Anda di halaman 1dari 23

Case Report Session

Perforasi Gaster

Oleh
Liga Hendrono 1740312607
Arfan Gifari 1740312609

Preseptor
dr. M. Iqbal Rivai, Sp.B (K) BD

ILMU KESEHATAN BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek
dari dinding lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari usus ke
dalam rongga perut. Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk
terjadinya kontaminasi bakteri dalam rongga perut (keadaan ini dikenal dengan istilah
peritonitis). Perforasi lambung berkembang menjadi suatu peritonitis kimia yang
disebabkan karena kebocoran asam lambung kedalam rongga perut. Perforasi dalam
bentuk apapun yang mengenai saluran cerna merupakan suatu kasus kegawatan
bedah.1,2
Pada anak-anak cedera yang mengenai usus halus akibat dari trauma tumpul
perut sangat jarang dengan insidensinya 1-7 %. Sejak 30 tahun yang lalu perforasi
pada ulkus peptikum merupakAn penyebab yang tersering. Perforasi ulkus duodenum
insidensinya 2-3 kali lebih banyak daripada perforasi ulkus gaster. Hampir 1/3 dari
perforasi lambung disebabkan oleh keganasan pada lambung. Sekitar 10-15 %
penderita dengan divertikulitis akut dapat berkembang menjadi perforasi bebas. Pada
pasien yang lebih tua appendicitis acuta mempunyai angka kematian sebanyak 35 %
dan angka kesakitan 50 %. Faktor-faktor utama yang berperan terhadap angka
kesakitan dan kematian pada pasien-pasien tersebut adalah kondisi medis yang berat
yang menyertai appendicitis tersebut.2,3
Pada orang dewasa, perforasi ulkus peptic adalah penyebab umum dari
mobiditas dan mortalitas akut abdomen sampai sekitar 30 tahun lalu. Angka kejadian
menurun secara parallel dengan penurunan umum dari prevalensi ulkus peptic.
Sekitar satu pertiga perforasi gaster berkaitan dengan karsinoma gaster.2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Lambung

1. Anatomi
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di
bawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung menyerupai tabung bentuk J, dan
bila penuh, berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah 1
sampai 2 liter. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus, dan
antrumpilorikum atau pilorus. Sebelah kanan atas lambung terdapat cekungan
kurvatura minor, dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter
pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan yang terjadi.
Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan masuk ke dalam
lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah
lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Di
saat sfingter pilorikum terminal berelaksasi, makanan masuk ke dalam duodenum,
dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus ke
dalam lambung.
Sfingter pilorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat mengalami
stenosis (penyempitan pilorus yang menyumbat) sebagai penyulit penyakit ulkus
peptikum. Abnormalitas sfingter pilorus dapat pula terjadi pada bayi. Stenosis pilorus
atau piloro spasme terjadi bila serabut otot di sekelilingnya mengalami hipertrofi atau
spasme sehingga sfingter gagal berelaksasi untuk mengalirkan makanan dari lambung
ke dalam duodenum. Bayi akan memuntahkan makanan tersebut dan tidak mencerna
serta menyerapnya. Keadaan ini mungkin dapat diperbaiki melalui operasi atau
pemberian obat adrenergik yang menyebabkan relaksasi serabut otot.
Lambung tersusun atas empat lapisan. Tunika serosa atau lapisan luar
merupakan bagian dari peritonium viseralis. Dua lapisan peritonium viseralis
menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum kemudian terus memanjang
2
ke hati, membentuk omentum minus. Lipatan peritonium yang keluar dari satu organ
menuju ke organ lain disebut sebagai ligamentum. Jadi omentum minus (disebut juga
ligamentum hepatogastrikum atau hepatoduodenalis) menyokong lambung sepanjang
kurvatura minor sampai ke hati. Pada kurvatura mayor, peritonium terus ke bawah
membentuk omentum majus, yang menutupi usus halus dari depan seperti sebuah
apron besar. Sakus omentum minus adalah tempat yang sering terjadi penimbunan
cairan (pseudokista pankreatikum) akibat penyulit pankreatitis akut.

