Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Instrumentasi dan pengukuran
Dengan Dosen Pengampu : Apip Pudin
Disusun oleh :
Farissa Rahmasari 201711012
2A-TEN
Tujuan:
− Mengetahui prinsip kerja wattmeter elektrodinamometer.
− Mampu menggunakan wattmeter dengan benar pada rangkaian sistem satu fasa
atau pada sistem 3 fasa.
− Bersama-sama dengan voltmeter & amperemeter dipergunakan untuk
menentukan faktor daya.
Pendahuluan:
Dalam rangkaian listrik, daya merupakan suatu besaran yang penting. Ukuran
komponen dan pengelompokan komponen dalam peralatan elektronika terutama
ditentukan karena kebutuhan untuk menghilangkan tenaga listrik yang berubah
menjadi panas. Hal serupa berlaku pula pada motor listrik, mekanisme pengendalinya,
transformator, saklar, dan penghantar yang dipergunakan dalam bidang konversi
tenaga listrik.
Daya dalam pengukuran daya listrik dinyatakan dalam satuan dasar watt, merupakan
perkalian antara beda potensial dalam satuan volt dengan arus listrik dalam satuan
ampere.
Pada rangkaian arus searah (dc) dengan beban resistor (R), daya dapat dinyatakan
dalam tiga bentuk persamaan yang berbeda dengan menerapkan hukum Ohm.
P = V.I
P = I2.R
P = V2/R
Apabila nilai tahanan dalam voltmeter (RV) diketahui, maka dapat dilakukan koreksi
untuk menghitung nilai sebenarnya dari arus beban (IL) dan daya (P).
IL = I – VL/RV = A – V/RV
P = VL.IL = VA – V2/RV
Ukuran daya yang sangat penting, terutama untuk arus dan tegangan berulang,
adalah daya rata-rata. Daya rata-rata ini sama dengan kecepatan rata-rata energi
yang diserap oleh suatu beban, tidak tergantung pada waktu.
Pada pengukuran tegangan beban Vrms dan arus beban Irms dengan menggunakan
meter ac, hasil perkalian Vrms dan Irms biasanya bukan merupakan cara yang tepat
untuk menyatakan daya ac. Untuk sinyal ac sinusoida dengan beda fasa antara vL dan
iL sebesar , akan dihasilkan daya rata-rata sebesar:
T T
P = (1/T)p.dt = (1/T)vL iL.dt = Vrms Irms cos
0 0
Persamaan tersebut di atas menunjukkan bahwa hasil perkalian Vrms dan Irms tidak
selalu sama dengan P, karena hasil perkalian tersebut tidak melibatkan faktor beda
fasa. Faktor beda fasa ini (cos ) dikenal dengan nama faktor daya (power factor, pf).
pf = cos
Pada beban resistif murni, vL dan iL memiliki fasa yang sama ( = 0), sehingga pf = 1.
Dengan demikian suatu resistor ideal akan menyerap seluruh energi yang diterimanya.
Daya rata-rata yang diserap oleh unsur resistif disebut daya aktif atau juga disebut
sebagai daya nyata yang ditulis dengan lambang P dan satuannya menurut SI (Standar
Internasional) adalah watt. Suatu instrumen yang dirancang untuk mengindera
pengaruh beda fasa dan menghasilkan nilai yang benar mengenai daya rata-rata
disebut wattmeter.
Jika unsur resistif (R) dari beban diketahui, maka daya rata-rata juga dapat dihitung
dengan rumusan:
Pada beban kapasitif murni atau induktif murni, vL dan iL memiliki beda fasa 90o
sehingga pf = 0. Hal ini berarti daya rata-rata pada kedua unsur reaktif ini sama
dengan nol. Dengan demikian kapasitor dan induktor ideal tidak menyerap energi,
tetapi hanya menyimpan dan melepaskan energi yang diterimanya.
