Anda di halaman 1dari 16

Wattmeter Satu Fasa

Tujuan

a. Mengetahui prinsip kerja wattmeter elektrodinamometer.


b. Mampu menggunakan wattmeter dengan benar pada rangkaian sistem satu fasa
atau pada sistem 3 fasa.
c. Bersama-sama dengan voltmeter & amperemeter dipergunakan untuk
menentukan faktor daya.

Dasar Teori

Dalam rangkaian listrik, daya merupakan suatu besaran yang penting. Ukuran
komponen dan pengelompokan komponen dalam peralatan elektronika terutama
ditentukan karena kebutuhan untuk menghilangkan tenaga listrik yang berubah
menjadi panas. Hal serupa berlaku pula pada motor listrik, mekanisme pengendalinya,
transformator, saklar, dan penghantar yang dipergunakan dalam bidang konversi
tenaga listrik.

Daya dalam pengukuran daya listrik dinyatakan dalam satuan dasar watt,
merupakan perkalian antara beda potensial dalam satuan volt dengan arus listrik
dalam satuan ampere.

daya (p) = (beda potensial).(arus listrik) = v.i

Pada rangkaian arus searah (dc) dengan beban resistor (R), daya dapat
dinyatakan dalam tiga bentuk persamaan yang berbeda dengan menerapkan hukum
Ohm.

P = V.I
P = I2.R
P = V2/R

Pada umumnya pengukuran daya pada rangkaian dc dilakukan dengan


menggunakan alat-alat ukur dc (voltmeter dc dan amperemeter dc) karena hasilnya
biasanya lebih akurat dibandingkan dengan menggunakan wattmeter. Rangkaian dasar
pengukuran daya dc dengan menggunakan voltmeter dc dan amperemeter dc
diperlihatkan pada Gambar-1.

Gambar-1 Pemasangan voltmeter dan amperemeter pada pengukuran daya dc

Apabila nilai tahanan dalam voltmeter (RV) diketahui, maka dapat dilakukan
koreksi untuk menghitung nilai sebenarnya dari arus beban (IL) dan daya (P).
IL = I – VL/RV = A – V/RV
P = VL.IL = VA – V2/RV

Ukuran daya yang sangat penting, terutama untuk arus dan tegangan
berulang, adalah daya rata-rata. Daya rata-rata ini sama dengan kecepatan rata-rata
energi yang diserap oleh suatu beban, tidak tergantung pada waktu.

Pada pengukuran tegangan beban Vrms dan arus beban Irms dengan
menggunakan meter ac, hasil perkalian Vrms dan Irms biasanya bukan merupakan cara
yang tepat untuk menyatakan daya ac. Untuk sinyal ac sinusoida dengan beda fasa
antara vL dan iL sebesar , akan dihasilkan daya rata-rata sebesar:
T T
P = (1/T)p.dt = (1/T)vL iL.dt= Vrms Irms cos 
0 0

Persamaan tersebut di atas menunjukkan bahwa hasil perkalian Vrms dan Irms
tidak selalu sama dengan P, karena hasil perkalian tersebut tidak melibatkan faktor
beda fasa. Faktor beda fasa ini (cos ) dikenal dengan nama faktor daya (power factor,
pf).

pf = cos 

Pada beban resistif murni, vL dan iL memiliki fasa yang sama ( = 0), sehingga
pf = 1. Dengan demikian suatu resistor ideal akan menyerap seluruh energi yang
diterimanya. Daya rata-rata yang diserap oleh unsur resistif disebut daya aktif atau
juga disebut sebagai daya nyata yang ditulis dengan lambang P dan satuannya
menurut SI (Standar Internasional) adalah watt. Suatu instrumen yang dirancang
untuk mengindera pengaruh beda fasa dan menghasilkan nilai yang benar mengenai
daya rata-rata disebut wattmeter.

Daya rata-rata: P = Vrms Irms cos 

Jika unsur resistif (R) dari beban diketahui, maka daya rata-rata juga dapat
dihitung dengan rumusan:

Daya rata-rata: P = Vrms Irms cos 


= (Irms|Z|) Irms cos 
= Irms2 (|Z| cos )
= Irms2 R

Pada beban kapasitif murni atau induktif murni, vL dan iL memiliki beda fasa 
90o sehingga pf = 0. Hal ini berarti daya rata-rata pada kedua unsur reaktif ini sama
dengan nol. Dengan demikian kapasitor dan induktor ideal tidak menyerap energi,
tetapi hanya menyimpan dan melepaskan energi yang diterimanya.