Tidak seperti daerah saluran cerna lain, bagian muskularis tersusun atas tiga
lapis dan bukan dua lapis otot polos: lapisan longitudinal di bagian luar, lapisan
sirkular di tengah, dan lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serabut otot yang unik
ini memungkinkan berbagai macam kombinasi kontraksi yang diperlukan untuk
memecah makanan menjadi partikel-partikel yang kecil, mengaduk dan mencampur
makanan tersebut dengan cairan lambung, dan mendorongnya ke arah duodenum.
Submukosa tersusun atas jaringan areolar longgar yang menghubungkan
lapisan mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak

3
dengan gerakan peristaltik. Lapisan ini juga mengandung pleksus saraf, pembuluh
darah, dan saluran limfe.
Mukosa, lapisan dalam lambung, tersusun atas lipatan-lipatan longitudinal
disebut rugae, yang memungkinkan terjadinya disternsi lambung sewaktu diisi
makanan. Terdapat beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut
bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada di dekat
orifisium kardia dan menyekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastrik terletak di
fundus dan pada hampir seluruh korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tiga tipe
sel utama. Sel-sel zimogenik (chief cell) menyekresikan pepsinogen. Pepsinogen
diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel-sel parietal menyekresikan asam
hidroklorida (HCL) dan faktor intrinsik. Faktor intrisik diperlukan untuk absorbsi
vitamin B12 di dalam usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan
terjadinya anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan di leher kelenjar
fundus dan menyekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang
terletak pada daerah pilorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk
menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresi dalam
lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion natrium, kalium dan
klorida.
Persarafan lambung sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom. Suplai saraf
parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui
saraf vagus. Trunkus vagus mencabangkan ramus gastrika, pilorika, hepatika, dan
seliaka. Persarafan simpatis melalui saraf splanchnicus major dan ganglia seliaka.
Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan,
kontraksi otot, serta peradangan, dan dirasakan di daerah epigastrium abdomen.
Serabut-serabut aferen simpatis menghambat motilitas dan sekresi lambung. Pleksus
saraf mienterikus (Auerbach) dan submukosa (Meissner) membentuk persarafan
intrinsik dinding lambung dan mengoordinasi aktivitas motorik dan sekresi mukosa
lambung.
Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serta hati, empedu, dan limpa)
terutama berasal dari arteri seliaka atau trunkus seliakus, yang mempercabangkan
4
cabang-cabang yang menyuplai kurvatura minor dan major. Dua cabang arteri yang
penting dalam klinis adalah arteria gastroduodenalis dan arteria
pankreatikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus posterior
duodenum. Ulkus pada dinding posterior duodenum dapat mengerosi arteri ini dan
menyebabkan terjadinya perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta
yang berasal dari pankreas, limpa, dan bagian lain saluran gastrointestinal, berjalan ke
hati melalui vena porta.

2. Fisiologi Lambung
Fungsi lambung:
1) Fungsi motorik

5
 Fungsi menampung : Menyimpan makanan sampai makanan tersebut
sedikit demi sedikit dicerna dan bergerak pada saluran cerna. Menyesuaikan
peningkatan volume tanpa menambah tekanan dengan relaksasi reseptif otot
polos; diperantarai oleh nervus vagus dan dirangsang oleh gastrin
 Fungsi mencampur : Memecahkan makanan menjadi partikel-partikel
kecil dan mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang
mengelilingi lambung. Konstraksi peristaltik diatur oleh suatu irama listrik
dasar.
 Fungsi pengosongan lambung : Diatur oleh pembukaan sfingter
pilorus yang dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotik,
keadaan fisik, serta oleh emosi, obat-obatan, dan olahraga. Pengosongan
lambung diatur oleh faktor saraf dan hormonal, seperti kolesistokinin.

