Tujuan
Dasar Teori
Dalam rangkaian listrik, daya merupakan suatu besaran yang penting. Ukuran
komponen dan pengelompokan komponen dalam peralatan elektronika terutama
ditentukan karena kebutuhan untuk menghilangkan tenaga listrik yang berubah
menjadi panas. Hal serupa berlaku pula pada motor listrik, mekanisme pengendalinya,
transformator, saklar, dan penghantar yang dipergunakan dalam bidang konversi
tenaga listrik.
Daya dalam pengukuran daya listrik dinyatakan dalam satuan dasar watt,
merupakan perkalian antara beda potensial dalam satuan volt dengan arus listrik
dalam satuan ampere.
Pada rangkaian arus searah (dc) dengan beban resistor (R), daya dapat
dinyatakan dalam tiga bentuk persamaan yang berbeda dengan menerapkan hukum
Ohm.
P = V.I
P = I2.R
P = V2/R
Apabila nilai tahanan dalam voltmeter (RV) diketahui, maka dapat dilakukan
koreksi untuk menghitung nilai sebenarnya dari arus beban (IL) dan daya (P).
IL = I – VL/RV = A – V/RV
P = VL.IL = VA – V2/RV
Ukuran daya yang sangat penting, terutama untuk arus dan tegangan
berulang, adalah daya rata-rata. Daya rata-rata ini sama dengan kecepatan rata-rata
energi yang diserap oleh suatu beban, tidak tergantung pada waktu.
Pada pengukuran tegangan beban Vrms dan arus beban Irms dengan
menggunakan meter ac, hasil perkalian Vrms dan Irms biasanya bukan merupakan cara
yang tepat untuk menyatakan daya ac. Untuk sinyal ac sinusoida dengan beda fasa
antara vL dan iL sebesar , akan dihasilkan daya rata-rata sebesar:
T T
P = (1/T)p.dt = (1/T)vL iL.dt= Vrms Irms cos
0 0
Persamaan tersebut di atas menunjukkan bahwa hasil perkalian Vrms dan Irms
tidak selalu sama dengan P, karena hasil perkalian tersebut tidak melibatkan faktor
beda fasa. Faktor beda fasa ini (cos ) dikenal dengan nama faktor daya (power factor,
pf).
pf = cos
Pada beban resistif murni, vL dan iL memiliki fasa yang sama ( = 0), sehingga
pf = 1. Dengan demikian suatu resistor ideal akan menyerap seluruh energi yang
diterimanya. Daya rata-rata yang diserap oleh unsur resistif disebut daya aktif atau
juga disebut sebagai daya nyata yang ditulis dengan lambang P dan satuannya
menurut SI (Standar Internasional) adalah watt. Suatu instrumen yang dirancang
untuk mengindera pengaruh beda fasa dan menghasilkan nilai yang benar mengenai
daya rata-rata disebut wattmeter.
Jika unsur resistif (R) dari beban diketahui, maka daya rata-rata juga dapat
dihitung dengan rumusan:
Pada beban kapasitif murni atau induktif murni, vL dan iL memiliki beda fasa
90o sehingga pf = 0. Hal ini berarti daya rata-rata pada kedua unsur reaktif ini sama
dengan nol. Dengan demikian kapasitor dan induktor ideal tidak menyerap energi,
tetapi hanya menyimpan dan melepaskan energi yang diterimanya.
Nilai maksimum daya sesaat pada beban kapasitif murni dan induktif murni
dapat dinyatakan dalam persamaan:
Q = Irms2 X
Daya reaktif ini tidak diserap oleh beban. Daya tersebut juga disebut sebagai
daya tanpa-watt dan dinyatakan dengan unit satuan volt-ampere reaktif (var). Besaran
tersebut banyak dipergunakan dalam pembangkitan, distribusi dan penggunaan daya
listrik. Daya reaktif juga dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:
Kombinasi P dan Q pada beban disebut daya semu S. Daya semu juga
disebut sebagai daya tampak dan dinyatakan dengan unit satuan volt-ampere (VA)
atau kilo-volt-ampere (kVA). Daya semu tersebut diukur tanpa memndang sifat
impedansi beban.
Apabila arus beban tertinggal dari tegangan beban (beban induktif), maka
dikatakan beban tersebut memiliki faktor daya tertinggal (lagging pf); sedangkan
apabila arus beban mendahului tegangan beban (beban kapasitif), maka dikatakan
beban tersebut memiliki faktor daya mendahului (leading pf).
W
ic iL
Power
ip Load
source
Wattmeter satu fasa memiliki empat buah terminal, terdiri dari dua buah
terminal arus dan dua buah terminal tegangan. Kumparan-kumparan arus merupakan
dua elemen yang terpisah yang dihubungkan secara seri dan membawa arus jala-jala
total (ic). Kumparan potensial ditempatkan di dalam medan magnet kumparan-
kumparan arus, dihubungkan seri dengan tahanan pembatas arus dan membawa arus
kecil (ip). Arus sesaat di dalam kumparan potensial adalah i p = vL/Rp, dalam hal ini
vL adalah tegangan sesaat pada beban (load), dan R p adalah tahanan total kumparan
potensial beserta tahanan serinya (R). Arus yang melalui kumparan-kumparan arus
tersebut (ic) akan menimbulkan medan magnet dengan kerapatan fluksi (B) yang
berbanding lurus terhadap i c. Berdasarkan hukum dasar elektromaknetik, torsi yang
menyimpangkan kumparan potensial dapat dinyatakan dengan rumus:
T=BxAxIxN
Dengan demikian torsi yang dibangkitkan sebanding dengan perkalian i c dan ip.