Nilai maksimum daya sesaat pada beban kapasitif murni dan induktif murni dapat
dinyatakan dalam persamaan:
Nilai maksimum daya keluar-masuk dalam unsur reaktif tersebut dikenal dengan daya
reaktif yang didefinisikan sebagai Q:
Q = Irms2 X
Daya reaktif ini tidak diserap oleh beban. Daya tersebut juga disebut sebagai daya
tanpa-watt dan dinyatakan dengan unit satuan volt-ampere reaktif (var). Besaran
tersebut banyak dipergunakan dalam pembangkitan, distribusi dan penggunaan daya
listrik. Daya reaktif juga dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:
Kombinasi P dan Q pada beban disebut daya semu S. Daya semu juga disebut
sebagai daya tampak dan dinyatakan dengan unit satuan volt-ampere (VA) atau kilo-
volt-ampere (kVA). Daya semu tersebut diukur tanpa memndang sifat impedansi
beban.
Dengan demikian hasil perkalian antara tegangan beban yang ditunjukkan oleh
voltmeter-ac dan arus beban yang ditunjukkan oleh amperemeter-ac menunjukkan
daya semu (S), bukan daya rata-rata (P) ataupun daya reaktif (Q).
Apabila arus beban tertinggal dari tegangan beban (beban induktif), maka dikatakan
beban tersebut memiliki faktor daya tertinggal (lagging pf); sedangkan apabila arus
beban mendahului tegangan beban (beban kapasitif), maka dikatakan beban tersebut
memiliki faktor daya mendahului (leading pf).
Wattmeter:
W
ic iL
Power ip Lo d
source
Wattmeter satu fasa memiliki empat buah terminal, terdiri dari dua buah terminal
arus dan dua buah terminal tegangan. Kumparan-kumparan arus merupakan dua
elemen yang terpisah yang dihubungkan secara seri dan membawa arus jala-jala
total (ic). Kumparan potensial ditempatkan di dalam medan magnet kumparan-
kumparan arus, dihubungkan seri dengan tahanan pembatas arus dan membawa arus
kecil (ip). Arus sesaat di dalam kumparan potensial adalah ip = vL/Rp, dalam hal ini
vL adalah tegangan sesaat pada beban (load), dan Rp adalah tahanan total kumparan
potensial beserta tahanan serinya (R). Arus yang melalui kumparan-kumparan arus
tersebut (ic) akan menimbulkan medan magnet dengan kerapatan fluksi (B) yang
berbanding lurus terhadap ic. Berdasarkan hukum dasar elektromaknetik, torsi yang
menyimpangkan kumparan potensial dapat dinyatakan dengan rumus:
T=BxAxIxN
Dengan demikian torsi yang dibangkitkan sebanding dengan perkalian ic dan ip.
Untuk beban-beban arus kuat dan tegangan rendah, arus ic akan hampir sama dengan
arus beban iL (secara aktual, ic = ip+iL). Dengan menggunakan nilai ip = vL/Rp, maka
diperoleh hubungan:
Prata-rata = (1/T)iL.vL.dt
Dengan demikian maka defleksi rata-rata selama satu perioda dapat dinyatakan
dengan:
rata-rata = K’.Prata-rata
K’ = konstanta instrumen
W W
ic iL ic iL
Power Power
ip Lo d ip Lo d
source source
(a) (b)
Gambar-4 Pemasangan wattmeter untuk pengukuran daya agar diperoleh kesalahan pengukuran
yang paling kecil: (a) hubungan A, baik untuk beban-beban arus kuat-tegangan rendah; (b) hubungan
B, baik untuk beban-beban arus lemah-tegangan tinggi.
A W
I IL
Power
V Lo d
source
Gambar-6 Pengukuran P dan S secara serempak jika tahanan dalam voltmeter dan tahanan dalam
antara kedua terminal tegangan wattmeter diketahui.
Dengan asumsi bahwa pada terminal tegangan wattmeter nilai resistansinya jauh
lebih besar dibandingkan dengan nilai reaktansinya, maka daya aktif dan daya
reaktif pada terminal tegangan wattmeter tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:
Pada umumnya Rp memiliki nilai yang sangat besar sehingga rugi-rugi daya pada
terminal tegangan wattmeter tersebut akan relatif kecil jika tegangan beban rendah.