Nilai maksimum daya sesaat pada beban kapasitif murni dan induktif murni
dapat dinyatakan dalam persamaan:

pXC max = Irms2 Xc


pXL max = Irms2 XL
Nilai maksimum daya keluar-masuk dalam unsur reaktif tersebut dikenal
dengan daya reaktif yang didefinisikan sebagai Q:

Q = Irms2 X

Daya reaktif ini tidak diserap oleh beban. Daya tersebut juga disebut sebagai
daya tanpa-watt dan dinyatakan dengan unit satuan volt-ampere reaktif (var). Besaran
tersebut banyak dipergunakan dalam pembangkitan, distribusi dan penggunaan daya
listrik. Daya reaktif juga dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

Daya reaktif: Q = Irms2 X


= (Irms|Z|) Irms (X/|Z|)
= Vrms Irms sin 

Kombinasi P dan Q pada beban disebut daya semu S. Daya semu juga
disebut sebagai daya tampak dan dinyatakan dengan unit satuan volt-ampere (VA)
atau kilo-volt-ampere (kVA). Daya semu tersebut diukur tanpa memndang sifat
impedansi beban.

Daya semu: S = (P2 + Q2) , atau


S = Vrms Irms

Dengan demikian hasil perkalian antara tegangan beban yang ditunjukkan


oleh voltmeter-ac dan arus beban yang ditunjukkan oleh amperemeter-ac
menunjukkan daya semu (S), bukan daya rata-rata (P) ataupun daya reaktif (Q).

Gambar-2 Segitiga daya

Hasil bagi antara P dengan S disebut faktor daya (power factor).

pf = P/S = (Vrms Irms cos )/(Vrms Irms) = cos 

Apabila arus beban tertinggal dari tegangan beban (beban induktif), maka
dikatakan beban tersebut memiliki faktor daya tertinggal (lagging pf); sedangkan
apabila arus beban mendahului tegangan beban (beban kapasitif), maka dikatakan
beban tersebut memiliki faktor daya mendahului (leading pf).

Pada Gambar-2 diperlihatkan segitiga daya yang mempresentasikan P, Q, dan S.


Wattmeter

Elektrodinamometer dipakai secara luas dalam pengukuran daya, baik untuk


pengukuran daya searah (dc) maupun bolak-balik (ac) untuk setiap bentuk
gelombang tegangan dan arus, dan tidak terbatas pada gelombang sinus saja. Sebuah
elektrodinamometer memiliki dua jenis kumparan, yaitu kumparan-kumparan yang
diam (disebut kumparan-kumparan medan atau kumparan-kumparan arus) dan
kumparan yang berputar (disebut kumparan potensial). Prinsip kerja wattmeter satu
fasa untuk beban-beban arus kuat-tegangan rendah dapat dijelaskan sebagai berikut
(lihat Gambar-3):


W
ic iL

Power
ip Load
source

Gambar-3 Wattmeter elektrodinamometer

Wattmeter satu fasa memiliki empat buah terminal, terdiri dari dua buah
terminal arus dan dua buah terminal tegangan. Kumparan-kumparan arus merupakan
dua elemen yang terpisah yang dihubungkan secara seri dan membawa arus jala-jala
total (ic). Kumparan potensial ditempatkan di dalam medan magnet kumparan-
kumparan arus, dihubungkan seri dengan tahanan pembatas arus dan membawa arus
kecil (ip). Arus sesaat di dalam kumparan potensial adalah i p = vL/Rp, dalam hal ini
vL adalah tegangan sesaat pada beban (load), dan R p adalah tahanan total kumparan
potensial beserta tahanan serinya (R). Arus yang melalui kumparan-kumparan arus
tersebut (ic) akan menimbulkan medan magnet dengan kerapatan fluksi (B) yang
berbanding lurus terhadap i c. Berdasarkan hukum dasar elektromaknetik, torsi yang
menyimpangkan kumparan potensial dapat dinyatakan dengan rumus:

T=BxAxIxN

dalam hal ini:

T : torsi yang dibangkitkan (N.m)


B : kerapatan fluksi di dalam senjang udara (Wb/m 2), berbanding lurus
terhadap ic.
A : luas efektif kumparan putar (m 2, nilainya konstan.
I : arus di dalam kumparan putar (A), sama dengan i p.
N : jumlah lilitan kumparan putar, nilainya konstan.