Untuk beban-beban arus kuat dan tegangan rendah, arus i c akan hampir sama
dengan arus beban i L (secara aktual, ic = ip+iL). Dengan menggunakan nilai i p =
vL/Rp, maka diperoleh hubungan:
Prata-rata = (1/T)iL.vL.dt
rata-rata = K’.Prata-rata
K’ = konstanta instrumen
W W
ic iL ic iL
Power Power
ip Load ip Load
source source
(a) (b)
A W
I IL
Power
V Load
source
Gambar-6 Pengukuran P dan S secara serempak jika tahanan dalam voltmeter dan
tahanan dalam antara kedua terminal tegangan wattmeter diketahui.
Pada umumnya Rp memiliki nilai yang sangat besar sehingga rugi-rugi daya
pada terminal tegangan wattmeter tersebut akan relatif kecil jika tegangan beban
rendah. Sebagai contoh untuk V p sebesar 220V dan Rp sebesar 50k akan
menghasilkan rugi-rugi daya sekitar 1W. Karena besarnya reaktansi pada terminal
tegangan wattmeter tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan resistansinya,
maka daya reaktif pada terminal tegangan wattmeter tersebut akan jauh lebih kecil
dibandingkan dengan daya aktifnya. Sebagai contoh misalnya kumparan potensial
wattmeter tersebut memiliki induktansi sebesar 3mH (biasanya jauh lebih kecil dari
itu) dan beroperasi pada frekuensi 50Hz, maka akan dihasilkan reaktansi sekitar 1
dan daya reaktifnya hanya sekitar 20var saja sehingga komponen reaktif pada
terminal tegangan wattmeter relatif dapat diabaikan. Dengan demikian bisa
dikatakan bahwa daya yang terdapat pada terminal tegangan wattmeter tersebut
adalah daya aktif saja.
Pp Vp2/Rp
Qp 0
Hal yang sama juga berlaku pada voltmeter, yaitu bahwa daya yang dominan
terdapat pada voltmeter adalah daya aktifnya saja.
Pv Vv2/Rv
Qv 0
Apabila daya aktif pada beban dinyatakan dengan P L ,daya reaktif pada
beban dinyatakan dengan Q L, maka berlaku hubungan sebagai berikut:
W = PL + (V2/RV) + (V2/Rp)
= PL + V2(RV-1 + Rp-1) , atau PL = W –V2(RV-1 + Rp-1)
QL 2 = SL2 – PL2
= [V.IL]2 – [W –V2(RV-1 + Rp-1)]2
= V2.IL2 – [W2 – 2WV2(RV-1 + Rp-1) + V4(RV-1 + Rp-1)2]
Apabila daya reaktif pada terminal tegangan wattmeter dan daya reaktif pada
voltmeter diabaikan, Q L juga dapat dinyatakan dalam hubungan sebagai berikut:
QL 2 = (VA)2 – (W)2
= V 2 A2 – W 2
maka :
Pengukuran daya dalam suatu sistem tiga fasa memerlukan pemakaian dua
buah wattmeter. Total daya diperoleh dengan menjumlahkan pembacaan kedua
wattmeter tersebut secara aljabar. Gambar-7 menunjukkan sambungan dua
wattmeter untuk pengukuran daya pada beban tiga fasa arus kuat-tegangan rendah.
Gambar-8 menunjukkan sambungan dua wattmeter untuk pengukuran daya pada
beban tiga fasa arus lemah-tegangan tinggi.
Ptotal = P1 + P2
Catu daya tiga fasa
C W2
Gambar-7 sambungan dua wattmeter untuk pengukuran daya pada beban tiga fasa
arus kuat-tegangan rendah.
Catu daya tiga fasa
C
W2
Gambar-8 sambungan dua wattmeter untuk pengukuran daya pada beban tiga fasa
arus lemah-tegangan tinggi.
Ptotal = P1 – P2
Untuk sistem tiga fasa yang setimbang, dapat dihitung besarnya pf dengan
menggunakan rumus sbb:
P1 P2
Untuk pf > 0.5 : pf = 2 2
2 P1 P2 P1 P2
P1 P2
Untuk pf < 0.5 : pf = 2 2
2 P1 P2 P1 P2
Peralatan Praktikum
Prosedur Praktikum:
10. Berdasarkan hasil percobaan yang telah anda lakukan, mana yang lebih dominan
kontribusi kesalahannya, kesalahan akibat efek pembebanan atau kesalahan
akibat akurasi alat ukur? Berikan penjelasan.