Sebagai contoh untuk Vp sebesar 220V dan Rp sebesar 50k akan menghasilkan
rugi-rugi daya sekitar 1W. Karena besarnya reaktansi pada terminal tegangan
wattmeter tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan resistansinya, maka daya
reaktif pada terminal tegangan wattmeter tersebut akan jauh lebih kecil
dibandingkan dengan daya aktifnya. Sebagai contoh misalnya kumparan potensial
wattmeter tersebut memiliki induktansi sebesar 3mH (biasanya jauh lebih kecil dari
itu) dan beroperasi pada frekuensi 50Hz, maka akan dihasilkan reaktansi sekitar 1
dan daya reaktifnya hanya sekitar 20var saja sehingga komponen reaktif pada
terminal tegangan wattmeter relatif dapat diabaikan. Dengan demikian bisa
dikatakan bahwa daya yang terdapat pada terminal tegangan wattmeter tersebut
adalah daya aktif saja.
Pp Vp2/Rp
Qp 0
Hal yang sama juga berlaku pada voltmeter, yaitu bahwa daya yang dominan
terdapat pada voltmeter adalah daya aktifnya saja.
Apabila daya aktif pada beban dinyatakan dengan PL ,daya reaktif pada beban
dinyatakan dengan QL, maka berlaku hubungan sebagai berikut:
Apabila daya reaktif pada terminal tegangan wattmeter dan daya reaktif pada
voltmeter diabaikan, QL juga dapat dinyatakan dalam hubungan sebagai berikut:
Maka :
Pengukuran daya dalam suatu sistem tiga fasa memerlukan pemakaian dua buah
wattmeter. Total daya diperoleh dengan menjumlahkan pembacaan kedua wattmeter
tersebut secara aljabar. Gambar-7 menunjukkan sambungan dua wattmeter untuk
pengukuran daya pada beban tiga fasa arus kuat-tegangan rendah. Gambar-8
menunjukkan sambungan dua wattmeter untuk pengukuran daya pada beban tiga
fasa arus lemah-tegangan tinggi.
Apabila pf beban >0.5, kedua wattmeter akan menghasilkan bacaan positif. Daya
total diperoleh dengan menggunakan rumus:
Ptotal = P1 + P2
A W1
Catu daya tiga fasa
Beban tiga fasa
( Y atau )
C W2
Gambar-7 sambungan dua wattmeter untuk pengukuran daya pada beban tiga fasa arus kuat-
tegangan rendah.
A W1
Catu daya tiga fasa
C
W2
Gambar-8 sambungan dua wattmeter untuk pengukuran daya pada beban tiga fasa arus lemah-
tegangan tinggi.
Apabila pf beban <0.5, salah satu wattmeter tersebut (misalnya wattmeter #2) akan
menghasilkan bacaan negatif. Pada kondisi ini terminal kumparan arus pada
wattmeter tersebut harus dibalikkan sehingga diperoleh hasil pembacaan P2 positif.
Daya total diperoleh dengan menggunakan rumus:
Ptotal = P1 – P2
Untuk sistem tiga fasa yang setimbang, dapat dihitung besarnya pf dengan
menggunakan rumus sbb:
P1 + P2
Untuk pf > 0.5 : pf =
2 P1 2 + P2 2 − P1 P2
P1 − P2
Untuk pf < 0.5 : pf =
2 P1 2 + P2 2 + P1 P2
Prosedur Praktikum:
1. Catat nomor/kode wattmeter, voltmeter, amperemeter, dan transformator arus
(CT) yang anda gunakan pada praktikum ini.
Perhitungan :
a. perhitungan ampere dan volt
data ke-6
P = V.A
= 210.1,61
= 338,1 W
Data ke-7
P = V.A
= 210.0,67
= 140.7 W
Data ke-8
P = V.A
= 210.3
= 630 W
Data ke-9
P = V.A
= 210. 3,35
= 703.5 W
Faktor Pengali
Voltage Range
Current Range 120 V 240 V
5A 5 10
25A 25 50
Data ke-6
P = V.A x cos 𝖺
= 210.1,61 x 1,006
= 340,129 W
Data ke -7
P = V.A x cos 𝖺
= 210.0,67 x 0.426
= 59,94 W
Data ke-8
P = V.A x cos 𝖺
= 210. 3 x 0.936
= 589,68 W
Data ke-9
P = V.A x cos 𝖺
= 210.3.35 x 0.995
= 699,983 W
e. Perhitungan factor kesalahan daya aktif
𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖−𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛
% kesalahan = [ ] 𝑥 100%
𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