Dengan demikian torsi yang dibangkitkan sebanding dengan perkalian i c dan ip.

Karena defleksi kumparan potensial sebanding dengan torsi, maka defleksi


kumparan potensial tersebut juga sebanding dengan dengan perkalian i c dan ip.
Untuk defleksi rata-rata selama satu perioda dapat dituliskan:
T
rata-rata = (K/T)ic.ip.dt
0

dalam hal ini:

rata-rata : defleksi sudut rata-rata dari kumparan potensial (putar)


K : konstanta
T : perioda
ic : arus sesaat di dalam kumparan arus (kumparan medan)
ip : arus sesaat di dalam kumparan potensial (kumparan putar)

Untuk beban-beban arus kuat dan tegangan rendah, arus i c akan hampir sama
dengan arus beban i L (secara aktual, ic = ip+iL). Dengan menggunakan nilai i p =
vL/Rp, maka diperoleh hubungan:

rata-rata = (K/T)iL.(vL/Rp).dt = (K’/T)iL.vL.dt

Menurut definisi, daya rata-rata di dalam suatu rangkaian adalah:

Prata-rata = (1/T)iL.vL.dt

Dengan demikian maka defleksi rata-rata selama satu perioda dapat


dinyatakan dengan:

rata-rata = K’.Prata-rata

dalam hal ini:

K’ = konstanta instrumen

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa elektrodinamometer mengukur daya


rata-rata yang disalurkan ke beban.

Pada Gambar-4 diperlihatkan pemasangan wattmeter satu fasa untuk beban-


beban arus kuat-tegangan rendah (a) dan beban-beban arus lemah-tegangan tinggi
(b). Untuk beban-beban arus kuat-tegangan rendah, kumparan potensial
dihubungkan ke terminal-A (Gambar-4a); sedangkan untuk beban-beban arus lemah-
tegangan tinggi, kumparan potensial dihubungkan ke terminal-B (Gambar-4b).
Dengan cara pemasangan seperti tersebut diatas, akan diperoleh hasil pengukuran
yang lebih teliti.
Pada Gambar-4(a) kesalahan pengukuran daya disebabkan karena arus yang
dideteksi oleh kumparan arus bukan merupakan arus beban (arus terukur lebih besar
dari pada arus beban), sedangkan pada Gambar-4(b) kesalahan pengukuran daya
disebabkan karena tegangan yang dideteksi oleh kumparan potensial bukan
merupakan tegangan beban (tegangan terukur lebih besar daripada tegangan beban).
Dengan demikian hasil yang diperoleh berdasarkan kedua cara pemasangan
wattmeter tersebut diatas (Gambar-4a dan 4b) akan selalu lebih besar dibandingkan
dengan hasil yang kita harapkan.

 
W W
ic iL ic iL
 
Power Power
ip Load ip Load
source source

(a) (b)

Gambar-4 Pemasangan wattmeter untuk pengukuran daya agar diperoleh kesalahan


pengukuran yang paling kecil: (a) hubungan A, baik untuk beban-beban arus kuat-
tegangan rendah; (b) hubungan B, baik untuk beban-beban arus lemah-tegangan
tinggi.

Kesulitan dalam penempatan sambungan-sambungan kumparan potensial


dapat diatasi dengan menggunakan wattmeter terkompensasi seperti yang
ditunjukkan pada Gambar-5.
Gambar-5 Wattmeter terkompensasi.

Kumparan arus terdiri dari dua kumparan, masing-masing mempunyai


jumlah lilitan yang sama. Salah satu kumparan menggunakan kawat besar yang
membawa arus beban ditambah arus untuk kumparan potensial (i c = iL+ip).
Kumparan yang lain menggunakan kawat tipis dan hanya membawa arus ke
kumparan potensial (i p), tetapi arus ini berlawanan arah dengan arus di dalam
kumparan besar sehingga menyebabkan fluksi yang berlawan arah dengan fluksi
utama. Dengan demikian fluksi total yang dihasilkan oleh kumparan arus hanya
dipengaruhi oleh arus beban saja (i L), terbebas dari pengaruh i p sehingga wattmeter
menunjukkan daya yang sesuai.