2) Fungsi pencernaan dan sekresi


a) Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL dimulai disini; pencernaan
karbohidrat dan lemak oleh amilase dan lipase dalam lambung kecil
peranannya. Pepsin berfungsi memecah putih telur menjadi asam amino
(albumin dan pepton). Asam garam (HCL) berfungsi mengasamkan makanan,
sebagai antiseptik dan desinfektan, dan membuat suasana asam pada
pepsinogen sehinhha menjadi pepsin.
b) Sintesis dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan,
peregangan antrum, alkalinisasi antrum, dan rangsangan vagus.
c) Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus halus
bagian distal.
d) Sekresi mukus membentuk selubung yang melindungi lambung serta
berfungsi sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut.
e) Sekresi bikarbonat, bersama dengan sekresi gel mukus, tampaknya berperan
sebagai barier dari asam lumen dan pepsin.
Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi fase sefalik, gastrik, dan
intestinal. Fase sefalik sudah dimulai bahkan sebelum makanan masuk lambung,
6
yaitu akibat melihat, mencium, memikirkan, atau mengecap makanan. Fase ini
diperantarai seluruhnya oleh saraf vagus dan dihilangkan dengan vagotomi. Sinyal
neurogenik yang menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebri atau pusat
nafsu makan. Impuls eferen kemudian dihantarkan melalui saraf vagus ke lambung.
Hal ini mengakibatkan kelenjar gastrik terangsang untuk menyekresi HCL,
pepsinogen, dan menambah mukus. Fase sefalik menghasilkan sekitar 10% dari
sekresi lambung normal yang berhubungan dengan makanan.
Fase gastrik dimulai saat makanan mencapai antrum pilorus. Distensi antrum
juga dapat menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari resptor-reseptor pada
dinding lambung. Impuls tersebut berjalan menuju medula melalui aferen vagus dan
kembali ke lambung melalui eferen vagus; impuls ini merangsang pelepasan hormon
gastrin dan secara langsung juga merangsang kelenjar-kelenjar lambung. Gastrin
dilepas dari antrum dan kemudian dibawa oleh aliran darah menuju kelenjar lambung,
untuk merangsang sekresi. Pelepasan gastrin juga dirangsang oleh PH alkali, garam
empedu di antrum, dan terutama oleh protein makanan dan alkohol. Membran sel
parietal di fundus dan korpus lambung mengandung reseptor untuk gastrin, histamin,
dan asetilkolin, yang merangsang sekresi asam. Setelah makan, gastrin dapat bereaksi
pada sel parietal secara langsung untuk sekresi asam dan juga dapat merangsang
pelepasan histamin dari mukosa untuk sekresi asam.
Fase sekresi gastrik menghasilkan lebih dari duapertiga sekresi lambung total
setelah makan, sehingga merupakan bagian terbesar dari total sekresi lambung harian
yang berjumlah sekitar 2000 ml. Fase gastrik dapat terpengaruh oleh reseksi bedah
pada antrum pilorus, sebab disinilah pembentukan gastrin.
Fase intestinal dimulai oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum. Fase
sekresi lambung diduga sebagian besar bersifat hormonal. Adanya protein yang
tercerna sebagian dalam duodenum tampaknya merangsang pelepasan gastrin usus,
suatu hormon yang menyebabkan lambung terus-menerus menyekresikan sejumlah
kecil cairan lambung. Meskipun demikian, peranan usus kecil sebagai penghambat
sekresi lambung jauh lebih besar.

7
Distensi usus halus menimbulkan refleks enterogastrik, diperantarai oleh
pleksus mienterikus, saraf simpatis dan vagus, yang menghambat sekresi dan
pengosongan lambung. Adanya asam (PH kurang dari 2,5), lemak, dan hasil-hasil
pemecahan protein menyebabkan lepasnya beberapa hormon usus. Sekretin,
kolesitokinin, dan peptida penghambat gastrik (Gastric-inhibiting peptide, GIP),
semuanya memiliki efek inhibisi terhadap sekresi lambung.
Pada periode interdigestif (antara dua waktu pencernaan) sewaktu tidak ada
pencernaan dalam usus, sekresi asam klorida terus berlangsung dalam kecepatan
lambat yaitu 1 sampai 5 mEq/jam. Proses ini disebut pengeluaran asam basal (basal
acid output, BAO) dan dapat diukur dengan pemeriksaan sekresi cairan lambung
selama puasa 12 jam. Sekresi lambung normal selama periode ini terutama terdiri dari
mukus dan hanya sedikit pepsin dan asam. Tetapi, rangsangan emosional kuat dapat
meningkatkan BAO melalui saraf parasimpatis (vagus) dan diduga merupakan salah
satu faktor penyebab terjadinya ulkus peptikum.

