendasi serta solusi atas insiden yang dilaporkan dan melaporkan
hasil kegiatannya kepada kepala rumah sakit. Rumah sakit harus melaporkan insiden, analisis, rekomendasi dan
solusi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) secara tertulis kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit
sesuai format laporan:
– Bagi Rumah Sakit yang telah mempunyai kode rumah sakit untuk melanjutkan ke form laporan Insiden
keselamatan pasien KKP-RS
– Bagi Rumah sakit yang belum mempunyai kode rumah sakitdiharapkan mengisi Form data isian RS untuk
mendapatkan kode rumah sakit yang dapat digunakan untuk melanjutkan ke form Laporan Insiden, KKP-RS.
SekretariaT KKPRS PERSI d/a Kantor PERSI : Jl. Boulevard Artha Gading Blok A-7 A No. 28, Kelapa Gading –
Jakarta Utara 14240 Telp : (021) 45845303/304 Jakarta.
Sistem pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit harus dijamin keamanannya,
bersifat rahasia, anonym (tanpa identitas), tidak mudah diakses oleh yang tidak berhak. Pelaporan insiden kepada
Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit mencakup KTD, KNC, dan KTC, dilakukan setelah analisis dan
mendapatkan rekomendasi dan solusi dari TKPRS.
Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan pengkajian dan memberikan umpan balik (feedback)
dan solusi atas laporan yang sampaikan oleh rumah sakit.
1. Fungsi utama pelaporan Insiden adalah untuk meningkatkan Keselamatan Pasien melalui pembelajaran dari
kegagalan/ kesalahan.
2. Pelaporan Insiden harus aman. Staf tidak boleh dihukum karena melapor
3. Pelaporan Insiden hanya akan bermanfaat kalau menghasilkan respons yang konstruktif. Minimal memberi
umpan balik ttg data KTD & analisisnya. Idealnya, juga menghasilkan rekomendasi utk perubahan proses/SOP
dan sistem.
Analisis yang baik & proses pembelajaran yang berharga memerlukan keahlian/keterampilan. Tim KPRS perlu
menyebarkan informasi, rekomendasi perubahan, pengembangan solusi.
Karakteristik laporan:
1. Bersifat tidak menghukum: Pelapor bebas dari rasa takut dan pembalasan dendam atau hukuman sebagai akibat
laporannya
2. Rahasia: Identitas pasien, pelapor dan institusi disembunyikan
3. Independen: sistem pelaporan yang independen bagi pelapor dan organisasi dari hukuman.
4. Expert analysis: laporan di evaluasi oleh ahli yang menguasai masalah klinis dan telah terlatih untuk mengenal
penyebab system yang utama.
5. Tepat waktu: Laporan dianalisa segera dan rekomendasinya didesiminasikan secepatnya, khususnya bila terjadi
bahaya serius.
6. Orientasi sistem: Rekomendasi lebih berfokus kepada perbaikan dalam system, proses, atau produk daripada
terhadap individu
7. Responsif: Lembaga yang menerima laporan merupakan lembaga yang punya kapasitas memberikan
rekomendasi.
8. Pendekatan Komprehensif dalam Pengkajian Keselamatan Pasien
Pengkajian pada keselamatan pasien secara garis besar dibagi kepada struktur, lingkungan, peralatan dan teknologi,
proses, orang dan budaya.
1. Struktur
• Kebijakan dan prosedur organisasi: Cek telah terdapat kebijakan dan prosedur tetap yang telah dibuat dengan
mempertimbangkan keselamatan pasien.
• Fasilitas: Apakah fasilitas dibangun untuk meningkatkan keamanan ?