Pengukuran P dan S secara serempak:


A W
I IL

Power
V Load
source

Gambar-6 Pengukuran P dan S secara serempak jika tahanan dalam voltmeter dan
tahanan dalam antara kedua terminal tegangan wattmeter diketahui.

Pada Gambar-6 diperlihatkan penempatan amperemeter, voltmeter, dan


wattmeter secara serempak untuk mengukur P dan S. Apabila nilai tahanan dalam
voltmeter (RV) dan tahanan dalam terminal tegangan pada wattmeter (R p) diketahui,
maka dapat dilakukan koreksi untuk menghitung nilai sebenarnya dari P dan arus
beban (IL).

Dengan asumsi bahwa pada terminal tegangan wattmeter nilai resistansinya


jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai reaktansinya, maka daya aktif dan daya
reaktif pada terminal tegangan wattmeter tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:

Pp = Ip2Rp = (Vp/|Z|)2 Rp = Vp2 Rp/(Rp2+Xp2)  Vp2/Rp


Qp = Ip2Xp = (Vp/|Z|)2 Xp = Vp2 Xp/(Rp2+Xp2)  (Vp2/ Rp)(Xp/Rp)

Pada umumnya Rp memiliki nilai yang sangat besar sehingga rugi-rugi daya
pada terminal tegangan wattmeter tersebut akan relatif kecil jika tegangan beban
rendah. Sebagai contoh untuk V p sebesar 220V dan Rp sebesar 50k akan
menghasilkan rugi-rugi daya sekitar 1W. Karena besarnya reaktansi pada terminal
tegangan wattmeter tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan resistansinya,
maka daya reaktif pada terminal tegangan wattmeter tersebut akan jauh lebih kecil
dibandingkan dengan daya aktifnya. Sebagai contoh misalnya kumparan potensial
wattmeter tersebut memiliki induktansi sebesar 3mH (biasanya jauh lebih kecil dari
itu) dan beroperasi pada frekuensi 50Hz, maka akan dihasilkan reaktansi sekitar 1 
dan daya reaktifnya hanya sekitar 20var saja sehingga komponen reaktif pada
terminal tegangan wattmeter relatif dapat diabaikan. Dengan demikian bisa
dikatakan bahwa daya yang terdapat pada terminal tegangan wattmeter tersebut
adalah daya aktif saja.

Pp  Vp2/Rp
Qp 0

Hal yang sama juga berlaku pada voltmeter, yaitu bahwa daya yang dominan
terdapat pada voltmeter adalah daya aktifnya saja.

Pv  Vv2/Rv
Qv 0

Apabila daya aktif pada beban dinyatakan dengan P L ,daya reaktif pada
beban dinyatakan dengan Q L, maka berlaku hubungan sebagai berikut:

W = PL + (V2/RV) + (V2/Rp)
= PL + V2(RV-1 + Rp-1) , atau PL = W –V2(RV-1 + Rp-1)

QL 2 = SL2 – PL2
= [V.IL]2 – [W –V2(RV-1 + Rp-1)]2
= V2.IL2 – [W2 – 2WV2(RV-1 + Rp-1) + V4(RV-1 + Rp-1)2]

Apabila daya reaktif pada terminal tegangan wattmeter dan daya reaktif pada
voltmeter diabaikan, Q L juga dapat dinyatakan dalam hubungan sebagai berikut:

QL 2 = (VA)2 – (W)2
= V 2 A2 – W 2

Dengan demikian maka:


QL 2 = V2.IL2 – [W2 – 2WV2(RV-1 + Rp-1) + V4(RV-1 + Rp-1)2] = V2A2 – W2

maka :

V2.IL2 = [W2 – 2WV2(RV-1 + Rp-1) + V4(RV-1 + Rp-1)2] + V2A2 – W2


= – 2WV2(RV-1 + Rp-1) + V4(RV-1 + Rp-1)2 + V2A2
I L2 = A2 + V2(RV-1 + Rp-1)2 – 2W(RV-1 + Rp-1)
IL = {A2 + V2(RV-1 + Rp-1)2 – 2W(RV-1 + Rp-1)}

dalam hal ini:


PL = daya rata-rata yang diserap oleh beban (watt)
W = hasil pembacaan wattmeter (watt)
V = hasil pembacaan voltmeter V (volt)
RV = tahanan dalam voltmeter (ohm)
Rp = tahanan total kumparan potensial beserta tahanan serinya pada
wattmeter (ohm)
IL = arus beban (ampere)
A = hasil pembacaan amperemeter A (ampere)

Pengukuran Daya pada Sistem Tiga Fasa

Pengukuran daya dalam suatu sistem tiga fasa memerlukan pemakaian dua
buah wattmeter. Total daya diperoleh dengan menjumlahkan pembacaan kedua
wattmeter tersebut secara aljabar. Gambar-7 menunjukkan sambungan dua
wattmeter untuk pengukuran daya pada beban tiga fasa arus kuat-tegangan rendah.
Gambar-8 menunjukkan sambungan dua wattmeter untuk pengukuran daya pada
beban tiga fasa arus lemah-tegangan tinggi.

Apabila pf beban >0.5, kedua wattmeter akan menghasilkan bacaan positif.


Daya total diperoleh dengan menggunakan rumus:

Ptotal = P1 + P2
Catu daya tiga fasa

Beban tiga fasa


( Y atau  )

A W1


C W2

Gambar-7 sambungan dua wattmeter untuk pengukuran daya pada beban tiga fasa
arus kuat-tegangan rendah.
Catu daya tiga fasa

Beban tiga fasa


( Y atau  )

A W1

C

W2

Gambar-8 sambungan dua wattmeter untuk pengukuran daya pada beban tiga fasa
arus lemah-tegangan tinggi.

Apabila pf beban <0.5, salah satu wattmeter tersebut (misalnya wattmeter


#2) akan menghasilkan bacaan negatif. Pada kondisi ini terminal kumparan arus
pada wattmeter tersebut harus dibalikkan sehingga diperoleh hasil pembacaan P 2
positif. Daya total diperoleh dengan menggunakan rumus:

Ptotal = P1 – P2

Untuk sistem tiga fasa yang setimbang, dapat dihitung besarnya pf dengan
menggunakan rumus sbb:

P1  P2
Untuk pf > 0.5 : pf = 2 2
2 P1  P2  P1 P2

P1  P2
Untuk pf < 0.5 : pf = 2 2
2 P1  P2  P1 P2

Petunjuk Pemasangan Wattmeter

1. Apabila arus melebihi batas ukurnya, gunakan transformator instrumen


(transformator arus, TA atau CT) step-down untuk mengalihkan arus tersebut ke
nilai di bawah batas ukurnya sebelum diterapkan ke wattmeter atau ke
amperemeter seperti diperlihatkan pada Gambar-9.
2. Apabila tegangan melebihi batas ukurnya, gunakan transformator instrumen
(transformator potensial, TP atau PT) step-down untuk mengalihkan tegangan
tersebut ke nilai di bawah batas ukurnya sebelum diterapkan ke wattmeter atau
ke voltmeter seperti diperlihatkan pada Gambar-9.
3. Hindari penempatan wattmeter di daerah yang memiliki medan magnetik kuat.
4. Tempatkan terminal  kumparan arus dan kumparan potensial sebagai terminal
masuknya arus atau terminal keluarnya arus.
5. Jangan menggunakan tegangan, arus, dan daya diluar kemampuan wattmeter.
Pemberian tegangan atau arus yang melebihi kemampuan batas ukurnya akan
menimbulkan kerusakan pada wattmeter meskipun daya yang diukur lebih kecil
daripada batas ukur dayanya.
6. Apabila wattmeter, voltmeter, dan amperemeter digunakan bersama-sama dalam
suatu pengukuran, lakukanlah koreksi terhadap data pengukuran dengan
mempertimbangkan efek pembebanan alat-alat ukur tersebut pada rangkaian.
7. Untuk beban-beban arus kuat-tegangan rendah, hubungkan kumparan potensial
ke terminal-A seperti yang diperlihatkan pada Gambar-3a.
8. Untuk beban-beban arus lemah-tegangan tinggi, hubungkan kumparan potensial
ke terminal-B seperti yang diperlihatkan pada Gambar-3b.
9. Apabila diperoleh bacaan negatif pada salah satu wattmeter pada penggunaan
dua buah wattmeter dalam suatu sistem tiga fasa, balikkan hubungan terminal
arus pada wattmeter tersebut dan perlakukan hasil bacaan wattmeter tersebut
sebagai angka negatif.