B. PERFORASI GASTER
Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen.
Penyebab perforasi gastrointestinal adalah : ulkus peptik, inflamasi divertikulum
kolon sigmoid, kerusakan akibat trauma, perubahan pada kasus penyakit Crohn,
kolitis ulserasi, dan tumor ganas di sistem gastrointestinal. Perforasi paling sering
adalah akibat ulkus peptik lambung dan duodenum. Perforasi dapat terjadi di rongga
abdomen (perforatio libera) atau adesi kantung buatan (perforatio tecta).
Pada anak-anak cedera yang mengenai usus halus akibat dari trauma tumpul perut
sangat jarang dengan insidensinya 1-7 %. Sejak 30 tahun yang lalu perforasi pada
ulkus peptikum merupakan penyebab yang tersering. Perforasi ulkus duodenum
insidensinya 2-3 kali lebih banyak daripada perforasi ulkus gaster. Hampir 1/3 dari
perforasi lambung disebabkan oleh keganasan pada lambung. Sekitar 10-15%
penderita dengan divertikulitis akut dapat berkembang menjadi perforasi bebas. Pada
pasien yang lebih tua appendicitis akut mempunyai angka kematian sebanyak 35 %
dan angka kesakitan 50 %. Faktor-faktor utama yang berperan terhadap angka
8
kesakitan dan kematian pada pasien-pasien tersebut adalah kondisi medis yang berat
yang menyertai appedndicitis tersebut.

C. Etiologi
 Cedera tembus yang mengenai dada bagian bawah atau perut (contoh: trauma
tertusuk pisau)
 Trauma tumpul perut yang mengenai lambung. Lebih sering ditemukan pada
anak-anak dibandingkan orang dewasa.
 Obat aspirin, NSAID (misalnya fenilbutazon, antalgin, dan natrium diclofenac)
serta golongan obat anti inflamasi steroid diantaranya deksametason dan
prednisone. Sering ditemukan pada orang dewasa.
 Kondisi yang mempredisposisi : ulkus peptikum, appendicitis akut,
divertikulosis akut, dan divertikulum Meckel yang terinflamasi.
 Appendicitis akut: kondisi ini masih menjadi salah satu penyebab umum
perforasi usus pada pasien yang lebih tua dan berhubungan dengan hasil akhir
yang buruk.
 Luka usus yang berhubungan dengan endoscopic : luka dapat terjadi oleh
ERCP dan colonoscopy.
 Fungsi usus sebagai suatu komplikasi laparoscopic: faktor yang mungkin
mempredisposisikan pasien ini adalah obesitas, kehamilan, inflamasi usus
akut dan kronik dan obstruksi usus.
 Infeksi bakteri: infeksi bakteri (demam typoid) mempunyai komplikasi
menjadi perforasi usus pada sekitar 5 % pasien. Komplikasi perforasi pada
pasien ini sering tidak terduga terjadi pada saat kondisi pasien mulai membaik.
 Penyakit inflamasi usus : perforasi usus dapat muncul pada paien dengan
colitis ulceratif akut, dan perforasi ileum terminal dapat muncul pada pasien
dengan Crohn’s disease.
 Perforasi sekunder dari iskemik usus (colitis iskemik) dapat timbul.
 Perforasi usus dapat terjadi karena keganasan didalam perut atau limphoma

9
 Radiotherapi dari keganasan cervik dan keganasan intra abdominal lainnya
dapat berhubungan dengan komplikasi lanjut, termasuk obstruksi usus dan
perforasi usus.
 Benda asing (misalnya tusuk gigi atau jarum pentul) dapat menyebabkan
perforasi oesophagus, gaster, atau usus kecil dengan infeksi intra abdomen,
peritonitis, dan sepsis.