• Persediaan: Apakah hal-hal yang dibutuhkan sudah tersedia seperti persediaan di ruang emergency, ruang ICU
2. Lingkungan
• Pencahayaan dan permukaan: berkontribusi terhadap pasien jatuh atau cedera
• Temperature: pengkondisian temperature dibutuhkan dibeberapa ruangan seperti ruang operasi, hal ini diperlukan
misalnya pada saat operasi bedah tulang suhu ruangan akan berpengaruh terhadap cepatnya pengerasan dari semen
• Kebisingan: lingkungan yang bising dapat menjadi distraksi saat perawat sedang memberikan pengobatan dan
tidak terdengarnya sinyal alarm dari perubahan kondisi pasien
• Ergonomic dan fungsional: ergonomic berpengaruh terhadap penampilan seperti teknik memindahkan pasien, jika
terjadi kesalahan dapat menimbulkan pasien jatuh atau cedera. Selain itu penempatan material di ruangan apakah
sudah disesuaikan dengan fungsinya seperti pengaturan tempat tidur, jenis, penempatan alat sudah mencerminkan
keselamatan pasien.
3. Peralatan dan teknologi
• Fungsional: perawat harus mengidentifikasi penggunaan alat dan desain dari alat. Perkembangan kecanggihan alat
sangat cepat sehingga diperlukan pelatihan untuk mengoperasikan alat secara tepat dan benar.
• Keamanan: Alat-alat yang digunakan juga harus didesain penggunaannya dapat meningkatkan keselamatan
pasien.
4. Proses
• Desain kerja: Desain proses yang tidak dilandasi riset yang adekuat dan kurangnya penjelasan dapat berdampak
terhadap tidak konsisten perlakuan pada setiap orang hal ini akan berdampak terhadap kesalahan. Untuk mencegah
hal tersebut harus dilakukan research based practice yang diimplementasikan.
• Karakteristik risiko tinggi: melakukan tindakan keperawatan yang terus-menerus saat praktek akan menimbulkan
kelemahan, dan penurunan daya ingat hal ini dapat menjadi risiko tinggi terjadinya kesalahan atau lupa oleh karena
itu perlu dibuat suatu system pengingat untuk mengurangi kesalahan
• Waktu: waktu sangat berdampak pada keselamatan pasien hal ini lebih mudah tergambar ada pasien yang
memerlukan resusitasi, yang dilanjutkan oleh beberapa tindakan seperti pemberian obat dan cairan, intubasi dan
defibrilasi dan pada pasien-pasien emergency oleh karena itu pada saat-saat tertentu waktu dapat menentukan
apakah pasien selamat atau tidak.
• Perubahan jadual dinas perawat juga berdampak terhadap keselamatan pasien karena perawat sering tidak siap
untuk melakukan aktivitas secara baik dan menyeluruh.
• Waktu juga sangat berpengaruh pada saat pasien harus dilakukan tindakan diagnostic atau ketepatan pengaturan
pemberian obat seperti pada pemberian antibiotic atau tromblolitik, keterlambatan akan mempengaruhi terhadapap
diagnosis dan pengobatan.
• Efisiensi: keterlambatan diagnosis atau pengobatan akan memperpanjang waktu perawatan tentunya akan
meningkatkan pembiayaan yang harus di tanggung oleh pasien.
5. Orang
• Sikap dan motivasi: sikap dan motivasi sangat berdampak kepada kinerja seseorang. Sikap dan motivasi yang
negative akan menimbulkan kesalahan-kesalahan.
• Kesehatan fisik: kelelahan, sakit dan kurang tidur akan berdampak kepada kinerja dengan menurunnya
kewaspadaan dan waktu bereaksi seseorang.
• Kesehatan mental dan emosional: hal ini berpengaruh terhadap perhatian akan kebutuhan dan masalah pasien.
tanpa perhatian yang penuh akan terjadi kesalahan – kesalahan dalam bertindak.
• Faktor interaksi manusia dengan teknologi dan lingkungan: perawat memerlukan pendidikan atau pelatihan saat
dihadapkan kepada penggunaan alat-alat kesehatan dengan teknologi baru dan perawatan penyakit-penyakit yang
sebelumnya belum tren seperti perawatan flu babi (swine flu).