Gambar-9 Pengukuran daya menggunakan wattmeter, voltmeter, amperemeter, dan


transformator instrumen (PT dan CT)

Pada Gambar-9 diperlihatkan cara pemasangan transformator instrumen untuk


pengukuran arus, tegangan, dan daya. Apabila perbandingan antara tegangan primer
dan sekunder pada PT adalah Np, sedangkan perbandingan antara arus primer dan
sekunder pada CT adalah Nc, maka daya yang terukur oleh wattmeter W tersebut
adalah sebesar 1/(NpNc) kali daya beban. Tegangan yang terukur oleh voltmeter V
adalah 1/Np kali tegangan beban, sedangkan arus yang terukur oleh amperemeter A
adalah 1/Nc kali arus beban.

Peralatan Praktikum

a. Wattmeter elektrodinamometer : 1 buah (akurasi dc 0.5% , ac 0.5%)


b. Voltmeter PMMC : 1 buah (akurasi dc 1.0% , ac 2.5%)
c. Amperemeter PMMC : 1 buah (akurasi dc 1.0% , ac 2.5%)
d. Resistor bank : 1 set
e. Kapasitor bank : 1 set
f. Induktor bank : 1 set

Prosedur Praktikum:

1. Catat nomor/kode wattmeter, voltmeter, amperemeter, dan transformator arus


(CT) yang anda gunakan pada praktikum ini.

2. Ukurlah tahanan dalam voltmeter dc 450V dan voltmeter ac 450V dengan


menggunakan ohmmeter, dengan cara menghubungkan terminal – ohmmeter ke
terminal + voltmeter, sedangkan terminal + ohmmeter dihubungkan dengan
terminal – voltmeter.

3. Ukurlah tahanan terminal tegangan pada wattmeter dengan menggunakan


ohmmeter.

4. Buatlah rangkaian Gambar-1 dengan ketentuan sebagai berikut:


a. catu daya dc 220V dalam keadaan “off”
b. voltmeter mode dc pada batas ukur 450V (perhatikan polaritasnya)
c. amperemeter pada mode dc pada batas ukur 24A (perhatikan polaritasnya)
d. beban berupa resistor pada posisi saklar-3 (R3)
1) Pindahkan saklar catu daya ke posisi “on”.
2) Perhatikan penunjukan arus pada amperemeter. Gunakan batas ukur arus
pada amperemeter yang menghasilkan ketelitian pengukuran paling baik.
3) Catat batas ukur voltmeter-dc dan amperemeter-dc yang anda pergunakan
pada percobaan ini.
4) Catat penunjukan voltmeter-dc dan amperemeter-dc.

5. Buatlah rangkaian Gambar-6 dengan ketentuan sebagai berikut:


a. catu daya dc 220V dalam keadaan “off”
b. saklar tegangan wattmeter pada posisi 260V, saklar arus wattmeter pada posisi
“off”
c. voltmeter mode dc pada batas ukur 450V (perhatikan polaritasnya)
d. amperemeter pada mode dc pada batas ukur 24A (perhatikan polaritasnya)
e. beban berupa resistor pada posisi saklar-3 (R3)
1) Pindahkan saklar catu daya ke posisi “on”.
2) Perhatikan penunjukan arus pada amperemeter. Gunakan batas ukur arus
pada amperemeter yang menghasilkan ketelitian pengukuran paling baik.
3) Pindahkan saklar arus wattmeter ke batas ukur yang paling sesuai dengan
penunjukan amperemeter.
4) Catat batas ukur voltmeter-dc, amperemeter-dc dan wattmeter yang anda
pergunakan pada percobaan ini.
5) Catat penunjukan voltmeter-dc, amperemeter-dc dan wattmeter.
6. Buatlah rangkaian Gambar-6 dengan ketentuan sebagai berikut:
a. catu daya ac 220V dalam keadaan “off”
b. saklar tegangan wattmeter pada posisi 260V, saklar arus wattmeter pada posisi
“off”
c. voltmeter mode ac pada batas ukur 450V
d. amperemeter pada mode ac pada batas ukur 24A
e. beban berupa resistor pada posisi saklar-3 (R3), gunakan resistor yang sama
dengan percobaan-4

1) Pindahkan saklar catu daya ke posisi “on”.