D. Patofisologi
Secara fisiologis, gaster relatif bebas dari bakteri dan mikroorganisme lainnya
karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami
trauma abdominal memiliki fungsi gaster yang normal dan tidak berada pada resiko
kontaminasi bakteri yang mengikuti perforasi gaster. Bagaimana pun juga mereka
yang memiliki maslah gaster sebelumnya berada pada resiko kontaminasi peritoneal
pada perforasi gaster. Kebocoran asam lambung kedalam rongga peritoneum sering
menimbulkan peritonitis kimia. Bila kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan
mengenai rongga peritoneum, peritonitis kimia akan diperparah oleh perkembangan
yang bertahap dari peritonitis bakterial. Pasien dapat asimptomatik untuk beberapa
jam antara peritonitis kimia awal dan peritonitis bakterial lanjut.
Mikrobiologi dari usus kecil berubah dari proksimal samapi ke distalnya.
Beberapa bakteri menempati bagian proksimal dari usus kecil dimana, pada bagian
distal dari usus kecil (jejunum dan ileum) ditempati oleh bakteri aerob (E.Coli) dan
anaerob (Bacteriodes fragilis (lebih banyak)). Kecenderungan infeksi intra abdominal
atau luka meningkat pada perforasi usus bagian distal.
Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang masuknya sel-sel inflamasi
akut. Omentum dan organ-organ visceral cenderung melokalisir proses peradangan,
mengahasilkan phlegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi kolon). Hypoksia yang
diakibatkannya didaerah itu memfasilisasi tumbuhnya bakteri anaerob dan
menggangu aktifitas bakterisidal dari granulosit, yang mana mengarah pada
peningkatan aktifitas fagosit daripada granulosit, degradasi sel-sel, dan pengentalan
cairan sehingga membentuk abscess, efek osmotik, dan pergeseran cairan yang lebih
10
banyak ke lokasi abscess, dan diikuti pembesaran absces pada perut. Jika tidak
ditangani terjadi bakteriemia, sepsis, multiple organ failure dan shock.

E. Gejala klinik
Nyeri perut hebat yang makin meningkat dengan adanya pergerakan disertai nausea,
vomitus, pada keadaan lanjut disertai demam dan mengigil.

F. Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan pada area perut: periksa apakah ada tanda-tanda eksternal seperti
luka, abrasi, dan atau ekimosis. Amati pasien: lihat pola pernafasan dan
pergerakan perut saat bernafas, periksa adanya distensi dan perubahan warna
kulit abdomen. Pada perforasi ulkus peptikum pasien tidak mau bergerak,
biasanya dengan posisi flexi pada lutut, dan abdomen seperti papan.
 Palpasi dengan halus, perhatikan ada tidaknya massa atau nyeri tekan. Bila
ditemukan tachycardi, febris, dan nyeri tekan seluruh abdomen
mengindikasikan suatu peritonitis. rasa kembung dan konsistensi sperti
adonan roti mengindikasikan perdarahan intra abdominal.
 Nyeri perkusi mengindikasikan adanya peradangan peritoneum
 Pada auskultasi : bila tidak ditemukan bising usus mengindikasikan suatu
peritonitis difusa.
 Pemeriksaan rektal dan bimanual vagina dan pelvis : pemeriksaan ini dapat
membantu menilai kondisi seperti appendicitis acuta, abscess tuba ovarian
yang ruptur dan divertikulitis acuta yang perforasi.