• Faktor kognitif, komunikasi dan interpretasi: kognitif sangat berpengaruh terhadap pemahaman kenapa terjadinya
kesalahan (error). Kognitif seseorang sangat berpengaruh terhadap bagaimana cara membuat keputusan, pemecahan
masalah baru mengkomunikasikan hal-hal yang baru.
6. Budaya
• Faktor budaya sangat bepengaruh besar terhadap pemahaman kesalahan dan keselamatan pasien.
• Pilosofi tentang keamanan: keselamatan pasien tergantung kepada pilosofi dan nilai yang dibuat oleh para
pimpinanan pelayanan kesehatan
• Jalur komunikasi: jalur komunikasi perlu dibuat sehingga ketika terjadi kesalahan dapat segera terlaporkan kepada
pimpinan (siapa yang berhak melapor dan siapa yang menerima laporan).
• Budaya melaporkan, terkadang untuk melaporkan suatu kesalahan mendapat hambatan karena terbentuknya
budaya blaming. Budaya menyalahkan (Blaming) merupakan phenomena yang universal. Budaya tersebut harus
dikikis dengan membuat protap jalur komunikasi yang jelas.
• Staff-kelebihan beban kerja, jam dan kebijakan personal. Faktor lainnya yang penting adalah system
kepemimpinan dan budaya dalam merencanakan staf, membuat kebijakan dan mengantur personal termasuk jam
kerja, beban kerja, manajemen kelelahan, stress dan sakit
1. Pasien masuk rumah sakit melakukan pendaftaran/ admisi pada instalasi rawat jalan (poliklinik) atau pada
instalasi gawat darurat apabila pasien dalam kondisi gawat darurat yang membutuhkan pertolongan medis
segera/ cito.
2. Pasien yang mendaftar pada instalasi rawat jalan akan diberikan pelayanan medis pada klinik-klinik tertentu
sesuai dengan penyakit/ kondisi pasien.
Pasien dengan diagnosa penyakit ringan setelah diberikan pelayanan medis selanjutnya dapat langsung pulang.
Pasien dengan kondisi harus didiagnosa lebih mendetail akan dirujuk ke instalasi radiologi dan atau
laboratorium. Setelah mendapatkan hasil foto radiologi dan atau laboratorium, pasien mendaftar kembali ke
instalasi rawat jalan sebagai pasien lama.
Selanjutnya apabila harus dirawat inap akan dikirim ke ruang rawat inap. Selanjutnya akan didiagnosa lebih
mendetail ke instalasi radiologi dan atau laboratorium. Kemudian jika pasien harus ditindak bedah, maka pasien
akan dijadwalkan ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien yang kondisinya belum stabil akan dikirim ke ruang
Perawatan Intensif, pasien yang kondisinya stabil akan dikirim ke ruang rawat inap. Selanjutnya pasien
meninggal akan dikirim ke instalasi pemulasaraan jenazah. Setelah pasien sehat dapat pulang
Pasien kebidanan dan penyakit kandungan tingkat lanjut akan dirujuk ke instalasi kebidanan dan penyakit
kandungan. Apabila harus ditindak bedah, maka pasien akan dikirim ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien
yang kondisinya belum stabil akan dikirim ke ruang Perawatan Intensif, pasien yang kondisinya stabil akan
dikirim ke ruang rawat inap kebidanan. Selanjutnya pasien meninggal akan dikirim ke instalasi pemulasaraan
jenazah. Setelah pasien sehat dapat pulang.
1. Pasien melalui instalasi gawat darurat akan diberikan pelayanan medis sesuai dengan kondisi kegawat daruratan
pasien.
Pasien dengan tingkat kegawatdaruratan ringan setelah diberikan pelayanan medis dapat langsung pulang.
Pasien dengan kondisi harus didiagnosa lebih mendetail akan dirujuk ke instalasi radiologi dan atau
laboratorium. Selanjutnya apabila harus ditindak bedah, maka pasien akan dikirim ke ruang bedah. Pasca bedah,
untuk pasien yang kondisinya belum stabil akan dikirim ke ruang Perawatan Intensif, pasien yang kondisinya
stabil akan dikirim ke ruang rawat inap. Selanjutnya pasien meninggal akan dikirim ke instalasi pemulasaraan
jenazah, pasien sehat dapat pulang.