2) Perhatikan penunjukan arus pada amperemeter. Gunakan batas ukur arus
pada amperemeter yang menghasilkan ketelitian pengukuran paling baik.
3) Pindahkan saklar arus wattmeter ke batas ukur yang paling sesuai dengan
penunjukan amperemeter.
4) Catat batas ukur voltmeter-ac, amperemeter-ac dan wattmeter yang anda
pergunakan pada percobaan ini.
5) Catat penunjukan voltmeter-ac, amperemeter-ac dan wattmeter.

7. Ulangi prosedur-6 dengan menggunakan beban berupa resistor (R 3) yang


dihubungkan seri dengan kapasitor (C 3).

8. Ulangi prosedur-6 dengan menggunakan beban berupa resistor (R 3) yang


dihubungkan seri dengan induktor (L 3).

9. Buatlah rangkaian Gambar-10 dengan ketentuan sebagai berikut:


a. catu daya ac 220V dalam keadaan “off”
b. transformator arus (CT) dengan Nc = 3
c. saklar tegangan wattmeter pada posisi 260V, saklar arus wattmeter pada posisi
“off”
d. voltmeter mode ac pada batas ukur 450V
e. amperemeter pada mode ac pada batas ukur 24A
f. beban berupa resistor pada posisi saklar-6 (R6)

Gambar-10 Rangkaian percobaan-9

1) Pindahkan saklar catu daya ke posisi “on”.


2) Perhatikan penunjukan arus pada amperemeter. Gunakan batas ukur arus
pada amperemeter yang menghasilkan ketelitian pengukuran paling baik.
3) Pindahkan saklar arus wattmeter ke batas ukur yang paling sesuai dengan
penunjukan amperemeter.
4) Catat batas ukur voltmeter-ac, amperemeter-ac dan wattmeter yang anda
pergunakan pada percobaan ini.
5) Catat penunjukan voltmeter-ac, amperemeter-ac dan wattmeter
Tugas Untuk Laporan Praktikum:

1. Hitung P pada Percobaan-4 untuk setiap kondisi berikut:


a). dengan mengabaikan efek pembebanan dan ketelitian alat ukur.
b). dengan memperhitungkan efek pembebanan alat ukur saja.
c). dengan memperhatikan ketelitian alat ukur saja.
d). dengan memperhatikan efek pembebanan alat ukur dan memperhitungkan
ketelitian alat ukur

2. Hitung P, S, Q, dan pf pada Percobaan 5, 6, 7, dan 8 untuk setiap kondisi berikut:


a). dengan mengabaikan efek pembebanan dan ketelitian alat ukur.
b). dengan memperhitungkan efek pembebanan alat ukur saja.
c). dengan memperhatikan ketelitian alat ukur saja.
d). dengan memperhatikan efek pembebanan alat ukur dan memperhitungkan
ketelitian alat ukur.
3. Hitung P, S, Q, dan pf pada Percobaan-9 dengan memperhatikan efek
pembebanan alat ukur.

4. Gambarkan segitiga daya berdasarkan hasil Perhitungan-2b dan Perhitungan-3 di


atas.

5. Bandingkan hasil perhitungan P pada Percobaan-4 dan 5. Apakah diperoleh hasil


yang sama? Lakukan analisa dan berikan kesimpulan.

6. Bandingkan hasil perhitungan P dan pf pada Percobaan-5 dan 6. Apakah


diperoleh hasil yang sama? Apakah diperoleh hasil pf =1 ? Lakukan analisa dan
berikan kesimpulan.

7. Berapa persen kemungkinan kesalahan perhitungan P berdasarkan Percobaan-4;


dengan melibatkan ketelitian alat ukur dan efek pembebanan ?

8. Berapa persen kemungkinan kesalahan perhitungan P dan pf berdasarkan


Percobaan-5, 6, 7, dan 8 dengan melibatkan ketelitian alat ukur dan efek
pembebanan ?

9. Berdasarkan percobaan yang telah anda lakukan dan berdasarkan analisa


terhadap data yang telah anda peroleh, laporkan hasil pengukuran P dan pf
secara benar !

10. Berdasarkan hasil percobaan yang telah anda lakukan, mana yang lebih dominan
kontribusi kesalahannya, kesalahan akibat efek pembebanan atau kesalahan
akibat akurasi alat ukur? Berikan penjelasan.

Anda mungkin juga menyukai