G. Pemeriksaan Penunjang
Sejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan
adalah : foto polos abdomen pada posisi berdiri, ultrasonografi dengan vesika urinaria
penuh, CT-scan murni dan CT-scan dengan kontras. Jika temuan foto Rontgen dan
ultrasonografi tidak jelas, sebaiknya jangan ragu untuk menggunakan CT-scan,
dengan pertimbangan metode ini dapat mendeteksi cairan dan jumlah udara yang
11
sangat sedikit sekali pun yang tidak terdeteksi oleh metode yang disebutkan
sebelumnya.
1. Radiologi
Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Isi
yang keluar dari perforasi dapat mengandung udara, cairan lambung dan
duodenum, empedu, makanan, dan bakteri. Udara bebas atau
pneumoperitoneum terbentuk jika udara keluar dari sistem gastrointestinal.
Hal ini terjadi setelah perforasi lambung, bagian oral duodenum, dan usus
besar. Pada kasus perforasi usus kecil, yang dalam keadaan normal tidak
mengandung udara, jumlah udara yang sangat kecil dilepaskan. Udara bebas
terjadi di rongga peritoneum 20 menit setelah perforasi.
Manfaat penemuan dini dan pasti dari perforasi gaster sangat penting,
karena keadaan ini biasanya memerlukan intervensi bedah. Radiologis
memiliki peran nyata dalam menolong ahli bedah dalam memilih prosedur
diagnostik dan untuk memutuskan apakah pasien perlu dioperasi. Deteksi
pneumoperitoneum minimal pada pasien dengan nyeri akut abdomen karena
perforasi gaster adalah tugas diagnostik yang paling penting dalam status
kegawatdaruratan abdomen. Seorang dokter yang berpengalaman, dengan
menggunakan teknik radiologi, dapat mendeteksi jumlah udara sebanyak 1 ml.
dalam melakukannya, ia menggunakan teknik foto abdomen klasik dalam
posisi berdiri dan posisi lateral decubitus kiri.
Untuk melihat udara bebas dan membuat interpretasi radiologi dapat
dipercaya, kualitas film pajanan dan posisi yang benar sangat penting. Setiap
pasien harus mengambil posisi adekuat 10 menit sebelum pengambilan foto,
maka, pada saat pengambilan udara bebas dapat mencapai titik tertinggi di
abdomen.
Pada kasus perforasi karena trauma, perforasi dapat tersembunyi dan
tertutup oleh kondisi bedah patologis lain. Posisi supine menunjukkan
pneumoperitoneum pada hanya 56% kasus. Sekitar 50% pasien menunjukkan
kumpulan udara di abdomen atas kanan, lainnya adalah subhepatika atau di
12
ruang hepatorenal. Di sini dapat terlihat gambaran oval kecil atau linear.
Gambaran udara bentuk segitiga kecil juga dapat tampak di antara lekukan
usus. Meskipun, paling sering terlihat dalam bentuk seperti kubah atau bentuk
bulan setengah di bawah diafragma pada posisi berdiri. Football sign
menggambarkan adanya udara bebas di atas kumpulan cairan di bagian tengah
abdomen.
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut
abdomen. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan
berbagai densitas, yang pada kasus ini adalah sangat tidak homogen karena
terdapat kandungan lambung. Pemeriksaan ini khususnya berharga untuk
mendeteksi cairan bebas di pelvik kecil menggunakan teknik kandung kemih
penuh. Kebanyakan, ultrasonografi tidak dapat mendeteksi udara bebas.

3. CTscan
CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk
mendeteksi udara setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti
gelembung dan saat pada foto rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh karena
itu, CT scan sangat efisien untuk deteksi dini perforasi gaster. Ketika
melakukan pemeriksaan, kita perlu menyetel jendelanya agar dapat
membedakan antara lemak dengan udara, karena keduanya tampak sebagai
area hipodens dengan densitas negatif. Jendela untuk parenkim paru adalah
yang terbaik untuk mengatasi masalah ini. Saat CT scan dilakukan dalam
posisi supine, gelembung udara pada CT scan terutama berlokasi di depan
bagian abdomen. Kita dapat melihat gelembung udara bergerak jika pasien
setelah itu mengambil posisi decubitus kiri. CT scan juga jauh lebih baik
dalam mendeteksi kumpulan cairan di bursa omentalis dan retroperitoneal.
Walaupun sensitivitasnya tinggi, CT scan tidak selalu diperlukan berkaitan
dengan biaya yang tinggi dan efek radiasinya.
Jika kita menduga seseorang mengalami perforasi, dan udara bebas tidak
13
terlihat pada scan murni klasik, kita dapat menggunakan substansi kontras
nonionik untuk membuktikan keraguan kita. Salah satu caranya adalah dengan
menggunakan udara melalui pipa nasogastrik 10 menit sebelum scanning.
Cara kedua adalah dengan memberikan kontras yang dapat larut secara oral
minimal 250 ml 5 menit sebelum scanning, yang membantu untuk
menunjukkan kontras tapi bukan udara. Komponen barium tidak dapat
diberikan pada keadaan ini karena mereka dapat menyebabkan pembentukkan
granuloma dan adesi peritoneum. Beberapa penulis menyatakan bahwa CT
scan dapat memberi ketepatan sampai 95%.