RS melaksanakan program pengembangan dan pelatihan staf secara konsisten. RS melakukan workshop
keselamatan pasien secara in-house training dan melibatkan Tim KKPRS atau mengirim 2-3 orang staf untuk
mengikuti workshop keselamatan pasien yang diselenggarakan KKPRS-PERSI.
RS mempunyai program orientasi yang memuat topik keselamatan pasien bagi staf yang baru
masuk/pindahan/mahasiswa. Staf yang bertugas di unit khusus (ICU, ICCU, IGD, HD, NICU, PICU, OK)
harusmendapat pelatihan keselamatan pasien.
11. Penutup
Keamanan adalah prinsip yang paling fundamental dalam pemberian pelayanan kesehatan maupun keperawatan, dan
sekaligus aspek yang paling kritis dari manajemen kualitas. Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem
tersebut meliputi pengenalan risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk
meminimalkan risiko.
Sebenarnya petugas kesehatan tidak bermaksud menyebabkan cedera pasien, tetapi fakta tampak bahwa di bumi ini
setiap hari ada pasien yang mengalami KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). KTD, baik yang tidak dapat dicegah
(non error) maupun yang dapat dicegah (error), berasal dari berbagai proses asuhan pasien.
Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang penting dalam sebuah rumah sakit, maka
diperlukan standar keselamatan pasien rumah sakit yang dapat digunakan sebagai acuan bagi rumah sakit di
Indonesia. Standar keselamatan pasien rumah sakit yang saat ini digunakan mengacu pada “Hospital Patient Safety
Standards” yang dikeluarkan oleh Join Commision on Accreditation of Health Organization di Illinois pada tahun
2002 yang kemudian disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia. Pada akhirnya untuk mewujudkan
keselamatan pasien butuh upaya dan kerjasama berbagai pihak dari seluruh komponen pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2008, Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety), 2 edn, Bakti Husada,
Jakarta.
_____. 2008, Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) (Patient Safety Incident Report), 2 edn, Bakti
Husada, Jakarta.
IOM, 2000. To Err Is Human: Building a Safer Health System http://www.nap.edu/catalog/9728.html
___, 2004. Patient Safety: Achieving a New Standard for Care http://www.nap.edu/catalog/10863.html
Kemkes RI. 2010. Pedoman Teknis Fasilitas Rumah Sakit Kelas B. Pusat Sarana, Prasarana dan Peralatan
Kesehatan, Sekretariat Jenderal, KEMKES-RI
Manojlovich, M, et al 2007, ‘Healthy Work Environment, Nurse-Phycisian Communication, and Patient’s
Outcomes’, American Journal of Critical Care vol. 16, pp. 536-43.
Millar, J, et al 2004, ‘Selecting Indicators for Patient Safety at the Health Systems Level in OECD Countries’.
DELSA/ELSA/WD/HTP, Paris, OECD Health Technical Paper.
Pallas, LOB, et al 2005, Nurse-Physician Relationship Solutions and Recomendation for Change, Nursing Health
Services Research Unit, Ontario. database.
Parwijanto, H 2008, ‘Kajian Komunikasi Dalam Organisasi’, in Perilaku Organisasi. uns.ac.id, Jakarta, 10 Desember
2009.
Robbins, SP 2003, Perilaku Organisasi, 10 edn, PT. Indeks Gramedia, Jakarta.
Wakefield, JG & Jorm, CM 2009, ‘Patient Safety – a balanced measurements framework’, Australian Health
Review, vol. 33, no. 3.
Yahya, A. 2009 Integrasikan Kegiatan Manajemen Risiko. Workshop Keselamatan Pasien&Manajemen Risiko
Klinis. PERSI: KKP-RS