H. Penatalaksanaan
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan
umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa
nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan tanda-tanda
peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin digunakan dengan terapi
antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif dan anaerob.
Tujuan dari terapi bedah adalah :
1) Koreksi masalah anatomi yang mendasari
2) Koreksi penyebab peritonitis
3) Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat
menghambat fungsi leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti
darah, makanan, sekresi lambung).
Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja
setelah eksisi tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi
tindakan ini dianjurkan bila keadaan umum kurang baik, penderita usia lanjut dan
terdapat peritonitis purulenta. Bila keadaan memungkinkan, tambahan tindakan
vagotomi dan antrektomi dianjurkan untuk mencegah kekambuhan.

I. Komplikasi
Komplikasi pada perforasi gaster, sebagai berikut:
14
1) Infeksi Luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri
pada gaster
2) Kegagalan luka operasi
Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan
luka operasi) dapat terjadi segera atau lambat.
Faktor-faktor berikut ini dihubungkan dengan kegagalan luka operasi :
a. Malnutrisi
b. Sepsis
c. Uremia
d. Diabetes mellitus
e. Terapi kortikosteroid
f. Obesitas
g. Batuk yang berat
h. Hematoma (dengan atau tanpa infeksi)
3) Abses abdominal terlokalisasi
4) Kegagalan multiorgan dan syok sepsis
Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan
manifestasi sistemik, seperti kekakuan, demam, hipotermi (pada
septikemia gram negatif dengan endotoksemia), leukositosis atau
leukopenia (pada septikemia berat), takikardi, dan kolaps sirkuler.
5) Perdarahan mukosa gaster. Komplikasi ini biasanya dihubungkan
dengan kegagalan sistem multipel organ dan mungkin berhubungan
dengan defek proteksi oleh mukosa gaster
6) Obstruksi mekanik, sering disebabkan karena adesi postoperative

J. Prognosis
Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat
dilakukan maka prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis, tindakan,
dan pemberian antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya menjadi dubia ad
malam.
15
Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. Faktor-faktor
berikut akan meningkatkan resiko kematian :
1) Usia lanjut
2) Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya
3) Malnutrisi
4) Timbulnya komplikasi

16
BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. MR
Umur/Tanggal Lahir : 36 tahun / 12-05-1982
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Nomor RM : 01.03.54.54
Tanggal Pemeriksaan : 18 Desember 2018
Alamat : Ulak Karang
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Negeri Asal : Indonesia
Agama : Islam
Suku : Minang

ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Nyeri perut sejak 1 hari sebelum masuk RS
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Nyeri perut sudah dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk RS
- Nyeri dirasakan di seluruh lapangan perut. Awalnya nyeri terasa di ulu
hati dan pinggang, lalu nyeri menyebar ke seluruh lapangan perut
- Pasien mengeluhkan mual, namun tidak ada muntah
- Muntah darah tidak ada, demam tidak ada
- Pasien mengatakan sebelumnya berobat ke tukang urut sebelum ke RS
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat Maag (-)
- Riwayat Diabetes (-)
- Riwayat Hipertensi (-)
17
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ada anggota keluarga pasien dengan keluhan yang sama dengan
pasien
Riwayat Ekonomi, Pekerjaan, Sosial, Kejiwaan dan Kebiasaan :
- Pasien seorang pegawai swasta
- Merokok (-), minum alkohol (-)
PEMERIKSAAN FISIK :
Umum :
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : CMC
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 60 kg
BMI : 23,4 kg/m2
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 98 x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 37ºC
Sianosis : tidak ada
Edema : (-/-)
Anemis : (-/-)
Ikterik : (-/-)
Generalisata :
Kulit : teraba hangat, turgor baik.
KGB : tidak teraba pembesaran KGB
Kepala : normochepal, simetris, tidak ada jejas
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : tidak tampak kelainan
Hidung : tidak tampak kelainan, perdarahan (-)
Tenggorokan : tonsil dan faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1
18
Gigi & Mulut : tidak ada caries dentis dan tidak ada periodontitis.
Perdarahan (-)
Leher : pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP 5-2 cmH20
Paru :
- Inspeksi : Simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis
- Palpasi : Fremitus kiri = kanan
- Perkusi : Sonor
- Auskultasi : SN vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung :
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis teraba 3 jari lateral LMCS sinistra
RIC V
- Perkusi : Batas jantung atas : RIC II
Batas jantung kiri : Iktus kordis
Batas jantung kanan : LSD
- Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
- Inspeksi : Tidak tampak membuncit
- Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (+)
diseluruh lapangan paru, Nyeri lepas (+),
defans muscular (+)
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising usus (+) lemah

Ekstrimitas :
- Superior : Tidak ada sianosis, pitting oedem, akral pucat
ataupun dingin
- Inferior : Tidak ada sianosis, pitting oedem, akral pucat
ataupun dingin

19
DIAGNOSIS KERJA :
Peritonitis difus ec susp perforasi gaster
DIAGNOSIS BANDING :
Peritonitis difus ec perforasi organ berlumen lain
TATALAKSANA dan ANJURAN :
- Pemeriksaan darah rutin dan hitung jenis
- Rontgen Thoraks
- Rontgen Abdomen 3 posisi
- Pemeriksaan EKG
- Pasang NGT
- Pasang Kateter Folley
- Konsul Dokter Bedah dengan tambahan terapi :
o IVFD RL 20 tetes/menit
o Inj. Ranitidin 2x1 ampul
o Inj. Ketorolac 2x1 ampul
o Inj. Ceftriaxon 2x1 ampul
o Drip Metronidazol 3x500 mg
o Informed consent rencana laparotomi eksplorasi

20
BAB IV
DISKUSI

Seorang laki-laki berusia 36 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut
sejak 1 hari sebelum masuk RS. Pasien mengeluhkan nyeri perut ini di seluruh bagian
perut. Pasien juga mengeluhkan adanya mual namun tidak sampai muntah. Pasien
mengatakan tidak pernah muntah darah dan sebelumnya berobat ke tukang urut
sebelum masuk RS.
Trauma tumpul perut yang mengenai lambung dapat menjadi suatu faktor
predisposisi timbulnya ulkus gaster yang dapat mengakibatkan perforasi gaster itu
sendiri. Selain itu, faktor-faktor yang mungkin perlu dipertimbangkan sebagai
penyebab dari perforasi adalah malignansi intra abdomen terutama di daerah kolon.
Perforasi dari gaster akan mengakibatkan asam lambung yang iritatif masuk
ke dalam rongga peritoneum dan mengiritasi dari organ-organ peritoneum yang dapat
menyebabkan nyeri yang timbul pada seluruh lapangan perut. Oeh karena itu, pasien
mengeluhkan nyeri hebat di semua bagian perutnya. Nyeri ini timbul mendadak
terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritoneum. Rangsangan
peritoneum ini akan menyebabkan timbulnya nyeri tekan dan defans muskuler.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Pieter, John, editor : Sjamsuhidajat,R. dan De Jong, Wim, Bab 31 : Lambung


dan Duodenum, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC : Jakarta, 2004. Hal.
541-59.
2. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, editor : Mansjoer, Arif.,
Suprohalta., Wardhani, Wahyu Ika., Setiowulan, Wiwiek., Fakultas
Kedokteran UI, Media Aesculapius, Jakarta : 2000
3. Sylvia A.Price, Lorraine M. Wilson, Patofisiologi Konsep Klinis proses-
proses penyakit volume 1, Edisi 6, EGC : Jakarta, 2006
4. Sofić, Amela., Bešlić, Šerif., Linceder, Lidija., Vrcić, Dunja., Early
radiological diagnostics of gastrointestinal perforation

22

Anda mungkin juga menyukai